Kegiatan Belajar 3
Genre Prosa Fiksi
Penulis:
Pokok-pokok Materi
Uraian Materi
A. GENRE PROSA
1. Prosa Lama
Pada hakikatnya karya sastra merupakan karya imajinatif yang
bermediakan bahasa, serta memiliki unsur estetika yang dominan. Karya
sastra berbentuk prosa atau lengkapnya prosa fiksi, sering juga disebut
sebagai cerita rekaan. Dalam pembelajaran sastra istilah prosa fiksi sering
hanya disebut sebagai prosa saja. Prosa muncul dari imajinasi pengarang
berdasarkan pada peristiwa yang benar terjadi atau hanya terjadi dalam
khayal seorang pengarang. Dengan kontemplasi dan kreativitasnya,
pengarang mencipta sebuah karya yang memunculkan peristiwa tentang
kehidupan.
Pada prosa lama umumnya nama pengarang cerita tidak diketahui
atau bersifat anonim. Menurut jenisnya cerita lama atau lebih dikenal
dengan rakyat dapat dibagi menjadi: (1) mite, (2) legenda, (3) sage, dan
(4) fabel. Mite berhubungan dengan kepercayaan masyarakat lama
tentang dewa-dewi dan kejadian gaib atau misteri. Contoh mite yang
terkenal yaitu cerita tentang Nyai Loro Kidul. Legenda merupakan cerita
yang berhubungan dengan peristiwa sejarah, asal-usul, atau kejadian
alam. Contoh legenda antara lain yaitu kisah Tangkuban Perahu dan
Malin Kundang.
a. Fabel
Fabel sering disebut sebagai cerita binatang karena tokohnya terdiri
atas para binatang yang dapat berperilaku seperti manusia. Fabel
merupakan cerita rakyat yang bersifat didaktik, yang disampaikan untuk
mendidik pembacanya melalui sindiran atau kiasan.
“Mana aku tahu?” gerutu rubah itu, berusaha tanpa hasil memasukkan
mulutnya ke dalam gelas. “Aku tidak bisa mencapai sup itu untuk mencicipinya.”
Burung bangau tidak berkata apa-apa lagi, hanya menghabiskan sup itu,
sementara rubah memandangnya dengan marah.
Pada akhirnya rubah itu pulang dengan jengkel. Sekarang leluconnya
ditujukan padanya, dan entah mengapa ia menganggapnya tidak lucu.
Tokoh dalam fabel tidak selalu berbentuk binatang, manusia juga dapat
berperan di dalamnya. Namun, sesuai dengan ciri fabel, tokoh utama fabel
haruslah binatang yang dapat berperilaku bagaikan manusia. Fabel di atas
hanya memiliki dua tokoh. Tahukah Anda, siapa tokoh utama fabel ini? Rubah
ataukah burung bangau? Mengapa tokoh tersebut disebut sebagai tokoh utama?
Fabel ditulis dengan tujuan memberi pelajaran hidup kepada pembaca
melalui perilaku binatang yang menjadi tokoh cerita. Pelopor fabel bernama
Aesopus dari Yunani. Di Indonesia, kancil merupakan binatang yang sering
menjadi tokoh utama fabel, sedangkan di barat lebih banyak srigala. Cobalah
Anda cari tahu, binatang apakah yang sering dijadikan tokoh cerita fabel di
negara-negara tetangga Indonesia!
b. Cerita Rakyat
Cerita rakyat merupakan cerita yang mengandung unsur fantasi dan
berkembang secara leluri di masyarakat. Selain bersifat menghibur, cerita rakyat
juga merupakan sarana untuk mengetahui: (1) asal-usul nenek moyang, (2) jasa
atau teladan pendahulu kita, (3) hubungan kekerabatan atau silsilah, (4) asal
mula suatu tempat, (5) adat-istiadat, dan (6) sejarah benda pusaka.
LEGENDA DANAU TOBA
Di wilayah Sumatera hiduplah seorang petani yang sangat rajin bekerja.
Ia hidup sendiri sebatang kara. Setiap hari ia bekerja menggarap ladang dan
mencari ikan dengan tidak mengenal lelah. Hal ini dilakukannya untuk
memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Pada suatu hari petani tersebut pergi ke sungai di dekat tempat
tinggalnya. Ia bermaksud mencari ikan untuk lauknya hari ini. Dengan hanya
beberbekal sebuah kail, umpan dan tempat ikan, ia pun pergi menuju ke
sungai...Petani tersebut sangat senang sekali, karena ikan yang didapatkannya
sangat besar dan cantik sekali...tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang
wanita yang sangat cantik... Putri jelmaan ikan itu bersedia menjadi istrinya.
Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh
menceritakan bahwa asal-usul Putri dari seekor ikan....
c. Prosa Lirik
Bentuk karangan yang merupakan peralihan atau campuran prosa dan
puisi. Prosa lirik tidak terikat pada jumlah suku kata dan baris, namun sangat
mementingkan irama. Menurut zamannya prosa lirik dapat dibagi dua, yaitu
prosa lirik lama dan prosa lirik baru.
Prosa lirik lama bercirikan lebih mendekati bentuk puisi, lebih banyak
berupa cerita, lebih mementingkan jumlah suku kata yang tetap dibandingkan
dengan persajakan. Prosa lirik baru lebih mendekati bentuk prosa, berisi curahan
hati. Salah satu contoh prosa lirik ialah kaba Minangkabau.
Jamaris membagi kaba menjadi kaba lama dan kaba baru. Kaba lama
disebarkan dalam bentuk lisan atau bentuk naskah. Kaba baru disebarkan dalam
bentuk cetakan. Sebagai sastra daerah kaba Minangkabau berfungsi untuk
menunjang: (1) perkembangan bahasa daerah, (2) perkembangan bahasa dan
sastra Indonesia.
Secara etimologis kata kaba berasal dari bahasa Arab khabarun yang berarti
berita atau kabar. Pada mulanya kaba dianggap sebagai berita baik maupun
buruk yang merupakan petunjuk dari dewa atau Tuhan dan disampaikan dalam
bentuk cerita. Penyampaian kaba dengan cara dinyanyikan oleh tukang kaba
atau penglipur lara.
Kaba mirip dengan hikayat dalam segi cerita, namun keduanya memiliki
perbedaan. Hikayat disusun berbentuk kalimat dan paragraf, sedangkan kaba
disusun dalam bentuk bersajak, berpantun, atau berupa nyanyian. Cerita kaba
juga dikisahkan dalam bentuk randai. Dalam kesusastraan Minangkabau tidak
dikenal bentuk sastra kraton. Masyarakat Minangkabau pada hakikatnya
merupakan masyarakat yang bersifat demokratis.
Bait pertama kaba sering diawali dengan bentuk seperti berikut:
Yang artinya:
kait-berkait rotan saga
Ya terkait di akar bahar
Di langit sudah terberitakan
Sampai di bumi jadi kabar
DENDANG JO SALUANG:
Tasabuik kaba maso daulu
Kaba banamo Sabai Nan Aluih
Curito urang sagalo koto
Dendang urang sagalo kampuang
2. Prosa Modern
Jenis prosa fiksi yang banyak dikenal orang yaitu cerita pendek (cerpen)
dan novel. Dahulu orang membedakan antara novel dengan roman. Pada
dasarnya kedua prosa ini berbentuk sama panjang, yang membedakannya
hanya pada akhir cerita. Istilah roman diambil dari bahasa Belanda. Karena
Belanda pernah lama menduduki Indonesia, maka istilah itu dahulu lebih dikenal
oleh masyarakat kita. Selain cerpen ada pula jenis prosa pendek yang
merupakan subgenre cerpen yaitu: (1) cerpen, (2) parabel, (3) cerita rakyat, dan
(4) anekdot.
a. Cerpen
Jenis prosa fiksi yang banyak dikenal orang yaitu cerita pendek (cerpen)
dan novel. Dahulu orang membedakan antara novel dengan roman. Pada
dasarnya kedua prosa ini berbentuk sama panjang, yang membedakannya
hanya pada akhir cerita. Istilah roman diambil dari bahasa Belanda. Karena
Belanda pernah lama menduduki Indonesia, maka istilah itu dahulu lebih dikenal
oleh masyarakat kita. Selain cerpen ada pula jenis prosa pendek yang
merupakan subgenre cerpen yaitu: (1) cerpen, (2) parabel, (3) cerita rakyat, dan
(4) anekdot.
Buah pepaya memang enak rasanya. Yang ranum pun sedap kalau dibikin rujak.
Ada lagi keistimewaan pohon pepaya, ia tumbuh dan berbuah di segala musim, di
musim basah, maupun di musim kemarau. Jadi tak ada alasan bagi siapa pun di
muka bumi ini untuk membenci dan memusuhi pohon dan buah pepaya. Itulah
maka Sali tidak mengerti dan hampir tak dapat menahan hati. Ketika diketahuinya
pada suatu pagi pohon pepaya satu-satunya yang tumbuh di pekarangan
rumahya dalam keadaan roboh melintang di tanah. Beberapa buah pepaya yang
ranum dilihatnya tertimpa batangnya yang gemuk itu hingga lumat berlepotan
serupa tempurung kepala bayi-bayi remuk ditimpa penggada raksasa.
Serasa Sali diapungkan ke langit. Linglung tak tahu apa yang mesti dibuatnya.
Perutnya berbunyi-bunyi, kedua belah matanya terus berkedip-kedip. Jari-jarinya
menggeletar ketika membarut-baut pohon pepaya yang tumbang itu. Getahnya
yang meleleh menetes-netes, di matanya persis darah segar kental,
mengingatkannya pada cerita-cerita penyembelihan yang mengerikan.
“Aneh, apa maksudnya berbuat seperti ini?” “Apa latar belakangnya?” Tanya
tetangga pula.
“Kutanam dulu bijinya di sini”, kata Sali seraya mengais tanah di bawahnya
dengan ujung jari kakinya. Kupupuk dan kusirami dua kali sehari pagi dan sore.
Ketika kuncupnya menyemi, hampir aku berjingkrak-jingkrak menari lantaran
besar hatiku.” Kembali diusapnya batang pepaya. Tiba-tiba matanya bekaca-kaca
dan suaranya mengeruh:
“Aku seperti bapaknya yang mengasuhnya sejak ia masih bayi hingga sebesar
ini”. Tersekat sesaat. Lalu tambahnya “Sekarang beginilah keadaannya, ditebang,
dibacok, digorok, dan dirobohkan tak semena-mena”.
Tercenung tetangga mendengarkan kisah mengharukan itu. Berkali-kali ia mau
campur bicara. Tapi setiap kali diurungkannya. Akhirnya berkatalah ia. ” Sedih
juga jadinya ceritamu itu. Tapi sepertinya engkau melebih-lebihkannya. Aku jadi
teringat pada yang sudah mendahului kita…”
“Siapa melarang kalau ia kutimang bagai anakku sendiri?” Tanya Sali tiba-tiba.
“Bagiku ia tidak berbeda dengan seorang anak yang sungguh-sungguh.
Tidakkah ia punya nyawa juga seperti kita?”
“Benar juga katamu Sali,” kata tetangga. “Boleh dibilang ini pelanggaran,
pelanggaran atas hak orang. Bisa dituntut. Sebab setiap pelanggaran mestilah
dapat hukuman yang setimpal. Sebaiknya hal ini kau laporkan kepada Pak
Lurah”. “Tentu, ini mesti aku laporkan. Bukan saja kepada Pa Lurah, kalau perlu
bahkan kepada pembesar yang paling gede.”
“Pembesar kukira tak sudi mengurusi soal-soal sepele seperti ini…” sela
tetangga. “Mereka cuma mengurusi perkara-perkara besar saja. Urusan ini
tentulah tidak menarik minat mereka”.
“Apa? Sepele” dengus Sali. “Kini ditebangnya pohon pepaya, besok rumahku
akan dirobohkannya, dan lusa seluruh kampung akan dibakarnya. Nah, apa ini
bukan perkara besar?”
Kembali tetangga terangguk-angguk.
“Benar juga itu, sebaiknya kau laporkan dulu sekarang kepada Pak Lurah. Pagi-
pagi tentulah ia berada di rumahnya…”
Sebentar Sali berpikir. Kemudian dengan cepat ia melangkah meninggalkan
halamannya. Di luar pagar ia tertegun sejenak. Ingat ia belum sarapan. Tapi ia
segera melangkah lagi, hampir berlari-lari menuju ke rumah Pak Lurah. Di
kelurahan Sali disambut Pak Lurah.
“Hem..” Pak Lurah memilin-milin kumisnya yang galak itu. Kemudian ujarnya,
“Boleh jadi ada sebabnya maka mereka tak suka pada pohon-pohon pepaya…”
“Áneh, tetapi mengapa?”
“Ya begitulah. Mungkin hatinya pernah terluka, hingga dendam mencekam dalam
hatinya.”
“Mustahil!”
“Kenapa mustahil? Misalkan pohon itu telah membangkitkan kenangannya
kepada hal-hal yang pahit yang penah dialaminya.”
“Bagaimana mungkin?”
“Mudah saja. Umpamanya dulu ia pernah mencuri buah pepaya dan tertangkap
basah. Si empunya tentulah menghajarnya sampai babak belur. Atau,
umpamakan dialah yang empunya pohon pepaya yang lebat berbuah, tetapi
selalu didapatinya buahnya hilang dicuri orang hingga tak sempat dinikmatinya
buah itu mesti sebuah pun. Tidakkah cukup alasan baginya untuk merobohkan
setiap pohon pepaya yang dilihatnya?”
Lama Sali terdiam. Sebenarnya ia kecewa di hati mendengar ocehan Pak Lurah
yang baginya mau mengada-ada itu. Tapi ia mendapat jalan lagi, katanya, “Kalau
ada seorang bocah pernah mengencinginya, adakah pantas kalau ia mencekik
mampus setiap bocah yang dijumpainya di jalan-jalan?”.
Rupanya Pak Lurah merasa tersinggung oleh bantahan Sali. Pak Lurah
mendehem beberapa kali seolah-olah ada yang mengganjal di tenggorokannya.
Kemudian ujarnya, “Mana boleh bocah kau samakan dengan pepaya?”
“Kan pohon punya nyawa juga Pak?”
“Uh, sebatang pohon pepaya tak lebih berharga dari sepicuk nasi rames, dan
kau berlagak seolah-olah kehilangan anak kandung kesayanganmu?”.
Sali mengerti bahwa Pak Lurah mulai meradang. Kentara dari kedua belah
matanya yang mulai memerah. Pikirnya lebih baik ia mengalah, ia berkata
merendah.
“Pak, pohon pepaya di pekaranganku telah dirobohkan dengan tak semena-
mena. Tidak patutkah itu aku laporkan?”
“Itu benar tapi jangan melebih-lebihkan Ingat, yang harus diutamakan ialah
kerkukunan kampung. Soal kecil yang dibesar-besarkan bisa mengakibatkan
kericuhan di dalam kampung. Setiap soal mesti diselesaikan dengan sebaik-
baiknya. Tidak boleh main seruduk. Lebih-lebih terhadapmu. Katanya kau
berpenyakit darah tinggi. Suatu penyakit yang jelek sekali mudah membuat orang
penasaran. Masih ingatkah kau pada peristiwa Dulah dan Bidin tempo hari.” Nah,
betapa menyedihkan kesudahannya….”
Di kantor kecamatan Sali diterima oleh beberapa juru tulis muda, karena Pak
Camat kebetulan tidak ada di tempat. Ada-ada saja olah tingkah lalu anak-anak
muda itu. Salah seorang, di antara mereka, setelah mendengar laporan Sali,
berkata,
“Wah urusan bapak ini memang bukan perkara kecil. Ini sungguh-sungguh satu
perkara yang bukan main besarnya. Harus disusun satu panitia khusus untuk
menyelidikinya. Mengadakan penelitian, dari segi dan penjuru. Kami kira Pak
Camat tentu tidak akan mampu menyelesaikannya. Jadi Bapak sebaiknya pergi
saja menghadap Jaksa Agung di ibu kota…”
“Ah, Jangan ke sana,” kata juru tulis yang lain. Jaksa Agung pun tak akan
sanggup mengurusnya…”
“Habis mau ke mana Bapak ini mau menggotong batang pepayanya yang besar
itu?” “Langsung ke PBB!” kata yang lain. “Alangkah geger dunia dibikinnya…!”
Akhirnya Sali mengerti bahwa olok-olok anak muda itu tentu tidak boleh
diteruskan. Siapa tahu akan menaikkan darahnya. Jadi, segera ditingalkannya
para juru tulis muda yang iseng itu.
Di tengah jalan yang berbatu-batu, terasa oleh Sali bebannya bertambah berat,
meski tiada dibawanya pohon pepaya itu. Dengan sebelah kaki dapat
digulingkannya pohon pepaya itu. Itu pun akan dilakukannya nanti. Mengapa kini
malah menjadi bertambah ruwet jadinya? Tapi bagaimana pun bukankah soal ini
harus mendapatkan penyelesaiannya?
Terpikir pula untuk melaporkannya kepada Bapak polisi desa. Kebetulan jalan
yang sedang akan ditepuhnya menuju ke sana pula. Meski banyak rasa pantang
di hatinya untuk menghadap bapak polisi, namun sekali ini dipaksakan jua
langkahnya menuju ke kantor polisi desa.
Hampir ditariknya kembali kakinya dari ambang pintu kantor itu, ketika tiba-tiba
pandang Sali terbentur pada tanda-tanda rumit, paku-paku, pantopel, dan segala
macam tetek-bengek yang serba membingungkan merubungi orang yang disebut-
sebut Pak polisi itu. Tapi ternyata taklah mungkin ia surut karena tiba-tiba
terdengar suara melenguh dari belakang meja. “Hai, ada yang mengintip di
sana…?
“Seketika Sali tergagap. Lalu dengan suara terputus-putus diceritakan Sali
maksud kedatangannya ke sana. Sekoyong–konyong bapak polisi tersentak
bagai disengat lebah lubang pantatnya. Bibirnya menyungging jelek, sebelah
matanya dipicingkannya rapat-rapat, dan yang sebelah lagi dibelalakkannya
lebar-lebar. Secara itulah ia menatap tamunya sesaat lamanya. Sekejap
kemudian, ruangan kecil itu pun berubah menjadi medan yang hiruk pikuk.
Sekali terdengar keluhannya, kering dan gerah. Setelah itu sepi. Dadanya diam
dan rata. Menjelang tenga malam para tetangga dikejutkan oleh suatu pekikan
isteri Sali yang melulung mencabik kesenyapan malam. Tentu mereka pada
tergugah dan takjub bertanya-tanya.
“Ada apa? Apa yang terjadi di rumah Sali?”
Istri Sali menangkupkan kepalanya ke pinggiran bale-bale. Punggungnya
berguncang-guncang menahan kepiluan yang menghunjam ke dalam dadanya.
Kini di hadapannya, di atas bale-bale itu terbujur mayat suaminya, Sali.
Orang mulai menyibukkan diri, masuk ke luar pintu kamar. Tapi tiada seorang pun
merasa perlu untuk menanyakan sebab-sebab kematian Sali, karena mati adalah
untuk setiap makhluk yang hidup. Mungkin mereka sudah menduga, atau
mereka-reka di kepala, seperti halnya isterinya pun menduga, mereka-reka pula
di kepala, berkata dia mesti terbata-bata di sela sedu-sedannya,
“Pohon celaka itulah gara-gara semua ini. Beginilah jadinya. Akulah yang
menebangnya semalam, karena anak-anak sering memanjatnya….!”
Buktikan bahwa cerpen di atas sesuai dengan ciri cerpen berikut ini.
1. Membutuhkan waktu baca sekitar 10-15 menit
2. Menceritakan kehidupan tokoh yang dianggap penting
3. Memiliki alur sederhana
4. Karakter tokoh tidak diuraikan rinci
5. Tidak harus terjadi konflik batin, dan konflik tidak akan mengubah nasib tokoh
6. Perwatakan digambarkan secara singkat dan latar yang terbatas
Meskipun ada yang membatasi panjang cerpen sekitar 1.000 sampai
dengan 2.500 karakter, namun ada cerpen yang lebih pendek lagi. Anda tahu
cepen yang sangat pendek disebut apa? Ya betul, disebut short short story atau
cermin, cerita pendek mini. Cerpen pendek jenis ini lebih sesuai jika dijadikan
bahan pembelajaran, karena waktu bacanya yang singkat.
Sekarang perhatikanlah cerpen pendek karangan Tika Anggreni berikut
ini.
JANJI AYAH
b. Novel
Adapun kelompok novel terdiri atas: (1) novel, (2) novelet, (3) dan roman.
Penggolongan ini didasarkan atas panjang pendeknya penceritaan. Novel yang
tidak begitu panjang disebut novelet atau novela, yang panjangnya kurang jika
dibandingkan dengan roman. Pengarang novel disebut novelis.
Bentuknya yang panjang terurai juga membedakan pemaparan novel
dengan cerpen yang padat terkonsentrasi. Novel mampu menghadirkan
beberapa situasi sosial dalam cerita yang kompleks secara utuh. Di awal
kemunculannya roman dibedakan dari bentuk novel.
Roman merupakan jenis prosa fiksi yang pertama kali muncul, disusul
oleh cerpen kemudian novel. Roman berisi kehidupan tokoh sejak ia masih
kanak-kanak atau remaja. Cerita dalam karya roman diakhiri dengan kematian
tokoh utama. Roman Indonesia yang pertama berjudul Azab dan Sengsara terbit
tahun 1917, sedangkan roman detektif pertama di Indonesia berjudul Mencari
Pencuri Anak Perawan karangan Suman Hs. Pada perkembangannya roman
dimasukkan menjadi bagian dari subgenre novel.
c. Anekdot
Istilah anekdot berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas an yang berarti
‘tidak’ dan ekdotos yang berarti ‘dikeluarkan, diterbitkan.’ Cerita singkat atau
kisah pendek yang mengisahkan hal-hal yang lucu tentang tokoh tertentu, yang
belum dapat dipastikan kebenarannya. Ciri anekdot mengandung unsur humor
atau kelucuan, namun di balik unsur humor itu terdapat ajakan untuk
merenungkan suatu kebenaran.
Unsur anekdot meliputi: (1) tokoh, (2) alur, (3) latar, dan (4) rangkaian
peristiwa.
Bacalah anekdot berikut ini.
OBROLAN PRESIDEN
Saking sudah bosannya keliling dunia, Gus Dur coba cari suasana baru di
pesawat RI-01. Kali ia dia mengundang Presiden AS dan Prancis, terbang
bersamanya buat keliling dunia. Boleh dong, emangnya AS dan Prancis saja yang
punya pesawat kepresidenan?
Seperti biasa, setiap presiden selalu ingin memamerkan apa yang menjadi
kebanggaan negerinya.
Tak lama presiden Amerika, Clinton, mengeluarkan tangannya, dan sesaat
kemudian dia berkata, “Wah, kita sedang berada di atas New York!”
Presiden Indonesia (Gus Dur). “Lho, kok bisa tahu, sih?”
“Itu... Patung Liberty kepegang!” jawab Clinton dengan bangga.
Enggak mau kalah, Presiden Prancis, Jacques Chirac, ikut menjulurkan
tangannya keluar.
“tahu nggak ... kita sedang berada di atas kota Paris!” katanya dengan
sombongnya.
Presiden Indonesia berseru, “Wah ... kok bisa tahu juga?”
“Itu ... Menara Eiffel kepegang!” saut presiden Prancis tersebut.
Karena disombongi oleh Clinton dan Chirac, giliran Gus Dur yang menjulurkan
tangannya ke luar pesawat. “Wah ... kita sedang berada di atas Tanah Abang1”
teriak Gus Dur.
“Lho, kok bisa tahu, sih?” “Lho, kok bisa tahu, sih?” tanya Clinton dan Chirac
heran karena tahu Gus Dur itu ‘kan enggak bisa melihat.
“Ini ... jam tangan saya hilang...” jawab Gus Dur kalem.
Tokoh dalam anekdot di atas ada tiga, dengan tokoh utama Gus Dur. Alur
yang dipergunakannya bergerak maju atau progresif, mengambil latar di pesawat
terbang kepresidenan RI. Sekarang, buatlah rangkaian peristiwa yang terjalin
membentuk cerita yang menimbulkan kelucuan ini.
Rangkuman
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 3 tentang Genre
Prosa Fiksi. Hal-hal penting yang telah Anda pelajari dalam Kegiatan Belajar 3 ini
meliputi:
Prosa lama yang terdiri atas: fabel, cerita rakyat, dan prosa lirik, serta prosa
modern yang membicarakan tentang: cerpen, novel, dan anekdot (unsur, kaidah,
dan struktur).
Tokoh utama dalam fabel haruslah binatang yang dapat berperilaku
bagaikan manusia. Melalui perilaku binatang yang menjadi tokoh cerita, tujuan
fabel ditulis untuk memberi pelajaran moral bagi para pembacanya. Fabel
termasuk dalam cerita rakyat.
Cerita rakyat adalah cerita yang beredar di kalangan masyarakat. Jenis
cerita rakyat dapat dibagi menjadi: (1) mite, (2) legenda, (3) sage, dan (4) fabel.
Contoh legenda nusantara yang terkenal, antara lain: legenda Danau Toba dan
legenda Tangkuban Perahu.