Anda di halaman 1dari 25

TEORI PERMINTAAN ISLAMI

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Matakuliah:


Makro dan Mikro Ekonomi Islam

Oleh:
Ferry Dian Kristianto (501210008)
Marlina Nur Afifah (501210015)

Dosen Pengampu: Dr. Ely masykuroh, S.E., M.S.I.

Program Studi Magister Ekonomi Syariah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


PONOROGO
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KONSEP PERMINTAAN

A. PENDAHULUAN
Dari tahun ketahun pertumbuhan ekonomi berkembang di berbagai
negara berkembang dan maju perkembangan ini berdampak pada kegiatan
ekonomi terutama pada kegiatan produksi dan konsumsi. Kegiatan ini
menimbulkan berbagai masalah pokok dalam perekonomian seperti halnya
berapakah barang dan jasa yang akan diproduksi, bagaimana cara
memproduksi barang dan jasa, serta siapa yang akan menggunakan barang
dan jasa tersebut.
Dalam ilmu ekonomi akan membahas tentang bagaimana cara
mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut terutama di dalam teori
ekonomi mikro akan membahas tentang teori permintaan yang menjelaskan
sifat permintaan para pembeli terhadap suatu barang. Dalam kajian ekonomi
secara mikro pembahasan didasarkan pada perilaku individu sebagai pelaku
ekonomi yang berperan menentukankan tingkat harga dalam proses
mekanisme pasar. Mekanisme pasar itu sendiri adalah interaksi yang terjadi
antara permintaan (demand) dari sisi konsumen dan penawaran (supply) dari
sisi produsen sehingga harga yang diciptakan merupakan perpaduan dari sisi
kekuatan.

B. PENGERTIAN PERMINTAAN
Secara umum, permintaan ialah banyaknya kuantitas barang yang
diminta suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat
pendapatan tertentu.1 Banyak para ahli yang memberikan definisi tentang
permintaan diantaranya:
1. N.Gregory Mankiw dalam bukunya Pengantar Mikro Ekonomi(2012),
permintaan ialah sejumlah barang yang diinginkan dan dapat dibeli oleh
pembeli. 2

1
Vinna Sri Yuniarti, Ekonomi Mikro Syariah, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2016 hlm.101.
2
N. Gregory Mankiw, Principle of micro Economi, jilid 1, Edisi Asia, Jakarta: Salemba
Empat, 2012, hlm.127.
2
2. Sadono Sukirno (2005), pengertian permintaan ialah teori yang
menerangkan ciri-ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga.3
3. Masriani (2004) Teori permintaan ialah teori yang menjelaskan
permintaan dan jumlah harga yang beredar di pasaran.4
4. Adiwarman A. Karim (2007), dalam permintaan barang yaitu faktor
harga dari komoditas merupakan variable dependen yang akan
menentukan besarnya jumlah komoditas yang bersangkutan diminta oleh
konsumen.5

Jadi permintaan dapat diartikan sebagai suatu barang atau jasa yang di
minta oleh masyarakat atau produsen untuk dibeli dengan harga tertentu
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya.

C. KONSEP PERMINTAAN KONVENSIONAL


Pengertian permintaan secara umum adalah sejumlah barang yang
dibeli atau diminta pada suatu harga dan waktu tertentu adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi terhadap permintaan menurut gilarso T.S.J. (2003)
secara umum adalah sebagai berikut:6
1. Harga Barang
Semakin murah harga suatu barangz semakin bertambah permintaan
terhadap barang tersebut demikian pula sebaliknya inilah yang disebut
“hukum permintaan” yang menyatakan “apabila harga suatu barang naik
cateris paribus jumlah permintaan terhadap barang tersebut akan
berkurang dan sebaliknya”.
2. Harga Barga Lain
Harga barang lain yang mempunyai hubungan erat berupa barang
substitusi atau (barang yang bisa saling menggantikan) atau barang
komplementer (barang yang bisa saling melengkapi)

3
Yuliea Tiena Masriani, Pengantar Hukum I ndonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2004,
hlm.12
4
Adimarwan A.Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi Ketiga, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2007, hlm 33.
5
Ibid, 102
6
Gilarso T.S.J, Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro, Yogyakarta:Kanisius, 2003, hlm.23
3
3. Selera Konsumen
Jika selera masyarakat terhadap suatu barang meningkat maka
permintaan terhadap barang tersebut juga akan meningkat adapun
sebaliknya jika selera masyarakat terhadap suatu barang menurun maka
permintaan terhadap barang tersebut akan turun
4. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan konsumen menunjukkan daya beli konsumen
semakin tinggi tingkat pendapatan semakin kuat daya beli konsumen
sehingga meningkatkan permintaan terhadap suatu barang. Sebaliknya
semakin rendah pendapatan semakin rendah pula daya beli dan
permintaan terhadap barang pun rendah.
5. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk mencerminkan jumlah pembeli sifat hubungan
jumlah penduduk dengan permintaan suatu barang adalah positif apabila
jumlah penduduk meningkat konsumen terhadap barang pun meningkat
6. Perkiraan Harga Pada Masa Datang
Apabila kita memperkirakan harga suatu barang pada masa
mendatang naik kita lebih baik membeli barang tersebut sekarang untuk
menghemat belanja pada masa mendatang sehingga permintaan terhadap
barang itu sekarang akan meningkat.
7. Ekspektasi (Pengharapan)
Ekspektasi dapat berupa ekspektasi positif ataupun negatif dalam
kasus ekspektasi positif konsumen akan lebih mendorong untuk membeli
suatu barang antara ekspektasi negatif akan menimbulkan akibat yang
sebaliknya.
8. Maslahah
Maslahah merupakan tujuan utama dalam mengkonsumsi barang
sebab maksimasi maslahah merupakan cara untuk mencapai falah.
Pengaruh maslahah terhadap permintaan tidak dapat dijelaskan secara

4
sederhana sebab akan bergantung pada tingkat keimanan hukum
permintaan.7

D. KONSEP PERMINTAAN DALAM PERSPEEKTIF EKONOMI


ISLAM
Menurut Ibnu Taimiyah (Karim,2003) permintaan suatu barang adalah
hasrat terhadap sesuatu yang digambarkan dengan istilah raghbah fil al-syai
yang diartikan juga sebagai jumlah barang yang diminta.8 Secara garis besar
permintaan dalam ekonomi Islam sama dengan ekonomi konvensional tetapi
ada prinsip-prinsip tertentu yang harus diperhatikan oleh individu muslim
dalam keinginannya.
Islam mengharuskan seseorang untuk mengonsumsi barang yang halal
dan Thayyib. Aturan Islam melarang seorang muslim memakan barang yang
haram, kecuali dalam keadaan darurat yang apa bila barang tersebut tidak
dimakan, keselamatan hidupnya akan terancam. Akan tetapi, saat darurat
seorang muslim dibolehkan mengkonsumsi barang haram secukupnya.
Selain itu, orang yang mempunyai banyak uang tidak diperbolehkan
membelanjakan uangnya untuk membeli apa saja dan dalam jumlah
berapapun. Batas Anggaran (budget constraint) belum cukup dalam
membatasi konsumsi. Batasan lain yang harus diperhatikan adalah seorang
Muslim tidak berlebihan (israf), dan harus mengutamakan kebaikan
(maslahah).
Islam tidak menganjurkan permintaan terhadap suatu barang dengan
tujuan kemegahan kemewahan dan kemubaziran. Bahkan, Islam
memerintahkan bagi orang muslim yang kepemilikan hartanya sudah
mencapai nisab akan mengisahkan dari anggaran untuk membayar zakat,
infaq dan sedekah.
Islam menilai suatu komoditas barang atau jasa tidak semuanya dapat
dikonsumsi atau pun digunakan. Oleh karena itu, Islam membahas

7
Ibid, 24
8
Adimarwan Karim, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: The International Institute of Islamic
Thougt Indonesia, 2003, hlm.23.
5
permintaan barang halal, sedangkan kamu permintaan konvensional, semua
komoditas dinilai sama dapat dikonsumsi dan digunakan. Dalam Al-quran
disebutkan:

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu


mengharamkan apa yang baik yang telah dihalalkan Allah kepadamu dan
janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas .Dan makanlah dari apa yang telah
diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik dan
bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (Q.S. Al-
Maidah [5]:87-88).
Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa
komoditas yang dikategorikan haram ada dua yaitu haram karena zatnya,
dan haram karena merugikan diri sendiri, tidak diizinkan pemiliknya.
Sedangkan komoditas yang halal adalah komoditas yang tidak termasuk
dalam dua macam ini23. Islam juga melarang seorang muslim untuk
berperilaku israf atau berlebih-lebihan dalam membelanjakan pendapatan
sekalipun komoditas yang dibeli adalahkomoditas halal. Dengan adanya
aturan-aturan syari’ah yang mengikat setiap muslim seperti halal-haram
suatu komoditas, maka pembahasan teori permintaan Islami lebih
ditekankan kepada permintaan komoditas halal, komoditas haram, dan
hubungan antara keduanya.
Menurut Al- Ghazali Pembahasan yang terperinci dituang-kan dalam
pemikiran Al-Ghazali yang berjudul peranan dan signifikansi aktivitas
perdagangan dilakukan berdasarkan dengan sifat sukarela, dalam proses
adanya pasar yang berlandaskan pada kekuatan permintaan dan penawaran

6
dalam penetapan harga dan laba, beliau menetapkan yang menjadi dasar
dalam pembangunan sifat kapitalis. Namun, pandangan Al- Ghazali bahwa
pasar berkembang menjadi bagian dari hukum alam yang segala sesuatunya
berwujud dalam bentuk adanya hasrat keinginan dari diri sendirinya,
sehingga akan muncul sifat saling memuaskan kebutuhan manusia dalam
pandangan ekonomi.
Salah satu pemikiran ekonomi Al-Ghazali adalah tentang teori
permintaan. Beliau menyampaikan penjelasan secara terperinci mengenai
peranan dari aktivitas sehari-hari dalam jual-beli dan munculnya pasar yang
harganya berubah-ubah mengikuti seberapa kuat dari per-mintaan dan
penawaran. Dalam permintaan terminologi modern Al-Ghazali tidak
menjelaskannya sedikitpun, namun di dalam tulisannya menjelaskan dengan
bentuk kurva permintaan. Kurva tersebut menjelaskan bahwa arah menurun
dari kiri menuju atas ke arah kanan ialah menunjukan suatu harga dapat
diturunkan melalui cara menurunkan permintaannya.9

E. HUKUM PERMINTAAN
Hukum permintaan (law of demand) merupakan hukum yang
menjelaskan adanya hubungan yang bersifat negatif antara tingkat harga dan
jumlah barang yang diminta. Apabila harga naik jumlah barang yang
diminta sedikit. Sebaliknya, apabila harga rendah, jumlah barang yang
diminta meningkat. Hukum permintaan menyebutkan “semakin turun
tingkat harga semakin banyak jumlah barang yang diminta sebaliknya
semakin naik tingkat harga semakin sedikit jumlah barang yang
diminta”. Pada hukum permintaan berlaku asumsi ceteris paribus artinya
hukum permintaan tersebut berlaku jika keadaan atau faktor-faktor selain
harga tidak berubah (dianggap tetap).10

9
Nine Haryanti, Teori Permintaan dalam Perspektif Ekonomi Islam dan Konvensional,
Jurnal Ilmu Akutansi dan Bisnis Syariah, Vol.1, (Juli 2019), No.02, hlm.220.
10
Vinna Sri Yuniarti, Ekonomi Mikro Syariah, hlm.104.
7
Menurut cateris paribus dalam bukunya (Wilson bangun, 2007),
hukum permintaan akan berlaku apabila terpenuhi syarat-syarat berikut:11

1. Pendapatan konsumen tetap


2. Kebutuhan konsumen tetap
3. Selera konsumen tetap
4. Harga barang-barang lain tetap
5. Tidak ada barang pengganti
6. Perubahan harga dianggap tidak akan berkelanjutan
7. Barang yang dibeli bukan merupakan barang prestige schedule.

Dalam hubungan permintaan dijelaskan sifat hubungan antara


permintaan suatu barang dengan tingkat harganya. Hukum permintaan
menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu barang semakin banyak
permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya semakin tinggi harga suatu
barang semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut.

F. TEORI PERMINTAAN
Teori permintaan pada dasarnya merupakan perangkatan analisis
untuk melihat besaran jumlah barang atau jasa yang diminta serta perubahan
permintaan terhadap suatu barang atau jasa berdasarkan hukum
permintaan.Teori permintaan menyebutkan bahwa: “Bila harga suatu
barang naik, maka jumlah barang yang diminta akan turun dan
sebaliknya”.
Menurut adiningsih dan Kadarusman (2003) perubahan permintaan
suatu barang atau jasa dapat dilihat dari perubahan pada kurva permintaan.
Dengan demikian, analisis permintaan suatu barang atau jasa kaitannya
dengan perilaku konsumen. Konsumen adalah mereka yang memiliki
pendapatan uang dan menjadi pembeli barang dan jasa di pasar.12

11
Wilson Bangun, Teori Ekonomi Mikro, Bandung: Refika Aditama, 2007, hlm.8
12
S. Adiningsih dan Kadurasman, Teori Ekonomi Mikro, Edisi Kedua, Yogyakarta: BPFE,
Ancok, 2003, hlm. 49
8
Teori permintaan menyebutkan bahwa keinginan konsumen membeli
barang tergantung pada berbagai tingkat harga selama periode waktu
tertentu. Singkatnya, permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang
diminta pada pasar tertentu, dengan tingkat harga tertentu, pada tingkat
pendapatan tertentu, dan dalam periode tertentu.
Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa kurva permintaan adalah
berbanding lurus antara permintaan terhadap harganya yaitu apabila
permintaan naik harga relatif akan naik. Sebaliknya apabila permintaan
turun harga relatif turun. 13
Faktor-faktor yang dapat menggeser kurva permintaan adalah sebagai
berikut:
1. Faktor Harga
Perubahan kurva permintaan berlaku apabila harga barang yang diminta
semakin tinggi atau semakin menurun. Semakin rendah harga suatu
barang, semakin banyak permintaannya. Sebaliknya, semakin tinggi
harga suatu barang makin sedikit permintaannya.

2. Faktor Bukan Harga


Kurva permintaan akan bergerak ke kanan apabila harga barang yang
diminta menjadi semakin tinggi atau semakin menurun atau bergerak ke
kiri. Apabila terdapat perubahan terhadap permintaan yang ditimbulkan
oleh faktor-faktor bukan harga apabila harga barang lain pendapatan

13
Manurung Raharja, Pengantar Ilmu Ekonomi (Microekonomi dan Macroekonomi), Edisi
Revisi, Jakarta:FEUI, 2007, hlm. 136.
9
para pembeli dan berbagai faktor bukan harga lainnya mengalami
perubahan-perubahan itu akan menyebabkan kurva permintaan
berpindah ke kanan atau ke kiri. Perhatikan Kurva dibawah ini:

G. KURVA PERMINTAAN
Kurva permintaan menunjukkan hubungan antara harga suatu
komoditi dengan jumlah yang diminta dapat dilihat dalam tabel permintaan,
yang apabila dijabarkan secara grafis akan membentuk kurva permintaan.
Menurut Sumanda (2014), kurva permintaan merupakan kurva yang
menghubungkan antara tingkat harga barang dengan jumlah yang diminta
atas barang tersebut.14
Rahardja (2007) mendefinisikan mendefinisikan kurva permintaan
sebagai: “…Kurva yang menggambarkan sifat hubungan antara harga
barang tertentu dengan jumlah barang tersebut yang diminta para pembeli.”
Kurva permintaan berbagai jenis barang pada umumnya menurun dari
kiri ke kanan bawah kurva yang demikian disebabkan oleh sifat hubungan
antara harga dan jumlah yang diminta yang mempunyai sifat hubungan
terbalik.15
Menurut Haryati (2007),16 kurva permintaan adalah kurva yang
menghubungkan antara harga barang ceteris paribus dalam jumlah barang
yang diminta. Kurva permintaan menggambarkan tingkat maksimum

14
Sumanda, Manajemen Keuangan, Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga, 2014, hlm.51.
15
Manurung Raharja, Pengantar Ilmu Ekonomi (Microekonomi dan Macroekonomi),
hlm.136
16
Yuli Haryati, Ekonomi Mikro, Jember: CSS, 2007, hlm.71.
10
pembelian pada harga tertentu cateris paribus (keadaan lain tetap sama) dan
harga maksimum yang akan dibayar konsumen untuk barang yang
bermacam-macam jumlahnya per unit waktu. Dengan kata lain, konsumen
tidak bersedia membayar pada harga yang lebih tinggi untuk sejumlah
tertentu, tetapi pada jumlah yang sama, konsumen bersedia membayar
dengan harga yang lebih rendah. Konsep ini disebut dengan kesediaan
maksimum konsumen untuk membayar atau willingness to pay.
Secara sederhana, kurva permintaan adalah kurva yang
menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah
barang yang diminta pembeli. Perhatikan kurva berikut:

Apakah grafik yang menggambarkan hubungan antara harga dengan


jumlah komoditas yang ingin dan dapat dibeli konsumen kurva ini
digunakan untuk memperkirakan perilaku dalam pasar kompetitif dan sin 30
dan kurva penawaran untuk memperkirakan. Ekuilibrium jumlah penawaran
dan permintaan sama.17

H. PERMINTAAN DALAM PILIHAN HALAL-HALAL


Permintaan terhadap komoditas halal sama dengan permintaan dalam
ekonomi konvensional, yaitu berbanding terbalik terhadap harga komoditas.
Apabila harga naik, maka jumlah komoditas halal yang diminta akan
berkurang, dan sebaliknya, apabila harga turun, maka jumlah komoditas

17
Paul Krugman and Robin Wells, Microecomics, New York: Worth Publishers, 2005,
hlm.451.
11
halal yang diminta akan bertambah dengan asumsi faktor lain ceteris
paribus.18

I. PERMINTAAN DALAM PILIHAN HALAL-HARAM


Permintaan yang dilakukan seorang muslim sesungguhnya harus
permintaan yang dapat menciptakan maslahah, yaitu permintaan yang akan
memberikan kepuasan dunia dan akhirat (berkah dunia dan akhirat). Ketika
seorang muslim dihadapkan pada dua pilihan antara komoditas halal atau
komoditas haram, maka secara rasional sebagai seorang muslim dengan
sejumlah pendapatan yang dimiliki harus mengalokasikan seluruh
pendapatannya hanya untuk mengkonsumsi komoditas halal.19
Begitu juga ketika seorang muslim dihadapkan pada komoditas halal
yang harganya lebih mahal daripada harga komoditas haram, seperti di
negara yang masyarakatnya mayoritas nonmuslim, harga komoditas yang
berlabel halal cendrung lebih mahal bila dibandingkan dengan harga
komoditas yang tidak berlabel halal, namun jika seorang muslim berperilaku
sesuai dengan aturan-aturan syari’ah maka hal ini tidak akan memengaruhi
permintaan atas komoditas halal, artinya seorang muslim akan tetap
membeli komoditas yang berlabel halal meskipun harganya lebih mahal dari
harga komoditas yang tidak diberi label halal. Dalam kondisi seperti ini
hukum permintaan tidak berlaku, karena yang memengaruhi permintaan
seorang muslim adalah maslahah.

J. PERMINTAAN BARANG HARAM DALAM KEADAAN DARURAT


Pada prinsipnya seorang muslim diberikan pilihan hanya untuk
mengkonsumsi komoditas yang halal dan thayyib, sehingga dalam mencapai
keberkahan tidak ada permintaan atas komoditas haram kecuali dalam
keadaan darurat.20 Menurut para ulama keadaan darurat didefinisikan
sebagai suatu keadaan yang mengancam keselamatan jiwa, dimana sifat dari
18
Rini Elvira, “Teori Permintaan (Komparasi Dalam Perspektif Ekonomi Konvensional
Dengan Ekonomi Islam)”,(Jurnal Islamika: Vol. 15 No. 1, 2015) hlm. 54
19
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: RajaGrafindo, 2010), h. 83
20
Sumar’in, Ekonomi Islam : Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h.105
12
darurat adalah sementara sehingga permintaan atas komoditas haram hanya
bersifat insidentil.21
Secara matematis permintaan terhadap komoditas haram dalam
keadaan darurat bukan fungsi dari harga komoditas haram, adanya
permintaan atas komoditas haram hanya dikarenakan adanya faktor keadaan
yang dapat mengancam keselamatan jiwa bukan karena faktor harga
komoditas haram tersebut.sehingga dengan demikian hukum permintaan
tidak berlaku pada komoditas haram.

K. PERBEDAAN TEORI PERMINTAAN KONVENSIONAL DAN


ISLAM
Menurut Misanam dkk (2008), perbedaan mendasar antara teori
permintaan konvensional dan teori permintaan Islam adalah sebagai
berikut:22
1. Perbedaan utama antara kedua teori tersebut tentunya adalah sumber
hukum dan adanya batasan syariah dalam teori permintaan Islami.
Permintaan Islam berprinsip pada entitas terutama Islam sebagai
pedoman yang langsung dipimpin oleh Allah SWT.

2. Teori ekonomi yang dikembangkan barat membatasi analisisnya dalam


jangka pendek yaitu sejauh mana manusia memenuhi keinginannya.

3. Konsep permintaan dalam Islam menilai komoditas tidak semuanya


dapat dikonsumsi ataupun digunakan secara karena dibedakan antara
permintaan yang halal dan permintaan yang haram terdapat surat Al
maidah ayat 87-88.

4. Motif permintaan Islam menekankan pada tingkat kebutuhan konsumen


terhadap barang tersebut sedangkan motif permintaan konvensional
lebih didominasi oleh nilai-nilai kepuasan atau interest.

21
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, 87
22
Vinna Sri Yuniarti, Ekonomi Mikro Syariah, hlm.106- 108.
13
5. Permintaan Islam bertujuan mendapatkan sejahteraan atau kemenangan
akhirat (falah) sebagai turunan dari keyakinan bahwa ada kehidupan
yang abadi setelah kematian yaitu kehidupan akhirat sehingga anggaran
yang ada harus diselesaikan sebagai bekal untuk kehidupan akhirat.

14
KONSEP KONSUMSI

A. PENGERTIAN KONSUMSI
Konsumsi secara umum didefinisikan sebagai penggunaan barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Rosalinda (2014) mendefinisikan
konsumsi berdasarkan pandangan para ahli.23 Pertama, menurut Hananto
dan Sukarto T.J., konsumsi adalah bagian dari penghasilan yang
dipergunakan untuk membeli barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
hidup, Kedua menurut Albert C. Mayers mengatakan bahwa konsumsi
adalah penggunaan barang dan jasa yang berlangsung dan terakhir untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Ketiga, menurut ilmu ekonomi
konsumsi adalah setiap kegiatan memanfaatkan, menghabiskan kegunaan
barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya menjaga
kelangsungan hidup. Adapun konsumsi Islam adalah kegiatan
memanfaatkan atau menghabiskan barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan manusia dalam upaya menjaga kelangsungan hidup dengan
ketentuan syariat.24
Dalam ekonomi Islam, konsumsi memiliki pengertian yang sama
tetapi memiliki perbedaan dalam setiap yang melingkupinya. Perbedaan
yang mendasar dengan konsumsi ekonomi konvensional adalah tujuan
pencapaian dari konsumsi. Dalam ekonomi Islam cara pencapaiannya harus
memenuhi kaidah pedoman syariat.
Pelaku konsumsi atau orang yang menggunakan barang atau jasa
untuk memenuhi kebutuhannya disebut konsumen kecenderungan
konsumen dalam melakukan konsumsi untuk memaksimalkan
kekuasaannya disebut perilaku konsumen. Dengan kata lain perilaku
konsumen adalah tingkah laku dari konsumen untuk membeli menggunakan
mengevaluasi dan memperbaiki produk dan jasa mereka. Perilaku konsumen
mempelajari cara manusia memilih diantara berbagai pilihan yang

23
Rosalinda, Ekonomi Islam Teori dan Aplikasi Pada Aktivitas Ekonomi, Jakarta: Raja
Grafindo Persada 2014 hlm. 11.
24
Ibid, hlm.3.
15
dihadapinya dengan memanfaatkan sumber daya (resources) yang
dimilikinya.

B. MOTIF EKONOMI
Motif ekonomi menurut Rahman (1995), adalah alasan ataupun tujuan
seseorang untuk melakukan tindakan ekonomi. Motif ekonomi terbagi dua
aspek yaitu:25
1. Motif Intrinsik disebut sebagai keinginan untuk melakukan tindakan
ekonomi atas kemauan sendiri.
2. Motif Ekstrinsik disebut sebagai keinginan untuk melakukan tindakan
ekonomi atas dorongan orang lain.
Pada praktiknya terdapat beberapa macam motif ekonomi yaitu:
1. Motif memenuhi kebutuhan;
2. Motif memperoleh keuntungan;
3. Motif memperoleh penghargaan;
4. Motif memperoleh kekuasaan;
5. Motif social/ menolong sesama;

C. TUJUAN UTAMA KONSUMSI SEORANG MUSLIM


Bagi seorang Muslim, tujuan utama konsumsi adalah sarana untuk
beribadah kepada Allah SWT. Dengan demikian, niat mengkonsumsi
sesuatu adalah untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian
kepada Allah SWT agar mendapat pahala.
Dalam ekonomi Islam konsumsi dinilai sebagai sarana wajib yang
tidak boleh diabaikan seorang muslim dalam merealisasikan pengabdian
sepenuhnya hanya kepadanya sesuai firman Allah dalam Al-Quran:

Artinya: Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepadaku (Q.S. Az- Zariyat [51]: 56).

25
Fazlur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2, Alih Bahasa: Soeroyo dan Nastangin,
Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995, hlm.18.
16
D. PRINSIP DASAR KONSUMSI
Menurut Abdul Mannan (Bustanuddin 2006), prinsip nilai yang harus
jadi pedoman nilai (value base) dan etika dalam perilaku konsumen seorang
Muslim adalah sebagai berikut26:
1. Prinsip Keadilan
Prinsip ini mengandung arti mencari rezeki yang halal dan tidak
dilarang hukum dengan kata lain sesuatu yang dikonsumsi harus
didapatkan secara halal dan tidak bertentangan dengan hukum.
2. Prinsip Kebersihan
Bersih dalam arti sempit adalah bebas dari kotoran atau penyakit yang
dapat merusak fisik dan mental manusia. Dalam arti luas bersih adalah
bebas dari segala sesuatu yang diberkahi Allah SWT. Prinsip
kebersihan ini bermakna bahwa makanan yang dimakan harus baik
tidak kotor dan menjijikan sehingga merusak selera
3. Prinsip Kesederhanaan
Islam menghendaki suatu kuantitas dan kualitas konsumsi yang wajar
bagi kebutuhan manusia sehingga tercipta pola konsumsi yang efisien
dan efektif secara individual ataupun social.
4. Prinsip Kemurahan Hati
Sifat konsumsi manusia juga harus dilandasi oleh kemurahan hati
maksudnya jika memang masih banyak orang yang kekurangan
makanan dan minuman seorang muslim hendaklah menyusukan
makanan yang apa adanya kemudian memberikan kepada mereka yang
sangat membutuhkannya.
5. Prinsip Moralitas
Pada akhirnya konsumsi seseorang muslim harus dibingkai oleh
moralitas sehingga tidak semata-mata memenuhi segala kebutuhan
Allah SWT memberikan makanan dan minuman untuk

26
Agus bustanuddin, Islam Dan Ekonomi (Suatu Tinjauan Sosiologi Agama), Padang:
Andalas University Press, 2006, hlm.22.
17
keberlangsungan hidup umat manusia agar meningkatkan nilai-nilai
moral dan spiritual.

E. ETIKA ISLAM DALAM HAL KONSUMSI


Etika Konsumsi Islam dalam diatur sebagai berikut:27

1. Tauhid (Unity/Kesatuan)
Dalam perspektif Islam kegiatan konsumsi dilakukan dalam rangka
beribadah kepada Allah subhanahu wa taala sehingga senantiasa berada
dalam hukum Allah syariat oleh karena itu orang mukmin berusaha
mencari kenikmatan dengan menaati perintahnya dan memuaskan diri
dengan barang-barang dan anugrah yang ditetapkan Allah untuk umat
manusia

2. Adil (Equilibrium/ Keadilan)


Alquran secara tegas menekankan norma perilaku ini untuk hal-hal
yang bersifat materiil ataupun spiritual untuk menjamin kehidupan yang
berimbang antara kehidupan dunia dan akhirat

3. Free Will (Kehendak Bebas)


Manusia diberi kekuasaan untuk mengambil keuntungan dan manfaat
sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya atas segala karunia
yang diberikan oleh Allah SWT. manusia dapat bergerak bebas tetapi
tidak berarti bahwa manusia terlepas dari qada dan qadar yang
merupakan hukum sebab-akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan
kehendak Allah SWT.

4. Amanah (Responsibility/ Pertanggungjawaban)


Manusia merupakan khalifah atau pengemban amanah Allah SWT
manusia diberi kekuasaan untuk melaksanakan tugas kekhalifahan ini

27
Vinna Sri Yuniarti, Ekonomi Mikro Syariah, hlm. 87- 91
18
dan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya
atau ciptaan Allah SWT.

5. Halal
Dalam kerangka acuan Islam barang-barang yang dapat dikonsumsi
hanyalah barang-barang yang menunjukkan nilai-nilai kebaikan
kesucian dan keindahan yang akan menimbulkan kemaslahatan untuk
umat baik secara materiil maupun spiritual.

6. Sederhana
Islam sangat melarang perbuatan yang melampaui batas atau israf
termasuk pemborosan dan berlebih-lebihan bermewah-mewahan yaitu
menghambur-hamburkan nya tanpa faedah dan hanya memperturutkan
nafsu semata.

7. Membelanjakan Harta pada Kuantitas dan Kualitas Secukupnya


Membelanjakan harta pada kuantitas dan kualitas secukupnya adalah
sikap terpuji bahkan sangat dianjurkan pada saat krisis ekonomi terjadi.

F. FUNGSI KONSUMSI INTERTEMPORAL

1. Konsumsi Intertemporal dalam Ekonomi Konvensional


Menurut Karim 2002, konsumsi intertemporal (dua periode) adalah
konsumsi yang dilakukan dalam dua waktu yaitu masa sekarang (periode
pertama) dan masa yang akan datang (periode kedua).28
Dalam ekonomi konvensional, pendapatan adalah penjumlahan
konsumsi dan tabungan. Secara matematis ditulis:
Y=C+S
Di mana:
Y= Pendapatan
C= Konsumsi
S= Tabungan

28
Adimarwan Karim, Ekonomi Mikro Islam, hlm.56.
19
2. Konsumsi Intertemporal dalam Ekonomi Islam
Monzer Kahf (1995) berusaha mengembangkan pemikiran konsumsi
intertemporal islami dengan membuat asumsi sebagai berikut:29
a. Islam dilaksanakan oleh masyarakat;
b. Zakat hukumnya wajib;
c. Tidak ada riba dalam perekonomian;
d. Mudharabah merupakan wujud perekonomian;
e. Pelaku ekonomi mempunyai perilaku memaksimalkan

3. Konsep Konsumsi Intertemporal dalam Ekonomi Islam


Konsep konsumsi intertemporal dijelaskan oleh hadist nabi
Muhammad SAW., “tidak ada sedikitpun di antara yang kami punyai
harta dan penghasilan benar-benar jadi milikmu, kecuali yang kamu
makan dan gunakan habis yang kamu pakai dan kamu tanggalkan, dan
yang kamu belanjakan untuk kepentingan bersedekah, yang imbalan
pahalanya kamu simpan untukmu” (H. R. Muslim dan Ahmad).
Maknanya harta yang kita miliki adalah semua yang telah kita makan
dan telah kita infakkan.
Secara makro Islam perekonomian terdiri atas dua karakteristik yang
berbeda yaitu Muzakki dan Mustahiq. Muzakki adalah golongan
membayar zakat, sedangkan mustahik adalah golongan penerima zakat
kedua golongan ini mempunyai modal konsumsi yang berbeda.

29
Monzer Khaf, Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam,
Yogyakarta: Pustaka Siswa, 1995, hlm. 112.
20
TEORI PRODUKSI
1. PENGERTIAN PRODUKSI
Kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa, kemudian
dimanfaatkan oleh konsumen. Secara teknis, produksi adalah proses
transformasi input menjadi output titik definisi produksi dalam pandangan
ilmu ekonomi jauh lebih luas tanah produksi mencakup tujuan kegiatan
menghasilkan output beserta karakter karakter yang melekat padanya.
Kraf (1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif Islam
sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik
materiilnya, tetapi juga moralitas sebagai sarana untuk mencapai tujuan
hidup sebagaimana digariskan dalam agama Islam yaitu bagian dunia dan
akhirat.30
Dalam pandangan P3EI (2009) produksi adalah proses mencari
mengalokasikan dan mengolah sumber daya menjadi output dalam rangka
meningkatkan maslahah bagi manusia produksi juga mencakup aspek
tujuan kegiatan menghasilkan output serta karakter karakter yang melekat
pada proses dan hasilnya.

2. TUJUAN PRODUKSI
Menurut Karim (2007), tujuan kegiatan produksi dalam Islam adalah
meningkatkan kemaslahatan yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk
berikut:31
a. Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat;
b. Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya;
c. Menyiapkan persediaan barang atau jasa pada masa depan;
d. Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada allah swt;

30
White Lay Karf, The Customer Driver Company, New York: Wexley Publishing Co.,,
1992, hlm.211.
31
Adimarwan Karim, Ekonomi Mikro Islam, hlm.233.
21
3. PRINSIP- PRINSIP DAN KAIDAH PRODUKSI DALAM ISLAM
Alquran dan hadits memberikan arahan tentang prinsip-prinsip
produksi yaitu sebagai berikut:32
a. Memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya;
b. Mendorong kemajuan di bidang produksi melalui penelitian,
eksperimen, dan perhitungan dalam proses pengembangan produksi;
c. Menyerahkan teknik produksi kepada keinginan dan kemampuan
manusia;
d. Menyukai kemudahan menghindari mudharat dan memaksimalkan
manfaat.

4. NILAI- NILAI ISLAM DALAM BERPRODUKSI


Nilai-nilai Islam dalam berproduksi nilai-nilai Islam yang relevan
dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama dalam ekonomi Islam,
yaitu khilafah, adil, dan Takaful.
Secara lebih terperinci nilai-nilai Islam dalam produksi meliputi:
a. Berwawasan jangka panjang yaitu berorientasi pada tujuan akhirat ;
b. Menepati janji dan kontrak bagi baik dalam lingkup internal maupun
eksternal;
c. Memenuhi tukaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran;
d. Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis;
e. Memulihkan prestasi atau produktivitas
f. Mendorong ukhuwah antar sesama pelaku ekonomi;
g. Menghormati hak milik individu;
h. Mengikuti syarat sah dan rukun akad atau transaksi;
i. Adil dalam presentasi;
j. Memiliki wawasan social;
k. Pembayaran upah tepat waktu dan layak;
l. Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam islam

32
Vinna Sri Yuniarti, Ekonomi Mikro Syariah, hlm.124.
22
Penerapan nilai-nilai tersebut dalam produksi tidak hanya
mendatangkan keuntungan bagi produsen, tetapi sekaligus mendatangkan
berkah. Kombinasi keuntungan dan berkah yang diperoleh oleh produser
merupakan salah satu maslahah yang akan memberi kontribusi bagi
tercapainya falah. Dengan cara ini, produsen akan memperoleh kebahagiaan
hakiki, yaitu kemuliaan di dunia dan akhirat.33

33
Vinna Sri Yuniarti, Ekonomi Mikro Syariah, hlm.127.
23
DAFTAR PUSTAKA

Bangun, Wilson. Teori Ekonomi Mikro, Bandung: Refika Aditama, 2007.


Bustanuddin, Agus. Islam Dan Ekonomi (Suatu Tinjauan Sosiologi Agama),
Padang: Andalas University Press, 2006.
Elvira, Rini “Teori Permintaan (Komparasi Dalam Perspektif Ekonomi
Konvensional Dengan Ekonomi Islam)”, Jurnal Islamika: Vol. 15 No.
1, 2015
Gilarso T.S.J, Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro, Yogyakarta:Kanisius, 2003.
Haryati, Yuli. Ekonomi Mikro, Jember: CSS, 2007.
Karf, White Lay. The Customer Driver Company, New York: Wexley
Publishing Co.,, 1992.
Karim, Adimarwan A. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi
Ketiga, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Karim, Adimarwan. Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: The International
Institute of Islamic Thougt Indonesia, 2003.
Khaf, Monzer. Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem
Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Siswa, 1995.
Krugman Paul and Robin Wells. Microecomics, New York: Worth
Publishers, 2005.
Mankiw, N. Gregory. Principle of micro Economi, jilid 1, Edisi Asia,
Jakarta: Salemba Empat, 2012.
Masriani, Yuliea Tiena. Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, 2004.
Raharja, Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi (Microekonomi dan
Macroekonomi), Edisi Revisi, Jakarta:FEUI, 2007.
Raharja, Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi (Microekonomi dan
Macroekonomi).
Rahman, Fazlur. Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2, Alih Bahasa: Soeroyo dan
Nastangin, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995.

24
Rosalinda, Ekonomi Islam Teori dan Aplikasi Pada Aktivitas Ekonomi,
Jakarta: Raja Grafindo Persada 2014.
S. Adiningsih dan Kadurasman. Teori Ekonomi Mikro, Edisi Kedua,
Yogyakarta: BPFE, Ancok, 2003.
Sumanda. Manajemen Keuangan, Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga, 2014.
Sumar’in, Ekonomi Islam : Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif
Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013
Yuniarti, Vinna Sri. Ekonomi Mikro Syariah, Bandung: CV. Pustaka Setia,
2016.

25

Anda mungkin juga menyukai