Charting the Journey: Literature and Critical Heritage Studies in the Context of Outcome-
Based Education for Sustainable Development Goals
Saat ini, Mungkin banyak orang yang bertanya tanya apa yang akan saya lakukan saat masuk
jurusan sastra inggris, kenapa mereka belajar tentang sastra inggris? and so on. Pemikiran yang sama
yang selalu terlintas di dalam benak kalian saat kalian di posisi sarjana. Mungkin kalian bisa
membuka pikiran kalian kenapa sangat penting untuk belajar di sini, di USU. Ada banyak keuntungan
dan kesempatan yang dapat ditawarkan untuk mengembangkan diri kalian.
Kasus seperti ini dapat di ilustrasikan dengan salah satu cuplikan video yang berkisah tentang
seorang pemuda yang terombang ambing di tengah laut. Tidak mempunyai perbekalan dan hanya di
temani oleh seekor harimau. Dia tidak tau apa yang harus dilakukannya, dia hilang tujuan. Contoh
ilustrasi lain adalah seperti sebuah persimpangan yang tidak mempunyai papan petunjuk. Semua
cabang jalannya terlihat sama, dan dapat membuat anda tersesat. Tapi setidaknya kalian punya
sebuah ide, kalian harus memilih jalan mana yang akan kalian tuju. Ilustrasi terakhir adalah papan
petunjuk jalan. Kalian bisa pergi ke tempat yang ingin kalian tuju selama kalian mengikuti tanda
tersebut.
English and Related Studies in the World: Future Possibilities, Transformation & Innovation
Berhubungan dengan tema, maksudnya adalah bahasa inggris dan ilmu yang berkaitan
mempunyai kemungkinan , bisa menciptakan perubahan dan inovasi di masa yang akan datang.
Maksud dari related studies adalah ilmu ilmu yang di luar sastra inggris tapi masih berkaitan, atau
bahkan tidak berkaitan. Pendekatan interdisiplin dan transdisiplin dapat digunakan untuk
menciptakan berbagai global outlook. Berbagai kesempatan dapat kita ciptakan melalui bahasa, our
common/basic tools in our program.
A hundred years ago, banyak karya sastra yang mempunyai kisah dan perjalan hidup di
dalamnya. Contohnya: Homer’s The Odyssey, Cormac Mc Carthy’s The Road, Yann Martel’s Life of Pi,
and Elizabeth Gilbert’s Eat, Pray, Love. Here, journey as equal as education, transformation as equal
as growth, skills, and innovation as equal as creativity. Journey sama dengan education karena
selama kita hidup, kita pasti memiliki perjalanan hidup seperti saat pergi ke sekolah. Kita pasti
mencari ilmu untuk tumbuh dan melatih kemampuan untuk berubah (transformation=growth/skills).
Dengan kemampuan tersebut kita mampu untuk menciptakan inovasi baru (innovation=creativity).
Sebagai mahasiswa sastra inggris apakah kalian pernah merasa menjadi seperti di bawah ini?
-Vagabond?
A person who has no home or job and who travels from place to place
-Wanderer?
A person who enjoys exciting new experiences, especially going to unusal places, or
Hero?
A person who accomplishes great deeds that help others, often by sacrificing hiself.
Ini adalah motif dari perkembangan karakter di dalam karya sastra yang dapat kita lihat dan
sangat popular seperti Harry Potter. Harry tidak punya rumah . Practically dia adalah seorang
homeless. Di akhir cerita dia menjadi seorang hero. Contoh lainnya adalah the Hobbit. Bilbo pergi
dari rumahnya untuk pergi ke gunung untuk mencari harta leluhurnya. Di akhir cerita, saat dia
kembali dia menjadi lebih berani, less selfish dan menjadi orang yang lebih peduli dan dewasa. Ada
juga yang lain, yaitu Beowoulf. Beowulf bercerita tentang seorang raja dari Denmark yang pergi dari
tanahnya untuk membasmi iblis. Di akhir , dia mati dan menjadi pahlawan. Kita bisa
mengumpamakan diri kita seperti tokoh tokoh tersebut. Kita adalah pemeran utama dalam hidup
kita. Apa yang kita lakukan dalam hidup kita menentukan akhir cerita seperti apa yang akan kita
dapat.
Sustainable development goals, united nations. Established by the united nations in 2015. Part of the
2030 agenda for sustainable development, to address a range of social, economic, and
environmental challangees faced by countries worldwide. It is a comprehensive framework for
international cooperation and action to promote sustainable development.
Menurut kalian, dari ke tujuh belas point dari sustainable development goals, kita sebagai mahasiswa
sastra inggris dapat berkontribusi di bidang yang mana? Tentu saja kita dapat berkontribusi di bidang
edukasi.
Analytical Thinking
-Breaking down complex information into smaller parts to understand it better
-Understanding the “what” and “how” they relate to each otger.
-Concerned with the components of a situation or problem and how they relate to each
other.
Critical thinking
-Evaluating information and arguments in a systematic and logical manner
-Focuses on the “why” and “whether”.
-Assesing the quality and relevance of information, identifying assumption, and making
reasons judgments.
ANALYTICAL THINKING
Skill ini berguna dalam:
CRITICAL THINKING
1. Interpreting Themes
2. Literary Criticsm
3. Comparative Analysis
1. Effective Communication
2. Problem-Solving
3. Research and Information Analysis
4. Adaptibility and Flexibilty
5. Creativity and Innovation
6. Interdisciplinary Skills
7. Decision-Making Skills
8. Cultural Sensitivity and Global Awareness
9. Leadership and Management Skills
10. Continuous Learning
Quality Education
-The reason for the journey: education, the Indonesian national OBE Curriculum (the
reality/urgency: the paradigm and the antology)
-The skills expected to pick up: analytical and critical thinking (the how;epistemology)
Ontologically, the meanings of literature evolve based on reader interpretations and cultural
contexts.
We can use this book to examine how the western concept of “literature” has changed
through ages, and asses our own understanding and purposing of literature within the Indonesian
context. Tentu saja sastra di barat dan di Indonesia itu berbeda.
Sastra selalu Tangguh, sebuah respons terhadap serangkaian permasalahan yang tertanam
dalam sejarah umat manusia, yang, bergantung pada aspek geopolitik, akan bervariasi dalam
intensitas dan urgensinya. Misalnya, Eterature pascakolonial dan studinya melihat lebih banyak
pertumbuhan di negara-negara dengan masa lalu kolonial, misalnya. india, India, dll.
Dalam kaitannya dengan Indonesia, sebagai negara dengan RATUSAN tradisi etnis, bahasa,
dan budaya, CS memungkinkan untuk membingkai ulang kajian subkultur menjadi kajian warisan
budaya.
The axiological argument for literary works: Karya sastra menciptakan kenangan akan tempat
dan catatan atau lebih tepatnya penciptaan makna kemanusiaan seiring berkembangnya masyarakat,
yaitu WARISAN.
Warisan terbagi dalam dua macam. Pertama adalah warisan yang dapat kita sentuh seperti
bangunan, pakaian adat, music tradisonal. Kedua adalah warisan yang tidak dapat disentuh seperti
lagu adat, tarian.
Pada awal abad ke 20, konservasi warisan pada zaman itu lebih fokus kepada warisan yang
dapat disentuh (physical/tangible). Kenapa? Karena di Eropa, banyak bangunan bangunan tua
mereka yang termasuk warisan hancur karena perang dunia. Bangunan adalah symbol dan identitas
orang orang eropa. Jadi mereka perlu melestarikan dan menjaganya. Sedangkan kita, orang timur
lebih fokus kepada practice (non -tangible) heritage. Lagu lagu dan tarian adat masih banyak di
praktekan oleh orang orang lokal. Melalui hal ini kita dapat berkontribusi dalam SDG’s.
CONCLUTION