Anda di halaman 1dari 9

ISBN 978-602-72245-0-6

Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan


Makassar, 29 Januari 2015

Purifikasi Antigen Outer Membrane Protein (OMP) Dari Isolat Salmonella enterica
serovar Typhi

CUT MUTHIADIN
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar
Jl. Sultan Alauddin 36 Samata, Kab. Gowa 92113
email: cutmuthia82@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mendapatkan protein murni dari antigen OMP isolat Salmonella enterica
serovar typhi (S. typhi) dengan metode fraksinasi amonium sulfat dan dialisis. Fraksinasi dilakukan
dengan variasi konsentrasi ammonium sulfat 10–20%; 20-40%; 40–60%, 60–80%, dan 80–100%.
Kemudian filtrat dari setiap konsentrasi fraksinasi tersebut dilanjutkan dengan metode dialisis
menggunakan membran selofan, kemudian diukur kadar proteinnya dengan metode Lowry. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Kadar protein OMP tertinggi diperoleh sebesar 1, 641 mg/ml yaitu
pada konsentrasi 20-40%.

Kata Kunci: Antigen OMP, kadar protein, purifikasi, S. typhi

PENDAHULUAN untuk penegakan diagnosis demam tifoid yang


Demam tifoid yang disebabkan oleh bisa digunakan spesifik di daerah Makassar
bakteri Salmonella enterica serovar Typhi (S. dan bahkan meluas di Indonesia.
Typhi) masih menjadi masalah kesehatan Penelitiaan ini dilakukan melakukan
utama di dunia terutama di negara pemurnian berupa fraksinasi antigen OMP
berkembang, termasuk Indonesia. Diagnosis dengan menggunakan garam ammonium
demam tifoid berdasarkan pemeriksaan klinis sulfat. OMP diendapkan dengan
sangat sulit ditegakkan karena gejala dan tanda mengamengatur konsentrasi ammonium sulfat
tanda yang berbeda-beda. Disamping itu gejala yang berbeda yaitu konsentrasi 20%; 40%;
yang muncul itu mirip dengan gejala penyakit 60%; 80%, dan 100%. Kemudian dilanjutkan
lainnya seperti malaria dan demam berdarah. dengan metode dialIsis. Protein yang diperoleh
Isolasi atau kultur darah masih merupakan dari setiap fraksi diuji kadar proteinnya
diagnosis yang umum digunakan sebagai sebagai referrensi untuk penelitian
diagnosis laboratorium. Namun diperlukan selanjutnya.
waktu yang lama berkisar 2-3 hari, oleh karena
diperlukan penegakan diagnosis demam tifoid METODE
secara dini dan cepat. Saat ini telah banyak Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
dikembangkan alat imunodiagnostik seperti Mei-Juni 2014 di Laboratorium Biokimia
diantaranya: dipstick, tubex, dri-dot, namun Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin,
masih memiliki kekurangan berupa sensitivitas Makassar.
dan spesifitas yang rendah serta hasil positif Alat yang digunakan dalam penelitian ini
palsu. meliputi seperangkat alat gelas, pipet mikro,
Oleh karenanya dilakukan penelitian ini penyaring plastik, pisau stailess steel, alat
dengan mengisolasi antigen OMP dari darah parut stainless steel (Brilliant), mortar, lemari
penderita demam tifoid, kemudian dimurnikan pendingin, freezer, sentrifus dingin (Juan MR
untuk melihat konsentrasi proteinnya, dan 1889), neraca analitik (Mettler Toledo AL
selanjutnya akan dilakukan penelitian 204), pengaduk magnet (stirer), pemanas
berkelanjutan yaitu uji protein (antigen OMP) (Janke-Kunkel), oven, kantong selofan 10 x 2
terhadap serum (antibodi) suspek demam cm, pH-meter (Orion 201), higrometer dan
tifoid, sehingga diharapkan bisa termometer ruang, spektrofotometer UV-Vis
dikembangkan sebuah alat imunodiagnotik (Genesys 10 UV series).

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~106~
ISBN 978-602-72245-0-6
Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan
Makassar, 29 Januari 2015

Bahan yang digunakan antara lain, dengan menambahkan 8,20 g padatan


aquades, VCO, gum arab, alkohol, buffer ammonium sulfat ke dalam supernatan dari
fosfat. Bahan kimia yang digunakan antara lain fraksi pertama. Kemudian disentrifus dingin
Ca(OH)2, K2HPO4, KH2PO4, CuSO4, KNa- pada suhu 4 oC, kecepatan 3000rpm selama 20
tartrat, dan bovin serum albumin (BSA) yang menit. Supernatan yang diperoleh dipisahkan
diperoleh dari Merck. dari endapannya. Endapan dilarutkan dengan
Isolasi dan Ekstraksi Antigen OMP. 3,0 ml buffer fosfat 0,2 M pH 7 dalam tabung
Pemisahan fraksi OMP dilakukan dengan reaksi.
metode S. Kim et al (2006). Sebanyak 6 ose Supernatan dari pengendapan kedua
biakan S. Typhi dimasukkan kedalam 1 ml ditambah dengan 9,400 g ammonium sulfat
medium BHIB dan diinkubasi pada suhu 37oC untuk mencapai tingkat kejenuhan ammonium
selama 24 jam. Selanjutnya kultur sel tersebut sulfat 40-60%. Kemudian disentrifus seperti
disentrifugasi pada 15.000 g selama 20 menit sebelumnya untuk memisahkan endapan dari
pada suhu 4oC. Peletnya kemudian supernatannya. Endapan ini merupakan fraksi
ditambahkan dengan 10 mmol 1-1 Tris-HCl ketiga.
(pH 8) kemudian disonikasi pada sonikator Supernatan ditambah lagi dengan 9,900 g
dengan menggunakan es selama 4 kali selama ammonium sulfat untuk mencapai kejenuhan
5 detik. Selanjutnya disentrifus kembali pada 60-80 % ammonium sulfat kemudian
15.000 g selama 1 jam pada suhu 4oC. Pelet disentrifuse sehingga diperoleh endapan
kembali dipisahkan dan ditambahkan dengan (fraksi keempat) dan seterusnya. Setelah
10 ml dari 10 mmol 1-1 Tris-HCl (pH 8) dan diperoleh endapan (fraksi) dari masing-masing
sarcosyl sampai mencapai konsentrasi akhir tingkat kejenuhan ammonium sulfat kemudian
dari 1.5% (v/v). Setelah didiamkan pada suhu dilanjutkan dengan dialisis. Endapan
ruangan selama 20 menit, membran yang telah dimasukkan dalam kantong selofan kemudian
dikumpulkan disentrifugasi kembali pada direndam dalam gelas beaker berisi 250 ml
15.000 g selama 90 menit pada suhu 4oC. buffer fosfat 0,05 M pH 7 dan diaduk perlahan
Fraksinasi Antigen OMP. Fraksinasi dengan pengaduk magnet. Dialisis dilakukan
enzim lipase dilakukan dengan metode Sana sampai semua ammonium sulfat terpisah dari
dkk. (2004). Enzim lipase kasar diendapkan endapan protein, dengan penggantian buffer
menggunakan ammonium sulfat dengan fosfat setiap 6 jam. Setelah melalui proses
tingkat kejenuhan yang berbeda yaitu 10–20% dialisis, OMP hasil pengendapan diencerkan
; 20-40%; 40–60 %, 60–80 %, dan 80–100 %. dengan buffer fosfat 0,05 M pH 7 sampai
Setelah diperoleh endapan, dilanjutkan dengan volumenya tepat 10 ml. Protein OMP hasil
dialisis. fraksinasi diuji kadar proteinnya.
Fraksi pertama adalah enzim lipase yang
diendapkan pada tingkat kejenuhan HASIL
ammonium sulfat 0-20% dengan cara Fraksinasi Amonium Sulfat. Penelitian
menambahkan 9,40 g ammonium sulfat ini menggunakan lima tingkat kejenuhan
kedalam 100 ml ekstrak enzim kasar. amonium sulfat yaitu 0-20%, 20-40%, 40-
Kemudian disentrifus dingin pada suhu 4oC, 60%, 60-80%, dan 80-100%. Dengan
kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Endapan menggunakan standar tabel presipitasi
yang diperoleh dipisahkan dari supernatannya. amonium sulfat, ditimbang jumlah (gram)
Endapan dilarutkan dengan 3,0 ml buffer amonium sulfat yang harus ditambahkan ke
fosfat 0,2 M pH 7 dalam tabung reaksi (fraksi dalam setiap konsentrasi. Hasilnya dapat
1). dilihat pada tabel 1
Fraksi kedua diperoleh dari kejenuhan
20-40 %. Tingkat kejenuhan ini diperoleh
.

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~107~
ISBN 978-602-72245-0-6
Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan
Makassar, 29 Januari 2015

Tabel 1. Jumlah Penambahan Amonium Sulfat untuk setiap tahap Fraksinasi

No Fraksi Volume Filtrat Jumlah Amonium


Protein (mL) Amonium Sulfat (g)
1 Ekstrak kasar 500 0
2 0 - 20% 530 58,7
3 20 - 40% 520 61
4 40 - 60% 510 67
5 60 - 80% 500 70
6 80 - 100% 530 80

Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan 10.000 rpm selama 30 menit suhu 4 °C.
protein berdasarkan perbedaan kelarutannya Endapan yang diperoleh dilarutkan dalam
dalam air. Penambahan garam amonium sulfat buffer B pH 8,6. Enzim yang diperoleh pada
pada konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi tahap ini adalah enzim semi murni.
pada setiap tingkat fraksi dapat menyebabkan Dialisis. Proses pemurnian selanjutnya
perbedaan jenis protein yang mengendap. dengan cara dialisis yang menggunakan
Shah dkk., 2010 dan Ahmad dkk., 2013 membran selofan yang akan melewati zat
menyatakan Endapan yang terbentuk terlarut dengan molekul <10 kDa
dipisahkan dengan cara sentrifugasi pada

Tabel 2. Volume akhir dialisis


Fraksi Volume Filtrat Volume akhir
No
Protein (mL) (ml)
1 0 - 20% 11 8,6
2 20 - 40% 18 21,8
3 40 - 60% 18,4 18,2
4 60 - 80% 12 13,6
5 80 - 100% 17,4 28

Kadar Protein. Setelah dilakukan yang telah didialisis diukur kadar proteinnya
serangkaian proses pemurnian dengan dialisis, dengan metode Lowry.
selanjutnya setiap fraksi amonium sulfat tadi

Tabel 3. Kadar Protein Tiap Fraksi Pengendapan Kejenuhan Amonium Sulfat Setelah Dialisis
Fraksi Kadar Protein
No
Protein (mg/mL)
1 Ekstrak kasar 6,878
2 0 - 20% 0,294
3 20 - 40% 1,641
4 40 - 60% 0,965
5 60 - 80% 0,223
6 80 - 100% 0,168

PEMBAHASAN 1,641 mg/ml (tabel 3).. Hal ini sesuai dengan


Fraksi tertinggi diperoleh pada fraksi 20- Chaplin 2004 yang menyatakan bahwa protein
40% dengan kadar protein tertinggi sebesar yang mengandung asam-asam amino

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~108~
ISBN 978-602-72245-0-6
Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan
Makassar, 29 Januari 2015

hidrofobik akan mengendap pada konsentrasi Williams and Wilkins, Maryland, hal.19-
garam yang lebih rendah dibandingkan 21.
protein yang mengandung asam-asam amino Granner, D.K., Mayes, P.A., Murray, R.K. dan
hidrofilik. Hal tersebut dikarenakan pada Rodwell, V.W. (2003). Harper’s
tingkat kejenuhan garam amonium sulfat Illustrated Biochemistry, 26th edition, Mc
20-40% ion-ion garam amonium sulfat Graw-Hill Companies Inc., New Delhi.
berikatan dengan molekul air, sedangkan Pui, C. F., Wong, W. C., Chai, L. C., Tunung,
protein ya ng m enga ndung asam R., Jeyaletchumi, P., Noor Hidayah, M. S.,
am ino hidrofobik paling banyak akan Ubong, A., Farinazleen, M. G., Cheah, Y.
mengendap. Protein dengan asam amino K. and Son, R. (2011). Review Article ;
hidrofilik tidak akan mengendap dan berada Salmonella : a food borne pathogen.
pada filtrat. Protein yang bersifat lebih International Food Research Journal. 18:
hidrofilik akan mengendap jika sudah 465.
berada pada tingkat kejenuhan garam Hamid, N. and Jain, S. K (2008).
tertinggi. Semakin banyak molekul air yang Characterization of an outer membrane
berikatan dengan ion-ion garam akan protein of Salmonella enterica serovar
menyebabkan penarikan molekul air yang Typhimurium that confers protection
mengelilingi permukaan protein. Peristiwa against Typhoid. Clinical and Vaccine
ini mengakibatkan protein saling Immunology, 15: 1461-1471.
berinteraksi, teragregasi, dan mengendap C.D.C ., W. H. O .(2003). Manual for the
(Scopes, 1993).Konsentrasi tinggi juga Laboratory Identification and
masih ditemukan pada 40-60% yaitu sebesar Antimicrobial Susceptibility Testing of
0,965 mg/ml. Konsentrasi protein tertinggi Bacterial Pathogens of Public Health
ditemukan pada ekstrak kasar yaitu sebesar Importance in the Developing World. 103-
6,878 mg/ml. hal ini disebabkan karena pada 110.
ekstrak kasar masih terdapat banyak protein Kim, S., Kim, H., Reuhs, B.L and Mauer L,J.
jenis lain yang memilki aktivitas masing- (2006). Differentiation of Outer
masing, tetapi setelah diberikan amonium sulfat Membrane Proteins from Salmonella
yang dimulai dengan fraksi 0-20% sampai 80- enterica serotypes using Fourier transform
100%, kadar proteinnya semakin menurun. infrared spectroscopy and chemometrics.
Journal compilation Microbiology. 42:
KESIMPULAN 229-234.
1. Eksraksi OMP dengan menggunakan Malik, M., Butchaiah, G., Bansal, M. P.,
sarkosil dan sonikasi dapat memisahkan Siddiqui, M.Z. and Bakshi, C.S (1999)
antigen OMP dengan protein-protein Sonicated extracts and outer membrane
lainnya, protein of Salmonella enteritidis strains
2. Kadar protein OMP tertinggi diperoleh and other Salmonella serovars. Indian J
sebesar 1, 641 mg/ml yaitu pada fraksinasi Anim Sci 69, 788-789.
ammonium sulfat 20-40%. Ojanen, T., Helander, I. M., Haahtela, K.,
Korhonen, T.K. and Laakso, T. (1993).
DAFTAR PUSTAKA Outer Membrane Proteins and
Chaplin, M. (2004). Concentration by lipopolysaccharides in panthovars of
precipitation. http://www.lsbu.ac.uk.[1 Xanthomonas campestris. Appl Environ
Agustus 2007]. Microbiol 59, 4143-4151.
Crump, J. A., S. P. Luby, and E.D. Mintz., Wang, N.S. (2004). Enzyme purification by
2004. The Global burden of Typhoid salt (ammonium sulfate) precipitation,
fever. Bull. W. H. O. 82: 346-353. http://www.glue.umd.edu/~nsw/ench485/
Davidson, V.L. dan Sittman, D.B. (1999). lab6a.htm. [1 Agustus 2007].
Biochemistry, 4th edition, Lipincott

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~109~
ISBN 978-602-72245-0-6
Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan
Makassar, 29 Januari 2015

Kadar Asam Fitat Dedak Fermentasi Oleh Bakteri Penghasil Fitase Termostabil Dari
Sumber Air Panas Sulili Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan

HAFSAN1, MUCHLIS RAHMAN1, CUT MUTHIADIN1


1
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar
Jl. Sultan Alauddin 36 Samata, Kab. Gowa 92113
email: hafsahbio@yahoo.com

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar fitat pada dedak fermentasi oleh
bakteri penghasil fitase termostabil dari sumber air panas Sulili Pinrang Sulawesi Selatan. Fermentasi
dedak dilakukan dengan menggunakan tiga bakteri yang dipilih dari Sulili Pinrang yaitu Bacillus
coagulans, Bacillus licheniformis dan Bacillus stearothermophylus. Penelitian ini menggunakan
rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 6 repetiton. Pengukuran kadar fitat dilakukan
spektrometri. Hasil yang diperoleh menunjukkan penurunan kadar kontrol fitat. Kadar terendah dari
asam fitat ditemukan dalam perlakuan B (menggunakan B. coagulans sebagai inokulan) yaitu sebesar
3,841%, turun sebanyak 0.640% dari kandungan fitat kontrol. Sementara perlakuan oleh B.
stearothermophylus, B. licheniformis dan konsorsium masing-masing menunjukkan kadar yang lebih
rendah sebanyak 0,584%, 0,327% dan 0,149%.

Kata Kunci: dedak fermentasi, fitase termostabil, kadar fitat

PENDAHULUAN menurunkan biaya produksi adalah dengan


Peternakan di Indonesia saat ini sudah menggunakan bekatul sebagai salah satu bahan
mengalami perkembangan yang sangat pesat. baku pakan ternak ayam pedaging. Dedak
Perkembangan tersebut diiringi pula dengan merupakan hasil samping pertanian yang
semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat diperoleh melalui penggilingan dan
akan daging sebagai salah satu sumber protein. penyisihan. Dedak juga memiliki serat kasar
Pemenuhan akan daging mempunyai prospek tinggi yang menyebabkan kecernaan dedak
ke depan yang baik, maka ternak yang ideal rendah (Sari et al 2012, 4).
untuk dikembangkan adalah ternak unggas Dedak merupakan hasil ikutan proses
pedaging. Ayam ras pedaging merupakan jenis pemecahan kulit gabah, yang terdiri atas
ras unggulan hasil persilangan dari bangsa- lapisan kutikula sebelah luar, hancuran sekam
bangsa ayam yang memiliki produktivitas dan sebagian kecil lembaga yang masih tinggi
tinggi, terutama dalam memproduksi daging kandungan protein, vitamin, dan mineral.
ayam (Sari 2012, 3). Menurut Schalbroeck (2001) dedak dapat
Dari penafsiran Al-qur’an dan tafsir dari dipakai sebagai bahan pakan ternak, dimana
Quraish Shihab, maka patutlah kita sadari dedak mengandung protein (13,6%) dan lemak
bersama bahwa setiap makhluk hidup yang (13%) proses fermentasi adalah sebagai
diciptakan memiliki kelebihan masing-masing substrat dan pengikat sehingga bentuk produk
dan dari setiap makhluk hidup yang diciptakan hasil fermentasi akan menarik, disamping itu
itu mampu menghasilkan makanan untuk penambahan dedak dalam substrat akan
makhluk hidup yang lain. dimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagai
Pakan merupakan hal yang sangat penting sumber energi untuk pertumbuhan dan
dalam dunia ternak ayam pedaging baik secara perkembangannya, sehingga menyebabkan
semi intensif maupun intensif. Biaya pakan mikroba cepat tumbuh dan mudah berkembang
dalam peternakan ayam pedaging jika dilihat biak. serta serat kasar (12%). Selanjutnya
dari total biaya produksi peternakan komersial Gunawan (1975) menyatakan bahwa fungsi
menempati sedikitnya 70% dari total biaya dedak dalam proses fermentasi adalah sebagai
produksi. Salah satu alternatif untuk substrat dan pengikat sehingga bentuk produk

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~110~
ISBN 978-602-72245-0-6
Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan
Makassar, 29 Januari 2015

hasil fermentasi akan menarik, disamping itu mencapai 89,9% yang membentuk ikatan
penambahan dedak dalam substrat akan kompleks dengan beberapa mineral seperti
dimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagai seng, kalium, zat besi dan magnesium. Fitat
sumber energi untuk pertumbuhan dan merupakan suatu senyawa yang tidak dapat
perkembangannya, sehingga menyebabkan larut sehingga sangat sukar dicerna dan tidak
mikroba cepat tumbuh dan mudah berkembang dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Di samping itu
(Rusli 2011, 6). fitat juga mempunyai sifat sebagai chelating
Anggorodi (1994) menyatakan serat kasar agent terutama terhadap ion-ion bervalensi dua
adalah bagian dari bahan makanan yang terdiri seperti Ca, Fe dan Zn mengakibatkan
dari selulosa, hemiselulosa, lignin, ketersediaan biologik mineral-mineral tersebut
polisakarida lain yang berfungsi sebagai rendah (Irianingrum 2009, 20).
pelindung tumbuh-tumbuhan. Kualitas dedak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dapat ditingkatkan melalui upaya pengolahan. perbedaan kadar fitat pada dedak fermentasi
Salah satu cara pengolahan dedak adalah oleh berbagai bakteri penghasil fitase
melalui proses fermentasi, yang akan termostabil dari sumber air panas sulili
memecah serat kasar menjadi produk yang Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan.
dapat dicerna oleh ternak serta dapat Sehingga asam fitat/anti nutrisi pada dedak
meningkatkan kandungan protein kasar (Sari yang mengikat nutrisi di ransum tersebut dapat
et al 2012, 4). dipecah dan ternak dapat menyerap nutrisi
Piliang, (1982) melaporkan bahwa ayam secara maksimal.
yang diberikan dedak padi sebanyak 81,5%
dalam ransum memberikan produksi telur METODE
lebih rendah dibandingkan dengan ayam yang Penelitian ini merupakan penelitian
diberikan dedak sebanyak 39% atau 19,5% eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap
dalam ransum. Rendahnya produksi telur ayam (RAL) pada 5 perlakuan dan 6 ulangan. Dedak
yang diberikan dedak padi mengandung asam padi yang digunakan dalam penelitian ini
fitat dan serat kasar yang cukup tinggi yang merupakan hasil ikutan penggilingan padi
dapat menurunkan produksi dan efisiensi berupa serbuk halus yang diperoleh dari pabrik
penggunaan pakan serta kandungan asam fitat penggilingan gabah. Penelitian ini dilakukan
dari dedak padi sangat mengikat beberapa pada bulan Juni hingga Agustus 2013. Lokasi
mineral yang ada dalam pakan (Sari 2012, 37). penelitian laboratorium Biologi bagian
Penambahan enzim fitase merupakan Mikrobiologi Fakultas Sains dan Teknologi
salah satu cara untuk mengatasi tingginya Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
asam fitat dalam ransum, karena enzim fitase Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
mempunyai kemampuan menghidrolisa asam ini adalah tabung reaksi dan rak tabung, labu
fitat yang terkandung pada bahan pakan erlenmeyer, labu takar, oven, corong, gelas
menjadi senyawa inositol dan glukosa serta ukur, gelas piala, pipet tetes, pipet volum dan
senyawa fosfor organik. Senyawa-senyawa ini mikro, spoit, box es, ultra sentrifuge, neraca
sangat berperan dalam proses respirasi untuk elektrik, jarum inokulasi (ose), bunsen,
pembantu ATP. Hal ini didukung oleh aluminium foil, kapas, lemari pendingin,
pendapat Ravindra et al. (2000) melaporkan termometer, vorteks, kompor, kukusan,
bahwa penambahan enzim fitase sebesar 750 kantong polyetilene,
FTU/kg menghasilkan kecernaan fosfor yang Bahan-bahan yang digunakan dalam
tinggi dibandingkan penambahan dibawah 500 penelitian ini diantaranya: dedak, inokulum
FTU/kg ransum (Sari et al 2012, 37). bakteri penghasil fitase termostabil, air, HNO3
Asam fitat dapat menyebabkan 0.5 M, larutan FeCl3, Amyl alcohol, Larutan
ketersediaan fosfor menjadi rendah sehingga Amonium Thiosianat 10%, natrium asam fitat.
pertumbuhan tertunda dan efisiensi pakan Fermentasi dedak oleh isolat bakteri
menurun. Asam fitat atau fitin pada dedak penghasil fitase. Fermentasi dedak padi oleh

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~111~
ISBN 978-602-72245-0-6
Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan
Makassar, 29 Januari 2015

isolat bakteri penghasil fitase yang dilakukan tersebut tepat 15 menit, setelah itu diukur di
dengan prosedur sebagai berikut: dedak padi spectrofotometer dengan panjang gelombang
ditambah air sebanyak 50% (volume/berat) 460 nm. Pada saat yang bersamaan dilakukan
kemudian diaduk secara merata, lalu dikukus juga pengukuran terhadap standar. Standar
selama 45 menit dihitung sejak air kukusan yang diukur kemudian dibuat kurva hubungan
mendidih. Setelah dikukus dedak padi antara jumlah asam fitat dengan absorbansi
didinginkan kemudian diinokulasi dengan natrium fitat dengan persamaan umum regresi
inokulum isolat bakteri penghasil fitase pada linier:
dosis 10% dari berat dedak padi yang akan Y = a + bx
difermentasi. Selanjutnya dedak padi tersebut Y = absorbansi larutan natrium asam fitat
dimasukkan ke dalam kantung-kantung x = jumlah asam fitat dalam larutan natrium
polyetilene yang telah dilubangi di beberapa asam fitat
tempat untuk mendapatkan kondisi aerob,
selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama Persamaan yang diperoleh tersebut
3 hari, selama inkubasi substrat dikondisikan digunakan untuk menghitung jumlah asam
pada ketebalan 2 cm. Setelah masa inkubasi fitat dalam bahan makanan yang telah diukur
selesai, dedak fermentasi tersebut kemudian absorbansinya pada tahap pengukuran
diukur kadar fitatnya sesuai metode Davies & Absorbansi Filtrat.
Reid.
Pengukuran Kadar Fitat. Pengukuran HASIL
kadar fitat dedak dilakukan sebelum dan Tiga dari lima isolat yang berhasil
sesudah dilakukan fermentasi. Satu gram diisolasi dengan indeks fitatik (IF) tertinggi
dedak disuspensikan dalam 50 ml larutan dipilih sebagai isolat unggul. Isolat Bacillus
HNO3 0,5 M dan diaduk selama 3 jam diatas licheniformis memiliki indeks fitatik 3,57;
Shaker pada suhu 60oC, kemudian disaring. isolat Bacillus stearothermophillus 3,06; dan
Dimasukkan kedalam tabung reaksi 0,05 ml isolat Bacillus coagulans 2,39. Ketiga isolat
filtrat dan 0,45 ml aquades. Kemudian terpilih masing-masing diidentifikasi
ditambahkan 0,9 ml larutan HNO3 0,5 M serta berdasarkan pada pengamatan secara manual
1 ml larutan larutan FeCl3. Tabung reaksi yang meliputi pengamatan morfologi, fisiologi
ditutup dengan aluminium foil dan direndam dan biokimia bakteri. (Ilham, 36. 2013).
dalam air mendidih selama 20 menit. Setelah Kadar asam fitat yang terkandung
didinginkan sampai mencapai suhu ruang, dalam dedak padi fermentasi oleh bakteri
ditambahkan 5 ml Amyl alkohol dan 0,1 ml termofilik dari sumber air panas Sulili
Larutan Amonium Thiosianat 10%. Isi tabung kabupaten Pinrang ditampilkan pada Tabel
diaduk dengan cara menggoyangkan tabung 4.1.

Tabel 4.1 Kadar asam fitat dedak padi fermentasi oleh bakteri termofilik dari sumber air panas Sulili kabupaten Pinrang
Perlakuu-an Kadar fitat (%) Jumlah Rerata
1 2 3 4 5 6
Kontrol 4,745 4,855 4,511 4,639 4,203 3,937 26,890 4,481

A 4,070 4,162 3,769 3,778 3,678 3,927 23,384 3,897

B 3,414 3,184 4,787 4,347 3,695 3,621 23,048 3,841

C 4,949 3,421 4,010 4,315 3,951 4,281 24,927 4,154

D 4,502 3,586 4,052 4,759 4,389 4,709 25,997 4,332

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~112~
ISBN 978-602-72245-0-6
Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan
Makassar, 29 Januari 2015

4,600
4,400

KADAR FITAT (%)


4,200
4,000
3,800
3,600
3,400
Kontrol A B C D
PERLAKUAN

Grafik. 4.1. Kadar asam fitat dedak padi fermentasi oleh bakteri termofilik dari sumber air panas Sulili kabupaten Pinrang
Ket:
A = Fermentasi oleh inokulan Bacillus licheniformis
B = Fermentasi oleh inokulan Bacillus coagulans
C = Fermentasi oleh inokulan Bacillus stearothermophillus
D = Fermentasi oleh Konsorsium 3
inokulan

PEMBAHASAN faktor, misalnya dikarnakan masa


Kandungan asam fitat dari fermentasi penyimpanan yang masih kurang, karena
dedak di setiap perlakuan dalam penelitian ini menurut Hanafi (2008), semakin lama masa
menunjukkan penurunan dibandingkan fermentasi, akan menurunkan pH dalam
Kontrol. Kadar asam fitat terendah terdapat dedak. Sehingga semakin banyak ikatan asam
pada perlakuan B (penggunaan Bacillus fitat yang terputus karena asam fitat bersifat
coagulans sebagai inokulan) yaitu 3.841%, labil dalam pH yang rendah. Kondisi asam
turun sebanyak 0,640% dari kadar fitat yang tercipta dalam keadaan anaerob akan
kontrol. Sementara perlakuan A, C dan D berpengaruh dalam penurunan komposisi asam
masing-masing menurunkan kadar fitat fitat.
sebanyak 0.584%, 0.327% dan 0.149%. Penurunan kandungan asam fitat pada
Tingginya kemampuan B. coagulans dedak padi selama penyimpanan umumnya
dibanding inokulan lainnya dapat dipengaruhi disebabkan adanya enzim 6- fitase yang
oleh sifat B. coagulans yang mampu terdapat dalam dedak padi. Enzim tersebut
menghasilkan bakteri asam laktat. Sifat memulai defosforilasi asam fitat pada posisi
demikian membuat pH substrat dalam hal ini ke-6 sehingga terjadi pemutusan ikatan fitat
dedak menjadi lebih asam sehingga ikatan yang menyebabkan terjadinya penurunan
asam fitat mudah terputus. komposisi asam fitat pada dedak. Bakteri
Berdasarkan analisis varian satu arah inokulan pada fase ini menjadi bakteri
(P<0,05) yang dilakukan terhadap data kadar predominan dengan pH dedak sekitar 3,8
fitat yang diperoleh, menunjukkan perbedaan sampai 5. Tahapan ketiga merupakan fase
yang tidak nyata antara perlakuan dan kontrol. stabilisasi, fase ini merupakan kelanjutan dari
Hal ini berarti perbedaan bakteri inokulan fase kedua. Tahapan keempat merupakan fase
dalam proses fermentasi tidak memberikan feed-out atau fase aerobik. Dedak fermentasi
pengaruh yang signifikan terhadap kadar fitat yang sudah terbuka dan kontak langsung
dedak fermentasi yang dihasilkan. Meskipun dengan lingkungan maka akan menjadikan
secara deskriptif terlihat perbedaan antara proses aerobik terjadi. Hal yang sama terjadi
masing-masing perlakuan. jika terjadi kebocoran pada kantong maka akan
Kecilnya perbedaan kadar fitat dedak terjadi penurunan kualitas dedak atau
fermentasi yang disajikan pada Tabel 4.1 dan kerusakan dedak. Kualitas dedak fermentasi
Gambar 4.1 dapat disebabkan oleh berbagai tergantung dari kecepatan fermentasi

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~113~
ISBN 978-602-72245-0-6
Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kesehatan dan Lingkungan
Makassar, 29 Januari 2015

membentuk asam, sehingga dalam pembuatan Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi Dan
dedak fermentasi terdapat beberapa bahan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan
tambahan yang biasa diistilahkan sebagai Institut Pertanian Bogor.
additive silage. Penambahan bakteri asam Piliang,W. G, D Sastradipradja dan W, Manula
laktat ataupu kombinasi dari beberapa additive 1982. Pengaruh penambahan berbagai
silage merupakan perlakuan yang sering tingkat kadar Zn dalam ransum yang
dilakukan dalam pembuatan dedak. mengandung dedak padi terhadap
Pemilihan bakteri inokulan sangat penting penampilan serta metabolism Zn pada
dalam proses fermentasi untuk menghasilkan ayam-ayam petelur. Laporan Penelitian.
dedak fermentasi yang berkualitas baik. Proses Ditektorat Pembinaan penelitian dan
awal dalam fermentasi dedak adalah proses pengabdian pada masyarakat. Direktorat
aerob, udara yang berasal dari lingkungan atau jendral pendidikan tinggi departemen
pun yang berasal dari hijauan menjadikan pendidikan dan kebudaya.
reaksi aerob terjadi. Hasil reaksi aerob yang Rusli, Kurniawan, Ridho. 2011. Pemberian
terjadi pada fase awal fermentasi dedak Campuran Dedak Dan Ampas Tahu
menghasilkan asam lemak volatile, yang Fermentasi Dengan Monascus purpureus
menjadikan pH turun. pH yang menjadikan Terhadap Performa Dan Kualitas Telur
pertumbuhan bakteri-bakteri aerob menjadi Ayam. Tesis. Program Studi Ilmu
terhambat dan mati serta mendukung Peternakan Pasca Sarjana Universitas
pertumbuhan bakteri asam laktat untuk Andalas. Padang.
memproduksi asam laktat. Asam laktat akan Santoso, B dan B.Tj. Hariadi, 2008. Komposisi
terus diproduksi sampai mencapai puncaknya kimia, degradasi nutrien dan produksi gas
jika pH lingkungan fermentasi sekitar 3,8 metana in vitro rumput tropik yang
sampai 4. diawetkan dengan metode silase dan hay.
Jurnal Media Peternakan.31 (2) : 81-154.
KESIMPULAN Sari, Kartika, Dian. 2012. Potensi Fermentasi
Berdasarkan analisis varian satu arah Bekatul Dengan Bakteri Enterobacter
(P<0,05) yang dilakukan terhadap data kadar cloacae WPL 111 Terhadap Kecernaan
fitat yang diperoleh, menunjukkan perbedaan Serat Kasar Dan Protein Kasar Pada
yang tidak nyata antara perlakuan dan kontrol. Ayam Pedaging. Artikel Ilmiah. Fakultas
Secara deskriptif terlihat perbedaan antara Kedokteran Hewan UNAIR
masing-masing perlakuan, kadar asam fitat Sari, Liana, Meisji, F. Gurki N Ginting. 2012.
terendah terdapat pada perlakuan B Pengaruh Penambahan Enzim Fitase
(penggunaan Bacillus coagulans sebagai Pada Ransum Terhadap Berat Relatif
inokulan) yaitu 3.841%, turun sebanyak Organ pencernaan Ayam Broiler Vol (12)
0,640% dari kadar fitat kontrol. Sementara No.2 : 37-41. Artikel. Jurusan Peternakan
perlakuan A (inokulan Bacillus licheniformis), Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.
C (inokulan Bacillus stearothermophylus) dan Palembang.
D (konsorsium inokulan A,B dan C) masing- Wahyuni, S,H.S. Suprapti, J. Wahju,
masing menurunkan kadar fitat sebanyak D.Sugandi, D.J.Samosir, N.R. Anwar,
0.584%, 0.327% dan 0.149%. A.A. Mattjik, B. Tangenjaya. 2008.
Implementasi Dedak Padi Terfermentasi
DAFTAR PUSTAKA Oleh Aspergillus ficuum Dan
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Pengaruhnya Terhadap Kualitas Ransum
Dasar. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Serta Performans Produksi Ayam Petelur.
Irianingrum, Retno. 2009. Kandungan Asam Fakultas Peternakan Universitas
Fitat Dan Kualitas Dedak Padi Yang Padjadjaran Kampus Jatinangor-
Disimpan Dalam Keadaan Anaerob. Sumedang. Bogor.

Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar ~114~

Anda mungkin juga menyukai