Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Pemikiran Ekonomi Islam

DOSEN PENGAMPU

Dr. M. Sholahuddin, S.E., M.Si., Ph.D

DISUSUN OLEH

Irham Maulana (O20022


Muhammad Syafry Firman (O200210024)
Henny Purwanty (O20022
Itsna Nur Muflikha (O2002100

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2022/2023

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di sepanjang sejarah umat manusia negara menjadi salah satu fenomena
kehidupan umat manusia. Di zaman sekarang konsep negara berkembang begitu
pesatnya menjadi bentuk yang paling sempurna dari sebelumnya yang sangat
sederhana bentuknya. Bersamaan dengan kemajuan ilmu pengetahuan umat
manusia negara terus menerus dijadikan objek perhatian dan juga menjadi objek
penelitian, disebabkan negara merupakan bentuk organisasi kehidupan bersama
dalam masyarakat.
Agama islam hanyalah satu, yaitu agama yang haq dari Allah SWT. Oleh
karenanya tidaklah mengherankan jika terdapat berbagai macam interpreatsi
manusia tentang islam, termasuk tentang masalah ekonomi dalam islam. Tetapi
hal ini tidaklah mengurangi arti eksistensi dan vitalitas islam. Justru merupakan
keragaman yang digunakan untuk memperkokoh islam.

Tulisan berikut ini akan membahas tentang beberapa persamaan dan


perbedaan para tokoh ekonomi islam sebagai salah satu pengerak lokomotiv
pembaharuan ekonomi Islam pada masa kontemporer. Selain sebagai wisata
intelektual, juga ingin mencoba menyelami kembali pembaharuan-
pembaharuan pemikiran yang dikeluarkannya, sehingga dapat dijadikan referensi
dalam menghadapi permasalahan-permasalahan ekonomi Islam dimasa depan.

Makalah ini saya tujukan khususnya untuk kalangan remaja, pelajar dan
generasi muda yang tidak lain adalah sebagai generasi penerus bangsa agar kita
semua mengenal beberapa pemikir islam yang berperan dalam mengembangkan
perekonomian islam dan berpengaruh dengan perekonomian sekarang.

B.      Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pemikiran Ekonomi Islam Al-Ghazali
2. Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Qayyim
3. Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Taimiyyah
4. Pemikiran Ekonomi Islam Al-Syatibi
5. Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Kaldun
6. Pemikiran Ekonomi Al-Maqrizi

BAB  II
PEMBAHASAN
SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI PARA ULAMA
A. Pemikiran Ekonomi Islam Al-ghazali (450H-505H/1058M-1111M)
Pemikiran ekonomi Al-Ghazali setidaknya mencakup konsep dasar tentang
perilaku individu sebagai economic agent, konsep tentang harta, konsep
kesejahteraan sosial (masla- hah), demand dan supply, harga dan keuntungan,
nilai dan etika pasar, aktivitas produksi dan hirarkinya, sistem barter dan fungsi
uang dalam sebuah perekonomian. Pemikiran- nya dalam bidang ekonomi dapat
diketemukan dalam karya monu- mentalnya, yakni kitab Ihya’ ’Ulum al-Din, di
samping juga dapat di- temui dalam karya-karyanya yang lain seperti Mizan
al-’Amal dan al- Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-Muluk1.
Dikalangan umat Al-Ghazali sebenarnya lebih dikenal sebagai tokoh
tasawuf dan filsafat tapi beliau juga mempunyai pemikiran mengenai fiqih
muamalah yang dimana isinya mengandung pemikiran-pemikiran tentang
ekonomi, beliau mempunyai pwmikiran yang luas diberbagai aspek, yang salah
satunya ialah pemikiran dalam bidang perekonomian maka dari itu kita disini akan
membahas tentang pemikiran Al-Ghazali dalam ekonomi.
Berikut beberapa pemikiran Mengenai Ekonomi Imam Al-Ghazali
1. Pertukaran sukarela dan evolusi pasar
Al-Ghazali menyatakan bahwa timbulnya pasar didasarkan pada
kekuatan permintaan dan penawaran untuk menentukan harga dan laba.
Selain itu, pasar berevolusi sebagai bagian dari ”hukum alam” segala sesuatu,
yakni sebuah eksperesi berbagai hasrat yang timbul dari diri sendiri untuk
saling memuaskan kebutuhan ekonomi.2
Menurut Al-Ghazali secara alami manusia selalu membutuhkan orang
lain; petani membutuhkan ikan yang ada pada nelayan, sebaliknya nelayan
membutuhkan beras yang ada pada petani, dan lain sebagainya. Dalam
memenuhi kebutuhan itu, manusia pun memerlukan tempat penyimpanan
dan pendistribusian semua kebutuhan mereka. Tempat inilah yang kemudian
didatangi manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dari sinilah
munculnya pasar. Petani ataupun nelayan yang tidak dapat secara langsung
1
Fahlefi, Rizal. "Pemikiran Ekonomi al-ghazali." JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah) 11.1
(2018): 22-32.
2
Karim, Adiwarman., A. ‘’Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam’’. Depok: Rajawali Pers,
2017.
melakukan barter atau pertukaran barang milik mereka dengan barang yang
mereka butuhkan. Hal ini menjadi faktor yang mendorong mereka untuk
melakukan transaksi di pasar. Para pedagang melakukan jual beli dengan
tingkat keuntungan tertentu. Jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barang
yang dibutuhkannya, ia akan menjual barangnya dengan harga yang lebih
murah. Pernyataan ini menunjukkan bahwa harga ditentukan oleh permintaan
dan penawaran3
Kemudian lebih lanjut dalam aktifitas pasar tentunya akan terjadi bebrapa hal
seperti permintaan, penawaran kemudian ada harga dan laba atau keuntungan.
Bila di tempat yang disebut pasar, para petani atau para peng- rajin tidak dapat
menjual barang dagangannya sesuai dengan harga yang diinginkan, maka yang
terjadi adalah mereka akan menurunkan harga barang tersebut menjadi lebih
murah.
a. Permintaan, penawaran, harga dan Laba
Al-Ghazali memperkenalkan elastisitas permintaan, ia mengiden- tifikasikan
permintaan produk ma- kanan adalah inelastis karena makanan adalah kebutuhan
pokok. Oleh karena dalam perdagangan makanan motif mencari keuntungan yang
tinggi harus diminimalisir, jika ingin mendapatkan keuntungan tinggi dari
perdagangan, selayaknya dicari barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan
pokok4. Menurut Imam Al-ghazali pemenuhan kebubutahn pokok dalam setiap
individu masyarakat sangatlah penting karena jika tidak terpenuhi maka
kelangsungan hidup masyarakat akan terancam.
Imam Al-Ghazali membahas permasalahan harga dan laba secara bersamaan
tanpa membedakan antara biaya dan pendapatan. beliau menganggap laba sebagai
imbalan atasa resiko dan ketidak pastian, karena para pedagang dalam
perjalanannya menjual dagangannya menanggung banyak kesulitan dalam
mencari laba dan mengambil resiko. kemudian beliau juga sangat kritis terhadap

3
Faizal, Moh Faizal. "Studi Pemikiran Imam Al-Ghazali Tentang Ekonomi
Islam." Islamic Banking: Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Perbankan Syariah 1.1 (2015):
49-58.
4
Arrafi, Muhamad Faiz, and Cita Sary Dja'akun. "Konsep Pemikiran Ekonomi Islam
Imam Al Ghazali." Labatila: Jurnal Ilmu Ekonomi Islam 5.02 (2022): 73-81.
laba yang berlebihan, menurutnya laba normal seharusnya berkiras antara 5
sampai dengans 10 persen dari harga barang.5
b. Etika perilaku pasar
Menurut imam Al-Ghazali pasar harus berdasarkan etika dan moral.
Olehnya berikut pemakalah menuliskan beberapa point yang harus
diperhatikan dalam bermuamalah.
- meminimalisasi permainan harga di pasar
- adanya kebaikan dalam menetapkan harga
- kebaikan dalam utang-piutang
- kebaikan dalam pembatalan jual beli bagi orang yang ingin
membatalkan jual beli
- Kebaikan dengan cara memberikan perhatian pada fakir dalam
bentuk penundaan pembayaran.
2. Aktivitas Produksi
Al-Ghazali dalam kitab lhya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa aktivitas
produksi merupakan yang harus dilakukan oleh manusia, termasuk dalam
memproduksi barang-barang pokok untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Beliau juga menyebutkan bahwa manusia diwajibkan untuk bekerja mencari
nafkah untuk memenuhi kehidupan ekonomi, termasuk menjadi pelaku
ekonomi dalam aktivitas produksi.6
Selanjutnya berikut perhatian Imam dalam berbagai macam aktivitas produksi
dalam sebuah masyarakat. Secara garis besar aktivitas produksi terbagi menjadi
tiga kelompok, yaitu:7
a. Industri dasar
b. Aktivitas penyokong
c. Aktifitas Koplementer
Imam Al-Ghazali juga mengakui adanya proses produksi yang beragam
sebelum produk bisa dikonsumsi. Selanjutnya, ia menyadari adanya adanya

5
Karim, Adiwarman., A. ‘’Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam’’. Depok: Rajawali Pers,
2017.
6
Widuri, Andi Fika, and Udin Saripudin. "Analisis Komparatif Pemikiran Imam Al-
Ghazali Tentang Konsep Teori Produksi." Al Maal: Journal of Islamic Economics and
Banking 3.2 (2022): 181-193.
7
Arrafi, Muhamad Faiz, and Cita Sary Dja'akun. "Konsep Pemikiran Ekonomi Islam
Imam Al Ghazali." LABATILA: Jurnal Ilmu Ekonomi Islam 5.02 (2022): 73-81.
“kaitan” yang dalam bahasan kontemporee sering disebut dengan mata rantai
produksi. Adanya tahapan produksi yang bervariasi sebelum produk tersebut
dikonsumsi. Proses dan keterkaitan produksi yang beragam mengharuskan adanya
pemabagian kerja, koordinasi, dan kerja sama.
3. Barter dan evolusi uang
Barter merupakan proses pertukaran barang yang dilakukan tanpa perantaraan
uang. Objek dalam pertukaran ini umumnya adalah barang dengan barang. Dalam
sejarah perdagangan, barter merupakan salah satu bentuk awal dari sistem
perdagangan. Suatu sistem yang memfasilitasi pertukaran barang dan jasa ketika
manusia belum menemukan uang sebagai alat tukar dalam perekonomian.
Menurut imam Al-Ghazali transaksi jual beli dengan barter sudah tidak sesuai
relevan dengan perkembangan zaman, diamana Pada zaman dahulu transaksi jual
beli dilakukan dengan cara barter, yaitu menukarkan barang yang satu dengan
barang yang lain sesuai dengan kebutuhan masing- masing. Hal itu terjadi karena
pada zaman dahulu belum adanya mata uang yang digunakan untuk melakukan
transaksi seperti yang terjadi di masa Imam al-Ghazali.
Untuk mengatasi permasalahan ini, al-Ghazali menjelaskan bahwa dalam
sistem tukar-menukar (barter) tidak lagi sesuai untuk diterapkan dimasanya.
Selain itu sistem ini juga harus diubah dan dicari jalan keluarnya. Imam al-
Ghazali mendefinisikan bahwa uang adalah barang atau benda yang berfungsi
sebagai sarana untuk men dapatkan barang lain. Uang tersebut dianggap tidak
mempunyai nilai sebagai barang (nilai intrinsik). Oleh karenanya, ia
mengibaratkan uang sebagai cermin yang tidak mempunyai warna sendiri tapi
mampu merefleksikan semua jenis warna.8 Artinya uang hanya berfungsi sebagai
alat tukar saja dan tidak boleh dipergunakan selain untuk itu.
4. Peranan Negara dan keuangan publik
Imam Al-Ghazali memberikan perhatian yang cukup besar terhadap peranan
negara dalam rangka memenuhi kebutuhan msyarakat. Negara memiliki peranan
yang penting untuk mewujudkan masyarakat agar hidup damai dan dapat bekerja

8
Arrafi, Muhamad Faiz, and Cita Sary Dja'akun. "Konsep Pemikiran Ekonomi Islam
Imam Al Ghazali." LABATILA: Jurnal Ilmu Ekonomi Islam 5.02 (2022): 73-81.
sama dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Al-Ghazali menyampaikan
keterkaitan antara negara dan agama. Beliau menyatakan bahwa:9
“Negara dan agama merupakan tiang yang tidak dapat dipisahkan dari
sekelompok masyarakat. Agama adalah fondasinya dan penguasa yang
mewakili negara adalah pelindungnya. Apabila salah satu dari tiang
tersebut lemah, maka masyarakat akan runtuh”
Imam Al-Ghazali menganggap negara sebagai lembaga yang penting tidak
hanya untuk berjalannya aktivitas ekonomi dari suatu masyarakat dengan baik,
tetapi juga untuk memnuhi kewajiban sosial sebagaiman yang diatur oleh wahyu.
Al-Ghazali menitikberatkan peranan utama negara dalam rangka meningkatkan
perekonomian masyarakat, negara harus menjalankan prinsip-prinsip keadilan,
kedamaian, dan stabilitas.
Menurut Imam al-Ghazali, semakin tinggi tingkat kemakmuran, maka
kekuasaan akan berlangsung semakin lama. Kekuasaan sangat bergantung pada
kekuatan militer, dan kekuatan militer bergantung pada pasokan ekonomi,
persediaan bergantung pada kemakmuran, serta kemakmuran bergantung pada
keadilan. Oleh karena itu, apabila sebuah negara terjadi ketidakadilan dan
penindasan, maka penduduk akan pergi dari negara tersebut dan meninggalkan
kegiatan ekonominya, sehingga akan berdampak pada keterpurukan, pendapatan
berkurang, dan kas negara menjadi kosong.10
a. Keuangan Publik
Imam Al-Ghazali memberikan penjelasan yang lengkap mengenai
peran dan fungsi keuangan publik. Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa
salah satu sumber pendpatan yang halal adalah harta tanpa ahliwaris yang
pemiliknya tidak dapat dilacak, ditambah sumbangan sedekah atau wakaf
yang tidak ada pengelolanya. Pajak yang dikumpulkan dari non Muslim
berupa ghanimah, fai, jizyah, dan upeti. Ia menyarankan pengeluaran publik
harus memilki manfaat yang besar bagi negara. Dan lebih fleksibel dalam
pemanfaatan untuk negara. Berdasarkan prinsip umum keadilan, ia
menganjurkan konep kemampu-bayaran, konsep yang dimaksudkan sebagai

9
Ibid
10
Dena Ayu dan Muhamad Yusuf, “Pemikiran Al-Ghazali tentang Penerapan Sistem
Ekonomi Islam di Insonesia”, Jurnal Hukum Ekonomi Islam, Vol. 5, No. 2 (2021), hal. 121-122.
sebuah sistem pajak yang sangat progresif. Disarankan juga agar masyarakat
tahu pemanfaatan sumber daya mereka.11
B. Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Qayyim (691H-751H/1292M-1350M)
1. Falsafah Ekonomi Islam
Ibn Qayyim dalam tulisannya telah menyentuh beberapa persoalan berkenaan
dengan falsafah ekonomi Islam yaitu konsep manusia Islam (homo islamicus) dan
manusia bukan ekonomi (non homo economicus), konsep keadilan dan nilai-nilai
etika dalam ekonomi, aktivitas-aktivitas ekonomi, kerjasama dan kesejahteraan
buruh, pemilikan harta kekayaan oleh individu dan peranan kerajaan dalam
ekonomi12
a. Manusia islam
Ibn Qayyim menggariskan asas kepercayaan Islam bahwa setiap manusia
bertanggungjawab membimbing diri sendiri untuk menjadi hamba Allah yang
baik dan Allah SWT merupakan sumber pedoman dan petunjuk. Dalam ekonomi,
manusia ekonomi (homo economicus) digambarkan sebagai manusia yang sifat,
gelagat dan tindakannya mementingkan diri sendiri, tamak, dan menjadikan
keuntungan sebagai asas penting dalam semua jenis aktivitas ekonomi.
Ibn Qayyim menggariskan asas kepercayaan Islam bahwa setiap manusia
bertanggungjawab terhadap perbuatannya, dan Allah SWT merupakan sumber
yang menjadi pedoman dan petunjuk untuk menuju ke jalan yang betul. Ibn
Qayyim menekankan pandangan Islam bahwa hidup di dunia ini adalah ujian dan
cobaan dari Allah SWT. Ujian yang dikenakan kepada manusia itu ada dalam
bentuk anugerah harta kekayaan atau pun diberikan kehidupan yang susah.
Anugerah kekayaan kepada seseorang bukan berarti Allah SWT sayang
kepadanya. Demikian juga ujian kemiskinan bukan berarti Allah SWT benci
kepada seseorang. Harta kekayaan yang dimiliki oleh manusia bukanlah berarti
hidup ini penuh dengan kesenangan.

b. Nilai-Nilai etika dalam kegiatan ekonomi

11
Uliyatul Mu’awwanah, “Wawasan Sosio-Ekonomi Perspektif Al-Ghazali”, Jurnal
Falasifa, Vol. 10, No. 1 Maret 2019, hal. 122.
12
Putri Apria Ningsih. Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim. Jurnal Islamic Banking Volume
2 Nomor 1 Edisi Agustus 2016
Ibn Qayyim menjelaskan nilai-nilai etika yang baik yang seharusnya diamalkan
oleh orang-orang Islam dalam kegiatan ekonomi mereka. Dianntara nilai-nilai tika
yang baik tersebut ialah ketaatan kepada Allah SWT, ketaatan kepada agama, sifat
baik, jujur dan benar. Apabila nilai-nilai etika tersebut diamalkan dalam ehidupan
seharian terutamanya dalam kegiatan ekonomi akan menjauhkan nilai-nilai jahat
seperti pembohongan, penipuan dan korupsi.
Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa akibat sifat suka berbohong ialah
elakukan korupsi yang menyebabkan kejayaan tidak tercapai dalam kehidupan.
Apabila keadaan ini terjadi, kehidupan perekonomian akan cacat termasuk juga
aspek-aspek lain dalam kehidupan. Dalam perkataan lain, pembohongan memberi
ampak yang besar dalam kehidupan orang-orang Islam Sifat-sifat yang negative
seperti pembohongan, penipuan dan pengeksploitasian serta ketidakjujuran
endorong kepada keadaan yang tidak tenteram dalam kehidupan masyarakat
seperti huru-hara, kecurigaan, ketidakstabilan dan kekecewaan.
c. Kepemilikan Harta oleh Individu
Ibn Qayyim menganjurkan campur tangan pemerintah dalam pemilikan
harta kekayaan oleh individu jika individu menggunakan harta kekayaan pada
jalan yang bertentangan dengan kemaslahatan masyarakat. Dalam hubungan ini,
Ibn Qayyim mengutip hadis Rasulullah SAW berkenaan dengan seorang hamba
yang memiliki harta bersama oleh beberapa orang (kongsi) hendak dibebaskan
oleh salah seorang daripada tuannya dan tuan-tuan yang lain tidak setuju dengan
pembebasan tersebut. Dalam hal ini Rasulullah SAW memutuskan harga yang
adil kepada hamba itu dinilai dan rekan-rekan kongsi yang lain diminta menerima
bahagian masing-masing. Ibn Qayyim menulis bahwa hadis tersebut menjadi asas
mengenai harta bersama yang tidak boleh dijual, jika hanya salah seorang
daripada para pemiliknya berhasrat untuk menjualnya. Hadis tersebut juga
menyokong prinsip yang dipakai yaitu jika seseorang itu harus dibayar ganti rugi
ia hendaklah dalam bentuk harga yang adil.
2. Kemakmuran dan Kemiskinan
Ibnu Qayyim mengadopsi posisi yang seimbang dan realistis, konsisten
dengan kitab suci Islam bahwa kemakmuran lebih cenderung untuk dipilih
dan aslakan disertai dengan rasa syukur terhadap tuhan dan pemenuhan tugas
dan kewajiban seseorang terhadap lainnya. Selanjutnya kekayaan menjadikan
seseorang untuk melakukan perbuatan baik, religi, pembangunan tempat
ibadah, jalan umum dank anal-kanal.. Namun demikian beliau menjelaskan
pendapat guru beliau bahwasanya di antara si kaya dan si miskin, yang
paling disukai adalah manusia yang takut akan allah swt. dan unggul dalam
perbuatan yang baik.13
3. Kepentingan Ekonomi Zakat
Menurut Ibn Qayyim fungsi zakat ialah untuk membangunkan kualiti
kebaikan, persaudaraan dan kebajikan. Atas alasan inilah kadar khusus zakat
ditetapkan. umlah pembayaran zakat tidak terlalu banyak yang boleh memenuhi
keperluan asas golongan yang tidak berada. Jika kadar bayaran zakat itu tinggi,
orang-orang yang kaya berkemungkinan mengelak dengan berbagai cara untuk
membayarnya. Jika golongan yang kaya enggan membayar zakat yang diwajibkan
kepada mereka dan golongan yang miskin tidak menerima apa yang menjadi hak
kepada mereka, fungsi pembayaran zakat seperti diterangkan di atas tidak dapat
dicapai
Ibn Qayyim menulis bahwa zakat dikenakan kepada setiap jenis harta
kekayaan dan kepada setiap barang-barang yang dapat meningkatkan
pertumbuhan dan memberikan keuntungan. Barang-barang untuk tujuan
penggunaan seperti pakaian, rumah, peralatan, binatang tunggangan dan
seumpamanya bebas daripada kewajipan dikenakan zakat. Hanya empat jenis
harta saja yang dikenakan zakat yaitu binatang ternak, tanaman dan buah-buahan,
emas dan perak serta barang-barang dagangan.
4. Mekanisme pasar dan Penetapan Harga
Berkenaan dengan mekanisme pasar Ibn Qayyim menjelaskan bahwa pasar
hendaklah berlaku secara adil dan kerjasama terpimpin. Unsur-unsur negatif
dalam pasar yang dapat mengakibatkan kezaliman kepada para pedagang seperti
monopoli, sogok, paksaan dan sebagainya hendaklah diawasi oleh pihak
pemerintah melalui institusi hisbah dan sejenisnya. Demikian juga dengan
penentuan harga barang-barang di pasar, beliau berpendapat hendaklah diserahkan

13
Karim, Adiwarman., A. ‘’Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam’’. Depok: Rajawali Pers,
2017
pada pasar yaitu berdasarkan kepada kekuatan penawaran dan permintaan di
pasar.
Jika ia berjalan secara adil, pemerintah tidak boleh campur tangan membuat
penetapan harga karena ia dapat menimbulkan kezaliman kepada mereka yang
terlibat dalam pasar. Sebaliknya jika unsur-unsur negatif berlaku seperti
kezaliman, paksaan, manipulasi dan sebagainya yang menyebabkan harga di pasar
tidak menentu, maka pemerintah harus campur tangan untuk menstabilkan harga.
C. Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Taimiyyah (661H-728H/1263M-
1328M)
Ibnu taimiyyah adalah bagian dari ulama yang sangat terkenal baik di
kalangan muslim dan non-muslim, sumbangsihnya terhadap pemikiran pemikiran
islam masih bisa kita rasakan hingga saat ini. Ibnu taimiyyah juga terkenal cerdas
dan jenius dalam pemikiran ekonomi islam pada abad ke 13 M.
Berikut beberapa pemikiran ekonomi islam Ibnu taimiyyah:
1. Harga yang adil
Ibn Taimiyyah berkata; “Kompensasi yang setara akan diukur dan
ditaksir oleh hal-hal yang setara, dan itulah esensi dari keadilan (nafs
al-‘adl)”.14 Menurut beliau kompensasi dengan harga itu berbeda , kompensasi
ialah pergantian suatu barang dengan nilai yang setara sementara harga yang adil
adalah nilai harga dimana orang-orang menjual barangnya dapat diterima secara
umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual tersebut.
Menurut Ibnu Taimiyah, suatu harga dipertimbangkan oleh kekuatan
penawaran dan permintaan. naik turunnya harga tak selalu berkait dengan
penguasaan (zulm) yang dilakukan oleh seseorang. Sesekali alasannya adalah
karena adanya kekurangan dalam produksi atau penurunan impor dari barang-
barang yang diminta. Jadi, jika kebutuhan terhadap jumlah barang meningkat,
sementara kemampuan menyediakannya menurun, harga dengan sendirinya akan
naik. Disisi lain, jika kemampuan penyediaan barang meningkat dan permintaan
menurun, harga akan turun. Kelangkaan dan kelimpahan tak mesti diakibatkan

14
Rofiq, M. Khoirur. "Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Taimiyah." An-
Nawa: Jurnal Studi Islam 1.1 (2019): 28-60.
oleh perbuatan seseorang. Bisa saja berkaitan dengan sebab yang tidak melibatkan
ketidakadilan. Atau sesekali bisa juga disebabkan oleh ketidakadilan.
2. Regulasi harga
Regulasi harga adalah pengaturan terhadap harga barang-barang yang
dilakukan oleh pemerintah. Regulasi ini bertujuan untuk memelihara
kejujuran dan kemungkinan penduduk biasa memenuhi kebutuhan pokoknya 15
Ibnu Taimiyah membedakan dua jenis penetapan harga, yakni penetapan harga
yang tidak adil dan cacat hukum serta penetapan harga yang adil dan sah
menurut hukum. Penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum adalah
penetapan harga yang dilakukan pada saat kenaikan harga-harga terjadi akibat
persaingan pasar bebas, yakni kelangkaan supply atau kenaikan demand
(peningkatan jumlah penduduk).
a. Pasar yang tidak sempurna
Pada kondisi terjadinya ketidak sempurnaan pasar. yang menurut Ibnu
Taimiyyah ’’Pasar yang tidak sempurna adalah suatu kondisi
perputaran persediaan dan kebutuhan yang tidak seimbang. Ketidak
seimbangan tersebut bisa jadi karena persediaan yang terbatas, atau hanya
dimonopoli oleh beberapa orang, sehingga harga dinaikkan dari harga
normal’’. Hal ini oleh Ibnu Taimiyah dianggap sebagai bentuk kezaliman,
sehingga penguasa berhak untuk menetapkan harga demi kemaslahatan
pemenuhan kebutuhan dengan harga yang terjangkau.16 Ibnu Taimiyah
merekomendasikan penetapan harga oleh pemerintah. Misalnya dalam
kasus dimana komoditas kebutuhan pokok yang harganya naik akibat
adanya manipulasi atau perubahan harga yang disebabkan oleh
dorongan-dorongan monopoli.
b. Musyawarah untuk menetapkan harga
Otoritas pemerintah dalam melakukan pengawasan harga harus
dirundingkan terlebih dahulu dengan penduduk yang berkepentingan.
Tentang ini, Ibnu Taimiyyah menjelaskan pemerintah harus
menyelenggarakan musyawarah dengan para tokoh perwakilan dan pasar.

15
Adiwarman Azwar Karim,Op.cit.
16
Fasiha, Fasiha. "Pemikiran Ekonomi Ibnu Taimiyah." Al-Amwal: Journal of Islamic
Economic Law 2.2 (2017): 111-127.
Yang lain juga diterima hadir, karenanya mereka harus diperiksa
keterangannya. Setelah melakukan perundingan dan penyelidikan
tentang transaksi jual beli, pemerintah harus secara persuasif
menawarkan ketetapan harga yang didukung oleh para peserta
musyawarah, juga penduduksemuanya.
Dalam menetapkan harga, tingkat tertinggi dan terendah bisa
ditetapkan, sehingga kepen-tingan dua pihak, penjual dan pembeli ter-
lindungi. Ibnu Taimiyah tidak menyukai kebijakan penetapan harga oleh
pemerintah, jika kekuatan pasar yang kompetitif bekerja dengan baik dan
bebas. Ia merekomendasi-kan kebijakan penetapan harga, dalam kasus
terjadi monopoli dan ketidaksempurnaan mekanisme pasar.17
3. Uang dan Kebijakan moneter
Fungsi uang menurut Ibnu Taimiyah sebagai alat tukar dan alat ukur dari
nilai suatu benda, melalui uang itu dari sejumlah benda diketahui nilainya.
Mengenai kebijakan moneter, Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa pemerintah
harus mencetak mata uang yang sesuai dengan nilai transaksi yang adil dari
penduduk, tanpa keterlibatan kezaliman didalamnya. Dan juga para penguasa
jangan memplopori bisnis mata uang dengan membeli tembaga kemudian
mencetaknya menjadi mata uang koin, bahkan pemerintah harus mencetak mata
uang dengan harga yang sebenarnya tanpa bertujuan mencari keuntungan apapun
dari pencetakannya agar kesejahteraan publik terjamin.18
a. Karakteristik dan fungsi uang
Secara khusus Ibnu Taimiyah menyebutkan dua utama fingsi uang yaitu
sebagai pengukur nilai dan media pertukaran bagi sejumlah barang
yang berbeda. Ia menyatakan, “Atsman (harga atau yang dibayarkan
sebagai harga, yaitu uang) dimaksudkan sebagai pengukur nilai
barang-barang (mi’yar al-amwal)y ang dengannya jumlah nilai
barang-barang (maqadir al-amwal) dapat diketahui; dan uang tidak
pernah dimaksudkan untuk diri mereka sendiri.19
17
Awalia, Riska. "Pemikiran Ekonomi Ibnu Taimiyah." Al Iqtishod: Jurnal Pemikiran Dan
Penelitian Ekonomi Islam 10.1 (2022): 63-78.
18
Fasiha, Fasiha. "Pemikiran Ekonomi Ibnu Taimiyah." Al-Amwal: Journal of Islamic
Economic Law 2.2 (2017): 111-127.
19
Sutrisno, Andri. "Ekonomi Islam Perspektif Ibnu Taimiyah." MUAMALATUNA 13.1
(2021): 103-120.
Berdasarkan pandangannya tersebut, Ibnu Taimiyah menentang
keras segala bentuk perdagangan uang, karena hal ini berarti mengalihkan
fungsi uang dari tujuan sebenarnya. Kalaupun uang dipertukarkan
dengan uang yang lain, pertukaran tersebut harus dilakukan secara
simultan (taqabud) dan tanpa penundaan (hulul). Dengan cara ini, seseorang
dapat mempergunakan uang sebagai sarana untuk memperoleh
berbagai kebutuhannya.
b. penurunan nilai uang
Ibnu Taimiyah menentang keras ter-jadinya penurunan nilai mata
uang dan percetakan mata uang yang sangat banyak. Ia menyatakan,
Penguasa seharusnya mencetak fulus (mata uang selain dari emas dan perak)
sesuai dengan nilai yang adil (proporsional) atas transaksi masyarakat, tanpa
menim-bulkan kezaliman terhadap mereka. Pernya-taan tersebut
memperlihatkan Ibnu Taimiyah memiliki beberapa pemikiran tentang hubu-
ngan antara jumlahh mata uang, total volu-me transaksi dan tingkat harga.
Pernyataan-nya tentang volume fulus harus sesuai dengan proporsi jumlah
transaksi yang terjadi adalah untuk menjamin harga yang adil. Ia
menganggap bahwa nilai intrinsik mata uang, misalnya nilai logam, harus
sesuai dengan daya beli di pasar sehingga tdak seorang pun, termasuk
penguasa, dapat mengambil untung dengan melebur uang tersebut dan
menjual dalam bentuk logam atau mengubah logam tersebut menjadi koin
dan memasukkannya dalam peredaran mata uang.
c. Mata uang yang buruk akan menyingkirkan mata uang yang baik
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa uang yang berkualitas buruk akan
menying kirkan mata uang yang berkualitas baik dari peredaran. Ia
menggambarkan hal ini sebagai berikut. “Apabila penguasa membatal-kan
pengggunaan mata uang tertentu dan mencetak jenis mata uang yang lain
bagi masyarakat, hal ini akan merugikan orangorang kaya yang memiliki
uang karena jatuhnya nilai uang lama menjadi hanya sebuah barang. Ia
berarti telah melakukan kezaliman karena menghilanhkan nlai tinggi yang
semuka mereka miliki. Lebih daripada itu, apabila nilai intrisik mata uang
tersebut berbeda, hal iniakan menjadi sebuah sumber keuntungan bagi
penjahat untuk mengumpulkan mata uang yang buruk dan menu-karnya
dengan mata uang yang baik dan kemudian mereka akan membawannya
kedaerah lain dan menukarkannya dengan mata uang yang buruk di daerah
tersebut untuk dibawa lagi kedaerahnya. Dengan demikian, nilai barang-
barang masyarakat akan menjadi hancur. Pada pernyataan tersebut, Ibnu
Taimiyah menyebutkan akibat yang terjadi atas masuknya nilai mata uang
yang buruk bagi masyarakat yang sudah trlanjur memilikinya. Jika mata
uang ter-sebut kemudian dinyatakan tidak berlaku lagi sebagai mata uang,
berarti hanya diperlakukan sebagai barang biasa yang tidak memiliki nilai
yang sama dibanding dengan ketika berfungsi sebagai mata uang. Disisi
lain, seiring dengan kehadiran mata uang yang baru, masyarakat akan
memper-oleh harga yang lebih rendah untuk barang-barang mereka.20
D. Pemikiran Ekonomi Islam As-Syatibi (790H/1388M)
E. Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Kaldun (732H-808H/1332M-1406)
F. Pemikiran Ekonomi Islam Al-Maqrizi (766H-845H/1364M-1442M)

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

B.     Saran

DAFTAR PUSTAKA

20
Sutrisno, Andri. "Ekonomi Islam Perspektif Ibnu Taimiyah." MUAMALATUNA 13.1
(2021): 103-120.
Fahlefi, Rizal. "Pemikiran Ekonomi al-ghazali." JURIS (Jurnal Ilmiah Syariah)
11.1 (2018): 22-32.
Faizal, Moh Faizal. "Studi Pemikiran Imam Al-Ghazali Tentang Ekonomi Islam."
Islamic Banking: Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Perbankan Syariah
1.1 (2015): 49-58.
Widuri, Andi Fika, and Udin Saripudin. "Analisis Komparatif Pemikiran Imam
Al-Ghazali Tentang Konsep Teori Produksi." Al Maal: Journal of Islamic
Economics and Banking 3.2 (2022): 181-193.
Arrafi, Muhamad Faiz, and Cita Sary Dja'akun. "Konsep Pemikiran Ekonomi
Islam Imam Al Ghazali." LABATILA: Jurnal Ilmu Ekonomi Islam 5.02
(2022): 73-81.
Dena Ayu dan Muhamad Yusuf, “Pemikiran Al-Ghazali tentang Penerapan
Sistem Ekonomi Islam di Insonesia”, Jurnal Hukum Ekonomi Islam, Vol. 5,
No. 2 (2021), hal. 121-122.
Uliyatul Mu’awwanah, “Wawasan Sosio-Ekonomi Perspektif Al-Ghazali”, Jurnal
Falasifa, Vol. 10, No. 1 Maret 2019, hal. 122.
Putri Apria Ningsih. Pemikiran Ekonomi Ibnu Qayyim. Jurnal Islamic Banking
Volume 2 Nomor 1 Edisi Agustus 2016
Karim, Adiwarman., A. ‘’Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam’’. Depok: Rajawali
Pers, 2017
Rofiq, M. Khoirur. "Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Taimiyah." An-Nawa: Jurnal
Studi Islam 1.1 (2019): 28-60.
Adiwarman Azwar Karim,Op.cit.
Fasiha, Fasiha. "Pemikiran Ekonomi Ibnu Taimiyah." Al-Amwal: Journal of
Islamic Economic Law 2.2 (2017): 111-127.
Awalia, Riska. "Pemikiran Ekonomi Ibnu Taimiyah." Al Iqtishod: Jurnal
Pemikiran Dan Penelitian Ekonomi Islam 10.1 (2022): 63-78.
Sutrisno, Andri. "Ekonomi Islam Perspektif Ibnu Taimiyah." MUAMALATUNA
13.1 (2021): 103-120.

Anda mungkin juga menyukai