Anda di halaman 1dari 121

Andi Triyawan

EKONOMI
INTERNASIONAL
Sebuah Pemikiran dalam perspektif Islam

UNIDA-GONTOR
ACADEMIC PUBLISHING
Daftar Isi
DAFTAR ISI ………………………………………............................................. 2

UCAPAN TERIMAKASIH.……………………………………………………..……....... 3

PROLOG .…………………………………………………………………….……………............. 4

1.Perdagangan Internasional Dalam Pandangan Islam 10


….……….....….....

2.Abu Ubaid dan Perdagangan Internasional …...……..………........…….. 19

3. Sejarah Perdagangan Internasional pada awal Islam ..........………...... 25

4. Al Hisbah Internasional .......................................................................... 32

5. PERKEMBANGAN WISATA HALAL (HALAL TOURISM) didunia.......... 42

6. Mekanisme Pasar Menurut Ibnu Taimiyah …………………………....... 56

7. ACFTA – Pasar Bebas Dalam Pandangan Islam ……………………............ 62

8. Imbal Dagang dan Perdagangan Internasional ……………………........... 74

9. Dumping Dalam Pandangan Islam ……………………………………….......... 80

10. Hedging Dalam Pandangan Islam ………………………………………......... 90

11. Multinasional Corporate dalam Pandangan Islam ......................................... 98

12. Sistem Nilai tukar Kurs dalam Pandangan Islam ........................................... 103

13. Neraca Pembayaran ............................................................................................... 110

2
Ucapan Terima Kasih
Alhamdulillah, Kehadiran buku ini tidak lepas dari dorongan
dan bantuan banyak pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu
per satu. Diantaranya, Ika Prastyaningsih pendamping setiaku
dan putri kecilku Zafeena Aisyah yang mendorong dan
menyemangati agar buku ini bisa diterbitkan.

Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada Pimpinan


Pondok Modern Darussalam Gontor dan Rektor UNIDA Gontor
yang telah memberi kesempatan dan ilmunya kepada kami
sehingga terbitlah buku ini.

Terakhir, hanya kepada Allah kami berlindung dari segala


khilaf dan salah baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja. Semoga buku ini bermanfaat bagi seluruh
pembacanya, Amin.

Mantingan, Juni 2021

3
PROLOG
Buku ini adalah pemikiran yang berusaha untuk
mengenalkan kepada pembaca konsep Islam yang berkaitan
dengan ekonomi Internasional. Ilmu Ekonomi yang banyak
dianut oleh manusia di seluruh Negara kebanyakan masih
berkutat pada jiwa-jiwa kapitalisme yang bersifat individualis,
materialis dan berusaha menghalalkan segala cara demi
kekayaan duniawi.
Lingkup yang dibahas dalam ekonomi internasional ini
bersifat makro, sehingga banyak juga mengkaji kebijakan-
kebijakan Negara. Dalam terdapat beberapa topik diantaranya
Perdagangan Internasional dalam Pandangan Islam, Abu Ubaid
dan Perdagangan Internasional, Perdagangan Internasional
Dalam Pandangan Islam, Sejarah Perdagangan Internasional
pada awal Islam, Al Hisbah Internasional, Mekanisme Pasar
Menurut Ibnu Taimiyah, ACFTA – Pasar Bebas Dalam
Pandangan Islam, Imbal Dagang dan Perdagangan Internasional,
Dumping Dalam Pandangan Islam, Hedging Dalam Pandangan
Islam. Pada edisi kedua ini terdapat bab yang menjelaskan
mengenai perkembangan Wisata halal dibeberapa negara
diantaranya Indonesia, Malaysia, Korea Selatan, Jepang.

Semoga buku ini bisa menjadi sumbangsih pemikiran


tentang Ekonomi Internasional dalam perspektif Islam yang
belum ada selama ini.

4
5
Ekonomi Internasional Islam
Sebuah Prolog

Jika berbicara mengenai konsep ekonomi internasional dalam


perspektif Islam, maka kita tidak bisa terlepas dari campur tangan
sebuah negara dan politik internasional. Karena awal terbentuknya ilmu
ini juga dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan yang
cakupannya pada skala makro. Awalnya, berbicara mengenai topik ini
sangat sulit jika masuk pada era modern saat ini. Karena negara yang ada
didunia tidak ada satupun yang memakai ideologi Islam sebagai
landasan pijaknya. Sehingga kebijakan yang dikeluarkan hanya berbasis
pada pasar. Padahal yang merusak tatanan dunia saat ini adalah konsep
pasar yang diterus dikampanyekan. Sebagai contoh, suatu negara akan
melakukan impor komoditi dari negara lain itu karena ditentukan oleh
politik harga pasar. Indonesia memiliki garis pantai yang sangat panjang,
namun masih melakukan impor garam dari negara lain, ini suatu hal
yang aneh sebenarnya. Namun sangat tidak aneh jika kebijakan pasar
yang diterapkan. Dasarnya adalah tertuju pada politik praktis yang
berakibat pada harga. Petani garam kita tidak mampu mengendalikan
harga garam, dilain sisi negara lain, menjual garam dengan harga yang
lebih rendah, maka atas dasar memenuhi kebutuhan garam di Indonesia.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan politik untuk Impor garam. Dan
perlu diingat bahwa kebijakan ekpor dan impor adalah kebijakan jual
beli. Terdapat transaksi dibawah meja yang tidak murah, karena yang
berkepentingan juga mendapatkan keuntungan.

6
Kembali kepada permasalahan kebijakan pasar tadi, maka yang
dirugikan adalah rakyat (petani garam). Hal tersebut adalah salah satu
contoh dari kejahatan sebuah negara yang melestarikan prinsip pasar.
Pada masuk dalam lingkup internasional, apalagi negara yang menjadi
pelaku tidak berlandaskan syariah Islam, akan sangat jauh sekali
penerapan nilai-nilai islami dalam berbagai aktifitas ekonomi yang
berskala internasional. Dalam sejarah peradaban Islam, hanya khilafah
islamiyah saja yang bisa kita jadikan pijakan saat membangun konsep.
Dalam Ekonomi Internasional tidak bisa terlepas dari kebijakan politik
luar negeri sebuah negara. Misalnya Indonesia akan melakukan
kerjasama bilateral jual beli alusista dengan negara Israel, maka
tergantung pemahaman pemimpin indonesia, apakah hanya keuntungan
yang dicari atau rasa peduli terhadap rakyat paletina yang notabenenya
mayoritas muslim, yang telah dijajah oleh Israel laknatullah. Sehingga
konsep Ekonomi Internasional dalam perspektif Islam akan terbangun
dengan baik apabila negaranya berideologi Islam ataupun jika tidak,
maka memiliki kepedulian terhadap permasalahan kaum muslimin
didunia.

Lebih dari itu, adanya konsep dumping yang sangat merugikan


negara lain, adalah bukti bahwa pada konsep pasar tidak ada nilai-nilai
kebaikan, namun yang ada hanyalah meraih keuntungan meskipun
dengan jalan merugikan negara lain. Nilai-nilai kejujuran, kebaikan dan
saling menguntungkan hampir tidak terjadi. Dilain sisi, anda pernah
mendengar kata-kata suntikan dana dari IMF atau bantuan Dana dari
7
world Bank, pada hakekatnya mereka adalah lintah darat yang tidak
ubahnya rentenir dipasar tradisional yang berusaha menghisap darah
rakyat satu negeri. Hutang yang diberikan oleh IMF kepada Indonesia
per maret 2021 sebesar Rp 6.445,07 trilliun naik 2,05% dari bulan Februari
2021 sebesar Rp. 6.361 trilliun setara dengan 41,64% PDB Indonesia.
Sedangkan bunganya saja pada tahun 2021 tercatat Rp. 373,26 trilliun.
Selama ini, Indonesia berusaha untuk menyicil bunga tahunannya. Bisa
dibayangkan jika uang tersebut tidak dibayarkan kepada IMF atau Bank
dunia namun diwujudkan untuk pendidikan, maka Indonesia akan
memiliki banyak infrastruktur dan kualitas pendidikan yang baik. Maka
bagaimana Islam memandang, sudah sangat jelas didalam Al Qur’an,
bahwa bermuamalah dengan riba adalah salah satu kedholiman yang
nyata.

Jika kita sempitkan pembahasan ekonomi internasional dalam


perspektif islam, maka akan mengacu pada bagaimanakah negara
menerapkan nilai-nilai Islam dalam bermuamalah dengan negara lain.
Saat melihat peta dunia, maka negara-negara didunia ini, dibawah
bayang-bayang PBB disatu sisi namun karena PBB dibawah negeri
paman SAM, sehingga masuk dalam hegemony Amerika. Suka ataupun
tidak suka, semua negara disuruh tunduk kepada Amerika, kecuali
negara-negara yang memiliki keberanian seperti China dan Korea Utara.
Terasa sangat berat sekali menerapkan nilai-nilai islam dalam ekonomi
yang berskala internasional apabila wujud ideologi yang dibawanya
adalah sekular. Akhirnya akan selalu berhadapan antara konsep Islam
8
dan konsep kapitalis pasar. Apabila kita tarik garis lurus, sebenarnya
tidak ada bedanya antara permasalahan pada konteks mikro dan makro,
karena memiliki pelaku dan tujuan yang sama, hanya saja cakupannya
yang berbeda.

9
1
PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
DALAM
PANDANGAN
ISLAM

10
Islam mempunyai pandangan yang sangat jauh berbeda dengan sistem

ekonomi yang berlaku hari ini, baik pada tingkatan mikro maupun makro.

Karena dalam Islam, Epistemologi ilmu Ekonomi yang dibangun bersumberkan

pada ayat ayat ilahiyah dan nilai-nilai keIslaman. Meskipun dalam Islam ada

yang dikenal dengan istilah at-tsawabit dan Mutaghoyyirot. Namun pada

prinsipnya tetap mengacu pada kemaslahatan bersama.

Dalam perdagangan Internasional, Ulama memberikan tinjauan khusus

pada pelaku pasar (pedagang), dan tidak pada komoditinya. Karena saat

sumberdaya manusia yang bertransaksi didalamnya amanah, maka secara

tidak langsung yang dijualnya adalah hal-hal yang baik. Dalam kajian hukum

Islam, pedagang dijadikan sebagai asas awal karena status hukum dari

komoditi yang diperdagangkan akan mengikutinya. Sebagai contohnya

Hukum dagang, adalah hukum yang mengatur tentang hak kepemilikan harta.

Dengan kata lain, hukum jual beli adalah hukum yang mengatur antara

pedagang dan pembeli dan bukan untuk harta yang dijual atau yang dibeli.

Pada zaman keemasan Islam, perdagangan internasional selalu

mengikuti kebijkaan politik luar negeri negara Islam. Seperti halnya saat dinasti

umayyah dan Abassiyah, negara-negara diluar wilayatu-l-Islam adalah masuk

dalam kategori darul harbi. Walaupun nantinya darul harbi terbagi menjadi dua

11
yaitu darul harbi fi’lan1 dan darul harbi Hukman.

Maka dari itu, dari segi pelaku pasarnya Syekh Taqiyuddin An Nabhani

membedakan menjadi empat kategori diantaranya:

a. Pedagang yang berstatus sebagai warga negara.

Dalam hal ini, yang masuk dalam kategori warga negara tidak

pandang muslim atau kafir (hanya kafir dzimmi dan bukan kafir harbi).

Mereka memiliki hak untuk melakukan aktivitas perdagangan didalam negeri.

Disamping itu diberikan kebebasan untuk melakukan transaksi ekspor dan

impor selama komoditi tersebut tidak membawa mudharat(Hidayati, 2018).2

b. Pedagang dari negeri harbi hukman.

Pedagang dari negara harbi hukman, baik muslim maupun non muslim,

memerlukan izin khusus dari negara jika mereka mengekspor barangnya ke

negeri Islam. Perizinan disini bisa meliputi komoditinya saja atau beserta

pedagangnya. Setelah mendapatkan izin untuk berdagang, maka ia memiliki

hak untuk melakukan ekspor ke negara lain dengan syarat tidak membawa

kemudharatan.

1 Negara yang secara de facto berperang dengan negara Islam



Negara yang secara de facto sedang berperang dengan negara Islam
2
Dalam sejarah Islam pajak perdagangan (Usyur) tidak diambil dari seorang muslim atau kafir
dzimmi. Hal itu bedasarkan perkataan Ziyaad bin Hudair kepada Umar r.a, “ kami dahulu tidak
mengambil ‘usyur dari seorang muslim atau kafir dzimmi. Selanjutnya Umar r.a bertanya, “Lalu
siapa yang kalian ambil ‘usyur nya?”, Ia menjawab, “Para pedagang dari kafir Harbi,
sebagaimana mereka mengambil ‘Usyur kepada kami jika kami datang ke negeri mereka.
12
c. Pedagang dari negara harbi hukman yang terikat dengan perjanjian.

Pelakunya biasa disebut dengan kafir mu’ahad atau orang kafir yang

diperbolehkan bertransaksi namun dengan beberapa perjanjian, baik berupa

syarat-syarat komoditi yang mereka impor dari negara Islam maupun yang

diekspor ke negara Islam.

d. Pedagang dari negara harbi fi’lan.

Semua pelaku pasar dari negara harbi fi’lan secara mutlak dilarang

melakukan kegiatan perdagangan didalam negeri muslim. Maka yang harus

dilakukan pemerintahan islam adalah embargo perdagangan terhadap semua

pelaku perdagangan negara harbi fi’lan.

Dalam kegiatan perdagangan, karena mengacu negara islam, maka

konsep yang diusung pertama kali adalah konsep akidah. Namun pada intinya,

melindungi umat Islam secara keseluruhan. Jika di masukkan dalam konsep

kenegaraan saat ini, mungkin akan sangat jauh berbeda. Karena akan ada

pembahasan mengenai perbedaan antara negara muslim dan negara Islam.

Padahal zaman dahulu kedua hal tersebut tidak ada bedanya. Karena yang

disebut negara Islam adalah pasti negara muslim.

Saat ini, yang ada adalah negara yang berpenduduk muslim, dengan

ideologi negara bukan Islam. Setingkat negara arab saudi, tidak pernah

mendeklarasikan sebagai negara Islam didunia, namun lebih cenderung kepada

13
negara monarki kerajaan yang masih mengadopsi nilai-nilai hukum islam

meskipun tidak sepenuhnya. Maka dari tulisan diatas, yang perlu kita cermati

adalah pentingnya mempertahankan akidah diatas segalanya.

Secara implisit bisa kita cermati, meskipun ada pedagang yang

membawa keuntungan luar biasa, namun berasal dari negeri kafir harbi fi’lan,

maka keuntungan tersebut tidak berarti sama sekali. Dan sekali lagi yang

ditekankan adalah akidah bukan keuntungan atau pemasukan materiil negara.

Seperti halnya negara Israel, yang secara nyata memerangi umat Islam di

Palestina, namun negara kita masih menjalin hubungan diplomatik. Karena

Indonesia dibangun bukan atas dasar Dinul Islam.

Ketentuan Sistem Kurs (Exchang Rates)


Ketika negara-negara di dunia masih menjalankan sistem
mata uang emas, persoalan kurs mata uang tidak pernah muncul.
Dengan sistem emas ini, perdagangan internasional mencapai
puncak kemudahannya. Proses ekspor-impor dapat berlangsung
tanpa ada kendala apapun.
Dalam sistem ini, satuan mata uang terikat dengan emas
dalam kadar tertentu yang diukur menurut berat timbangannya.
Ekspor dan impor yang dilakukan dengan menggunakan mata uang
emas hukumnya adalah mubah. Siapapun boleh memiliki mata
uang emas, emas batangan, bijih emas, perhiasan emas, dan bebas
pula untuk mengekspor dan mengimpornya.

14
Namun demikian, saat ini sistem tersebut sudah tidak
berlaku lagi. Seluruh dunia saat ini menggunakan mata uang kertas
yang berbeda- beda untuk setiap negara yang mengeluarkannya.
Dengan adanya perbedaan mata uang tersebut, menurut teori, ada
tiga kemungkinan sistem kurs yang dapat diberlakukan:
1. Sistem kurs tetap (fixed exchange rates).
2. Sistem kurs mengambang terkendali (managed floating
exchange rates).
3. Sistem kurs mengambang bebas (freely floating exchange rates).
Dari tiga sistem kurs tersebut, ternyata Islam telah memiliki
ketentuan berbeda dari ketiganya. Sistem kurs dalam Islam sepintas
hampir mirip dengan sistem kurs mengambang bebas, karena Islam
memberikan kebebasan penuh bagi rakyatnya untuk melakukan
transaksi berbagai valuta asing secara bebas (suka sama suka). Akan
tetapi, aturan tersebut tidak berhenti sampai di situ, karena masih
ada syarat lanjutannya, yaitu harus dilakukan secara kontan dan
dalam satu tempat.
Rasulullah saw. bersabda (yang artinya), “Juallah emas
dengan perak sesuka kalian, dengan (syarat harus) kontan.” Emas
dan perak yang dituju oleh hadis tersebut adalah emas dan perak
sebagai mata uang yang diberlakukan pada masa Nabi saw.
Ketentuan tersebut berlaku umum untuk transaksi-transaksi mata
uang sebagaimana yang berlaku saat ini.
Politik Dagang Internasional
Jika pembahasan perdagangan internasional sampai di sini,
15
sekilas tampaknya sistem Islam terlihat sama dengan politik
ekonomi pasar bebas. Ini tentu merupakan kesimpulan yang salah.
Sebab, jika pembahasan perdagangan internasional dilihat dalam
perspektif Negara, maka politik perdagangan internasional dalam
Islam akan berbeda, karena harus tetap tunduk pada kepentingan
politik luar negeri Islam.
Dalam politik luar negeri Islam, Negara Islam dipandang
sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk mengemban
risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Bahkan syariat Islam
mengizinkan penggunaan kekuatan militer untuk menumpas segala
bentuk halangan fisik yang dapat mengganggu kelancaran
penyebaran dakwah tersebut.
Oleh karena itu, segala bentuk perdagangan luar negeri yang
dilakukan oleh Negara harus dalam rangka menyukseskan
kepentingan dakwah tersebut dan tidak boleh hanya untuk
kepentingan ekonomi semata. Agar risalah dakwah dapat berjalan
dengan mantap, dibutuhkan berbagai kebijakan khusus untuk
melindungi kepentingan Negara sekaligus memperkuat
kemampuan Negara. Sebagai contoh:
Negara harus mengupayakan segala kebutuhan bahan baku
yang sangat diperlukan bagi pasokan industri militernya, walaupun
harus mengimpor dari luar negeri. Meskipun secara ekonomi tidak
menguntungkan (karena terjadi defisit neraca perdagangan dengan
negara tersebut), Negara tetap harus mengimpor bahan baku

16
tersebut.
Negara harus senantiasa mengupayakan agar segala
kebutuhan pokok rakyat tetap dalam kondisi yang aman dan tidak
ada ketergantungan terhadap negara asing. Bahkan jika perlu,
Negara harus sampai memiliki kemampuan untuk menghadapi
segala kemungkinan embargo yang akan diterapkan oleh negara-
negara asing.
Jika untuk menundukkan sebuah negara harbi diperlukan
embargo BBM, maka ekspor BBM ke negara tersebut harus
dihentikan; walaupun secara ekonomi ekspor BBM ke negara
tersebut sebelumnya sangat menguntungkan.
Jika dalam Negara Islam transaksi perdagangannya sudah
menggunakan emas dan perak, sedangkan negara-negara lain tidak
menggunakannya, maka untuk melindungi Negara dari ancaman
hilangnya emas dan perak ke luar negeri, yang dapat menimbulkan
lumpuhnya perekonomian Negara, maka Negara berhak untuk
memproteksi perdagangan emas dan perak ke luar negeri.

Daftar Pustaka
Krugman, Paul R. & Maurice Obstfeld, 1999, Ekonomi Internasional
– Teori dan Kebijakan, Terj. Faisal H. Basri, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Al-Maliki, Abdurrahman, 2001, Politik Ekonomi Islam, Terj. Ibnu
Sholah, Al-Izzah, Bangil.
Abu Ubaid, Kitab Al Amwal
17
An-Nabhani, Taqyuddin, 1990, an-Nizhâm al-Iqtishâdi fî al-Islâm, Darul
Ummah, Beirut, Lebanon, Cet. IV.
Samuelson, Paul A. & Nordhaus, William D., 1999, Makroekonomi,
Alih Bahasa: Haris Munandar dkk., Erlangga, Jakarta.
Zain, Samih Athif, 1988, Syariat Islam dalam Perbincangan
Ekonomi, Politik dan Sosial sebagai Studi Perbandingan, Terj.
Mudzakir As., Hussaini, Bandung.

Pertanyaan
1. Dalam Ekonomi Internasional perspektif Islam, Pelaku pasar dibedakan
menjadi berapa? Jelaskan masing-masing!
2. Jelaskan perbedaan antara kafir Harbi Hukman dan Kafir harbi Fi’lan!
3. Apakah perbedaan tujuan perdagangan internasional antara Islam dan
Kapitalis?
4. Jelaskan perbedaan antara sistem kurs tetap, mengambang terkendali dan
mengambang bebas!
5. Mengapa darul harbi hukman tidak sama dengan darul harbi fi’lan, Jelaskan
alasannya!

18
2
ABU UBAID
DAN

PERDAGANGAN
INTERNASIONAL

19
Perdagangan Internasional adalah perdagangan antar
negara yang melintasi batas-batas suatu negara. Jauh sebelum
teori perdagangan internasional ditemukan di Barat. Islam telah
menerapkan konsep-konsep perdagangan internasional. Adalah
ulama besar yang bernama Abu Ubaid bin Salam bin Miskin bin
Zaid al-Azdi telah menyoroti praktik perdagangan internasional
ini, khususnya impor dan ekspor. Lahir tahun 774 M dan wafat
838 M, Abu Ubaid merupakan orang pertama yang memotret
kegiatan perekonomian di zaman Rasulullah SAW, khulafaur
Rasyidin, para sahabat dan tabiin-
tabiin.
Pemikiran Abu Ubaid tentang ini dapat dilihat dalam
kitabnya, Al Amwaal yang ditulisnya hampir 1000 tahun sebelum
Adam Smith (1723-1790) menelurkan teori keunggulan
absolutnya. Pemikiran Abu Ubaid tentang ekspor impor ini dapat
dibagi kepada tiga bagian, yaitu tidak adanya nol tarif dalam
perdagangan internasional, cukai bahan makanan pokok lebih
murah, dan ada batas tertentu untuk dikenakan cukai.
Tidak Adanya Nol Tarif
Pengumpulan cukai merupakan kebiasaan pada zaman
jahiliah dan telah dilakukan oleh para raja bangsa Arab dan non
Arab tanpa pengecualian. Sebab, kebiasaan mereka adalah
memungut cukai barang dagangan impor atas harta mereka,
apabila masuk ke dalam negeri mereka. Dari Abdurrahman bin
20
Maqil, ia berkata, “Saya pernah bertanya kepada Ziyad bin
Hudair, Siapakah yang telah kalian pungut cukai barang
impornya? Ia berkata, “Kami tidak pernah mengenakan cukai
atas Muslim dan Mua-hid. Saya bertanya, Lantas, siapakah orang
yang telah engkau kenakan cukai atasnya? Ia berkata, “Kami
mengenakan cukai atas para pedagang kafir harbi, sebagaimana
mereka telah memungut barang impor kami apabila kami masuk
dan mendatangi negeri mereka”.
Hal tersebut diperjelas lagi dengan surat-surat Rasulullah,
dimana beliau mengirimkannya kepada penduduk penjuru
negeri seperti Tsaqif, Bahrain, Dawmatul Jandal dan lainnya yang
telah memeluk agama Islam. Isi surat tersebut adalah “Binatang
ternak mereka tidak boleh diambil dan barang dagangan impor
mereka tidak boleh dipungut cukai atasnya”.
Umar bin Abdul Aziz telah mengirim sepucuk surat
kepada Adi bin Arthaah yang isinya adalah “Biarkanlah bayaran
fidyah manusia. Biarkanlah bayaran makan kepada ummat
manusia. Hilangkanlah bayaran cukai barang impor atas ummat
manusia. Sebab, ia bukanlah cukai barang impor. Akan tetapi ia
merupakan salah satu bentuk merugikan orang lain,
sebagaimana firman Allah, Dan janganlah kamu merugikan
manusia terhadap hak-hak mereka dan jangan kamu membuat
kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan (Huud85).
Dari uraian diatas, Abu Ubaid mengambil kesimpulan

21
bahwa cukai merupakan adat kebiasaan yang senantiasa
diberlakukan pada zaman jahiliah. Kemudian Allah
membatalkan sistem cukai tersebut dengan pe-ngutusan
Rasulullah dan agama Islam. Lalu, datanglah kewajiban
membayar zakat sebanyak seperempat dari usyur (2.5%). Dari
Ziyad bin Hudair, ia berkata, “Saya telah dilantik Umar menjadi
petugas bea cukai. Lalu dia memerintahkanku supaya
mengambil cukai barang impor dari para pedagang kafir harbi
sebanyak usyur (10%), barang impor pedagang ahli dzimmah
sebanyak setengah dari usyur (5%), dan barang impor pedagang
kaum muslimin seperempat dari usyur (2.5%)”.
Yang menarik, cukai merupakan salah satu bentuk
merugikan orang lain, yang sekarang ini didengungkan oleh
penganut perdagangan bebas (free trade), bahwa tidak boleh ada
tarif barrier pada suatu negara. Barang dagangan harus bebas
masuk dan keluar dari suatu negara. Dengan kata lain, bea
masuknya nol persen. Tetapi, dalam konsep Islam, tidak ada
sama sekali yang bebas, meskipun barang impor itu adalah
barang kaum muslimin. Untuk barang impor kaum muslimin
dikenakan zakat yang besarnya 2.5%. Sedangkan non muslim,
dikenakan cukai 5% untuk ahli dzimmah (kafir yang sudah
melakukan perdamaian dengan Islam) dan 10% untuk kafir harbi
(Yahudi dan nasrani). Jadi, tidak ada prakteknya sejak dari
dahulu, bahwa barang suatu negara bebas masuk ke negara lain

22
begitu saja.
Cukai Bahan Makanan Pokok
Untuk minyak dan gandum yang merupakan bahan
makanan pokok, cukai yang dikenakan bukan 10% tetapi 5%
dengan tujuan agar barang impor berupa makanan pokok banyak
berdatangan ke Madinah sebagai pusat pemerintahan saat itu.
Dari Salim bin Abdullah bin Umar dari ayahnya, ia berkata,
“Umar telah memungut cukai dari kalangan pedagang luar;
masing-masing dari minyak dan gandum dikenakan bayaran
cukai sebanyak setengah dari usyur (5%). Hal ini bertujuan
supaya barang impor terus berdatangan ke negeri madinah. Dan
dia telah memungut cukai dari barang impor al-Qithniyyah
sebanyak usyur (10%)”.
Ada Batas Tertentu untuk Cukai
Yang menarik, tidak semua barang dagangan dipungut
cukainya. Ada batas-batas tertentu dimana kalau kurang dari
batas tersebut, maka cukai tidak akan dipungut. Dari Ruzaiq bin
Hayyan ad- Damisyqi (dia adalah petugas cukai di perbatasan
Mesir pada saat itu) bahwa Umar bin Abdul Aziz telah menulis
surat kepadanya, yang isinya adalah, “Barang siapa yang
melewatimu dari kalangan ahli zimmah, maka pungutlah barang
dagangan impor mereka. Yaitu, pada setiap dua puluh dinar
mesti dikenakan cukai sebanyak satu dinar. Apabila kadarnya
kurang dari jumlah tersebut, maka hitunglah dengan kadar
kekurangannya, sehingga ia mencapai sepuluh dinar. Apabila
23
barang dagangannya kurang dari sepertiga dinar, maka
janganlah engkau memungut apapun darinya. Kemudian
buatkanlah surat pembayaran cukai kepada mereka bahwa
pengumpulan cukai akan tetap diberlakukan sehingga sampai
satu tahun”.
Jumlah sepuluh dinar adalah sama dengan jumlah seratus
dirharn didalam ketentuan pembayaran zakat. Seorang ulama
Iraq, Sufyan telah menggugurkan kewajiban membayar cukai
apabila barang impor ahli dzimmah tidak mencapai seratus
dirharn. Menurut Abu Ubaid, seratus dirharn inilah ketentuan
kadar terendah pengumpulan cukai atas harta impor ahli
dzimmah dan kafir harbi.

Pertanyaan
1. Jelaskan Pemikiran Abu ubaid mengenai ekspor impor!
2. Berapa besar cukai yang dikenakan untuk minyak dan gandum?
3. Apa perintah yang diberkan oleh Umar bin Abdul Aziz kepada Ruzaiq bin
Hayyan ad- Damisyqi mengenai cukai yang harus dipungut?
4. Berapa besar cukai yang dikenakan pada barang impor dari pedagang kafir
harbi?
5. Berapakah jumlah batasan barang impor ahli dzimmah yang tidak
dikenakan cukai?

24
3
SEJARAH
PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
PADA AWAL
ISLAM

25
Posisioning Makkah yang berada tepat pada jantung arab,
pertengahan antara Syiria dan Yaman menjadikannya sebagai
tempat yang strategis, Semenanjung arab oleh beberapa
sejarawan di bagi menjadi tiga bagian yaitu Arabia Felix, Arabia
Patraea dan Arabia Deserta yang mengubungkan tripartid
kekuasaaan pada awal abad kristen daerah Arabia Felix adalah
daerah yang merdeka, Arabia Patraea di bawah kekuasaan Roma
dan Arabia Deserta di bawah kekuasaan Parthia. Mekkah terletak
antara Arabia Deserta dan Arabia Felix, dimana daerah Arabia Felix,
yang menghubungkan daerah subur di Arabia Felix dan Daerah
padang pasir di sekitar Mesopotamia.
Dengan kondisi yang strategis memberikan keuntungan
sendiri karena di lalui rute perdagangan antara persia dan Roma,
terlebih perdagangan Roma dan India melewati bagian selatan
dan Timur Arabia selama berabad abad dan rute ini disebut
degan rute perdagangan selatan. Barang dagangan yang di
peroleh dari India menggunakan kapal Laut menuju Oman,
kemudian di bawa lagi meleluilintasan darat melalui bagian
utara Arabia dan Syam dan kemudian ke Roma. Kota kota Besar
pun menjadi pusat perdagangan bagi para kafilah dagang yang
melewati jalur ini. Antara lain adalah Lakm, Al kindah dan
Gassan ketiganya terletak di sepanjang Rute dagang Utara.
Selain rute dagang selatan dan utara, ada rute ketiga yang
berada di antara yaman dan Syam yang di kembangkan pada saat

26
Hasyim mengambil alih kepemimpinan bangsa Quraisy.
Perdagangan melalui rute ini merupakan hasil usaha hasyim
untuk mendapatkan perjanjian dan izin dari raja raja Roma,
Persia, Ethiopia dan yaman bagi Quraisy.
Hal ini menjadi satu bukti bahwa perdagangan
merupakan dasar perekonomian sebelum Islam datang.
Prasyarat untuk melakukan transaksi adalah adanya alat
pembayaran yang dapat di percaya. Satuan mata uang yang
dipergunakan adalah dirham dan Dinar. Dominasi Persia dan
Roma juga tidak lepas atas berlakunya Dinar dirham di Arabia,
dengan kian kuatnya politik kedua negara itu maka alat
pembayarannya pun makin dipercaya di wilayah yang berada di
bawah pengaruh kekuasaannya. Karena faktor itulah, bangsa
Persia dan Bangsa Romawai menjadi Satu satunya Mitra dagang
orang orang Arab.
Dirham dan Dinar memiliki nilai yang tetap. Karena itu,
tidak ada masalah dalam perputaran uang. Jika dirham dinilai
sebagai satuan uang, nilai dinar adalah perkalian dari dirham dan
jika diasumsikan dinar sebagai unit moneter, nilainya adalah
sepuluh kali dirham. Walaupun demikian dirham lebih umum
digunakan daripada dinar karena hampir seluruh wilayah
kekaisaran Persia yang mata uangnya dirham dapat dikuasai
angkatan perang Islam, sementara tidak semua wilayah
kekaisaran Romawi yang memiliki mata uang dinar dapat

27
dikuasai Islam. Karena itu, mata uang dirham lebih Populer di
dunia usaha bangsa arab.
Selain menggunakan dirham dan dinar, alat pembayaran
yang digunakan pada awal periode islam adalah Kredit. Ekspansi
perdagangan di Arabia yang sudah berlangsung berabad abad
lamanya menuntut penggunaan kredit. Selain memiliki
kelebihan yang dimiliki Dinar dan Dirham sebagai alat
pembayaran, kredit memiliki keuntungan lainnya. Biasanya para
pedagang yang berpengalaman dan bereputasi tinggi akan
menggunakan semacam surat wesel dagang dan surat utang
dalam transaksi bisnisnya. Meningkatnya perdagangan antara
syam dan yaman, yang berlangsung paling tidak dua kali setahun
sebelum masa kenabian dimulai, menciptakan kemungkinan
untuk menerbitkan dan menerima surat wesel tagih, cek atau
surat dagang diantara pedagang pedagang Quriasy dan Yaman.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar di terbitkan surat
pembayaran cek yang penggunannnya di terima oleh
masyarakat. Menurut Al-Yaqubi, Umar menginstruksikan untuk
mengimport sejumlah barang dagangan dari Mesir ke Madinah.
Karena barang yang diimport jumlahnya sangat besar,
pendistribusiaannya cukup besar, pendistribusiaannya menjadi
terhambat. Oleh karena itu Umar menerbitkan sejumlah cek
kepada orang-orang yang berhak dan rumah tangga sehingga
secara bertahap setiap orang dapat pergi kebendahara kaum

28
muslimin dan mengumpulkan hartanya.

PRINSIP PRINSIP PERDAGANGAN

Perdagangan luar negeri adalah aktivitas jual beli yang


berlangsung antar bangsa dan ummat, bukan antar individu dari
suatu negara. Perdagangan luar negeri biasanya terjadi antar
negara melalui orang yang menjadi pelaku bisnisnya, sehingga
seseorang bisa pergi kenegara lain untuk mendatang suatu
komoditi tertentu, kemudian dia melakukan transaksi pembelian
komoditi untuk dijual di negara lain, sehingga dia akan
memberikan harga komoditi untuk negaranya. Jenis komoditi
yang diperdagangkan memang mempunyai pengaruh kepada
boleh tidaknya suatu aktivitas perdagangan. Yang dilihat adalah
apakah komoditi ini berbahaya atau kah tidak, contoh
perdagangan yang dilarang adalah membawa komoditi
persentajaan ke negara kufur.
Secara khusus perdagangan secara prinsip adalah
menghubungkan antara kelebihan produksi suatu negara dengan
kekurangan produk dari suatu negara (gains Of trade) dengan
pola pola perdagangan baik yang dikenakan dalam bentuk
pembatasan produk (Quota) atau pun dengan mengenakan
pungutan atas produk yang masuk (tariff).
Pengenaan tarif ini dalam pemerintahan Islam dikenal

29
dengan Istilah Ushr, ushr adalah bea impor yang dikenakan
kepada semua pedagang, dibayar sekali dalam setahun dan
hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200
dirham. Tingkat bea orang-orang yang dilindungi adalah 5% dan
pedagang muslim 2,5%. Hal ini juga terjadi di Arab sebelum masa
Islam,terutama di Mekkah, pusat perdagangan terbesar. Menurut
Dr.Hamidullah, Rasulullah S.A.W berinisiatif mempercepat
peningkatan perdagangan walaupun menjadi beban pendapatan
negara. Ia menghapuskan semua bea masuk dan dalam banyak
perjanjian dengan berbagai suku menjelaskan hal tersebut. Ia
mengatakan,”Barang-barang milik utusan dibebaskan dari bea
impor di wilayah muslim, bila sebelumnya telah terjadi tukar-
menukar barang”.
Konsepsi hubungan perdagangan akan terangkum dalam
Fiqh Muamalah dimana di dalamnya mengatur hubungan antar
sesama Muslim dan hubungan antar Muslim dan Muslim dalam
keseharian. Dengan mendasarkan hubungan antar negara
dengan syariah seperti dalam Fiqh muamalah akan dengan
sendirinya akan memberikan satu hubungan timbal balik antar
negara yang saling menghormati dan terjaga dari hal hal yang di
haramkan.

Pertanyaan
1. Semananjung Arab dibagi menjadi 3 bagian oleh sejarawan, sebutkan!
Jelaskan masing-masing!
30
2. Jelaskan tentang Ushr!
3. Apa yang dilakukan oleh Rasulullah dalam rangka mempercepat
pengingkatan perdagangan?
4. Jelaskan latar belakang Umar bin Khattab menerbitkan sejumlah cek pada
masa kekhilafahannya dalam masalah perdagangan!
5. Pada awal periode Islam, selain Dinar dan Dirham perdagangan di Arabia
menggunakan Kredit, Jelaskan !

31
4
Al Hisbah
Internasional

32
Sejak awal tercetusnya, rezim telah bertujuan untuk menjadi
sebuah wadah yang mampu memoderasi kepentingan-
kepentingan aktor internasional. Seiring berjalannya waktu,
kepentingan-kepentingan aktor internasional menjadi semakin
banyak dan heterogen sehingga dibutuhkan rezim-rezim yang
lebih spesifik, mampu memoderasi kepentingan yang lebih luas,
serta terinstitusi dengan jelas dan legal. Munculnya kepentingan-
kepentingan tersebut secara tidak langsung telah menuntut rezim
itu sendiri untuk terusmemperbaharui sistem-sistem yang
terdapat di dalamnya.

Kontribusi rezim dalam mengatur kondisi internasional


telah menjamah berbagai aspek kehidupan dan menjadikan rezim
sesuatu yang cukup krusial (Puchala dan Hopkins, 1981 dalam
Haggard dan Simmons, 1987: 493). Peran rezim sebagai sebuah
wadah yang memoderasi kepentingan-kepentingan negara ini
tidak terkecuali pada bidang ekonomi. GATT merupakan salah
satu contoh rezim yang mengatur mengenai perdagangan
internasional yang kemudian menempuh dinamika-dinamika
internasional hingga mengalami pergantian menjadi WTO yang
lebih lanjut akan penulis bahas pada tulisan ini.
Penulis mengambil contoh rezim perdagangan karena
dalam rezim ini, yang menjadi aktor utamanya adalah negara,
berbeda dengan rezim-rezim yang lain (Ford, 2002: 116). Dalam
rezim perdagangan, terdapat struktur-struktur kolektif mengenai

33
perdagangan internasional yang kemudian disebut sebagai
trading culture.
Terdapat tiga perspektif tradisional yang dapat digunakan
dalam mengkaji rezim perdagangan internasional, yaitu
perspektif neo-realisme, neo-liberalisme, dan neo- marxisme.
Kaum neo-realis menganggap bahwa dinamika yang terjadi
dalam rezim merupakan refleksi dari kepentingan aktor tertentu
demi memperoleh keuntungan secara ekonomi.
Kaum neo-liberalis pun setuju apabila dinamika yang
terjadi dalam rezim merupakan refleksi dari akumulasi
kepentingan aktor yang tergabung dalam suatu rezim tertentu.
Sedangkan menurut kaum neo-marxis, rezim, dalam hal ini
khususnya rezim perdagangan, tidak terlepas dari eksistensi
kapitalisme global. Ketiga perspektif ini kemudian menjelaskan
bagaimana rezim-khususnya rezim perdagangan-mempengaruhi
keadaan sosial, ekonomi, dan politik internasional seperti
kapitalisme, kekuatan negara, dan institusi internasional dalam
pengimplementasian perkembangan rezim perdagangan (Ford,
2002: 117).

GATT (General Agreement on Tariffs and Trade)


merupakan salah satu rezim perdagangan internasional yang
lahir dari Bretton Woods System pada tahun 1947. Kemunculan
rezim GATT ini pada awalnya adalah karena absensi aktor yang

34
memiliki otoritas yang terlegitimasi untuk mengatur
perdagangan internasional. Sehingga kemudian rezim ini
mengatur penghapusan batas-batas perdagangan dunia sehingga
tidak ada pengistimewaan terhadap suatu negara tertentu,
meminimalisir barier, serta memberi proteksi dan konsultasi
perdagangan pada negara anggota (Ford, 2002: 117). Pasca
Perang Dunia II, muncul negara-negara subordinat atau negara
berkembang yang telah terdekolonisasi.
Negara-negara berkembang ini kemudian juga terlibat
dalam rezim GATT dan diberi kebebasan yang sama layaknya
negara maju untuk menjalankan perdagangan internasional
semaksimal mungkin (Ford, 2002: 118). Akan tetapi, beberapa
dekade kemudian, tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat
dominansi negara maju atas negara berkembang yang
menyebabkan hilangnya kepercayaan negara berkembang
terhadap rezim GATT.
GATT yang hanya berfokus pada pengurangan tarif
barang perdagangan internasional namun mengabaikan
perbaikan kondisi pasar itu sendiri kemudian memicu transisi
MFN (Most Favored Nation) menjadi GSP (Generalized System
of Preferences) pada tahun 1968 (Chadha, 200: 1084). MFN yang
hanya mengatur mengenai penjaminan perlakuan yang setara
pada seluruh anggota GATT, digantikan oleh GSP yang juga
mengatur mengenai perizinan negara maju untuk memberi akses

35
istimewa terhadap pasar negara berkembang, utamanya pada
barang-barang pokok dan pertanian.
Namun sayangnya, meskipun isi dari GSP ini sangat
membantu negara berkembang dalam mengembangkan dan
memperbaiki pasarnya, pada realitanya negara maju tidak benar-
benar melaksanakan GSP sehingga timbul perlawanan-
perlawanan dari negara berkembang. Negara berkembang juga
sadar bahwa keberadaan rezim GATT yang seharusnya
mendahulukan kepentingan negara sebagai aktor utamanya ini
pada realitanya justru lebih menguntungkan TNC dibanding
negara berkembang (Ford, 2002: 125). Terlebih lagi, menurut
penulis, rezim GATT ini hanya merupakan wadah exercise of
power negara dalam sistem internasional. Mengingat pasca
Perang Dunia II, kondisi persebaran kekuatan yang mendominasi
adalah multipolar.
Maka berdasarkan pengalaman-pengalaman yang telah
terjadi, negara-negara berkembang mulai mempelajari pola-pola
perpolitikan internasional dan berinisiatif untuk membuat
sebuah rezim yang benar- benar mampu untuk menjadi wadah,
tidak hanya untuk negara maju namun juga negara berkembang.
Hal ini kemudian memunculkan sifat rezim sebagai sebuah social
learning process, di mana negara berkembang, meskipun
notabene bukan aktor yang menonjol, namun mencoba untuk
menunjukkan bahwa segala interaksi yang terjadi dalam rezim,

36
terlepas dari siapapun aktornya, akan membawa pengaruh
terhadap rezim itu sendiri dan sistem internasional secara
keseluruhan (Ford, 2002: 121).
Pemahaman mengenai self and other dalam kerja sama di
bidang perdagangan akan timbul dan implikasi dari timbulnya
kesadaran atas pemahaman tersebut tercermin pada perubahan
rezim GATT menjadi WTO (World Trade Organization) pada
tahun 1995. Runtuhnya Bretton Woods System yang dikarenakan
terjadi exercise of power negara-negara hegemon, di mana pada
masa itu negara-negara hegemon selain Amerika Serikat
menukarkan dollar dengan emas sebagai bentuk penolakan
hegemoni Amerika Serikat yang kemudian membawa dunia
internasional menuju ketidakstabilan. GATT yang tidak didesain
untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi dan perdagangan
secara lebih lanjut ini kemudian tidak mampu mengatasi
fluktuasi yang terjadi pada masa itu (Chadha, 2000: 1084).

WTO, sebagai sebuah rezim yang telah terinstitusi,


merupakan perubahan fundamental yang terjadi dalam dunia
internasional. Dengan terinsitusinya WTO, regulasi-regulasi
yang ada di dalamnya dapat lebih mengikat negara-negara
anggota, transparansi dan akuntabilitas rezim dapat lebih
terjamin, serta rezim perdagangan ini tidak hanya berfungsi
sebagai katalisator perdagangan internasional namun juga
memperbaiki pasar di negara berkembang. Di dalam WTO,

37
terdapat perbaikan-perbaikan dalam mekanisme pengambilan
keputusan yang telah ada sejak GATT.
Namun dalam rezim GATT, terdapat upaya sistematis
dalam sistem multilateralismenya untuk mengesampingkan
kepentingan negara berkembang sehingga hanya kepentingan
negara maju saja yang menjadi pertimbangan (Ford, 2002: 117).
Kesetaraan dalam pengambilan keputusan ini dibuat oleh WTO
dengan sistem one dollar one vote. Dalam WTO, negara-negara
anggota secara tidak langsung dipaksa untuk mengikuti sistem
perdagangan liberal yang dianggap lebih relevan untuk modal
bersaing di ranah internasional serta demi mendapatkan
kesejahteraan nasional (Ford, 2002: 116). Prinsip NT (National
Treatment) yang terdapat dalam WTO juga merupakan
perbaikan dari sistem sebelumnya yang terdapat dalam GATT.
Dengan adanya NT, negara berkembang dapat
mengembangkan potensinya hingga menjadi negara maju karena
prinsip NT adalah menghilangkan diskriminasi yang ada dengan
cara melakukan negosiasi, prediktabilitas, serta mengutamakan
kompetisi secara sehat (Chadha, 2000: 1084). Karena bentuk dari
rezim WTO yang telah terinstitusi, sifat keanggotaan negara
anggota menjadi lebih mengikat dibanding rezim GATT yang
tidak terinstitusi sehingga pengaturan- pengaturan dapat
dilakukan dengan lebih mudah.
Namun tetap saja terdapat penyimpangan-

38
penyimpangan dalam rezim WTO itu sendiri. Meskipun
regulasi-regulasi dalam WTO telah lebih jelas dibandingkan
dengan GATT, serta sifatnya yang lebih mengikat. Namun pada
kenyataannya, secara keseluruhan, negara berkembang tetap
tidak dapat mendapat keuntungan sebesar yang diperoleh
negara maju. Liberalisasi pasar yang secara tidak langsung
dituntut oleh rezim WTO ini memang membawa keuntungan
yang cukup signifikan bagi negara berkembang.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa negara maju tidak
benar- benar meliberalisasikan pasarnya, negara maju justru
berusaha untuk tetap melindungi dan menjaga stabilitas dari
pasar domestik mereka dengan melakukan usaha-usaha
proteksionisme (Ford, 2002: 134). Hal ini tentu dinilai tidak adil
bagi negara berkembang, akan tetapi di sisi lain, negara
berkembang mengalami dilema karena liberalisasi pasar
memang masih menjadi solusi yang paling efisien dalam
meningkatkan perekonomian negeri. Selain itu, sistem one dollar
one vote yang diterapkan oleh WTO sebenarnya merugikan
negara berkembang karena secara tidak langsung menyiratkan
bahwa stigma hegemon rules the world masih tetap berlangsung
dan negara berkembang hanya dapat menjadi pengikut dalam
proses pengambilan keputusan.
Kesimpulannya, tidak dapat dipungkiri bahwa
penyimpangan- penyimpangan dalam rezim internasional

39
cenderung tidak dapat dihindari. Terutama apabila telah
menyentuh pada persoalan ekonomi, di mana aspek ekonomi ini
membawa dampak yang signifikan bagi aspek-aspek yang lain.
Meskipun terdapat penyimpangan- penyimpangan dalam
jalannya suatu rezim, rezim tetap dibutuhkan untuk mewadahi
dan memoderasi kepentingan-kepentingan negara. Secara tidak
langsung, rezim telah menjembatani antara negara core, semi-
periphery, dan periphery, namun di sisi lain, rezim juga telah
memperjelas kesenjangan diantara ketiganya.
Hal ini dapat dilihat dari transisi yang ada dalam rezim
GATT menjadi WTO. Pada awalnya, keduanya memiliki tujuan
yang sama, yaitu sebagai katalisator perdagangan internasional
serta menjunjung kesetaraan di bidang perdagangan dengan
menghapuskan diskriminasi- diskriminasi. Akan tetapi dalam
pengimplementasiannya, keduanya mengimplikasikan
diskriminasi namun dalam bentuk yang berbeda. Apabila GATT
berbentuk over hegemony, di mana ia menunjukkan kapabilitas
dominansi secara eksplisit dan terbuka. Sedangkan WTO
berbentuk de facto imposition, yaitu menunjukkan kapabilitas
dominansi secara implisit dan dilakukan melalui manipulasi
insentif.

Referensi:
Chadha, Rajesh. 2000. “Understanding the WTO Regime”,

40
dalam Economic and Political.
Ford, Jane. 2002. “A Social Theory of Trade Regime
Change: GATT to WTO”, dalam International Studies Review.
Haggard, Stephan dan Simmons, Beth A. 1987. “Theories of
International regimes”, dalam International Organization

Pertanyaan
1. Apa latar belakang dibentuknya General Agreement on tarrif and
trade (GATT)?
2. Mengapa GATT berubah menjadi WTO?
3. Jelaskan kelebihan WTO dibandingkan GATT!
4. Jelaskan hegemoni negara-negara maju terhadap negara-negara
berkembang dalam perdagangan!
5. Jelaskan Generalized System of Preferences (GSP)!

41
5

PERKEMBANGAN
WISATA HALAL
(HALAL TOURISM)

42
INDONESIA
Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk mayoritas
beragama islam. Menurut Badan Pusat Statsitik pada tahun 2010, warga
muslim di Indonesai sebanyak 87,18%, sedangkan lainnya beragama
Kristen (6,96%), Katolik (2,91%,) Hindu (1,69), Budha (0,72) dan sisanya
menganut agama yang lain. Potensi ini dimanfatkan Indonesai untuk
terus berupaya mengembangkan wisata halal (halal tourism). Hal ini
didukung oleh kondisi geografis yang sangat strategis. Iklim tropis yang
dimiliki Indonesia menjadikan negara ini memiliki berbagai kekayaan
flora dan fauna. Biodiversitas yang tinggi ini menjadikan Indonesia
memiliki potensi yang besar sebagai negara tujuan wisata. Produk wisata
yang ditawarkan dikelompokkan dalam tiga hal yaitu wisata alam,
wisata budaya, dan wisata buatan.
Sebagai upaya untuk mengembangkan wisata halal (halal
tourism), Indonesai berusaha meningkatkan keberadaan hotel syariah.
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Indonesia telah membuat pedoman penyelenggaraan hotel syariah.
Syariah yang dimaksud disini adalah prinsip-prinsip hukum islam
sebagaimana yang diatur fatwa dan atau telah disetujui oleh Majelis
Ulama Idonesia (MUI). Pada tahun 2013, terdapat 37 hotel syariah yang
telah bersertifikat halal dan 150 hotel menuju operasional syariah.
Terdapat sebanyak 2.916 restoran dan 303 diantaranya telah bersertifikasi
halal, dan 1.800 sedang mempersiapkan untuk sertifikasi.
Pada umumnya, makanan dan minuman di Indonesia dilakukan
43
kemasan makanan dan minuman, dan dilakukan pemeriksaan oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sehingga makanan dan
minuman yang tersedia di Indonesia terjamin kehalalannya bagi
wisatawan muslim. Sedangkan wisatawan non-muslim dapat meyakini
bahwa makanan dan minuman tersebut tidak mengandung zat
berbahaya bagi tubuh, sehingga layak untuk dikonsumsi.
Indonesia melakukan sinergi dengan banyak pihak untuk
mengembangkan wisata halal (halal tourism), contohnya Kementrian
Pariwisata yang melakukan kerjasama dengan Dewan Syariah Nasional
(DSN), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Sertifikasi Usaha
(LSU). Wujud konkret kerjasama tersebut yaitu dengan cara
mengembangkan pariwisata serta mengedepankan budaya serta nilai-
nilai agama yang kemudian akan dituangkan dalam Peraturan Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Selain itu juga dilakukan pelatihan
sumber daya manusia, sosialisasi, dan capacity building. Pemerintah
juga bekerja sama dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia
(PHRI) untuk menyediakan penginapan halal dan tempat makan yang
bisa menyajikan menu makanan halal, dan bekerjasama sama juga
dengan Association of the Indonesia Tours and Travel (ASITA) untuk
membuat paket wisata halal ke tempat wisata religi. Walaupun wisata
halal (halal tourism) tidak hanya terbatas pada wisata religi saja.
Kementrian Pariwisata dalam laporannya mencatat bahwa terdapat 13
provinsi yang siap untuk menjadi destinasi wisata halal (halal tourism)

44
yaitu Aceh, Banten, Sumatera Barat, Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa
Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Nusa
Tenggara Barat (NTB), dan Bali.
Provinsi Aceh dan Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi yang
telah mengembangkan wisata halal untuk wisatawan muslim manca
negara dengan cukup baik. Aceh yang dijuluki sebagai serambi mekah
memiliki budaya islam yang cukup kental dan kuat dibandingkan
daerah lain. Hal ini dilihat dari penerapan sistem berbasis syariah yang
sudah menjadi bagian dari gaya hidup (lifestyle) masyarakatnya sehari-
hari. Kementerian Pariwisata menargetkannya sebagai destinasi wisata
halal (halal tourism) yang digunakan untuk menarik wisatawan muslim
dunia. Tolak ukur baik tidaknya penerapan wisata halal (halal tourism)
di Aceh setidaknya dapat dilihat dari pencapaian dalam segi pariwisata.
Aceh meraih tiga kategori dalam kompetisi pariwisata halal nasional
tahun 2016 yaitu “Aceh sebagai destinasi budaya ramah wisatawan
muslim terbaik”, “Bandara Sultan Iskandar Muda sebagai bandara
ramah wisatawan muslim terbaik”, dan “Masjid Raya Baiturrahman
sebagai daya tarik wisata terbaik”. Berdasarkan data Kementerian
Pariwisata dan BPS pada tahun 2017, sektor pariwisata Aceh bernilai
sekitar Rp10,87 Triliun atau setara dengan 8,97% dari total perekonomian
Aceh. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pariwisata di Aceh
memiliki peran yang sangat penting.
Selain Aceh, praktik wisata halal (halal tourism) juga mulai
diterapkan di pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB). Pada tahun 2016,

45
Pemerintah Daerah Provinsi NTB bekerjasama dengan MUI dan LPPOM
serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan UMKM melakukan
sertifikasi halal pada restoran hotel, restoran non hotel, rumah makan
dan UMKM. Tercatat terdapat 644 sertifikat halal yang sudah diterbitkan.
Selain makanan halal, ketersedian fasilitas ibadah juga sangat mudah
ditemukan di NTB. Sebagai daerah dengan populasi muslimmencapai
90%, terdapat 4.500 masjid yang tersebar pada 598 desa dan kelurahan.
Sehingga NTB juga dijuluki sebagai pulau seribu masjid.
Indonesia berusaha mempromosikan halal tourism yang
dimilikinya ke dunia internasional. Hal ini dilakukan dengan mengikuti
World Halal Tourism yang dilaksanakan di Abu Dhabi pada tahun 2016.
Indonesia berhasil meraih 12 penghargaan dari total 16 kategori.
Indonesia sudah didukung oleh berbagai komponen yang dapat
mengantarkan kepariwisataan Indonesia menembus pasar global,
khususnya pariwisata halal. Namun, perlu upaya untuk
mengembangkan wisata halal di Indonesia, karena masih maraknya
perjudian, tempat prostitusi, diskotik, penjualan bebas minuman keras,
dan kegiatan yang diluar syariat sehingga perlu menjadi perhatian
khusus.
MALAYSIA
Malaysia merupakan negara multikultural yang terdiri dari tiga
budaya besar yaitu Melayu, Cina, dan India. Agama Islam menjadi
agama resmi sedangkan agama lain seperti Budha, Hindu, dan Kristen
tetap disambut dengan baik oleh penduduknya. Malaysia menerapkan

46
suatu peraturan yang sesuai hukum Islam yang bisa diterima oleh warga
muslim maupun non muslim.
Pariwisata merupakan sektor penyumbang pendapatan terbesar
kedua di Malaysia. Pada awalnya Malaysia berusaha menarik wisatawan
dari Timur Tengah (Middle East). Namun setelah peristiwa 11
September, Malaysia beralih untuk mengambil keuntungan melalui
sektor pasar Muslim. Maka sejak tragedi 11, Malaysia menjadi negara
tujuan terbesar wisatawan muslim. Hal itu juga disebabkan oleh aturan
yang ketat di negara-negara barat untuk wisatawan muslim, sehingga
mereka mengalihkan tujuan perjalanannya ke negara-negara Timur.
Pasar wisatawan muslim di Malaysia menunjukkan peningkatan
dan pertumbuhan sejak 2001 (Mohd Salleh et al. 2010). Peningkatan dan
pertumbuhan tersebut karena promosi aktif yang dilakukan oleh
pemerintah Malaysia, sehingga berhasil menarik wisatawan muslim
terutama dari Timur Tengah. Ibukota Malaysia yakni Kuala Lumpur
merupakan kota yang populer dikalangan wisatawan Timur Tengah dan
dianggap sebagai tujuan bulan madu yang diinginkan. Para wisatawan
Timur Tengah (Middle East) juga menguntungkan pasar, karena pola
belanja mewah mereka. Upaya pemerintah Malaysia untuk memuaskan
wisatawan Timur Tengah ini dengan meningkatkan pelayanan-
pelayanan yang dibutuhkan mereka, seperti hidangan Timur Tengah,
menu makanan di restoran-restoran dan brosur informasi untuk
wisatawan yang multilanguage, papan nama yang bertuliskan arab,
pekerja atau staf berbahasa arab di hotel dan komplek perjalanan.

47
Bagi wistawan muslim, makanan halal adalah salah satu elemen
penting yang berkontribusi terhadap pilihan wisata diluar negeri.
Sehingga pada tahun 2010, Malaysia mulai menetapkan standar halal
yang tinggi di restoran dan hotel untuk memuaskan wisatawan muslim
dengan mendorong hotel dan restoran memperoleh sertifikat halal
setidaknya untuk restoran umum. Meskipun demikian, menyediakan
makanan halal bukanlah tantangan besar di Malaysia, karena 60 persen
penduduknya beragama Islam. Sehingga wisatawan dapat menemukan
makanan halal yang tersedia di kios-kios jalanan.
Banyak hotel di Malaysia telah memiliki sertifikat halal. Serifikat
tersebut digunakan sebagai bagian dari promosi hotel dengan
mengatasnamakan sebagai hotel syariah yang berarti makanan yang
halal, tidak ada alkohol, tidak ada babi dan tidak ada diskotik. Tercatat
bahwa jumlah hotel berbintang 3 hingga 5 yang bersertifikat halal
sebanyak 273 hotel, sedangkan berbintang 1 hingga 2 sebanyak 53 hotel.
Atas upaya yang telah dilakukan oleh pemerintahan Malaysia,
negara ini menempati urutan pertama dalam indeks wisata halal dunia
yang dikeluarkan oleh badan indeks Mastercard-Cresent Rating dengan
indeks skor tertinggi yaitu sebesar 80.6. Malaysia berusaha untuk
menjadi pusat wisata halal dunia. Salah satu caranya yaitu dengan
membuat aturan untuk tidak mengizinkan wisatawan melakukan
kegiatan yang bertentangan dengan Islam seperti meminum alkohol,
memakai pakaian mini, berjemur di bawah sinar matahari dengan
pakaian minim, tidak menyajikan daging babi terutama di restoran yang

48
terletak pada kawasan wisata.
Malaysia merencanakan “The Halal Master Plan” dengan target
selama 13 tahun yang mencakup tiga fase; pertama (2008-2010)
mengembangkan Malaysia sebagai pusat dunia dalam hal integritas halal
dan menyiapkan pertumbuhan industri. Kedua (2011-2015) menjadikan
Malaysia sebagai salah satu lokasi yang disukai untuk bisnis halal, dan
ketiga (2016-2020) memperluas jejak geografis perusahaan halal yang
tumbuh di dalam negeri.Pada tahun 2008, Malaysia tercatat sebagai salah
satu negara yang terkenal dibidang wisata halal (halal tourism) (Shafaei
dan Mohamed, 2015). Namun, ada beberapa hal yang belum sesuai
dengan konsep wisata halal (halal tourism) seperti adanya daerah bebas
untuk perjudian, alkohol masih mudah ditemukan di hotel, restoran, dan
tempat umum, salon dan spa yang tidak memisahkan antara laki-laki dan
perempuan, lokasi kamar yang tidak memisahkan antara pasangan yang
telah menikah dan belum menikah, hiburan yang menampilkan
tayangan tidak syar’i, website yang lebih menampilkan kebudayaan dan
adat serta fasilitas belanja dan hiburan yang tidak terkait agama.

JEPANG
Jepang menjadi tujuan pilihan bagi wisatawan global karena
keunikannya dalam budaya, pemandangannya yang memukau dan
lanskap metropolitan yang menakjubkan. Jumlah wisatawan semakin
mengalami peningkatan sejak Jepang melakukan promosi wisata “Visit
Japan” ke berbagai negara pada tahun 2003. Selain itu, Adanya

49
peluncuran penerbangan berbiaya rendah ke Jepang, telah mendorong
sektor pariwisata di negara tersebut. Hal tersebut membuat banyak
wisatawan muslim, khususnya Malaysia menganggap Jepang sebagai
tujuan wisata mereka. Jepang juga memiliki beberapa strategi dalam
meningkatkan pelayanan terhadap wisatawan, salah satunya melalui
konsep omotenashi. Omotenashi adalah keramahtamahan dalam
menerima tamu (wisatawan) yang menjadi khas Jepang. Sebuah
pelayanan berkualitas tinggi dari hati sehingga terjadi interaksi
(touchpoint) dan komunikasi yang baik antara penyedia jasa atau penjual
dan pelanggan.
Bertambahnya jumlah wisatawan muslim yang mengunjungi
Jepang menjadikan konsep halal tourism menjadi perhatian pagi pelaku
pariwisata di negara tersebut. Pada tahun 2013, terjadi peningkatan
jumlah wisatawan asing yang menembus angka diatas 10 juta dan
diperkirakan 30% nya atau sebanyak 300 ribu adalah wisatawan muslim.
Peningkatan jumlah ini diprediksi akan terus terjadi. Pada tahun 2020
diperkirakan jumlah wisatawan muslim ke negara ini akan mencapai 1
juta wisatawan.
Warga negara jepang yang beragama Islam sangat sedikit.
Menurut Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology
Jepang (MEXT), mayoritas agama yang dianut di Jepang adalah Shinto
(51.2%), Budha (43%), dan Kristen (1.0%). Sedangkan jika diamati dari
letak geografisnya, Jepang merupakan negara yang terletak jauh dari
negara-negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam.

50
Walaupun Islam termasuk agama minoritas, namun tidak mengurangi
antusias wisatawan muslim untuk berwisata kesana. Melihat potensi ini,
Pemerintah Jepang berupaya untuk memfasilitasi para wisatawan
muslim sehingga merasa aman dan nyaman ketika berwisata.
Keberhasilan Jepang dapat dilihat dengan diraihnya penghargaan pada
World Halal Tourism Award sebagai “World Best Non OIC
(Organization of Islamic Conference) Emerging Halal Destination” pada
tahun 2016.
Meningkatanya wisatawan muslim di Jepang, menjadikan
permintaan produk dan fasilitas halal meningkat di negara tersebut.
Sehingga terbentuklah Japan Halal Association (JHA) yang mengawasi
dan memberikan sertifikasi halal dan mengkampanyekan tentang
penyediaan tempat untuk shalat. Selain itu, mendorong beberapa
perusahaan tur jepang untuk meluncurkan paket tur halal bagi
wisatawan muslim yang berbasis di Tokyo dan Osaka. Japan National
Tourism (JNTO) juga melakukan upaya untuk memberikan kenyamanan
bagi wisatawan muslim dengan menerbitkan buku panduan wisata
khusus wisatawan muslim. Dalam buku tersebut, tercatat bahwa
terdapat 52 restoran yang menawarkan makanan halal. Namun restoran
ini masih tersedia di kota-kota besar seperti seperti Tokyo (46%), Osaka
(6.6%), Hokkaido (5.7%), dan Kyoto (5%) (Asazuma, 2015).
Fasilitas tempat shalat di Jepang mengalami peningkatan, namun
belum terpenuhi secara maksimal. Lebih lanjut, terdapat kurang lebih
241 tempat shalat yang tersebar di Jepang termasuk di tempat-tempat

51
strategis seperti bandara internasional Kansai dan Narita, stasiun Osaka
dan Tokyo, tempat wisata istana Nijo, dan beberapa tempat seperti cafe
dan restoran. Namun beberapa tempat shalat belum dilengkapi dengan
tempat berwudhu. Dari total 98 masjid di Jepang, terdapat 38 persen
yang belum memiliki fasilitas wudhu.
Selain makanan, tempat ibadah, dan penginapan, Jepang juga
mulai merambah ke halal fashion untuk menarik wisatawan muslim.
Pada Juli 2017, Uniqlo yang merupakan perusahaan fashion bekerjasama
dengan desainer Jepang bernama Hana Tajima untuk memproduksi
pakaian muslim. Selain itu, jilbab dan kardigan dengan motif Jepang juga
mulai diproduksi. Pada tahun yang sama, badan sertifikasi halal Jepang
juga mulai mngeluarkan sertifikat halal pada beberapa merek kosmetik.
Produk lain seperti bumbu masakan misalnya miso dan saus sukiyaki
juga telah tersertifikasi ke-halal-annya. Begitu pula pada beberapa oleh-
oleh dari Jepang juga telah memiliki sertifikasi halal.
Beberapa masalah yang dihadapi wisatawan muslim saat
berkunjung ke Jepang antara lain sulitnya mencari makanan atau
minuman yang halal karena tidak semua tempat makan di Jepang
memahami tentang konsep halal, tidak banyak ditemui tempat shalat di
hotel, restoran, dan tempat umum lain, serta minimnya tempat
penginapan yang ramah muslim. Selain itu, permasalahan besar yang
dihadapi wisatawan adalah kendala bahasa sehingga pada saat memilih
makanan mereka tidak dapat mengetahui komposisi yang tertera pada
kemasan. Kendala utama juga terjadi saat Bulan Ramadhan, wisatawan

52
muslim kesulitan untuk mencari makanan sahur karena kebiasaan
disana adalah makanan hanya tersedia saat pagi hari (sarapan).
KOREA SELATAN
Meningkatnya wisatawan asing ke Korea Selatan sejak munculnya
fenomena “hallyu wave” atau korean wave. Termasuk wisatawan yang
berasal dari negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim.
Wisatawan muslim mancanegara di Korea Selatan mengalami
peningkatan. Khususnya dari negara Malaysia dan Indonesia. Tingkat
pertumbuhan rata-rata selama tahun 2010 hingga 2014 sebesar 21.1
persen (Malaysia) dan 21.6 persen (Indonesia) (Korean Tourism
Organisation, 2015). Tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan dari 2010
hingga 2014 sebesar 32.7 persen yang menunjukkan peningkatan yang
stabil. Menurut Korean Tourism Organisation, jumlah wisatawan
muslim yang berkunjung ke Korea Selatan diperkirakan akan mencapai
sekitar 1.3 juta wisatawan pada tahun 2020. Selain itu, dampak ekonomi
dari wisatawan muslim yang masuk ke Korea Selatan diperkirakan
sebesar 40 milliar dollar (produksi) dan 20 miliar dolar (nilai tambah).
Diharapkan juga sektor pariwisata yang baru muncul ini akan
menghasilkan lebih dari 80 ribu pekerjaan yang secara langsung atau
tidak langsung terkait dengan wisata halal di Korea Selatan (Han et al.
2018). Wisatawan dari negara Malaysia dan Indonesia menempati posisi
sepuluh wisatawan mancanegara terbesar ke Korea Selatan. Wisatawan
muslim dari negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Uni Emirat
Arab, Kuwait, Qatar, Bahrain, dan Oman merupakan wisatawan dengan

53
pengeluaran belanja yang besar di Korea Selatan dengan rata-rata 2590
dollar per kunjungan dibandingkan dari wisatawan lain seperti Cina,
Jepang, Rusia, dan Taiwan yang hanya menghabiskan belanja dibawah
2000 dollar.
Pemerintah Korea selatan menerapkan wisata halal dengan
melakukan koordinasi antara Korea Tourism Organisation (KTO),
Korean Muslim Federation (KMF), dan Korean Halal Association (KHA).
KTO menjelaskan bahwa di Korea Selatan terdapat sekitar 130 restoran
ramah muslim yang diklasifikasikan menjadi beberpa kategori yaitu
restoran yang telah mendapatkan sertifikasi halal dari KMF (Halal
Certified Restaurant), Restoran yang mensertifikasi sendiri kehalalan
dari produk makanan dan minuman yang dijualnya (Selfcertified Halal
Restaurant); restoran yang menyediakan makanan halal namun tetap
menjual alkohol (Muslim friendly Restaurant); restoran yang menyajikan
sayur-sayuran dan tidak ada makanan yang mengandung daging babi
(Muslim Welcome Restaurant); dan terakhir yaitu restoran yang menjual
berbagai macam daging namun selain daging babi (Pork-free).
Strategi promosi halal tourism di Korea Selatan juga pernah
dilakukan secara tidak langsung melalui media film dan drama. Pada
beberapa adegan singkat pada film atau drama tersebut memperlihatkan
sosok seorang muslimah yang memakai hijab dan cadar. Melalui
tayangan seperti ini, Korea Selatan seakan-akan menjelaskan bahwa
warga Korea Selatan menerima kehadiran orang muslim.
Pertumbuhan wisata halal di Korea Selatan ini, mengakibatkan

54
tuntutan dan kebutuhan wisatawan muslim saat berpergian ke Korea
Selatan juga telah meningkat secara substansial dengan kendala terkait
dengan makanan, akomodasi, fasilitasi, lingkungan sosial, dan lainnya.
Namun, restoran-restoran halal dan ruang-ruang tempat beribadah telah
meningkat secara bertahap di beberapa tempat wisata di Korea Selatan.
Di negara ini, kesadaran akan halal masih rendah dan pemahaman
kebutuhan wisata halal masih menjadi kendala utama di Korea Selatan,
terutama untuk rencana pembangunan jangka panjang. Misalnya,
jumlah total ruang shalat di Korea Selatan sebesar 28 di seluruh negeri,
sementara Jepang memiliki lebih dari itu yang mencakup tempat-tempat
utama, termasuk pusat perbelanjaan.

55
6
MEKANISME
PASAR
MENURUT
IBNU
TAIMIYAH

56
Ibnu Taimiyah, yang nama lengkapnya Taqiyuddin Ahmad
bin Abdul Halim, lahir di Harran pada tanggal 22 Januari 1263
(10 Rabiul Awwal 661 H). Dia banyak menghabiskan umurnya
di Mesir dan Syria di mana kedua kota itu menjadi pusat
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Mamluk.
Dia terkenal sebagai reformis radikal yang selalu mengkritik
kondisi sosial, politik dan stagnasi perkembang - an ajaran Islam
yang terjadi di sekelilingnya. Jiwa reformis inilah yang
membuatnya di penjara beberapa kali.

Bahkan ia pun meninggal dalam usia 65 tahun saat berada di


penjara Damaskus tahun 1328. Beliau menulis lebih dari 15 buku
dengan tema pembahasan yang bervariasi. Pemi-kiran
ekonominya kebanyakan dapat ditelusuri dikedua bukunya
yaitu: Al-Hisbah fi‟l- Islam dan al-Siyasah al-Shariah fi Islah alRai

57
wal‟l-Raiyah. Ibnu Taimiyah menggabungkan aspek philosofi,
agama, etika, sosiologi dan ekonomi dalam berbagai
pemikirannya. Pada kesempatan ini, fokus utama yang akan
dielaborasi adalah konsep mekanisme pasar menurut beliau.

Mekanisme Harga Harga terbentuk dari tarik-menarik


antara produsen dan konsumen baik di pasar barang (output)
ataupun faktor- faktor produksi (input). Harga
merepresentasikan nilai tukar sua tu unit benda tertentu. Ibnu
Taimiyah sering kali menggunakan dua istilah saat membahas
tentang harga yaitu kompensasi yang setara („iwadh al- mitsl)
dan harga yang setara (tsa man al-mitsl). Harga yang adil
menurut dia ada lah harga yang setara. Ia mengatakan :
“kompensasi yang setara diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang
setara, dan inilah makna keadilah (nafs al-„adl)” (Ghazanfar dan
Islahi, 1990).

Kemudian Ibnu Taimiyah menjelaskan lebih lanjut tentang


harga yang setara (price of equivalent). Harga yang setara
menurut beliau adalah harga yang dibentuk oleh kekuatan pasar
yang berjalan secara bebas, yakni pertemuan antara kekuatan
permintaan dengan penawaran. Istilah harga setara (tsaman al-
mitsl) dari Ibnu Taimiyah sama dengan harga equilibrium
(keseimbangan) dalam ilmu ekonomi modern. Ibnu Taimiyyah
pun mengelaborasi konsep harga yang adil (fair price) dalam

58
pembahasannya tentang hukum fiqhi. Dan melalui hukum
evolusi metamorposis, nampaknya istilah “adil” yang
merefleksikan tentang spirit etika agama Islam pada awalnya,
bertransformasi menjadi “natural” pada zaman Physiocrats,
menjadi “normal” pada zaman Classical dan terakhir menjadi
istilah “Equilibrium” di tangan Marshall dan ilmuan ekonomi
Barat lainnya (Ghazanfar, 2005). Dapat disimpulkan bahwa
istilah tentang harga keseimbangan (equilibrium) yang sering
dipe lajari dalam ilmu ekonomi adalah sebenarnya hasil
metamorposis dari istilah Ibnu Taimiyah tentang “thaman al-
mithl” atau harga adil dalam pembahasannya tentang hukum
fiqhi. Ibnu taimiyah sangat memahami tentang ekonomi pasar
bebas dan bagaimana harga ditentukan melalui kekuatan
permintaan dan penawaran. Dia mengatakan (Ibn Taimiyah
1983-9, vol. 8, p.583): “naik turunnya harga tidak selalu
diakibatkan oleh kezaliman orang- orang tertentu. Terkadang,
hal tersebut disebabkan oleh kekurangan produksi atau
penurunan impor barang-barang yang diminta.

Oleh karena itu, apabila permintaan naik dan penawaran


turun, harga-harga naik. Di sisi lain, apabila persediaan barang
meningkat dan permintaan terhadapnya menurun, harga pun
turun. Kelangkaan atau kelimpahan ini bukan disebabkan oleh
tindakan orang-orang tertentu. Ia bisa disebabkan oleh sesuatu
yang tidak mengandung kezaliman, atau ter kadang, ia juga bisa
59
disebabkan oleh kezaliman. Hal ini adalah kemahakuasaan Allah
yang telah menciptakan keinginan di hati manusia.” Kenaikan
harga bisa disebabkan oleh ketidak adilan yang dilakukan oleh
pihak penjual yang kita kenal sebagai penimbunan atau perilaku
manipulasi pasar.

Di sisi yang lain, Ibnu Taimiyah mengemukakan bahwa


harga bisa naik turun akibat kekuatan pasar yaitu supply dan
demand. Harga yang terbentuk melalui hu kum supply dan
demand tanpa ada unsur ketidakadilan didalamnya maka itu
disebab kan karena kehendak Allah. “Jika penduduk menjual
barang-barangnya secara normal (al-wajh al-ma‟ruf) tanpa
menggunakan cara-cara yang tidak adil kemudian harga tersebut
meningkat karena pengaruh kelangkaan barang (yakni
penurunan supply) atau karena pening katan jumlah penduduk
(yakni peningkatan de mand), kenaikan hargaharga tersebut
meru pa kan kehendak Allah SWT” (Ibnu Taymiyah, 1983).

Menurut Samuelson harga keseimbangan adalah “A


market equilibrium comes at that price and quantity where the
force of supply and demand are in balance”. Ini sama dengan apa
yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah, perbedaannya hanya
terletak pada harga equilibrium itu terjadi bukan hanya karena
hukum supply dan demand tapi karena kehendak Allah. Ibnu
Taimiyah menganalisis bahwa kenaikan harga bisa karena

60
penurunan supply barang atau peningkatan jumlah penduduk
(jumlah pembeli) terjadi karena kehendak Allah- atau disebut
harga pasar yang adil. Dan kenaikan harga juga bisa disebabkan
oleh perilaku zalim penjual berupa penimbunan dan manipulasi
pasar.

Pendapat ini senada dengan pendapat para ahli ekonomi


modern yang mengatakan bahwa pergeseran kurva permintaan
terjadi bisa dikarenakan oleh pertumbuhan jumlah penduduk,
pendapatan, selera, dll. Ibnu Taimiyah juga mengidentifikasi
beberapa faktor yang bisa membuat pergeseran pada kurva
permintaan dan penawaran yang akhirnya berdampak pada
harga pasar, seperti: tingkat permintaan, kelangkaan dan
keberlimpahan barang, cara pembayaran dan potongan harga
(lihat Gambar 1). Beliau juga berpendapat bahwa negara harus
berperan penting dalam pemenuhan kepentingan publik. Negara
harus melakukan intervensi jika harga yang berlaku di pasar
akibat kezaliman supplier (penimbunan dan manipulasi pasar).
Bahkan dia memperkenalkan institusi Hisbah yang bertujuan
untuk memastikan semua pelaku ekonomi memenuhi semua
kewajibannnya terhadap pihak lain dan bertindak berdasarkan
norma dan aturan yang berlaku.

61
7
ACFTA –
PASAR
BEBAS
DALAM
PANDANGAN
ISLAM
62
ulai awal tahun ini, siap atau tidak, Indonesia harus

M membuka pasar dalam negeri secara luas kepada


negara- negara ASEAN dan Cina. Sebaliknya,
Indonesia dipandang
akan mendapatkan kesempatan lebih luas untuk memasuki pasar
dalam negeri negara-negara tersebut. Pembukaan pasar ini
merupakan perwujudan dari perjanjian perdagangan bebas
antara negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia,
Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dengan Cina, yang
disebut dengan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA).
Perjanjian perdagangan bebas ini sebenarnya sudah
direncanakan sejak tahun 2002. Lantas, apakah kebijakan pasar
bebas ini akan membawa perubahan nasib rakyat negeri ini yang
masih dihimpit dengan kemiskinan. Bagaimana sebenarnya
pandangan Islam tentang hal ini ?

Silang Pendapat ACFTA

Pihak yang setuju dengan ACFTA, menyatakan dengan


ACFTA memberi peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor
ke Cina dan negara-negara ASEAN. Menteri Perdagangan Mari
Elka Pangestu menegaskan bahwa free trade agreement (FTA)
memberikan banyak manfaat bagi ekspor dan penanaman modal
di Indonesia (Kompas, 5/1/2010). Konsumen akan semakin
diuntungkan dan dimanjakan karena terjadi kompetisi dari para
63
produsen. Sehingga harga yang terjadi semurah mungkin. Husni
Mubarak, (Paramadina, 10/1/2010).

Hal senada juga disampaikan oleh Marzuki Usman bahwa


Indonesia sebagai anggota ASEAN tidak dapat menolak, karena
kesepakatan sudah ditandatangani. Kalau menolak, berarti kita
harus keluar dari ASEAN (RMOL,10/1/2010).

Sedang pihak yang menolak, Ernovian G Ismy, Sekjen


Asosiasi Pertekstilan Indonesia menyatakan kekhawatirannya
atas pemberlakukan perdagangan bebas ASEAN-Cina, di
antaranya terjadinya perubahan pola usaha yang ada dari
pengusaha menjadi pedagang. Intinya, jika berdagang lebih
menguntungkan karena faktor harga barang-barang impor yang
lebih murah, akan banyak industri nasional dan lokal yang
gulung tikar hingga akhirnya berpindah menjadi pedagang saja
(Republika, 4/1/2010).

Mantan Dirjen Bea Cukai, Anwar Surijadi, juga


mempertanyakan manfaat pemberlakukan perdagangan bebas
ini bagi masyarakat (Republika, 4/1/2010).

Hal yang sangat dikhawatirkan mengenai dominasi Cina


terhadap Indonesia juga disampaikan Menteri Perindustrian MS
Hidayat. Menurut Hidayat, dalam kerangka ACFTA yang
berlatar belakang semangat bisnis, Cina bisa berbuat apa pun

64
untuk mempengaruhi Indonesia mengingat kekuatan
ekonominya jauh di atas Indonesia (Bisnis Indonesia, 9/1/2010).

Masih banyak lagi kenyataan yang menunjukkan bahwa


perdagangan bebas secara liar justru akan menjerumuskan rakyat
ke dalam jurang kemiskinan dan menjadikan rakyat hanya
sebatas konsumen, jongos bahkan lebih buruk dari itu.

Bahaya ACFTA

Sebelum adanya perjanjian perdagangan bebas dengan


Cina saja, kita sudah mendapatkan hampir segala lini produk
yang dipergunakan di rumah dan perkantoran bertuliskan Made
in China. Seorang ekonom yang juga pejabat menteri ekonomi di
Kabinet Pemerintahan mengomentari bahwa dengan dimulainya
perdagangan bebas Indonesia-Cina, serbuan produk Cina ke
Indonesia akan “seperti air bah”.

Karena itu, pemberlakuan pasar bebas ASEAN-Cina


sudah pasti menimbulkan dampak sangat negative, diantaranya:

Serbuan produk asing terutama dari Cina dapat


mengakibatkan kehancuran sektor-sektor ekonomi yang diserbu.
Padahal sebelum tahun 2009 saja Indonesia telah mengalami
proses deindustrialisasi (penurunan industri). Berdasarkan data
Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, peran industri
pengolahan mengalami penurunan dari 28,1% pada 2004 menjadi

65
27,9% pada 2008. Diproyeksikan 5 tahun ke depan penanaman
modal di sektor industri pengolahan mengalami penurunan US$
5 miliar yang sebagian besar dipicu oleh penutupan sentra-sentra
usaha strategis IKM (industri kecil menegah). Jumlah IKM yang
terdaftar pada Kementrian Perindustrian tahun 2008 mencapai
16.806 dengan skala modal Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar. Dari
jumlah tersebut, 85% di antaranya akan mengalami kesulitan
dalam menghadapi persaingan dengan produk dari Cina (Bisnis
Indonesia, 9/1/2010).

Pasar dalam negeri yang diserbu produk asing dengan


kualitas dan harga yang sangat bersaing akan mendorong
pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari produsen di
berbagai sektor ekonomi menjadi importir atau pedagang saja.
“Buat apa memproduksi tekstil bila kalah bersaing? Lebih baik
impor saja, murah dan tidak perlu repot-repot jika diproduksi
sendiri.” (Ade Sudrajat Usman. Bisnis Indonesia, 9/1/2010)

Karakter perekomian dalam negeri akan semakin tidak


mandiri dan lemah. Segalanya bergantung pada asing. Bahkan
produk “sepele” seperti jarum dan peniti saja harus diimpor. Jika
banyak sektor ekonomi bergantung pada impor, sedangkan
sektor-sektor vital ekonomi dalam negeri juga sudah dirambah
dan dikuasai asing, maka apalagi yang bisa diharapkan dari
kekuatan ekonomi Indonesia?

66
Jika di dalam negeri saja kalah bersaing, bagaimana
mungkin produk-produk Indonesia memiliki kemampuan hebat
bersaing di pasar ASEAN dan Cina? Data menunjukkan bahwa
tren pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia ke Cina sejak
2004 hingga 2008 hanya 24,95%, sedangkan tren pertumbuhan
ekspor Cina ke Indonesia mencapai 35,09%. Kalaupun ekspor
Indonesia bisa digenjot, yang sangat mungkin berkembang
adalah ekspor bahan mentah, bukannya hasil olahan yang
memiliki nilai tambah seperti ekspor hasil industri. Pola ini malah
sangat digemari oleh Cina yang memang sedang “haus” bahan
mentah dan sumber energi untuk menggerakkan ekonominya.

ACFTA akan membuat Indonesia mengalami


deindustrialisasi, karena produk hasil industri Indonesia kalah
bersaing dengan produk China. Dampaknya, ketersediaan
lapangan kerja semakin menurun. Padahal setiap tahun angkatan
kerja baru bertambah lebih dari 2 juta orang, sementara pada
periode Agustus 2009 saja jumlah pengangguran terbuka di
Indonesia mencapai 8,96 juta orang. Pengangguran besar-besaran
pasti akan terjadi. Padahal salah satu cara untuk menyerap
tenaga kerja adalah melalui industri (Ismail Yusanto, RMOL
13/1/2010) Walhasil, perdagangan bebas yang dijalani
Pemerintah Indonesia pada hakikatnya adalah „bunuh diri‟
secara ekonomi.

67
Perjanjian dan Perdagangan Luar Negeri Dalam Islam

Sebelum menjelaskan hukum dari perjanjian


perdagangan bebas terlebih dahulu perlu dipahami secara global
bagaimana aturan perjanjian luar negeri Khilafah Islam. Secara
umum perjanjian negara Islam dengan negara kafir (dar al-harb)
hukumnya mubah. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:

“Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan


kepada sesuatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah ada
perjanjian.” (QS An Nisa‟ [4]: 90).

“Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian


(damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si
pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya.” (QS An Nisâ [4]: 92)

Demikian pula Rasulullah SAW misalnya melakukan


perjanjian dengan Yuhanah bin Ru‟bah pemilik kota Ilah dan
bani Dhamrah. Syarat-syarat yang disepakati dalam perjanjian
tersebut wajib ditunaikan oleh kaum muslimin sebagaimana
halnya negara lain yang terlibat dalam perjanjian tersebut.
Rasulullah SAW bersabda :

“Kaum muslimin (wajib) terikat pada syarat-syarat yang


mereka buat.”

Namun demikian syarat tersebut harus sejalan dengan


68
Islam. Jika bertentangan maka isi perjanjian tersebut harus
ditolak dan haram terikat padanya. Perjanjian netralitas yang
bersifat permanen antara dua negara misalnya, yakni perjanjian
untuk tidak saling menyerang sepanjang masa, perjanjian untuk
menetapkan daerah perbatasan secara permanen tidak boleh
disepakati. Ini karena perjanjian tersebut akan membatasi
pelaksanaan jihad fi sabilillah. Demikian pula perjanjian untuk
menyewakan pangkalan udara dan militer kepada negara-negara
kafir juga tidak boleh ditandatangani. Ini karena perjanjian
tersebut akan memudahkan negara kafir menguasai negara
Islam. Rasulullah SAW bersabda:

“Semua syarat yang bertentangan dengan Kitabullah maka bathil.”

Adapun perjanjian luar negeri dalam bidang ekonomi,


perdagangan dan keuangan maka secara umum hukumnya
mubah karena masuk dalam kategori hukum sewa atas barang
dan jasa (ijarah), jual-beli (bai‟), dan pertukaran mata uang
(sharf).

Namun demikian jika di dalam klausul perjanjian tersebut


terdapat hal-hal yang bertentangan dengan syara‟ maka tidak
boleh disepakati dan ditindaklanjuti. Sebagai contoh kesepakatan
untuk mengekspor komoditi yang sangat vital bagi negara Islam,
mengekspor komoditas yang justru memperkuat negara lain
sehingga dapat mengancam negara Islam atau perjanjian yang
69
merugikan industri- industri dalam negeri. Semua hal tersebut
diharamkan karena mengakibatkan bahaya (dharar) bagi ummat
Islam. Hal ini didasarkan pada kaedah ushul:

“Setiap individu (bagian) yang masuk dalam kategori


mubah jika mengantarkan pada dharar maka individu (bagian)
tersebut dilarang sementara individu (bagian-bagian) lain yang
masuk dalam kategori tersebut tetap mubah.”

Perdagangan Bebas: Haram.

Pada prinsipnya pasar bebas merupakan bagian dari paket


liberalisasi ekonomi. Liberalisasi ekonomi, selain berarti
menghilangkan peran dan tanggungjawab pemerintah dalam
sektor ekonomi, kemudian menyerahkan semuanya kepada
individu dan mekanisme pasar (kekuatan penawaran dan
permintaan). Liberalisasi ini sekaligus akan merobohkan
hambatan untuk perdagangan internasional dan investasi agar
semua negara bisa mendapatkan keuntungan dari perdagangan
dan mengalirnya investasi.

Pandangan ini jelas bertentangan dengan Islam dilihat


dari Empat aspek (Hidayatullah Muttaqin, jurnal-ekonomi.org,
10/1/2010):

70
Dihilangkannya peran negara dan pemerintah di tengah-
tengah masyarakat, yang notabene harus berperan dan
bertanggung jawab terhadap seluruh urusan rakyatnya. Padahal
dengan tegas Rasulullah saw. bersabda: Pemimpin (kepala
negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas
pengurusan mereka (HR Muslim).

Perdagangan bebas, dimana seluruh pemain dunia, bisa


bermain di dalam pasar domestik tanpa hambatan, tanpa lagi
dilihat apakah pemain tersebut berasal dari Dar al-Harb Fi‟lan
atau tidak, juga jelas bertentangan dengan Islam. Sebab, Islam
memandang perdagangan internasional tersebut berdasarkan
pelakunya; jika berasal dari Dar al- Harb Fi‟lan, seperti AS,
Inggeris, Perancis, Rusia, dsb, jelas haram.

Perdagangan bebas, dari aspek kebebasan masuknya


investasi dan dominasi asing di dalam pasar domestik, jelas
menjadi sarana penjajahan yang paling efektif, dan
membahayakan perekonomian negeri ini. Dalam hal ini, jelas
haram, karena Allah SWT berfirman:

Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada


orang- orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin
(Q.s. an-Nisa‟ [04]: 141).

Selain itu, Nabi saw. juga bersabda:

Tidak boleh ada bahaya dan dhirar di dalam Islam (H.R. Ibn
71
Majah)

Perjanjian perdagangan bebas seperti ACFTA


merupakan
bentuk penghianatan terhadap rakyat yang seharusnya
dilindungi dari ketidakberdayaan ekonomi. Dengan perjanjian
tersebut, sengaja atau tidak, Pemerintah telah membunuh
usaha dan industri dalam negeri baik skala besar apalagi skala
kecil, yang tentu akan berdampak pada makin meningkatnya
angka pengangguran. Sehingga sudah seharusnya Pemerintah
membatalkan

Sesunguhnya Islam telah menawarkan kepada umat suatu


sistem ekonomi yang dapat membangun kemandirian negara
sekaligus menjamin berkembangnya industri-industri dalam
negeri serta sektor ekonomi lainnya. Sistem Ekonomi Islam
mengatur kepemilikan individu, kepemilikan negara dan
kepemilikan umum. Kewajiban negara adalah memastikan
tersedianya bahan baku, energi, modal dan pembinaan terhadap
pelaku ekonomi rakyatnya.

Negara juga wajib mengatur ekspor dan impor barang


sehingga betul-betul bisa mendatangkan kemaslahatan bagi
masyarakat. Ekspor bahan mentah, misalnya, seharusnya
dibatasi. Sebaliknya, ekspor barang-barang hasil pengolahan
yang lebih memiliki nilai tambah harus terus ditingkatkan

72
selama telah memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebaliknya,
impor barang-barang yang bisa mengancam industri dalam
negeri harus dibatasi. Impor seharusnya hanya terbatas pada
barang-barang yang bisa memperkuat industri di dalam negeri.
Semua itu dilakukan antara lain dalam melindungi berbagai
kepentingan masyarakat. Sebab, kewajiban negaralah untuk
menjadi pelindung bagi rakyatnya.

73
8
Imbal Dagang
dan
Perdagangan
Internasional

74
kspor-impor pada dasarnya merupakan perdagangan

E lintas negara, di mana negara yang satu membeli atau


menjual barang dari atau kepada negara yang lain.
Praktik
eksporimpor merupakan sesuatu yang natural, di mana
perbedaan sumber daya dan spesialisasi antarnegara
mengakibatkan adanya perbedaan jenis produk yang diproduksi.
Namun, di dalam aktivitas ekspor-impor pun terdapat praktik
ketidakadilan ekonomi, yang tecermin antara lain melalui
mekanisme berbasis riba dan gharar.
Riba dalam kegiatan ekspor-impor terkait dengan
pertukaran mata uang sebagai alat transaksi dalam perdagangan
internasional. Seringkali naik-turunnya harga barang-barang
ekspor-impor (sektor riil) terjadi sebagai akibat apresiasi dan
depresiasi nilai mata uang. Sehingga, baik riba al-fadhl maupun
riba an-nasiah sering terjadi secara bersamaan dalam aktivitas
ekspor-impor.
Praktik gharar dalam perdagangan internasional biasanya
terlihat dalam aktivitas pengiriman barang, di mana pada
umumnya barang yang diekspor/diimpor jumlahnya sangat
banyak. Sehingga, tidak menutup kemungkinan terdapat
sejumlah barang yang memiliki cacat produksi atau masuk dalam
kategori haram.

75
Artikel ini mencoba mengembangkan suatu model
perdagangan internasional yang sesuai dengan syariah dengan
menggunakan pendekatan financial engineering(rekayasa
keuangan) yang terdiri atas metode imitasi, mutasi, dan adaptasi.
Pengertian imbal dagang

Imbal dagang merupakan praktik perdagang an


internasional yang dikemas dalam wujud barter. Praktik imbal
dagang sudah dilakukan sebelum umat manusia mengenal uang.
Saat uang sudah dikenal, imbal dagang masih dilakukan berbagai
pihak sebagai taktik perdagangan alternatif. Pelaku praktik imbal
dagang saat ini pada umumnya adalah institusi negara dan
perusahaan multinasional.
Dengan imbal dagang, sebuah negara dapat menyiasati
masalah defisit neraca pembayaran dan untuk memperoleh
produk dari negara lain, meskipun infrastruktur pembayaran
dengan uang dianggap sulit, mahal, atau tidak ada. Ini dapat
terjadi bilamana suatu negara customertidak memiliki akses
kepada mata uang kuat (hard currency) ataupun jika tidak
memiliki banyak devisa yang diperlukan guna membeli barang-
barang impor.
Dengan kata lain, imbal dagang dapat diandalkan untuk
mengatasi persoalan risiko nilai tukar, tekanan persaingan pasar
yang berat, atau perkembangan pasar yang kurang
menggembirakan. Sehingga, ditinjau dari perspektif diplomasi
76
perdagangan kontemporer, praktik imbal dagang dianggap
sebagai salah satu praktik kreatif dalam upaya-upaya diplomasi
perdagangan. (Latief dan Nugent, 1992) Praktik imbal dagang
telah mengalami peningkatan sejak dasawarsa 1980-an.
Berdasarkan perkiraan yang dibuat oleh OECD pada 1983,
jika seluruh aspek imbal dagang diperhitungkan, komponen
imbal dagang mencapai 4,8 persen dari total perdagangan dunia
(Miramon, 1985). Perkiraan lain mengatakan, persentase imbal
dagang dari nilai perdagangan dunia akan mencapai lebih dari
40 persen pada awal abad ini. Menurut Hill (1998), dalam sebuah
survey, bentuk imbal dagang yang paling banyak dilakukan
perusahaan multinasional adalah offset(73 persen), disusul
counterpurchase(60 persen), buyback (22 persen), barter (19
persen), dan switch trading(tiga persen). Imbal dagang memiliki
praktik yang bervariasi, yang terbentuk dari jenis kesepakatan,
pihak yang dilibatkan, dan opsi barang yang diperjualbelikan.
Meski demikian, praktik imbal dagang tetap memiliki potensi
terjadinya praktik ribadan gharar.
Salah satu contoh kasus terjadinya gharar adalah masalah
imbal beli pesawat CN-235 Indonesia dengan beras ketan
Thailand pada 1999. Pada praktiknya, kesepakatan ini
mengandung gharar, yang dalam hal ini disebabkan oleh
beberapa hal, seperti a) bureacratic bottleneck (proses
persetujuan yang tidak pasti dan berlarut-larut sehingga

77
berpengaruh terhadap perubahan regulasi/harga), b) kebijakan
yang bersifat jangka pendek serta tidak antisipatif terhadap risiko
dan biaya sharingdengan mitra asing, c) sikapsikap tidak
fleksibel/kaku dari para birokrat dengan program yang tidak
biasa, dan d) BI ataupun Depkeu waktu itu cenderung
memprioritaskan neraca pembayaran daripada neraca
perdagangan, sehingga tuntutan peningkatan cadangan devisa
dari hasil penjualan pesawat CN-235 memiliki nuansa politis
yang lebih kental dalam tarik-menarik kepentingan kebijakan
ekonomi. Solusi imbal dagang
Untuk mencegah terjadinya masalahmasalah di atas, perlu
dipersiapkan solusi agar negara-negara yang hendak melakukan
imbal dagang sama-sama memperoleh manfaat yang baik dan
tidak merusak satu sama lain baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang.Solusi-solusi tersebut menurut pandangan Islam
merupakan upaya agar manusia senantiasa memperhatikan
manfaat atau mas lahat ketika hendak mengambil keputusan
ataupun kebijakan bagi pemerintah. Adapun beberapa alternatif
solusi yang mungkin dapat dilakukan.
Pertama, menggunakan satuan mata uang yang sama dan
stabil sebagai patokan harga dalam melakukan imbal dagang.
Emas dan perak, dengan nilainya yang stabil, berpeluang besar
menjadi komponen penting dalam transaksi imbal dagang.
Kedua, menerapkan model konsesi sharingrisiko seperti

78
mudharabah ataupun musyarakah dalam imbal dagang untuk
produk yang akan dijual kembali pada pihak lain. Hal ini
bertujuan untuk meringankan risiko ketidakpastian usaha dari
imbal dagang, terutama yang melibatkan pihak ketiga.
Ketiga, memecah akad perjanjian imbal dagang ke dalam dua
atau lebih klausul perjanjian yang berbeda. Secara regulasi, hal ini
jauh lebih memudahkan para pejabat dalam memutuskan
kebijakan imbal dagang. Sehingga, dapat meminimalisasi
persoalan bureucratic bottleneck sebagai penyebab dominan
munculnya gharar dalam imbal dagang . Meski imbal dagang ini
tidak mudah dilaksanakan karena mengandalkan adanya
mekanisme yang jelas secara keseluruhan, imbal dagang
menawarkan peluang ekspansi ekspor dan impor yang lebih baik
dibandingkan dengan skema perdagangan normal yang berbasis
riba.

79
9

Dumping
dalam
Pandangan Islam

80
umping dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

D diartikan dengan sistem penjualan barang di pasaran


luar negeri dalam jumlah banyak dengan harga yang
rendah sekali
(degan tujuan agar harga pembelian di dalam negeri tidak
diturunkan sehingga akhirnya dapat menguasai pasaran luar
negeri dan dapat menguasai harga kembali). Dalam Bahasa Arab
dumping disebut ‫( إغراق‬ighraq), yaitu menjual produk dipasar
luar negeri kurang dari biaya marginalnya, dan metode ini diikuti
oleh negara yang menginginkan menghilangkan persaingan
untuk produk mereka dalam jangka panjang.
Dalam Kamus Ilmiah Populer dumping didefinsikan dengan
politik ekspansi dagang, dimana penjualan hasil poduksi
didalam negeri sendiri lebih mahal dengan penjualan ke luar
negeri.
Menurut Dr. Hamdy Hady dumping adalah suatu kebijakan
diskriminasi harga secara internasional (international price
discrimination discrimination) yang dilakukan dengan menjual
suatu komoditi di luar negeri dengan harga yang lebih murah
(net of transportation cost, tarrifs, etc.) dibandingkan yang
dibayar konsumen di dalam negeri.

Macam Macam Dumping

81
Dumping dapat terjadi bila dua kondisi bertemu. Pertama,
industri bersaing secara tidak sempurna sehingga perusahaan
bisa menetapkan harga (price maker), bukan mengambil harga
pasar yang diberikan (price taker). Kedua, pasar harus
tersegmentasi, sehingga penduduk dalam negri tidak dapat
membeli barang yang ditujukan untuk impor berdasarkan
kondisi ini perusahaan yang memonopoli akan menemukan
bahwa lebih menguntungkan melakukan dumping.
Ada tiga tipe dumping, yaitu sebagai berikut:
1) Persistant dumping, yaitu kecenderungan monopoli
yang berkelanjutan dari suatu perusahaan di pasar domestik
untuk memperoleh profit maksimun dengan mentapkan harga
yang lebh tinggi di dalam negeri daripada di luar negeri.
2) Predatory dumping, yaitu tindakan perusahaan untuk
menjual barangnya di luar negeri dengan harga yang lebih murah
untuk sementara, sehingga dapat menggusur atau mengalahkan
perusahaan lain dari persaingan bisnis. Setelah dapat
memonopoli pasar, barulah harga kembali dinaikan untuk
mendapat profit maksimum.
3) Sporadic dumping, yaitu tindakan perusahaan dalam
menjual produknya di luar negeri dengan harga yang lebih
murah secara sporadis dibandingkan harga di dalam negeri
karena adanya surplus produksi di dalam negeri.

82
Indonesia dan Dumping
Pada kurun waktu 1995- 2008 tuduhan dumping yang
dituduhkan oleh negara anggota WTO sudah mencapai 3.427
kasus, meliputi 100 negarayang dituduh dan 43 negarapenuduh.
Menurut data WTO, pada tahun 1995 terdapat 157 kasus
dumping yang dituduhkan oleh beberapa negara WTO dan
puncak jumlah tuduhan dumping terjadi pada tahun 2001 yaitu
sebanyak 366 kasus.
Sementara itu pada tahun 2008 jumlah kasus dumping yang
dituduhkan oleh negara WTO berjumlah 208 kasus, mengalami
peningkatan sebesar 40% dari 163 kasus pada tahun 2007.
Sementara itu 5 (lima) negara WTO yang paling banyak dituduh
dumping selama periode 1995-2008, yaitu China dengan 677
kasus, diikuti dengan Republik Korea 252 kasus, Amerika Serikat
di tempat ketiga dengan 189 kasus, Taiwan dengan 187 kasus dan
Indonesia berada di tempat kelima dengan 145 kasus.
Sementara itu menurut database WTO, sepanjang kurun
waktu 1995-2008 terdapat 5 (lima) negara yang paling aktif
melakukan tuduhan dumping terhadap sesama negara anggota
WTO, yaitu India dengan 564 kasus, diikuti Amerika Serikat (418
kasus), Uni Eropa (391 kasus) dan dua tempat terakhir diduduki
oleh Argentina sebanyak 241 kasus dan Afrika Selatan sebanyak
206 kasus. Sedangkan Indonesia dalam kurun waktu 1995-2008
telah melakukan tuduhan dumping banyak 73 kali.

83
Berdasarkan data WTO, sejak tahun 1995-2008 ada 5 (lima)
sektor usaha yang paling sering mendapat tuduhan dumping
adalah base metal and articles of base metal (948) kasus diikuti
oleh product of chemical allied industries dengan 690 kasus,
plastic and rubber 440 kasus, machinery and mechanical
appliances 313 kasus dan terakhir textiles and article of textiles
sebanyak 271 kasus.
Kemudian menurut Pascal Lamy, Direktur Jenderal
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dari 213 kasus yang
tercatat pada tahun 2008 turun ke 153 tahun 2011.
Indonesia selama kurun waktu 22 tahun (1990-November
2012) tercatat Indonesia telah mengalami tuduhan “trade
remedy” sebanyak 230 kasus yang berasal dari 26 negara,
dengan rincian tuduhan dumping 176 kasus, tuduhan subsidi
17 kasus dan tindakan safeguard sebanyak 37 kasus. Dari 26
negara yang telah menuduh dumping, subsidi maupun
mengenakan tindakan “safeguard” di antaranya India (29 kasus),
Uni Eropa (29), Amerika Serikat (25), Australia (21), Turki
(19) , Afrika Selatan (12), Malaysia (10), Pakistan (10), dan Filipina

10 kasus. Sisanya kurang dari 10 kasus oleh negara seperti


Selandia Baru, Argentina, China, Brazil, Thailand, Meksiko,
China, Jepang dan Vietnam serta beberapa negara lainnya.
Begitulah menurut Direktur Pengamanan Perdagangan, Ditjen
Perdagangan Luar Negeri Kemendag Ernawati S Taufiq. Dan

84
menurutnya dari data itu diketahui bahwa saat ini penggunaan
instrumen perdagangan internasional dalam bentuk tuduhan
dumping dan sebagainya banyak dilakukan tidak saja oleh
negara maju, namun juga sesama negara berkembang.

Dumping Dalam Islam

Dumping bertujuan meraih keuntungan dengan cara


menjual barang pada tingkat harga yang lebih rendah dari pada
harga yang berlaku dipasaran. Perilaku ini secara tegas dilarang
dalam Islam karena dapat menimbulkan kemudaratan bagi
masyarakat luas.
Tentang dumping M.A. Mannan mengatakan sebagai berikut:
Just for the sake of earning a huge profit by not allowing a fall
in the prices, this type of trade can hardly be justified in Islam. thus
dumping must be discouraged by Muslim countries of the world.
Hanya demi mendapatkan keuntungan besar dengan tidak
mengijinkan penurunan harga, jenis perdagangan tidak dapat
dibenarkan dalam Islam. Politik dumping ini mesti dilarang oleh
negri muslim di seluruh Dunia.
Dumping dalam Islam diharamkan karena dapat
menimbulkan madarat. Umar pernah mengeluarkan orang yang
melakukan praktek dumping di pasar sebagaimana diriwayatkan
oleh Imam Mâlik dan al- Baihaqi: Dari Sa‟îd bin al-Musayyab
bahwa Umar bin Khattab pernah melewati Hâtib bin Abû

85
Balta‟ah yang sedang menjual kismis di pasar lalu Umar bin
Khattab berkata kepadanya; “Ada dua pilihan buat dirimu,
menaikkan harga atau angkat kaki dari pasar kami.”
Dari uraian tersebut dumping dengan maksud
membahayakan orang lain maka adalah haram dan juga
merupakan kompetisi yang bersifat curang karena ingin
mematikan produk pesaing. Namun jika dumping dilakukan
dengan prosedur dan ketentuan yang benar maka dumping itu
diperbolehkan, salah satunya dumping sporadik yang sifatnya
sementara dan hanya menghabiskan produk yang sudah tidak
dikehendaki.
Berbeda dengan dumping predatory dan persistant yang
akan merusak pasar, dan mematikan pesaing maka diharamkan.
Dampak dari kedua dumping tersebut maka mematikan pesaing
karena negara pengimpor kebanjiran produk dumping sebagai
akibat dari kebutuhan yang tinggi karena harga lebih murah,
kondisi seperti ini bisa menjadikan produk lain tidak mampu
bersaing sehingga dimungkinkan produsen tersebut merugi
bahkan menutup usahanya sehingga produsen pelaku dumping
menjadi pemain tunggal, hal tersebut dapat difahami karena
jumlah permintaan dan tingkat harga memiliki hubungan yang
erat.
Hal tersebut didasari oleh: pertama, kenaikan harga
membuat para pembeli mencari barang lain yang dapat

86
digunakan sebagai barang pengganti (substitusi) dari barang
yang mengalami kenaikan harga. Kedua, kenaikan harga
membuat pendapatan riil para pembeli berkurang. Akibatnya,
para pembeli berusaha untuk mengurangi berbagai
pembeliannya, terutama barang yang mengalami kenaikan
harga. Dalam kondisi seperti ini diperlukan intervensi
pemerintah atau pengenaan bea tambahan masuk untuk produk
tersebut sehingga produk tersebut memasuki pasar dengan harga
wajar, dan tercipta persaingan yang sehat.
Pemerintah tidak boleh melakukan intervensi pasar kecuali
dalam dua hal yaitu: Pertama, para pedagang yang tidak
memperdagangkan barang dengan tertentunya yang sangat
dibutuhkan masyarakat sehingga dapat menimbulkan
kemudharatan serta merusak mekanisme pasar. Dalam hal ini
pemerintah dapat mengeluarkan para pedagang tersebut dari
pasar serta menggantikannya dengan para pedagang lain
berdasarkan kemaslahatan dan kemanfaatan umum. Kedua, para
pedagang yang melakukan praktek siyasah al-ighraq atau banting
harga (dumping) yang dapat menimbulkan persaingan yang tidak
sehat serta dapat mengancam stabilitas harga pasar.
Dalam hal ini pemerintah berhak memerintahkan para
pedagang tersebut untuk menaikan kembali harganya sesuai
dengan harga yang berlaku di pasar. Berdasarkan hal tersebut
pemerintah telah mengambil tindakan yang tepat dengan

87
mengenakan bea masuk tambahan untuk produk dumping atau
dengan istilah Bea Masuk Anti Dumping ( BMAD ). Selain tepat
menurut hukum islam juga hal yang diperkenankan oleh
GATT/WTO.
Dampak dumping bagi Industri dalam negeri negara
pengimpor, antara lain: pertama, diskriminasi harga pada
perdagangan internasional cenderung mengurangi hasil
produksi dari produsen pesaing lokal. Apabila hal ini tidak
dikendalikan, akibatnya akan mematikan industri kecil dalam
negeri negara pengimpor. Namun, disisi lain akan meningkatkan
hasil produksi industri hilir. Karena, dengan adanya produk
impor dengan harga rendah (berbentuk bahan baku) akan
meningkatkan industri dalam negeri yang menggunakannya.
Kedua, berkurangnya keuntungan bagi produsen barang sejenis.
Akibatnya, para pemegang saham akan kehilangan devidennya
dan beberapa pekerja kehilangan pekerjaannya untuk sementara
waktu. Di sisi lain, harga barang-barang yang rendah, secara
langsung akan meningkatkan/menguntungkan kondisi
keuangan konsumen. Ketiga, dampak terhadap proses
diskriminasi harga terjadi secara horizontal atau vertikal Tujuan
akhir dari dumping adalah untuk memonopoli pasar dengan
maksud mencari keuntungan sebesar- besarnya.
Dalam ekonomi islam siapapun boleh berbisnis tanpa peduli
apakah dia satu-satunya penjual (monopoli) atau ada penjual

88
lain. jadi praktek ini sah-sah saja. Namun siapapun tidak boleh
melakukan ihtikar, yaitu mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang
untuk harga yang lebih tinggi atau istilah ekonominya
monopolistic rent. Artinya selama dumping itu tidak merugikan,
dumping tersebut boleh saja. Akan tetapi jika dumping sudah
mulai merugikan dan merusak mekanisme pasar maka dumping
tersebut dilarang.

89
10
Hedging
Dalam
Pandangan Islam

90
Alloh SWT memerintahkan manusia untuk selalu
berusaha mendapatkan keberuntungan dan menghindarkan diri
dari perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian,
seperti dijelaskan dalam ayat Al-Qur‟an berikut:

“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar


dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan menasehati supaya menetapi
kesabaran”. (QS. Al-Ashr 1-3).

Ayat di atas merupakan sebagian dari firman Alloh SWT


yang bertujuan untuk memotivasi manusia agar selalu berupaya
menghindari kerugian dan mendapatkan keberuntungan.
Petunjuk tersebut di atas tidak hanya berlaku untuk kerugian
atau keberuntungan di akhirat saja, melainkan juga di dunia.
Salah satu bentuk upaya manusia untuk mengurangi kerugian di
dalam bermuamalah adalah dengan mengurangi berbagai risiko
yang bisa terjadi. Risiko yang sering dialami dalam bermuamalah
atau dalam berinvestasi adalah risiko perubahan nilai tukar mata
uang.
Upaya manusia untuk mengurangi risiko kerugian yang
ditimbulkan dari pergerakan nilai tukar yang tidak diharapkan
ini dilakukan dengan menciptakan berbagai instrument lindung
nilai (hedging). Instrumen lindung nilai yang sering digunakan
untuk mengantisipasi kerugian akibat volatilitas nilai tukar

91
dalam perdagangan adalah forward, swap, option, yang disebut
dengan instrument derivatif. Produk instrument derivatif ini
merupakan turunan dari pembelian dan dsepenjualan komoditas
ekspor secara spot. Transaksi tersebut dilakukan dengan cara
memenuhi kebutuhan mata uang asing untuk jangka waktu
tertentu di masa depan dengan melakukan transaksi jual beli
mata uang yang dibutuhkan tersebut secara kontrak pada saat ini.
Akan tetapi, penggunaan instrument derivatif forward,
swap, dan option ini masih menjadi perdebatan di kalangan
ulama dan pakar ekonomi Islam. Hal ini disebabkan oleh
kegiatan ekonomi harus terbebas dari unsur maisir, gharar, dan
riba. Dalam prakteknya tidak semua instrumen derivatif sesuai
dengan syariah Islam.
Dengan dikeluarkannya fatwa nomor 28/DSN-
MUI/III/2002 tentang jual beli mata uang asing (as-sharf),
difatwakan bahwa transaksi valuta asing yang dibolehkan (tidak
bertentangan dengan syariah) hanya transaksi spot dan forward
agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil
hajah). Dengan sedikitnya instrument hedging yang tersedia,
sementara peluang perdagangan internasional yang semakin
berkembang seiring dengan perkembangan globalisasi maka
perlu dicari alternatif alat lindung nilai lain yang sesuai dengan
prinsip syariah. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan
selama ini, terdapat beberapa alternatif hedging yang bebas dari

92
unsur maisir, gharar, dan riba. Alternatif instrument hedging
tersebut adalah :

1. Dinar emas. Berdasarkan press released dari World


Gold Council pada tanggal 22 September 2004 mengumumkan
bahwa dari tiga penelitian yang dilakukan terhadap
kemungkinan emas dijadikan sebagai hedge instrument
menunjukkan bahwa emas dalam jangka panjang memberikan
proteksi yang konsisten dalam menghadapi fluktuasi dollar AS
dan mata uang dunia kuat lainnya.

2. Forward Exchange Contract (FEC). Penggunaan


forward exchange contract (FEC) sebagai instrument lindung
nilai, merupakan pengembangan dari forward agreement yang
dibolehkan berdasarkan fatwa DSN-MUI tentang jual beli valuta
asing (as-sharf). Unsur bunga dalam perhitungan delivery rate
instrumen lindung nilai FEC yang ada selama ini diganti dengan
nilai risiko kurs valuta asing (VaR GPD). Penggunaan VaR GPD
ini dikarenakan nilai risiko kurs bagi debitur adalah estimasi
kenaikan kurs tertinggi dalam suatu jangka waktu tertentu (lihat
Putranto, 2007).
3. Futures contract dengan akad salam. Futures contract
konvensional merupakan transaksi jual beli valas yang nilainya
ditetapkan pada saat sekarang (deal date) dan realisasi dari
transaksi/penyerahan dana (value date) di waktu yang akan
datang (future) dan lebih dari dua hari kerja. Transaksi ini

93
diharamkan karena harga yang digunakan adalah harga yang
diperjanjikan (muwa‟adah) dan pembayarannya di waktu yang
akan datang dimana harganya belum tentu sama dengan nilai
yang disepakati. Oleh karena itu, digunakan akad salam.
Menurut Antonio (2001, hal 108) ba‟i as-salam, pembelian barang
yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayarannya
dilakukan di muka. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullaah
SAW berikut:
“Barang siapa yang melakukan salaf (salam),
hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan
timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang
diketahui. “ (Hadits riwayat Ibnu Abbas).

Dari hadits di atas jelaslah bahwa Rasulullaah


membolehkan transaksi salam dengan ketentuan takaran atau
timbangan yang jelas untuk jangka waktu yang telah disepakati
dan masing-masing pihak tidak ada yang melanggar
kesepakatan. Mekanisme penggunaan akad salam dengan
menetapkan harga jual yang lebih rendah dari harga spot dan
pembayaran dilakukan tunai pada saat transaksi, misal 2 bulan
kemudian.
Contohnya A, orang Indonesia mengekspor kelapa sawit
ke B, orang Amerika dengan nilai transaksi pada tanggal 13
Februari 2008 USD 1.000 dengan kurs 1 USD = Rp10.000,00.
Kontrak saat transaksi kurs menjadi USD 1 = Rp 9.900,00 untuk
delivery 2 bulan. Pembayaran diterima A tunai pada tanggal 13
94
Februari 2008 adalah sebesar Rp99.000.000,00 (penempatan pada
a/c Murabahah) dengan ketentuan pada tanggal 13 April 2008 A
mengirim barang ke B sesuai dengan kesepakatan pada saat
transaksi.Jika pada tanggal 13 April 2008 kurs USD 1 = Rp9.500,00
maka A mendapatkan untung Rp400,00.
Harga yang rendah merupakan kompensasi yang
diberikan penjual kepada pembeli atas pembayaran penuh. Jual
beli seperti ini dapat dibenarkan oleh syariah jika wujud barang
(komoditas) yang diperjualbelikan pasti ada menurut adat
kebiasaan („urf) yang berlaku.Dengan kata lain jual beli yang
barangnya tidak ada saat berlangsungnya akad tapi diyakini
akan ada di masa yang akan datang sesuai kebiasaannya, boleh
dilakukan dan tetap sah, yang dilarang adalah bila dalam jual beli
tersebut mengandung unsur tipuan.

4. Transaksi swap dengan akad qardh. Transaksi swap


konvensional dilarang diantaranya karena terdapat unsur
spekulasi dan keharusan pembayaran premi swap dalam
bentuk bunga. Motif swap untuk spekulasi (speculativ motive)
diharamkan, dimana rupiah ditukar dengan dollar AS untuk
mendapatkan rupiah yang lebih banyak di akhir periode transaksi
swap yaitu ketika rupiah diyakini akan semakin melemah terhadap
dollar di masa akan datang.
Ini adalah contoh dari transaksi swap yang bukan
berorientasi pada sektor riil (bisnis/usaha) dan memberikan

95
dampak buruk pada perekonomian. Sementara, premi swap
mempresentasikan selisih tingkat bunga investasi antara kedua
mata uang yang harus dibayarkan (Agustianto, 2008). Oleh
karena itu, untuk menghilangkan unsur riba pada transaksi swap
konvensional selama ini,digunakan akaq qardh. Menurut
Antonio Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain
yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
Eksportir (A) yang berkedudukan di Indonesia pada
tanggal 1 Juli 2008 mengekspor kerajinan tangan ke Amerika
senilai USD 1000 atau dengan kurs USD 1 = Rp 10.000,00 setara
dengan Rp10.000.000,00. Sementara itu, eksportir B yang
berkedudukan di Amerika juga mengekspor elektronik ke
Indonesia pada hari yang sama senilai USD 2000 setara
Rp20.000.000,00. A yang mendapatkan hasil ekspor USD 1000
khawatir akan fluktuasi (perubahan) nilai tukar dollar terhadap
rupiah 6 bulan ke depan (khawatir rupiah menguat). Demikian
pula si B mendapatkan hasil ekspor senilai Rp20.000.000,00
(khawatir dollar menguat).
Oleh karena itu, pada tanggal 1 Juli 2008 mereka sepakat
melakukan Islamic currency swap agar nilai mata uang yang
mereka pegang saat ini tetap berada pada kurs USD 1 =
Rp10.000,00 pada

96
tanggal 1 Desember 2008 nanti dan terhindar dari risiko
perubahan kurs rupiah terhadap dollar. Caranya yaitu A
memberikan USD 1000 kepada B dan B memberikan
Rp10.000.000,00 kepada A saat ini (1 Juli 2008). Pada 1 Desember
2008 nanti A berjanji akan memberikan kembali Rp10.000.000,00
kepada B demikian pula B akan memberikan USD 1000 milik A
tanpa adanya kewajiban membayar premi berupa selisih suku
bunga simpanan IDR dan USD kepada kedua belah pihak.

97
11

Multinasional

Corporate
Dalam Pandangan
Islam

98
Perusahaan yang memproduksi dan memasarkan produknya di dua
negara atau lebih sehingga dalam aktivitasnya melibatkan dua mata uang atau
lebih yang berbeda. Pada umumnya MNC memiliki kantor pusat disuatu
negara (induk perusahaan) dan didukung oleh beberapa anak perusahaan
dinegara lain yang pengoperasiannya dengan telekomunikasi.
Induk perusahaan merupakan kantor pusat dari anak-anak perusahaan
yang juga merupakan pemilik penuh dari anak perusahaan asing tersebut. Ini
adalah gambaran asing kepemilikan perusahaan multinasional. Bentuk ini
memudahkan manajer keuangan MNC untuk hanya memiliki satu tujuan yaitu
memaksimalkan nilai MNC secara keseluruhan dan bukan memaksimalkan
nilai dari anak perusahaan asing saja.
Awalnya perusahaan mungkin hanya berupaya untuk mengekspor
produknya ke negara tertentu atau mengimpor barang dari produsen asing.
Namun seiring waktu, beberapa perusahaan melihat peluang asing baru dan
akhirnya membentuk anak perusahaan di negar asing.
Tujuan umum suatu perusahaan multinasional adalah memaksimalkan
kekayaan pemegang saham. Meskipun demikian beberapa MNC ada yang
cenderung lebih fokus untuk memuaskan tujuan pemerintah, bank, atau
karyawanya dibanding dengan memaksimalkan kekayaan pemegang saham
saja.
Ada 3 motif berdirinya perusahaan multinasional, yaitu:
1) Bermotif memperluas usahanya dalam rangka mencari bahan baku
(raw material seker) dan menjual produknya keluar negeri, bahkan pemerintah
tidak tahu berapa banyak dan apa saja yang dihasilkan oleh perusahaan asing
tersebut. (Seperti: PT Freeport (timah dan emas) di Irian Jaya, PT Caltex
(minyak) di Riau, PT Port Newman (minyak) di Batu Binjai NTB dll.

99
2) Bermotif mencari pasar (market seeker).
Setelah terpenuhinya pasar dalam negara tersebut, perusahaan
multinasional ini berusaha mencari pasar-pasar baru untuk memasarkan
produknya. Hal ini dapat memperluas jangkauan pemasaran barang tersebut.
3) Bermotif menimumkan biaya (cost minimazer) dan memaksimalkan
sumber daya, Seperti: Keringanan pajak, tenaga kerja murah, harga tanah
murah, biaya pengolahan limbah dengan syarat ringan, menghindari adanya
batasan kuota dinegaranya, dan pelayanan purna jual cepat.
Teknis dalam perusahaan multinasional adalah:
1) Ekspor, merupakan proses awal menjadi perusahaan multinasional.
Perdagangan internasional merupakan pendekatan yang relatif
konservatif yang digunakan perusahaan untuk menembus pasar (melalui
ekspor) atau untuk memperoleh barang dengan biaya rendah melalui impor.
2) Memberikan Lisensi dan mendirikan fasilitas produksi kepada mitra
lokalnya.
Lisensi memudahkan perusahaan untuk menggunakan teknologi
mereka di pasar asing tanpa melakukan investasi besar di negara lain dan tanpa
biaya transportasi yang muncul jika mengekspor barang.
3) Investasi langsung (foreign direct investmnet)
Cara ini diambil setelah ada jaminan bahwa investasi itu aman dari
resiko dan persaiangan mitra lokal dan mnguntungkan karena pasar telah
berkembang dan memberikan respon yang positif. Spt : Astra mengembangkan
program diklat kepada bengkel-bengkel hingga ke desa-desa diseluruh
Indonesia dengan tujuan mengamankan investasi yang besar telah tertanam
karena pelayanan purna jual dan ketersediaan suku cadang dapat dipenuhi.
PANDANGAN ISLAM

100
Dalam Al quran surat al-Jum’ah ayat 10 Allah berfirman, ”Apabila
shalat sudah ditunaikan maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia
Allah serta banyak-banyaklah mengingat Allah agar kalian menjadi orang yang
beruntung. Apabila ayat ini kita perhatikan secara seksama, ada dua hal penting
yang harus kita cermati, yaitu (i) fantasyiruu fi al-ard (bertebaranlah di muka
bumi) dan (ii) wabtaghu min fadl Allah (carilah anugrah/rezeki Allah). Redaksi
fantasyiruu adalah perintah Allah agar ummat Islam segera bertebaran di muka
bumi untuk melakukan aktivitas bisnis setelah shalat fardlu selesai ditunaikan.
Ke mana tujuan bertebaran itu? Ternyata Allah SWT tidak membatasinya hanya
sekadar di kampung, kecamatan, kabupaten, provinsi, atau Indonesia saja.
Allah memerintahkan kita untuk go global atau fi al-ard. Ini artinya kita harus
menembus Timur Tengah, Eropa, Amerika, Australia, Jepang dan negara-
negara Asia lainnya. Untuk apa kita bertebaran ke tempat-tempat tersebut?
Allah menjawab bukan untuk tourism belaka, tetapi untuk berdagang dan
mencari rezeki ”wabtaghu min fadl Allah” (M.Syafi’i Antonio,2003).
Dalam Surat al-Quraish Allah melukiskan satu contoh dari kaum
Quraish (leluhur Rasulullah dan petinggi bangsa Arab) yang telah mampu
menjadi pemain global dengan segala keterbatasan sumber daya alam di negeri
mereka. Allah berfirman, “Karena kebiasaan orang-orang Quraish. (Yaitu)
kebiasaan melakukan perjalan dagang pada musim dingin dan musim
panas.”Para ahli tafsir baik klasik, seperti al-Thabari, Ibn Katsir, Zamakhsyari,
maupun kontemporer seperti, al-Maraghi, az-Zuhaily, dan Sayyid Qutb,
sepakat bahwa perjalanan dagang musim dingin dilakukan ke utara seperti
Syria, Turki, Bulgaria, Yunani, dan sebagian Eropa Timur, sementara perjalanan
musim panas dilakukan ke selatan seputar Yaman, Oman, atau bekerja sama
dengan para pedagang Cina dan India yang singgah di pelabuhan internasional

101
Aden. Perintah Al-quran untuk melakukan perdagangan dengan go
internasional ke manca negara telah dibuktikan oleh generasi Islam di masa
kejayaan Islam. Peter L Bernstein dalam buku The Power of Gold,
menggambarkan kejayaan ummat Islam genarasi awal dalam melakukan
perdagangan internasional.

102
12

Sistem Nilai
Tukar Kurs
Dalam
Pandangan Islam

103
Sejarah mencatat, dalam sistem moneter Internasional pernah
dikenal tiga macam sistem nilai tukar mata uang (kurs valas). Tiga sistem
tersebut adalah Fixed Exchange Rate System, Floating Exchange Rate
System dan Pegged Exchange Rate System.

Era fixed exchange rate system ditandai dengan berlakunya


Bretton Woods System sejak 1 Maret 1947. Sistem ini menuntut agar nilai
suatu mata uang dikaitkan atau convertible terhadap emas atau gold
exchange standard. Pada waktu itu, mata uang dolar AS menjadi acuan
(numeraire), di mana semua mata uang yang terikat dengan sistem ini
dikaitkan dengan USD. Untuk mencipta uang senilai $35, Federal
Reserve Bank (Bank Sentral Amerika) harus mem-backup dengan emas
senilai 1 ounce atau 28,3496 gram. Dengan demikian, nilai mata uang
secara tidak langsung dikaitkan dengan emas melalui USD.

Namun ternyata, The Fed tergiur mencipta dollar melebihi


kapasitas emas yang dimiliki. Akibatnya, terjadi krisis kepercayaan
masyarakat dunia terhadap dolar AS. Hal tersebut ditandai dengan
peristiwa penukaran dollar secara besar-besaran oleh negara-negara
Eropa. Adalah Perancis, pada masa pemerintahan Charles de Gaule,
negara yang pertama kali menentang hegemoni dollar dengan
menukaran sejumlah 150 juta dollar AS dengan emas. Tindakan Perancis
ini kemudian diikuti oleh Spanyol yang menarik sejumlah 60 juta dollar
AS dengan emas. Praktis, cadangan emas di Fort Knox berkurang secara
drastis. Ujungnya, secara sepihak, Amerika membatalkan Bretton Woods
System melalui Dekrit Presiden Nixon pada tanggal 15 Agustus 1971,

104
yang isinya antara lain, USD tidak lagi dijamin dengan emas.
‘Istimewanya’, dollar tetap menjadi mata uang internasional untuk
cadangan devisa negara-negara di dunia. Pada titik ini, berlakulah sistem
baru yang disebut dengan floating exchange rate.

Floating exchange rate atau sistem kurs mengambang adalah


sistem yang ditetapkan melaui mekanisme kekuatan permintaan dan
penawaran di bursa valas dan sama sekali tidak dijamin logam mulia.
Pemerintah melalui Bank Sentral bebas menerbitkan sejumlah
berapapun uang. Hal inilah yang menyebabkan nilai mata uang
cenderung terdepresiasi, baik terhadap mata uang kuat (hard currency)
maupun terhadap harga barang. Kondisi ini kemudian diperparah oleh
aksi spekulan yang mengakibatkan nilai mata uang berfluktuasi secara
bebas. Meski bisa dikendalikan melalui intervensi—yang dikenal dengan
managed floating, otoritas pemerintah suatu negara cenderung
menghindari hal ini karena membutuhkan sumber daya yang sangat
besar yang berupa cadangan devisa. Berakhirnya fixed exchange rate dan
bermulanya floating exchange rate, konon ditengarai sebagai awal dari
berbagai rangkaian kesulitan moneter yang dikenal dengan “krisis
moneter internasional” (Hamdy Hady, 2001).

Sistem yang ketiga, pegged exchange rate ditetapkan dengan jalan


mengaitkan mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain atau
sejumlah mata uang tertentu yang biasanya merupakan mata uang kuat
(hard currency). Sistem ini pernah dijalankan antara lain oleh negara-
negara Afrika serta Eropa. Secara hakikat, sistem ini tak jauh beda

105
dengan floating exchange rate system. Hal ini dikarenakan mekanisme
hard currency sebagai mata uang yang dipagu (pegged) masih
ditentukan melalui kekuatan supply dan demand pada bursa valas
dalam hal mata uang yang dijadikan sebagai acuan.

Sistem Moneter Islam

Pertanyaannya, dari ketiga sistem moneter di atas, manakah yang


sesuai dengan konsep ekonomi Islam? Beberapa argumen muncul. Yang
paling dianggap benar, namun sering dianggap radikal bahkan oleh
pengusung ekonomi Islam sendiri adalah kembali menggunakan mata
uang fisik dinar dan dirham (full bodied money). Yang moderat
mengusulkan supaya mata uang sekarang agar di-backup dengan emas
sebagaimana Bretton Woods. Sedangkan yang paling lunak adalah
sebagaimana seperti adanya sekarang, hanya bagaimana pemerintah
mengatur supaya tidak ada lagi unsur maghrib (masyir ‘spekulasi’,
gharar ‘penipuan’ dan riba) dalam sistem moneter yang berlaku. Dari
ketiga usulan itu, penulis dengan tegas menolak yang disebutkan
terakhir berdasarkan kenyataan bahwa sistem moneter yang ada
sekarang memungkinkan pihak yang mengejar keuntungan pribadi
melakukan aksi maghrib tersebut. Terbukti, betapapun pemerintah
menghimbau para spekulan, aksi spekulasi di bursa valas masih tetap
gencar.

Adapun alternatif yang pertama, saat ini akan (masih) sulit


diwujudkan. Kesulitan ini terutama karena dinar dan dirham—meski
106
sebenarnya merupakan mata uang dari luar Islam yaitu Romawi dan
Persia—telah dicitrakan sebagai mata uang Islam. Menurut penulis,
seandainya negara-negara Islam mengusulkan kepada dunia untuk
menggunakan dinar dirham, akan banyak penolakan terutama Barat
yang phobia terhadap Islam.

Dengan begitu, peluang terbesar ada pada usulan moderat, yaitu


agar mata uang-mata uang sekarang kembali di-backup dengan emas—
tentu dengan beberapa penyempurnaan dari system sebelumnya
(Bretton Woods). System inilah yang oleh kalangan barat ingin kembali
digulirkan yang dikenal dengan istilah Bretton Woods II. Usulan ini
bahkan didukung oleh nama-nama besar seperti Joseph E. stiglitz
(Ekonom Peraih Nobel dari Amerika), Gordon Brown (PM Inggris)
hingga Nicholas Sarkozy (Presiden Perancis).

Keunggulan Gold Exchange Standard

Ada beberapa alasan mengapa mesti kembali pada gold exchange


standard daripada sistem nilai tukar yang lain. Pertama, jumlah uang
yang beredar di masyarakat bisa terkendali dengan baik dan tidak
merajalela sebagaimana sekarang. Kondisi ini pada gilirannya akan
mempertahankan kestabilan nilai tukar mata uang yang merupakan
kondisi yang kondusif bagi perekonomian.

Kedua, dengan menggunakan gold exchange standard,


perekonomian suatu Negara secara otomatis bisa melakukan mekanisme
penyesuaian (adjustment) posisi BOP (Balance of Payment), yakni
107
kembalinya posisi neraca pembayaran pada kondisi equilibrium bahkan
surplus. Mekanisme ini sebagaimana dijelaskan oleh David Hume yang
dikenal dengan “price specie flow mechanism” sebagai berikut. Ketika
suatu negara mengalami defisit BOP, persediaan emas turun karena lari
ke luar negeri. Larinya emas ke luar negeri berakibat turunnya money
supply domestik yang disertai dengan turunnya harga-harga barang.
Akibatnya, harga barang dalam negeri menjadi kompetitif yang pada
gilirannya akan kembali meningkatkan ekspor pada kondisi semula atau
bahkan lebih besar.

Ketiga, keuntungan mengunakan gold exchange standard adalah


bahwa emas secara instrinsik menjaga nilainya dari fluktuasi bebas
sebagaimana mata uang kertas. Untuk melakukan transaksi perdagagan,
gold standard tidak memerlukan hedging yang pada hakikatnya
merupakan barrier bagi perdagangan.

Beberapa Catatan

Di depan telah disinggung bahwa perlu adanya upaya penyempurnaan


dari system Bretton Woods jika nantinya Bretton Woods II ingin kembali
diwujudkan. Pertama, mata uang yang dipakai sebagai standar
(numeraire) bukanlah mata uang negara atau kelompok negara tertentu
karena cenderung terjadi hegemoni dari negara yang mata uangnya
dijadikan sebagai standard tersebut sebagaimana kasus USD. Mata uang
numeraire adalah mata uang independen yang diakui secara
internasional.
108
Kedua, harus ada kontrol ketat bahwa untuk menciptakan mata uang
standar tersebut harus tersedia emas yang memadai yang disimpan pada
otoritas keuangan internasional. Selain itu, otoritas moneter internasional
tersebut harus merupakan representasi seluruh negara di dunia, bukan
corong kelompok kekuatan tertentu.

109
13

NERACA
PEMBAYARAN

110
Neraca pembayaran adalah catatan yang sistematik tentang
transaksi ekonomi internasional antara penduduk Negara itu dengan
penduduk Negara lain (Nopirin, 1996). Menurut Balance of Payment
Manual (BPM) yang diterbitkan IMF (1993) definisi neraca pembayaran
internasional (Balance of Payment) adalah suatu catatan yang disusun
secara sistematis tentang seluruh transaksi ekonomi yang meliputi
perdagangan baran jasa, transfer keuangan dan moneter
antarapenduduk (resident) suatu Negara dan penduduk luar negeri (rest
of the world) untuk suatu periode tertentu,biasanya satu tahun (Hady,
2001).
Dari definisi di atas, dapat dilemukakan bahwa BOP merupakan suatu
catatan sistematis yang disusun berdasarkan suatu sistem akuntansi yang
dikenal sebagai double-entry book-keeping sehingga setiap transaksi
intrnasional yang terjadi akan tercatan dua kali, yaitu sebagai transaksi kredit
dan debit.
Tujuan Penyusunan Neraca Pembayaran
1. Mengetahui peranan sektor eksternal dalam perekonomian suatu Negara.
Peranan sektor eksternal tercermin antara lain dari besarnya jumlah permintaan
produk domestik oleh bukan penduduk, atau sebaliknya. Semakin besar
permintaan terhadap produk domestik oleh bukan penduduk, yang tercermin
dari nilai ekspor Negara bersangkutan, semakin besar pula peranan sektor
eksternal dalam pembentukan produk domestik.

2. Mengetahui aliran sumber daya antar Negara.


Berdasarkan Neraca Pembayaran dapat diketahui seberapa besar aliran sumber
daya antara suatu Negara dengan Negara-negara lainnya sehingga terlihat
111
apakah Negara tersebut merupakan pengekspor barang dan atau modal, atau
sebaliknya sebagai pengimpor barang atau modal.

3. Mengetahui struktur ekonomi dan perdagangan suatu Negara


Dengan mengamati perkembangan Neraca Pembayaran, dapat diketahui pola
umum kegiatan perekonomian suatu Negara dalam berinteraksi dengan
Negara lain, seperti ketergantungan sumber pendapatan nasional dari hasil
ekspor produk petanian dan ketergantungan sumber pembiayaan investasi dari
Negara lain.

4. Mengetahui permasalahan utang luar negeri suatu Negara


Berdasarkan catatan transaksi modal dan keuangan di Neraca Pembayaran,
dapat diketahui seberapa jauh suatu Negara dapat memenuhi kewajibannya
terhadap Negara lain.

5. Mengetahui perubahan posisi cadangan devisa suatu Negara.


Bertambah atau berkurangnya posisi cadangan devisa terkait dengan surplus
atau defisit Neraca Pembayaran. Apabila terjadi surplus Neraca Pembayaran
maka posisi cadangan devisa akan bertambah sebesar surplus tersebut. Dan
sebaliknya.
6. Dipergunakan sebagai sumber data dan informasi dalam penyusunan
anggaran devisa (foreign exchange budget). Dengan memperhatikan surplus
atau defisit Neraca Pembayaran pada tahun tertentu, dapat diperlukan
besarnya kebutuhan devisa untuk anggaran tahun berikutnya, sekaligus dapat
ditentukan besarnya pinjaman yang diperlukan.

112
7. Dipergunakan sebagai sumber data penyusunan statistik pendapatan
nasional (national account).
Statistic Neraca Pembayaran diperlukan dalam perhitungan pendapatan
nasional mengingat salah satu variabel pendapatan nasional adalah nilai
ekspor-impor barang dan jasa yang tercatat dalam Neraca Pembayaran.

Neraca Pembayaran Indonesia


Perhatikan tabel berikut, ini merupakan ringkasan neraca pembayaran
Indonesia antara tahun 1969-1993. Kecuali untuk ekspor dan impor, semua nilai
yang dinyatakan dalam neraca pembayaran itu merupakan nilai neto, yaitu
nilai yang diterima dari luar negeri dikurangi dengan yang dibayar ke luar
negeri. Data-data yang dimuat pada neraca tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :

113
1. Ekspor dan impor mengalami perkembangan yang pesat. Dalam tahun 1969
nilai ekspor maupun impor baru mencapai 995 juta dolar. Dalam tahun 1985
ekspor sudah hampir rnencapai 20 milyar dolar dan menjadi hampir dua kali
lipat dalam tahun 1993 (37,2 milyar dolar). Impor juga naik dengan pesat, tetapi
masih lebih lambat dari perkembangan ekspor. NiIai impor mencapai 29.2
milyar dolar pada tahun 1993. Maka dalam tahun 1993 neraca perdagangan
engalami surplus sebanyak (37,186 – 29,198) milyar dolar = 7,988 milyar dolar.
2. Neraca jasa-jasa mengalami perkembangan yang pesat. Akan tetapi berbeda
dengan neraca impor barang, impor-ekspor jasa kurang menguntungkan
Indonesia. Nilainya tetap defisit dan makin lama makin besar, jumlah defisitnya
mencapai 10,9 milyar dolar. Ini mengakibatkan defisit dalam transaksi berjalan
(karena kelebihan ekspor dan impor hanya berjumlah 7,99 milyar dolar).
3. Lalu lintas modal menunjukkan gambaran yang menggalakkan, terutama
aliran modal swasta. Aliran bersih modal pemerintah meningkat hingga tahun
1985, tetapi sesudah itu merosot. Ini disebabkan oleh aliran keluar untuk
membayar hutang pada masa lalu. Aliran modal swasta neto berjumlah hampir
3,45 milyar dolar pada tahun 1993, sedangkan dalam tahun 1969 hanya
berjumlah 71 juta dolar.
4. Sebagai akibat dari kedudukan neraca perdagangan dan aliran masuk modal
yang relatif baik, neraca pembayaran Indonesia pada umumnya mengalami
surplus.

Komponen-Komponen Neraca Pembayaran


Neraca pembayaran pada dasarnya terdiri atas lima neraca bagian yang
saling berhubungan, kelima neraca itu adalah sebagai berikut.

114
1. Neraca Perdagangan (Balance of Trade)
Neraca perdagangan ialah daftar atau neraca yang berisi perbandingan
antara besarnya nilai ekspor dengan nilai impor suatu negara dalam dalam
jangka waktu 1 tahun. Jika nilai ekspor lebih besar dari impor maka negara
mengalami surplus dalam neraca perdagangan. Tetapi bila nilai ekspor lebih
kecil daripada impor maka negara mengalami defisit dalam neraca
perdagangan. Neraca perdagangan surplus disebut juga neraca perdagangan
aktif. Sedangkan neraca perdagangan defisit disebut juga neraca perdagangan
pasif.

2. Neraca Jasa
Neraca jasa ialah neraca yang mencatat transaksi jasa yang
diselenggarakan dan diterima suatu negara terhadap negara lain selama jangka
waktu 1 tahun. Misalnya jasa pengangkutan, asuransi, pariwisata, jasa
perdagangan, dan jasa perbankan.

3. Neraca Hasil Modal


Neraca hasil modal ialah sebuah neraca yang mencatat semua
pembayaran dan penerimaan bunga, deviden, upah tenaga asing, serta hadiah-
hadiah dari luar negeri.

4. Neraca Lalu Lintas Modal (Capital Account)


Neraca lalu lintas modal ialah sebuah neraca yang mencatat segala
kredit atau pinjaman dari luar negeri dan segala kredit/pinjaman yang
diberikan kepada negara lain. Dalam neraca ini juga dicatat jual beli efek,

115
penanaman modal asing, bantuan luar negeri, serta pembayaran utang luar
negeri.

5. Neraca Lalu Lintas Moneter (Monetery Account)


Neraca lalu lintas moneter ialah sebuah neraca yang mencatat dan
memperlihatkan perkembangan/perubahan cadangan devisa suatu negara.
Cadangan tersebut terdiri dari emas dan devisa.

Macam-Macam Neraca Pembayaran

1. Neraca Pembayaran Defisit, Neraca pembayaran defisit yaitu neraca


pembayaran yang menunjukkan jumlah transaksi pembayaran luar negeri
(transaksi debet) lebih besar dibandingkan transaksi penerimaan dari luar
negeri (transaksi kredit).

2. Neraca Pembayaran Surplus, yaitu neraca pembayaran yang menunjukkan


transaksi debet lebih kecil

3. Neraca Pembayaran Seimbang, yaitu neraca pembayaran yang menunjukkan


transaksi debet sama dengan transaksi kredit.

Fungsi Neraca Pembayaran


Neraca pembayaran sangat penting dan perlu dibuat oleh suatu negara.
Fungsi neraca pembayaran yaitu sebagai berikut :

1. Sebagai alat pembukuan supaya pemerintah bisa mengambil keputusan yang


tepat, mengenai jumlah barang dan jasa yang sebaiknya keluar atau masuk
116
dalam batas wilayah suatu negara serta untuk mendapatkan sebuah
keterangan-keterangan mengenai anggaran alat-alat pembayaran luar
negerinya.
2. Sebagai alat untuk mengukur kondisi ekonomi yang terkait dengan
perdagangan internasional dari suatu negara. Sebagai alat untuk melihat
gambaran pengaruh transaksi luar negeri terhadap pendapatan nasional negara
yang bersangkutan.
3. Berfungsi untuk mendapatkan informasi rinci terkait dengan perdagangan
luar negeri.
4. Berfungsi untuk membandingkan pos-pos dalam neraca pembayaran negara
tersebut dengan negara tertentu.
5. Berfungsi untuk alat kebijakan moneter yang akan dilaksanakan oleh suatu
negara.

117
Catatan
_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

118
119
Buku ini adalah pemikiran yang berusaha untuk mengenalkan kepada
pembaca konsep Islam yang berkaitan dengan ekonomi Internasional. Ilmu
Ekonomi yang banyak dianut oleh manusia di seluruh Negara kebanyakan
masih berkutat pada jiwa-jiwa kapitalisme yang bersifat individualis, materialis
dan berusaha menghalalkan segala cara demi kekayaan duniawi. Lingkup yang
dibahas dalam ekonomi internasional ini bersifat makro, sehingga banyak juga
mengkaji kebijakan-kebijakan Negara. Dalam terdapat beberapa topik
diantaranya Perdagangan Internasional dalam Pandangan Islam, Abu Ubaid
dan Perdagangan Internasional, Perdagangan Internasional Dalam Pandangan
Islam, Sejarah Perdagangan Internasional pada awal Islam, Rezim
Perdagangan Intenasional: Transisi GATT menuju WTO, Perdagangan Bebas
Menurut Islam, Mekanisme Pasar Menurut Ibnu Taimiyah, ACFTA – Pasar
Bebas Dalam Pandangan Islam, Imbal Dagang dan Perdagangan
Internasional, Dumping Dalam Pandangan Islam, Hedging Dalam Pandangan
Islam. Semoga buku ini bisa menjadi sumbangsih pemikiran tentang Ekonomi
Internasional dalam perspektif Islam yang belum ada selama ini.

Andi Triyawan, M.A is a lecturer and researcher in


International Economics studies since February
2017 at University of Darussalam Gontor Ponorogo,
Indonesia. He has completed his Master degree in
Islamic Economics studies at Gadjah Mada
University, Yogyakarta in 2012 and Bachelor degree
in Muamalah at ISID Gontor Ponorogo in 2008, He
has many Research Publicatons.

970-4-3474-7828-3

Anda mungkin juga menyukai