PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga pendidikan yang memainkan perannya di Indonesia, jika dilihat dari
struktur internal pendidikan Islam serta praktek-praktek pendidikan yang
dilaksanakan salah satunya pendidikan pondok pesantren. Pendidikan pondok
pesantren adalah pendidikan Islam yang diselenggarakan secara tradisional,
bertolak dari pengajaran Qur’an dan hadits dan merancang segenap
pendidikannnya untuk mengajarkan kepada siswa Islam sebagai cara hidup atau
way of life.1
Sejarah pendidikan di Indonesia mencatat, bahwa pondok pesantren
merupakan bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia. Ada dua
pendapat mengenai awal berdirinya pondok pesantren di Indonesia. Pendapat
pertama menyebutkan bahwa pondok pesantren berakar pada tradisi Islam
sendiri, dan pendapat kedua mengatakan bahwa sistem pendidikan model pondok
pesantren adalaah asli Indonesia. Dalam pendapat pertama ada dua versi, yang
berpendapat bahwa pondok pesantren berawal sejak zaman Nabi masih hidup.
Dalam awal-awal dakwahnya, Nabi melakukan dengan sembunyi-sembunyi
dengan peserta sekelompok orang, dilakukan dirumah-rumah, seperti yang
tercatat di dalam sejarah, salah satunya adalah rumah Arqam bin Abu Arqam.
Sekelompok orang yang tergolong dalam As-Sabiqunal Awwalun inilah yang
kelak menjadi perintis dan pembuka jalan penyebaran agama Islam di Arab,
Afrika, dan akhirnya menyebar ke seluruh dunia.2
Versi kedua menyebutkan bahwa pondok pesantren mempunyai kaitan yang
erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini
berdasarkan fakta bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada awalnya lebih
1
Mochtar Buchori, Spektrum Problematika Pendidikan di Indonesia, cet. Ke-1, (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 1994), h. 243-244
2
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Pondok Pesantren dan
Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya, (Jakarta: 2003), h. 8
banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat yang melaksanakan amalanamalan
dzikir dan wirid tertentu. Pemimpin tarekat itu disebut kyai, yang mewajibkan
pengikutnya melakukan suluk selama 40 hari dalam satu tahun dengan cara
tinggal bersama sesame anggota tarekat dalam sebuah masjid untuk melakukan
ibadah-ibadah di bawah bimbingan kyai. Untuk keperluan suluk ini, para kyai
menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan tempat memasak yang
terdapat di kiri kanan masjid.3
Pendapat kedua mengatakan, pondok pesantren yang dikenal saat ini pada
mulanya merupakan pengambilalihan dari sistem pondok pesantren yang
diadakan orang-orang Hindu di Nusantara. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa
jauh sebelum datangnya Islam ke Indonesia, lembaga pondok pesantren pada
masa itu dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan ajaran ajaran agama Hindu.
Tertera jelas dalam laporan pemerintah kolonial Belanda, pada abad ke- 19
untuk di Jawa saja terdapat tidak kurang dari 1.853 buah pondok pesantren,
dengan jumlah santri tidak kurang 16.500 orang. Dari jumlah tersebut belum
termasuk pesantren-pesantren yang berkembang di luar Jawa terutama Sumatera
dan Kalimantan yang suasana keagamaanya terkenal sangat kuat. 4 Hal ini pun
membuktikan bahwa eksistensi pondok pesantren tidak punah seiring
perkembangan zaman.
Salah satu pondok pesantren tertua yang ada dikalimantan adalah Pondok
Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah atau biasa dikenal Pondok Pesantren Rakha
berada di Amuntai berdiri pada 13 Oktober 1922 yang didirikan oleh KH.
Abdurrasyid yang dikenal sebagai seorang Alumnus Universitas Al-Azhar Cairo
pada tahun 1912-1922.5 Awal mula pendiriannya Ponpes Rakha dinamakan
Arabische School. Seiring dengan tantangan dan perkembangan zaman Ponpes
3
Ibid., h. 9
4
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 139.
5
H. Syafriansyah, “Sejarah Singkat Pesantren Rasyidiyah Amuntai Kalsel”, dalam Mimbar Rasyidiyah
Khalidiyah Media Informasi dan Komunikasi, edisi 01 tahun 2005, hlm. 12
ini mampu eksis dan konsisten dalam pola pembelajaran ala pondok pesantren
walaupun sudah banyak melewati hampir satu abad zaman tetapi mampu
menjawab tantangan zaman saat ini dengan menghadirkan lembaga pendidikan
formal dan nonformal, yaitu:
6
Departemen Agama RI,Pola pengembangan masarakat melalui pondok pesantren (2003),h.58
yang diselenggarakan oleh pondok pesantren dalam perspektif Sosiologi
Pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk membahas esksistensi pendidikan yang diselenggarakan oleh pondok
pesantren dalam perspektif Sosiologi Pendidikan.
2. Untuk mengetahui bagaimana pesantren berupaya berkontribusi dalam sistem
pendidikan nasional.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
7
Abdul Munir Mulkhan, Runtuhnya Mitos Politik Santri, Strategi Kebudayaan dalam Islam, cet. Ke-1,
(Yogyakarta: Sipress, 1994), h. 1.
8
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, cet. Ke-6, (Jakarta:
LP3ES, 1994), h. 18
9
Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, cet. Ke-1, (Jakarta: Paramadina,
1997), h. 19-20
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian pondok pesantren adalah suatu
lembaga pendidikan dan keagamaan yang berusaha melestarikan, mengajarkan
dan menyebarkan ajaran Islam serta melatih para santri untuk siap dan mampu
mandiri. Atau dapat diambil pengertian dasarnya sebagai suatu tempat dimana
para santri belajar pada seorang kyai untuk memperdalam atau memperoleh
ilmu-ilmu agama yang diharapkan nantinya menjadi bekal bagi santri dalam
menghadapi kehidupan di dunia maupun di akhirat.
2. Karakteristik Pesantren
Dalam wawasan yang lebih luas, bentuk pengertian tentang arti pesantren
dapat dilihat dan jenis-jenis pesantren sebagai berikut:
a. Pesantren Salaf
Pesantren bentuk salaf disebut juga dengan pesantren tradisional yang
masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional, dengan materi
pengajaran kitab klasik yang disebut kitab kuning. Disamping itu model
model pengajarannya juga bersifat non klasik yaitu dengan
menggunakan metode sorogan dan bandongan.10 Sorogan, disebut juga
sebagai cara mengajar perindividu yaitu setiap santri mendapat
kesempatan tersendiri untuk memperoleh pelajaran secara langsung dari
kyai.sedangkan bandongan dilakukan dengan cara kyai mengajarkan
kitab tertentu kepada sekelompok santri, karena itu metode ini bisa juga
dikatakan sebagai proses belajar mengajar secara kolektif. Pada metode
yang lebih lanjut, diteruskan dengan santri mempelajari bahan kajian
sebelum mengaji kitab dengan kyai, sehingga pada saat materi itu
disampaikan, santri tinggal menyimak bacaan kyai dan mencocokkan
pemahamannya.11
b. Pesantren Khalaf (Modern)
10
Fauti Subhan, Membangun Sekolah Unggulan dalam Sistem Pesantren, (Surabaya: Alpha, 2006),
cet. Ke-1, h. 8
11
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 1999), h. 156
Pesantren khalaf juga disebut sebagai pesantren modern yang berusaha
memadukan secara penuh sistem klasikal dan sekolah ke dalam
pesantren. Pada pola ini pesantren memiliki ciri:
1) Mulai akrab dengan metodologi ilmiyah modern.
2) Semakin berorientasi pada pendidikan dan fungsional, artinya
terbuka atas perkembangan dirinya.
3) Penggolongan program dan dan kegiatannya makin terbuka dan
ketergantungannyapun absolut dengan kyai, yang sekaligus dapat
membekali para santri dengan berbagai para santri dengan
beberapa pengetahuan di luar mata pelajaran agama maupun
keterampilan yang diperlukan dilapangan kerja.
4) Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.12
Arah dari pesantren ini adalah adanya keinginan memposisikan
pesantren sebagai lembaga elit yang fleksibel. Karena pada
keyakinan bahwa pesantren adalah lembaga yang mampu
menciptakan sebuah sikap hidup universal yang merata, yang
membentuk santri dalam hidup mandiri dengan tidak
menggantungkan diri kepada siapapun dan lembaga masyarakat
apapun.
12
Rush Karim, Pendidikan Islam di Indonesia dalam Transformasi Sosial Budaya, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1991), h. 134
Model pesantren dapat digolongkan sebagai berikut:
1) Pesantren tradisional dengan sistem asrama yang hanya mengajarkan
kitab kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama ulama besar
sejak abad pertengahan
13
Muttaqien, Dadan. “Sistem Pendidikan Pondok Pesantren.” Journal of Chemical Information and
Modeling 5, No. 1 (2019): 1689–1699.
bersama dengan melibatkan pihak yang mewakili komunitas Pesantren, yang
masing-masing telah memvalidasi rumusan norma hukum secara optimal
sesuai dengan karakteristik dan kekhasan Pesantren.
Undang-Undang Pesantren No. 18 Tahun 2019 menjelaskan
diantaranya adalah;
Pertama, Pengertian tentang Pesantren Pada BAB I Pasal 1
menerangkan bahwa “pesantren adalah lembaga yang berbasis
masyarakat dan didirikan oleh perseorangan, yayasan , organisasi
masyarakat Islam, dan/atau masyarakat yang menanamkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah Swt. menyemaikan akhlak mulia serta
memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil'alamin yang tercermin
dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai
luhur bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan, dakwah Islam,
keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia”.14 Selanjutnya, pada pasal 2 Menyebutkan
bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang menerapkan kurikulum
kitab kuning sebagai ciri khas dari pesantren.15
Kedua, BAB II menyebutkan : “Pesantren berasaskan;
a. Ketuhanan Yang Maha Esa;
b. Kebangsaan
c. Kemandirian
d. Keberdayaan
e. Kemaslahatan
f. Multikultural
g. Profesionalitas
h. Akuntabilitas;
14
“Undang-Undang No.18 Tahun 2019 Tentang Pesantren.”
15
Ibid
i. Keberlanjutan
j. Kepastian hukum.
Dan Pesantren diselenggarakan bertujuan: a) untuk membentuk
manusia yang unggul dalam segala bidang dan memiliki akhlakul
karimah, beriman, bertakwa, mandiri, berpaham moderat, cinta tanah air
dan mendorong paada kerukunan umat beragama serta meningkatnya
kualitas kehidupan dan juga kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya
fungsi pesantren disebut sebagai lembaga pendidikan, lembaga
dakwah dan juga lembaga pemberdayaan masyarakat.
Ketiga, BAB III menjelaskan tentang pendirian dan penyelenggaraan Pesantren,
a.”Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk pengkajian kitab
kuning”; b.“Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk Dirasah
Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin;” c. “Pesantren yang menyelenggarakan
pendidikan dalam bentuk lainnya yang terintegrasi dengan pendidikan umum”
selanjutnya dijelaskan bahwa pesantren harus memiliki unsur-unsur minimal yaitu;
adanya seorang kiai, santri yang tinggal di pesantren, asrama atau pondok untk
tempat tinggal, masjid atau musholla, dan kurikulum yang diterapkan asalah
kitab kuning atau dirosah Islamiyah dengan pola pendidikan muallimin.16 Dan
Pesantren didirikan oleh perorangan, yayasan, oramas Islam atau masyarakat yang
berasaskan pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka tunggal ika, yang
berkomitmen untuk menyebarkan islam yang rahmatan lil ‘alamin, dalam
pendirian pesantren harus didaftarkan dan juga berbadan hukum.17
Selanjutnya yang dimaksud kiai pada UU Pesantren BAB III Pasal 9 ; “Kiai
adalah seseorang yang memiliki pendidikan pesantren, berpendidikan tinggi
Pesantren dan ahli di bidang agama Islam yang merupakan pemimpin dari
pesantren, pendidik, pengasuh dan suri tauladan di dalam pesantren”.18
16
Ibid. BAB III Pasal 5
17
Ibid, BAB III Pasal 6
18
Ibid, BAB III Pasal 9
Pada pasal 17 BAB III disebutkan bahwa pesantren menyelenggarakan
pendidikan formal juga non formal yaitu pendidikan dasar, yang meliputi: ‘ula
dan wustha. Pendidikan menengah atau ulya dan pendidikan tinggi yang berbentuk
Ma’had Ali.19
Keempat, pesantren akan menerima dana abadi dari pemerintah hal tersebut
tertuang pada pasal 49 ayat 1 dan 2.23
24
Made Pidarta, Landasan Kependidikan (Jakarta : Rineka Cipta, 2000),145.
25
George Rirzer, Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda,Terj. Alimandan (Jakarta:
RajaGrafindo, 2003), 38
Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala-gejala sosial dengan gejala-gejala
non sosial (misal: gejala geografis dan biologis).26
Dari berbagai definisi yang dikemukan oleh para ahli dapatlah disimpulkan
bahwa sosiologi adalah ilmu tentang masyarakat atau cabang ilmu sosial yang
mempelajari secara sistematik kehidupan bersama manusia yang ditinjau dan diamati
dengan menggunakan metode empiris yang di dalamnya terkandung studi tentang
kelompokkelompok manusia, tatanan sosial, perubahan sosial, sebab-sebab sosial,
dan segala fenomena sosial yang mempengaruhi perilaku manusia. 27 Jadi sosiologi
dapat dipahami sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana manusia itu berhubungan
satu dengan yang lain dalam kelompoknya dan bagaimana susunan unit-unit
masyarakat atau sosial di suatu wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain.
26
Pitirim A. Sorokin, Contemporary Sociological Theories (New York: Harper and Row, 1928), 760-762
27
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: RajaGrafindo, 2003), Cet. ke-35, hal 20-23.
28
Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Prenada, 2011), hal 8
pendidikan memandang gejala pendidikan sebagai bagian dari struktur sosial
masyarakat.
29
Maliki, Zainuddin. Sosiologi Pendidikan. Yogjakarta: Gajah Mada University Press, 2008. Hal 7
tata nilai kemanusiaan, tata masyarakat yang disemangati oleh prinsip keadilan
dan kesejahteraan bersama. Masyarakat ekonomi apalagi dalam mode produksi
ekonomi tingkat lanjut dapat menggiring siapa saja menjadi komunitas yang
terdistorsi, termasuk masyarakat kependidikan menjadi institusi ekonomi yang
hanya mengabdi kepada kepentingan kapitalis. Pendidikan harus tetap mampu
menjadi institusi penyembuhan di tengah masyarakat yang tidak menentu, yang
terbelah, masyarakat yang sakit.30
Ketiga, pendidikan memerlukan perangkat pisau analisa sosiologis, karena ia
bukan sekedar mesin atau teknologi pembelajaran saja. Sekolah dan guru tidak
lagi bisa berkacamata kuda. Dalam hal ini hanya mempertinggi kapabilitas
mereka dalam mengejar target kurikulum, memperbaiki test score para siswanya
dan hanya fokus kepada keberhasilan dalam ujian akhir nasional. Pendidikan
harus dikaitkan dengan perkembangan dan dinamika lingkungan masyarakat
berada. Pendidikan harus memberikan pencerahan kepada siswanya untuk
memahami dunia yang selalu berubah cepat. Dunia yang tidak lagi memiliki
batas teritorial, lokal, regional, dan bahkan nasional. Manusia sekarang hidup di
zaman global, yang tidak ada sekat-sekat lagi antara satu negara dengan negara
lain. Dalam mengahadapi dunia yang setiap saat berubah tersebut, pendidikan
harus membekali kepada anak didiknya untuk selalu siap berubah (ready to
change) dan siap belajar (ready to learn).
Keempat, pendidikan sebagai “agent of social change”, di satu sisi, dituntut
mempunyai fungsi transformatif, yakni pendidikan menjadi jembatan untuk
memajukan masyarakat agar tidak ketinggalan dalam dinamika perubahan.
Lembaga-lembaga pendidikan dituntut memberikan berbagai pengalaman kepada
peserta didik dan masyarakatnya, baik ilmu, teknologi maupun keterampilan
untuk menghadapi masa depan. Sementara di sisi lain, pendidikan tetap dituntut
mentransmisikan nilai-nilai budaya kepada generasi muda. Nilai-nilai budaya
bangsa seperti struktur keluarga, agama, norma sosial, dan filsafat hidup
30
Ibid, hal 8
berbangsa perlu dipertahankan untuk menjaga keutuhan dan kelangsungan hidup
bernegara.
BAB III
ESKSISTENSI PENDIDIKAN YANG DISELENGGARAKAN OLEH
PONDOK PESANTREN DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI PENDIDIKAN
32
33
“Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional” 0932, No.1 (2003)
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”
B. Kontribusi Pesantren dalam Sistem Pendidikan Nasional
Lembaga dan sistem pendidikan pesantren telah ada sebelum Indonesia
merdeka dari penjajahan negara asing. Dan sejarahpun mencatat bahwa para
ulama atau kiyai memberikan kontribusi yang cukup besar bagi bangsa Indonesia
dalam meraih kemerdekaan. Sebagai bukti atas peran ulama dalam
memperjuangkan Indonesia sebagai Negara merdeka banyak di antara mereka
yang menjadi pahlawan perjuangan kemerdekaan Indonesia, sebutlah misalnya
Pangeran Diponeogoro, Imam Bonjol, K.H.Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim
Asy’ari.
Lembaga pendidikan tradisional pesantren telah berdiri di pelosok negeri
selain sebagai tempat belajar agama Islam juga oleh para ulama juga dijadikan
sebagai basis perjuangan umat bahkan untuk menentang penjajahan sebagai
tempat untuk mengkader pejuang-pejuang bangsa, hal ini dapat dibuktikan
dengan penetapan beberapa ulama sebagai pahlawan perjuangan dan
kemerdekaan bangsa Indonesia. Para pendiri bangsa terutama dari kalangan
santri membentuk karakter bangsa ini berbasis di pesantren. Para ulama yang
telah kembali dari menuntut ilmu khususnya ke Timur Tengah yang dibantu oleh
ulama lain dengan secara ikhlas tanpa bantuan dari pihak pemerintah sekalipun
mendirikan lembaga pendidikan berupa pesantren di pelosok desa. Di tempat
inilah mereka menbentuk karakter generasi yang cerdas, berkhlak dengan
semangat juang untuk lepas dari penjajahan asing. Meskipun tujuan utama
pendirian pesantren untuk mengajarkan agama Islam kepada generasi bangsa,
tetapi juga tempat membangkitkan semangat kebangsaan dan untuk
mencerdaskan bangsa Indonesia.
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia dalam menyelenggarakan
pendidikan nasional, pesantren dapat disebut sebagai sub sistem pendidikan
nasional, karena merupakan salah satu komponen yang menyelenggarakan
pendidikan secara nasional. Pasa masa penjajahan bangsa lain terhadap bangsa
Indonesia bahkan hingga awal-awal kemerdekaan perhatian pemerintah terhadap
pesantren masih setengah hati bahkan cenderung tidak mendapat perhatian yang
dari pihak pemerintah.
Menurut Masykur iklim politik nasional di era 1990-an menjadi tonggak
kemajuan para intelektual pesantren untuk lebih banyak berperan di bidang
pengembagan ekonomi dan politik.34 Munculnya santri menengah menjadi
indikator penting untuk mengukur peran sosial-politik santri. Kemunculan
organisasi berbasis Islam seperti Ikatan Cendekiawan Indonesia (ICMI) dan
terbentuknya bank-bank syari’ah menjadi tolak ukur kiprah kalangan santri.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa pesantren telah mengambil bagian dalam
penyelengaraan pendidikan khususnya di pedesaan bahkan dalam
perkembangannya beberapa daerah telah berdiri pesantren bukan lagi di
pedesaan, tetapi di daerah kota. Itu artinya, dalam dinamikanya pesantren bukan
hanya milik masyarakat desa, tetapi sudah merambah ke masyarakat perkotaan
dan sedikit banyak ikut mempengaruhi perkembangan masyarakat kota tersebut
Keadaan pesantren kini telah mengalami perkembangan melampaui
perkembangan sebelumnya. Ketika periode awal, kiyai di pulau Jawa cenderung
memilih mendirikan pesantren di wilayah pedesaan untuk menghindari
perlawanan langsung dengan pemerintah kolonial. Memasuki periode awal
kekerdekaan, lembaga pendidikan ini masih mempertahankan tradisi dekat
dengan penduduk desa itu sehingga tidak mendapat perhatian yang baik
pemerintah pusat. Memasuki era 1990-an, pemerintah mulai melirik dunia
pesantren dan sebaliknya, pihak pesantren meresponnya dengan melakukan
34
Masykur, Anis. Modernisasi Pesantren. Depok: Bornea Pustaka, 2010.
pembaharuan baik aspek kurikulum, pembelajaran sampai kepada manajemen
pengelolaan pesantren dari sistem kekeluargaan atau keluarga ke sistem yayasan.
Kontribusi pesantren dalam pendidikan nasional tidak bisa dinafikan bahwa
pesantren adalah basis perjuangan umat Islam dalm mengajarkan agama kepada
masyarakat juga sekaligus basis perjuangan untuk merebut kemerdekaan dari
tangan penjajah. Pesantren telah menanamkan bibit pendidikan kedapa generasi
bangsa yang berbasis di pedesaan. Pesntren mengajarkan kepada santri tentang
kemandirian, kewirausahaan, kemajuan ilmu pengetahuan, perbedaan baik
pendapat, suka, ras, agama, dan lain sebagainya. Pesantren telah mengajarkan
etika kepada santrinya sebagai dasar pembentukan karakter peserta didik.
Dengan demikian, maka pesantren telah memberikan kontribusi yang cukup
besar terhadap sistem pendidikan nasional untuk memanusiakan manusia
sekaligus memuliakan manusia agar kembali ke kodratnya yang sebenarnya
sebagai makhluk ciptaan Allah swt yang paling sempurna dan paling mulia.
C. Tumbuh Kembang Pondok Pesantren dalam Perspektif Sosiologi
Pendidikan
Perubahan yang terjadi pada dunia pesantren saat ini tidak lain hanyalah untuk
menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan untuk
memenuhi tuntutan dan kebutuhan. Keberadaan pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam dikelola seutuhnya oleh kyai dan santri pada dasarnya berbeda
diberbagai tempat baik kegiatan maupun bentuknya. Hal ini terbukti adanya
beberapa pesantren yang telah mengalami perubahan dan mengembangkan diri
baik dalam sistem pengajaran maupun dalam kurikulum. masyarakat. Pada saat
seperti saat ini masih ada beberapa pesantren yang senantiasa mempertahankan
sistem pelajaran tradisional yang menjadi ciri khasnya, yaitu pesantren yang tetap
mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya
tanpa memperkenalkan pengajaran ilmu pengetahuan umum. Dalam hal ini
pesantren berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang mendidik para santri untuk
menghasilkan para Kyai, ustadz atau guru ngaji yang bertugas untuk
menyebarkan dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat, sehingga
terbentuk masyarakat yang religius (Releguse Comunity) yang mampu
menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya
Saat ini perubahan juga terjadi pada dunia pesantren. Pertama, pada sistem
pendidikan pesantren tidak hanya mengajarkan kitab-kitab klasik tetapi juga
mengajarkan santri-santrinyanya dengan ilmu-ilmu modern. Kedua, berdirinya
pesantren yang mana dulu pesantren tumbuh dan berkembang di masyarakat
pedesaan akan tetapi sekarang banyak pesantren tumbuh dan berkembang di
masyarakat perkotaan. Perbedaan jenis pesantren ini bukan berarti melihat
pesantren dengan kerangka dikotomis yang ketat, tetapi dilihat sebagai suatu
iklim sosioreligius dimana peran-peran pola hubungan saling terkait satu sama
lain dan kita dapat melihat pesantren pada proporsi yang sebenarnya sesuai
dengan peran pengembangan dan pendidikan agama Islam
A. Kesimpulan
Pendidikan harus sesuai dengan potensi peserta didik dan proses pendidikan
akan berjalan seimbang dengan karakter peserta didik sebagai potensi utama,
sehingga pendidikan harus dikembalikan sepenuhnya pada siswa. Pesantren
sebagai salah satu lembaga pendidikan keagamaan di Indonesia telah memiliki
sejarah yang sangat panjang dan telah memberikan kontribusi yang nyata dalam
membangun moral dan akhlak generasi bangsa.
B. Saran
UU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan dapat berperan untuk
mempertahankan pesantren sebagai pendidikan local genius di Indonesia. Namun
dengan catatan UU tersebut tidak mengubah karakter pendidikan pesantren.
Selain itu, UU ini juga mampu memberikan intervensi yang positif terhadap
pesantren jika bertujuan untuk mengarahkan, membimbing pesantren seperti
dalam hal manajemen, pengelolaan, pengembangan dan lain-lain. Akan tetapi,
intervensi tersebut akan menjadi negatif jika nantinya membuat pesantren yang
ada di Indonesia yang demikian banyak dan beraneka ragam menjadi pesantren
yang seragam karena harus mengikuti kebijakan pemerintah. Dengan demikian,
UU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan bertujuan untuk membentuk individu
supaya memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau
menjadi ahli ilmu agama yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berilmu,
mandiri, ta’awun, tawazun, dan tawasut. Tujuan tersebut tentu saja selaras
dengan tujuan pesantren, sehingga antara keduanya bisa saling mendukung untuk
mewujudkannya. Setelah diperhatikan, UU tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan yang dimiliki mampu membawa pesantren ke arah yang
lebih jelas. Sedangkan kekuranganya justru nampak seperti sebuah intervensi
yang mencampuri rumah tangga pesantren terlalu dalam. Padahal pesantren
adalah lembaga yang mandiri, sehingga perlu dipertimbangkan lagi supaya
nantinya ada batasan dan kejelasan pada bagian mana pemerintah bisa
melakukan intervensi. Tentu UU ini masih banyak kekurangan, sehingga perlu
penyempurnaan. Untuk itu, ketika dalam pembahasan diperlukan masukan dari
semua pihak
Daftar Pustaka
Abdul Munir Mulkhan, Runtuhnya Mitos Politik Santri, Strategi Kebudayaan dalam
Islam, cet. Ke-1, (Yogyakarta: Sipress, 1994),
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren ; Suatu Kajian Tentang Unsur Dan
Nilai Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994