Anda di halaman 1dari 18

INSTITUSI MONARKI ISLAM; UMAYAH DAN ABASIYAH

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok pada
mata kuliah Fiqih Siyasah

Dosen Pengampu: Abu Bakar, M.S.I

Disusun Oleh: Kelompok 5

Kelas HKI 3 A

Nur Kamila 12212003


Ratih Hafidah 12212006
Thyara Aldhista Purnama 12212007
Ahmad Rifa’i 12212008
Waldi Kurniawan 12212012
Athia Srimas Albastani 12212016
Kiki Oktaviani Herawati 12212073
Rahmatullah 12212075
Irwan Nur Aidhil 12212076

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah. Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul
“Institusi Monarki Islam; Umayah dan Abasiyah” ini dapat kami selesaikan dengan
baik dan tepat waktu. Atas limpahan rahmat-Nya juga yang telah Allah berikan
kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun berdasarkan kajian pustaka
maupun dari beberapa sumber internet.

Pada kasempatan ini, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua


pihak yang telah memberikan semangat dan dorongan motivasi dalam proses
pembuatan makalah ini. Tak lupa juga pula kepada kedua orang tua yang telah
banyak berkontribusi bagi kami, dosen pengampu mata kuliah Fiqih Siyasah, Bapak
Abu Bakar, M.S.I dan juga kepada semua teman seperjuangan yang telah membantu
kamu dalam berbagai hal. Harapan kami, materi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Tiada yang sempurna di dunia ini, melainkan hanyalah Allah SWT Yang
Maha Sempurna, karena itu kami sangat memohon kritik dan saran yang dapat
membangun pada makalah kami selanjutnya.

Demikianlah makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam


penulisan ataupun terdapat ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah
ini, kami mohon maaf. Tim penyusun menerima kritik dan saran dari pembaca agar
bisa membuat makalah yang lebih baik kedepannya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh.

Pontianak, 24 Oktober 2023

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

INSTITUSI MONARKI ISLAM; UMAYAH DAN ABASIYAH ........................... i

KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

C. Tujuan .......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Dinasti Umayah dan Abasiyah ..................................................................... 3

B. Pemerintahan Dinasti Umayah dan Abasiyah .............................................. 6

C. Ketatanegaraan Dinasti Umayah dan Abasiyah ........................................... 9

D. Dinasti Penerusnya...................................................................................... 11

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 13

A. Kesimpulan ................................................................................................ 13

B. Saran .......................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang turun dari Allah SWT di daerah Arab. Yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Islam muncul pada awal abad ke 7. Islam
mulai berkembang di Mekkah. Selanjutnya Islam mengalami perkembangan
dengan perluasan wilayah ke Madinah. Di sanalah dibentuk semacam
pemerintahan yang berdasarkan kosntitusi yang disebut piagam Madinah.

Islam bukanlah sekedar agama yang membawa nilai-nilai religius. Tapi


Islam juga membawa sebuah peradaban. Dimulai dari masa Rasulullah
kemudian dilanjukan pada masa kepemimpinan Khulafaur Rasyidin. Saat itulah
Islam mulai memberi pengaruh kepada dunia, karena para khalifah sudah
melakukan perluawan wilayah keluar daerah Arab. Setelah masa Khulafaur
Rasyidin muncullah Daulah Bani Umayah dan Abasiyah.

Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat kepemimpinan Bani Umayah


dan Abasiyah. Sehingga peradaban Islam memberi pengaruh besar kepada
dunia saat itu. Pada saat itu para khalifah melakukan ekspansi besar-besaran ke
daerah Asia, Afrika, sampai Eropa. Para sejarawan menyebut saat itu dengan
“The Golden Age”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana latar munculnya Dinasti Umayah dan Abbasiyah?


2. Bagaimana bentuk pemerintahan Dinasti Umayah dan Abbasiyah pada
masa itu?
3. Bagaimana sistem ketatanegaraan Dinasti Umayah dan Abbasiyah?
4. Bagaimana adanya dinasti penerus setelahnya?

C. Tujuan

1. Untuk memahami latar belakang munculnya Dinasti Umayah dan


Abbasiyah.

1
2. Untuk mengetahui bentuk pemerintahan Dinasti Umayah dan Abbasiyah.
3. Untuk dapat meninjau lebih jauh sistem ketatanegaraan Dinasti Umayah
dan Abbasiyah.
4. Untuk memahami dinasti penerus yang ada setelah Dinasti Umayah dan
Abbasiyah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dinasti Umayah dan Abasiyah

1. Latar Belakang Dinasti Umayah


Latar belakang lahirnya Dinasti Umayyah ialah dalam kondisi dan
situasi di tengah-tengah terjadinya pertentangan politik antara golongan,
yaitu: golongan Syi’ah, golongan Khawarij, golongan Jami’iyah, dan
golongan Zubaer. Dari pertentangan polotik antar golongan itu, kelompok
Bani Umayyah yang dipelopori Mu’awiyyah muncul sebagai pemenangnya
yang selanjutnya berdirilah pemerintah Daulat Bani Umayyah.
Corak politik suatu negara umumnya akan dipengaruhi oleh latar
belakang berdirinya negara yang bersangkutan dan dipengaruhi oleh situasi
saat berdirinya negara tersebut. Daulat Bani Umayyah yang lahir dikelilingi
oleh musuh-musuhnya dari berbagai golongan, maka kebijaksanaan
politiknya menggunakan pendekatan keamanan (militer) agar
kekuasaannya menjadi korban dan berwibawa.
Muawiyah bin Abi Sufyan sudah terkenal sifat dan tipu muslihatnya
yang licik. Dia adalah kepala angkatan perang yang mula-mula mengatur
angkatan laut, dan ia pernah dijadikan sebagai amir “Al-Bahar”. Ia
mempunyai sifat panjang akal, cerdik cendikia lagi bijaksana, luas ilmu dan
siasatnya terutama dalam urusan dunia, ia juga pandai mengatur pekerjaan
dan ahli hikmah.
Muawiyah bin Abi Sufyan dalam membengun Daulah Bani Umayyah
mengunakan politik tipu daya, meskipun pekerjaan itu bertentangan dengan
ajaran Islam. Ia tidak gentar melakukan kejahatan. Pembunuhan adalah cara
biasa, asal maksud dan tujuannya tercapai Abu Sufyan ini baru memeluk
Islam dan tunduk kepada Nabi Muhammad saat Fathu Makkah. Meskipun
begitu Nabi Muhammad saw., tetap memerankan Abu Sufyan sebagai
pemimpin Makkah. Pada saat itu ketika seluruh penduduk Makkah merasa
ketakutan, Nabi Muhammad berkata, bahwa barang siapa yang memasuki

3
rumah Abu Sufyan, maka ia akan selamat. Artinya bahwa keberadaan Abu
Sufyan adalah tetap pemimpin Makkah, meskipun ia tunduk kepada
kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Pada masa kepemimpinan Rasulullah
dan Khulafaur Rasyidin, Bani Umayah tidak lagi sebagai pempimpin
bangsa Arab. Pada saat itu kepemimpinan Islam dan bangsa Arab, tidak
memperhatikan asal-usul kabilah dan kesukuan. Proses rekrutmen
pempimpin didasarkan pada kemampuan dan kecakapan.
Meskipun Usman bin Affan adalah dari keluarga Bani Umayyah, tetapi
ia tidak pernah mengatasnamakan diri sebagai Bani Umayyah. Begitu juga
Mu’awiyah bin Abi Sufyan diangkat oleh Umar bin Khattab sebagai
gubernur Syiria adalah karena kecakapannya. Ambisi Bani Umayyah untuk
memimpin kemabali muncul ketika mereka sudah mempunyai kekuatan
besar. Dengan berbagai upaya, mereka menyusun kekuatan dan merebut
kekhalifahan umat Islam. Usaha ini akhirnya berhasil setelah Hasan bin Ali
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai khalifah dan menyerahkannya
kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan, yang dikenal dengan istilah Amul
Jama’ah.1
2. Latar Belakang Dinasti Abasiyah
Latar belakang berdirinya Daulah Abbasiyah tidak terlepas dari
berbagai masalah yang mewarnai pemerintahan Bani Umayyah. Sejak awal
berdirinya Dinasti Umayyah (Sunni), kelompok Muslim Syiah telah
memberontak karena merasa hak mereka terhadap kekuasaan dirampok oleh
Muawiyah (pendiri Bani Umayyah) dan keturunannya. Begitu pula dengan
kelompok Khawarij, yang juga merasa bahwa hak politik tidak dapat
dimonopoli oleh keturunan tertentu, tetapi hak setiap Muslim. Masalah itu
terus memburuk hingga pada pertengahan abad ke-8, banyak umat yang
tidak lagi mendukung Bani Umayyah, yang dinilai korup, sekuler, dan
memihak sebagian kelompok. Kelompok lain yang sangat membenci
kekuasaan Dinasti Umayyah adalah Mawalli, yaitu orang-orang Muslim

1
Fuji Rahmadi, Dinasti Umayyah (Kajian Sejarah dan Kemajuannya), Vol. 3 No. 2, Al-
Hadi, 2018, hal. 671-672.

4
non-Arab. Mereka yang kebanyakan dari Persia ini merasa tidak
diperlakukan setara dengan orang Arab karena diberi beban pajak lebih
tinggi. Keadaan pun semakin diperburuk oleh perang saudara antara sesama
Bani Umayyah, yang oleh masyarakat telah dicap bermoral buruk.
Permasalahan yang menimpa pemerintahan Bani Umayyah memicu
lahirnya Gerakan Abbasiyah. Gerakan Abbasiyah sendiri diambil dari nama
paman Nabi Muhammad SAW, Al-Abbas. Gerakan ini berusaha
menggulingkan Kekhalifahan Umayyah karena mengklaim Daulah
Abbasiyah sebagai penerus sejati Nabi Muhammad, berdasarkan garis
keturunan mereka yang lebih dekat. Dalam revolusinya, Daulah Abbasiyah
berbekal janji akan mendirikan sistem yang lebih ideal bagi umat Islam,
daripada Dinasti Umayyah yang dinilai sebagai penindas dan tidak memiliki
legitimasi keagamaan. Gerakan yang dilakukan Bani Abbasiyah pun
didukung oleh sebagian besar orang Arab yang dirugikan Umayyah, dengan
tambahan faksi Yaman, Mawali, Khawarij, dan Syiah. Kelompok inilah
yang mendukung Abdul Abbas As-Saffah, keturunan paman Nabi
Muhammad, untuk melakukan revolusi guna menggulingkan kekuasaan
Bani Umayyah.
Selain, Abdul Abbas As-Saffah, salah satu tokoh yang berperan dalam
proses berdirinya Daulah Abbasiyah adalah Abu Muslim Al Khurasani.
Abdul Abbas As-Saffah merekrut Abu Muslim Al Khurasani sebagai agen
propaganda sekaligus panglima perang. Peran Abu Muslim Al Khurasani
begitu sentral ketika menjadi agen propaganda Gerakan Abbasiyah pada
746. Ia mampu menarik simpati rakyat Khurasan untuk menggalang
kekuatan politik dan mendeklarasikan gerakan oposisi Abassiyah. Setahun
kemudian, yakni pada 747, Abu Muslim Al Khurasani memimpin
pemberontakan pada kekuasaan Bani Umayyah di Merv, sekarang masuk
Tukmenistan. Pertempuran itu berlangsung hingga mampu menguasai
Herat, Balkh, Tukharistan, Tirmidh, Samarqand, dan Bukhara. Peperangan
Revolusi Abbasiyah memuncak pada 750, ketika terjadi Pertempuran Zab,
yang menandai runtuhnya Bani Umayyah. Khalifah Bani Umayyah terakhir,

5
Marwan II, berhasil ditangkap dan dibunuh di Mesir, sedangkan Abdul
Abbas As-Saffah resmi memimpin Bani Abbasiyah sebagai khalifah
pertamanya.2

B. Pemerintahan Dinasti Umayah dan Abasiyah

1. Pemerintahan Dinasti Umayah


Walaupun Muawiyah mengubah sistem pemerintahan dari musyawarah
menjadi monarki, namun Dinasti ini tetap memakai gelar Khalifah. Namun,
ia memberikan interpretasi baru untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia
menyebutnya 'Khalifah Allah' dalam pengertian “penguasa” yang diangkat
Allah dalam memimpin umat denganmengaitkannya kepada al-Qur’an
(Q.S. al-Baqarah/2:30). Atas dasar ini Dinasti menyatakan bahwa
keputusan-keputusan Khalifah berdasarkan atas kehendak Allah, siapa
yangmenentangnya adalah kafir. Dengan kata lain pemerintahan Dinasti
Bani Umayyah bercorak teokratis, yaitupenguasa yang harus ditaati semata-
mata karena iman. Seseorang selama menjadi mukmin tidak boleh melawan
khalifahnya, sekalipun ia beranggapan bahwa Khalifahadalah seseorang
yang memusuhi agama Allah dan tindakan-tindakan Khalifah tidak sesuai
dengan hukum-hukum syariat. Dengan demikian, meskipun pemimpin
Dinasti ini menyatakan sebagai Khalifah akantetapi dalam prakteknya
memimpin umat Islam sama sekali berbeda dengan Khalifah yang empat
sebelumnya, setelah Rasulullah.
Pengelolaan administrsi pemerintahan dan struktur pemerintahan
Dinasti Bani Umayah merupakan penyempurnaan dari pemerintahan
Khulafaur Rasyidin yang diciptakan oleh Khalifah Umar. Wilayah
kekuasaan yang luas itu, sebagaimana pada periode Negara Madinah, dibagi
menjadi beberapa provinsi. Setiap provinsi dikepalai oleh gubernur dengan
gelar wali atau amir yang diangkat oleh khalifah. Gubernur didampingi oleh
seorang atau beberapa katib (sekretaris), seorang hajib (pengawal) dan

2
Faisal Ismail, Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XII M),
(Yogyakarta: Diva Press, 2007), hal. 322.

6
pejabat-pejabat penting lain, yaitu shahib al-kharaj (pejabat pendapatan),
shahib al-syurthat (pejabat kepolisian), dan qadhi (kepada keagamaan dan
hakim). Pejabat pendapatan dan qadhi diangkat oleh khalifah dan
bertanggung jawab kepadanya.
2. Pemerintahan Dinasti Abasiyah
Sistem dan bentuk pemerintahan, struktur organisasi pemerintahan dan
administrasi pemerintahan Dinasti ini pada hakikatnya tidak jauh berbeda
dari Dinasti Umayah. Namun ada hal-hal baru yang diciptakan oleh Bani
Abbas. Sistem dan bentuk pemerintahan monarki yang pelopori oleh
Muawiyah bin Abi Sufyan diteruskan oleh Dinasti Abbasiyah; dan memakai
gelar khalifah. Tapi derajatnya lebih tinggi dari gelar khalifah di zaman
Dinasti Umayah. Khalifah-khalifah Dinasti Abbasiyah menempatkan diri
mereka sebagai zhillullah fi al-ardh (bayangan Allah di bumi). Pernyataan
ini diperkuat dengan ucapan Abu Ja’far al-Mansur, “Sesungguhnya saya
adalah Sultan Allah di bumiNya.” Ini mengandung arti bahwa khalifah
memperoleh kekuasaan dan kedaulatan dari Allah, bukan rakyat. Karena
khalifah menganggap kekuasaannya ia peroleh atas kehendak Tuhan dan
Tuhan pula yang memberi kekuasaan itu kepadanya, maka kekuasaannya
bersifat absolut. Sebab kekuasaannya ia anggap sebagai penjelmaan
kekuasaan Tuhan sebagai Penguasa Tunggal alam semesta. Karena itu pula
kekuasaan absolut khalifah-khalifah Abbasiyah lebih menonjol dari
khalifah-khalifah Bani Umayah. Timbulnya interpretasi baru terhadap
kedudukan khalifah di zaman Abbasiyah, sangat dipengaruhi oleh
kebudayaan Persia. Karena kota Baghdad, pusat pemerinntahan Dinasti
Abbasiyah berada di lingkungan pengaruh Persia. Seorang penguasa yang
mengklaim bahwa ia memperoleh kekuasaan dari Tuhan, dalam ilmu
politik, disebut teori ketuhanan. Teori ini menerangkan bahwa kedaulatan
berasal dari Tuhan. Penguasa bertahta atas kehendak Tuhan dan Tuhan pula
yang memberi kekuasaan itu kepadanya.3

3
Krenenburg dan TK. B. Sabarudin, Ilmu Negara, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1986), hal.
9.

7
3. Perbedaan Dinasti Umayah dan Abasiyah dengan Khulaur Rasyidin
Dikemukakan ciri-ciri khususnya yang membedakan pemerintahan
Khulafaur Rasyidin dengan pemerintahan Dinasti Umayah. Ciri-cirinya
antara lain: unsur pengikat bangsa lebih ditekankan pada kesatuan politik
dan ekonomi; khalifah adalah jabatan sekuler dan berfungsi sebagai kepala
pemerintahan eksekutif; kedudukan khalifah masih mengikuti tradisi
kedudukan syaikh (kepala suku) Arab, dan karenanya siapa saja boleh
bertemu langsung dengan khalifah untuk mengadukan haknya: Dinasti ini
lebih banyak mengarahkan kebijaksanaan pada kekuasaan negara; Dinasti
ini bersifat eksklusif karena lebih mengutamakan orang-orang berdarah
Arab duduk dalam pemerintahan, orang-orang non-Arab tidak mendapat
kesempatan yang sama luasnya dengan orang-orang Arab; dan qadhi
(hakim) mempunyai kebebasan dalam memutuskan perkara.4 Disamping itu
Dinasti ini tidak meninggalkan unsur agama dalam pemerintahan.
Formalitas agama tetap dipatuhi dan terkadang menampilkan citra dirinya
sebagai pejuang Islam. Ciri lain dari Dinasti ini kurang melaksanakan
musyawarah. Karenanya kekuasaan khalifah mulai bersifar absolut
walaupun belum begitu menonjol. Dengan demikian tampilnya Dinasti
Umayah yang mengambil bentuk monarki, merupakan babak edua dari
praktek pemerintahan umat Islam dalam sejarah.
Ditemukan ciri-ciri khususnya yang membedakan pemerintahan
Khulafaur Rasyidin dengan pemerintahan Dinasti Abasiyah. Ciri-cirinya
antara lain: unsur pengikat bangsa adalah agama; jabatan khalifah adalah
suatu jabatan yang tidak bisa dipisahkan dari negara; kepala pemerintahan
eksekutif dijabat oleh seorang wazir; Dinasti ini lebih menekankan
kebijaksanaannya pada konsolidasi dan peningkatan laju pertumbuhan
ekonomi; Dinasti ini bersifat universal karena muslim Arab dan non-Arab
adalah sama; dan corak pemerintahannya banyak dipengaruhi oleh

4
Nourouzzaman Shiddiqi, Pengantar Sejarah Muslim, (Yogyakarta: Cakra Donya, 1981),
hal. 87-88.

8
kebudayaan Persia.5 Ciri lain adalah kekuasaan khalifah yang bersifat
absolut sangat menonjol. Dinasti ini memanfaatkan kemajuan ekonomi
untuk pengembangan penelitian-penelitian ilmiah di berbagai bidang
sehingga mencapai prestasi-prestssi gemilang yang mengagumkan dunia.
Penerangan dan pembinaan hukum digalakkan, dan pembinaan akhlak
Masyarakat sangat diperhatikan.

C. Ketatanegaraan Dinasti Umayah dan Abasiyah

1. Ketatanegaraan Dinasti Umayah6


a. Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus.
Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan politis dan alasan
keamanan. Karena letaknya jauh dari Kufah pusat kaum Syiah
pendukung Ali, dan jauh dari Hijaz tempat tinggal mayoritas Bani
Hasyim dan Bani Umayah, sehingga bisa terhindar dari konflik yang
lebih tajam antara dua Bani itu dalam memperebutkan kekuasaan.
b. Menumpas orang-orang yang berposisi yang dianggap berbahaya jika
tidak bisa dibujuk dengan harta dan kedudukan, dan menumpas kaum
pemberontak. Ia menumpas kaum Khawarij yang merongrong wibawa
kekuasaannya dan mengkafirkannya. Golongan ini menuduhnya tidak
mau berhukum kepada al-Qur’an dalam mewujudkan perdamaian
dengan Ali di perang Shiffin melainkan ia mengikuti ambisi hawa
nafsunya.
c. Membangun kekuasaan militer yang terdiri dari tiga angkatan, darat,
laut, dan kepolisian yang tangguh dan loyal. Mereka diberi gaji yang
cukup, dua kali lebih besar daripada yang diberikan Umar kepada
tentaranya. Ketiga angkatan ini bertugas menjamin stabilitas keamanan
dalam negeri dan mendukung kebijaksanaan politik luar negeri yaitu
memperluas wilayah kekuasaan

5
Ibid, hal. 90-91.
6
Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hal. 163-
166.

9
d. Meneruskan perluasan wilayah kekuasaan Islam baik ke Timur maupun
ke Barat. Perluasan wilayah ini diteruskan oleh para penerus Muawiyah.
Perluasan wilayah di zaman Dinasti ini merupakan ekspansi besar kedua
setelah ekspansi besar pertama di zaman Umar bin Khattab.
e. Baik Muawiyah maupun para penggantinya membuat kebijaksanaan
yang berbeda dari zaman Khulafaur Rasyidin. Mereka merekrut orang-
orang non-muslim sebagai pejabat-pejabat pemerintahan, seperti
penasehat, administrator, dokter, dan di kesatuan-kesatuan tantara. Tapi
di zaman Khalifah Umar bin Abd Al-Aziz kebijaksaan itu ia hapuskan.
Karena orang-orang non-muslim (Yahudi, Nasrani, dan Majusi) yang
memperoleh previlage di dalam pemerintahan banyak merugikan
kepentingan umat Islam bahkan menganggap rendah mereka.
f. Muawiyah mengadakan pembaharuan di bidang administrasi
pemerintahan dan melengkapinya dengan jabatan-jabatan baru yang
dipengaruhi oleh kebudayaan Byzantium
g. Kebijaksanaan keputusan politik dan keputusan politik penting yang
dibuat oleh khalifah Muawiyah adalah mengubah sistem pemerintahan
dari bentuk khilafah yang bercorak demokratis menjadi sistem monarki
dengan mengangkat putranya Yazid menjadi putra mahkota untuk
menggantikannya sebagai khalifah sepeninggalnya nanti.
2. Ketatanegaraan Dinasti Abasiyah
a. Khilafah: berfungsi menyatukan kekuasaan agama dan politik.
Perhatian mereka terhadap agama tentu tidak terlepas dari pertimbangan
politis, yaitu untuk memperkuat posisi dan melegitimasi kekuasaan
mereka terhadap rakyat.
b. Wizarah (kementrian): salah satu aspek dalam kenegaraan yang
membantu tugas-tugas kepala negara. Sedangkan wazir adalah orang
yang membantu dalam pelaksanaan tugas-tugas kenegaraan.
c. Kitabah: salah satu aspek dalam kenegaraan yang membantu tugas-
tugas wazir dalam mengkoordinir masing-masing departemen. Diantara

10
jabatan katib ini adalah katib al-rasail, katib al-kharaj, katib al-jund,
katib al-syurtha dan katib al-qadhi.
d. Hijabah: berarti pembatas atau penghalang. Dalam sistem politik Bani
Abbas, hajib (petugas hijab) berarti pengawal khalifah. Mereka bertugas
menjaga keselamatan dan keamanan khalifah.7

D. Dinasti Penerusnya

Dinasti Abbasiyah di Baghdad runtuh total pada tahun 1258 Masehi di


tangan orang-orang Mongol di bawah pimpinan Hulagu. Sejak itu Dunia Islam
tidak lagi mempunyai khalifah yang diakui oleh semua umat Islam sebagai
lambang persatuan, yang ada kerajaan-kerajaan kecil di daerah-daerah dengan
gelar sultan. Keadaan ini berlangsung lama sampai munculnya Kerajaan
Usmani (Ottoman Empire) dan mengangkat khalifah yang baru di Istambul,
Turki di abad keenambelas. Khilafah Turki Usmani ini juga mengambil bentuk
monarki. Raja-rajanya disamping bergelar khalifah juga memakai gelar sultan.
Ini berarti kekuasaan yang mempunyai sifat kekudusan yang melekat pada
khalifah dan kekuasaan keduniaan yang ada di tangan sultan berada di tangan
satu orang, tidak seperti di zaman Bani Abbas berada di tangan dua orang.
Dalam pada itu, sebagaimana di zaman Dinasti Abbasiyah periode kedua, di
daerah-daerah yang jauh dari Istambul terdapat sultan-sultan, antara lain di
Indonesia, yang mengakui keberadaan Khalifah di Istambul sebagai penguasa
tertinggi pada segi kekuasaannya yang bersifat kekudusan. Sultan-sultan itu
juga mempunyai kekuasaan absolut di daerah masing-masing.

Patut pula dicatat ketika itu Kerajaan Usmani bukan satu-satunya yang
berkuasa di Dunia Islam. Masih ada dua kerajaan besar Islam lainnya yang
berkuasa, yaitu Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India.
Periode ini disebut Masa Tiga Kerajaan Besar, Kerajaan Usmani, Kerajaan
Safawi dan Kerajaan Mughal, dan merupakan fase kemajuan Islam tahap II.

7
Muhammad Iqbal, Fiqh SIyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta:
Kencana, 2014), hal. 135.

11
Kemajuan yang dicapai oleh ketiga Kerajaan Besar ini terutama di bidang
literatur dan arsitektur.8

Kerajaan Safawi didirikan oleh Syaikh Ismail Safawi di Tahun 1501 dan
runtuh pada tahun 1722 Kerajaan Mughal didirikan oleh Zahiruddin Babur,
salah satu dari cucu-cucu Timur Lenk, di tahun 1526, lalu runtuh di tahun 1857
melawan tentara Inggris dalam perang Sipahi memperebutkan Delhi. Dua
Kerajaan besar ini juga mengambil bentuk pemerintahan monarki. Dengan
demikian pemerintahan bentuk monarki di Dunia Islam berlangsung dari tahun
661 (Dinasti Umayah di Damaskus) sampai tahun 1924 setelah lembaga
khilafah di Turki dihapuskan.

8
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1986), hal.
84.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dinasti Umayyah ini lahir dalam situasi terjadinya ditengah pertentangan


politik antara golongan Syi’ah, golongan Khawarij, golongan Jami’iyah, dan
golongan Zubaer. Untuk pertentangan politik antar golongan ini, kelompok
Bani Umayyah muncul sebagai pemenangnya yang selanjutnya berdirilah
pemerintah Daulat Bani Umayyah. Berdirinya Daulah Abbasiyah lahir dari
berbagai masalah yang mewarnai pemerintahan Bani Umayyah. Kelompok
syi’ah dan khawarij memberontak pada awal berdirinya Dinasti Umayyah
(Sunni), karena merasa kekuasaannya dirampok Muawiyah. Masalah itu
memburuk hingga pertengahan abad ke-8, sehingga tidak banyak yang
mendukung Bani Umayyah.

Pemerintah dinasti Umayyah merupakan dinasti yang merubah sistem


pemerintahan yang awalnya musyawarah menjadi monarki. Namun dinasti ini
tetap menggunakan gelar Khalifah. Perbedaan dinasti Umayyah dan Abbasiyah
dengan Khulafaur Rasyidin terletak pada pusat pengikat bangsa pada masa
tersebut yang lebih menekan pada politik dan ekonomi. Kedudukan Khalifah
yang berbeda. Dinasti ini lebih mengutamakan orang arab serta tidak tinggal
untuk membawa unsur agama dalam pemerintahan.

Ketatanegaraan Dinasti Umayah. Pemindahan pusat pemerintahan dari


Madinah ke Damaskus. Menumpas orang-orang yang berposisi yang dianggap
berbahaya jika tidak bisa dibujuk dengan harta dan kedudukan, dan menumpas
kaum pemberontak. Membangun kekuasaan militer yang terdiri dari tiga
angkatan, darat, laut, dan kepolisian yang tangguh dan loyal. Meneruskan
perluasan wilayah kekuasaan Islam baik ke Timur maupun ke Barat. Muawiyah
mengadakan pembaharuan di bidang administrasi pemerintahan keputusan
politik penting yang dibuat oleh khalifah Muawiyah adalah mengubah sistem
pemerintahan dari bentuk khilafah yang bercorak demokratis menjadi sistem

13
monarki. Ketatanegaraan Dinasti Abasiyah Khilafah berfungsi menyatukan
kekuasaan agama dan politik. Selain itu ada beberapa lembaga yang dibentuk,
seperti Wizarah (kementrian), Kitabah, dan Hijabah.

Abbasiyah di Baghdad runtuh total pada tahun 1258 Masehi di tangan


orang-orang Mongol di bawah pimpinan Hulagu. Dengan runtuhnya dinasti
Abbasiyah. Maka timbullah kerajaan Usmani yang mana kerajaan ini
merupakan kerajaan terbesar diantara kerajaan Safawi di Persia yang didirikan
oleh syekh ismail Syafawi pada tahun 1501 dan runtuh pada tahun 1722 dan
kerajaan Mughal di India yang didirikan oleh Zahiruddin Babur pada tahun
1526 dan runtuh pada tahun 1857. Yang mana 3 kerajaan ini merupakan 3
kerajaan terbesar yang ada pada saat itu sehingga Islam pada saat itu mengalami
kemajuan terutama dibidang literatur dan arsitektur.

B. Saran

Dinasti Umayah serta Dinasti Abasiyah merupakan kepemimpinan setelah


masa Khulafaur Rasyidin berakhir. Sebagai seorang muslim mampu dalam
memahami dan mengetahui institusi Monarki Islam ini akan sangat membantu
dalam memahami serta memperoleh pengetahuan mengenai sejarah yang ada.
menjadikan sejarah ini sebagai salah satu penopang dalam mengambil
keputusan dalam bermasyarakat saat ini pun dapat di lakukan. Sebab sejarah
yang ada merupakan salah satu contoh terpenting dalam lahirnya peradaban
masa kini. Melalui pengetahuan mengenai apa saja latar belakang, pemerintah
pada masa itu, ketatanegaraan yang tak luput di jabarkan, serta dinasti-dinasti
yang menjadi penerus pada akhir dari dinasti Umayah dan Abasiyah menjadikan
kita lebih peka akan masa lalu dan peradaban Islam. Meskipun makalah yang
di buat oleh penulis sudah merupakan sebaik-baiknya yang dapat penulis
berikan. Namun, kesalahan dan kekurangan tidak akan pernah luput. Karena
semua yang sempurna datangnya dari Allah. Kritik dan saran dari para pembaca
akan sangat berarti bagi penulis. Serta dapat memberikan koreksi dan
menjadikan makalah ini semakin baik untuk kedepannnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Iqbal, Muhammad. 2014. Fiqh SIyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam.


Jakarta: Kencana.
Ismail, Faisal. 2007. Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XII
M). Yogyakarta: Diva Press.
Nasution, Harun. 1986. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.

Pulungan, Suyuthi. 2002. Fiqh Siyasah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Rahmadi, Fuji. 2018. "Dinasti Umayah (Kajian Sejarah dan Kemajuannya)." Al-
Hadi 3 (2): 671-672.
Sabarudin, Krenenburg dan TK. B. 1986. Ilmu Negara. Jakarta: Pradnya Paramita.

Shiddiqi, Nourouzzaman. 1981. Pengantar Sejarah Muslim. Yogyakarta: Cakra


Donya.

15

Anda mungkin juga menyukai