Anda di halaman 1dari 57

PENJELASAN MAKNA DZIKIR PAGI PETANG

AMALIYAH MAJELIS MUJAHIDAH

A. DZIKIR JILID 1

“Aku mohon ampun kepada Allah yang Maha Agung yang $ada Tuhan selain Dia yang Maha
Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri dan aku bertaubat kepada-Nya”.
Di dalam Al-Qur’an banyak ditemukan tentang ayat-ayat is ghfar yang di dalamnya mengandung kemuliaan dan ke -
agungan bagi makhluk-Nya, namun dak banyak dari hamba-Nya yang belum paham akan makna dan tujuan dari
is ghfar itu sendiri. Padahal is ghfar merupakan bagian dari suatu kebaikan dan se ap kebaikan akan mendapatkan
balasan (pahala) dari Allah Swt. Maka jangan pernah merasa rugi atau pelit untuk membaca is ghfar, karena beruntung -
lah orang-orang yang senan asa beris ghfar. Bahkan sangat mulianya kalimat ini, Allah Swt. memadukan dengan kalimat
tauhid. Sebagaimana dalam firman-Nya :

“Maka ketahuilah, bahwa dak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan
atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat nggalmu.”
(QS. Muhammad [47]: 19)

Seorang ulama Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan “Is ghfar yang dilakukan tanpa melepaskan diri dari perbuatan dosa
merupakan taubatnya para pendusta (pembohong).” Kemudian, seorang sufiyyah terkenal Rabi’ah al-Adawiyyah
mengatakan bahwa “Sesungguhnya is ghfar manusia membutuhkan pada is ghfar yang lebih banyak.” Ar nya, seorang
yang beris ghfar (meminta ampunan) kepada Allah Swt. tetapi dirinya masih melakukan maksiat, maka is ghfarnya
masih membutuhkan pada is ghfar yang lebih banyak lagi. Oleh karena itu, maksud dari kedua pernyataan tersebut
adalah pada hakikatnya is ghfar yang manusia lakukan bukan hanya sekedar di ucapakan semata, tetapi harus diniatkan
dan dilakukan dengan sungguh-sungguh. Sebagaimana Allah SWT berfirman :

“Dan (Hud berkata), “Wahai kaumku! Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya,
niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras, Dia akan menambahkan kekuatan di atas kekuatanmu, dan
janganlah kamu berpaling menjadi orang yang berdosa.” (QS. Hud. [11]: 52)

Pada ayat ini menegaskan bahwa jika is ghfar dibarengi dengan taubat maka akan berikan jalan keluar dari
segala permasalahan hidup dan diberi nya jalan rezeki berupa karunia dari ALLAH SWT. Hal ini berdasarkan
Hadist Rasulullah SAW yang di riwayatkan oleh sahabat Ibn Abbas ra dalam kitab hadist sunan abi dawud juz
4 hal. 314 :

Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa saja mengekalkan bacaan istighfar, niscaya Allah jadikan baginya
sebuah jalan keluar di tengah kesempitan dan sebuah kelonggaran di tengah kesumpekan, dan Allah kucurkan
rezeki kepadanya dari jalan yang ia tidak perhitungkan.’”

Kalimat istghfar menurut ulama ahli shorof mengikuti bab fi’il tsulasi mazid sudasi (fiil tsulasi yang di tambah 3
huruf tambahan ‫ﺴﺘﻔﻌﻞ‬: – ‫( ) اﺳﺘﻔﻌﻞ‬lihat kitab Hal al-Ma’qud Min Nadmi al-Maqsud) Ketika kalimat ‫ اﺳﺘﻐﻔﺮ‬di
tashrif maka:

Memiliki makna sebagai berikut:


1. Menunjukkan arti Tholab yaitu fa’il (pelaku) mencari asal fi’il dari maf’ul seperti contoh: ‫ﺪ ﷲ‬C‫( اﺳﺘﻐﻔﺮ ز‬Zaid
minta ampun kepada Allah Swt), makna tholab dalam kitab Talhisul Asas, Hal; 24 menjelaskan bahwa”
Ulama shorof terdapat khilaf (perbedaan pendapat) dalam membedakan antara Tholab dan Sual, menurut
sebagian ulama jika makna Tholab hanya tertentu pada hati, sedangkan makna Sual tertentu pada lisan.
Namun menurut sebagian Ulama lainnya berpendapat makna Tholab dan Sual itu memiliki makna sama.
2. Menunjukan arti Wujdan yaitu fa’il (pelaku) menemukan maf’ul dalam sifat atau asal fi’il seperti
ُ
contoh: ‫( اﺳﺘﻌﻀﻤﺖ اﻷﻣﺮ‬Aku menganggap besar/penting pada perkara itu)
3. Menunjukan arti Tahawul yaitu menunjukan arti berubah atau perpindahannya fa’il (pelaku) pada asal fi’il,
ّ
ُO ‫اﻟﻄ‬
seperti contoh: Q P ‫ ( إﺳﺘﺤﺠﺮ‬Tanah liat itu berubah menjadi batu), lihat di kitab Tadrijul Adani hal. 31).
4. Menunjukan arti Takalluf yaitu menunjukan arti kesungguhan fa’il dalam menghasilkan asal fi’il, seperti
contoh: ‫ﺪ‬C‫( اﺳﺘﺠﺮأ ز‬Zaid memberanikan diri).

َ َْ ْ
1. Fi’il Madhi = (‫ ) ِاﺳﺘﻐﻔ َﺮ‬artinya telah memohon ampun
َْ َ
2. Fi’il Mudhori’ = (‫ ْﺴﺘﻐ ِﻔ ُﺮ‬:) artinya sedang memohon ampun
َ ْ ْ
3. Masdar = (‫ ) ِإﺳ ِﺘﻐﻔ _ﺎرا‬artinya permohonan ampun
َ َْ
4. Masdar Mim = (‫ ) ُﻣ ْﺴﺘﻐﻔ _ﺮا‬artinya sedang memohon ampun
َْ
5. Isim Fa’il = (‫ ) ُﻣ ْﺴﺘﻐ ِﻔ ٌﺮ‬artinya Orang yang memohon ampun
َ َْ
6. Isim Maf’ul = (‫ ) ُﻣ ْﺴﺘﻐﻔ ٌﺮ‬artinya yang dimohonkan ampun
َْ ْ
7. Fi’il Amr = (‫ ) ِإﺳﺘﻐ ِﻔ ْﺮ‬artinya mohon ampunlah!
َْ َ َ
8. Fi’il Nahi = (‫ ْﺴﺘﻐ ِﻔ ْﺮ‬h g) artinya janganlah engkau memohon ampun!
َ َْ
9. Isim Makan/Isim Zaman = (‫ ) ُﻣ ْﺴﺘﻐﻔ ٌﺮ‬artinya tempat atau waktu memohon ampun

َ َْ ْ
1. ‫ ِاﺳﺘﻐﻔ َﺮ‬/‫ ﻫ َُﻮ‬artinya Dia laki-laki telah memohon ampun
َ َْ ْ ُ
2. ‫ ِاﺳﺘﻐﻔ َﺮا‬/‫ ﻫ َﻤﺎ‬artinya Mereka laki-laki berdua telah memohon ampun
َ َْ ْ ُ
3. ‫ ِاﺳﺘﻐﻔ ُﺮوا‬/‫ ﻫ ْﻢ‬hum Istaghfaru artinya Mereka laki laki telah memohon ampun
ْ َ َْ ْ َ
4. ‫ ِاﺳﺘﻐﻔ َﺮت‬/n ِ hiya Istaghfarots artinya Dia wanita telah memohon ampun
َ َ َ ْ َ ْ َ mُ
5. ‫ ِاﺳﺘﻐﻔﺮﺗﺎ‬/‫ ﻫﻤﺎ‬huma Istaghfarota artinya Mereka wanita berdua telah memohon ampun
َ َ َْ ْ ‫ُ ﱠ‬
6. ‫ ِاﺳﺘﻐﻔ ْﺮن‬/‫ ﻫﻦ‬hunna Istaghfarna artinya Mereka wanita telah memohon ampun
َ َ ْ َ ْ َ ْu
7. ‫ ِاﺳﺘﻐﻔ ْﺮت‬/‫ اﻧﺖ‬anta Istaghfarta artinya Kamu laki-laki telah memohon ampun
ُ َ َْ ْ ُْu
8. ‫ ِاﺳﺘﻐﻔ ْﺮﺗ َﻤﺎ‬/‫ اﻧﺘ َﻤﺎ‬antuma Istaghfartuma artinya Kamu berdua laki-laki telah memohon ampun
ُ َ َْ ْ ُْu
9. ‫ ِاﺳﺘﻐﻔ ْﺮﺗ ْﻢ‬/‫ اﻧﺘ ْﻢ‬antum Istaghfartum artinya Kamu semua laki-laki telah memohon ampun
َ َْ ْ ْu
10. ‫ ِاﺳﺘﻐﻔ ْﺮ ِت‬/‫ﺖ‬ ِ ‫ اﻧ‬anti Istaghfarti artinya Kamu wanita telah memohon ampun
ُ َ َْ ْ ُْu
11. ‫ ِاﺳﺘﻐﻔ ْﺮﺗ َﻤﺎ‬/‫ اﻧﺘ َﻤﺎ‬antuma Istaghfartuma artinya Kamu berdua wanita telah memohon ampun
ُ َ َْ
12. ‫ ِا ْﺳﺘﻐﻔ ْﺮﺗ ﱠﻦ‬/Q‫ﱠ‬O ُw ‫ا ْﻧ‬u antunna Istaghfartunna artinya Kamu semua wanita telah memohon ampun
ُ َ َْ َu
13. ‫ ِا ْﺳﺘﻐﻔ ْﺮت‬/‫ اﻧﺎ‬ana Istaghfartu artinya Saya telah memohon ampun
َ َ َْ َ
14. ‫ ِا ْﺳﺘﻐﻔ ْﺮﻧﺎ‬/‫ ﻧ ْﺤ ُﻦ‬nahnu Istaghfarna artinya Kami telah memohon ampun

Di dalam kitab Riyâdhush Shâlihin, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:

Ar nya: Abu Hurairah r.hu


berkata, aku mendengar Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: “Demi Allah, sesungguhnya aku beris ghfar kepada Allah
dan bertaubat kepada Allah di dalam sehari lebih banyak dari 70 kali. (Yahya bin Syaraf al-Nawawy, Riyâdlush
ShâlihiIn, No. Hadits 1870)

Ada beberapa riwayat hadits yang berbicara tentang lafadh is ghfar yang saudara tanyakan. Masing-masing
memiliki shighat lafadh yang berbeda. Di antara hadits-hadits tersebut antara lain sebagai berikut :

Pada hadits di atas, shighat lafadh dibaca dengan harakat fathah, Hadits dengan dibaca menurut
qira’ah semacam juga ditemukan pada kitab Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah yang menukil sebuah hadits yang
diriwayatkan juga oleh Abu Dawud dengan nomor hadits 1517 dan 1521, Al-Tirmidzy dengan nomor hadits
3577 dan al-Nasai dengan nomor hadits 414, 415, 416 dan 417 dengan sanad marfu’ hasan. Adapun segi
derajat hadits, Al-Hakim menilainya sebagai hadits marfu’ shahih menurut standart al-jarh wa al-ta’dil al-
Bukhary dan Muslim. Dalam Kitab Riyadhu al-Shâlihîn, Imam Nawawi meriwayatkan dari Abu Dawud dengan
Nomor Hadits: 1874. Semua hadits di atas dibaca dengan qiraah fathah. Adapun hadits yang meriwayatkan
adalah sbb :

Hadits di atas dikomentari oleh Al-Hakim sebagai hadits shahih menurut syarat Syaikhain (Bukhari-Muslim).

Hadits ini statusnya mauquf, dan dengan derajat jalur sanad hasan. Nama Israil yang terdapat dalam sanad
adalah orang yang terkenal orang yang jujur.

Is ghfar adalah obat ketenangan bagi jiwa dan perisai dari segala perbuatan dosa dan maksiat. Seper halnya
seorang yang terkena penyakit disebabkan dosa-dosa perbuatannya, lalu ia ingin kembali normal, maka jalan
keluarnya adalah dengan is ghfar. Sebab dosa akan hilang jikalau memperbanyak is ghfar (memohon
ampunan) kepada Allah Swt. Hal ini sejalan dengan apa yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqy dalam syu’ab al-
imān bahwasanya Imam Qatadah berkata; “Sesungguhnya Al-Qur’an ini telah menunjukkan kepada kalian
semua tentang penyakit dan juga obatnya. Adapun penyakit tersebut adalah dosa-dosa dan obatnya disini
adalah is ghfar”

“Dan orang-orang yang


apabila mengerjakan
perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosanya
dan siapa lagi yang mengampuni dosa-dosa selain Allah ? Dan mereka dak meneruskan perbuatan dosa itu,
sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran [3]: 135)

“Dan barangsiapa berbuat


kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan
mendapatkan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’ [4]: 110).

Dalam al-asmā’ al-husnā, yaitu al-ghaffār, al-ghafūr dan al-ghāfir yang secara bahasa bermakna Maha
Pengampun. Kata al-Ghaffār dan al-Ghafūr keduanya merupakan ṣighah mubālaghah (bentuk kelebihan
penekanan) yang artinya Allah lah Dzat yang Maha Menutupi dosa dan aib, serta mengampuni dosa dan
kesalahan hamba-hamba-Nya. Namun kedua lafadz ini terdapat perbedaan dari segi pola, kata al-Ghaffār
mengikuti pola ,sedangkan kata al-Ghafūr mengikuti pola kesempurnaan dengan menyeluruhnya
suatu perbuatan. Menurut al-Ghazali makna al-Ghaffār adalah Dialah Yang Maha Menampakkan keindahan,
lagi Maha Menutupi kejelekan (keburukan). Dosa dan keburukan yang terdapat dalam diri manusia harus di -
tutupi ketika masih berada di dunia, supaya ketika di akhirat mendapatkan ampunan-Nya serta dijauhkan dari
segala bentuk hukuman-Nya. Artinya dosa-dosa tersebut merupakan bagian dari sejumlah keburukan yang
ditutupi-Nya dengan jalan tidak menampakkannya di dunia serta mengenyampingkan siksa-Nya di akhirat.

Sementara al-Khathabi mengartikan kata al-Ghaffār sebagai Dzat Yang Mengampuni dosa-dosa hamba-Nya
secara terus menerus. Maksudnya, setiap hamba yang melakukan dosa baik disengaja maupun tidak, lalu ia
beristighfar dan bertaubat, maka setiap itu Allah akan mengampuni semua dosa- dosanya dengan limpahan
maghfirah-Nya. Ibnu al-‘Arabi mengklasifikasi tentang perbedaan dasar dari kata istighfar yang termasuk
dalam al-asmā’ al-husnā, di antaranya kata al-Ghāfir yang maknanya adalah pelaku. Maksudnya menetapkan
adanya sifat ini kepada sesuatu, tanpa memandang ada tidaknya yang diampuni atau ditutupi aib dan
kesalahannya.
Sedangkan perbedaan antara al-Ghaffār dan al-Ghafūr adalah, kalau al-Ghaffār maknanya yang menutupi aib
kesalahan di dunia, dan al-Ghafūr menutupi aib di akhirat, atau al-Ghafūr dapat dimaknai dengan banyak
memberi maghfirāh, sedangkan al-Ghaffār mengandung arti banyak dan berulangnya maghfirah serta ke -
sempurnaan dan keluasan cakupannya. Dengan demikian, al-Ghaffār lebih dalam dan kuat kandungan makna-
Nya dari pada al-Ghafūr, dan ada yang berpendapat bahwa ia dapat mencakup orang-orang yang memohon
maupun dan yang tidak memohon. Dalam kalimat istighfar terdapat dua permohonan sekaligus; Yaitu, ditutupi
-nya dosa dan dimaafkan. Keduanya tidak dapat dipisahkan, karena ditutupinya dosa bukan berarti secara
otomatis menggugurkan siksaan dari setiap hamba. Melainkan Dia hanya menutupi dosa setiap orang yang
akan disiksa dan yang tidak akan ia siksa. Sebab ampunan Allah itu berarti terjaganya hamba dari akibat buruk
suatu perbuatan maksiat.

Maksudnya ialah, setelah seseorang berbuat dosa akan ada tabi’ahnya (akan ada keburukannya dari dosa itu).
Maka beristighfarlah dengan memohon kepada Allah Swt. agar akibat-akibat dari dosa dihapuskan, serta
memohon kepada-Nya agar dipelihara dari akibat-akibat dosa. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:

“Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan
tidak (pula) Allah menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan.” (QS. Al-Anfal [8]: 33).

Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah menyatakan pendapatnya bahwa istighfar adalah memohon kepada Allah Swt.
Agar senantiasa dilindungi dari keburukan yang sudah dilakukan sebelumnya. Dalam hadits Nabi SAW :

“Wahai hambaku, sesungguhnya kalian berbuat dosa siang dan malam, sedangkan aku adalah sang
pengampun dosa. Maka mintalah ampunan (beristighfarlah kepadaku) niscaya aku ampuni kalian.” (HR.
Muslim)

Hasan al-Basri berkata, “perbanyaklah istighfar di rumah-rumahmu dan di atas meja makanmu, di jalanmu, di
pasarmu (toko/perusahaan), dan di meja majelismu, serta di mana pun berada. Karena sesungguhnya ia tidak
akan mengatahui kapan turunnya ampunan.”

“Dan hendaklah kamu


(beristighfar) memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya, niscaya Dia akan memanjang -
kan kehidupanmu dalam kehidupan yang baik (indah) sampai waktu yang telah ditentukan (ajal)” (QS. Hud
[11]: 3).

Pada ayat di atas ahli tafsir menjelaskan manfaat istighfar adalah kehidupan yang indah, yaitu:
1. Allah melimpahkan manfaat-manfaat yang banyak dalam kehidupan.
2. Allah melapangkan rezeki.
3. Allah menjadikan kehidupan penuh dengan kenikmatan.
4. Allah memberikan taufiq untuk bersikap Qanā’ah (menerima pemberian apapun dengan keriḍaan) dan tidak
merasa sedih terhadap apa yang belum bisa menjadi miliknya.
5. Allah tidak akan membinasakan umat (orang beriman) yang senantiasa beristighfar (memohon ampun)
secara keseluruhan sebagaimana dibinasakan umat-umat terdahulu.
6. Allah akan memberikan taufiq kepada orang yang hatinya selalu digantungkan kepada Allah dan tawakal
kepada-Nya, serta tidak menyekutukan-Nya dengan makhluk lain-Nya.
7. Allah akan memberikan kenikmatan hidup, keamanan, taufiq untuk bersyukur (riḍa) terhadap segala
kemudahan yang diberikan serta sabar terhadap musibah.

Hendaknya orang yang beristighfar memohonkan ampun untuk diri sendiri dan orang lain. Karena hal ini
pernah dipraktekkan oleh para nabi, bahwa istighfar bukan hanya untuk diri sendiri melainkan untuk orang tua
dan kaum muslimin lainnya, baik laki-laki maupun perempuan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim
as.,
Allah berfirman: “Ya Tuhan kami, ampunilah aku
dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari Kiamat)." (QS.
Ibrahim [14]: 41).

Penjelasan beberapa bentuk derivasi yang menjadi turunan dari kata istighfar. Antara lain:

1. Kata kerja waktu lampau (fi’il Māḍhi) Kata istighfar dalam bentuk fi’il Māḍi disebutkan sebanyak 9 kali, di
antaranya astaghfarta. Dilihat dari konteksnya, kata Astaghfarta bermakna memohonkan ampun untuk
orang-orang yang fasik, namun permohonan tersebut sama saja tidak berguna bagi mereka, karena mereka
terus menerus berada dalam kekufuran dan kemunafikan. Contoh konteks ayatnya adalah sebagai berikut:

“Sama saja bagi mereka, engkau (Muhammad) mohon ampunan untuk mereka atau tidak memohonkan
ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka; sesungguhnya Allah tidak akan memberi
petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Munafiqun [63]: 6)

2. Kata kerja masa sekarang (fi’il Muḍāri’) Kata istighfar dalam bentuk fi’il Muḍāri’ secara keseluruhan
disebut kan sebanyak 60 kali, di antaranya adalah yastaghfirūna. Dilihat dari konteksnya, kata yastaghfirūna
ber -makna mereka memohon ampunan. Makna tersebut berkaitan tentang hukuman Allah Swt. terhadap
suatu kaum, namun hukuman-Nya dinafikan lantaran di antara mereka terdapat kaum Muslimin yang
beristighfar (memohon ampunan). Contoh konteks ayatnya adalah sebagai berikut:
“Tetapi Allah tidak akan
menghukum mereka,
selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka,
sedang mereka (masih) memohon ampunan.” (QS.Al-Anfal [7]: 33)

Pada ayat ini menjelaskan tentang rahmat Allah yang diberikan kepada orang-orang kafir. Rahmat disini
berupa penundaan hukuman atas mereka, karena sikap keras kepala mereka terhadap kaum muslimin
disebab -kan menghalangi masyarakat pergi ke Masjidil Haram, bahkan menghalang-halangi kaum muslimin
untuk me -nunaikan ibadah haji. Oleh karena itu, Allah Swt. Menangguhkan azab untuk mereka dengan
harapan di antara mereka ada yang mau menerima petunjuk setelah hatinya bersentuhan dengan ke -
indahan iman. Penundaan itu selama di tengah-tengah mereka masih ada orang yang menyeru yaitu
Rasulullah SAW. Abdullah bin Abbas berkata, “Mereka memiliki dua jaminan keamanan, yaitu Nabi
Muhammad SAW dan is ghfar. Namun, jika nabi Muhammad SAW telah pergi, maka yang tersisa hanya
is ghfar.” Sedangkan menurut Mujahid yang dimaksud dengan kata yastaghfirūna dalam ayat tersebut
adalah shalat.

3. Kata perintah (fi’il Amr) Kata is ghfar dalam bentuk fi’il Amr disebutkan sebanyak satu kali, di antaranya
adalah istaghfirhu bermakna mintalah ampunan dari Allah atas dosamu dan bagi orang-orang yang
mengiku mu, dalam hal ini dikaitkan pada is ghfar yang lakukan nabi Muhammad Saw. kerena telah
meninggalkan sesuatu yang lebih mulia dan diiku oleh orang lain, bukan karena melakukan maksiat atau
dosa. Contoh konteks ayatnya adalah sebagai berikut :
“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohon-
lah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.” (QS. An-Nasr [110]:3)

Quraish shihab berkata dalam tafsirnya bahwa tasbih disini diucapkan untuk mengambarkan ketakjuban
atas sesuatu,karena itu Ibnu ‘Asyur berpendapat bahwa bisa jadi perintah bertasbih ini sebagai isyarat
pertolongan dan kemenangan itu adalah sesuatu yang menakjubkan. Sedangkan perintah beris ghfar
menunjukkan bahwa Allah Swt. Maha Agung, dan dak ada seorangpun yang mampu mengagungkan-Nya
sesuai dengan kebesaran-Nya, sebagaimana diisyaratkan juga is ghfar setelah melaksanakan shalat yang
merupakan ibadah paling agung. Rasul-Nya sendiri, melainkan pula untuk umatnya. Karena jika Rasulullah
Swt. Diperintah untuk beris ghfar kapada Tuhannya, maka perintah itu justru lebih
diwajibkan bagi umatnya. Rasulullah diperintahkan memohon ampun kepada Allah, padahal beliau
termasuk orang yang sudah diampuni dosa-dosanya, baik yang berlalu atau dosa yang akan datang.

4. Isim fā’il Kata is ghfar dalam bentuk Isim fā’il disebutkan sebanyak 2 kali, di antaranya adalah Ghāfir
Contoh konteks ayatnya

“Yang mengampuni dosa dan menerima tobat dan keras hukuman-Nya; yang memiliki karunia.
Tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya (semua makhluk) kembali.” (QS. Ghafir [40]: 3)

Pada ayat ini terdapat keterkaitan dengan ayat sebelumnya dalam surah Az-Zumar ayat 58, yang mana Allah
memerintahkan Rasul-Nya untuk menyampaikan untuk hamba-hamba-Nya yang telah melampaui batas,
berbuat banyak dosa, agar mereka dak merasa putus asa dari Rahmat-Nya. Karena Allah mampu meng -
hapus semua dosa-dosanya, sebab Dialah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan pintu ampunan
selalu terbuka bagi hamba-Nya yang ingin kembali ke jalan yang benar dan mereka akan diterima oleh Allah
Swt. Menurut Ath-Thabari kata bermakna mengampuni dosa bagi orang yang taat beribadah.
Kedua, bermakna perkataan waktu itu, maksudnya pada ayat sebelumnya terdapat sifat Allah yang Maha
Perkasa dan Maha Mengatahui serta Maha Mengampuni dosa-dosa. Sementara dalam tafsir al-Mawardi
disebutkan bahwa orang yang diampuni dosanya adalah orang yang sering beris ghfar (memohon ampun)
kepada-Nya, ini menurut pendapat Al-Niqash. Selanjutnya adalah orang yang ditutupi dosanya adalah orang
yang dikehendaki-Nya, ini menurut Sahl bin Abdillah. Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa Allah
Swt. Mengampuni dosa yang telah berlalu dan menerima taubat di masa mendatang bagi yang benar-benar
bertaubat. Namun, Allah Maha Keras siksa-Nya bagi se ap orang yang membangkang dan melampaui
batas dalam kehidupan dunianya. Dalam redaksi ini bisa dimaknai sesungguhnya Allah Maha Pemurah dan
Penyayang dan sungguh azab-Nya sangat pedih agar hamba-hamba-Nya terus dalam keadaan takut (khauf)
dan penuh harapan (rajā’).

5. Isim Maṣdār Kata is ghfar bentuk Isim Maṣdār diulang sebanyak 28 kali, diantaranya maghfirah.
dengan memperoleh ampunan yang dikaitkan dengan ampunan terhadap dosa- dosa mereka dari kejahatan
dan musibah bagi yang melakukan kebajikan.

“Orang-orang yang kafir, mereka akan mendapat azab yang sangat keras. Dan orang-orang yang beriman
dan mengerjakan kebajikan,mereka memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (QS. FaAr [35]: 7)

6. Ṣighāh Mubālaghah Kata is ghfar dalam bentuk Ṣighah Mubālaghah disebutkan sebanyak 98 kali, di
antaranya adalah al-Ghaffāru. Ghaffāru bermakna yang Maha Pengampun lagi Maha menutupi
banyak-banyak dosa.

“Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman dan berbuat kebajikan, kemudian tetap
dalam petunjuk.” (QS. Thaha [20]: 82)

Pada ayat ini menjelaskan tentang ampunan Allah bagi siapa saja yang bertaubat, dan sebesar apapun dosa
-nya pas Allah akan mengampuni, sekalipun datangnya dari Bani Isra’il yang menyembah anak sapi lalu
bertaubat kepada Allah Swt. Sepenuh ha dibarengi amal kebaikan, hal ini dilakukan secara is qamah
dalam kebenaran dan berkometmen dalam Islam. Taubat disini bukan hanya sekedar kata-kata yang terucap
dengan lisan, tetapi ia adalah tekad yang tertanam dalam ha yang maknanya terealisasikan dalam iman
dan amal shaleh, dan pengaruhnya terpancar pada ngkah laku sehari-hari. Apabila taubat terjadi dan
imam menjadi sehat serta dibenarkan oleh amal perbuatan, maka manusia akan terarah ke jalan yang lurus
di atas petunjuk (hidāyah) iman, dan dengan jaminan amal sholeh. Sedangkan hidayah disini adalah buah
dari hasil usaha dan amal.

Derivasi bentuk kata Yang Sepadan Dengan Is$ghfar

Dalam Al-Qur’an, selanjutnya akan mengungkap is lah-is lah kata yang memiliki kesepadanan makna yang
dekat dengan kata is ghfar dalam Al-Qur’an, baik maknanya secara langsung ataupun dak langsung dengan
term is ghfar itu sendiri. Seper kata Tāba (Taubat), ‘Afā (Memaa‡an), Shafah (Lapang dada), dan Kaffāra
(Menutupi). Meski dari is lah tersebut memiliki maksud yang berbeda dan tujuan tertentu, tetapi masing-
masing is lah memiliki makna yang hampir sama dengan is ghfar. Antara lain:
1. Tāba (Taubat)

Kata taubat yang terdiri dari maṣdar yang bermakna kembali


dari maksiat. Maksudnya kembali dari perbuatan yang tercela kepada perbuatan terpuji secara syari’ah.
Menurut Ibnu Mandzur dalam kitabnya lisān al-‘Arāb kata tāba dimaknai dengan kembali dari maksiat
kepada ketaatan. Kata taubat beserta derivasinya dalam al-Qur’an terdapat 87 kali. Imam al-Kalbi juga meng
-ungkapkan makna taubat adalah mengucapkan kalimat is ghfar dengan mulut, penyesalan dalam ha , dan
meninggalkan dosa dengan anggota badan, serta bertekad untuk dak melakukan dosa kembali. Menurut
Rizem Aizid dalam bukunya makna dari is ghfar adalah taubat, karena is ghfar secara otoma s terkandung
makna taubat, hal yang sama dinyatakan oleh Ibnu al-Qayyim bahwa is ghfar yang disebutkan secara
sendiri memiliki makna taubat, bahkan di dalam taubat itu sendiri mengandung meminta ampunan dari
Allah SWT yaitu dihapuskannya dosa, dihilangkannya dampak dosa, serta penjagaan dari keburukan dosa
yang telah dikerjakan. Seper disebutkan dalam firman-Nya:

“Maka aku berkata (kepada mereka), Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh Dia Maha
Pengampun.” (QS. Nuh [71]: 10).

Pada ayat ini terdapat perintah is ghfar yang di dalamnya mengandung makna taubat terhadap perbuatan
kufur dan maksiat, dan sebanyak apapun dosa yang telah diperbuat oleh manusia, pintu ampunan Allah
akan senan asa mengiringinya, khususnya bagi mereka yang benar-benar ingin bertaubat kepada-Nya di -
sertai keikhlasan niat. Karena sesungguhnya Allah dekat dengan hamba-hamba-Nya, sekalipun dalam diri
mereka berlumuran dosa dan maksiat tetapi punya tekad kuat untuk bertaubat, sungguh Allah akan mem -
bukakan pintu taubat beserta taufik bagi mereka yang berdosa.

“Keduanya berkata, Ya Tuhan kami,


kami telah menzhalimi diri kami sendiri. Jika Engkau dak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada
kami niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Al-A’raf [7]:23).

37. Kemudian Adam menerima beberapa


kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang. ( AL-Baqarah )

Kemudian pada ayat tersebut terdapat pemilihan huruf fā’ pada kata fatāba adalah taubat yang langsung
diterima oleh Allah Swt. Adapun cepatnya taubat Adam diterima, disebabkan beberapa hal. Pertama,
cepatnya dia mengakui salahnya. Kedua, segera memohon ampun. Maka dari konteks diatas, is ghfar ada
pada ucapan sedangkan taubat ada pada ha .

2. Al-‘Afw
Kata Al-‘afw adalah bentuk masdar dari kata Sedangkan Ibnu Faris
mengatakan bahwa asal mula makna ‘afw adalah meninggalkan sesuatu atau mencari sesuatu, ar nya kata
ini mengandung makna sebuah perbuatan untuk dak memberikan balasan terhadap kesalahan orang lain
untuk memberikan ampun kepada orang tersebut. Makna ini sejalan dengan kata Maaf dalam bahasa
indonesia yang berar membebaskan kesalahan orang lain dengan saksi atau denda karena perbuatan
salah. Selain itu kata ‘afw bermakna menutupi, terhapus atau habis ada bekas, ar nya sesuatu yang
terhapus dan habis dak ber -bekas pas di nggalkan. Selanjutnya kata ‘Afw bermakna kelebihan, karena
yang berlebihan harusnya di ada -kan dan di nggalkan, yaitu dengan memberi siapa yang memintanya.
Dalam beberapa kamus dinyatakan kata ‘afw berar membinasakan dan mencabut akar sesuatu. Sehingga
yang dimaksud ‘afw disini adalah berlapang dada dalam memaa‡an kepada orang lain yang telah berbuat
salah, tanpa disertai rasa benci dalam ha .

Menurut Quraish Shihab kata ‘afw memiliki beberapa makna konota f, di antaranya bermakna meninggal -
kan atau mengabaikan, yang dinyatakan dalam QS. Al-Baqarah [2]: 109,

109. Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran
setelah kamu beriman, karena dengki yang ( mbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka
kebenaran. Maka ma'a‡anlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya[82].
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu

178. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang
dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'a‡an) mengiku
dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af
dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih ( AL-
BAQARAH ) [111]. Qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. Qishaash itu dak dilakukan, bila yang membunuh
mendapat kema'afan dari ahli waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diat (gan rugi) yang wajar. Pembayaran diat
diminta dengan baik, umpamanya dengan dak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya
dengan baik, umpamanya dak menangguh-nangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum
ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat, maka terhadapnya di dunia
diambil qishaash dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.

237. Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguh -
nya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu,
kecuali jika isteri-isterimu itu mema'a‡an atau dima'a‡an oleh orang yang memegang ikatan nikah[151], dan
pema'afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan. ( AL-BAQARAH )
[151]. Ialah suami atau wali. Kalau wali mema'a)an, maka suami dibebaskan dari membayar mahar yang seperdua, sedang
kalau suami yang mema'a)an, maka dia membayar seluruh mahar.

Dari ayat diatas ,AL-‘Afuw bermakna meringankan atau memudahkan dan memperluas.

95. Kemudian Kami gan kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah
banyak, dan mereka berkata: "Sesungguhnya nenek moyang kamipun telah merasai penderitaan dan ke -
senangan", maka Kami mpakan siksaan atas mereka dengan sekonyong-konyong sedang mereka dak
menyadarinya. ( AL-A’RAF )

Ayat diatas ‘Afuw dimaknai menambah banyak. Dan bermakna kelebihan, seper dalam QS. Al-Baqarah [2]:
219, makna-makna tersebut saling berdekatan antar lainnya. Mahmud al-Mishri mengu p perkataan Al-
Munawi bahwa yang dikatakan al-afw adalah keinginan mendapatkan sesuatu dan mengampuni dosa. Tidak
ditemukan dalam ayat Al-Qur’an yang menganjurkan untuk meminta maaf, tetapi yang ada adalah perintah
untuk memberi maaf, dan ini dak hanya berlaku antara Allah dan hamba-Nya, tetapi ada juga yang berlaku
untuk hubungan antara sesama manusia. Sebagaimana Allah berfirman :

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan


yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raaf [7]: 199).

Syaikh Wahbah az-zuhaili mengatakan dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud kata ‘afw kemudahan serta
menghindari orang lain dari berbagai bentuk kesulitan baik dalam perbuatan ataupun perkataan, jika
Rasulullah SAW disuruh memilih antara hal keduanya, maka beliau akan memilih yang paling mudah di
antara keduanya selama itu bukan dosa, yaitu dengan menghubungkan silaturrahmi dengan orang yang
telah memutuskannya, memaa‡an orang yang bersalah, bersikap lembut dengan orang yang beriman dan
akhlak-akhlak lainnya yang mencerminkan ketaatan. Jadi, kesan yang tersimpan dalam ayat ini adalah untuk
dak menan permohonan maaf dari orang yang bersalah, melainkan hendaknya memberi maaf sebelum
diminta. Mereka yang enggan memberi maaf pada hakikatnya enggan memperoleh pengampunan dari
Allah Swt., dan dak ada alasan untuk berkata, “Tiada maaf bagimu”, karena segalanya telah dijamin dan
ditanggung oleh Allah Swt., adapun yang perlu diperha kan disini adalah kata pemaafan bukan hanya
menyangkut dosa atau kesalahan kecil, tetapi juga untuk dosa dan kesalahan-kesalahan besar.

3. Al- Ṣafḥ

ṣafaha-yaṣfahu yang berar berpaling dari dosa, ungkapan ṣafahtu ‘an fulān (Saya telah
mengampuni dosanya), ḍarabtu anhu ṣaŽān (saya telah berpaling dan meninggalkannya). Ar-Raghib al-
Asfahani mengemukakan makna kata ṣafḥ adalah meninggalkan dosa. Dalam Al-Qur’an al-ṣafḥ terulang se -
banyak 8 kali dalam berbagai bentuk, dari 8 kali pengulangan, empat diantaranya diawali dengan perintah
meminta maaf. Sedangkan kata al-ṣafḥ secara is lah adalah bermakna lapang, maksudnya lapang dada
saling memaa‡an sebagaimana membuka lembaran baru dan menghapuskan lembaran yang lama. Jadi
dak ada lagi bekas-bekas luka lama.

Dalam hal ini Quraish Shihab mengilustrasikan dengan selembar kertas. Jika seorang menulis kertas dengan
pensil, namun tulisan tersebut terdapat yang salah dan kemudian ia ingin menghapusnya, maka ia dapat me
-lakukannya dengan menggunakan penghapus karet (penghapus pensil), seper demikianlah ke ka orang
tersebut melakukan ‘Afw (memberi maaf). Ar-Raghib al-Asfahani menyatakan bahwa al-ṣafḥ lebih nggi ke
-dudukannya dari pada al-‘afw (maaf), karena al-ṣafḥ menuntut seseorang untuk menghapus luka dan ke -
salahan lama dengan membuka lembaran baru, seper halnya menggan kertas yang salah tulis dengan
kertas baru. Dari sini, al-ṣafḥ dapat dimaknai dengan kelapangan dada. Sedangkan muṣafahāt (jabat tangan)
adalah lambang kesediaan seseorang untuk membuka lembaran baru, sebabnya ayat yang memerintahkan
al-ṣafḥ tetapi dak didahului dengan perintah maaf, melainkan dirangkaikan dengan kata jamīl (yang indah).
Allah SWT berfirman: “...Berlapang dadalah terhadap mereka dengan cara
yang baik.” (QS.Al-Hijr [15]: 85).

Selain itu kata al-ṣafḥ juga dirangkainkan dengan perintah menyatakan kedamaian dan keselamatan bagi
semua pihak. Sebagaimana Allah SWT berfirman:

“Berlapang dadalah terhadap mereka dengan mengatakan salam kedamaian….” (QS. Al-Zukhruf [43]: 84).

4. TakJr

Kata Tak’r merupakan bentuk maṣdar dari kata kaffara-yukaffiru-tak’ran yang berar
menutupi, menghapuskan/menghilangkan. Kata kaffara ditemukan dengan berbagai bentuknya sebanyak 14
kali pengulangan dalam Al-Qur’an, dan kesemuanya berkaitan dengan penghapusan dosa. Kecuali kaffarat
yang pelakunya adalah Allah Swt. Dalam Al-Qur’an is lah tak’r digunakan untuk menutup dosa dangan
pekerjaan tertentu, sehingga bentuk kaffara yang disebutkan dalam Al-Qur’an selalu disandingkan dengan
syarat melakukan amal-amal sholeh, atau meninggalkan dosa-dosa besar. Sebagaimana Allah firman-Nya:

“…Dan barang siapa


beriman kepada Allah
dan mengerjakan ke-
bajikan niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
agung.” (QS. At-Taghabun [64]: 9).

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, pas akan Kami hapus kesalahan-kesalahan -
nya dan mereka pas akan Kami beri balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-
Ankabut [29]: 7).

Kedua ayat di atas menegaskan bahwa Allah menjanjikan kepada hamba-Nya yang beriman, serta membuk
-kan keimanannya dengan mengerjakan kebaikan dan kebajikan. Niscaya Allah akan menghapus dosa dan
kesalahan yang telah berlalu dengan menggan balasan yang labih baik berupa lipatan pahala serta me -
masukkannya ke dalam surga yang kekal. Sekian banyak bentuk kaffara yang disebutkan, dari pengulangan
terdeteksi 13 di antaranya dirangkaikan dengan kata al-sayyia yang berar sebagai kesalahan-kesalahan atau
dosa-dosa kecil, dan hanya satu yang digandengkan dengan al-sayyiāt yang menggunakan is lah aswā’ al-
ladhī ‘amilū yang berar perbuatan jelak yang mereka kerjakan, yang pada hakekatnya dimaknai dengan
dosa-dosa kecil. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa dosa-dosa kecil yang dilakukan manusia mendapat
toleransi oleh Allah Swt. disebabkan adanya amal-amal sholeh yang menutupinya.

5. Shalat
Selain bermakna doa, shalat juga memiliki persamaan makna dengan kata is ghfar, Allah Swt. menyebutkan
dalam firman-Nya: “Dan pada akhir malam mereka memohon ampunan
(kepada Allah).” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 18)

Pada ayat ini Ibnu Katsir menafsirkan kata is ghfar dengan mengerjakan shalat) karena di dalam
shalat terdapat permohonan ampunan dan pada saat itu is ghfar paling banyak dipanjatkan. Jika is ghfar
dilakukan di dalam shalat sungguh hal itu lebih baik. Sebagaimana disebutkan dalam hadis, Rasulullah SAW
bersabda:

“Sesungguhnya Allah se ap malam turun ke langit dunia. Ke ka tersisa seper ga malam yang terakhir, Allah
berfirman, "Adakah orang yang bertaubat sehingga Aku terima taubatnya? Adakah orang yang beris ghfar
sehingga Aku mengampuninya? Adakah orang yang meminta sehingga Aku kabulkan permintaannya ?
"Sampai terbit fajar.” (HR.Muslim).

Sungguh dalam shalat terdapat sarana pelebur dosa bagi hamba, Karena di dalam shalat sendiri kandungan
bacaannya secara keseluruhan berisikan doa-doa is ghfar, seper : bacaan doa i”itah, ruku’, sujud, duduk
antara dua sujud, dan hampir semua bacaannya adalah is ghfar.

6. Do’a

Ulama juga menger kan doa dengan is ghfar, karena se ap doa yang berisikan permohonan ampunan
disebut dengan is ghfar. Disebutkan dalam hadis Nabi SAW bersabda : “sebaik-baik doa adalah is ghfar”
sehingga antara doa dan is ghfar mempunyai keterkhususan dan keumuman. Seper is ghfar menjadi
khusus jika dilakukan dengan perbuatan, sebagaimana halnya doa menjadi khusus jika berisikan bukan
permohonan ampunan. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT :

“Dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya, niscaya Dia akan
memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai waktu yang telah ditentukan. Dan Dia akan memberikan
karunia-Nya kepada se ap orang yang berbuat baik. Dan jika kamu berpaling, maka sungguh, aku takut
kamu akan di mpa azab pada hari yang besar (Kiamat).” (QS. Hud [11]: 3).

Dari ayat ini menunjukkan bahwa is ghfar merupakan doa, sebagaimana dikisahkan oleh Umar bin Khathab
ra. ke ka keluar meminta hujan, beliau dak menambahkan dari lisannya kecuali hanya beris ghfar sampai
pulang. Kemudian salah seorang bertanya kepadanya “aku dak melihatmu meminta hujan” Umar r.hu
menjawab, “Aku meminta hujan dengan kunci-kunci langit yang dengannya Allah akan menurunkan hujan”
setelah itu beliau membaca ayat Al-Qur’an surah Nuh ayat 10-11.

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa beris ghfar (memohon ampun) kepada Allah memiliki keutamaan
yang laur biasa, serta pengaruhnya besar dalam kehidupan manusia. Bahkan, dalam hadis Nabi Saw. Juga di -
terangkan bahwa is ghfar mampu mendatangkan banyak rezeki, sebagaimana Nabi Saw. bersabda:

“Dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata,


Rasulullah Saw. bersabda: Barangsiapa yang senan asa beris ghfar maka Allah menjadikan kesedihannya ber
-ubah bahagia, ap kesempitannya ada jalan keluar, dan diberi rezeki dari jalan yang dak disangka.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
“Sesungguhnya seorang hamba diharamkan mendapatkan rezeki
karena dosa yang dilakukannya.” (HR. Ahmad, Nisa’i, Ibnu Majah dan al-Hakim).

Dijelaskan dalam sebuah hadis tentang efek dari melakukan dosa, Rasulullah Saw. bersabda:

Dari an-Nawwās bin Sam’ān al-Anshār berkata: Aku


bertanya kepada Rasûlullâh Saw. tentang kebaikan dan dosa (keburukan)? Lalu beliau bersabda: Kebaikan
adalah bagusnya perangai; sedangkan dosa (keburukan) adalah apa yang mengganjal di dadamu dan kamu
dak suka memperlihatkan pada orang lain.” (HR. Muslim).

“Dan barangsiapa berbuat kejahatan


dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampunan kepada Allah, niscaya dia akan mendapatkan Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’ [4]: 110).

Pada ayat di atas Ath-Thabari menjelaskan bahwa barang siapa yang melakukan dosa, yaitu kejahatan dan
menganiaya diri sendiri dikarenakan perbuatannya sendiri, maka ia berhak mendapatkan azab dari Allah Swt.,
kecuali ia segera bertaubat dan beris ghfar kepada-Nya dari perbuatan tersebut, yakni perbuatan jahat dan
menganiaya diri sendiri. Kemudian ia kembali kepada Allah dengan perbuatan baik yang disukai-Nya, sehingga
ia pun akan mendapa dari Tuhannya penghapusan dosa dan kesalahan yang telah diperbuat dengan memberi
-kan maaf untuknya serta menjauhkannya dari azab neraka. Ath-Thabari menambahkan bahwa para ahli tafsir
berbeda pendapat mengenai maksud dari ayat ini, sebagian berpendapat yang dimaksudkan adalah orang-
orang yang disifa oleh Allah dengan khianat pada ayat, dan ada pula yang berpendapat maksudnya adalah
orang-orang yang berdebat untuk membela orang-orang yang berkhianat. Namun dari kedua pendapat ini,
Ath-Thabari berpendapat maksud dari ayat ini yang benar adalah yang mengatakan semua perbuatan buruk
atau menganiaya diri sendiri, sekalipun konteks turunnya ayat ini pada perkara pengkhianatan dan perdebatan
orang-orang yang membela pengkhianat.

Asy-Syaukani mengatakan, yang dimaksud As-Sū’ pada ayat di atas adalah keburukan yang kerenanya sesuatu
menjadi buruk. Hal ini dapat dilihat dari perbuatan mereka yang melakukan kemaksiatan atau suatu dosa yang
dak berdampak pada orang lain. Kemudian ia berseru memohon ampun kepada Allah SWT agar dosa yang di
-lakukannya diampuni oleh-Nya. Pada ayat ini menjelaskan dorongan bagi orang yang melakukan pencurian
dari bani Abyarq agar bertaubat dan beris ghfar kepada-Nya, ini menunjukkan bahwa Allah Maha Pengampun
bagi orang yang senan asa beris ghfar kepada-Nya. Sedangkan Al-Qurthubi mengatakan dalam kitabnya, se -
bagaimana Ibnu Abbas berkata, bahwa ayat ini Allah Swt., menawarkan pertaubatan terhadap bani Ubairiq
yang melakukan kejahatan berupa mencuri serta menganiaya dirinya, kemudian mereka beris ghfar dan ber -
taubat kepada Allah. Karena sesungguhnya is ghfar yang hanya dilakukan dengan lisan tanpa dibarengi dengan
pertaubatan itu dak berar apa-apa.

Adh-Dhahak berkata bahwasanya ayat ini diturunkan berkenaan dengan Wahsyi, seorang pembunuh sahabat
Nabi Hamzah yang sangat biadab lagi musyrik. Lalu ia mendatangi Nabi Saw., dan berkata, “Sungguh aku
sangat sedih lagi menyesal, apakah Allah SWT masih menerima taubatku?” kemudian Allah menurunkan ayat
ini. Pendapat lain mengatakan bahwa ayat ini bersifat umum dan berlaku menyeluruh bagi semua makhluk.
Asy-Syaukani juga berpendapat bahwa penyimpulan hukumnya yang ada dalam ayat di atas adalah berdasar -
kan pada keumuman lafaznya, bukan berdasarkan pada kekhususan sebab, sehingga yang demikian berlaku
bagi se ap hamba beriman kepada Allah yang pernah melakukan suatu dosa, dan kemudian ia beris ghfar
(memohon ampun) kepada Allah Swt. Wahbah Az-Zuhaili menyebutkan dalam kitab tafsir Munir, bahwa kata
As-Sū’ mengandung makna perbuatan dosa yang berupa ndakan dak baik terhadap orang lain, sedangkan
kata ẓulm pada ayat tersebut hanya terbatas pada dirinya sendiri, yaitu bermakna menganiaya diri sendiri
dengan melakukan dosa yang berdapak buruk hanya pada dirinya sendiri.

Adapun perintah is ghfar yang ter -kandung pada ayat ini para ulama berbeda pendapat, antara lain:

Pertama,is ghfar ini ditunjukkan kepada hamba-hamba dari umat Muhammad Saw. Yang melakukan dosa dan
saling berbantah-bantahan dalam keba lan.
Kedua, is ghfar yang dijadikan sebagai bacaan tasbiḥ sebagaimana orang membaca Astaghfirullāh, bacaan ini
dikatagorikan sebatas membaca tasbiḥ biasa tanpa dimaksudkan untuk bertaubat dari dosa. Ke ga, is ghfar
yang ada dalam ayat ini sebagai khithab kepada Rasulullah Saw., namun yang dikehendaki dan dimaksudkan
disini adalah Bani Ubairiq. Oleh kerena itu, dampak is ghfar dalam jiwa mengusir keresahan, kesedihan dan
kesempitan sudah banyak diketahui, namun pengamalannya oleh se ap umat muslim sangat minim. Padahal
is ghfar mampu mengubah ha yang sedih menjadi bahagia.

Sebagaimana dalam kitab tafsir Ath-Thabari ada sebuah riwayat tentang seorang wanita yang mendatangi
Abdullah bin Mughfal seraya bertanya, “ada salah se -orang wanita yang berzina kamudian hamil, dan ke ka
melahirkan si wanita tersebut langsung membunuh anaknya.” Lalu Mughaffal menjawab : baginya adalah
Neraka,” setelah mendengar jawaban wanita itu langsung pergi sambil menangis bersedu-sedu dengan
perasaan sedih, maka mughaffal memanggil wanita itu dan ber -kata : “yang saya lihat dari perkaramu ini dak
lain kecuali salah satu dari dua perkara yaitu mengerjakan kejahatan dan menganiaya diri sendiri, dan mohon -
lah ampun kepada Allah karena Dia dzat yang mengampuni segala dosa dari hambanya.” Hubaib bin Tsabit
berkata, “wanita itupun langsung mengusap air matanya kemudian langsung pergi.” Berdasarkan riwayat di
atas, sangatlah jelas bahwa perasaan sedih dan keresahan jiwa akan hilang jika seorang hamba benar-benar
memahami dan menghaya konsekuensi dari bacaan is ghfar. Sehingga dosa yang melekat dalam ha serta
beban yang ada di dalamnya akan hilang sirna.

Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah


Saw., beliau bersabda, “Seorang
hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka di kkan dalam ha nya sebuah k hitam. Apabila ia me-
ninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, ha nya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat)
, maka ditambahkan k hitam tersebut hingga menutupi ha nya. Itulah yang diis lahkan “ar raan” yang Allah
sebutkan dalam firman- Nya (yang ar nya), Sekali-kali dak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka
usahakan itu menutupi ha mereka.” (HR. At-Tirmidzi)

Maha Suci Allah yang Maha Agung dan segala puji bagi-Nya,
Dan tidak ada daya dan upaya melainkan ALLAH.

Secara bahasa, adalah terdiri dari lafadz subhan dan Allah. Subhana ini juga menjadi awal dari doa
kilat. Subhana dan Allah adalah kalimah isim. Tarkib kedua isim ini secara sederhana sebagai berikut:
Subhaana disebut maful mutlaq atau mashdar, yaitu isim yang dibaca nashab dari fiil yang dibuang mentaqdir
-kan usabbihu Subhana manshub dengan alamat fathah dhahirah, sekaligus menjadi mudhaf. Lafadz
Allah menjadi mudhaf ilaih sehingga dibaca Jar atau majrur. Tanda jar-nya dengan kasrah dzhahirah di akhir
kalimahnya. Jadi arti subhanallah secara lengkapnya adalah Aku menyucikan/mengagungkan Allah, .
Dari akar kata Tasbih, muncul bentuk fiil amar atau kata perintah Sabbih, artinya Sucikanlah. Bentuk ini di -
gunakan dalam al Quran, seperti permulaan Surah Sabihis, An-Nashr ayat 3, Al-Haqqah ayat 53, Al-Insan ayat
26, Al-Waqi’ah ayat 74 dan 96, At-Thur ayat 48-49 dan banyak lagi.

Subhanallah Wa Bihamdihi
˜ َ َ ُ
Arti adalah Subhanallah Wa Bihamdihi, ‫ا™ َو ِ— َﺤ ْﻤ ِﺪ ِە‬
ِ ‫ﺤﺎن‬šْ ‫ ﺳ‬adalah Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya.
secara bahasa, subhanallah seperti dijelaskan di atas. Sementara wa bihamdihi terdiri dari 4 kalimah:
• Wawu huruf athaf

• Ba’ huruf jar

• Hamdi adalah isim mufrad

• Ha’ (Hi) isim dhomir

Hamdun dibaca hamdi, dibaca kasrah karena dijarkan dengan ba’. Hamdi mudhaf Ha’ dhomir menjadi mudhaf
ilaihnya.
Dhomir berlaku mabni, sehingga dia mabni mahal jar karena mudhaf ilaih. Jar majrur; bihamdi berta’aluq
dengan fi’il yang dibuang. Taqdirnya atau .

Subhanallahil Adzim
Tasbih Subhanallahil Adzim, artinya Maha Suci Allah dengan segala kebesaran-Nya atau Maha Suci Allah yang
Agung. Ini dari aspek bahasa sama dengan sebelumnya, hanya penambahan al adzim sebagai sifat dari Allah.
Karena adzim, artinya Maha Agung merupakan sifat maka irobnya mengikuti Allah sebagai maushuf atau
man’utnya. Dalam konteks tasbih ini adzim dibaca adzimi dengan dibaca jar menggunakan kasrah dhahirah.
Jadi arti Subhanallah Wa Bihamdihi Subhanallahil Adzim adalah Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya,
Maha Suci Allah yang Maha Agung.

Di antara dzikir, yang paling dianjurkan untuk selalu dibaca dan dilantunkan adalah lafadz dzikir Subhanallah
Wa Bihamdihi Subhanallahil Adzim. Rasulullah SAW bersabda:

Ar nya: “Dua kalimat yang ringan di-


ucapkan lidah, berat dalam mbangan, dan disukai oleh (Allah) Yang Maha Pengasih, yaitu kalimat
subhanallah wabihamdihi, subhanallahil ‘Azhim (Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya, Mahasuci Allah
Yang Maha Agung).” (HR. Bukhori).

Ahmad ibn Mani`menceritakan kepada kami, Ruh ibn Ubadah menceritakan


kepada kami,dari Hajjaj al-Sawwaf dari Abi al-Zubair, dari Jabir dari Nabi saw., bersabda: Barang siapa yang
berzikir dengan Subhanallah al-Azim wa bihamdihi maka ditanam baginya sebatang pohon kurma di surga
(HR. Al-Tirmidzi).

“Barang siapa membaca dzikir Subhanallahi Wa Bihamdihi Subhanallahil Adzim, maka ia akan diselamatkan
dari empat hal, yaitu penyakit gila, juzam (kusta), buta, dan penyakit kopak.” (HR. Bukhori).

Makna Hawqola

Kalimat la haula wala quwwata illa billah atau hauqalah merupakan salah satu dzikir yang memiliki keutamaan
sangat banyak. Selain menunjukkan permohonan pertolongan kepada Allah, kalimat la haula wala quwwata illa
billah juga menjadi sarana untuk mendapatkan kemuliaan abadi dan keselamatan atas pertolongan-Nya.
Bacaan satu ini dak hanya menjadi media untuk mendapatkan pahala, namun juga menjadi penyebab orang
mendapat kenikmatan di surga. Rasulullah saw bersabda:

Ishaq bin Ibrahim menceriterakan kepada kami, al-Nadr bin Syumail memberitakan kepada kami, Usman ( Ibn
Giya£) menceriterkan kepada kami, Abu Usman menceriterakan kepada kami, dari Abu M-sa al-Asy`ari berkata:
Rasulullah saw., berkata kepadaku; ketahuilah aku tunjukkan kepadamu kalimat perbendaharaan syurga aku
menjawab, ya, maka Rasulullah saw., bersabda; la haula wa la quwwata illa bi Allah. HR.Muslim

Syekh Muhammad Asyraf bin Amir Syaraful Haq as-Siddiqi (wafat 1329 H) mengatakan, yang di maksud
simpanan (kanzun) pada hadits di atas adalah pahala yang oleh Allah disimpan di dalam surga yang kelak di
akhirat akan diberikan kepada orang-orang yang membaca kalimat hauqola atau bisa juga diar kan sebagai
barang surga yang sangat indah yang sudah dipersiapkan oleh Allah untuk orang-orang yang membacanya.
(Muhammad Asyraf as-Siddiqi, ‘Aunul Ma’bûd Syarhu Sunan Abî Dâwud, [Beirut, Dârul Kutubil ‘Ilmiyyah:
2009], juz IV, halaman 271). Adanya hadits ini menjadikan umat Islam semangat untuk membaca kalimat
hauqalah, dan menjadikannya sebagai wirid secara is qamah.
Syekh Abul ‘Ala al-Mubarakfuri (wafat 1353 H) dalam salah satu kitabnya Tuhfatul Ahwâdzi. Di antaranya
sebagaimana penafsiran yang disampaikan oleh Imam Nawawi:

Ar nya, “Imam an-Nawawi berkata: 'Kalimat hauqalah adalah kalimat yang


penuh kepatuhan dan kepasrahan diri (kepada Allah), dan sungguh seorang hamba dak memiliki urusannya
sedikit pun, dak ia dak memiliki daya untuk menolak keburukan dan dak memiliki kekuatan untuk menarik
kebaikan, kecuali dengan kehendak Allah swt'.” (Abul ‘Ala Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdurrahim al-
Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwâdzi bi Syarhi Jâmi’it Tirmidzi, [Beirut, Dârul Kutubil ‘Ilmiyyah: 2000], juz IX,
halaman 301).

Masih dalam referensi yang sama, Syekh al-Mubarakfuri mengu p salah satu pendapat ulama, bahwa kalimat
hauqalah memiliki makna dak ada daya dalam menolak semua kejelekan dan dak ada upaya untuk menarik
kebaikan. Pendapat lain juga mengatakan, bahwa maknanya adalah dak ada daya untuk menghindar dari ber
-maksiat kepada Allah dan dak ada kekuatan untuk melakukan ketaatan kepada-Nya, kecuali atas pertolongan
-Nya. Keutamaan Lafal Hauqalah Menurut al-Hafidh Muhammad bin ‘Abdurrauf al-Munawi (wafat 1031),
dalam kalimat hauqalah terdapat pengakuan orang berlepasnya diri dari daya dan kekuatan dirinya sendiri,
kemudian menyandarkan daya dan kekuatan hanya kepada kehendak Allah swt. Ar nya, ia menganggap dirinya
dak bisa melakukan apaun tanpa disertai pertolongan Allah.

Ini merupakan prinsip tauhid yang sebenarnya, yaitu menyandarkan semua urusan kepada Allah swt semata.”
(Muhammad bin ‘Abdurrauf al-Munawi, Faidhul Qadîr, [Mesir, Maktabah Tijâriyyah al-Kubra: 2004], juz III,
halaman 140). Begitu juga menurut Sayyid Muhammad bin ‘Ali Ba Alawi (wafat 960 H), dalam salah satu
kitabnya memiliki makna yang lebih detail. Menurutnya, maksud memasrahkan semua urusan kepada Allah
ialah orang dak lagi meragukan keadaan dan urusannya, ia percaya penuh bahwa semua terserah kehendak
Allah mau dibagaimanakan. Ia juga percaya urusan rezekinya, bahwa semua rezekinya dan rezeki seluruh
makhluk di dunia sudah diatur dan dijamin oleh Allah. Gambaran yang tepat menurutnya adalah sebagaimana
ngkat kepercayaan burung pada rezekinya, ia menjalankan kesehariannya tanpa persiapan, semua makanan
yang dimilikinya akan dihabiskan saat itu juga, tanpa berpikir tentang makanan selanjutnya. Ar nya, sebisa
mungkin ngkat kepercayaan manusia terhadap rezekinya bisa sama dengan kepercayaan burung dak pernah
mengkhawa rkan atas rezekinya. (Muhammad bin ‘Ali Ba Alawi al-Husaini at-Tarimi, al-Wasâ-ilusy Syâfi’ah fil
Adzkârin Nâfi’ah wal Aurâdil Jâmi’ah, [Yaman, Maktabah al-Ahqâf, cetakan pertama: 2001], halaman 52).

Al-hafidh Abdurrahman al-Munawi (wafat 1031 H) menuturkan, suatu saat sahabat Jabir ra mengadu kepada
Rasulullah saw atas suatu kejadian yang menimpa dirinya. Kemudian Rasulullah saw memerintahkan para
sahabat untuk memperbanyak membaca kalimat hauqalah, karena dapat menolak segala pintu kejelekan.
Rasulullah saw bersabda:

Ar nya, “Perbanyaklah dari (membaca) la haula wala quwata illa billah, karena sesungguhnya ia bisa menolak
sembilan puluh Sembilan pintu dari beberapa pintu kejelekan, dan yang paling ringan darinya adalah
kesusahan.” (HR al-‘Uqaili. Dha’îf). (Al-Munawi, Faidhul Qadîr, juz I, halaman 638).

Menurut al-Hafidh al-Munawi, makna ‘kejelekan’ pada hadits di atas dak hanya sebatas kebahayaan pada
jiwa diri sendiri, termasuk di dalamnya adalah jeleknya e ka, kesulitan dan kefakiran. Dengan kata lain, Allah
SWT akan menyelamatkan orang-orang yang membaca hauqalah dari berbagai kejadian-kejadian tersebut
serta menjauhkan darinya. Sayyid Muhammad bin ‘Ali Ba’Alawi al-Husaini at-Tarimi mengu p pendapat
Imam al-Barmawi (wafat 831 H), bahwa di balik kalimat Hauqolah terdapat faedah yang sangat besar, yaitu
terpenuhinya segala hajat. Dalam kitabnya disebutkan :

Ar nya, “Imam al-Barmawi berkata: ‘Orang membaca hauqalah se ap hari sebanyak 500 kali dan dinia untuk
sebuah hajat, maka (oleh Allah) akan dipenuhi. Jika pembaca dalam penjara/ditahan maka akan lepas, dan
sesungguhnya bacaan tersebut bisa membuka kejadian yang masih samar dan takdir mubram (takdir yang
dak bisa diubah)'.” (Muhammad bin ‘Ali, al-Wasâ-ilusy Syâfi’ah, halaman 53).
Dalam penjelasan Safinah An-Najah, Imam Nawawi Al-Bantani rahimahullah menyebutkan
“Tidak ada yang menghalangi dari maksiat
pada Allah melainkan dengan pertolongan Allah. Tidak ada pula kekuatan untuk melakukan ketaatan pada
Allah selain dengan pertolongan Allah.” (Lihat Kasyifah As-Saja Syarh Safinah An-Najaa, hlm. 33)

Ya Allah, semoga engkau melindungiku dari api neraka.

Lafadz ajirna pada do’a ini merupakan shighot fiil amar dari fiil madhi tsulatsi mazid bi harfin Ajara
Ajara sendiri mempunyai beragam makna diantaranya : Melindungi, Menjaga, Membebaskan, Menyelamat -
kan. Sedangkan lafadz ni dalam lafadz ajirni merupakan dhomir muttasil mahal nashob berkedudukan sebagai
maf'ul bih. Fiil Amar dalam lafadz ajirni ukan berarti mempunyai makna perintah, melainkan mempunyai
makna tholab meminta. Karena kita meminta kepada yang lebih tinggi kedudukannya yaitu Allah. Jadi dalam
memaknai artinya gunakanlah kalimat yang mengandung unsur meminta, seperti : Ya Allah, Semoga Engkau
melindungi kami atau Ya Allah, tolonglah lindungi kami dan lain sebagainya. Keutamaan membacanya yaitu :

1. Jika dibaca setelah sholat maghrib sebanyak 7x lalu meninggal pada malam harinya, maka akan dicatat
terbebas dari api neraka
2. Jika dibaca setelah sholat subuh sebanyak 7x lalu meninggal pada siang harinya, maka akan dicatat
terbebas dari api neraka.

Kesimpulan mengenai keutamaan diatas diambil dari hadits yang diriwayatkan Imam Abu Daud :

Ketika engkau telah selesai dari sholat maghrib maka katakanlah : allahumma ajirni minannar sebanyak 7x, se
-sungguhnya engkau ketika mengucap seperti itu kemudian meninggal pada malam harinya maka akan dicatat
untukmu terbebas dari neraka. Dan ketika engaku selesai sholat subuh bacalah seperti itu juga, sesungguhnya
engkau jika mati pada hati itu maka akan ditulis untukmu terbebas dari api neraka.

Al Hafidz ibnu hajar mengatakan bahwa ini termasuk hadits hasan, begitu juga imam ibnu hibban masukkan
hadits ini dalam kitab shohihnya. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :

”Siapa yang meminta surga 3 kali, maka surga akan berkata: ’Ya Allah, masukkanlah dia ke dalam surga.’ Dan
siapa yang memohon perlindungan dari neraka 3 kali, maka neraka akan berkata: ’Ya Allah, lindungilah dia
dari neraka.” (HR. Ahmad 12585, Nasai 5521, Turmudzi 2572 dan yang lainnya).

Firman Allah swt dalam surat al-Tahrim[66]: 6

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan


keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Kenapa Allah swt menyuruh orang beriman agar menjaga keluarga mereka dari neraka? Sebab jika ada kelak
anggota keluarga yang masuk neraka, mereka akan memanggil dan berteriak kepada keluarganya yang ada di
surga sembari meminta agar diberi minuman dan makanan yang ada bersama mereka. Sementara keluarga
mereka yang ada di surga ingin memberi makan dan minum tersebut, tetapi dilarang oleh Allah swt untuk di -
bagi kepada keluarga yang memintanya. Lihat firman Allah swt surat al-A’raf [7]: 50
“Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga: "Limpahkanlah kepada kami sedikit
air atau makanan yang telah direzekikan Allah kepadamu". Mereka (penghuni surga) menjawab: "Sesungguh -
nya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir,

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masuk-
kan mereka ke dalam neraka. Se ap kali kulit mereka hangus, Kami gan kulit mereka dengan kulit yang lain,
supaya mereka merasakan adzab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Para malaikat yang menjaga neraka ini disebut dengan nama malaikat Zabaniyah dan dipimpin oleh seorang
malaikat bernama Malik yang digambarkan dalam banyak riwayat sebagai malaikat yang paling bengis dan me -
nakutkan. Dalam sebuah riwayat dari Manshur bin Ammar disebutkan bahwa malaikat Malik ini dan begitu
juga malaikat penjaga neraka lainnya memiliki wajah yang menyeramkan di mana ke ka dia memandang ke -
pada neraka, maka api neraka akan saling memakan satu dengan lainnya karena takutnya kepada malaikat pen
-jaga neraka tersebut. Satu malaikat Zabaniyah memiliki tangan sejumlah penduduk neraka, di mana satu
tangan nya saja bisa melemparkan 10.000 orang kafir dalam satu genggaman. Di dalam ha nya memang dak
Allah berikan rasa kasih dan syang sehingga yang keluar dari diri mereka hanyalah cacian, makian, hardikan,
pukulan dan tamparan. Bentuk perlindungan dari azab neraka adalah berdo’a : yaitu :

Disebutkan Allah SWT dalam surat al-Furqan [25]: 65-66

Ar nya: “Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami,jauhkan adzab Jahanam dari kami, sesungguhnya
adzabnya itu adalah kebinasaan yang kekal".Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan
tempat kediaman.

Disebutkan dalam hadis dari Anas bin Malik, Nabi saw bersabda:

Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa doa yang paling banyak diucapakan Nabi saw adalah “Ya Tuhan!
Berikanlah kepada kamu kebaikan dan dunia dan kebaikan di akhirat serta jauhkan kami dari azab neraka (H.R.
Bukhari: QS. Al-Baqarah [2]:201)

Disebutkan dalam hadis dari Ibn Mas’ud, Nabi saw bersabda;

Ar nya: “Dari Ibnu Mas’ud ra, bahwa Nabi saw selalu mengajarkan kepada para sahabatnya doa ini sebagai -
mana dia mengajarkan kepada mereka surat dari al-Qur’an. Nabi saw bersabda, “Ucapkanlah! “Ya Allah se -
sungguhnya aku berlindung dengan Engkau dari azab jahannam, dan aku berlindung dengan Engkau dari azab
kubur, dan aku berlindung dengan Engkau dari fitnah Dajjal dan aku berlindung dengan Engkau dari fitnah
kehidupan dan kema an. (H.R. Muslim)

48. (Ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka atas muka mereka. (Dikatakan kepada mereka): "Rasakanlah
sentuhan api neraka". ( AL-QAMAR )

“Ke ka turun ayat “Dan


berilah peringatan keluargamu yang terdekat (al-Syu’ara’ :214), Rasulullah saw memanggil suku Quraisy baik
yang umum maupun yang khusus. Dia berkata,“Wahai bani Ka’ab bin Luay! Selamatkanlah diri kalian dari
neraka. Wahai bani Murrah bin Ka’ab! Selamatkanlah diri kalian dari neraka. Wahai bani Abdul Muthallib!
Selamatkanlah diri kalian dari neraka. Wahai Fathimah! Selamatkanlah dirimu dari neraka. Sesungguhnya aku
dak bisa berbuat banyak terhadapmu nan di akhirat. (HR. Bukhari dan Muslim)

“Perumpamaan saya dan kalian seper p


perumpamaan seorang yang menyalakan api di malam hari, maka belakang dan kupu-kupu datang menjatuh -
kan diri ke dalamnya. Dia sudah berupaya menahan dan menghalanginya, namun dia tetap menjatuhkan diri
mereka. Begitu pua halnya bahwa saya telah berusaha menhan kalian agar dak masuk ke dalam neraka,
namun kalian melepaskan diri dari tangan saya (HR. Bukhari dan Muslim).

“Di neraka akan di datangkan rantai sebanyak tujuh puluh ribu dan masing-masing rantai akan ditarik oleh 70.
000 malaikat (HR. Muslim)

Di dalam neraka para penghuninya akan diikat dengan rantai yang sangat panjang yang panjangnya digambar -
kan Nabi saw di dalam hadisnya, bahwa jika batu besar dijatuh dari pangkal, rantai itu baru akan mencapai
ujungnya yang lain setelah 40 tahun. Se ap rantai akan ditarik oleh 70. 000 malaikat Zabaniyah yang sangat
kasar dan bengis yang masing-masing mereka memiliki puluhan ribu tangan yang masing-masing tangan bisa
melemparkan 40. 000 orang kafir satu kali lemparan. Itulah puluhan ribu rantai yang akan diikatkan kepada
orang kafir dan akan ditarik oleh puluhan ribu malaikat dengan kasar dan sadis.

Dan sesungguh-
nya Jahanam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut syaitan)
semuanya. (43). Jahanam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap- ap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang
tertentu dari mereka. (44) (AL-HIJR )

“Di atasnya Jahannam di jaga oleh sembilan belas malaikat”. Al-Mudatstsir [74]: 30

Al-Farra dalam kitab tafsîrnya, Ma‘ani al-Qur’ân (Terbitan Dar al-Mishriyyah, Mesir, Cet. Pertama, Jilid 2, hal.
180), menjelaskan, sesungguhnya Jahanam itu memiliki tujuh ngkatan. Se ap ngkatan ada golongan
manusia yang mendapat siksa sesuai dengan kadar dosa yang diperbuatnya. Ditambahkan oleh Abu Sinan
dari al-Dhahak, sebagaimana diku p oleh al-Tsa‘labi dalam Tafsîr-nya, neraka itu memiliki tujuh pintu, dimana
ketujuhnya merupakan ngkatan. Tingkatan yang satu berada di bawah ngkatan yang lain.

Tingkatan pertama akan dihuni oleh para ahli tauhid. Mereka mendapat siksa sesuai dengan amal perbuatan
dan lama usia mereka di dunia. Namun kemudian, mereka akan dikeluarkan lalu dimasukkan ke dalam surga.

Tingkatan kedua akan dihuni oleh orang-orang Yahudi.

Tingkatan ke$ga akan dihuni oleh orang-orang Nasrani.

Tingkatan keempat akan dihuni oleh orang-orang Shabiin, kaum antara Yahudi dan Nasrani.

Tingkatan kelima akan dihuni oleh orang-orang Majusi (para penyembah api).

Tingkatan keenam akan dihuni oleh orang-orang musyrik Arab.

Tingkatan ketujuh dihuni oleh orang-orang munafik, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran,

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu


(ditempatkan) pada ngkatan yang paling bawah dari neraka," (Q.S. al-Nisa’ [4]: 145).

Mengu p riwayat al-Qasim, dari al-Husain, dari Hajjaj, dari Ibn Juraij, Imam al-Thabari dalam Tafsîr-nya
merinci ketujuh pintu neraka tersebut, yakni Jahanam, Lazha, Huthamah, Sa‘ir, Saqar, Jahim, dan Hawiyah. Abu
Jahal sendiri dimasukkan melalui pintu Jahim. Para ulama sepakat tentang ketujuh nama pintu ini. Namun,
mereka berbeda pendapat mengenai urutan ngkatannya.
Dan mereka kembali sepakat bahwa ngkatan atau pintu paling atas adalah Jahannam, sedangkan ngkatan
paling bawah adalah Hawiyah, sebagaimana yang diinformasikan Al-Quran. Dalam hal ini, tentunya kita dak
mempermasalahkan urutan tersebut, sebab kewajiban kita cukup mengimani keberadaan siksa neraka
tersebut. Secara terpisah, Al-Quran menyebutkan ketujuh nama pintu atau ngkatan neraka tadi.

Pertama, neraka Jahanam. Menurut Yahya ibn Salam, selain sebagai nama umum untuk nama-nama neraka,
nama “Jahanam” juga merupakan nama ngkatan pertama. Diterangkan oleh mayoritas ulama tafsir, Jahanam
adalah ngkatan teratas neraka. Ia dikhususkan untuk umat Nabi Muhammad saw. yang maksiat. Dikemuka -
kan di muka, ngkatan ini akan dihuni oleh para ahli tauhid. Mereka akan mendapat siksa sesuai dengan kadar
dosa dan kesalahannya. Kemudian, mereka diangkat dan dimasukkan ke dalam neraka, sehingga ngkatan ini
pun menjadi kosong, sebagaimana dijelaskan oleh al-Qurthubi. Berdasarkan riwayat ini, makna “Jahanam”
dalam ayat, "Dan Kami jadikan neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang kafir," (Q.S. al-Isra’ [17]: 8),
menunjukkan makna neraka secara umum, bukan neraka Jahanam sebagai ngkatan pertama. Sebab,
ngkatan ini dak dihuni oleh orang-orang kafir.

Diriwayatkan setelah menyebutkan para penghuni enam ngkatan neraka paling bawah, malaikat Jibril
terdiam. Ditanya oleh Nabi saw., “Mengapa engkau dak bercerita kepadaku tentang para penghuni pintu
ketujuh (Jahannam)?” Malaikat menjawab, “Wahai Muhammad, jangan kau tanya aku tentangnya.” Namun,
Nabi saw. terus mendesak, akhirnya Jibril mau buka jawaban, “Pintu itu dihuni oleh para pelaku dosa besar
dari kalangan umatmu. Mereka meninggal dan tak sempat bertaubat.” (Al-Furqan ayat 70). Nah, ayat-ayat ini
turun untuk mereka. Adapun ayat yang ada dalam surah an Nisaa' adalah bila seseorang telah mengenal Islam
dan syari'atnya, kemudian dia membunuh seseorang dengan sengaja maka balasan baginya adalah neraka
jahannam. Kemudian keterangan ini aku sampaikan kepada Mujahid maka dia berkata; Kecuali siapa yang
menyesali perbuartannya.

Kedua, neraka Lazha. Menurut Mujahid dalam Tafsîr-nya, kata lazha sendiri berar ‘menyala-nyala’. Hal ini
sejalan dengan yang diinformasi dalam dalam Surat al-Lail,

"Maka kami memperingatkan kalian dengan neraka yang menyala-nyala," (Q.S. al-Lail [92]: 14).

Lantas, siapakah calon penghuni neraka ini? Lanjutan Surat di atas menyampaikan, "Tidak ada yang masuk ke
dalamnya kecuali orang yang paling celaka yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman)," (Q.S. al-
Lail [92]: 15-16). Menurut MuqaAl ibn Sulaiman, Kami memperingatkan kalian dengan neraka yang menyala-
nyala, maksud kalian di sana adalah para penduduk Mekah yang mendustakan Al-Quran dan berpaling dari
keimanan. Lebih lanjut, Syekh al-Samarqandi menafsirkan, maksud kata naran talazha dalam ayat tersebut
adalah neraka sangat memberatkan para penghuninya, begitu marah kepada mereka, dan menakut-naku
mereka dengan ringkikan panjangnya. Adapun orang-orang yang akan memasukinya, menurut al-Samarqandi,
adalah mereka yang celaka di penghujung hayatnya karena mendustakan tauhid dan berpaling dari keimanan,
berpaling dari ketaatan kepada Allah dan menghadap untuk menaa setan.

Meski saat turunnya, ayat ini ditujukan kepada para penduduk Mekah yang mendustakan Al-Quran dan ber -
paling dari keimanan, tetapi khithabnya berlaku umum. Ar nya, siapa pun yang mendustakan Al-Quran dan
berpaling dari keimanan, mereka diancam dengan siksaan yang pedih dalam neraka Lazha ini.

Ke$ga, neraka Huthamah. Informasi tentang neraka ini dapat kita temukan dalam Surat al-Humazah,
"Sekali-kali dak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu
apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke ha .
Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka," (Q.S. al-Humazah [104]: 4-8).

Lantas siapakah yang diancam dengan siksa neraka ini? Bagian awal surat di atas menyatakan, "Kecelakaanlah
bagi se ap pengumpat (al-humazah) lagi pencela (al-lumazah), yang mengumpulkan harta dan menghitung-
hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya," (Q.S. al-Humazah [104]: 1-3). MuqaAl
ibn Sulaiman menafsirkan, al-humazah adalah pelaku namimah atau orang yang suka mengadu domba dan
memakan daging bangkai orang lain karena umpatan-umpatannya. Sedangkan al-humazah adalah orang yang
suka menjuluki orang lain dengan julukan yang dak disukainya. Berdasarkan ayat di atas, calon penghuni
neraka ini adalah orang-orang yang suka mengumpat atau ghibah, orang yang suka mengadu domba atau
namimah, dan orang yang terpedaya dengan harta kekayaannya. Mereka mengira bahwa harta akan membuat
diri mereka kekal di dunia. Padahal, seja nya harta dan kekayaan adalah perhiasan dunia, kecuali harta yang
diinfakkan di jalan Allah swt. Yang bermanfaat dan menolong diri mereka hanyalah keimanan dan amalan
saleh, "Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia," (Q.S. al-Kahfi [18]: 46).

Keempat, neraka Sa’ir. Dalam Al-Quran, makna Sa‘ir itu sendiri adalah ‘menyala-nyala.’ Digambarkan dalam
Surat al-Mulk, neraka ini merupakan seburuk-buruknya tempat kembali. Tatkala dilemparkan ke dalam neraka
ini, para penghuninya akan mendengar suara yang mengerikan. Hampir saja neraka itu terpecah lantaran ke -
marahannya. Se ap kali para penghuninya dilemparkan, para penjaga neraka itu bertanya, “Apakah belum
pernah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Mereka menjawab, “Benar ada, namun kami dustakan
.” Akhirnya, terucaplah penyesalan mereka, “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan piringatan itu,
niscaya kami dak termasuk penghuni neraka Sa‘ir yang menyala-nyala ini.”

Berdasarkan Surat al-Mulk di atas, diketahui bahwa di antara calon penghuni neraka ini adalah mereka yang
mendustakan pemberi peringatan. Ditambahkan dalam surat yang lain, calon penghuni neraka ini adalah
orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan para pengikut setan yang jahat.
Lanjutan surat itu menyatakan,

"Yang telah ditetapkan terhadap setan itu bahwa siapa saja yang berkawan dengan dia, tentu dia akan
menyesatkannya, dan membawanya ke azab neraka," (Q.S. al-Hajj [22]: 4).

"Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-
setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka Sa’ir (yang menyala-nyala),
yakni orang-orang yang kafir bagi mereka azab yang keras," (Q.S. al-Fathir [35]: 6-7).

Kelima, neraka Jahim. Diinformasikan oleh Al-Quran bahwa neraka ini akan dihuni oleh orang-orang kafir yang
mendustakan ayat-ayat Allah, (Q.S. [5]: 10),

10. Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu adalah penghuni neraka.

51. Dan orang-orang yang berusaha dengan maksud menentang ayat- ayat Kami dengan melemahkan (ke -
mauan untuk beriman); mereka itu adalah penghuni-penghuni neraka. (Q.S. al Hajj [22]: 51).

Pantaslah, menurut al-Thabari, Abu Jahal termasuk penghuni neraka ini. Lebih jelasnya lagi, para pendusta
calon penghuni neraka ini dijelaskan dalam surah al-Muthaffifin, "Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi
orang-orang yang mendustakan, (yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan. Dan dak ada yang
mendustakan hari pembalasan itu melainkan se ap orang yang melampaui batas lagi berdosa, yang apabila
dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata, “Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu,” Sekali-kali
dak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi ha mereka. Sekali-kali dak, se
-sungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka. Kemudian, sesungguh -
nya mereka benar-benar masuk neraka Jahim," (Q.S. al-Muthaffifin [83]: 10-16).

Keenam, neraka Saqar. Di antara calon penghuni neraka ini di jelaskan

42. "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" 43. Mereka menjawab: "Kami dahulu dak
termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, 44. dan kami dak (pula) memberi makan orang miskin, 45.
dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, 46. dan
adalah kami mendustakan hari pembalasan. (Q.S. Muddatsir [74]: 42-46).

"Sesungguhnya orang-orang yang berdosa berada dalam kesesatan (di dunia) dan dalam neraka. (Ingatlah)
pada hari mereka diseret ke neraka atas muka mereka. (Dikatakan kepada mereka), 'Rasakanlah sentuhan api
neraka Saqar!'” (QS. al-Qamar: 47-48)
Ketujuh, neraka Hawiyah. Disebutkan dalam banyak riwayat bahwa neraka ini merupakan ngkatan neraka
yang paling bawah. Disebutkan pula bahwa orang-orang munafik akan menjadi calon penghuni neraka ini.
Sebab, dijelaskan dalam Al-Quran, "Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada ngkatan yang
paling bawah dari neraka, (Q.S. al-Nisa’ [4]: 145). Orang munafik sendiri adalah orang-orang yang ikrar ber -
iman, beramal seper orang-orang yang beriman, namun ha nya adalah ha orang-orang yang kufur. Al Quran
surat Al Qoriah ayat 10 dan 11:

Ada pula riwayat yang menyebutkan, pada suatu ke ka Nabi saw. bertanya tentang para penduduk se ap
ngkatan neraka. Malaikat Jibril menjawa, “Pintu paling bawah disebut dengan Hawiah. Ia dihuni oleh orang-
orang munafik, sebagaimana firman Allah, "Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada ngkat
-an yang paling bawah dari neraka," (Q.S. al-Nisa’ [4]: 145). Pintu kedua disebut dengan Jahim. Ia dihuni oleh
orang-orang musyrik. Pintu ke ga disebut dengan pintu Saqar. Ia dihuni oleh orang-orang murtad. Pintu
keempat disebut dengan Lazha. Ia dihuni oleh iblis dan para pengikutnya dari kaum Majusi. Pintu kelima
disebut dengan Huthamah. Ia dihuni oleh kaum Yahudi. Pintu keenam disebut dengan Sa‘ir. Ia dihuni oleh
kaum Nasrani.” Setelah itu, malaikat Jibril diam. Ditanya oleh Nabi saw., “Mengapa engkau dak bercerita
kepadaku tentang para penghuni pintu ketujuh?” Malaikat menjawab, “Wahai Muhammad, jangan kau tanya
aku tentangnya.” Namun, Nabi terus mendesak. Akhirnya Jibril mau buka jawaban, “Pintu itu dihuni oleh para
pelaku dosa besar dari dari kalangan umatmu. Mereka meninggal, dan tak sempat bertaubat.”

Adapun hadis-hadis Nabi saw yang menjelaskan tentang panasnya neraka Jahannam diantaranya hadis dari
Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda.

“Api kamu yang dipakai di dunia ini hanyalah satu bagian dari 70 panasnya Jahannam.
Dikatakan kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah! Sungguh yang satu bagian itu saja sudah cukup menjadi
siksa. Nabi saw berkata, “Akan dilebihkan atas api dunia ini panasnya 69 kali lebih panas dan masing-masing
panas se ap bagiannya itu adalah sama”.

“Neraka itu dibakar selama 1000 tahun hingga warnanya menjadi merah.
Kemudiam dibakar lagi selama 1000 tahun hingga warnannya menjadi pu h. Kemudian dibakar lagi selama
1000 tahun hingga warnanya menjadi hitam seper gelapnya malam (HR Tirmidzi).

“Berlindunglah kalian kepada Allah dari lembah kesedihan. Sahabat bertanya, “Apakah itu lembah kesedihan
wahai Rasulullah ? Rasul saw menjawab, “ia adalah lembah di dalam Jahannam, di mana Jahannam sendiri
berlindung daripadanya 100 kali se ap hari. Mereka bertanya, “Ya Rasulullah! Siapa yang masuk ke dalamnya?
Rasulullah saw menjawab, “Para pembaca al-Qur’an yang ria” (HR. Al-Armidzi)
Disebutkan dalam surat al-Dukhan [44]: 43-48
“Sesungguhnya pohon zaqqum
itu, (43), makanan orang yang
banyak berdosa. (44), (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, (45) seper mendidihnya air
yang sangat panas. (47), Peganglah dia kemudian seretlah dia ke tengah-tengah neraka. (48)
Juga yang dijelaskan Allah swt dalam surat al-Shafat [37]: 62-68

“(Makanan surga) itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum.
(62), Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang dzalim. (63),
Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dari dasar neraka Jahim. (64), Mayangnya seper
kepala syaitan-syaitan. (65), Maka sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu,
maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu. (66), Kemudian sesudah makan buah pohon
zaqqum itu pas mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas. (67), Kemudian
sesungguhnya tempat kembali mereka benar-benar ke neraka Jahim. (68)”

“Sesungguhnya telah diceritakan kepada kami bahwa batu besar jika dijatuhkan dari
pinggir neraka Jahannam barulah akan sampai ke dasarnya setelah 70 tahun, tahukah kamu berapa dalamnya.
Demi Allah, kalian akan memenuhinya, apakah kalian merasa aneh? (HR. Muslim)
Dalam surat al-Insan [76]:76, Allah swt berfirman
“Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu dan neraka yang menyala-nyala. ”
Surat Ghafir [40]: 69-72
“Apakah kamu dak melihat
kepada orang-orang yang
membantah ayat-ayat Allah ?
Bagaimanakah mereka dapat dipalingkan? (69) (Yaitu) orang-orang yang mendustakan Al-Kitab (Al Qur'an) dan
wahyu yang dibawa oleh rasul-rasul Kami yang telah Kami utus. Kelak mereka akan mengetahui, (70) ke ka
belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret, (71) ke dalam air yang sangat panas,
kemudian mereka dibakar dalam api, (72)”
Surat al-Haqqah [69]:25-32
“Adapun orang yang diberikan
kepadanya kitabnya dari
sebelah kirinya, maka dia ber-
kata: "Wahai alangkah baik kiranya dak diberikan kepada-
ku kitabku (ini), (25) Dan aku dak mengetahui apa hisab
terhadap diriku, (26) Wahai kiranya kema an itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. (27) Hartaku sekali-kali
dak memberi manfaat kepadaku. (28) Telah hilang kekuasaanku dariku" (29) (Allah berfirman): "Peganglah dia
lalu belenggulah tangannya ke lehernya. " (30) Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-
nyala. (31) Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. (32)
Dalam surat Ibrahim [14]: 15-17, Allah swt berfriman;

“Dan mereka memohon kemenangan (atas musuh-musuh mereka) dan


binasalah semua orang yang berlaku sewenang-wenang lagi keras kepala, (15) di hadapannya ada Jahanam dan
dia akan diberi minuman dengan air nanah, (16) diminumnya air nanah itu dan hampir dia dak bisa menelan
-nya dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia dak juga ma ; dan di hadapan
-nya masih ada adzab yang berat. (17)
Surat al-Kahfi [18]:29

“Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah
ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-
orang dzalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya
mereka akan diberi minum dengan air seper besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman
yang paling buruk dan tempat is rahat yang paling jelek.
Dalam surat al-Shaffat [37]: 62-67

62. (Makanan surga) itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum. 63. Sesungguhnya Kami
menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim. 64. Sesungguhnya dia adalah
sebatang pohon yang ke luar dan dasar neraka yang menyala. 65. mayangnya seper kepala syaitan-syaitan.
66. Maka sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu, maka mereka
memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu. 67. Kemudian sesudah makan buah pohon zaqqum itu pas
mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas.
Allah swt juga menjelaskan dalam surat Shad [38]: 57 “Inilah (adzab neraka),
biarlah mereka merasakannya, (minuman mereka) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin.
Hadis lain, dari Asma binA Abu Bakar ra, bahwa Nabi saw bersabda;

“Siapa yang meminum kahmar walaupun satu teguk, maka


shalatnya dakkan diterima selama 40 hari, maka jika dia
ma maka dia ma dalam keadaan kafir. Maka jika dia kembali mengulangi perbuatan dan ma sebelum ber -
taubat maka Allah berhak untuk untuk menuanginya dengan thinat al-khabal. Sahabat bertanya, “Apakah itu
thinat al-khabal wahai Rasulullah ? Beliau menjawab, “Nanahnya penghuni neraka”.
Tentang buah Zaqqum dijelaskan dalam hadis Rasulullah saw yang diterima dari Ibn Abbas ra;

Jikalau satu tetas saja dari Zaqqum itu diteteskan ke dunia, niscaya semua kehidupan penghuni dunia akan
binasa karenanya, maka bagaimana kiranya jika itu menjadi makanan ahli neraka.
surat al-Ghasyiyah [88]: 6 dan 7
Mereka ada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, (6) yang dak menggemukkan dan dak
pula menghilangkan lapar. (7)”
Terkait penjelasan bentuk fisik ahli neraka disebutkan dalam beberapa hadis Nabi saw, seper hadis dari Abu
Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda;
“Satu graham penghuni neraka sebesar bukit uhud, dan ketebalan kulitnya adalah 3 hari
perjalanan”.

“Dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi


saw bersabda ke ka jelaskan firman
Allah swt, “Ingatlah suatu hari di mana Kami memanggil semua umat dengan imam mereka (al-Isra’ [17]: 71)”.
Beliau berkata, “Akan dipanggil salah salah seorang mereka dan diberikan kitabnya dari tangan kanannya, di -
panjangkan tubuhnya sepanjang 60 hasta, dijadikan wajahnya pu h, diletakan di atas kepalanya sebuah
mahkota dari permata yang berkilau. Diapun pergi kepada sahabat-sahabatnya. Ke ka mereka melihatnya dari
kejauhan, mereka berkata, “Ya Allah berilah kami seper ini dan berka lah kami dalam bentuk ini. Sampai dia
datang kepada mereka, dia berkata, “Bergembiralah kalian, karena se ap kalian akan mendapat seper ini.
Kemudian beliau bersabda; “Adapun orang kafir, maka wajah mereka dihitamkan, tubuh mereka dibesarkan 60
hasta seukuran Adam, dipakaikan di kepala mereka mahkota dari api, maka sahabat-sahabatnya pun melihat -
nya dari jauh dan mereka berkata, “ Kami berlindung kepada Allah dari buruknya orang ini. Ya Allah! Janganlah
Engkau datngkan kepada kami seper ini. Maka diapun datang kepada mereka, dan mereka berkata, “Ya Allah!
Hinakanlah dia dan jauhkan dia dari kami. Maka dia berkata, “Semoga Allah menjaukan kalian dari kondisi ini,
akan tetapi sudah dak mungkin karena semua kalian akan mendapat bentuk seper ini”. (HR. Tirmidzi)
Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda ;
Jarak antara dua siku orang kafir di dalam neraka sejauh perjalanan ga hari bagi pengendara yang cepat” (HR.
Bukhari)
Firman Allah swt dalam surat al-Nahl [16]: 88
“Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambah-
kan kepada mereka siksaan diatas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan.
Dari Nu’man bin Basyir ra, bahwa Nabi saw bersabda;
“Sesungguhnya azab yang paling ringan diterima
ahli neraka pada hari kiamat adalah seseorang yang diletakan bara di telapak kakinya sehingga otaknya akan
mendidih (HR.Bukhari dan Muslim)

“Sesungguhnya azab ahli neraka yang paling ringan adalah bahwa seseorang akan dipakaian sepasang sendal di
-kakinya hingga otaknya mendidih karena panasnya” (HR.Muslim)

"Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang
telah terdahulu sebelum kamu. Se ap suatu umat masuk (ke dalam neraka), dia mengutuk kawannya (yang
menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk semuanya berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di
antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu: "Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami,
sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka". Allah berfirman: "Masing-
masing mendapat (siksaan), yang berlipat ganda, akan tetapi kamu dak mengetahui".al-A’raf [7]: 38
Sabda Rasulullah saw riwayat al-Darimi;

Siapa yang menjadi sebab orang berbuat baik, maka dia memperoleh
pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan ditambah pahala orang yang mengiku nya tanpa dikurangi
pahalanya sedikitpun. Namun siapa siapa yang menjadi sebab orang berbuat buruk, maka dia memperoleh
dosa atas keburukan yang dilakukannya dan ditambah dosa orang yang mengiku nya tanpa dikurangi dosanya
sedikitpun
Surat al-Anbiya’ [21]: 46
“Dan sesungguhnya, jika mereka di mpa sedikit saja dari adzab Tuhanmu, pas lah mereka berkata: "Aduhai,
celakalah kami, bahwasanya kami adalah orang yang menganiaya diri sendiri".
Ayat ini menjelaskan tentang kondisi azab yang paling ringan, namun tetap dirasakan sebagai siksa yang paling
berat bagi ahli neraka. Ringannya azab dalam ayat ini digambarkan dari pilihan kata massathum
“menyentuh sesaat”, yang berbeda rasanya jika azab itu disebutkan dengan lamasa “bersentuhan lama”
atau bahkan kata gharaqa “terbenam”. Begitu juga dengan pilihan kata na‡hatun “ upan” yang
tentu akan berbeda rasanya dengan azab dalam bentuk dharbatun “hantaman”. Juga kata min “se -
bagian kecil” yang jelas akan berbeda rasanya adzabnya jika dengan jami’ “seluruh”. Begitu juga adzab
rabbika “azab Tuhan Yang Maha Mendidik”, yang tentu akan berbeda rasanya dengan azab al-
Qahhar al-Jabbar “azab Tuhan Yang Maha Kasar dan Keras”.
Sekalipun ini semua sebagai gambaran azab neraka yang paling ringan, tetap manusia dak akan mampu me -
mikulnya. Perha kan kemudian penjelasan Nabi saw tentang ayat ini dalam sebuah hadisnya yang diterima
dari Anas bin Malik ra, beliau bersabda;

“Kelak di hari kiamat akan didatangkan calon penghuni neraka dari penghuni dunia
yang dulu paling bahagia hidupnya, kemudian dicelupkan sedikit saja dari azab neraka, kemudian dia ditanya,
“Wahai anak Adam, apakah pernah engkau melalui kebahagiaan? Dia menjawab, “Tidak, demi Allah saya dak
pernah merasakan bahagia di dunia. Kemudian didatangkan pula calon penghuni surga dari penduduk dunia
yang paling susah dan menderita selama di dunia dulu. Kemudian dicelupkan kepadanya sedikit celupan ke -
nikmatan surga. Kemudian ditanyakan kepadanya, “Wahai anak Adam! Pernahkah engkau melewa kesusahan
? Dia menjawab, “ Tidak, demi Allah, saya dak pernah mengalami kesusahan dulu”. (HR. Muslim)
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya
menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. al-Zukhruf [43]: 67
“Pada hari itu dak berguna syafa’at, kecuali
(syafa’at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridai perkataannya.
Thaha [20]: 109
Penjelasan tentang syafa’at ini juga ditemukan dalam bebarapa hadis Nabi saw, seper hadis dari Abu Sa’ad
al-Khudri ra, bahwa Nabi saw bersabda;

“Apabila penghuni surga telah masuk ke dalam surga dan penghuni neraka telah berada di
dalam neraka, Allah swt berkata, “Siapa yang ada di dalam ha nya sebesar biji sawi keimanan maka keluarkan
dia! Maka mereka dikeluarkan dalam keadaan hangus. Kemudian mereka dilemparkan ke dalam sungai ke -
hidupan, maka mereka tubuh seper biji yang dibawa aliran air sungai tumbuh. Dan Nabi saw bersabda,
“Adakah dak kalian melihat bahwa biji itu tumbuh dengan warna kuning dan lemas. (HR. Bukhari & Muslim)
Hadis berikutnya adalah hadis yang diterima dari Abu Sa’id al-Khudri ra menceritakan;

“Kelak Allah swt akan


berkata kepada penghuni surga, Pergilah kalian ke neraka, siapa saja yang kalian temui yang ada iman di dalam
ha nya seberat satu dinar maka keluarkan dia! Dan Allah mengharamkan wajah mereka dari api neraka. Maka
mereka datang ke neraka dan melihat penguni neraka sebagian mereka telah tenggelam dilalap api. Mereka
mengeluarkan siapa saja dari ahli neraka yang mereka kenal. Kemudian dikatakan lagi kepada mereka, Pergilah
kalian ke neraka dan keluarkanlah dari dalam neraka orang yang kalian kenal yang ada iman di dalam ha nya
seberat setengah dinar. Merekapun ke neraka dan mengeluarkan siapa saja yang mereka kenal yang ada iman
di ha nya seberat setengah dinar. Kemudian dikatakan lagi kepada mereka, “Pergilah ke neraka dan keluarkan -
lah orang yang kalian kenal dari penghuni neraka yang ada iman di dalam ha nya sebesar biji sawi. Maka
merekapun mengeluarkan siapa saja yang mereka kenal yang ada iman di ha mereka sebesar biji sawi. Abu
Sa’id berkata, “Jika kalian dak percaya kepada saya, maka bacalah firman Allah “Sesungguhnya Allah swt dak
akan menzalimi kebaikan walaupun sebesar biji sawi dan kelak akan dilipatgandakan” (al-Nisa’: 40). Para nabi,
malaikat dan orang beriman telah memberikan syafa’at, maka Allah Yang Maha Keras berkata, “Tersisa syafa’at-
Ku, maka Dia menggenggam satu genggaman dari neraka, kemudian mengeluarkan banyak orang yang telah
hangus terbakar. Mereka dilemparkan ke dalam sungai kehidupaan di depan surga, maka mereka tumbuh di
kedua pinggir sungai seper tumbuhnya biji yang dibawa aliran sungai, di mana kalian melihatnya tumbuh di
sela batu, di sela pohon. Jika terkena cahaya matahari warnanya akan terlihat hijau dan yang dak terkena
cahaya matahari akan berwarna pu h. Maka mereka akan keluar dari sungai itu berwarna pu h seper
permata, serta dijadikan di leher mereka stempel dan merekapun diperbolehkan masuk surga. Penghuni surga
menamakan mereka dengan ‘utaqa’ al-Rahman (Orang-orang yang dibebaskan Tuhan). Mereka dimasukan ke
dalam surga tanpa amal dan tanpa kebaikan yang pernah mereka lakukan. Dikatakan kepada mereka, “Kamu
berhak memiliki semua yang kalian lihat dan ditambah lagi seper itu”. (HR. Bukhari).
Hadis berikutnya, diterima dari Abu Musa al-Asy’ari ra bahwa Nabi saw bersabda;
“Allah swt kelak akan berkata, “Keluarkanlah
dari neraka orang yang pernah mengingat-Ku walaupun satu hari atau pernah takut keada-Ku pada satu
tempat (HR. Tirmidzi)
Berikutnya, hadis yang diterima dari Abu Musa al-Asy’ari ra, bahwa Nabi saw bersabda ;

“Apabila sudah berkumpul ahli neraka


di dalam neraka dan bersama mereka terdapat orang beriman (Ahli Kiblat). Berkata orang kafir kepada orang
muslim, “Bukankah kalian orang dulu muslim? Mereka menjawab, “Benar, kami muslim”. Orang kafir berkata
lagi, “Kenapa dak berguna bagi kalian islamnya kalian, sehingga kalian bisa bersama kami di neraka?” Mereka
menjawab, “Kami dulu pernah berbuat dosa, maka kami diazab di sini karena dosa itu”. Maka Allah swt men -
dengar apa yang mereka katakan, maka Dia memerintahkan agar mengeluarkan ahli neraka dari ahli kiblat ter -
sebut. Ke ka orang-orang kafir melihat hal demikian, mereka berkata, “Duhai sekiranya dulu kami juga menjadi
muslim, tentulah kami akan keluar seper mereka yang keluar ini”. Kemudian Rasul saw membacakan ayat,
“Alif Lam Ra. Itulah al-Kitab dan Qur’an yang jelas, kelak orang-orang kafir akan berharap jika saja mereka men
-jadi muslim” (al-Hijr: 1-2) (HR. Thabrani)
Maka, hanya Nabi Muhammad saw yang mampu memberikan pertolongan kepada semua manusia ke ka itu,
berupa hisab yang bertujuan memas kan tempat yang akan dihuni manusia, seper disebutkan dalam hadis
“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Pada suatu hari Rasulullah diberi
daging, dengan disuguhkan kepada beliau bagian lengan kambing dan beliau menyukainya. Lalu, beliau meng -
gigitnya dengan ujung giginya. Kemudian beliau bersabda: “Aku adalah pemimpin (tuan/sayyid) manusia pada
hari kiamat. Apakah kamu sekalian menger mengapa demikian? Pada Hari Kiamat, Allah mengumpulkan
semua manusia, yang dahulu dan yang akhir di suatu tempat. Lalu mereka mendengar suara penyeru. Pandang
-an pun ada terhalang, dan matahari pun dekat. Manusia mengalami kesedihan dan kesulitan yang ada
mampu mereka tanggung dan mereka pikul. Maka, sebagian di antara mereka berkata kepada sebagian yang
lain, “Tidakkah kamu tahu apa yang kamu alami? Tidakkah kamu tahu apa yang menimpamu? Tidakkah kamu
cari siapa yang dapat memberi-mu syafa’at kepada Rabb-mu?”. Sebagian yang lain di antara mereka pun men -
jawab, “Datangilah Adam.” Kemudian mereka pun mendatangi Adam, dan berkata: “Wahai Adam, engkau
adalah bapak manusia, Allah telah menciptakanmu dengan Tangan-Nya. Lalu Dia upkan kepadamu Ruh-Nya
dan memerintahkan para Malaikat agar mereka bersujud (hormat) kepadamu. Maka mintalah kepada Rabb-mu
syafa’at bagi kami. Tidakkah engkau tahu apa yang sedang kami alami? Tidakkah kau tahu apa yang menimpa
kami?”. Nabi Adam menjawab: “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini murka yang ada pernah Dia marah se -
belum dan sesudahnya seper itu. Rabb-ku pernah melarangku mendeka sebuah pohon di surga dulu, tetapi
aku berma’shiyat, melanggar larangan itu karena nafsuku. Aku (saat ini) sibuk dengan urusanku sendiri, aku
sibuk dengan urusanku sendiri. Pergilah kalian kepada Nabi lain selainku. Pergilah kalian kepada Nuh.” lalu
mereka mendatangi Nabi Nuh, lalu berkata: “Wahai Nuh, engkau adalah rasul pertama di bumi. Allah me -
nyebutmu sebagai hamba yang sangat bersyukur. Maka mintakanlah kepada Rabb- mu syafa’at untuk kami.
Tidakkah engkau tahu apa yang sedang kami alami? Tidakkah engkau tahu apa yang telah menimpa kami?”.
Nabi Nuh menjawab: “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini murka ada tara, yang belum pernah Dia murka
seper itu sebelum dan sesudahnya. Sungguh, dahulu aku pernah mendo’akan jelek untuk kaumku. Aku (saat
ini) sibuk dengan urusanku sendiri, aku sibuk dengan urusanku sendiri. Pergilah kalian kepada Ibrahim.” lalu
manusia mendatangi Nabi Ibrahim, dan berkata: “Engkau adalah Nabi Allah dan Kekasih-Nya dari penduduk
bumi. Mintakanlah syafa’at kepada Rabb-mu untuk kami. Tidakkah engkau tahu apa yang sedang kami alami?
Tidakkah engkau tahu apa yang sedang menimpa kami?”. Kemudian Nabi Ibrahim pun menjawab, “Sesungguh
-nya Rabb-ku pada hari ini murka ada tara, yang belum pernah Dia murka seper itu sebelum dan sesudah –
nya.” Nabi Ibrahim menyebutkan dusta yang telah dialaminya (ke ka ia menghancurkan berhala). Nabi Ibrahim
berkata, “Aku (saat ini) sibuk dengan urusanku sendiri, aku sibuk dengan urusanku sendiri. Pergilah kalian ke -
pada Nabi lain selainku. Pergilah kalian kepada Musa.” Maka mereka pun mendatangi Musa, lalu berkata:
Wahai Musa, engkau adalah utusan Allah. Allah telah memberimu keutamaan dengan risalah-Nya, dan firman-
Nya kepadamu melebihi manusia lain. Maka mintalah syafa’at kepada Rabbmu untuk kami. Tidakkah engkau
tahu apa yang sedang kami alami? Tidakkah engkau tahu apa yang telah menimpa kami?”. Nabi Musa men -
jawab: “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini murka ada tara, yang belum pernah Dia murka seper itu se -
belum dan sesudahnya. Sesungguhnya aku pernah membunuh seseorang yang aku dak diperintahkan untuk
membunuhnya. Aku (saat ini) sibuk dengan urusanku sendiri, aku sibuk dengan urusanku sendiri. Pergilah
kalian kepada ‘Isa.” Lalu mereka mendatangi Nabi ‘Isa, seraya berkata: “Wahai Isa, engkau adalah utusan Allah.
Engkau telah berbicara kepada manusia ke ka engkau baru lahir. Engkau terwujud dengan kalimat-Nya yang di
-sampaikan-Nya kepada Maryam dengan upan roh dari-Nya. Maka, mintakanlah syafa’at kepada Rabb-mu
untuk kami. Tidakkah engkau tahu apa yang sedang kami alami? Tidakkah engkau tahu apa yang sedang
menimpa kami?”. Nabi ‘Isa menjawab: “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini murka ada tara, yang belum
pernah Dia murka seper itu sebelum dan sesudahnya. “Nabi ‘Isa dak menyebutkan dosa yang pernah di -
alaminya. Kata Nabi ‘Isa selanjutnya, “Aku (saat ini) sibuk dengan urusanku sendiri, aku sibuk dengan urusanku
sendiri. Pergi kalian kepada Muhammad. “Kemudian mereka mendatangiku, dan berkata: Wahai Muhammad ,
engkau adalah utusan Allah, engkau adalah penutup para nabi, Allah telah memberikan ampunan atas dosa
yang telah engkau lakukan. Maka, mintakanlah syafa’at kepada Rabbmu untuk kami. Tidakkah engkau tahu apa
yang sedang kami alami? Tidakkah engkau tahu apa yang sedang menimpa kami?”. Maka aku Nabi Muhammad
pergi dan mendatangi bawah ‘Arsy. Lalu aku bersujud kepada Rabb-ku. Kemudian Allah memberi pertolongan
dan pemberitahuan yang dak pernah Dia berikan kepada seseorang sebelum aku. Dia berfirman, “Wahai
Muhammad, angkatlah kepalamu. Mintalah, maka engkau akan diberi. Mintalah syafa’at, maka engkau akan
diizinkan untuk memberi syafa’at. ”Lalu aku mengangkat kepalaku, dan aku mengatakan: “Ya Allah, tolonglah
umatku! Tolonglah umatku!”. Aku dijawab: “Wahai Muhammad, masukkanlah ke surga umatmu yang bebas
hisab dari pintu kanan surga, dan selain mereka lewat pintu yang lain lagi. ” Demi Allah yang menguasai diri
Muhammad, sesungguhnya antara dua daun pintu di surga sebanding antara Mekkah dan Hajar atau antara
Mekkah dan Bashra” (HR. Muslim)
Syafaat untuk orang yang seimbang amal buruk dan baiknya. Dimana orang mukmin yang mempunyai kebaikan
dan keburukan yang seimbang (ashab al-a’raf),

Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan di atas A`raaf itu ada orang-orang yang
mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. Dan mereka menyeru penduduk
surga:" Salaamun `alaikum". Mereka belum lagi memasukinya, sedang mereka ingin segera (memasukinya).
(46), Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata: "Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang dzalim itu". (47), Dan orang-orang yang di
atas A`raaf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda
-tandanya dengan mengatakan: "Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang selalu kamu sombongkan itu, dak
-lah memberi manfaat kepadamu". (48) ( Al-A’raf 46-48 )
Ashhab al-A’raf adalah kaum yang mana antara kebaikan dan keburukan mereka seimbang, kemudian Allah ber
-firman kepada mereka: “Masuklah surga dengan anugerah dan ampunan-Ku, pada hari ini janganlah kalian
takut dan janganlah kalian bersedih ha .” Inilah bentuk syafa’at dari Allah swt kepada mereka yang seimbang
dosa dan pahala mereka.
“Sesungguhnya Allah mengeluarkan sekelompok orang dari neraka dengan syafaat.( Bukhari & Muslim )
“Akan keluar se-
kelompok orang dari neraka karena syafa’at Muhammad saw lalu mereka masuk ke dalam surga. Mereka di -
namakan Jahannamiyyun. ( Abu dawud )
Adakalanya syafa’at ini berasal dari orang beriman, seper hadis Nabi saw berikut;
“Demi Allah Yang jiwaku ada di tangan-Nya. Tidak ada seorangpun di antara kamu
yang lebih bersemangat di dalam menyerukan permohonannya kepada Allah
untuk mencari cahaya kebenaran, dibandingkan dengan kaum Mukminin ke ka memohonkan permohonannya
kepada Allah pada hari Kiamat untuk (menolong) saudara-saudaranya sesama kaum Mukminin yang berada di
dalam neraka. Mereka berkata: “Wahai Rabb kami, mereka dahulu berpuasa, shalat dan berhaji bersama-sama
kami”. Maka dikatakan (oleh Allah) kepada mereka: “Keluarkanlah oleh kalian (dari neraka) orang-orang yang
kalian tahu!” Maka bentuk-bentuk fisik merekapun diharamkan bagi neraka (untuk membakarnya). Kemudian
orang-orang Mukmin ini mengeluarkan sejumlah banyak orang yang dibakar oleh neraka sampai pada per -
tengahan be s dan lututnya. ”( Hr.Muslim )
SYAFA’AT AL-QUR’AN
“Dan apabila dibacakan Al Qur'an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perha kanlah dengan tenang agar kamu
mendapat rahmat. ” al-A’raf [7]: 204
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa jika seseorang atau sekelompok orang yang mendengarkan ayat-ayat Allah di
sebuah majelis, maka Allah menjajikan rahmat-Nya bagi mereka yang berada di tempat tersebut. Maka, bagai -
mana pula kiranya balasan yang akan diberikan Allah swt bagi yang membaca, menghafal, mengkaji, mengamal
-kan hingga mengajarkannya? Salah satu rahmat al-Qur’an bagi pembacanya adalah bahwa al-Qur’an kelak
akan memberi syafa’at kepada mereka. Dalam sebah hadisnya, Nabi saw bersabda;
“Bacalah al-Qur’an, karena ia akan datang di hari
kiamat memberi syaf’at terhadap para pembacanya (HR.Muslim)

“Allah swt berkata, “Wahai Adam! Maka Adam menjawab, “Ya Tuhan, kebahagian dan
kebaikan ada di Tangan-Mu. Nabi saw bersabda; “Allah berfirman, Keluarkanlah utusan neraka! Adam berkata,
“Siapakah utusan neraka? Allah swt berfirman, “Dari ap- ap 1000 masukan 999 orang. Nabi saw bersabda,
“Itulah saat di mana anak kecil akan beruban dan wanita hamil akan kehilangan bayinya tanpa sadar dan
engkau lihat manusia dalam keadaan mabuk padahal mereka dak mabuk, namun azab Allah yang bersangat -
an. Para sahabat bersedih dan mereka bertanya, “Apakah satu laki-laki itu dari kami? Rasul saw menjawab, Ber-
gembiralah kalian bahwa dari 1000 ya’juj dan ma’juj yang masuk neraka baru satu orang kalian yang masuk
neraka. Nabi saw bersabda, “Demi Zat yang jiwa saya ada di TanganNya, sesungguhnya aku berharap 1/3 dari
penghuni surga adalah kalian”. Maka kami memuji Allah dan kami bertakbir. Kemudian Nabi saw bersabda,
“Demi Zat yang jiwa saya ada di Tangan-Nya, sungguh saya berharap bahwa ada kalian separoh dari penghuni
surga. Sesungguhnya perumpamaan kamu dengan umat lain dalam surga seper rambut yang pu h di kulit
sapi berwarna hitam atau seper bercak hitam di lengan keledai (HR. Bukhari)
Dalam hadis yang diterima dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda;
“Surga dan neraka berdebat, maka berkata neraka,
“Saya menjadi milik orang-orang yang sombong
dan zalim”. Surga berkata, “Tidak ada yang memasuki aku kecuali orang-orang yang lemah dan dak berdaya”.
Allah swt berkata kepada surga, “Engkau adalah rahmat-Ku dan Aku merahma denganmu orang-orang yang
Aku hendaki dari hamba-hamba-Ku”. Dan Tuhan berkata kepada neraka, “Sesungguhnya engkau adalah azab-
Ku, dan Aku mengazab denganmu siapa yang Aku kehendaki dari hamba-hamba-Ku”. Se ap masing-masing
kamu ada isinya. Adapun neraka, maka ia dak penuh kecuali ke ka itu Tuhan meletakan Kaki-Nya dan berkata,
“Cukup, cukup”. Maka ke ka itu penuhlah neraka dan satu sama lain saling menjauh, dan dak ada satupun
makhluk yang akan dizalimi. Adapun surga, maka sesungguhnya Allah swt terus ciptakan makhluk (bidadari /
bidadara) di dalamnya (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam surat Thaha [20]: 74, Allah swt berfirman;


“Sesungguhnya barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya
neraka Jahanam. Ia dak ma di dalamnya dan dak (pula) hidup. ”
Dalam hadis yang diterima dari Abdullah bin Umar ra, Nabi saw bersabda;

“Apabila ahli surga sudah berada di dalam surga dan ahli neraka sudah berada di dalam neraka, maka didatang
-kanlah al-maut (kema an), yang diletakan di antara surga dan neraka. Kema n itu kemudian disembelih, maka
terdengar suara yang memanggil, “Wahai ahli surga! Tidak ada lagi kema an. Wahai ahli neraka! Tidak ada lagi
kema an”. Maka bertambahlah kegembiraan ahli surga karena sudah abadi di surga dan saat yang sama ber -
sedihlah ahli neraka karena dak ada lagi harapan keluar dari neraka” (HR. Muslim).
Dalam hadis yang diterima dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda;

“Ada dua
golongan dari ahli neraka yang dak saya lihat; Pertama, kaum yang memiliki cime seper ekor sapi dan
mereka memukul manusia dengannya sesuka ha mereka. Dan kedua, wanita yang yang berpakian namun ter-
lihat telanjang dan menjadi kecenderungan mata orang lain. Kepala mereka dihias seper punuk unta. Mereka
dak akan masuk surga, bahkan dak akan mencium aroma surga yang mana aromanya itu sudah tercium dari
jarak 40 tahun (HR.Muslim)

“Maukah kalian saya beritahukan tentang ahli surga ? Para sahabat


menjawab, “Tentu Wahai Rasulullah”. Rasul saw bersabda, “Semua
orang yang lemah dan dak berdaya, jikalau mereka bersumpah atas nama Allah pas lah mereka akan me -
menuhi sumpahnya. Kemudian dia berkata, “Maukah kalian saya beritahukan penghuni neraka? Mereka men -
jawab, “Tentu”. Dia berkata, “Semua orang yang kasar, angkuh dan sombong (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis di atas menjelaskan tentang sifat penghuni neraka. Pertama, mereka yang ke ka di dunia memiliki ke -
kuasaan, namun mereka menggunakan kekuasannya untuk berbuat zalim kepada orang lain. Bahkan kezaliman
yang mereka lakukan dak hanya terbatas pada manusia, tapi juga binatang. Di mana dia suka menganiaya
binatang sesuka ha nya. Kedua, wanita yang suka bertabarruj, yaitu yang suka menjadi pusat perha an
manusia. Baik karena suaranya yang mendayu, gaya jalannya, hingga pakainnya yang minim dan mengundang
syahwat para lelaki. Bahkan, mereka yang menutup kepala sekalipun, namun menghias tutup kepalanya itu
dengan sesuatu yang bisa mengundang mata oarang lain meliriknya juga menjadi bagian yang akan membawa
seorang wanita ke neraka. Ke ga, seorang yang kasar, angkuh dan sombong.
Dalam hadis yang diterima Usamah bin Zaid ra, Nabi saw bersabda;
Didatangkan seorang laki-laki pada hari kiamat, lalu dilemparkan ke
dalam neraka. Maka keluarlah ususnya di dalam neraka. Diapun berputar-
putar seper berputarnya keledai di tempat penggilingan. Kemudian ahli neraka berkumpul di dekatnya.
Merekapun berkata, “Hai fulan! Kenapa engakau bisa begini? Bukankah dulu engkau menyuruh kami berbuat
baik dan melarang kami berbuat munkar?” Dia menjawab, “Ya benar, dulu saya menyuruh kalian berbuat baik,
namun saya dak ikut mengerjakannya, dan saya melarang kalian berbuat munkar tapi justru saya melakukan -
nya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda;
“Apabila panas badan nggi, maka dinginkanlah dengan shalat
karena panas nggi itu bagian dari didihan api Jahannam (HR. Bukhari dan Muslim)
Berikutnya, hadis dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda;

“Neraka mengadu kepada Tuhan, maka ia berkata,


“Ya Tuhan! Anggota tubuhku saling memakan satu sama lainnya”. Maka dizinkan baginya dengan dua hembus -
an nafas. Satu hembusan nafas di musim dingin dan satu hembusan nafas lain di musim panas. Maka musim
panas adalah yang paling nggi dirasakan panasnya, dan sebaliknya sangat nggi pula rasa dingin dirasakan
pada muslim dingin. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis yang diterima dari Ubn Umar ra, Nabi saw bersabda;
“Sesungguhnya demam nggi adalah bagian dari didihan Jahannam, maka
dinginkanlah ia dengan air (HR.Bukhari)
Hadis dari Abu Sa’id al-Khudri menyebutkan bahwa Nabi saw bersabda;

“Apabila orang-orang beriman telah selamat meni an di atas neraka, mereka akan di tahan dulu di sebuah
lapangan (qintharah) yang terletak antara surga dan neraka. Di sana mereka akan saling menghapus kezaliman
yang pernah terjadi di antara mereka ke ka dulu di dunia sampai apabila mereka telah benar-benar bersih dan
seteril dari ikatan ha barulah mereka diizinkan masuk ke surga. Maka demi Zat yang jiwa Muhammad berada
dalam genggamannya, sungguh seorang di antara kamu nan akan lebih mengetahui rumahnya di surga di -
bandingkan rumahnya di dunia. (HR.Bukhari)
Begitulah yang disebutkan Allah swt dalam surat al-Hijr [15]: 45-47
“Sesungguh-
nya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air- mata air (yang
mengalir). (45), (Dikatakan kepada mereka): "Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman". (46), Dan
Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam ha mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk
berhadap-hadapan di atas dipan-dipan. (47)
Itulah sebabnya kenapa Allah swt selalu memrintahkan manusia untuk gampang memberi maaf kepada orang
lain. Demikian itu jika manusia sulit dan dak mau memberi maaf kepada orang lain, maka dia akan merugi di
akhirat karena harus menunggu orang yang dak dimaa‡an itu di depan surga untuk menyelesaikan perkara
tersebut. Dia akan tertunda menikma surga akibat harus menyelesaikan urusan yang dulu di dunia belum
selesai di antara manusia, sekalipun akhirnya keduanya sama-sama menjadi ahli surga.
Kenapa manusia lebih mengenal rumahnya di surga meski belum pernah dimasukinya sebelumnya? Demikian
karena ke ka kema an dulu, Alah swt telah memperlihatkan kepada rumahnya di surga. Iihat misalnya firman
Allah swt dalam surat Qaf [50]: 22
“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu tutup
(yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam ”
Begitu juga, selama di alam barzah se ap hari diperlihatkan kepadanya tempat nggalnya di surga. Demikian
disebutkan dalam hadis dari Ibn Umar ra, Nabi saw bersabda;

“Sesungguhnya salah seorang kami telah meninggal dunia, se ap


pagi dan sore akan diperlihatkan kepadanya singgasananya. Jika ahli
surga diperlihatkan tempatnya di surga, dan jika ahli neraka juga akan diperlihatkan tempat duduknya.
Kemudian dikatakan kepadanya, “Inilah tempatmu, sampai Allah membangkitkanmu pada hari kiamat”.
Begitu juga yang telah disebutkan Allah swt dalam surat Ghafir [40]: 46
Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang,
dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam
adzab yang sangat keras".

“Tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah semata, $dak ada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan dan
segala pujian. Dia-lah yang berkuasa atas segala sesuatu.” (Dibaca 10x atau bisa 100x)
Yahya bin Habib bin Arabi men-
ceritrakan kepada kami, Musa
bin Ibrahim bin Katsir al-Ansari
menceriterakan kepada kami,
Aku mendengar Thalhah bin
Khirasy berkata, aku mendengar Jabir bin Abd Allah ra berkata, aku mendengar Rasulullah saw.,
bersabda: Zikir yang lebih afdal adalah la ilaha illallah dan doa yang lebih afdal adalah alhamdulillah. HR. al-
Tirmidzi.
Sulaiman bin Dawud al-Tayalisi
menceriterkan kepada kami,
Shadaqah bin Musa al-Sulaimi al-
Daqiqi menceriterkan pada kami,
Muhammad bin Wasi‟, dari Suyar
bin Nahar, dari Abu Hurairah;
sesungguhnya Nabi saw., bersabda:
Tuhan Azza wa Jalla berfirman:
Sekiranya hamba-Ku mengiku -Ku……
Rasulullah saw., bersabda: Sesungguhnya baik sangka dengan Allah Azza wa Jalla…..dan Rasulullah saw., ber -
sabda: Perbaharui iman kamu, sahabat bertanya bagaimana cara memperbahaui iman kami, Nabi menjawab:
Perbanyaklah mengucapkan kalimat la ilaha illallah. HR.Ahmad bin Hanbal.
Sebagaimana terdapat dalam shohihain (Bukhari-Muslim) dari Abu Hurairoh radhiyallahu ’anhu, dari
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, beliau bersabda,

”Barang siapa mengucapkan ’laa il aha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa
huwa ’ala kulli syay-in qodiir’ [tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, tidak
ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu
] dalam sehari sebanyak 100 kali, maka baginya sama dengan sepuluh budak (yang dimerdekakan, pen),
dicatat bagi -nya 100 kebaikan, dihapus darinya 100 kejelekan, dan dia akan terlindung dari setan pada siang
hingga sore harinya, serta tidak ada yang lebih utama darinya kecuali orang yang membacanya lebih banyak
dari itu.” (HR. Bukhari no. 3293 dan HR. Muslim no. 7018)

Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi syai-un fil ardhi wa laa fis samaa’ wa huwas samii’ul ‘aliim.
Artinya: “Dengan nama Allah yang bila disebut, segala sesuatu di bumi dan langit tidak akan berbahaya, Dia-
lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Barangsiapa yang mengucapkan dzikir tersebut sebanyak tiga kali di pagi hari dan tiga kali di petang hari, maka
tidak akan ada bahaya yang tiba-tiba memudaratkannya.(HR. Abu Daud no. 5088, 5089, Tirmidzi no. 3388,
dan Ibnu Majah no. 3869. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.)

Dari ‘Khaulah bintu Hakim as-Sulamiyyah rahimahullah beliau berkata: Aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang singgah/menempa suatu tempat lalu dia membaca (dzikir) “
A’ûdzu bikalimâ llâhit tâmmâ min syarri ma khalaqa “ (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allâh yang
sempurna dari kejahatan yang ada pada makhluk-Nya), maka dak ada sesuatupun yang akan mengganggu/
membahayakannya sampai dia pergi dari tempat itu” HR Muslim (no. 2708).
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan orang yang mengucapkan dzikir ini ke ka singgah/me
-nempa suatu tempat, dia akan terjaga dengan izin Allâh Azza wa Jalla dari gangguan makhluk yang ada di
tempat tersebut sampai dia meninggalkannya. Imam al-Qurthubi berkata: “Hadits ini adalah berita yang sah
dan ucapan yang benar, kita mengetahui kebenarannya berdasarkan argumentasi (hadits ini) dan percobaan
(pengalaman). Sungguh sejak mendengar hadits ini aku selalu mempraktekkannya, maka dak ada sesuatupun
yang mencelakakanku, sampai ke ka aku meninggalkannya (lupa mengamalkannya). Suatu malam di al-
Muhaddabah aku disengat seekor kalajengking, maka aku merenungkan (kejadian yang menimpa) diriku ini,
maka aku ingat bahwa aku telah lupa membaca perlindungan dengan kalimat (dzikir) ini” kitab Fathul Majîd
(hlm 198).
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan jika syaithon mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah.
Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Fushilat: 36).

Allah Ta’ala berfirman,


“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa
laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” (QS. Al Jin: 6).

Aku rela Allah menjadi tuhanku, Islam agamaku, dan Nabi Muhammad nabi rasulKu

Bacaan ini bersumber dari riwayat sahabat Abu Salam yang mendengar Rasulullah saw. bersabda,

Seseorang hamba Allah yang Muslim mengistiqamahkan bacaan zikir setiap pagi dan sore sebanyak tiga kali
yang berupa rodhitu billahi robba wa bil islami dina wa bi muhammadin nabiyya (aku rela Allah menjadi
tuhanku, Islam agamaku, dan Nabi Muhammad nabiku) itu pasti akan mendapat keridhaan Allah sampai hari
kiamat nanti. Hadis ini diriwayatkan dalam kitab ‘Amalu al-Yaumi wa al-Laylah karya Imam al-Nasai.

Terkadang ridho disama ar kan dengan ikhlas. Namun sebenarnya ridho dan ikhlas adalah dua hal yang
berbeda. Ridho berar suka, rela, senang, yang berhubungan dengan takdir (qodha dan qodar) dari Allah.
Ridho adalah mempercayai sesungguh-sungguhnya bahwa apa yang menimpa kepada kita, baik suka maupun
duka adalah terbaik menurut Allah. Dan apapun yang digariskan oleh Allah kepada hamba-Nya pas lah akan
berdampak baik pula bagi hamba-Nya. Perilaku yang ditampakkan oleh seorang hamba yang ridho adalah ia
dak membenci apa yang terjadi menimpa dirinya, sehingga terjadi atau dak terjadi adalah sama saja bagi –
nya. Sementara Ikhlas adalah melakukan amal perbuatan syariat yang ditujukan hanya kepada Allah secara
murni atau dak mengharapkan imbalan dari orang lain.

“Cukuplah Allah bagiku, ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang
memiliki ‘Arsy yang agung.” (QS. At Taubah: 129) (dibaca 7x)

Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri dia
berkata; Telah mengabarkan kepadaku Ibnu As Sabbaq bahwa Zaid bin Tsabit Al Anshari radliallahu 'anhu -
salah seorang penulis wahyu- dia berkata; Abu Bakar As shiddiq datang kepadaku pada waktu perang
Yamamah, ketika itu Umar disampingnya. Abu Bakr berkata bahwasanya Umar mendatangiku dan
mengatakan; "Sesungguhnya perang Yamamah telah berkecamuk (menimpa) para sahabat, dan aku
khawatir akan menimpa para penghafal Qur'an di negeri-negeri lainnya sehingga banyak yang gugur dari
mereka kecuali engkau memerintahkan pengumpulan (pendokumentasian) al Qur`an." Abu Bakar berkata
kepada Umar; "Bagaimana aku mengerjakan suatu proyek yang tidak pernah dikerjakan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam?" Umar menjawab; "Demi Allah hal itu adalah sesuatu yang baik." Ia terus
mengulangi hal itu sampai Allah melapangkan dadaku sebagaimana melapangkan dada Umar dan aku
sependapat dengannya. Zaid berkata; Abu Bakar berkata; -pada waktu itu disampingnya ada Umar sedang
duduk, dan dia tidak berkata apa-apa.- "Sesungguhnya kamu adalah pemuda yang cerdas, kami tidak
meragukanmu, dan kamu juga menulis wahyu untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, karena itu
kumpulkanlah al Qur'an (dengan seksama)." Zaid berkata; "Demi Allah, seandainya mereka menyuruhku
untuk memindahkan gunung dari gunung-gunung yang ada, maka hal itu tidak lebih berat bagiku dari pada
(pengumpulan atau pendokumentasian al Qur'an). kenapa kalian mengerjakan sesuatu yang tidak pernah
dikerjakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" Abu Bakar menjawab; "Demi Allah hal itu adalah baik."
Aku pun terus mengulanginya, sehingga Allah melapangkan dadaku sebagaimana melapangkan dada
keduanya (Abu Bakar dan Umar). Lalu aku kumpulkan al Qur'an (yang ditulis) pada kulit, pelepah kurma, dan
batu putih lunak, juga dada (hafalan) para sahabat. Hingga aku mendapatkan dua ayat dari surat Taubah
berada pada Khuzaimah yang tidak aku temukan pada sahabat mana pun. Yaitu ayat: Sungguh telah datang
kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan
(keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.
Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia.
Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung." (9: 128-129).
Dan mushaf yang telah aku kumpulkan itu berada pada Abu Bakr hingga dia wafat, kemudian berada pada
Umar hingga dia wafat, setelah itu berada pada Hafshah putri Umar. Diriwiyatkan pula oleh 'Utsman bin
'Umar dan Al Laits dari Yunus dari Ibnu Syihab; Al Laits berkata; Telah menceritakan kepadaku 'Abdur
Rahman bin Khalid dari Ibnu Syihab; dia berkata; ada pada Abu Huzaimah Al Anshari. Sedang Musa berkata;
Dari Ibrahim Telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab; 'Ada pada Abu Khuzaimah.' Juga diriwayatkan
oleh Ya'qub bin Ibrahim dari Bapaknya. Abu Tsabit berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibrahim dia
berkata; 'Ada pada Khuzaimah atau Abu Khuzaimah.
Dalam Kitab Mujarrabat Ad-Dairabi Al-Kabir, karya Syeikh Ahmad Dairabi, halaman 42, cetakan Mathba’ah
Musthafa Muhammad, Mesir, diterangkan:

Diantara khasiat dua ayat ini maksudnya LAQAD JAA`AKUM s/d akhir surat, bahwasanya barang siapa mem -
bacanya pada satu hari maka dia tidak akan mati pada hari tsb, sebagaimana riwayat dari Nabi shallallaahu
'alaihi wasallam

Dalam satu riwaayat, dia tidak akan dibunuh, dan tidak akan dibukul dengan besi. Jika dia membacanya di
malam hari maka sebagaimana yang disebutkan diatas (maksudnya dia tidak akan mati di malam hari tsb).
Hadits ini dituturkan oleh ba'dhushshalihin.

Dinuqil dari kitab :

Fadilah membaca (QS: At-Taubah : 128 - 129)

Dari Asy-Syaikh At-Tijani Radhiallahu 'Anhu :


- Barang siapa membaca ayat ini satu kali setelah sholat Subuh maka Allah akan menjaga hatinya
- Barang siapa membaca ayat ini satu kali setelah sholat Dhuhur maka Allah akan menghidupkan dan
menetapkan hatinya (dalam keimanan) di dunia maupun di akhirat
- Barang siapa membaca ayat ini satu kali setelah sholat 'Ashar maka dia tidak akan mati seperti matinya orang
kaget
- Barang siapa membaca ayat ini satu kali setelah sholat Maghrib maka dia akan diberi istiqomah (dalam ber -
ibadah) oleh Allah SWT
- Barang siapa membaca ayat ini satu kali setelah sholat 'Isya maka Allah akan menjaga dirinya dari penguasa
lalim
- Barang siapa membaca ayat ini satu kali setelah sholat Witir maka Allah akan mencukupi perkara rizqinya dan
ketakutannya terhadap makhluq
- Barang siapa membaca ayat ini tujuh kali setelah sholat 'Iedul Fitri maka Allah akan menjaganya/menjauhkan
-nya dari bencana sepanjang tahun
- Barang siapa membaca ayat ini dua puluh satu kali setelah sholat 'Iedul Adha maka Allah akan menjauhkan -
nya dari kebutaan sepanjang tahun bagi yang membacanya
- Barang siapa membaca ayat ini enam puluh enam kali setelah sholat gerhana matahari maka Allah akan me -
nyembuhkannya dari segala penyakit yang ada di tubuh
- Barang siapa membaca ayat ini dua puluh delapan kali setelah sholat Istisqo maka Allah akan mengabulkan
doa doanya
- Barang siapa membaca ayat ini satu kali setelah sholat fajar maka dia tidak akan mati kecuali sehingga me -
lihat tempatnya di surga atau dia melihat surga
- Barang siapa membaca ayat ini satu kali setelah sholat Istikhoroh akan senantiasa dibantu oleh Malaikat
- Barang siapa membaca ayat ini satu kali setelah sholat sunah maka Allah akan emberina rizqi kepadanya bisa
merasakan manisnya iman
- Barang siapa membaca ayat ini tujuh puluh tujuh kali setelah sholat Jum'ah maka Allah akan menjaganya dari
makan makanan haram
- Barang siapa membaca ayat ini tiga ratus enam puluh kali pada hari 'Arafah maka Allah akan menuntunnya
dan mencukupinya dari kesusahan dunia akhirat
- Barang siapa membaca ayat ini seribu kali pada hari 'Asyura maka akan dilayani oleh para Malaikat dan Allah
akan memberi rizqi bqginya dari segala arah
- Barang siapa membaca ayat ini lima ratus kali pada malam Nishfu Sya'ban maka dia tidak akan ditanya oleh
Malaikat Munkar Nakir
- Barang siapa membaca ayat ini satu kali pada pagi dan sore hari maka Allah akan menjaganya dari segala
mara bahaya dan tidak akan ada yang dapat mencelakainya selamanya
- Barang siapa membaca ayat ini satu kali setiap akan tidur maka Allah akan menjaganya sampai pagi dan tidak
akan ada yang dapat mencelakainya selamanya
- Barang siapa membaca ayat ini untuk seseorang maka Allah akan menaga orang itu dari segala keburukan
- Barang siapa membaca ayat ini dengan meletakkan tangannya di kepala maka Allah akan menaga orang itu
dari Pencuri dan orang dholim
- Barang siapa membaca ayat ini tiga kali ketika matahari terbit dan ketika terbenam maka Allah akan menjauh
-kannya dari buruknya ilmu
- Barang siapa membaca ayat ini tiga kali pada sore hari ketika hari jum'ah maka Allah akan menjaganya dari
sihir dan binatang berbisa
- Barang siapa membaca ayat ini tujuh kali ditulis untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit dengan
cara meminum air rendamannya
- Barang siapa membaca ayat ini seratus kali untuk orang sakit dengan niat yang sungguh sungguh dan benar
maka akan sembuh seketika
- Barang siapa berkholwat dan membaca ayat ini tiga puluh ribu kali dengan meletakkan tangannya di dada
maka dia tidak akan sakit selamanya, tidak akan kelihatan penglihatannya, tidak akan ada yang bisa meng -
ganggunya baik itu ahli dhohir maupun ahli batin
- Barang siapa membaca ayat ini enam puluh enam kali kepada orang yang terkena bisa binatang maka akan
sembuh seketika
- Barang siapa membaca ayat ini seratus sebelas kali kepada orang yang menangis / meratap maka tidak akan
kembali tangisannya / ratapannya selama dia membacanya
- Barang siapa membaca ayat ini ketika makan maka tidak akan hilang nikmatnya walaupun tengah berada di
padang pasir
- Barang siapa membaca ayat ini sekali selama empat puluh hari kepada orang hamil maka akan dijaga ibu dan
kandungannya, dan setelah lahir akan menjadi anak yang sholih
- Barang siapa membaca ayat ini sebelas kali ketika mimpi buruk maka Allah akan menjaganya
- Apabila seorang musafir meletakkan tangannya di kepala lalu membaca ayat ini maka Allah akan menjaganya
datri segala macam keburukan sampai dia pulang dan dijauhkan dari segala macam penyakit
- Barang siapa membaca ayat ini siang dan malam walaupun hanya sekali maka dia tidak akan mati selgi dia
tetap membacanya
- Barang siapa setelah membaca ayat ini mengantar musafir maka musafir tersebut akan dijaga dari segala
macam bahaya dan dia tidak akan mati sehingga pulang
- Barang siapa membaca ayat ini untuk harta benda maka Allah akan menjaga harta tersebut
- Barang siapa membaca ayat ini untuk rumah, atau kebun, atau desa, atau kota, atau benteng maka Allah
akan menjaga semuanya
- Barang siapa membacanya untuk kafilah atau perahu / kapal laut maka Allah akan menjaganya
- Barang siapa membaca ayat ini di tengah peperangan maka musuh akan lari dan diberi kemenangan dan ke -
selamatan
- Barang siapa membaca ayat ini enam puluh enam kali kepada api yang berkobar maka api tersebut akan
padam dengan idzin Allah SWT
- Barang siapa membaca ayat ini tujuh puluh ribu kali ketika kholwat maka akan mendapat khodam malaikat
dan jin mukmin selama hidupnya, diterima dihati semua makhluk, semua akan tunduk kepadanya, disembuh -
kan segala penyakitnya, dan diberi kemudahan segala urusannya
- Barang siapa memperbanyak membaca ayat ini tanpa dihitung, baik ketika berjalan maupun duduk makan
bertambah tambah kebaikannya, dicintai baginda Nabi SAW, dapat melihat baginda Nabi SAW setiap saat
- Barang siapa selalu membaca ayat ini selama empat puluh tahun maka hilanglah hijab antara dia dan baginda
Nabi SAW, dan memperoleh derajat sebagaimana yang diperoleh para shiddiiqiin

Dalam hadits dari Abu Ad Darda’ radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa barangsiapa yang mengucapkan dzikir
tersebut di shubuh dan sore hari sebanyak tujuh kali, maka Allah akan memberi kecukupan bagi kepen ngan
dunia dan akhiratnya. (HR. Ibnus Sunni no. 71 secara marfu’ (sampai pada Nabi shallallahu alaihi wa sallam),
Abu Daud secara mauquf (sampai pada sahabat) (4/321, no. 5081). Syaikh Syu’aib dan Abdul Qodir Al Arnauth
menyatakan sanad hadits ini shahih dalam Zaadul Ma’ad (2/376)
“Ya Allah, Engkau adalah Rabbku, dak ada ilah yang berhak disembah kecuali Engkau, Engkaulah yang men -
ciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan se a pada perjanjianku pada-Mu (yaitu aku akan mentauhidkan-
Mu) semampuku dan aku yakin akan janjiMu (berupa surga untukku). Aku berlindung kepadaMu dari kejelekan
yang kuperbuat. Aku mengakui nikmatMu kepadaku dan aku mengakui dosaku. Oleh karena itu, ampunilah
aku. Sesungguhnya ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.”

Dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Sesungguhnya Is ghfâr yang
paling baik adalah seseorang hamba mengucapkan : ALLAHUMMA ANTA RABBII LÂ ILÂHA ILLÂ ANTA
KHALAQTANII WA ANA ‘ABDUKA WA ANA ‘ALA ‘AHDIKA WA WA’DIKA MASTATHA’TU A’ÛDZU BIKA MIN
SYARRI MÂ SHANA’TU ABÛ`U LAKA BINI’MATIKA ‘ALAYYA WA ABÛ`U BIDZANBII FAGHFIRLÎ FA INNAHU LÂ
YAGHFIRU ADZ DZUNÛBA ILLÂ ANTA (Ya Allâh, Engkau adalah Rabbku, dak ada Ilah yang berhak diibadahi
dengan benar selain Engkau. Engkau yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku menetapi perjanji
-anMu dan janjiMu sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku,
aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku kepada-Mu, maka ampunilah aku. Sebab dak
ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau). (Beliau bersabda) “Barangsiapa mengucapkannya di waktu
siang dengan penuh keyakinan lalu meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka ia termasuk penghuni
surga. Barangsiapa membacanya di waktu malam dengan penuh keyakinan lalu meninggal sebelum masuk
waktu pagi, maka ia termasuk penghuni surga.

PENJELASAN MAKNA ISTIGHFAR SUDAH DIJELASKAN PADA DZIKIR ( ISTIGHFAR DI AWAL )

“Ya Allah, nikmat apapun yang Aku peroleh, ataupun melalui salah satu mahluk-Mu, maka sesungguhnya hal
itu berasal dari-Mu. Engkau Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Mu, bagi-Mu segala puji, dan bagi-Mu pula segala
rasa syukur." (Dibaca 1x)

Rasulullah Saw bersabda:

Artinya: “Barangsiapa di pagi hari membaca doa; ‘Allahumma ma ashbaha bi min ni’matin fa minka wahdaka
la syarika laka fa lakal hamdu wa lakasy syukru,’ maka sungguh dia telah penuhi kewajiban bersyukurnya hari
itu. Dan barangsiapa mengucapkannya di waktu sore, maka sungguh dia telah penuhi kewajiban bersyukurnya
malam itu.” (HR. Abu Daud)

Doa syukur Nabi Ibrahim AS


“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq.
Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa.” (QS. Ibrahim: 39).

Doa syukur Nabi Sulaiman AS


Doa ini diucapkan Nabi Sulaiman ketika ia mendengar obrolan semut saat pasukannya hampir saja menginjak
rombongan semut. Nabi Sulaimanpun tersenyum dan tertawa mendengar obrolan semut.

“Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku
dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah
aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS. An-Naml: 19).
Doa syukur Nabi Musa AS
Suatu ketika Nabi Musa mengalami kebingungan tentang bagaimana bersyukur, kisah ini dalam kitab Al-Zuhd
karya Imam Ahmad bin Hambal :

“Abdullah bercerita, Ayahku mengabarkan, Hasyim mengabarkan, Shalih mengabarkan, dari Abu
‘Imran, dari Abu al-Jald, ia berkata: “Musa berkata: “Tuhanku, bagaimana cara(ku) bersyukur kepada-Mu,
sedangkan nikmat terkecil yang Kau letakkan di sisiku, termasuk nikmat-nikmat-Mu yang tidak mungkin ber -
balas dengan semua amalku?” Kemudian Allah mewahyukan kepada Musa, (Allah berfirman): “Wahai Musa,
sekarang ini kau sudah bersyukur kepada-Ku.” (Imam Ahmad bin Hanbal).
Kebingungan yang dialami Nabi Musa karena ia menyadari begitu banyak nikmat Allah Swt yang diberikan ke -
padanya. Lalu berdoa:

Artinya: “Ya Allah, sungguh Kau mengetahui ketidak-mampuanku bersyukur sesuai dengan (semua karunia)-
Mu, maka bersyukurlah pada DiriMu sendiri sebab (ketidak-mampuan)ku (itu).” (Imam Abu Bakr Muhammad
al-Kalabadzi, Kitâb al-Ta’arruf li Madzhab Ahl al-Tashawwuf, Kairo: Maktabah al-Khanji, tt, h. 71).

Doa syukur Nabi Nuh AS


Kisah Nabi Nuh berkaitan dengan banjir bandang, setelah Nabi Nuh dan umatnya menaiki bahtera, Allah Swt
memerintahkan untuk membaca puji-pujian kepada Allah Swt sebagai bentuk rasa syukur. Berikut ini doa
syukur Nabi Nuh ketika diselamatkan dari orang-orang zalim.

“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari kaum yang zalim.” (QS. Al Mu’minuun: 28)
Membaca Ayat Kursi

“Allah, dak ada


Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan
Dia Yang Hidup kekal
lagi terus menerus
mengurus (makhluk-
Nya); dak mengantuk dan dak dur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat
memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di
belakang mereka, dan mereka dak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.
Kursi Allah melipu langit dan bumi. Dan Allah dak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar” ( AL-BAQARAH : 255 )

46.29/4624. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir Telah mengabarkan kepada
kami Syu'bah dari Sulaiman dari Ibrahim dari Abdurrahman dari Abu Mas'ud dari Nabi shallallahu 'alaihi Wa
sallam, beliau bersabda: Barangsiapa yang membaca dua ayat.. Dan Telah menceritakan kepada kami Abu
Nu'aim Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Manshur dari Ibrahim dari Abdurrahman bin Yazid dari
Abu Mas'ud radliallahu 'anhu ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang mem -
baca dua ayat terakhir dari surat Al Baqarah pada suatu malam, niscaya kedua ayat itu akan mencukupinya.
Utsman bin Al Haitsam berkata; Telah menceritakan kepada kami 'Auf dari Muhammad bin Sirin dari Abu
Hurairah radliallahu 'anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menugaskanku untuk menjaga
harta zakat. Lalu pada suatu hari ada seseorang yang menyusup hendak mengambil makanan, maka aku pun
menyergapnya seraya berkata, Aku benar-benar akan menyerahkanmu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam.. lalu ia bercerita dan berkata, Jika kamu hendak beranjak ke tempat dur maka bacalah ayat kursi,
niscaya Allah akan senan asa menjagamu dan syetan dak akan mendeka mu hingga pagi. Maka Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: Ia telah berkata benar padamu, padahal ia adalah pendusta. Si
penyusup tadi sebenarnya adalah syaithon. ( AL-BUKHARI )

Dalam kisah lain yang mirip dengan kisah di atas dan diriwayatkan Ubay bin Ka’b radhiallahu ‘anhu, disebutkan
bahwa si jin mengatakan:
“Barangsiapa membacanya ketika sore, ia akan dilindungi dari kami sampai pagi. Barangsiapa membacanya
ketika pagi, ia akan dilindungi sampai sore.” (HR. ath-Thabrani no. 541, dan al-Albani mengatakan bahwa
sanadnya bagus)
Hadits yang lain, Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa membaca ayat
kursi setelah setiap shalat wajib, tidak ada yang menghalanginya dari masuk surga selain kematian.” (HR. ath-
Thabrani no. 7532)
Disunnahkan membaca ayat ini setiap (1) selesai shalat wajib, (2) pada dzikir pagi dan sore, (3) juga sebelum
tidur.

Makna La Ilaha illa Allah : Menurut Syekh Mutawalli, lafal “lailaha illa Allah” memiliki dua makna di dalam -
nya, (1) la ilaha memiliki makna nafi; dan (2) illa Allah memiliki makna itsbat. Kedua makna tersebut menjadi
makna paling dalam di balik lafal tersebut. Pertama, la ilaha yang bermakna nafi (mentiadakan), maksud
mentiadakan pada ayat ini adalah mentiadakan semua Tuhan. Dengan kata lain, tidak ada satu Tuhan pun di
alam semesta. Oleh karenanya, pada lafal setelahnya dilanjut dengan illa Allah. Kedua, illa Allah dengan
makna itsbat (menetapkan). Maksud dari menetapkan adalah menetapkan Allah sebagai Tuhan.

Dalam lafal “la ilaha illa Allah”, sebelum Ia mengakhiri dengan “Illa Allah” terlebih dahulu Ia memulainya
dengan “la ilaha”. Hal ini menurut Syekh Mutawalli tiada lain selain untuk menunjukkan bahwa tidak ada
Tuhan di dunia ini yang harus dan layak disembah hanyalah Allah SWT, bukan yang lainnya. Ayat di atas juga
mengafirmasi bahwa akan ada makhluk-Nya yang berani mengaku bahwa dirinya sebagai Tuhan. Oleh karena -
nya, dalam lafal “la ilaha illa Allah”, Ia mentiadakan semua Tuhan kemudian menyendirikan diri-Nya sebagai
Tuhan tanpa ada yang mendampingi atau yang menemani-Nya.

Makna Hayyu (Maha Hidup) dan Qayyumu : Makna lain yang juga penting untuk diketahui, yaitu sifat al-
Hayyu dan al-Qayyumu. Menurut Syekh Mutawalli, ada alasan khusus di balik penyebutan sifat “hayyu” lebih
didahulukan dari pada yang lain. Menurutnya, sifat hayyu merupakan sifat Allah pertama yang wajib bagi-Nya.
Hal ini karena akan meniscayakan sifat-sifat yang lain. Artinya, tidak mungkin sifat ilmu, qudrat, iradah dan
lainnya dimiliki oleh Allah sebelum adanya sifat Hayyu. Sifat al-Qayyum (yang terus-menerus mengurus
makhluk-Nya) juga memiliki makna secara khusus dan sangat luas. Menurut Syekh Mutawalli, lafal tersebut
dalam ilmu gramatika Arab (Nahwu) dikenal dengan kalimat isim sifat mubalaghah dari kata Qaim yang me -
miliki makna sangat luas. Artinya, Allah terus menerus mengurus makhluk-Nya tanpa mengenal waktu dan
tempat keada siapapun dan di mana pun.

Tidak Pernah Mengantuk dan Tidur : Pada ayat kursi di atas, Allah juga menegaskan bahwa diri-Nya tidak
pernah mengantuk dan tidak pernah pula tidur sebagaimana makhluk-Nya. Namun, yang perlu diketahui lebih
dalam, Allah hanya mengkhususkan diri-Nya bukan makhluk-Nya. Dengan kata lain, Ia tahu bahwa makhluk-
Nya membutuhkan tidur dan istirahat untuk menenangkan jiwa-jiwa mereka. Menurut Syekh Mutawalli, di
antara bukti paling jelas bahwa Allah tidak tidur adalah tetap bergeraknya peredaran darah, berjalannya
Gerak-gerik dalam tubuh. Hal ini membuktikan bahwa yang melakukan semua itu hanyalah Allah, bukan ke -
hendak dari manusia itu sendiri. Demikian dengan semua yang ada pada alam semesta. Ia mengatur dengan
sangat baik, dengan pola yang sangat teratur dan sistematis. Oleh karenanya, Allah menerima doa dan me -
ngabulkan permintaan hamba-hamba-Nya tanpa mengenal waktu. Ia mendengarkan doa mereka, baik di
waktu siang ataupun malam. Sifat lain dari Allah yang juga disebutkan dalam ayat ini ialah bahwa Dialah yang
mempunyai kekuasaan dan yang memiliki apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dialah yang mem -
punyai kekuatan dan kekuasaan yang tidak terbatas, sehingga Dia dapat apa yang dikehendaki-Nya. Semua
ada dalam kekuasaan-Nya, sehingga tidak ada satu pun dari makhluk-Nya termasuk para nabi dan para
malaikat yang dapat memberikan pertolongan kecuali dengan izin-Nya, apalagi patung-patung yang oleh
orang-orang kafir dianggap sebagai penolong mereka.

Arti Kursi pada Ayat ini : Dari sekian banyak penjelasan di atas, ada yang juga tidak kalah penting dan menarik
untuk diketahui dari ayat di atas, yaitu perihal maksud “kursi” yang ada di dalamnya, bahkan juga sering di -
sebut dengan ayat kursi. Lantas bagaimana penjelasan Syekh Mutawalli dalam hal ini. Mari kita bahas. Secara
umum, Syekh Mutawalli tidak melepaskan ayat lain yang makna dan pemahamannya menjadi salah satu nilai
pokok untuk memahami ayat ini. Menurutnya, maksud dari kursi pada ayat di atas tidak bisa lepas dari salah
satu ayat Al-Qur’an yang berbunyi,

“Tidak ada suatu pun yang serupa dengan Dia.” (QS. Asy-Syura [42]: 11)

Dari ayat inilah, Syekh Mutawalli menganggap bahwa yang dimaksud dengan kursi pada ayat di atas bukanlah
kursi pada umumnya, sebab Allah bukanlah sesuatu yang baru sebagaimana makhluk-Nya. Dengannya, tidak
layak ketika ada anggapan bahwa Allah akan menduduki kursi-Nya. Ada dua penafsiran ulama Ahlus sunnah
wal Jama’ah yang bisa diikuti dalam hal ini, (1) ulama salaf (klasik); dan (2) ulama khalaf (kontemporer). Kedua
ulama ini sama-sama memiliki pendapat perihal kursi pada ayat di atas.

Ulama salaf dalam hal ini tetap menganggap bahwa Allah memiliki kursi sebagaimana ayat di atas, hanya saja
mereka memasrahkan gambaran dan caranya kepada Allah. Mereka pasrah dalam mengartikan kursi kepada-
Nya. Dengan kata lain, ulama salaf beriman bahwa Allah memiliki kursi, hanya saja mereka tidak menafsiri ayat
tersebut. Sedangkan ulama khalaf dalam hal ini mengambil langkah lebih strategis. Mereka berupaya untuk
menafsirkan kursi pada ayat tersebut. Namun yang paling masyhur adalah memaknai kursi pada ayat di atas
dengan kekuasaan dan sifat-sifat agung yang layak kepada-Nya, bukan sifat baru sebagaimana yang ada pada
makhluk-Nya.

Surah Al-Mu’min Ayat 1-3

Dalam Tafsir Jalalain: Ghaafir (Sang Maha Pengampun) (Haa Miim) hanya Allah saja yang mengetahui arti dan
maksudnya. Tafsir Ibnu Katsir: Ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat
Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya. diantara Ahli-ahli tafsir
ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena dipandang Termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat,
dan ada pula yang menafsirkannya. Golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama
surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian Para
Pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan
dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad.

Kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad s.a.w.
semata-mata, Maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu. Dikatakan bahwa, ( Haamiiim ) ; adalah
salah satu Nama di antara Nama-nama Allah swt. terdapat di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dan at-Tirmidzi, dari hadits ats-Tsauri, dari Abu Ishaq, dari al-Mihlab, bahwa Abu Shafrah berkata:
“Bercerita kepadaku orang yang mendengar bahwa Nabi saw. bersabda: ‘Jika kalian menginap di suatu malam,
maka ucapkanlah: haamiim, niscaya mereka tidak akan ditolong.’ Isnad ini shahih.” Yaitu jika kalian katakan hal
itu, mereka tidak akan ditolong.
Penjelasan mengenai huruf-huruf hijaiyah pada awal beberapa surah dalam Al-Qur’an seperti pada awal surah
ini, telah diuraikan dengan panjang lebar pada awal Surah al-Baqarah. (Lihat “Al-Qur’an dan Tafsirnya” Jilid I).
Seperti halnya beberapa surat lain, surat ini diawali dengan dua huruf eja yang dilanjut -kan dengan menyebut
-kan posisi al-Qur’ân yang diturunkan dari Sang Maha perkasa, Maha Mengetahui, Maha Pengampun semua
dosa, Maha Penerima tobat, Tuhan yang siksa-Nya teramat pedih dan yang memiliki karunia.

Rasulullah SAW ingatkan hambanya yang akan selalu dalam perlindungan Allah SWT, jika tak lupa membaca
Ayat Kursi dalam surat Al Baqarah. Bacaan tersebut dapat dibarengi dengan surat Al Mu'min 1-3.

Artinya: Rasulullah SAW mengatakan, "Siapa saja yang membaca surat Al-Mu'min 1-3 dan Ayat Kursi ketika dia
bangun pagi maka dia akan dilindungi hingga sore. Dan siapa saja yang membacanya sat sore hari maka dia
dilindungi hingga pagi hari." (HR Tirmidzi).

Hâ, Mîm, adalah huruf-huruf eja yang mengawali surat ini, cara al-Qur’ân dalam mengawali beberapa surat
lainnya, yang merupakan isyarat bahwa kitab suci al-Qur’ân ini menggunakan bahasa yang sama dengan
bahasa yang digunakan orang-orang Arab. Namun demikian, mereka tidak mampu membuat sesuatu yang
serupa.

“Diturunkan Kitab ini (Al Quran) dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui,
W
(Diturunkan Kitab ini) yakni Alquran, menjadi Mubtada (dari Allah) Khabar ‫ﺰ‬S
Q TQ ‫( ٱﻟ َﻌ‬Yang
Maha Perkasa) di dalam kerajaan-Nya ‫\ﻢ‬ َW
ِ ‫( ٱﻟﻌ ِﻠ‬lagi Maha Mengetahui) tentang makhluk-Nya, adalah Na’at dan
Man’ut. Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa Kitab Suci Al-Qur’an merupakan kitab suci bagi Nabi
Muhammad dan umatnya wajib diamalkan isi dan petunjuknya. Ia kitab suci terakhir yang membenarkan
kitab-kitab suci yang sebelumnya, dan benar-benar diturunkan dari Allah, Tuhan sekalian alam, Tuhan Yang
Mahaperkasa, tak ada satu makhluk pun dapat mengalahkan-Nya, Tuhan Yang Maha Mengetahui, tiada
sesuatu yang tersembunyi bagi Allah bagaimanapun kecil dan halusnya. Al-Qur’ân ini diturunkan dari Allah
Sang Mahaperkasa, yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu; Sang Maha Menerima tobat dari orang-orang yang
bertobat kepada-Nya, yang azab-Nya amat pedih; Sang Pemberi nikmat dan karunia. Tak ada yang patut
disembah selain Dia. Hanya kepada-Nyalah tempat kembali.

“Yang Mengampuni dosa dan Menerima taubat lagi keras hukuman-Nya. Yang mempunyai karunia. Tiada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nya-lah kembali (semua makhluk).

‫( َ ٓﻻ ﺇِ ٰ َﻟﻪَ ﺇِ ﱠﻻ ﻫ َُﻮ ﺇِ َﻟ ۡﻴ ِﻪ ۡٱﻟ َﻤ ِﺼﻴ ُﺮ‬Tiada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali) semua makhluk pasti
kembali kepada-Nya.
Pada ayat ini dijelaskan lima macam sifat Allah yang menurunkan Al-Qur’an:
1. Pengampun Dosa Sifat Allah ini ditegaskan pula pada ayat yang lain, sebagaimana firman Allah: Kabarkanlah
kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Akulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. (al-hijr/15: 49) Dan
firman-Nya: Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. (az-Zumar/39: 53) Bagaimana pun
banyaknya dosa seseorang apabila ia meminta ampun kepada Allah dengan sungguh-sungguh, maka Allah
akan mengampuni semua dosanya.

2. Penerima Tobat Sifat Allah ini ditegaskan pula pada ayat yang lain di dalam Al-Qur’an: Tidakkah mereka
mengetahui, bahwa Allah menerima tobat hamba-hamba-Nya. (at-Taubah/9: 104) Seseorang yang telah
berbuat kejahatan seperti penganiayaan dan lain-lain, kemudian ia bertobat, menyesali perbuatannya itu,
mempertebal imannya, berbuat baik, dan tetap di jalan Allah, maka Allah akan menerima tobatnya, sebagai -
mana firman-Nya: Tetapi barang siapa bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka
sesungguhnya Allah menerima tobatnya. (al-Ma’idah./5: 39) Dan firman-Nya: Dan sungguh, Aku Maha Peng -
ampun bagi yang bertobat, beriman dan berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk. (thaha/20: 82)
Dan firman-Nya lagi: Kecuali mereka yang telah bertobat, mengadakan perbaikan dan menjelaskan(nya),
mereka itulah yang Aku terima tobatnya dan Akulah Yang Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. (al-
Baqarah/2: 160)

3. Hukuman-Nya Sangat Berat. Mengenai hal ini Allah berfirman: ?Bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah
dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal). (al-Baqarah/2: 165) Orang-orang yang
berbuat jahat, bergelimang dosa seperti mendustakan dan memungkiri ayat-ayat Allah, menempuh jalan yang
sesat yaitu selain jalan yang telah ditunjukkan dan digariskan-Nya, mereka itulah yang mendapat siksa Allah
yang berat dan keras, sebagaimana firman-Nya: Mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Allah menyiksa
mereka disebabkan dosa-dosanya. Allah sangat berat hukuman-Nya. (ali ‘Imran/3: 11) Pada ayat lain Allah
menegaskan: Sungguh, orang-orang yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh azab yang berat.
Allah Mahaperkasa lagi mempunyai hukuman. (ali ‘Imran/3: 4) Dan firman-Nya pula: Sungguh, orang-orang
yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
(shad/38: 26)

4. Pemberi Karunia. Setiap karunia dan nikmat yang kita peroleh adalah dari Allah sebagaimana firman-Nya:
Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (al-hujurat/49: 8) Dan
firman-Nya: Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah. (an-Nahl/16: 53) Tidak ada seorang
manusia, dengan jalan apa pun, yang dapat memberi angka yang pasti mengenai banyaknya karunia dan
nikmat yang telah diberikan Allah padanya, sebagaimana firman-Nya: Dan jika kamu menghitung nikmat Allah,
niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. (an-Nahl/16: 18) 5.

Ayat ini diakhiri dengan suatu ketegasan bahwa semua makhluk akan kembali kepada Allah dan di sanalah
nanti disempurnakan balasan bagi mereka menurut perbuatan mereka masing-masing sebagaimana firman
Allah: Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi
balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan). (al-
Baqarah/2: 281).

Membaca Al-Mu’awwidzaat Yaitu Membaca Surah Al-Ikhlas, Surah Al-Falaq, dan Surah An-Naas.

Surat ini dinamakan Al Ikhlas karena di dalamnya berisi pengajaran tentang tauhid. Oleh karena itu, surat ini
dinamakan juga Surat Al Asas, Qul Huwallahu Ahad, At Tauhid, Al Iman, dan masih banyak nama lainnya. Surat
ini merupakan surat Makiyyah dan termasuk surat Mufashol. Surat Al Ikhlas ini terdiri dari 4 ayat, surat ke 112,
diturunkan setelah surat An Naas. (At Ta’rif bi Sura l Qur’anil Karim) Ada dua sebab kenapa surat ini
dinamakan Al Ikhlash. Yang pertama, dinamakan Al Ikhlash karena surat ini berbicara tentang ikhlash.
Yang kedua, dinamakan Al Ikhlash karena surat ini murni membicarakan tentang Allah.

Asbabun Nuzul
Surat ini turun sebagai jawaban kepada orang musyrik yang menanyakan pada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam, ’Sebutkan nasab atau sifat Rabbmu pada kami?’. Maka Allah berfirman kepada Nabi Muhammad
shallallahu ’alaihi wa sallam, ’Katakanlah kepada yang menanyakan tadi, … [lalu disebutkanlah surat ini]
’(Aysarut Tafasir, 1502). Juga ada yang mengatakan bahwa surat ini turun sebagai jawaban pertanyaan dari
orang-orang Yahudi (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, At Ta’rif bi SuraAl Qur’anil Karim, Tafsir Juz ‘Amma 292).

2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.


Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masiir mengatakan bahwa makna Ash Shomad ada empat pendapat:

Pertama, Ash Shomad bermakna: Allah adalah As Sayid


(penghulu), tempat makhluk menyandarkan segala hajat pada-Nya.
Kedua, Ash Shomad bermakna: Allah dak memiliki rongga (perut).
Ke$ga, Ash Shomad bermakna: Allah itu Maha Kekal.
Keempat, Ash Shomad bermakna: Allah itu tetap kekal setelah para makhluk
binasa. Dalam Tafsir Al Qur’an Al Azhim (Tafsir Ibnu Katsir) disebutkan beberapa perkataan ahli tafsir yakni
sebagai berikut. Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah :
Seluruh makhluk bersandar/bergantung kepadaNya
dalam segala kebutuhan maupun permasalahan. Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu Abbas mengatakan mengenai

Dia-lah As Sayyid (Pemimpin) yang kekuasaan-Nya sempurna. Dia-


lah Asy Syarif (Maha Mulia) yang kemuliaan-Nya sempurna. Dia-lah Al ‘Azhim (Maha Agung) yang keagungan-
Nya sempurna. Dia-lah Al Halim (Maha Pemurah) yang kemurahan-Nya itu sempurna. Dia-lah Al ‘Alim (Maha
Mengetahui) yang ilmu-Nya itu sempurna. Dia-lah Al Hakim (Maha Bijaksana) yang sempurna dalam hikmah
(atau hukum-Nya). Allah-lah –Yang Maha Suci- yang Maha Sempurna dalam segala kemuliaan dan kekuasaan.
Sifat-Nya ini dak pantas kecuali bagi-Nya, dak ada yang setara dengan-Nya, dak ada yang semisal dengan-
Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.

Al A’masy katakan dari Syaqiq dari Abi Wa’il bahwa Ash Shomad :
”Pemimpin yang paling nggi kekuasaan-Nya”. Begitu juga diriwayatkan dari ’Ashim dari Abi Wa’il dari Ibnu
Mas’ud semacam itu. Malik mengatakan dari Zaid bin Aslam, ”Ash Shomad adalah As Sayyid (Pemimpin).”

Al Hasan dan Qotadah mengatakan bahwa Ash Shomad adalah (


w ) Yang Maha Kekal setelah
‫ﺎ§ ¦ﻌﺪ ﺧﻠﻘﻪ‬š‫اﻟ‬
m
makhluk-Nya (binasa). ’Ikrimah mengatakan bahwa Ash Shomad adalah yang dak mengeluarkan sesuatupun
dari-Nya (semisal anak) dan dak makan.
Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Sa’id bin Al Musayyib, Mujahid, Abdullah bin Buraidah, ’Ikrimah, Sa’id bin Jubair,
’Atho’ bin Abi Robbah, ’Athiyyah Al ’Awfiy, Adh Dhohak dan As Sudi mengatakan bahwa Ash Shomad adalah
yaitu dak memiliki rongga (perut). Al Hafizh Abul Qosim Ath Thobroni dalam kitab Sunnahnya
setelah menyebut berbagai pendapat di atas tentang tafsir Ash Shomad- berkata, ”Semua makna ini adalah
shohih (benar). Sifat tersebut merupakan sifat Rabb kita ’Azza wa Jalla. Dia-lah tempat bersandar dan
bergantung dalam segala kebutuhan. Dia-lah yang paling nggi kekuasaan-Nya. Dia-lah Ash Shomad dak
ada yang berasal dari-Nya. Allah dak butuh makan dan minum. Dia tetap kekal setelah para makhluk-Nya
binasa. Baihaqi juga menjelaskan yang demikian.” (Diringkas dari Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)

3. Dia ada beranak dan dak pula diperanakkan,


Kalimat sebagaimana dikatakan Maqo l, ”Tidak beranak kemudian mendapat warisan.” LAM ini untuk
penegasan kata dak untuk masa lalu, kalau LAN untuk negasi yang akan datang. Kalimat ini maksudnya adalah
dak disekutui. Demikian karena orang-orang musyrik Arab mengatakan bahwa Malaikat adalah anak
perempuan Allah . Kaum Yahudi mengatakan bahwa ’Uzair adalah anak Allah. Sedangkan Nashoro mengatakan
bahwa Al Masih (Isa AS) adalah anak Allah. Dalam ayat ini, Allah meniadakan itu semua.” (Zaadul Masiir)

4. dan dak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.


Maksudnya adalah dak ada seorang pun sama dalam se ap sifat-sifat Allah. Jadi Allah meniadakan dari diri-
Nya memiliki anak atau dilahirkan sehingga memiliki orang tua. Juga Allah meniadakan adanya yang semisal
dengan-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma) Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan makna ayat:
”dan dak ada seorangpun yang setara dengan Dia” yaitu dak ada yang serupa (setara) dengan Allah dalam
nama, sifat, dan perbuatan. Ringkasnya, surat Al Ikhlash ini berisi penjelasan mengenai keesaan Allah serta
kesempurnaan nama dan sifat-Nya.

Dari Anas bin Malik, ada seorang laki-laki menjadi imam orang-orang Anshar dalam shalat di masjid Quba’. Se -
ap kali membawa surat, ia awali dengan membaca surat al-Ikhlas hingga selesai. Kemudian ia membaca surat
lain. Ia terus melakukan itu dalam se ap rakaat. Sahabat-sahabatnya berbicara kepadanya. Mereka berkata,
“Engkau mengawali bacaan dengan surat al-Ikhlas. Kemudian engkau merasa itu dak cukup, lalu engkau baca
surat lain. Engkau baca surat al-Ikhlas, atau jangan engkau baca dan cukup baca surat lain saja”. Ia menjawab,
“Saya dak akan meninggalkan surat al-Ikhlas. Jika kalian suka saya menjadi imam bagi kalian, saya akan
melakukannya. Jika kalian dak suka, saya akan meninggalkan kalian”. Dalam pandangan mereka, ia adalah
orang yang paling utama diantara mereka, mereka dak suka jika orang lain yang menjadi imam. Ke ka mereka
datang kepada Rasulullah Saw, mereka menceritakan peris wa itu. Rasulullah Saw bertanya, “Wahai fulan, apa
yang mencegahmu untuk melakukan saran sahabat-sahabatmu? Apa yang membuatmu terus membaca surat
al-Ikhlas?”. Ia menjawab, “Sesungguhnya saya sangat suka surat al-Ikhlas”. Rasulullah Saw berkata, “Cintamu
kepada surat al-Ikhlas membuatmu masuk surga”. (HR. al-Bukhari).

Dari Aisyah, sesungguhnya Rasulullah Saw mengutus seorang laki-laki dalam satu pasukan perang. Ia menjadi
imam bagi sahabat-sahabatnya dalam shalat mereka. Ia selalu menutup bacaan ayat dengan surat al-Ikhlas.
Ke ka mereka kembali, peris wa itu disebutkan kepada Rasulullah Saw. Rasulullah Saw berkata, “Tanyakanlah
kepadanya, mengapa itu melakukan itu?”. Ia menjawab, “Karena al-Ikhlas adalah sifat Allah Yang Maha
Pengasih. Saya suka membacanya”. Rasulullah Saw berkata, “Beritahunlah kepadanya bahwa Allah Swt men -
cintainya”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dari Abu Sa’id al-Khudri, sesungguhnya seorang laki-laki mendengar ada orang membaca surat al-Ikhlas. ia
mengulang-ulangi bacaannya. pada waktu shubuh, ia datang menghadap Rasulullah Saw menyebutkan
peris wa itu, seakan-akan orang itu membicarakannya. Rasulullah Saw berkata, “Demi yang jiwaku berada di
tangan-Nya. Sesungguhnya surat al-Ikhlas itu sama dengan seper ga al-Qur’an”.. (HR. al-Bukhari).

SURAH AL – FALAQ

Sūrah al-Falaq terdiri atas lima ayat, yang mana sūrah ini termasuk golongan Sūrah al-Makkiyah, nama al-Falaq
diambil dari kata al-Falaq yang terdapat pada ayat pertama sūrah ini, adapun mengenai pokok-pokok isinya
mengenai perintah agar kita berlindung kepada Allah SWT dari segala macam kejahatan.

Berlindung dari Empat Hal

b. Kejahatan malam apabila telah gelap gulita


d. Kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki

Orang dengki adalah orang yang senang atas lenyapnya nikmat dari orang yang ia dengki dengan berusaha
sekuat tenaga untuk melenyapkan nikmat tersebut dengan berbagai cara. Oleh karena itu, kita perlu me -
mohon perlindungan kepada Allah swt dari kejahatannya, dan untuk meruntuhkan tipu dayanya. Penyebar
penyakit-penyakit ‘ain juga termasuk muncul dari orang yang memiliki sifat dengki, bertabiat buruk dan ber -
jiwa keji. Pelaku ‘ain adalah pelaku hasad (pendengki) pada hakikatnya, bahkan dia lebih berbahaya dari pada
pelaku hasad. Oleh karena itu, dalam firman-Nya Allah hanya menyebut pelaku hasad tanpa menyebut pelaku
‘ain, karena sesungguhnya sifat hasad lebih umum dan mencakup di dalamnya penyakit ‘ain dan dapat dipasti
-kan bahwa dia adalah pelaku hasad, tetapi tidak semua pelaku hasad adalah pelaku ‘ain.

Penghubungan antara sifat hasad dan sihir dalam dua ayat yang saling berdampingan ini menunjukkan adanya
hubungan di antara keduanya, setidaknya ada pengaruh halus yang terjadi pada diri sang penyihir dengan sihir
-nya, dan pada pendengki degan sifat dengkinya, tetapi dari satu sisi keduanya masuk dalam makna “kerusak -
an” atau “bahaya” secara umum, keduanya merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk men -
jatuhkan orang lain dengan cara yang halus dan keduanya adalah perbuatan tercela yang dilarang. Pendengki
dan penyihir dihubungkan dalam surat ini, karena keduanya bermaksud pada orang lain suatu keburukan, dan
syaithon senantiasa bersama pendengki dan penyihir, dia selalu bicara kepada keduanya dan menjadi teman
untuk keduanya. Tetapi yang membedakan di antara keduanya adalah bahwasanya pendengki senantiasa di -
tolong oleh syaithon, tanpa ia harus meminta kepadanya. Sedangkan penyihir akan mendapat pertolongan
dari syaithon karena dia meminta kepadanya. Allah menutup surat ini dengan hasad, sebagai peringatan akan
bahayanya perkara ini. Hasad adalah memusuhi nikmat Allah. Rasulullah saw bersabda tentang buruknya
perkara ini :

“Hati-hatilah kalian dari hasad, karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api me -
makan kayu bakar atau semak belukar (rumput kering).” (HR. Bukhari-Muslim)
Orang yang hasad hanyalah akan mencederai dirinya sendiri, karena hasad atau kedengkian adalah bukti
kurangnya iman. Dengki itu bukti tidak ridha pada perbuatan Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Dengki itu
sifat ingin mengatur Allah sesuai hawa nafsunya dan tentu saja sikap itu merupakan sifat yang kurang memiliki
adab terhadap Allah swt.

SURAH AN-NAS
1. Katakanlah: "Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
Kalau di Al-Falaq meminta perlindungan dari 4 hal yang keberadaannya di luar manusia, kalau di An-Nas me -
minta perlindungan dari 1 hal yang keberadaanya dalam diri. Maka penyakit dalam lebih serius. Maka AN-NAS
menyangkut dengan urusan akhirat kita ( ha ), dan AL-FALAQ menyangkut dengan Dunia. Kata ROBB memiliki
5 ar ALLAH MALIK ( memiliki ), ALLAH SAYYID ( menguasai ), ALLAH MUROBBI ( mendidik, merawat ), ALLAH
MUN’IN ( memberi nikmat ), ALLAH QOYYIB ( tegak, tetap ) Secara tata bahasa sangat special karena terjadi
pengulangan 3 kali, dalam memuji ALLAH SWT. Maka dalam pengenalan pertama dalam Al-Quran adalah Robb.
Maka penekanan pada AN-NAS ayat pertama terbatas, Kedua adalah Malik ( Raja ), Ke ga Tuhan ( Ilahi ). Maka
hikmahnya adalah semua permintaan mulai dari yang kecil sampai besar.

2. raja manusia.
Ayat kedua Malik ( raja ), kemudian Ayat ke ga ILAHI ( Tuhannya manusia ). Maka sebenarnya kecenderungan
ha yang beriman adalah menjadikan ALLAH SWT sebagai Robb, Malik, Ilah. Jika ha yang kafir maka dia
seper Fir’aun, menganggap diri seper Tuhan. Ana robbuka ‘ala. Maka di Yaumul Qiyamah ALLAH SWT
menyeru dimana yang dulu didunia merasa seper Raja. Maka cukuplah AN-NAS menjadi pukulan berat bagi
kita.

Ï 3. sembahan manusia.
Ke ga ayat yang pertama merupakan sebagian dari sifat-sifat Allah s.w.t. yaitu sifat Rubūbiyyah (Tuhan) me -
lahirkan rasa terima kasih karena segala pemberian Nya, sifat al-Malik (Raja) lahirkan sifat ketundukan mutlak,
dan sifat Ulūhiyyah (Yang disembah) melahirkan sifat penyembahan. Dia adalah Tuhan segala sesuatu. Yang
memilikinya dan Yang disembah oleh semuanya. Maka segala sesuatu adalah makhluk yang diciptakan-Nya dan
milik-Nya serta menjadi hamba-Nya. Orang yang memohon perlindungan diperintahkan agar dalam permohon
-annya itu menyebutkan sifat-sifat tersebut agar dihindarkan dari kejahatan godaan yang bersembunyi, yaitu
setan yang selalu mendampingi manusia. Karena sesungguhnya ada seorang manusia pun melainkan
mempunyai qarīn (pendamping)nya dari kalangan setan yang menghiasi perbuatan -
perbuatan fāḥisyah hingga kelihatan bagus olehnya. Setan itu juga dak segan-segan mencurahkan segala
kemampuannya untuk menyesatkannya melalui bisikan dan godaannya, dan orang yang terhindar dari
bisikannya hanyalah orang dipelihara oleh Allah s.w.t.

4. dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi,

WAS-WAS ar dasarnya adalah gemerincing emas, maka diar kan dengan rayuan, bisikan halus, orang yang
membisiki disebut Muwas-was ( orang yang terus membisiki ), KHONNAS ( mundur untuk maju dan terus
begitu) tempatnya dalam ha . Kalau Khonnis ( mundur satu kali ) Makanya kenapa syaiton dak pernah lari,
karena mengalir dalam darah kita, maka NABI SAW pernah bersabda pada Aisyah R.ha sempitkanlah jalan
syaiton dengan puasa. Yuwas-wisufi menunjukan pekerjaan membisiki tanpa cu .

5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,


Kemudian SHODR itu ditafsiri oleh imam rmidzi tempat terluar dari Ha . Masuk kedalam namanya Qolbun,
Fuadun ( afidah ), Lubbun (ULUL ALBAB ). Makanya cirri ulul albab, itu berdiri, baring, duduk selalu ingat ALLAH
SWT.
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka
peliharalah Kami dari siksa neraka. ( ALI IMRAN )

SHODR tempatnya ILMU, Kalau da masuk ke QOLBUN maka belum nancap betul, seper doa kita ( Ya
Muqollibal Qulub Tsabbits Qolbi ‘Ala Dinnik ) Kalau da masuk ke Fuad maka sudah ada rasanya ROJA, KHAUF
dsb, maka kalau da masuk ke ULUB maka ini ha nya para Sholihin. Gimana caranya supaya masuk dalam ha ,
diulang terus dalam ta’lim. Syaiton dak bisa masuk kedalam ha yang paling dalam, tapi masuknya ke Shodr.
Ibarat rumah Shodr itu dipagar. Maka Ilmu itu belum bisa di amalkan karena letaknya baru di Shodr. Maka kata
Imam Ghazali memberikan tamsil, Syaiton itu seper anjing kenapa kok diluar pagar bisa masuk dalam rumah
? karena didalam itu ada tulang belulang. Apa itu tulang belulang ? cinta dunia. Maka kalau dunia dah masuk
dalam ha , maka pintu maksiat dalam ha terbuka yaitu, pintu sombong, dengki, iri dll. Maka kalau ALLAH
SWT ada dalam ha kita maka pintu itu tertutup rapat.

Perlahan-lahanlah kamu berdua, sesungguhnya ia adalah Shafiyyah binti


Huyayyin. Maka keduanya berkata, “Subhanallah, ya Rasulallah.” Rasulullah s.a.w. bersabda:

Sesungguhnya setan itu mengalir ke dalam tubuh anak Adam melalui aliran darahnya. Dan sesungguhnya aku
merasa khawatir bila dilemparkan sesuatu (atau prasangka buruk) ke dalam hati kamu berdua.

Al-Hafizh Abu Ya‘la al-Maushuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bahr, telah
menceritakan kepada kami ‘Addiy ibnu Abu Imarah, telah menceritakan kepada kami Ziyad an-Namairi, dari
Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w. telah bersabda:

Sesungguhnya setan itu meletakkan belalainya di hati anak Adam. Jika anak Adam mengingat Allah, maka
bersembunyi; dan jika ia lupa kepada Allah, maka setan menelan hatinya; maka itulah yang dimaksud dengan
bisikan setan yang tersembunyi. Hadits ini berpredikat gharīb.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja‘far, telah menceritakan ke -
pada kami Syu‘bah, dari ‘Ashim, bahwa ia pernah mendengar Abu Tamimah yang menceritakan hadits berikut
dari orang yang pernah dibonceng oleh Nabi s.a.w. Ia katakan bahwa di suatu ketika keledai yang dikendarai
oleh Nabi s.a.w. tersandung, maka aku berkata, “Celakalah setan itu.” Maka Nabi s.a.w. bersabda:

Janganlah engkau katakan, “Celakalah setan.” Karena sesungguhnya jika engkau katakan, “Celakalah setan,”
maka ia menjadi bertambah besar, lalu mengatakan, “Dengan kekuatanku, aku kalahkan dia.” Tetapi jika
engkau katakan, “Bismillāh,” maka mengecillah ia hingga menjadi sekecil lalat (atau dikuasai).

Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad, sanadnya jayyid lagi kuat. Dan di dalam hadis ini terkandung makna
yang menunjukkan bahwa hati itu manakala ingat kepada Allah, setan menjadi mengecil dan terkalahkan.
Tetapi jika ia tidak ingat kepada Allah, maka setan membesar dan dapat mengalahkannya. Imam Ahmad
mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar al-Hanafi, telah menceritakan kepada kami adh-
Dhahhak ibnu ‘Utsman, dari Sa‘id al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w.
telah bersabda:

Sesungguhnya seseorang di antara kamu apabila berada di dalam masjid, lalu setan datang, lalu setan diikat
olehnya sebagaimana seseorang mengikat hewan kendaraannya. Dan jika ia diam (tidak berzikir kepada Allah),
maka setan berbalik mengikat dan mengekangnya. Abu Hurairah r.a. katakan bahwa beliau dapat menyaksikan
hal tersebut. Adapun yang dimaksud maznūq yakni orang yang diikat pada lehernya, maka engkau lihat dia
condong seperti ini tidak berzikir kepada Allah. Adapun orang yang dikekang, maka ia kelihatan membuka
mulutnya dan tidak mengingat Allah s.w.t. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.

6. dari (golongan) jin dan manusia.

Merupakan tafsir dari yang selalu membisikkan godaannya terhadap manusia, yaitu dari kalangan setan
manusia dan setan jin. Sebagaimana pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:

Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari
jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah
untuk menipu (manusia). (al-An‘ām: 112)

Dan semakna dengan apa yang disebutkan oleh Imam Ahmad, bahwa telah menceritakan kepada kami Waki‘,
telah menceritakan kepada kami al-Mas‘udi, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Umar ad-Dimasyqi, telah
menceritakan kepada kami ‘Ubaid al-Khasykhasy, dari Abu Dzarr yang telah menceritakan bahwa ia datang ke -
pada Rasulullah s.a.w. yang saat itu berada di dalam masjid, lalu ia duduk, maka Rasulullah s.a.w. bertanya,
“Hai Abu Dzarr, apakah engkau telah salat?” Aku (Abu Dzarr) menjawab, “Belum.” Rasulullah s.a.w. bersabda,
“Berdirilah dan salatlah kamu!” Maka aku berdiri dan salat, setelah itu aku duduk lagi dan beliau s.a.w. ber -
sabda:

Hai Abu Dzarr, mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan manusia dan setan jin. Aku ber -
tanya, “Wahai Rasulullah, apakah setan manusia itu ada?” Beliau s.a.w. menjawab, “Ya, ada.”

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki‘ dari Sufyan, dari Manshur, dari Dzarr ibnu
‘Abdullah al-Hamdani, dari ‘Abdullah ibnu Syaddad, dari Ibnu ‘Abbas yang mengatakan bahwa seorang lelaki
datang kepada Nabi s.a.w., lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dalam hatiku timbul suatu
pertanyaan yang tidak berani aku mengatakannya. Lebih aku sukai jikalau aku dijatuhkan dari atas langit
daripada mengutarakannya.” Ibnu ‘Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Nabi s.a.w. bersabda:

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala


puji bagi Allah yang telah menolak pu daya setan sehingga hanya sampai batas bisikan (belaka). Imam Abu
Daud dan Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui hadis Manshur, sedangkan menurut riwayat Imam Nasai
ditambahkan al-A‘masy, keduanya dari Dzarr dengan sanad yang sama.

Doa Rasulullah Untuk Berlindung Dari Galau, Resah Dan Gelisah

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa sedih dan gelisah, aku berlindung daripada sifat lemah dan
malas, dan aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut dan bakhil, dan aku berlindung kepada-Mu dari
cengkaman hutang dan penindasan orang.” [HR. Bukhari].

Meminta perlindungan dari sifat ‘ajz, yaitu dak adanya kemampuan untuk melakukan kebaikan. Demikian
keterangan dari An Nawawi rahimahullah. Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 17/28, Dar
Ihya’ At Turots Al ‘Arobi. Meminta perlindungan dari sifat kasal, yaitu dak ada atau kurangnya dorongan
(mo vasi) untuk melakukan kebaikan padahal dalam keadaan mampu untuk melakukannya.
Inilah sebagaimana yang dijelaskan oleh An Nawawi rahimahullah. Jadi ‘ajz itu dak ada kemampuan sama
sekali, sedangkan kasal itu masih ada kemampuan namun dak ada dorongan untuk melakukan kebaikan.
Meminta perlindungan dari sifat al jubn,ar nya berlindung dari rasa takut (lawan dari berani), yaitu berlindung
dari sifat takut untuk berperang atau dak berani untuk beramar ma’ruf nahi mungkar. Meminta perlindungan
dari sifat bukhl, ar nya berlindung dari sifat pelit (kikir). Yaitu do’a ini berisi permintaan agar seseorang bisa
menunaikan hak pada harta dengan benar, sehingga memo vasinya untuk rajin berinfak (yang wajib atau yang
sunnah), bersikap dermawan dan berakhlak mulia. Juga do’a ini memaksudkan agar seseorang dak tamak
dengan harta yang dak ada padanya.

Maha suci Allah dengan memujiNya, $dak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah, apa yang Allah
kehendaki terjadi, dan apa yang $dak kehendaki $dak terjadi. aku mengetahui bahwa Allah berkuasa atas
segala sesuatu, dan Allah telah melipu$ segala sesuatu dengan ilmu-Nya,

Dari sebagian putri Nabi saw: «Sesungguhnya Nabi saw. mengajarinya. Beliau bersabda:
‹Katakanlah ke ka engkau di pagi hari Subhanallah wabihamdihi… sesungguhnya siapa yang
mengucapkannya ke ka pagi, dijaga sampai sore, dan siapa yang mengucapkannya ke ka sore dijaga sampai
pagi” (HR. Abu Dawud No. 4413)

Aku berlindung kepada Allah SWT yang Maha mendengar dan Maha mengetahui
daripada syetan yang terkutuk (3x).

Dia-lah Allah yang $ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang mengetahui yang
ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha pemurah lagi Maha penyayang. Dialah Allah yang
$ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha suci, Yang Maha sejahtera,
Yang mengaruniakan keamanan, Yang memelihara, Yang Maha perkasa, Yang Maha kuasa,
Yang memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-
lah Allah yang menciptakan, Yang mengadakan, Yang membentuk Rupa, Yang mempunyai
nama-nama, Yang paling baik. Bertasbih kepadanya apa yang ada dilangit dan dibumi. Dan
Dia-lah yang Maha perkasa lagi maha bijaksana.
Dari Nabi saw bersabda : “Barangsiapa yg berkata dipagi hari 3X : Audzubillahissami’il’aliim minassyaythaani -
rrajiim, dan diteruskan dengan 3 ayat terakhir surat Alhasyr, -Law Anzalna… dst) maka Allah wakilkan baginya
70.000 malaikat yg bershalawat untuknya hingga sore, jika ia wafat dihari itu maka ia wafat sebagai syahid,
barangsiapa yg membacanya di sore hari maka mendapat manzilah itu pula (Hr. At-Tirmidzi : hadits hasan
gharib)

Wahai Allah sungguh aku melewa$ pagi ini disaksikan oleh-MU dan disaksikan oleh para pemikul ArsyMu
dari pada para Malaikat dan seluruh MalaikatMu dan seluruh ciptaanMU, mereka semua menyaksikan aku,
bahwa sungguh Engkau adalah Allah yang $ada Tuhan selainMu yang Maha Tunggal dan $ada sekutu
bagiMu, Dan sungguh Sayyidina Muhammad adalah hambaMu dan RasulMu. (mengucapkan syahadat
disaksikan oleh seluruh Malaikat dan seluruh makhluk).

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad Jayyid (baik) dan ia dak mendhoi‡annya, dari Anas ra bahwa
Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa berdoa ke ka pagi atau sore : Allahumma Inniy Ashbahtu Usyhiduka
…dst, maka Allah bebaskan seperempatnya dari neraka, jika ia membacanya 2X maka Allah bebaskan setengah
tubuhnya dari neraka, jika ia membacanya 3X maka Allah bebaskan ga perempat tubuhnya dari neraka,
barang siapa membacanya 4X maka Allah bebaskan ia dari neraka. (Fathul Baari bisyarh Shahih Bukhari)

Doa ini bersumber dari hadis Nabi berikut.

“Telah menceritakan kepada kami [Waki’] telah menceritakan kepada kami [Abdul Aziz] berkata, telah
menceritakan kepada kami budak kami [Hilal] dari [Umar bin Abdul Aziz] dari [Abdullah bin Ja’far] dari ibunya
[Asma binti Umais] dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajariku beberapa kalimat yang
aku katakan ketika terkena bencana, yaitu: ‘ALLAHU RABBI LAA USYRIKU BIHI SYAI`AN (Allah adalah Rabbku
yang aku tidak sekutukan dengan apapun) ‘.” (Hadis Riwayat Ahmad No.25835).
Keutamaan At-Taubah 129

Artinya:” Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan
selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ´Arsy yang agung”.

Syekh Ahmad Zarruq al-Fasiy al-Maghribiy (wafat 899 Hijriyah) Radhiyallahu Anhu dalam kitabnya Syarh Hizb
Al-Bahr mengatakan: “Siapa saja yang membacanya di waktu pagi (ba’da Shubuh), akan diberikan kecukupan
perkara dunia dan akhirat sampai sore (ashar). Siapa yang membacanya di sore hari, maka akan dicukupkan
urusan dunia dan akhiratnya sampai shubuh. Keutamaan ini banyak disebutkan hadis-hadis Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam. Salah satunya hadis riwayat Imam Abu Daud:

Artinya; Dari Abu Ad Darda’ radhiyallahu bahwa siapa siapa saja yang mengucapkan dzikir tersebut di shubuh
dan sore hari sebanyak tujuh kali, maka Allah akan memberi kecukupan bagi urusan dunia dan akhiratnya yang
ia hajati baik dia percaya atau tidak. (Sunan Abu Dawud hadis no: 5081)

Dicatatkan oleh Syekh Abu Ishaq al-Hamudiy Rahimahullah dalam kitabnya Raudhul Azhar Fi Fadhail al-
Qur’an Wa Manafi’ al-Adzkar: “Ada sekelompok pasukan yang diutus ke Romawi untuk berperang, di tengah
jalan salah satu dari mereka mengalami kecelakaan di mana kakinya patah. Kemudian kawan-kawannya mem -
bawanya istirahat di bawah pohon besar untuk mengobatinya. Lantaran pasukan tersebut diperintahkan agar
sampai di Romawi tepat waktu, akhirnya kawan-kawannya sepakat meninggalkan si korban lalu mengikatkan
kudanya di bawah pohon serta memberikan persedian bekal makanan dan minuman secukupnya mengingat
akan ada pasukan gelombang kedua yang akan datang menyusuri jalan dan menemukan si korban. Ketika di -
tinggal oleh rombongan, di malam harinya ia bermimpi ada yang mendatangi dirinya dan berkata: Coba kau
letakan tangan kananmu di bagian yang terluka kemudian baca 7 kali: FAIN TAWALLAU FAQUL HASBIY
ALLAAHU LAA ILAAHA ILLAA HUWA ALAIHI TAWAKKALTU WAHUWA RABBUL ARSYIL AZHIIM.

Setelah bangun dari mimpi tersebut ia membacanya 7 kali, dengan izin Allah Taala kaki yang patah menjadi
sehat sedia kala. Dan ia langsung bergegas menaiki kudanya dengan kencang sehingga ia dapat menyusul
rombongan kawan-kawannya. Dalam kitab Mujarrabat Imam Muhammad as-Sanusiy radhiyallahu anhu
mengutip sebuah riwayat: Siapa saja yang membaca; Surat At-Taubah ayat 128-129. Dengan izin Allah Taala,
orang yang membacanya tidak akan mati di hari itu. Dalam riwayat lain disebutkan di hari ia membacanya ia
tidak akan mati dalam keadaan terbunuh atau terkena benda yang terbuat dari besi. Disebutkan juga oleh
imam Abul Hasan Ali al-Qurthubiy rahimahullah dalam kitab Kanzul Asrar; Ada orang shalih berumur 70 tahun
telah lama mengalami sakit parah dan sudah berobat kemana saja belum kunjung sembuh sehingga ia
menyangka kematian sebentar lagi mendatanginya, namun ketika beliau mendengar fadhilah surat at-Taubah
128-129 secara istiqamah ia amalkan, maka Barokah ayat tersebut meniscayakan beliau panjang umur. Ketika
beliau berusia 130 tahun, Allah menghendaki beliau wafat, sehingga di malam harinya beliau bermimpi di
datangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan memanggilnya; Wahai fulan sampai kapan kau bertahan
dengan kondisi demikian, berapa lama lagi waktu untuk kita berjumpa?”, ketika bangun tidur, orang shalih itu
tidak mau lagi membaca ayat 128-129 surat at-Taubah sehingga di pagi harinya beliau meninggal.

Al-Qur’an Surah Al-A’raf Ayat 196


Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an). Dia melindungi orang-
orang saleh.

Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang selalu menjaga dan menolongku. Dia-lah yang telah menurun -
kan Al Qur’an kepadaku dengan kebenaran.
Dan dia melindungi hamba-hamba-Nya yang shalih dan menolong mereka dari musuh-musuh mereka dan
tidak akan menghinakan mereka. Yakni Allah-lah yang melindungiku dan memberikan kecukupan kepadaku,
Dialah yang menolongku, hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan hanya kepada-Nya aku berlindung, Dia
adalah Pelindungku di dunia dan akhirat. Dia adalah Pelindung semua orang yang saleh sesudahku.

“Ya Allah! Engkaulah Tuhanku. Tiada tuhan selain Engkau. Hanya kepada-Mu aku bertawakkal, dan Engkau
Tuhan Penguasa ‘arasy yang agung. Apa yang dikehendaki Allah, akan terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki
-Nya, tidak akan terjadi. Tiada daya dan tiada kekuatan, selain dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi
lagi Maha Agung. Aku tahu bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan bahwa Ilmu Allah meliputi
segala sesuatu. Ya Allah! Aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kejahatan diriku dan dari kejahatan
semua hewan melata yang telah berada didalam pengendalian-Mu. Sesungguhnya Tuhanku senantiasa ber -
ada di jalan yang lurus.”

Rasulullah saw bersabda, “Siapa saja yang membacanya, maka apa saja yang tidak ia kehendaki, tidak satu
pun yang akan menimpa pada dirinya, keluarganya dan hartanya.” Dalam kitab Abwabul Faraj disebutkan
suatu riwayat yang disampaikanIbnu Sinni, bahwa seseorang pernah mendatangi Abu Darda’ ra seraya
mengadu, “Wahai Abu Darda’! Aku melihat Rumahmu terbakar”. Abu Darda’ menjawab, “Bukan rumahku,
karena aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Siapa saja yang membaca dzikir ini (sebagaimana di
atas) di pagi hari, ia akan terhindar dari dari bencana yang mungkin mengenai dirinya, keluarganya dan harta
bendanya’. Aku selalu membacanya setiap pagi.” Abu Darda’ lantas mengajak para sahabat pergi ke rumah -
nya, untuk menyaksikan rumahnya yang dikabarkan terbakar. Ternyata yang terbakar adalah rumah-rumah di
sekitar rumahnya. Sementara rumahnya sendiri, tidak sedikit pun yang terbakar. Jika doa dzikir tersebut
dibaca di waktu sore, maka akan terhindar dari bencana pada malam harinya.

Tafsir Surat Ar-Rum, ayat 17-19

Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh,
dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu
kamu berada di waktu dzuhur. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang ma dan mengeluarkan yang ma dari
yang hidup dan menghidupkan bumi sesudah ma nya. Dan seper itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur).

Ini merupakan tasbih Allah. Dia bertasbih menyucikan diri-Nya, sekaligus membimbing hamba-hamba-Nya agar
bertasbih dan memuji-Nya di waktu-waktu tersebut yang saling silih bergan . Silih bergan nya waktu-waktu
itu menunjukkan akan kesempurnaan kekuasaan-Nya dan kebesaran pengaruh-Nya, yaitu di waktu petang hari
saat malam mulai datang dengan kegelapannya, dan di waktu pagi hari saat siang hari mulai datang dengan
membawa sinar terangnya. Setelah itu Allah menyinggung masalah tahmid yang erat kaitannya dengan tasbih,
untuk itu Allah Swt. berfirman:

Dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi. (Ar-Rum: 18)

Ar nya, Dialah yang patut dipuji karena Dialah yang menciptakan langit dan bumi ini. Kemudian disebutkan
dalam firman selanjutnya:

dan di waktu kamu berada di petang hari dan di waktu kamu berada di waktu dhuhur. (Ar-Rum: 18)

Al-'isya ar nya gelap yang pekat, dan iz-har ar nya terangnya cahaya. Mahasuci Allah yang telah menciptakan
malam dan siang hari, Yang menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk is rahat, sebagaimana yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan siang apabila
menampakkannya, dan malam apabila menutupinya. (Asy-Syams: 3-4)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Ziad ibnu Fayid, dari Sahl ibnu Mu'az ibnu Anas Al-Juhani, dari
ayahnya, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Maukah aku ceritakan kepada kalian, mengapa Allah me -
namakan Ibrahim dengan sebutan kekasih-Nya yang selalu menyempurnakan janji? (Dia disebut demikian
) karena se ap pagi dan petang ia selalu mengucapkan, "Bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di
petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di
waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu dhuhur.”

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mutallib ibnu Syu'aib Al-Azdi, telah menceritakan
kepada kami Abdullah ibnu Saleh Al-Lais ibnu Sa'd, dari Sa'id ibnu Basyir, dari Muhammad ibnu Abdur Rahman
ibnul Bailamani, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Abbas, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda, "Barang
siapa di saat pagi hari mengucapkan doa berikut: 'Bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang
hari dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu
kamu berada pada petang hari dan di waktu kamu berada di waktu lohor' (Ar-Rum: 17-18) Maka dia dapat me
-nutupi amal yang ia lewatkan di hari itu. Dan barang siapa yang membacanya di petang hari, maka ia dapat
menutupi apa yang ia lewatkan di malam harinya." Sanad hadis ini jayyid (baik), dan diriwayatkan juga oleh
Imam Abu Daud di dalam kitab sunannya.

Firman Allah Swt.:

Dia mengeluarkan yang hidup dari yang ma dan mengeluarkan yang ma dari yang hidup. (Ar-Rum: 19)

Hal ini menceritakan kejadian kita, bahwa peris wa tersebut terjadi berkat kekuasaan Allah yang berkuasa
menciptakan segala sesuatu yang berlawanan. Dan ayat-ayat yang berturut-turut lagi mulia ini semuanya ter -
masuk ke dalam kelompok ini. Sesungguhnya Allah menyebutkan di dalamnya bahwa Dia telah menciptakan
segala sesuatu dan lawan-lawannya, untuk menunjukkan kekuasaan-Nya Yang Mahasempurna. Antara lain
ialah Dia mengeluarkan tetumbuhan dan bebijian, dan mengeluarkan bebijian dari tetumbuhan. Telur Dia
keluarkan dari ayam, dan ayam dikeluarkan dari telur. Manusia berasal dari nuHah (air mani), dan air mani
berasal dari manusia. Orang mukmin berasal dari orang kafir, dan orang kafir berasal dari orang mukmin.

Firman Allah Swt.: dan menghidupkan bumi sesudah ma nya. (Ar-Rum: 19)

Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang ma . Kami hidupkan bumi itu
dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya mereka makan. (Yasin: 33) sampai dengan firman-
Nya: dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air. (Yasin: 34)

Dan firman Allah Swt.:

Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan
suburlah dan menambahkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj: 6) sampai dengan
firman-Nya: dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur. (Al-Hajj: 7)

Karena itulah maka dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:

Dan seper itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur). (Ar-Rum: 19)
PENJELASAN SHOLAWAT
Shalawat kepada Nabi saw. adalah wajib pada waktu-waktu tertentu, seper waktu shalat, pada majelis,
khutbah Jum’at, dan ke ka adzan. Selebihnya, shalawat kepada Nabi sangat dianjurkan, dan disunahkan mem -
perbanyak shalawat dalam segala waktu. Dan di antara dalil yang mewajibkan shalawat secara mutlak karena
yang pertama, shalawat merupakan perintah Allah SWT.
Shalawat merupakan sarana terkabulnya doa, dalam hadits disebutkan:
“Rasulullah mendengar seseorang berdoa dalam
shalatnya, dak mengagungkan Allah dan dak
bershalawat pada Nabi, maka Rasulullah ber-
sabda, ‘Orang ini tergesa-gesa.’ lalu Rasul me-
manggilnya dan bersabda kepadanya atau ke-
pada yang lainnya, ‘Jika seorang di antara kalian
shalat, hendaklah memulai dengan mengagung-
kan Rabbnya, kemudian memuji-Nya, kemudian
shalawat kepada Nabi, kemudian berdoa apa yang ia mau. Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad No.22822,
Abu Dawud No.1266, Tirmidzi No.3399, dan Hakim No. 804 dari Fudhalah ra. Turmudzi berkata, “Hadits
shahih.” Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim berkata, “Hadits shahih dengan syarat shahih Muslim.”
“Jika seorang diantara kalian masuk masjid hendakl
-ah memberikan salam kepada Nabi saw., lalu
hendaklah mengucapkan, ‘Allaahumma”ahlii
abwaaba rahma k (ya Allah, bukakan untukku
pintu-pintu rahmat-Mu)’. Dan jika keluar, hendak-
lah membaca, ‘Allaahumma innii as aluka min
fadhlik (ya Allah, saya mohon dari karunia-Mu).
HR. Abu Dawud No. 465
Dari Jabir ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda,
“Tidaklah suatu kaum berkumpul, kemudian bubar
tanpa dzikrullah dan shalawat kepada Nabi, kecuali
mereka berdiri dari bangkai yang paling busuk. HR. Baihaqi di Syu’abul Iman
Masih banyak lagi kita diwajibkan atau disunnahkan bersholawat, seper sholat Jenazah, do’a sholat hajat dsb.
Dari Ali bin Abi Thalib berkata, “Rasulullah bersabda,
‘Orang yang bakhil adalah orang yang aku disebut di sisinya, lantas
dak bershalawat kepadaku.’ HR. Tirmudzi No.3469, Nasai No. 8100.
Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih gharib.”
Dari Abu Darda’ berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Siapa
yang bershalawat kepadaku ke ka pagi sepuluh kali,
dan ke ka sore sepuluh kali, akan mendapatkan syafaatku.’ HR. Thabarani
Dari Abdullah bin Amr, bahwa dia mendengar Nabi
saw. bersabda, “Jika kalian mendengar muadzin kata-
kanlah seper apa yang dikatakan muadzin, kemudian
bershalawatlah kepadaku, karena siapa yang ber-
shalawat kepadaku sekali, Allah bershalawat kepada-
nya sepuluh kali. Kemudian, mintakanlah untukku
wasilah, sesungguhnya kedudukan di surga dak
pantas kecuali untuk hamba dari hamba Allah, dan saya mengharap sayalah
dia. Dan siapa yang minta untukku wasilah, halallah baginya syafaat. HR. Muslim No. 577, Tirmidzi No.3547,
Abu Dawud No. 439
Dianjurkan ke ka do’a qunut, Sa’I, shofa marwa, setelah Talbiyah, ke ka berdiri di depan Kubur Nabi SAW,
masuk pasar, memenuhi undangan hajat, ke ka Khotmil Qur’an, dll.
Dari Abdullah bin Mas›ud ra. berkata, “Allah ter-
tawa kepada dua orang, laki laki ketemu musuh
dan dia di atas kudanya, yang paling baik dari kuda
sahabatnya. Mereka lari mundur dan dia tetap
tegar, kalau terbunuh ia ma syahid dan kalau
masih hidup itulah orang yang Allah tertawa
karenanya. Dan seseorang yang bangun di tengah
malam, tak seorang pun mengetahui. Ia berwudhu
kemudian memuji Allah dan mengagungkannya,
dan bershalawat kepada Nabi, dan membaca Al-
Qur’an. Dan itulah seorang yang Allah tertawa karenanya. Allah berfirman, Lihatlah kepada hamba-Ku
berdiri shalat dak ada yang melihat kecuali Aku. HR. Nasai
Dari Abi Umamah, sesungguhnya Nabi saw. Ber-
sabda, “Perbanyaklah shalawat se ap hari Jum’at,
karena sesungguhnya shalawat umatku dipaparkan
kepadaku se ap hari Jum’at, siapa yang paling
banyak shalawatnya, paling dekat posisinya dariku.
HR. Baihaqi Sunan Kubra No.3/249
Dari Ibnu Abbas ra. dalam tafsir firman Allah,
“Innallaaha wa malaaikatuhu yushalluuna ‘alan
nabiy...”, sesungguhnya Allah Ta›ala menyanjung
Nabi kalian dan mengampuninya, memerintahkan
malaikat untuknya. Hai orang-orang beriman ber-
shalawatlah, yaitu pujilah dia dalam shalat kalian di
masjid-masjid kalian dan di segala tempat dan dalam khitbah wanita jangan engkau
lupakan.
Berkata Ibnu Qayyim, Al-Hafidz Abu Musa Al-Madini menyebutkan hal ini, dengan meriwayatkan dari Abi
Hazim dan Sahl bin Sa’d: Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi saw., mengaduklan kefakiran, dan sempit -
nya kehidupan. Maka Rasulullah bersabda, “Jika Anda masuk ke rumah Anda, berikan salam, baik ada orang
atau dak ada, kemudian salamlah kepadaku, dan bacalah ‘Qul Huwallahu ahad’ sekali.” Maka orang tersebut
melakukan hal itu dan Allah mengalirkan rezeki kepadanya sehingga ia luberkan kepada tetangga dan kerabat -
nya.
Dari Jabir bin Samurah, As-Suwai dari bapaknya, ber-
kata, “Kami di sisi Nabi saw. ke ka datang kepada
beliau dan berkata, ‘Wahai Rasullah, apa amalan yang
paling dekat kepada Allah azza wa jalla?’ Beliau ber-
kata, ‘Jujur dalam berkata, menunaikan amanah.’ Aku
berkata, ‘Tambahilah kami.’ Beliau berkata, ‘Shalat
malam, puasa pada waktu panas.’ Aku berkata,
‘Tambahilah kami.’ Beliau berkata, ‘Banyaknya dzikir,
dan shalawat kepadaku menghilangkan kefakiran.’ HR. Abu Nu’aim Al-Ashfahani dalam kitab Ma’rifatus
Shahabah wal Atsar No.3154

Anda mungkin juga menyukai