Anda di halaman 1dari 10

PENYELESAIAN PELANGGARAN KODE ETIK

KEPOLISIAN BERPOTENSI PIDANA


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Profesi Hukum
Dosen Pengampu: Dr. H. Ilham Thohari, M. HI

Oleh:
Ristuati Dwi Lailiyah (1217006)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL AL-SYAKHSIYAH)


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2019
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Polisi merupakan aparat penegak hukum yang berkewajiban
dalam mewujudkan keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan
bermasyarakat, kepolisian merupakan lembaga pengayoman
masyarakat dalam segala kondisi sosial, diatur dalam Undang-
undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Peran kepolisian
dapat dikatakan sebagai aspek kedudukan yang berhubungan
dengan kedudukannya sebagai pelindung masyarakat.
Pada kenyataanya sebagian anggota bertindak sebaliknya dan
tidak sesuai dengan etika profesi kepolisian atau dalam kata lain
polisi melakukan pelanggaran terhadap kode etik kepolisian. Hal ini
tentunya berakibat hukum dan dapat mengakibatkan terjadinya
tindak pidana. Perlindungan hukum merupakan hak setiap warga
negara terutama negara yang menetapkan sebagai negara hukum,
sehingga lahir konsep adanya supermasi hukum. Hakikat
perlindungan hukum adalah kewajiban dari negara atau pemerintah
terhadap warga negaranya untuk memperoleh atau untuk
mendapatkan hak-haknya berdasarkan hukum serta menjamin
adanya kepastian untuk terwujudnya keadilan.
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) masih adanya kasus-
kasus yang menerpa anggota kepolisian yang terkait seperti
penyuapan, korupsi, pelanggaran Ham dan berbagai kasus pidana
lainnya. Kasus terus bermunculan seperti tidak ada habisnya.
Belum tuntas satu kasus, muncul kasus baru. Dalam pemikiran
masyarakat saat ini yang berkembang bahwa menganggap terkesan
seolah setiap anggota Polri kebal hukum karena banyaknya kasus
melibatkan polisi “menguap” sebelum sampai dipersidangan.
Terhadap persoalan-persoalan ini seorang polisi dapat dikenakan
sanksi karena termasuk melakukan tindakan pelanggaran kode etik
kepolisian.
Dasar hukumnya bisa dilihat dalam Peraturan Pemerintah RI
Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Kepolisian
negara. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun
2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil, Undang-undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan
Keputusan Kapolri Tahun 2003 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian.
Selain itu ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Polri
sebagaimana diatur dalam peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011,
Sikap dengan “Gaya hidup mewah” bagi sebagian besar pejabat
Polri yang jelas-jelas tidak sebanding dengan gaji dan tunjangan
resmi yang diterima setiap bulan, dapat dipertanyakan. Sebuah
fenomena yang amat kontroversial dengan kehidupan sederhana
sebagian besar aparat kepolisian yang berpangkat menengah dan
rendahan, terlebih yang tidak menduduki jabatan “basah”. Padahal
cukup banyak anggota Polri yang baik, jujur, dan berotak cemerlang
tetapi tidak mendapat kesempatan menduduki jabatan penting.
Masyarakat sebenarnya berharap agar pengungkapan berbagai
kasus yang menimpa anggota atau petinggi Polri, tidak hanya
seperti selama ini. Kasus tersebut apabila tidak lagi dikontrol
publik atau pers, maka akan “menguap” dan pengungkapan untuk
kasus-kasus besar terkesan melambat,manakala suatu kasus
terbentuk pada polisi berpangkat tinggi. Melihat dari pengalaman
sebelumnya, masih minim keseriusan untuk betul-betul
mengungkap berbagai kasus dan penyelewengan di tubuh Polri.
Sinyalemen yang berkembang adanya semangat membela institusi
(esprit de corps) yang terkesan sebagai kultur belum bisa
dihilangkan sama sekali. Padahal, kultur tersebut merugikan
reputasi Polri sebagai institusi penegak hukum.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana penyelesaian pelanggaran kode etik kepolisian
berpotensi pidana yang dilakukan oleh anggota Kepolisian ?
b. Bagaimana upaya pengawasan pelanggaran kode etik kepolisian ?
3. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui penyelesaian pelanggaran kode etik kepolisian
berpotensi pidana yang dilakukan oleh anggota kepolisian
b. Untuk mengetahui upaya pengawasan pelanggaran kode etik
kepolisan
B. Pembahasan
1. Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Kepolisian Berpotensi Pidana
Yang Dilakukan Oleh Anggota Kepolisian
a. Hasil penelitian tentang penyelesaian pelanggaran kode etik
kepolisian berpotensi tindak pidana Dari wawancara denganAKP.
Muhammad Sumarno. SH. NRP : 68050107 (Kasubbid
Wapprof Bid Propam Polda DIY) memberikan contoh tentang
kasus yang terjadi di kepolisian sebagai berikut. Kasus posisi :
Terduga Dion (nama disamarkan) seorang anggota kepolisian
jabatan Ba Ditsabhara Polda D.I Yogyakarta menikahi tara
(istri) yang bekeja sebagai pegawai di perusahaan columbia.
Awal pertemuan mereka terjadi ketika Dion pernah membeli
lemari pada took columbia tempat Tara bekerja. Dion pernah
melakukan hubungan suami-istri sebelum adanya pernikahan
yang sah. Setelah itu Dion menikahi Tara karena hamil. Jalannya
waktu dalam pernikahan mereka adanya dugaan perselingkuhan
yang dilakukan Dion, dugaan perselingkuhan tersebut karena
Tara (istri) melihat tingkah laku Dion (suami) bertingkah laku
tidak seperti biasanya kemudian Tara melihat poto Dion dengan
wanita lain di akun facebook Dion dan status Dion dengan Lia
WIL (wanita idaman lain) tersebut di facebook telah menikah.
Terduga pelanggar juga dari pendekatan dengan Lia WIL
tersebut jarang pulang kerumah. Pada tanggal 14 November
2014 sampai dengan 17 september 2015 Dion telah
meninggalkan istri sahnya Tara beserta kedua anaknya tanpa
menafkahi lahir dan batin. Bahwadion juga memiliki hutang
sebesar 20.000.000 (dua puluh juta) pada Bank BRI dengan
mangatas namakan istrinya. Dan sebesar 30.000.000 (tiga puluh
juta) atas nama mertuanya Dara. KKEP Dion dijerat Pasal 11
Perkap Nomor 14 Tahun 2011 pelanggar dikenakan sanksi
yaitu perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela
dan dipindahkan ke fungsi berbeda yang bersifat Demosi
selama dua tahun. Dari kasus tersebut Pelanggaran kode etik
yang dilakukan oleh Dion telah mendapatkan sanksi.
Berdasarkan Pasal 11 huruf d Perkap Nomor 14 Tahun 2011
tentang Kode Etik Profesi Polri bahwa dengan dugaan tidak
menjaga dan memelihara kehidupan berkeluarga secara santun
dengan cara meninggalkan keluarganya. Pada putusan tersebut
harus ada sanksi yang tegas terhadap pelanggar kode etik
kepolisian agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan, dan
pelanggar tidak mengulangi perbuatannya kembali. Berkaitan
dengan Etika Kepolisian Seharusnya fungsi dan tujuan
kepolisian dapat terwujud. Adanya sanksi yang berupa teguran
pada terduga pelanggar diharapkan mampu membuat pelanggar
jera, tetapi pada kenyataanya tidak demikian. Perlunya sanksi
yang lebih konkrit terhadap pelanggar kode etik kepolisian. Agar
para anggota kepolisian dapat lebih memperhatikan kedisiplinan
dalam etika profesi Polri. Komisi kode etik Polisi dalam Putusan
sebenarnya sudah tepat, tetapi perlunya perhatian agar putusan
tersebut dapat memberikan kepastian, kemanfaatan, pertanggung
jawaban, dan keadilan khusunya bagi anak-anak dan istrinya.
Melalui kode etik profesi itulah para anggota profesi bersandar
dalam bertingkah laku dan menjalankan kehidupan serta
tugasnya. Dalam hal ini akan dibahas terkait dengan kasus
perbutan tercela oleh anggota polisi Dion, perbuatan tersebut
sangat mencorong citra kepolisian karena melanggar etika
seorang profesi Polri, dimana sosok yang seharusnya
melindungi, mengayomi masyarakat, menjalankan tugasnya
sesuai amanat undang-undang. Terduga Dion melanggar 2 aspek
yaitu :
1) Aspek hukum. Jika dalam aspek hukum maka beliau
dikenakan Pasal 284 ayat (1) KUHP.
2) Aspek etika. Dion melanggar kode etik profesi kepolisian
sebagaimana yang telah diatur didalam Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia No 14 Tahun 2011
Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Dalam kasus tersebut terduga Dion dalam perselingkuhan
terancam akan dicopat sebagai anggota polisi karena melakukan
tindak pidana dan melanggar kode etik kepolisian, jika terbukti
akan disidangkan dalam kasus tindak pidana, kemudian dilanjutkan
dengan sidang kode etik profesi kepolisian, jadi putusan akhir
sebagai polisi melalui sidang kode etik. Dion dugaan
perselingkuhan, menelantarkan keluarganya, dalam kasus tersebut
dapat disimpulkan bahwa terduga pelanggar Dion dapat dikenai
Pasal 7 ayat (1) jo. Pasal 11 huruf c Perkap No 14 Tahun 2011. Pada
Pasal 7 ayat (1) huruf b dan Pasal 7 ayat (1) huruf i menyebutkan
bahwa : Setiap anggota Polri wajib : b. menjaga dan
meningkatkan citra, solidaritas, kredibilitas, reputasi, dan
kehormatan polri, i. Menampilkan sikap kepemimpinan melalui
keteladanan, ketaatan pada hukum, kejujuran, keadilan, serta
menghormati dan menjunjung hak asasi manusia dalam
melaksanakan tugas, yang kemudian di tegaskan kembali dalam
Pasal 11 huruf c. Bahwa setiap anggota Polri wajib: menaati dan
menghormati norma kesusilaan, norma agama, nilai-nilai kearifan
lokal, dan norma hukum, dalam Pasal 11 huruf d. Bahwa setiap
anggota Polri wajib: menjaga dan memelihara kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara
santun. Dari keterangan dalam Pasal tersebut jika terduga terbukti
melakukan pelanggaran telah melanggar Pasal 7 ayat (1) huruf b dan
huruf i jo. Pasal 11 ayat (1) huruf c. Pasal 11 huruf d. Perkap
No 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonsia perbutan yang tercela dan dapat dinyatakan tidak
layak lagi unuk menjalankan profesi kepolisian.
Prosedur dan tata cara penyelesaian perkara pelanggaran
disiplin oleh anggota Polri diatur dalam Pasal 25 PP No. 2 Tahun
2003,
yang pelaksanaanya melalui tahapan:
a) Laporan atau pengaduan
b) Pemeriksaan pendahuluan
c) Pemeriksaan di depan sidang disiplin
d) Penjatuhan hukuman disiplin
e) Pelaksanaan hukuman
f) Pencatatan dalam Data Personel Perseorangan.
Mekanisme penyelesaian pelanggaran KEPP :
1) Pemeriksaan pendahuluan yang meliputi: Audit investigasi,
Pemeriksaan dan Pemberkasan
2) Sidang Komisi Kode Etik Polri
3) Sidang komisi banding.
pelanggaran kode etik tidak menghapus tuntutan pidana
terhadap anggota polisi yang bersangkutan Pasal 12 ayat (1) PP No 2
Tahun 2003 jo. Pasal 28 ayat (2) Peraturan Kapolri No. 14 Tahun
2011. Polisi yang melakukan tindak pidana tersebut tetap akan
diproses secara pidana walaupun telah menjalani sanksi disiplin
dan sanksi pelanggaran kode etik.
2. Upaya Pengawasan Kode Etik Kepolisian
Pengawasan terhadap anggota Polri yang melakukan
pelanggaran KEPP, dilakukan oleh kesatker yang mekanismenya
diatur dalam Pasal 70 Perkap No. 19 Tahun 2012 tentang susunan
organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik Polri. Sebagai berikut:
a) Pengawasan pelaksanaan Putusan Sidang KEPP dan Komisi
Banding dilaksanakan oleh pengemban fungsi Propam Polri
bidang rehabilitasi personel, yang teknis pengawasannya
dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab Kepala Kesatuan
Pelanggar.
b) Kepala Kesatuan Pelanggar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib melakukan pengawasan dan penilaian terhadap
pelanggar selama:
1) 6 (enam) bulan sejak diterimanya salinan putusan sidang
terhadap penjatuhan sanksi yang bersifat etika sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf adan huruf b
Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011tentang Kode Etik
Profesi Polri;
2) 6 (enam) bulan sejak dikembalikannya pelanggar setelah
menjalani sanksi yang bersifat etika sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c Peraturan Kapolri Nomor 14
Tahun 2011tentang Kode Etik Profesi Polri;
3) 1 (satu) bulan setelah pelanggar melaksanakan sanksi yang
bersifat administratif berupa demosi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d, huruf e, dan
huruf,Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011tentang Kode
Etik Profesi Polri;
4) menunggu proses diterbitkannya administrasi PTDH sebagai
anggota Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat
(1) huruf g, Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011tentang
Kode Etik Profesi Polri.
Setelah masa pengawasan dan penilaianberakhir, Kepala
Kesatuan Pelanggar membuat laporan hasil pengawasan dan
penilaian untuk disampaikan kepada pengemban fungsi Propam
bidan grehabilitasi personel dengan tembusan kepada pengemban
fungsi Inspektorat Pengawasan, fungsi SDM, dan fungsi hukum.
C. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis berkaitan dengan judul
penyelesaian pelanggaran Kode Etik Kepolisian berpotensi Pidana dan
upaya pengawasan pelanggaran Kode Etik Kepolisian sebagaimana
yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan, yaitu:
1. Penyelesaian pelaggaran Kode Etik Kepolisian yang dilakukan
oleh anggotanya akan dikenakan sanksi sesuai pencopotan sebagai
anggota polisi karena melakukan tindak pidana dan melanggar kode
etik kepolisian, jika terbukti akan disidangkan dalam kasus tindak
pidana, kemudian dilanjutkan dengan sidang komisi kode etik
kepolisian, jadi putusan akhir sebagai polisi melalui sidang komisi
kode etik.
Mekanisme penyelesaian pelanggaran Kode Etik Kepolisian: a.
Pemeriksaan pendahuluan yang meliputi :Audit investigasi,
Pemeriksaan, dan Pemberkasan. b. Sidang Komisi Kode Etik Polri,
dan c. Sidang komisi banding.
2. Upaya pengawasan Kode Etik Kepolisian. Pengawaan internal
dilakukan oleh Propam (Divisi Bidang Profesi dan Pengamanan).
Kedua, pengawasan eksekutif dilakukan melalui mekanisme
penugasan dan pelaporan, dalam hasil ini oleh presiden yang
secara struktural berada diatas Polri. Ketiga, pengawasan parlemen
dilakukan melalui mekanisme anggaran dan sub komisi, sementara
keempat, pengawsan publik melalui mekanisme penampungan
keluhan warga melalui lembaga-lembaga negara seperti
Ombudsman, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM). Pengawasan terhadap anggota Polri yang melakukan
pelanggaran KEPP.

Anda mungkin juga menyukai