Penilai :
LAPORAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN
SEMESTER GANJIL 2022-2023
ACARA KE 1
Penggunaan Bahan Kimia Sebagai Antimikroba
Bahan pangan terutama hasil pertanian mudah mengalami kerusakan. Kerusakan ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor mikrobiologis. Kerusakan
mikrobiologis adalah kerusakan yang disebabkan oleh adanya mikrobia yang dapat merombak
komponen dalam bahan pangan atau menghasilkan suatu metabolit, yang dapat mengubah
komposisi kimia dalam bahan pangan tersebut (Mushollaeni, 2012). Kerusakan akibat mikroba
dapat menyebabkan masalah kesehatan jika makanan yang terkontaminasi dikonsumsi oleh
manusia.
Untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan akibat mikroba, telah digunakan cara-cara
untuk mencegah tumbuhnya mikroba pada pangan dan bahan pangan. Cara yang dilakukan yaitu
dengan memberi perlakuan-perlakuan khusus pada bahan pangan mulai setelah dipanen hingga
menjadi makanan yang siap dikonsumsi. Contoh perlakuan khusus yang biasa dilakukan adalah
dengan penyimpanan suhu rendah. Penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat
memperlambat reaksi metabolisme dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab
kerusakan atau kebusukan bahan pangan (Mushollaeni, 2012). Selain pendinginan, penyimpanan
suhu rendah bahan juga sering diiringi dengan penambahan bahan khusus untuk memperpanjang
umur simpannya, atau biasa disebut dengan penambahan bahan tambahan pangan pengawet.
Pengawet adalah BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman
atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba (Wijaya dkk.,
2012). Bahan pengawet yang diperbolehkan pada tiap negara berbeda-beda. Di Indonesia,
penggunaan Bahan Tambahan Pangan diatur oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan. BPOM
telah mengatur bahan tambahan pangan yang diperbolehkan beserta Accepable Daily Intake untuk
tiap bahan tambahan pangan. Salah satu bahan pengawet yang diperbolehkan oleh Badan
Pengawasan Obat dan Makanan adalah asam benzoat (Benzoic acid) dan garamnya. Natrium
benzoat merupakan garam dari asam benzoat yang banyak digunakan dari pada bentuk asamnya,
karena kelarutannya lebih baik dalam air (Andayani dkk., 2016). Oleh sebab itu, praktikum kali
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari natrium benzoat terhadap pertumbuhan mikroba
dalam bahan pangan.
ALAT BAHAN
Sampel
apel/jeruk/nanas
A. Data pengamatan
Tabel 1. Data pengamatan jumlah mikroba yang tumbuh setelah inkubasi
B. Hasil Perhitungan
Tabel 2. Hasil perhitungan jumlah mikroba yang tumbuh
Sampel Metode Konsentrasi Na Benzoat Jumlah Total Mikroba
Sari apel Tanpa pasteurisasi 0% 4,4 x 108 CFU/ml
0,03% 2,6 x 107 CFU/ml
0,06% 2,0 x 107 CFU/ml
Pasteurisasi 0% 2,5 x 106 CFU/ml
0,03% 2,5 x 104 CFU/ml
0,06% 2,5 x 104 CFU/ml
Sari jeruk Tanpa pasteurisasi 0% 1,8 x 107 CFU/ml
0,03% 1,1 x 106 CFU/ml
0,06% 2,5 x 106 CFU/ml
Pasteurisasi 0% 1,6 x 109 CFU/ml
0,03% 4,3 x 105 CFU/ml
0,06% 5,7 x 107 CFU/ml
Sari nanas Tanpa pasteurisasi 0% 1,9 x 107 CFU/ml
0,03% 7,8 x 107 CFU/ml
0,06% 6,8 x 107 CFU/ml
Pasteurisasi 0% 2,5 x 106 CFU/ml
0,03% 2,5 x 104 CFU/ml
0,06% 2,5 x 104 CFU/ml
C. Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu praktikum untuk mengetahui pengaruh bahan kimia terhadap
pertumbuhan mikroba. Bahan kimia yang digunakan pada praktikum ini adalah natrium benzoat.
Sampel-sampel yang diuji adalah nanas, apel, dan jeruk yang diambil air atau sari buahnya.
Perlakuan yang diterapkan untuk tiap sampel yaitu perbedaaan konsentrasi natrium benzoat dan
penggunaan pasteurisasi pada sampel. Perbedaan konsentrasi natrium benzoat yang dilakukan
yaitu konsentrasi 0% atau tanpa asam benzoat; konsentrasi 0,03%; dan 0,06%. Perbedaan
pasteurisasi yang dilakukan yaitu dengan pasteurisasi dan tanpa pasteurisasi.
Jumlah perhitungan mikroba yang tumbuh pada cawan petri tiap sampel tertera pada tabel
2. Berdasarkan tabel 2, jumlah mikroba yang tumbuh pada sampel sari jeruk tanpa pasteurisasi
dengan konsentrasi natrium benzoat 0%; 0,03%; dan 0,06% secara berturut-turut adalah 1,8 x 107
CFU/ml; 1,1 x 106 CFU/ml; dan 2,5 x 106 CFU/ml. Sementara itu, jumlah mikroba yang tumbuh
pada sampel sari jeruk yang dipasteurisasi dengan konsentrasi natrium benzoat 0%; 0,03%; dan
0,06% secara berturut-turut adalah 1,6 x 109 CFU/ml; 4,3 x 105 CFU/ml; 5,7 x 107 CFU/ml.
Berdasarkan data-data tersebut, terlihat bahwa jumlah mikroba cenderung menjadi
berkurang dengan penambahan natrium benzoat. Pada sampel sari buah jeruk pasteurisasi dan
tanpa pasteurisasi, jumlah mikroba pada sampel konsentrasi natrium benzoat 0,03% lebih sedikit
daripada sampel konsnetrasi 0,06%. Hal ini tidak terjadi pada sampel-sampel lain. Pada sampel
sari apel dan sari nanas dengan pasteurisasi dan tanpa pasteurisasi, sampel dengan konsentrasi
natrium benzoat lebih besar terlihat menumbuhkan lebih sedikit mikroba. Menurut Ulya dkk.
(2020), benzoat merupakan bahan pengawet yang biasa digunakan untuk mencegah pertumbuhan
bakteri dan khamir pada bahan pangan. Mekanisme cara kerja natrium benzoat sebagai pengawet
adalah mengganggu sel mikroba, karena isi sel mikroba mempunyai pH yang selalu netral jika sel
mikroba menjadi asam atau basa akan terjadi gangguan pada organ-organ sel sehingga
metabolisme akan terhambat dan akhirnya sebagian sel akan mati (Khurniyati dan Estiasih, 2015).
Jadi, seharusnya dengan bertambahnya konsentrasi natrium benzoat, maka mikrob ynag tumbuh
akan semakin sedikit. Natrium benzoat efektif digunakan pada pH 2,5 sampai 4. Daya awetnya
akan menurun dengan meningkatnya pH, karena keefektifan dan mekanisme anti mikroba berada
dalam bentuk molekul yang tidak terdisosiasi (Oktaviana dkk., 2012). Oleh sebab itu, dilakukan
penambahan asam ketika pH tidak kurang atau sama dengan 4.
Selain natrium benzoat, perlakuan pasteurisasi dan tanpa pasteurisasi juga mempengaruhi
jumlah mikroba yang tumbuh pada cawan. Berdasarkan tabel 2, terlihat jumlah mikroba dari
sampel yang dipasteurisasi cenderung lebih sedikit daripada sampel tanpa pasteurisasi. Hal ini
terjadi pada sampel sari apel dan sari nanas, namun tidak terjadi pada sampel jeruk. Seharusnya,
sampel yang dipasteurisasi memiliki jumlah mikroba tumbuh lebih sedikit daripada sampel tanpa
pasteurisasi. Pasteurisasi bertujuan membunuh mikroba vegetatif tertentu yakni patogen dan
inaktivasi enzim, karena pada proses pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme
vegetatif dan mikroorganisme pembentuk spora sehingga produk hasil pasteurisasi harus dikemas
atau disimpan pada suhu rendah dengan penambahan pengawet, pengemas atmosfer
termodifikasi, pengaturan pH, atau pengaturan aktivitas air untuk mengendalikan pertumbuhan
mikroba (Khurniyati dan Estiasih, 2015).
Berdasarkan tabel 2, sampel dengan jumlah mikroba tumbuh paling sedikit yaitu sampel
sari apel dan sari nanas konsentrasi natrium benzoat 0,03% dan 0,06% dengan perlakuan
pasteurisasi. Sementara itu, sampel dengan jumlah mikroba tumbuh paling banyak adalah sampel
sari jeruk konsentrasi natrium benzoat 0% dengan pasteurisasi. Untuk sampel sari jeruk
konsentrasi natrium benzoat 0,06% tanpa pasteurisasi tidak sejalan dengan literatur yang ada yang
menjelaskan bahwa pasteurisasi akan membunuh mikroba, sehingga jumlah mikroba pada sampel
dengan pasteurisasi cenderung memiliki jumlah mikroba yang tumbuh lebih sedikit daripada
sampel tanpa pasteurisasi. Menurut Wulandari dkk. (2017), penambahan pengawet dan proses
pasteurisasi mampu mengurangi dan menghambat pertumbuhan mikroba sehingga mencegah
terjadinya kerusakan seperti penurunan pH, hidrolisis lemak yang menghasilkan aroma tengik,
maupun perubahan warna. Berdasarkan penjelasan tersebut, seharusnya sampel dengan natrium
benzoat konsentrasi 0% tanpa proses pasteurisasi menumbuhkan mikroba paling banyak daripada
perlakuan-perlakuan lainnya, sedangkan sampel dengan natrium benzoat konsentrasi 0,06%
dengan proses pasteurisasi menumbuhkan mikroba paling sedikit.
Berdasarkan SNI 3719:2014, nilai angka lempeng total (ALT) untuk minuman sari buah
yaitu maksimal sebesar 1 x 104 koloni/mL. Angka Lempeng Total adalah angka yang
menunjukkan jumlah bakteri mesofil dalam tiap-tiap 1 ml atau 1 gram sampel makanan yang
diperiksa (Sundari dan Fadhliani, 2019). Jika dibandingkan denga tabel 2, maka sari buah yang
diuji tidak sesuai dengan standar di SNI. Semua hasil perhitungan mikroba menunjukkan nilai
yang lebih dari standar di SNI.
Ketidaksesuaian hasil praktikum dapat terjadi karena beberapa faktor. Salah satu
kemungkinan yaitu kurang sterilnya area kerja praktikum, atau praktikan melakukan langkah
praktikum di area yang jauh dari bunsen. Faktor lain yang dapat terjadi yaitu kurang lamanya
proses pasteurisasi, sehingga kurang maksimal mikroba yang mati ketika pasteurisasi.
KESIMPULAN
Andayani, R., B. A. Martinus, Y. G. Putri. 2016. Pengembangan dan validasi metode analisis zat
pengawet natrium benzoat pada cabe merah giling secara spektrofotometri ultraviolet.
Scientia. 6(2): 133-138.
Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2014. Minuman Sari Buah. SNI 3719:2014. Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
Khurniyati, M. dan T. Estiasih. 2015. Pengaruh konsentrasi natrium benzoat dan kondisi
pasteurisasi (suhu dan waktu) terhadap karakteristik minuman sari apel berbagai varietas:
kajian pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3(2): 523-529.
Mushollaeni, W. 2012. Penanganan dan Rekayasa Produk Hasil Pertanian. Malang: Penerbit
Selaras.
Oktaviana, Y., S. Aminah, dan J. Sakung. 2012. Pengaruh lama penyimpanan dan konsentrasi
natrium benzoat terhadap kadar vitamin C cabai merah (Cupsicum annuum L.). Jurnal
Akademika Kimia. 1(4): 193-199.
Sundari, S. dan Fadhliani. 2019. Uji angka lempeng total (ALT) pada sediaan kosmetik Lotion C
di BPPOM Medan. Jurnal Biologika Samudra. 1(1): 25-33.
Ulya, M., N. F. Aronika, dan K. Hidayat. 2020. Penambahan natrium benzoat dan suhu
penyimpanan terhadap mutu minuman herbal cabe jamur air. Rekayasa. 13(1); 77-81.
Wijaya, C. H., N. Mulyono, dan F. A. Afandi. 2012. Bahan Tambahan Pangan Pengawet.
Bandung: Penerbit IPB Press.
Wulandari, N., I. Lestari, dan N. Alfiani. 2017. Peningkatan umur simpan produk santan kelapa
dengan aplikasi bahan tambahan pangan dan teknik pasteurisasi. Jurnal Mutu Pangan. 4(1):
30-37.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
A. Konsentrasi Na Benzoat 0%
1. Sari Apel Tanpa Pasteurisasi
10-5 : TBUD
10-6 : 305
10-7 : 48
10-8 : 8
48
N=(
1 𝑥 1)+(0,1 𝑥 1) 𝑥10−7
= 2.500.000
= 2,5 x 106 CFU/ml
3. Sari Jeruk Tanpa Pasteurisasi
10-5 : 172
10-6 : 27
10-7 : 28
10-8 : 19
172 + 27
N= (1𝑥1) + (0,1 𝑥 1) 𝑥 10−5
199 𝑥 105
= 1,1
= 18.000.000
= 1,8 X 107 CFU/ml
4. Sari Jeruk Pasteurisasi
10-5 : 10
10-6 : 516
10-7 : 173
10-8 : 13
173
N= (1 𝑥 1)+(0,1 𝑥 1) 𝑥10−7
219 𝑥 105
=
1,1
= 2.500.000
= 2,5 X 106 CFU/ml
= 25.000
= 2,5 x 104 CFU/ml
C. Konsentrasi Na Benzoat 0,06%
1. Sari Apel Tanpa Pasteurisasi
10-3 : TBUD
10-4 : TBUD
10-5 : 223
10-6 : 3
223
N = (1𝑥1) + (0,1 𝑥 1) 𝑥 10−5
= 25.000
= 2,5 x 104 CFU/ml
3. Sari Jeruk Tanpa Pasteurisasi
10-3 : TBUD
10-4 : TBUD
10-5 : 6
10-6 : 4
1
N = 25 X 10−5
= 25.000
= 2,5 X 104 CFU/ml
LAMPIRAN HASIL PENGAMATAN
Gambar Keterangan
Pengukuran suhu
Pengenceran
Platting