Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHASAN 1-7

1. a. Pyrrophyta = Alga api


b. Phaeophyta= Alga Coklat/ Pirang
c. Chrysophyta= Warnanya yang kuning keemasan berasal dari kandungan pigmen karotena
dan xantofil y. Menyimpan cadangan makana dalam bentuk laminarin atau
minyak
d. Rhodophyta = Warna merah (Fikoeritrin)
e. Chlorophyta= Warna hijau (klorofil)

2. a. Blastospora b. Chlamydospora c. Arthrospora d. Zygospora e. Konidiospora


1. Konidiospora / Konidium / konidia. Spora konidiospora merupakan spora
aseksual yang paling banyak ditemukan pada fungi / jamur. Konidiospora /
konidium dibentuk di di ujung atau di sisi suatu hifa khusus. Susunan atau letak
dari konidium pada konidiofornya dapat bervariasi. Konidium kecil bersel satu
disebut mikrokonidia.
2. Sporangiospora. Sporangiospora merupakan spora bersel satu. Sporangiospora
terbentuk di dalam kantung yang disebut sporangium, yang terletak di ujung hifa
khusus yang disebut sporangiofor. Sporangiospora ada yang dapat bergerak
menggunakan flagella disebut zoospore dan ada pula yang tidak dapat bergerak
disebut aplanospora. Sporangiospora ada yang motil disebut zoospora dan ada
yang non motil disebut motilitas. Motilitas dari zoospora disebabkan adanya
flagella.
3. Arthrospora / oidium /oidospora / oidia. Spora ini merupakan spora yang
terbentuk karena terputusnya sel – sel hifa. Arthrospora / oidium /oidospora /
oidia bersel resisten terhadap keadaan lingkungan yang buruk.

4. Klamidospora. Spora ini terbentuk dari penebalan bagian-bagian tertentu dari


suatu hifa somatik. Klamidospora adalah spora aseksual bersel satu yang
berdinding tebal yang dibentuk ketika keadaan lingkungan tidak menguntungkan
bagi pertumbuhan jamur. Spora ini sangat tahan terhadap lingkungan yang
ekstrim seperti kekeringan dan paparan bahan kimia. Jadi spora ini sangat
resisten terhadap keadaan lingkungan yang buruk.

5. Blastospora. Blastopora merupakan kuncup atau tunas pada jamur


uniseluler yaitu khamir, yang terdapat pada sel ragi. Blastopora aseksual dapat
ditemukan pada sel-sel ragi.

Selain reproduksi spora aseksual diatas, jamur juga masih mempunyai sistem
reproduksi yang lain yakni sistem reproduksi seksual. Sistem reproduksi seksual
yang terjadi pada fungi mempunyai pola yang sama dengan eukariot tingkat tinggi.
Proses reprosuksinya diawali dengan terjadinya plasmogami, yaitu penyatuan
sitoplasma dari dua individu yang cocok dimana sitoplasma yang bersatu tersebut
masing-masing membawa inti yang terkandung di dalamnya. Kariogami adalah
penyatuan atau fusi nukleus dari kedua individu untuk membentuk nucleus yang
diploid. Kariogami dapat langsung terjadi setelah plasmogami tetapi dapat pula
ditunda. Penundaan kariogami ini sering terjadi pada beberapa fungi tingkat tinggi,
sehingga dalam perkembangannya pada miselium dapat dilihat sel-sel yang
berinti Dua (binukleat). Setelah terjadi kariogami, proses selanjutnya adalah
terjadinya meiosis yang akan menghasilkan materi genetik, reduksi,dan
pembelahan sel yang menghasilkan empat sel haploid. Sel - sel reproduksi yang
dihasilkan dengan cara ini disebut spora Seksual. Spora ini disebut spora seksual
karena dihasilkan melalui proses penyatuan dua inti dari individu yang berbeda.

Berikut ini adalah macam – macam sistem reproduksi , antara lain:


1. Askospora. Askospora bersel satu dan dan terbentuk di dalam suatu struktur
kantung yang dinamakan askus. Biasanya terdapat delapan askospora pada setiap
askus .
2. Basidiospora. Badiospora merupakan spora seksual bersel satu yang
terbentuk di atas struktur berbentuk gada yang dinamakan basidium.

3. Zigospora. Zigosora merupakan spora besar berdinding tebal, terbentuk dari


ujung - ujung dua hifa yang serasi secara seksual melebur, yang dinamakan
gametangia.

4. Oospora. Oospora adalah spora yang terbentuk di dalam struktur gamet betina
khusus yang disebut oogonium. Kemudian gamet betina khusus ini mengalami
pembuahan telur atau oosfer oleh gamet jantan yang terbentuk dalam anteridium
menghasilkan oospora. Dalam setiap oogonium bisa ada satu atau beberapa
oosfer.

3. Haemophilus sp = Mengganggu system pernafasan

4. Jawaban A

5. Jawaban; 1 dan 3 Sulfalobus dan Pylorobus fumarii.


Halofilik merupakan kelompok Archaebacteria yang tinggal di lingkungan dengan
kadar garam tinggi seperti laut mati. Halofilik juga merupakan bakteri anaerob,
artinya hanya dapat hidup di lingkungan tanpa oksigen. Halofilik menghasilkan
makanan dengan dengan bantuan bakteriorhodopsin yang berfungsi sama dengan
klorofil tumbuhan, namun memiliki warna ungu. Salah satu contoh bakteri halofilik
yaitu Halobacterium sp

Termoasidofilik merupakan kelompok archaebacteria yang tinggal di lingkungan


ekstrim. Termoasidofilik dapat bertahan dalam lingkungan dengan yang panas dan
berkadar asam tinggi seperti kawah vulkanik, mata air, dan lubang hidrotermal
laut. Bakteri ini menggunakan sulfur sebagai sumber energinya. Salah satu contoh
termoasidofilik adala Pylorobus fumarii dan Sulfalobus
6. Contoh bakteri yang menghasilkan eksotoksin : Clostridium botulinum, Clostridium
perfringens, Stapylococcus aureus, Bacillus cereus

Penjelasan Vibrio cholerae adalah bakteri gram negatif, berbentuk koma dan
bersifat motil, memiliki struktur antogenik dari antigen flagelar H dan antigen
somatik O, gamma-proteobacteria, mesofilik dan kemoorganotrof. Wikipedia
Nama ilmiah: Vibrio cholerae

Klasifikasi lebih tinggi: Vibrio


Tingkatan takson: Spesies
Kerajaan: Bacteria
Famili: Vibrionaceae
Filum: Proteobacteria
Ordo: Vibrionales

Clostridium botulinum adalah bakteri yang memproduksi racun botulin, penyebab


terjadinya botulisme. Bakteri ini masuk kedalam genus Clostridium. Bakteri ini
pertama kali ditemukan pada tahun 1896 oleh Emile van Ermengem dan umumnya
dapat ditemukan di tanah.
Nama ilmiah: Clostridium botulinum
Klasifikasi lebih tinggi: Klostridium
Tingkatan takson: Spesies
Famili: Clostridiaceae
Kelas: Clostridia
Spesies: C. botulinum

Clostridium perfringens adalah spesies bakteri gram-positif yang dapat membentuk


spora dan menyebabkan keracunan makanan. Beberapa karakteristik dari bakteri ini
adalah non-motil, sebagian besar memiliki kapsul polisakarida, dan dapat
memproduksi asam dari laktosa.
Nama ilmiah: Clostridium perfringens
Klasifikasi lebih tinggi: Klostridium
Tingkatan takson: Spesies
Famili: Clostridiaceae
Kelas: Clostridia
Spesies: perfringens
Salmonella adalah genus bakteri enterobakteria Gram-negatif berbentuk tongkat
yang menyebabkan demam tifoid, demam paratipus, dan keracunan makanan.
Spesies-spesies Salmonella dapat bergerak bebas dan menghasilkan hidrogen
sulfida.
Klasifikasi yang lebih rendah: Salmonella enterica, Salmonella bongori
Nama ilmiah: Salmonella
Tingkatan takson: Gen

Bacillus subtilis, dikenal juga sebagai hay bacillus or grass bacillus, adalah bakteri
Gram-positif, katalase-positif, ditemukan di dalam tanah dan saluran pencernaan
ruminansia dan manusia.
Kerajaan: Bacteria
Nama ilmiah: Bacillus subtilis
Famili: Bacillaceae
Filum: Firmicutes
Kelas: Bacilli
Ordo: Bacillales
Pewarnaan Gram: Gram-positif

7. Jawabannya Pernyataan dan Sebabnya Benar


Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri kokus Gram positif. Bakteri ini
sering ditemukan sebagai flora normal yang menghuni saluran pernapasan
manusia khususnya nasopharing dan sebagai bakteri patogen yang dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit seperti pneumonia, meningitis, sinusitis
dan otitis media.
Manifestasi infeksi S. pneumoniae diawali dengan adhesi bakteri ke sel inang
untuk memulai infeksi. Adhesi merupakan kemampuan bakteri untuk dapat
melekat pada sel inang. Kemampuan bakteri dalam melakukan adhesi dimediasi
oleh berbagai macam protein yang terdapat pada permukaannya (Thanassi dkk.,
2012). Variasi protein tersebut dinamakan adhesin (Parija, 2012). Setelah bakteri
menempel, kemudian terjadi kolonisasi dan replikasi yang mengawali respons sel
inang dalam proses penghancuran sel yang terinfeksi. Kemampuan S. pneumoniae
untuk melekat didukung oleh beberapa protein permukaan, seperti pili, PspC,
PsaA, PsrP, NanA, dan PavA. Namun, adhesi pada sel inang, melalui adhesin yang
terlokalisasi pada pili, merupakan peristiwa pertama dan diikuti oleh perlekatan
protein permukaan lainnya (Mufida dkk., 2018). Penelitian sebelumnya oleh Danne
dan Dramsi (2012) juga menyebutkan bahwa pili adalah organel yang berkontribusi
pada langkah-langkah awal infeksi yaitu adhesi dan kolonisasi terhadap sel inang.
Pili merupakan salah satu faktor virulensi yang dimiliki oleh S. pneumoniae. Pili,
berupa filamen panjang yang terbukti memiliki hubungan virulensi dan
kemampuan untuk melakukan adhesi serta kolonisasi

SEBAB Bakteri Streptococcus pyogenes memiliki kapsul dari asam hialuronat


yang dapat diamati di awal pembenihan dan dapat dibedakan
dengan Pneumococcus. Kapsul ini berfungsi untuk mencegah fagositosis

Anda mungkin juga menyukai