Disusun oleh:
Nama Stambuk
Ray Kurniawan H1A117144
Regha Fanny Amelinda H1A117145
Reksi Pranata H1A117146
Resty Andriani Jusmar H1A117150
Tri Oktaviani H1A117166
Vadila H1A117168
Waode Putri Yulia Ningsih H1A117171
Wayan Noviyanti H1A117172
FAKULTAS HUKUM
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita limpahkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Perbandingan
Sistem Hukum Pidana antara negara Indonesia dan Korea, Tidak lupa pula kita
haturkan sholawat serta salam kepada baginda nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam yang gelap gulita ke alam yang terang benderang.
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui berbagai
pembahasan dari materi ini yakni Menenai ketentuan KUHP Asas Legalitas dan
Delik Pengulangan anatara indonesia dengan korea. sehingga kami selaku penulis
akan merangkum segalah mengenai pokok pembahasan ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah...........................................................................1
1.2 Rumusan masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perbandingan Substansi antara KUHP Indonesia Dengan Criminal Code
The Republic of Korea / CC ...................................................................3
a. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana / KUHP.................3
b. Ketentuan Criminal Code The Republic of Korea / CC......................4
2.2 Ketentuan Asas Legalitas Antara Indonesai dengaan Korea..................5
a. Ketentuan Asas Legalitas Yang dianut Oleh Indonesia.......................5
b. Ketentauan Asas Legalitas Yang dianut Oleh Korea...........................6
2.3 Delik Pengulangan /Recidive yang dianut oleh Indonesia dengan Korea...7
a. Delik Pengulangan /Recidive Indonesia.................................................7
b. Delik Pengulangan /Recidive Korea.......................................................8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..............................................................................................9
3.2 Saran.......................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam ilmu hukum pidana lazim dikenal tiga sistem hukum pidana di dunia
yang paling mengemuka, yaitu :
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Pidana penjara hanya diancamkan pada kejahatan saja.
Jika menghadapi kejahatan maka bentuk kesalahan (kesengajaan atau
kelapaan) yang diperlukan di situ, harus dibuktikan oleh jaksa, sedangkan
jika menghadapi pelanggaran hal itu tidak usah. Berhubung dengan itu
kejahatan dibedakan pula dalam kejahatan yang dolus dan culpa.
Percobaan untuk melakukan pelanggaran tak dapat dipidana (Pasal 54
KUHP). Juga pembantuan pada pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60
KUHP).
Tenggang daluwarsa, baik untuk hak menentukan maupun hak penjalanan
pidana bagi pelanggaran adalah lebih pendek daripada kejahatan tersebut
masing-masing adalah satu tahun dan dua tahun.
Dalam hal pembarengan (concurcus) pada pemidanaan berbeda buat
pelanggaran dan kejahatan. kumulasi pidana yang enyeng lebih mudah
daripada pidana berat. sedangkan
4
Selanjutnya, berbeda dengan Buku I KUHP yang dibagi dalam IX BAB +
Aturan Penutup, maka Buku I CC dibagi dalam empat BAB saja yang terdiri dari:
Yang dimana dirujuk pada penjelasan sebagai berikut Seperti yang telah
kita ketahui bersama makna yanng tercantum dalam asas legalitas indonesia ini
mengandung makna 3 hal yakni :
1. suatu perbuatan dapat di pidana hanya jika diatur dalam perundang-
undangan pidana
2. kekuatan ketenttuan pidana tidak boleh berlaku surut dan
3. adanya larangan menggunakan analogi.
Ketetentua pertama merujuk pada aturan pidana harus tertulis / scripta dan
juga Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
dapat dikecualikan dalam hal pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang
5
digolongkan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.” Jadi, secara umum suatu
undang-undang adalah bersifat non-retroaktif, yaitu tidak boleh
berlaku secara surut Larangan keberlakuan surut ini untuk menegakkan kepastian
hukum bagi penduduk, yang selayaknya ia harus tahu perbuatan apa yang
merupakan tindak pidana atau tidak serta asas penggunaan analogi (gezetzes
analogie). Yakni dalam menentukan Tindak Pidana hakim atau Penegak hukum
lainnya tidak boleh menggunakan Penafsiran Analogi yang dimana Penafsiran
Analogi yaitu memberi penafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan memberi
kias pada kata-kata dalam peraturan tersebut sesuai dengan asas hukumnya dan
terakhir membahas tentang Asas In Dubio Pro Reo yang menyatakan jika terjadi
keragu-raguan apakah Terdakwa salah atau tidak maka sebaiknya diberikan hal
yang menguntungkan bagi Terdakwa yaitu dibebaskan dari dakwaan.” Sedangkan
(1) apa yang merupaka kejahatan dan pidana apa yang diancam untuk itu, akan
ditentukan menurut UU yang berlaku pada saat kejahatan itu dilakukan
(2) apabila suatu UU berubah setelah suatu kejahatan dilakukan dengan akibat
perbuatan itu tidak lagi merupakan suatu kejahatan atau pidana yang diancam
menjadi lebih ringan dari pada yang ditetapkan oleh UU lama, maka UU baru
akan di tetapkan
6
undangan”, sedangkan dalam KUHP Korea ada penegasan mengenai hal itu, yaitu
mencangkup dua hal butir 1 & 2:
2.3 Delik Pengulangan /Recidive yang dianut oleh Indonesia dengan Korea
Delik pengulangan yang dianut atau yang diakui oleh indonesai adalah
Pengulangan khusus (tindak pidana yang diulangi itu sejenis atau sama). Apabila
dirujuk dalam Pasal 486 sampai dengan 488 dikelompokkan jenis-jenis tindak
pidana yang dipandang sejenis yang dimasukkan dalam kategori pengulangan
apabila dilakukan dalam tenggang waktu lima (5) tahun. Sebagai contoh tindak
pidana yang sejenia adalah pemalsuan mata uang, pemalsuan surat, pencurian,
pemerasan, pengancaman, penggelapan, penipuan, kejahatan jabatan, penadahan,
dan lain sebagainya
7
b. Delik Pengulangan /Recidive Korea
Delik pengulangan yang dianut atau yang diakui oleh korea adalah
Pengulangan umum (tidak dipersoalkan jenis/macam tindak pidana yang diulangi)
Yang dianut oleh KUHP Korea adalah pengulangan umum, karena diatur dalam
ketentuan umum dan tidak dipersoalkan tentang tindak pidana yang terjadi apakah
sejenis atau tidak (Pasal 35 ayat 1).
8
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dalam hal pengulangan antara hukum pidana yang dianut oleh Indonesia
dengan Korea terdapat perbedaan, dimana Indonesia menganut pengulangan
khusus dan Korea menganut pengulangan umum. Selain itu jangka waktu
pengulangan yang tidak seragam di Indonesia karena ada yang ada yang lima
tahun (pasal 486 sampai dengan 488, pasal 155, 157 dan sebagainya), dua tahun
(Pasal 137, 144, dan lain-lain), ada pula yang hanya satu tahun (pasal 489, 492,
495, 536, 544 dan lain-lain). Sedangkan jangka waktu pengulangan menurut
KUHP Korea adalah 3 tahun untuk semua tindak pidana, tanpa membeda-
bedakan yang satu dengan yang lain.Dan dalam hal pemidanaan Indonesia
menganut pidana pokok ditambah sepertiga sedangkan untuk Korea Pidananya di
dua kalikan
9
3.2 SARAN
10
DAFTAR PUSTAKA
11