Anda di halaman 1dari 15

Nama : Nur An Nisa Sholeha

NIM : 1931710094
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Program Studi : Ekonomi Syari’ah 5
Semester : VIII (Delapan)

MATERI 3 : KEILMUAN
A. Ekonomi Mikro Islam
1. Pengertian dan Ruang Lingkup
a) Pengertian Ekonomi Mikro Islam
Ekonomi Mikro Islam adalah cabang ilmu ekonomi Islam yang mempelajari
perilaku muslim baik sebagai konsumen maupun sebagai produsen dalam
mengorganisir konsumsi dan produksi yang dituntun oleh ajaran Islam dalam rangka
memperoleh kesejahteraan dunia-akhirat.1

b) Ruang Lingkup Ekonomi Mikro Islam


Ruang lingkup Ekonomi Mikro Islam mengikuti pola pembahasan yang sudah ada
dalam ekonomi konvensional, yaitu:
1) permintaan dan penawaran
2) teori produksi
3) Elastisitas
4) teori perilaku konsumen
5) pasar
6) mekanisme harga.
Akan tetapi, Ekonomi Mikro Islam melakukan kritikan terhadap hal yang tidak sesuai
dengan syariat Islam, bisa mengganti atau bahkan mengubah total model ekonomi
mikro yang ada pada ekonomi konvensional.2

1
Syaparuddin, Ilmu Ekonomi Mikro Islam (Yogyakarta: TrustMedia Publishing, 2017), 17.
2
Nurul Huda, Teori Ekonomi Mikro Islam dan Ruang Lingkup. Edisi 1, hal. 18-19.
2. Teori Konsumsi dalam Islam
Konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi islam konsumsi juga memiliki pengertian
yang sama, tapi memiliki perbedaan dalam setiap yang melingkupinya. Perbedaan
mendasar dengan konsumsi ekonomi konvensional adalah tujuan pencapaian dari konsumsi
itu sendiri, cara pencapaiannya harus memenuhi kaidah pedoman syariah. Konsumsi dalam
Islam adalah pemenuhan kebutuhan baik jasmani maupun rohani untuk memaksimalkan
fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT. dalam rangka untuk mencapai falah.
Instrumen utama yang digunakan untuk mencapai falah adalah maslahah. Karena itu, para
konsumen muslim wajib peduli terhadap maslahah dalam melakukan setiap kegiatan
konsumsi.
Islam telah mengatur bagaimana pola konsumsi sesuai dengan syariah yang telah
ditetapkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam Islam, yang dikonsumsi adalah barang
atau jasa yang halal, bermanfaat, tidak mubadzir, tidak berlebih-lebihan (secukupnya) dan
tidak menimbulkan kemudharatan untuk memaksimalkan maslahah, yakni ada kebaikan
yang dirasakan seseorang bersama pihak lain. Apabila hendak mengonsumsi suatu barang,
maka hendaklah memikirkan manfaatnya secara fisik dan non-fisik (pahala dan berkah).
Dengan melakukannya Insya Allah maslahah dapat tercapai. Menurut Mannan, Prinsip-
prinsip konsumsi dalam Islam ada 5, yaitu: keadilan, kebersihan, kesederhanaan,
kemurahan hati, dan moralitas.

3. Teori Produksi dalam Islam


Produksi dalam Islam adalah setiap aktivitas dalam mengubah sumber daya yang
disediakan Allah swt. menjadi suatu barang dan jasa yang dapat memberikan maslahah
(manfaat fisik dan non fisik) untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari manusia, dan yang
melakukan aktivitas tersebut disebut produsen. Perilaku produsen muslim adalah
kemampuan produsen muslim dalam menghasilkan barang atau jasa yang dapat
memberikan maslahah maksimum. Walaupun dalam ekonomi Islam tujuan utamannya
adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh laba tidaklah dilarang selama berada
dalam bingkai tujuan dan hukum Islam.
Prinsip produksi dalam ekonomi Islam yang berkaitan dengan maqashid al-syariah
antara lain:
1) Kegiatan produksi harus dilandasi nilai-nilai Islam dan sesuai dengan maqashid al-
syariah. Tidak memproduksi barang/jasa yang bertentangan dengan penjagaan terhadap
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
2) Prioritas produksi harus sesuai dengan prioritas kebutuhan, yaitu dharuriyyat, hajyiyat,
dan tahsiniyat
3) Kegiatan produksi harus memperhatikan aspek keadilan, sosial, zakat, sedekah, infak
dan wakaf
4) Mengelola sumber daya alam secara optimal, tidak boros, tidak berlebihan serta tidak
merusak lingkungan3
Untuk memproduksi suatu barang atau jasa yang bisa menghasilkan maslahah
maksimum, dibutuhkan keterlibatan banyak faktor produksi (input). Ada 4 faktor produksi,
yaitu: Alam, tenaga kerja, modal, dan skill.

4. Teori Permintaan dan Penawaran Islam


a) Teori Permintaan Islam
Teori permintaan adalah teori yang menerangkan sifat dari permintaan pembeli
untuk suatu komoditas barang dan jasa. Permintaan dalam Ekonomi Islam adalah
permintaan terhadap sejumlah barang atau jasa tertentu yang dapat memberikan
maslahah pada berbagai tingkat harga, dan pada waktu tertentu.
Di dalam hukum permintaan menyatakan bahwa jika bahwa jika harga suatu
barang/jasa meningkat, maka jumlah barang/jasa yang diminta konsumen akan
menurun. Sedangkan apabila jika harga suatu barang/jasa menurun, maka jumlah
barang/jasa yang diminta konsumen akan meningkat. Selama kandungan maslahah pada
barang tersebut dan faktor lain tidak berubah (Ceteris paribus yaitu berlaku dengan
adanya persyaratan tertentu atau berlaku bila keadaan lainnya tidak berubah). Beberapa
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu barang yaitu: Harga barang itu
sendiri, harga barang lain, tingkat pendapatan konsumen, selera konsumen, jumlah
konsumen dan perkiraan di masa yang akan datang, maslahah (tujuan dalam

3
Muhammad Turmudi, “Produksi Dalam Perspektif Ekonomi Islam ”, dalam ISLAMADINA edisi no. 1, Vol. XVIII,
2017. h. 46
mengonsumsi barang)
b) Teori Penawaran Islam
Teori penawaran adalah adalah teori yang menerangkan sifat penjual dalam
menawarkan barang yang akan dijual. Penawaran adalah banyaknya barang yang
ditawarkan oleh penjual pada suatu pasar tertentu, pada periode tertentu dan pada
tingkat harga tertentu atau dengan kata lain penawaran adalah jumlah barang dan jasa
yang tersedia untuk dijual pada berbagai tingkat harga dan waktu tertentu.
Hukum penawaran menunjukkan jumlah yang akan di jual pada harga tertentu.Di
dalam hukum penawaran menyatakan bahwa apabila harga sesuatu barang meningkat,
kuantitas barang ditawar akan meningkat dan apabila harga sesuatu barang menurun,
kuantitas barang yang ditawar akan menurun (Ceteris paribus yaitu berlaku dengan
adanya persyaratan tertentu atau berlaku bila keadaan lainnya tidak berubah).
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu barang yaitu: Harga
barang itu sendiri, biaya produksi, jumlah produsen, ekspektasi, teknologi, bencana
alam. Di dalam faktor penawaran dalam Islam terdapat sebuah faktor tambahan, yaitu
maslahah. Pengaruh ini bergantung pada tingkat keimanan dari produsen, jika jumlah
maslahah yang terkandung dalam barang yang diproduksi semakin meningkat maka
produsen muslim akan memperbanyak jumlah produksinya.

5. Mekanisme pasar dalam Islam


Mekanisme pasar Islam ialah mekanisme pasar bebas dimana pemerintah tidak ikut
campur dalam menentukan harga pasar selama pasar berjalan bebas dan normal. Namun
pemerintah disini berperan sebagai pengawas pasar (al-muhtashib) untuk memastikan tidak
terjadi gangguan di pasar seperti Ihtikar (penimbunan barang), tadlis (penipuan), dan
distorsi pasar. Mekanisme pasar Islam menghendaki terbentuknya harga pasar secara alami
dan berkeadilan. Proses terbentuknya harga itu sendiri dapat dipengaruhi oleh berbagai hal
di antaranya adalah permintaan dan penawaran, proses distribusi, kebijakan pemerintah,
pekerja, uang, pajak dan keamanan.4

4
Suwandi, “Pasar Islam (Kajian Al-Quran Dan Sunnah Rasulullah SAW)”, dalam Jurnal Al-Risalah,
no.1, Vol.XVI, 2016.
B. Ekonomi Makro Islam
1. Pengertian dan ruang Lingkup
a) Pengertian Ekonomi Makro Islam
Ekonomi Makro Islam adalah ilmu yang mempelajari mekanisme bekerjanya
perekonomian secara keseluruhan (agregat) yang berdasarkan prinsip Syariah.
b) Ruang Lingkup Ekonomi Makro Islam
1) Penentu kegiatan Ekonomi Negara
Kemampuan produksi produk ataupun jasa dari suatu negara. Rincian
pembahasannya yaitu mulai dari pengeluaran pemerintah, pengeluaran perusahaan
atau investasi, pengeluaran konsumsi rumah tangga, serta ekspor dan impor.
2) Menganalisis kegiatan ekonomi seperti pengeluaran menyeluruh (agregat),
pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, perdagangan internasional.
3) Kebijakan Pemerintah
Kebijakan Fiskal dan kebijakan moneter.

2. Teori Uang dalam Islam


Uang didefinisikan sebagai segala sesuatu (benda) yang diterima oleh masyarakat
sebagai alat perantara dalam melakukan tukar-menukar atau perdagangan. Dalam ekonomi
Islam, uang memiliki fungsi utama sebagai alat tukar dan alat satuan hitung. Uang
diciptakan untuk memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari
pertukaran tersebut. Dan uang bukan merupakan sebuah komoditi. Uang tidak mempunyai
harga, tetapi merefleksikan harga semua barang.
Di dalam Islam, uang merupakan sesuatu yang bersifat flow concept, yang berarti uang
harus mengalir dan beredar di masyarakat atau tidak boleh diendapkan dan ditimbun. Uang
adalah barang publik, milik masyarakat. Karenanya, penimbunan uang yang dibiarkan
tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang beredar dan dapat mengakibatkan tidak
jalannya perekonomian.
3. Konsep Time Value of Money dan Economic value of time
a) Time Value of Money
Time Value of Money adalah konsep dalam Ekonomi Konvensional yang
menjelaskan perubahan nilai uang dari waktu ke waktu atau waktu mempengaruhi nilai
dari uang. Konsep ini menerangkan bahwa sejumlah uang yang dimiliki saat ini
memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan uang dengan jumlah serupa di masa depan,
karena uang yang anda miliki saat ini memiliki potensi untuk dikembangkan melalui
investasi sehingga nilainya bertambah dengan mendapat bunga. Dari waktu ke waktu,
uang yang kita miliki akan mengalami perubahan nilai. Uang 1 juta yang anda miliki
saat ini belum tentu bisa membeli hal yang sama pada tahun depan. Konsep ini
menganggap bahwa nilai uang harus selalu bertambah (konsep ini tidak peduli dengan
cara-cara untuk menambah nilai uang tersebut). Maka dari itu konsep ini sangat identik
dengan riba.
Pada konsep ini, uang dianggap sebagai komoditas yang bisa diperjualikan. Jika
kita ingin meminjam uang maka akan ada biaya yang harus dibayar si peminjam uang
tersebut, yang berupa bunga. Atau ketika seorang investor berinvestasi pada sebuah
bisnis, maka sebagai imbalannya, investor akan mendapat bunga. Pada konsep TVM,
investor menginginkan keuntungan yang pasti sesuai kesepakatan di depan, tanpa peduli
terhadap apapun yang terjadi pada usaha yang disuntikkan dana. Entah usaha itu untung
atau rugi.

b) Economic value of time


Economic value of time adalah konsep dalam Ekonomi Islam dimana waktu
memiliki nilai ekonomi, tetapi uang tidak memiliki nilai waktu. Konsep ini dapat
diartikan memaksimalkan nilai ekonomis suatu dana pada waktu periodik.
Dalam Islam sangat menghargai adanya waktu. Nilai waktu antara satu orang
dengan yang lainnya, akan berbeda dari sisi kualitasnya. Jadi, faktor yang menentukan
nilai waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu. Semakin efektif
(tepat guna) dan efisien (tepat cara), maka akan semakin tinggi nilai waktunya. Karena,
bertambah atau berkurangnya nilai dari uang ditentukan dari diupayakan dengan usaha-
usaha. Efektifitas dan efisiensi waktu akan memberikan keuntungan lebih kepada orang
yang melakukannya.
Pada konsep ini, tidak mengenal bunga. Bunga adalah suatu dosa besar (riba),
karena adanya biaya dalam harga atas uang yang diperjanjikan. Dalam Islam, uang
bukanlah komoditas yang bisa ditetapkan harganya di depan, karena uang hanyalah
sekedar alat tukar dan alat transaksi.
Pada Islam, pinjaman imbalan atas investor yang memberi bukan berupa bunga,
tetapi berupa nisbah bagi hasil yang dinilai lebih adil. Investor ikut menanggung semua
kemungkinan-kemungkinan resiko yang akan terjadi, baik itu berupa keuntungan
maupun kerugian.

4. Inflasi dalam perspektif Islam


Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam
jangka waktu tertentu. Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi menggolongkan inflasi dalam dua
golongan yaitu:
1) Natural Inflation
Inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah, di mana orang tidak mempunyai
kendali. Inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya penawaran agregatif
atau naiknya permintaan agregatif.
2) Human Error Inflation
Inflasi yang diakibatkan oleh kesalahan dari manusia yang menyimpang atau melanggar
dari aturan dan kaidah-kaidah syariah. Contoh: Korupsi dan administrasi yang buruk,
pajak yang berlebihan, dan pencetakan uang yang berlebihan.
Cara mengatasi Inflasi dalam Ekonomi Islam yaitu dengan mencetak uang dengan
jumlah yang rendah/minimal, menerapkan strategi Pajak terhadap dana menganggur, dan
menerapkan kebijakan fiskal.

5. Kebijakan Fiskal dalam Islam


Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang mengatur atau mengelola pendapatan serta
pengeluaran negara yang bertujuan untuk menjaga stabilitas serta mendorong
perkembangan ekonomi. Berdasarkan arah sudut pandang ekonomi Islam sendiri,
kebijakan fiskal mempunyai dua macam instrument, yaitu kebijakan pendapatan dan
kebijakan belanja (pengeluaran).
Kebijakan fiskal yang termasuk ke dalam kebijakan anggaran pendapatan negara di
antaranya adalah :
1) ZISWAF (Zakat, Infaq, sedekah, wakaf).
2) Ghanimah (harta rampasan perang)
3) Fa’i (harta atau tanah milik orang kafir musuh Islam yang telah di kuasai oleh muslim
tanpa adanya peperangan)
4) Kharraj (Pajak khusus yang diwajibkan negara atas tanah yang produktif yang dimiliki
oleh penduduk)
5) Jizyah (Pajak bagi non muslim)
6) Ushur (pajak yang dikhususkan terhadap harta perniagaan yang masuk ke negara Islam,
di Indonesia istilah ini biasa dikenal dengan cukai atau bea impor).
Secara umum, pengeluaran negara di dalam Islam dibagi menjadi :
1) Belanja yang diperuntukkan untuk kebutuhan operasional pemerintahan yang konsisten.
2) Belanja umum yang dapat dilaksanakan apabila sumber dananya tersedia.
3) Pengeluaran umum yang berkaitan dengan proyek yang disepakati oleh masyarakat dan
invertornya. Seperti pembangunan jembatan, perbaikan jalan.

6. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan
perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Kebijakan moneter terbagi
menjadi 2, yaitu :
1) Kebijakan moneter ekspansif : Suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang
yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan
meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian
mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga dengan kebijakan moneter
longgar.
2) Kebijakan moneter kontraktif : Suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang
yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
Kebijakan ini disebut juga dengan kebijakan uang ketat.
Berikut adalah beberapa instrument kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, antara
lain:
1) Reserve Ratio
Reserve Ratioadalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang harus
dipegang oleh bank sentral, misalnya 5 %. Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah
uang beredar, dapat menaikkan RR misalnya dari 5 % menjadi 20 %, yang dampaknya
sisa uang yang ada pada komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu sebaliknya.
2) Moral Suassion
Upaya Bank sentral membujuk bank-bank untuk meningkatkan permintaan kredit
sebagai tanggung jawab mereka ketika ekonomi berada dalam keadaan depresi.
Dampaknya, kredit dikucurkan maka uang dapat dipompa ke dalam ekonomi.
3) Lending Ratio
Maksud dari pinjaman disini memiliki pemahaman bahwa peminjaman lebih dititik
beratkan pada pinjaman kebaikan.
4) Profit Sharing Ratio (Rasio bagi keuntungan)
Sebuah rasio bagi keuntungan yang ditetapkan sebelum memulai suatu bisnis. Bank
sentral dapat menggunakan profit sharing ratio sebagai instrument moneter, dimana
ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, maka ratio keuntungan
untuk nasabah akan ditingkatkan.
5) Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk Negara (SBSN)
SBSN merupakan obligasi negara yang di terbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia
berdasarkan prinsip syariah. SBSN merupakan instrument utang piutang tanpa riba.
Ketika terjadi inflasi, pemerintah akan mengeluarkan sukuk lebih banyak sehingga uang
akan mengalir ke bank sentral dan jumlah uang beredar akan tereduksi. Jadi sukuk
memiliki kapasitas untuk menaikkan atau menurunkan jumlah uang beredar.
6) Government Investment Certificate, instrumen ini merupakan pengganti treasury bill
yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan dan dijual oleh bank sentral. Namun dalam
hukum syariah, instrument tersebut dilarang. Sehingga diganti dengan GIC dengan
sistem bunga.
7. Keseimbangan Umum dalam Ekonomi Islam
Dalam keseimbangan umum, secara singkat memberikan penjelasan bagaimana
sebuah sektor perekonomian berada dalam keseimbangan yang dibuktikan melalui
permintaan dan penawarannya. Harga keseimbangan akan ditentukan melalui mekanisme
penawaran dan permintaan.
Dalam ekonomi Islam keseimbangan yang muncul adalah ketika seorang muslim
memilii harta maka muslim hendaknya memelihara hartanya, tidak boros, tetapi pada saat
yang sama tidak dibolehkan menahannya sehingga mengorbankan kepentingan pribadi atau
orang lain yang membutuhkan. Landasan ini menjadi hal yang penting dalam mengatur
keseimbangan dari pihak konsumen, dan mampu mengatur bagaimana kebutuhannya
selama hidup di bumi.
Dalam Islam, selain bunga dilarang, ada berkah dan manfaat atau maslahah lainnya
yang diutamakan dalam proses permintaan dan penawaran. Nilai-nilai yang dilakukan di
dalamnya harus ada dalam ruang lingkup halal, utilitas, maslahah dan keadilan. Terdapat
berbagai keinginan konsumen yang perlu disesuaikan, namun prinsip Islam telah
mengaturnya termasuk bagaimana proses mengatur keinginan membeli ataupun menjual
suatu barang.

C. Fikih Muamalah
1. Pengertian, Ruang Lingkup dan Urgensi Mempelajari Fikih Muamalah
a) Pengertian Fikih Muamalah
Fikih muamalah adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan tata cara
berhubungan antarsesama manusia, baik hubungan tersebut bersifat kebendaan maupun
dalam bentuk perjanjian perikatan.

b) Ruang Lingkup Fikih Muamalah


Ruang lingkup Fikih muamalah meiputi 2 hal, yaitu:
1) Al-muamalah Al-madiyah
Al-muamalah Al-madiyah yaitu muamalah yang mengkaji objek muamalah
(bendanya). Dengan kata lain, Al-muamalah Al-madiyah adalah aturan yang
ditetapkan syara’ terkait dengan objek benda. Dimaksudkan dengan aturan ini,
bahwa dalam memenuhi kebutuhan yang sifatnya kebendaan, tidak saja ditujukan
untuk mendapatkan keuntungan (profit) semata, tetapi juga bagaimana dalam aturan
mainnya harus memenuhi aturan yang ditetapkan syara’. Yang termasuk ke dalam
kategori muamalah ini diantaranya yaitu : Al Ba’i (Jual Beli), rahn (gadai), utang
piutang, Ijrah (Sewa Menyewa), Wadi’ah (titipan), syirkah (perkongsian), Al
Mudharabah (kerja sama), Kafalah (jaminan) Hiwalah (pemindahan hutang)
wakalah, dan riba.
2) Al-muamalah Al-Adabiyah
Al-muamalah Al-Adabiyah yaitu muamalah yang mengkaji bagaimana cara tukar
menukar benda. Dengan kata lain, Al-muamalah Al-Adabiyah adalah aturan-aturan
syara’ yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat,
ditinjau dari segi subjeknya, yaitu manusia. Hal ini mengacu kepada bagaimana
sesrorang dalam melakukan akad atau ijab Kabul. Apakah dengan rela sama rela
atau terpaksa, ada unsur dusta dan sebagainya.

c) Urgensi mempelajari Fikih Muamalah


Materi fikih muamalah sangat penting untuk dipelajari setiap muslim. Hukum
mempelajarinya adalah fardhu’ain. Seorang muslim harus mempelajari fikih muamalah
agar dapat beraktivitas ekonomi sesuai petunjuk Al-Qur’an dan hadits sehingga dapat
terhindar dari melakukan transaksi yang haram. Pemahaman Fikih muamalah adalah
bekal utama untuk dapat memilah antara sah dan batil atau halal dan haram dalam
ekonomi dan keuangan yang berdampak pada terwujudnya perekonomian syariah.
Apabila tidak memahami perkara muamalah ini, maka tanpa disadari bisa terjerumus
kepada sesuatu yang diharamkan maupun syubhat.

2. Konsep Harta dalam Islam


Harta adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Allah menjadikan harta sebagai hak milik-Nya, kemudian harta ini diberikan kepada orang
yang dikehendakinya untuk dibelanjakan pada jalan Allah. Oleh karena itu, Islam
mempunyai pandangan yang pasti tentang harta yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Mengenai kepemilikan mutlak harta; segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah
milik Allah. Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatif, sebatas untuk
menjalankan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya.
2) Status harta yang dimiliki manusia adalah:
a) Harta merupakan amanah (titipan) dari Allah
b) Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia dapat menikmatinya
dengan baik dan tidak berlebih-lebihan
c) Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut tentang cara
mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak.
d) Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan
melaksanakan muamalah di antara sesama manusia, melalui kegiatan zakat, infak dan
sedekah.
e) Pemilikan harta dapat dilakukan dengan berbagai macam, antara lain melalui usaha
atau mata pencaharian yang halal dan sesuai dengan aturan Allah.
Al-Syathibi menguraikan tentang bagaimana menjaga/memelihara harta sesuai
dengan ketentuan maqashid syariah, yaitu adanya ketetapan hukum yang dilegalkan
oleh Allah tentang diharamkannya mencuri dan sanksi atasnya, diharamkannya curang
dan berkhianat di dalam bisnis, diharamkannya riba, diharamkannya memakan harta
orang lain dengan cara yang batil, dan diwajibkan untuk mengganti barang yang telah
dirusaknya, sehingga demikian terjagalah/terpeliharalah harta. Selain itu, peranan
maqashid syariah di dalam menjaga/memelihara harta adalah dengan dilarangnya
pemborosan harta dari hal-hal yang dibutuhkan, dilarangnya penumpukan harta di
tangan orang-orang kaya, dan diwajibkannya infak dan sedekah untuk pemerataan harta
dalam rangka memberikan kemaslahatan bagi manusia keseluruhan.

3. Konsep Riba dalam Islam


Riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Riba
terbagi menjadi 5 macam, yaitu:
a) Riba Qardh
b) Riba Yad
c) Riba Jahiliyah
d) Riba Fadl
e) Riba Nasi’ah
Contoh implementasi riba adalah meminjam uang di Bank lalu dikembalikan dalam
jangka waktu satu tahun. Akan tetapi, pihak bank memberikan kewajiban kepada
peminjam agar membayarkan uang dalam jumlah lebih besar dibandingkan nilai pokok
pinjaman.

4. Akad Tijari
Akad tijari adalah akad atau perjanjian transaksi yang fokusnya adalah keuntungan
komersial. Akad Tijari terdiri dari akad jual beli, akad bagi hasil, dan akad sewa.
a) Akad jual beli
Jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik.
1) Murabahah
Murabahah adalah sebuah proses transaksi jual-beli barang ketika harga asal dan
keuntungan telah diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak sebelumnya.
2) Salam
Salam adalah menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan dengan jelas dengan
pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan di kemudian
hari.
3) Istishna
Istishna adalah kontrak jual beli antara penjual dan pembeli di mana pembeli
memesan barang dengan kriteria yang jelas dan harganya yang dapat diserahkan
secara bertahap atau dapat juga dilunasi.

b) Akad bagi hasil


1) Musyarakah
Musyarakah adalah akad antara orang-orang yang berserikat yang mana keuntungan
dan kerugiaannya ditanggung bersama.
2) Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama antara shahibul maal (pemilik modal) dengan
mudharib (orang yang mempunyai keahlian atau keterampilan) untuk mengelola
suatu usaha yang produktif dan halal. Keuntungan dibagi bersama berdasarkan
nisbah yang disepakati. Bilamana rugi, maka kerugian ditanggung oleh pemilik
modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian dari pengelola.

c) Akad Sewa (Ijarah)


Ijarah adalah aktivitas akad untuk mengambil manfaat sesuatu yang diterima dari orang
lain dengan jalan membayar sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan dengan
syarat-syarat tertentu.

5. Akad Tabarru’
Akad Tabarru adalah akad atau perjanjian transaksi yang tidak berfokus pada
keuntungan. Tujuan dari transaksi ini adalah mendapatkan pahala dan ridha dari Allah.
a) Akad Qardh
Akad Qardh adalah akad antara dua pihak dimana pihak pertama menyerahkan uang
atau barang kepada pihak kedua, guna dimanfaatkan dengan ketentuan bahwa uang atau
barang tersebut harus dikembalikan persis seperti apa yang ia terima dari pihak pertama.
b) Akad rahn
Gadai (rahn) adalah menahan barang jaminan yang bersifat materi milik si peminjam
(rahin) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, dan barang yang diterima
tersebut bernilai ekonomis sehingga pihak yang menahan (murtahin) memperoleh
jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian utangnya dari barang
dimaksud, bila pihak yang menggadaikan tidak membayar utang pada waktu yang telah
ditentukan.
c) Akad Wakalah
Wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan yang pada akad itu seseorang menunjuk
orang lain sebagai penggantinya dalam bertindak.

6. Faktor-faktor penyebab tertolaknya transaksi bisnis dalam Islam


1) Haram zat-nya
Transaksi dilarang karena objek yang ditransaksikan juga dilarang. Misalnya minuman
keras, bangkai dan daging babi dan sebagainya.
2) Haram selain zat-nya
a) Tadlis (penipuan)
Penipuan seperti pedagang yang mengurangi takaran (timbangan) barang yang dijual
dan penjual yang menyembunyikan cacat barang yang ditawarkan.
b) Gharar
Gharar adalah jual beli barang yang tidak pasti, sehingga tidak nyata bentuk, wujud,
dan hal lain pada barang tersebut.
c) Riba
d) Maysir (perjudian)

3) Tidak sah akadnya


Tidak sah akadnya bisa terjadi salah satunya karena rukun dan syarat dalam melakukan
akad yang tidak terpenuhi. Rukun merupakan sesuatu yang wajib ada dalam suatu
transaksi, misalnya ada penjual dan pembeli, objek, ijab, dan Kabul. Syarat merupakan
suatu yang keberadaannya melengkapi rukun. Contohnya bahwa pelaku transaksi adalah
orang yang cakap hukum (mukallaf)

Anda mungkin juga menyukai