Anda di halaman 1dari 11

Psikologi Evolusioner

Psikologi evolusioner yang merupakan pentingnya adaptasi reproduksi dan survival of the fittest
dalam rangka membentuk perilaku. Fit merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan keturunan
yang dapat bertahan hidup cukup lama untuk akhirnya menghasilkan keturunannya sendiri. Menurut
pandangan ini seleksi alam akan mendorong perilaku yang dapat meningkatkan keberhasilan
reproduksi kemampuan untuk mewariskan diri sendiri kepada generasi selanjutnya.

David Buss (1995, 2004, 2008) berkeyakinan bahwa seperti halnya evolusi membentuk ciri-ciri fisik
kita, misalnya bentuk dan tinggi tubuh, evolusi juga memengaruhi cara kita mengambil keputusan,
seberapa agresifnya kita, seberapa besar rasa takut kita, dan pola perkawinan kita. Sebagai contoh,
anggaplah bahwa nenek moyang kita adalah seorang pemburu yang mengumpulkan makanan di
daratan dan bahwa tugas utama laki-laki adalah berburu sementara perempuan tinggal di rumah
untuk mengumpulkan benih dan tanaman sebagai makanan.

Psikologi Perkembangan Evolusioner

Evolusi masa kanak-kanak berlangsung lama karena membutuhkan waktu untuk mengembangkan
Otaknya yang besar dan mempelajari kompleksitas komunitas sosialnya. Manusia membutuhkan
waktu lebih lama untuk menjadi matang secara reproduktif dibandingkan dengan hewan mamalia
lainnya. Selama masa kanak-kanak ini, manusia mengembangkan otak yang besar dan pengalaman-
pengalaman yang dibutuhkan untuk menjadi orang dewasa yang berkompeten dalam masyarakat
yang kompleks. Menurut psikologi evolusioner, pemrosesan informasi adalah salah satu contohnya

Mengoneksikan Evolusi dengan Perkembangan Masa Hidup

Inti dari teori evolusioner adalah individu perlu hidup cukup lama untuk melakukan reproduksi dan
mewariskan karateristik-karakteristik yang dimilikinya (Raven, 2011). Jika demikian halnya, mengapa
manusia masih hidup lama setelah reproduksi? Mungkin evolusi mendukung usia yang panjang
karena keberadaan orang-orang lanjut usia dapat meningkatkan kemungkinan kelangsungan hidup
bayi. Mungkin, dengan adanya nenek-kakek sehingga dapat membantu merawat bayi sementara
orang tua pergi berburu dan mengumpulkan makanan menjadi suatu keuntungan evolusioner
tersendiri.

Menurut ahli perkembangan masa hidup Paul Baltes (2000), keuntungan- keuntungan yang
dihasilkan dari seleksi evolusi akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Seleksi alam tidak
menghilangkan banyak kondisi berbahaya dan karakteristik-karakteristik tidak adaptif yang terdapat
pada orang-orang lansia. Mengapa? Cara kerja seleksi alam terutama berkaitan dengan karakteristik-
karakteristik yang cocok untuk bereproduksi, yang berlangsung sejak masa dewasa awal. Dengan
demikian, kata Baltes, seleksi terutama bekerja selama pertengahan pertama dari masa hidup.

Dengan demikian, tanpa bantuan seleksi evolusioner terhadap kondisi-kondisi yang tidak adaptif, kita
tetap menderita sakit, merasa nyeri, dan lemah, karena usia. Menurut Baltes, karena keuntungan
dari proses evolusi berkurang seiring dengan bertambahnya usia, kebutuhan terhadap budaya akan
meningkat (lihat Gambar 2.2). Artinya, seiring semakin lemahnya orang lanjut usia secara biologis,
mereka membutuhkan berbagai sumber daya yang berbasis budaya seperti keterampilan kognitif,
literasi, teknologi kedokteran, dan dukungan sosial. Sebagai contoh, orang-orang lanjut usia mungkin
membutuhkan bantuan dan pelatihan dari orang lain agar dapat mempertahankan keterampilan
kognitifnya (Knight & Sayeh, 2010).

Evaluasi Terhadap Psikologi Evolusioner

Albert Bandura (1998) mengetahui pentingnya pengaruh evolusi terhadap adaptasi manusia.
Meskipun demikian, ia menolak konsep yang disebut “evolusionisme satu sisi” (“one-sided
evolutionism”) yang memandang perilaku sosial sebagai produk dari perkembangan biologis.
Alternatifnya adalah pandangan bidireksional (bidirectional view) yang berpendapat bahwa kondisi
lingkungan dan biologis saling memengaruhi satu sama lain. Menurut pandangan ini, tuntutan
evolusi menciptakan perubahan-perubahan dalam struktur biologis yang memungkinkan
penggunaan alat-alat bantu.

GEN KOLABORATIF

Inti setiap sel manusia berisi kromosom (chromosome), yang merupakan struktur seperti benang
yang tersusun dari deoxyribonucleic acid atau DNA. DNA adalah suatu melekul kompleks yang
memiliki bentuk seperti heliks ganda (double helix), seperti tangga spiral. Gen (gene), unit informasi
genetik, adalah suatu segmen pendek dari DNA. Gen mengarahkan sel untuk mereproduksi dirinya
sendiri dan menghasilkan protein. Selanjutnya, protein adalah bangunan sel-sel yang juga
merupakan regulator yang mengarahkan proses- proses tubuh (Freeman, 2011).

Setiap gen memiliki lokasinya sendiri-sendiri, masing-masing lokasi merupakan tempat yang
dirancang untuk kromosom tertentu. manusia hanya memiliki sekitar 30.000 gen (U.S. Department of
Energy, 2001). Belakangan, jumlah gen manusia itu mengalami revisi menjadi 20.500 (Ensembl
Human, 2010; Science Daily, 2008). Sebelumnya para ilmuwan beranggapan bahwa manusia memiliki
100.000 gen atau lebih. Mereka juga berpendapat bahwa setiap gen memprogram hanya satu
protein. Pada kenyataannya, manusia tampaknya memiliki jumlah protein jauh lebih banyak
dibandingkan jumlah gen, sehingga pasti hubungan antara gen dan protein tidak bersifat satu-ke-satu
(Commoner, 2002). Aktif atau tidaknya sebuah gen, untuk bekerja menghasilkan protein, juga
ditentukan oleh kolaborasinya. Aktivitas gen-gen (ekspresi genetik atau genetic expression)
dipengaruhi oleh lingkungan (Gottlieb, 2007; Meaney, 2010). Sebagai contoh, hormon yang beredar
dalam darah dapat masuk ke dalam sel, yang kemudian mengaktifkan menghentikan bekerjanya gen-
gen. Aliran hormon-hormon dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti cahaya, jumlah jam
dalam sehari, gizi, dan perilaku.

GEN DAN KROMOSOM

Mitosis, Meiosis, dan Pembuahan

Semua sel yang terdapat di dalam tubuh Anda, kecuali sperma dan telur, memiliki 46 kromosom yang
tersusun atas 23 pasang. Sel-sel ini dihasilkan melalui sebuah proses yang disebut mitosis. Selama
mitosis berlangsung, nukleus sel-yang mencakup juga kromosom-kromosom- menggandakan dirinya
dan sel tersebut membelah. Terbentuklah dua sel, masing masing mengandung DNA yang sama
dengan sel aslinya yang tersusun menurut 23 pasang kromosom.

Meskipun demikian, suatu jenis pembelahan sel yang berbeda-meiosis membentuk telur dan sperma
(gamet). Selama meiosis, sebuah sel dari tesus (pada laki-laki) atau ovarium (pada perempuan) juga
menggandakan kromosom- kromosomnya, namun kemudian membelah dua kali sehingga
terbentuklah empat sel, masing-masing hanya memiliki setengah materi genetik dari sel orang tua
(Klug & kawan-kawan, 2010). Pada akhir meiosis, masing-masing telur atau sperma memiliki 23
kromosom yang tidak berpasangan.

Selama pembuahan (fertilization), sebuah telur dan sebuah sperma bergabung untuk membentuk
sebuah sel tunggal, yang disebut zigot (lihat Gambar 2.4). Di dalam zigot, 23 kromosom yang tidak
berpasangan dari telur dan 23 kromosom yang tidak berpasangan dari sperma berkombinasi
membentuk satu set 23 kromosom berpasangan- dalam setiap pasangan terdapat satu kromosom
dari telur ibu dan satu lagi dari sperma ayah. Melalui cara ini, setiap orang tua berkontribusi sebesar
setengah dari materi genetik keturunannya.

Mitosis adalah reproduksi sel ketika nukleus sel mengendapkan dirinya sehingga terbentuk dua sel
baru masing-masing mengandung DNA yang sama dengan sel aslinya yang tersusun menurut 23
pasang kromosom meiosis bentuk khusus dari pembelajaran sel yang membentuk telur dan sperma.
Pembuahan suatu tahap reproduksi ketika sebuah telur dan sebuah sperma bergabung menciptakan
sebuah sel tunggal yang disebut zigot zigot sebuah sel tunggal yang terbentuk melalui pembuahan.

Sumber-Sumber Variabilitas

Pertama, kromosom-kromosom di dalam zigot bukanlah sepenuhnya merupakan salinan dari


kromosom-kromosom yang ada di ovari ibu dan testes ayah. Selama pembentukan sperma dan telur
dalam tahap meiosis, masing-masing anggota dari setiap pasang kromosom akan berpisah, namun
pasangan kromosom mana yang akan menjadi gamet tidak dapat dipastikan. Selain itu, sebelum
pasangan berpisah, potongan dari kedua kromosom di setiap pasang akan saling mengadakan
pertukaran, sehingga menciptakan sebuah kombinasi baru gen-gen di dalam setiap kromosom
(Mader, 2011). Dengan demikian, ketika kromosom dari telur ibu dan sperma ayah bergabung
menjadi zigot, hasilnya adalah kombinasi yang benar-benar unik dari gen-gen tersebut (Starr, Evers, &
Starr, 2006).

Apabila setiap zigot bersifat unik, mengapa kembar identik memiliki persamaan satu sama lain
sebagaimana yang dibahas di pembukaan bab ini? Kembar identik (juga disebut kembar monozigotik)
berkembang dari sebuah sel tunggal yang membelah menjadi dua replika yang identik secara
genetik, masing-masing menjadi satu individu. Kembar fraternal (juga disebut kembar dizigotik)
berkembang dari telur dan sperma yang berbeda, sehingga mereka tidak lebih serupa seperti halnya
saudara kandung biasa.

Sumber variabilitas kedua adalah berasal dari DNA (Brooker, 2011). Apabila secara tidak sengaja
terjadi kekeliruan dalam mesin seluler atau kerusakan akibat pengaruh lingkungan seperti radiasi,
terbentuklah gen termutasi yang mengubah segmen- segmen DNA secara permanen (Lewis, 2010).

Terdapat minat yang meningkat terhadap penelitian mengenai gen kerentanan (susceptibility gene),
yaitu gen yang menjadikan individu lebih rentan terhadap penyakit tertentu atau akselerasi penuaan,
dan gen ketahanan (longevity gene) yaitu gen yang menjadikan individu kurang rentan terhadap
penyakit tertentu dan lebih mungkin akan hingga usia lebih tua (Marques, Markus, & Morris, 2010;
Tacutu, Budovsky, & Fraifeld, 2010). Bahkan, meski memiliki gen-gen yang identik, orang-orang tetap
berbeda. Perbedaan antara genotip dan fenotip dapat membantu kita agar lebih memahami sumber
variabilitas ini. Semua materi genetik seseorang akan membentuk genotip. Fenotip merupakan
karakteristik karakteristik yang dapat diamati fenotip dari karakteristik fisik seperti tinggi berat dan
warna rambut serta karakteristik fisiologi seperti itu berbeda dan intelegensi.

PRINSIP-PRINSIP GENETIKA

Prinsip Gen Dominan-Resesif

Gen dominan mengalahkan pengaruh potensial dari gen resesif. Inilah prinsip gen dominan-resesif.
Gen resesif hanya menerapkan pengaruhnya apabila kedua gen dari satu pasangan sama-sama
resesif. Apabila seseorang mewarisi suatu gen resesif dari masing-masing orang tua untuk sifat
tertentu, maka akan memiliki sifat itu. Apabila seseorang mewarisi satu gen resesif dari hanya satu
orang tua, mungkin tidak pernah mengetahui keberadaan gen tersebut. Di dunia gen dominan-
resesif, karakteristik berambut coklat, berpenglihatan jauh, dan berlesung pipi akan mengalahkan
karakteristik berambut pirang, berpenglihatan dekat, dan berbintik-bintik di wajah.

Gen Terkait Jenis Kelamin

Sebagian besar gen yang mengalami mutasi adalah gen resesif. Apabila sebuah gen yang mengalami
mutasi membawa kromosom X, silnya disebut X-linked inheritance atau pewarisan terkait kromosom
X. Fakta ini memiliki implikasi yang sangat berbeda untuk laki-laki ketimbang untuk perempuan
(Agrelo & Wutz, 2010). Ingatlah bahwa laki-laki hanya memiliki sebuah kromosom X. Maka, ketika
pada kromosom X itu terdapat gen termodifikasi dan pencetus penyakit, laki-laki tidak memiliki
kromosom X “cadangan” untuk mengatasi gen berbahaya tersebut sehingga akan terus mewariskan
penyakit terkait kromosom X (X-linked disease) tersebut. Sementara, perempuan memiliki kromosom
X kedua, yang cenderung tidak berubah. Maka, perempuan tidak cenderung mengidap penyakit
terkait kromosom X ini. Kesimpulannya, kebanyakan individu pengidap penyakit terkait kromosom X
adalah laki-laki. Perempuan yang memiliki satu salinan yang termodifikasi dari gen X disebut sebagai
“pembawa” (carrier), dan mereka biasanya tidak menunjukkan tanda apa pun mengenai penyakit
terkait kromosom X tersebut.

Imprinting Genetis

Imprinting genetis terjadi apabila gen-gen memiliki ekspresi yang berbeda, bergantung pada apakah
gen-gen itu diwariskan dari ibu atau dari ayah (Zaitoun & kawan-kawan, 2010). Sebuah proses
kimiawi akan “menonaktifkan” salah satu anggota dari pasangan gen. Ketika imprinting menjadi
bermasalah maka proses perkembangan juga terganggu, seperti dalam kasus sindrom Beckwith-
Wiedermann, yaitu sebuah gangguan pertumbuhan, serta tumor Wilms, yaitu sejenis kanker
(Hartwig & kawan-kawan, 2010).

Pewarisan Poligenis

Sebagian besar ditentukan melalui interaksi dari berbagai gen, karakteristik seperti ini disebut
sebagai pewarisan poligenis atau polygenically Determined (Meaney, 2010). Bahkan karakteristik
yang sederhana, misalnya tinggi tubuh, mencerminkan interaksi dari berbagai gen ataupun pengaruh
lingkungan. Kebanyakan penyakit, seperti kanker dan diabetes, berkembang sebagai konsekuensi dari
interaksi kompleks antargen dan faktor-faktor lingkungan (Eklebad, 2010; Vimaleswaran & Loos,
2010).
ABNORMALITAS KROMOSOM DAN ABNORMALITAS TERKAIT GEN

Abnormalitas Kromosom

Individu yang mengalami sindrom Down memiliki wajah bulat, tulang tengkorak rata, lipatan kulit
tambahan sepanjang kelopak mata, lidah menonjol, tungkai dan lengan pendek, serta
keterbelakangan kemampuan motorik dan mental (Fidler, 2008). Sindrom ini disebabkan oleh
kelebihan satu salinan kromosom 21. Para perempuan yang melahirkan di usia antara 16 hingga 34
tahun lebih jarang melahirkan anak dengan sindrom down dibandingkan para perempuan yang lebih
muda atau lebih tua.

Abnormalitas Kromosom Terkait Jenis-Jenis Kelamin

Sindrom Klinefelter adalah suatu kelainan genetik yang mengakibatkan laki-laki memiliki kromosom X
ekstra, yang menyebabkan susunan kromosomnya menjadi XXY alih-alih XY. Pria yang mengidap
kelainan ini memiliki testes yang tidak berkembang dan biasanya memiliki buah dada yang lebih
besar dan bertumbuh tinggi (Ross & kawan-kawan, 2008).

Sindrom kelemahan kromosom X (fragile X syndrome) adalah suatu kelainan genetik yang
mengakibatkan abnormalitas kromosom X, yang mengkerut dan sering kali pecah. Kelainan ini sering
kali mengakibatkan defisiensi mental, namun juga dapat berupa keterbelakangan mental, gangguan
pembelajaran, atau rentang perhatian yang pendek. Studi terkini mengungkapkan bahwa anak laki-
laki pengidap sindrom kelemahan kromosom X memiliki ciri-ciri berupa defisit kognitif terkait inhibisi,
memori, dan perencanaan (Hooper, & kawan-kawan, 2008).

Sindrom Turner adalah kelainan kromosom yang menyebabkan perempuan kehilangan satu
kromosom X, sehingga susunan kromosomnya menjadi XO alih-alih XX. Perempuan seperti ini
umumnya pendek dan lehernya kuat. Mereka mungkin mandul dan mengalami kesulitan di bidang
matematika, namun kemampuan verbal mereka sering kali cukup baik (Murphy & Mazzocco, 2008).

Sindrom XYY adalah suatu kelainan genetik yang menyebabkan laki-laki memiliki satu kromosom Y
ekstra (Isen & Baker, 2008). Awalnya, terhadap sindrom ini adalah adanya anggapan bahwa seorang
laki-laki yang memiliki satu kromosom Y ekstra akan cenderung menjadi agresif dan kejam. Akan
tetapi, para peneliti akhirnya menemukan bahwa laki-laki x y y tidak lebih cenderung untuk
melibatkan diri dalam kejahatan dibandingkan dengan laki-laki XY.

Abnormalitas Terkait Gen

Fenilketonuria atau phenylketonuria (PKU) adalah kelainan genetik yang menyebabkan individu tidak
dapat secara sempurna menjalankan metabolisme fenilalanin, satu jenis asam amino. Fenilketonuria
melibatkan suatu gen resesif dan terjadi kira-kira sekali dari 10.000 hingga 20.000 bayi yang
dilahirkan hidup. Apabila fenilketonuria tidak ditindaklanjuti, maka fenilalanin yang berlebihan itu
dapat terkumpul dalam tubuh anak, mengakibatkan keterbelakangan mental dan
hiperaktivitas.Fenilketonuria menjadi penyebab sekitar 1 persen orang berketerbelakangan mental
yang kemudian dimasukkan ke panti asuhan dan terjadi terutama pada etnis berkulit putih.

Anemia sel sabit (sickle-cell anemia), yang paling sering terjadi pada orang Afrika-Amerika,
merupakan suatu kelainan genetik yang memengaruhi sel darah merah. Sel darah merah membawa
oksigen ke dalam sel tubuh dan biasanya berbentuk seperti cakram atau piringan hitam. Dalam
kondisi anemia sel sabit, sebuah gen resesif menyebabkan perubahan bentuk sel darah merah
menjadi “sabit” seperti kail sehingga tidak mampu membawa oksigen secara baik dan mati secara
cepat. Akibatnya, sel-sel tubuh menjadi kekurangan oksigen sehingga menyebabkan anemia dan
kematian individu secara dini (Benson & Therrell, 2010). Sebuah panel American Institute of Health
(2008) baru-baru ini menyimpulkan bahwa satu-satunya obat yang disetujui oleh FDA (hydroxyurea)
untuk menangani anemia sel sabit pada remaja dan orang dewasa ternyata kurang dimanfaatkan
kegunaannya.

Kelainan-kelainan lain yang disebabkan oleh abnormalitas genetik adalah cystic fibrosis, diabetes,
hemofilia, penyakit Huntington’s, spina bifida, dan penyakit Tay-Sacs. Human Genome Project telah
berusaha mengaitkan variasi-variasi DNA tertentu dengan meningkatnya risiko

Menangani Abnormalitas Genetik

Sebagian besar penyakit genetik tidak dapat dicegah dan disembuhkan. Namun, beberapa
pendekatan mungkin tersedia untuk mengobati atau mengelola beberapa tanda dan gejala yang
terkait dengan penyakit genetik tertentu. Kelainan genetik tertentu dapat menimbulkan berbagai
macam kondisi, mulai dari cacat atau kelainan fisik dan mental pada anak.

Untuk sekelompok kondisi genetik yang disebut kesalahan metabolisme bawaan, yang diakibatkan
oleh perubahan genetik yang mengganggu produksi enzim tertentu, perawatan terkadang mencakup
perubahan pola makan atau penggantian enzim tertentu yang hilang. Perawatan ini digunakan untuk
mengelola tAnda dan gejala yang ada dan dapat membantu mencegah komplikasi di masa
mendatang.

3 Tantangan dan Pilihan Reproduksi

TES DIAGNOSTIK PRAKELAHIRAN

Salah satu pilihan yang terbuka untuk para calon ibu adalah sejauh mana mereka sebaiknya
melakukan tes prakelahiran. Terdapat sejumlah tes yang dapat memperlihatkan apakah janin
berkembang secara normal, seperti ultrasound sonography, MRI janin, chorionic villus sampling,
amniocentesis, tes darah ibu (maternal blood screening) dan diagnosis prakelahiran noninvasif.

Tes ultrasound sering kali dilakukan di minggu ketujuh dalam masa kehamilan dan di waktu-waktu
lain di kemudian hari selama kehamilan (Cignini & kawan-kawan, 2010). Ultrasound sonography
adalah sebuah prosedur medis prakelahiran yang mengarahkan gelombang suara berfrekuensi tinggi
ke perut perempuan hamil. Gema dari gelombang suara itu dipindahkan ke dalam tayangan visual
yang menggambarkan struktur bagian dalam janin. Teknik ini dapat mendeteksi kelainan-kelainan
struktural pada janin, seperti radang otak kecil (microencephaly), yakni suatu jenis keterbelakangan
mental berupa abnormalitas otak kecil. Alat ini juga dapat digunakan untuk menentukan jumlah janin
dan memberikan indikasi-indikasi mengenai jenis kelamin bayi (Gerards & kawan-kawan, 2008).
Hampir tidak ada risiko untuk ibu dan janin dalam tes ini.

MRI adalah singkatan dari magnetic resonance imaging yang memakai citra magnet dan radio
berkekuatan besar untuk menghasilkan gambar mendetail dari organ dan struktur tubuh. Kini,
ultrasound masih menjadi pilihan pertama dalam pemeriksaan janin, tapi MRI janin mampu
menghasilkan gambar yang lebih mendetail. Dalam banyak kesempatan, ultrasound digunakan untuk
mendeteksi abnormalitas, kemudian MRI janin digunakan untuk mendapatkan gambar yang lebih
jelas dan mendetail (Obenauer & Maestre, 2008).

Di antara minggu ke 10 hingga ke 12 di masa kehamilan, chorionic villus sampling dapat digunakan
untuk mendeteksi cacat genetik dan kelainan kromosom. Chorionic Villus sampling (CVS) adalah
suatu prosedur medis prakelahiran yang mengambil sampel kecil dari plasenta (organ vaskular yang
menghubungkan janin dengan rahim ibu). Diagnosis berlangsung sekitar 10 hari. Ada risiko kecil
berupa deformasi tungkai ketika menggunakan CVS.

Antara minggu ke-15 hingga ke-18 di masa kehamilan, amniocentesis dapat dilaksanakan.
Amniocentesis adalah suatu prosedur medis prakelahiran yang akan menyedot sampel cairan
amniotik dengan syringe dan mengujinya untuk menemukan apakah terdapat kelainan kromosonal
atau metabolis pada janin. Cairan amniotik terdapat di dalam amnion, suatu kantung tipis yang
menampung embrio. Ultrasound sonography sering digunakan selama amniocentesis sehingga
syringe dapat ditempatkan secara tepat. Amniocentesis yang dilaksanakan pada usia kehamilan yang
lebih tua akan memiliki potensi diagnostik yang semakin baik. Sementara, semakin dini dilaksanakan
maka semakin berguna untuk memutuskan penanganan atas kehamilan tersebut. Dibutuhkan waktu
sekitar dua minggu supaya sel dapat bertumbuh dan hasil tes amniocentesis diperoleh.
Amniocentesis menghadirkan risiko kecil terkait keguguran: Sekitar 1 dari 200 hingga 300 wanita
mengalami keguguran setelah menjalani amniocentesis.

Selama kehamilan minggu ke-16 hingga ke-18, dilakukanlah maternal blood screening. Maternal
blood screening mengidentifikasi kehamilan yang memiliki tingkat risiko lebih tinggi untuk cacat lahir,
seperti spina bifida (cacat di sumsum belakang) dan sindrom Down (Bustamante-Aragones & kawan-
kawan, 2010). Tes darah yang terkait disebut triple screen karena mengukur tiga substansi di dalam
darah ibu. Jika hasil triple screen ternyata abnormal, langkah selanjutnya adalah melakukan
pemeriksaan ultrasound. Apabila ultrasound tidak menjelaskan abnormalitas hasil triple screen,
biasanya kemudian dilakukan amniocentesis.

Noninvasive prenatal diagnosis (NIPD) makin sering digunakan sebagai alternatif terhadap prosedur
seperti amnocentesis dan chorionic villus sampling (Susman & kawan-kawan, 2010). Kini, NIPD
semakin berfokus pada pengisolasian dan pemeriksaan sel-sel janin yang bersirkulasi dalam darah
ibu dan analisis DNA janin yang bebas sel dalam plasma maternal (Prakash, Powell, & Geva, 2010).

Para periset sudah memanfaatkan NIPD untuk secara sukses mendeteksi gen yang diwariskan dari
pihak ayah yang menyebabkan cystic fibrosis dan penyakit Huntington. Mereka juga menelusuri
potensi pemanfaatan NIPD untuk mendiagnosis jenis kelamin bayi, sedini lima minggu setelah
pembuahan, dan sindrom Down (Avent & kawan- kawan, 2008). Kemampuan mendeteksi jenis
kelamin janin serta berbagai penyakit dan cacat sedini mungkin akan meningkatkan isu etis mengenai
motivasi orang tua untuk melakukan aborsi (Benn & Chapman, 2010).

INFERTILITAS DAN TEKNOLOGI REPRODUKSI

Kemajuan terkini yang dicapai di bidang pengetahuan biologi juga membuka banyak pilihan baru bagi
orang-orang yang infertil. Sekitar 10 hingga 15 persen pasangan di Amerika Serikat mengalami
infertilitas, yakni ketidakmampuan memiliki anak setelah 12 bulan melakukan hubungan seks tanpa
kontrasepsi.

Seorang teknisi laboratorium menggunakan jarum mikro untuk menginjeksikan sperma manusia ke
dalam sel telur manusia sebagai bagian dari prosedur pembuahan in vitro. Sperma yang diinjeksikan
membuahi telur tersebut, dan zigot yang terbentuk kemudian akan dipelihara di laboratorium hingga
mencapai tahap perkembangan embrionik. Pada saat itu, zigot dicangkokkan ke dalam rahim.

Terletak pada pihak perempuan atau laki-laki (Verhaak & kawan-kawan, 2010; Walsh, Pora, & Turek,
2009). Pihak perempuan mungkin tidak mengalami ovulasi (melepaskan telur untuk dibuahi),
menghasilkan telur yang abnormal,
Memiliki saluran rahim yang terhambat, atau memiliki penyakit yang mencegah penanaman diri
embrio ke dinding rahimnya. Pihak laki-laki mungkin menghasilkan sperma dalam jumlah yang terlalu
sedikit, spermanya kurang memiliki motilitas (kemampuan untuk bergerak secara adekuat), atau
jalan keluarnya terhambat (Kini dkk., 2010).

Teknik yang jelas paling sering dipilih adalah in vitro fertilization (IVF) atau pembuahan in vitro, yaitu
penggabungan sperma dan telur di dalam cawan laboratorium. Apabila terdapat telur yang berhasil
dibuahi, satu atau lebih telur yang berhasil dibuahi itu dipindahkan ke rahim perempuan. Sebuah
studi nasional di Amerika Serikat yang dilakukan oleh Centers for Disease Control and Prevention
(2006) menemukan bahwa tingkat kesuksesan IVF bergantung pada usia pihak perempuan

TINGKAT KESUKSESAN IN VITRO FERTILIZATION (IVF) BERVARIASI MENURUT USIA WANITA

Salah satu hasil yang diperoleh dari penanganan fertilitas adalah meningkatnya kelahiran kembar.
Dua puluh lima hingga 30 persen kehamilan yang dicapai melalui teknik fertilitas-mencakup juga in
vitro fertilization-kini menghasilkan kelahiran kembar. Meta-analysis (teknik statistik yang
mengombinasikan hasil dari beberapa studi untuk menentukan kekuatan dari suatu efek)
menyimpulkan bahwa bayi kembar hasil in vitro fertilization memiliki risiko bobot lahir rendah yang
sedikit lebih tinggi (McDonald & kawan-kawan, 2010) dan meta analysis lainnya menyimpulkan
bahwa bayi tunggal in vitro fertilization memiliki risiko bobot lahir rendah yang signifikan (McDonald
& kawan-kawan, 2009). Jika Anda ingin mengetahui mengenai konsekuensi jangka panjang dari in
vitro fertilization, bacalah Terkoneksi Melalui Riset.

ADOPSI

Adopsi adalah proses sosial dan sah untuk membentuk sebuah relasi orang tua-anak di antara orang-
orang yang tidak memiliki hubungan biologis. Semakin awal adopsi maka semakin positif dampaknya
bagi perkembangan psikologi sang ana,seperti kemampuan penyesuaian.

Anak-anak yang diadopsi pada usia yang sangat dini, cenderung memiliki hasil yang lebih positif
dibandingkan anak-anak yang diadopsi di usia yang lebih tua. Dalam sebuah studi, semakin tinggi
usia seorang anak diadopsi, semakin banyak masalah-masalah yang dialami oleh anak-anak itu. Anak-
anak yang diadopsi ketika bayi adalah anak yang memiliki masalah penyesuaian yang paling sedikit;
anak-anak yang diadopsi diatas usia 10 tahun adalah anak-anak yang paling bermasalah (Sharma,
McGue, & Benson, 1994).

Anak-anak yang diadopsi juga memperlihatkan lebih banyak perilaku bermasalah dibandingkan anak-
anak kandung, meskipun selisihnya relatif kecil. Sebuah studi berskala besar baru-baru ini
menemukan bahwa anak-anak yang diadopsi lebih mungkin untuk menderita ketidakmampuan
belajar dibandingkan dengan anak-anak yang tidak diadopsi (Altarac & Saroha, 2007).

4 Interaksi Herediter dan Lingkungan

GENETIKA PERILAKU

Genetika perilaku adalah bidang ilmu pengetahuan yang berusaha menemukan pengaruh herediter
dan lingkungan terhadap perbedaan sifat dan perkembangan yang terjadi secara individual.
Perhatikan

Untuk mempelajari pengaruh herediter terhadap perilaku, para ahli genetika perilaku berfokus pada
dua jenis anak kembar atau situasi adopsi (Goldsmith, 2011). Dalam studi anak kembar yang paling
umum dilakukan, keserupaan perilaku nak kembar identik (serupa secara genetik) dibandingkan
dengan keserupaan perilaku dari anak kembar fraternal. Meskipun kembar fraternal dikandung
bersama dalam satu rahim, mereka secara genetik tidak lebih mirip dibandingkan kakak beradik.
Dengan membandingkan kelompok-kelompok anak kembar identik dan anak kembar fraternal, para
ahli genetika perilaku menggunakan pengetahuan dasar bahwa anak kembar identik lebih mirip
secara genetika dibandingkan anak kembar fraternal (Loehlin, 2010).

Kembar identik mungkin lebih menganggap diri mereka sebagai suatu pasangan dan lebih sering
bermain bersama dibanding anak kembar fraterna. dalam suatu studi adopsi peneliti berusaha
menemukan apakah perilaku dan karakteristik psikologis anak-anak yang diadopsi lebih menyerupai
orang tua adoqptif yang menyediakan lingkungan ramah ataukah lebih menyerupai orang tua
biologis yang berkontribusi terhadap hereditas anak-anak tersebut. Bentuk lain dari studi adopsi
adalah usaha membandingkan kakak beradik adopsi dengan kakak beradik kandung

Korelasi Hereditas dan Lingkunga

Korelasi hereditas dan lingkungan, yang berarti bahwa gen individu dapat memengaruhi jenis
lingkungan tempat mereka terpapar. Ahli genetika perilaku Sandra Scarr (1993) menjelaskan bahwa
terdapat 3 cara hereditas dan lingkungan berkolerasi:

1. Korelasi genotipa dan lingkungan secara pasif

Orang tua yang menyediakan gen yang membuat anak terdisposisi terhadap try juga cenderung
untuk menyediakan lingkungan yang mendorong perkembangan proyek tersebut. Misalnya, orang
tua musikal kemungkinan akan menciptakan tempat tinggal di mana musik diperdengarkan secara
teratur, mengajarkan musik, dan mengajak anak menonton pertunjukan musik. Jika anak mewarisi
bakat bermusik orang tuanya, musikalitas anak akan mencerminkan kombinasi dari pengaruh
genetika dan lingkungan. Tipe korelasi ini disebut pasif karena anda tidak memiliki kendali.

2. Korelasi genotipe dan lingkungan secara reaktif atau evokatif

Anak dengan karakteristik genetika yang berbeda memicu respon yang berbeda-beda dari orang
dewasa. Orang tua yang tidak tertarik pada bidang musik mungkin berusaha untuk menyediakan
pengalaman pemusik pada anak yang menunjukkan Mina dan kemampuan dalam bidang musik yang
tidak bisa mereka sediakan. Jadi maksudnya minat dan bakat seorang anak itu muncul dari dirinya
sendiri.

3. Korelasi genotipe dan lingkungan secara aktif.

Saat anak menjadi dewasa dan memiliki kebebasan lebih untuk memilih aktivitas dan lingkungan
mereka sendiri mereka secara aktif memilih atau menciptakan pengalaman yang konsisten dengan
kecenderungan genetika mereka. Contohnya, anak dengan bakat musik kemungkinan akan mencari
teman yang suka musik mengambil kelas musik dan menonton konser jika ada kesempatan.

Lingkungan yang Dialami Bersama dan Tidak Dialami Bersama

Pengalaman lingkungan yang dialami bersama adalah pengalaman bersama di suatu lingkungan di
antara kakak beradik antara lain kepribadian dan orientasi yang intelektual orang tua status sosial
ekonomi orang tua dan lingkungan rumah. Sebaliknya, pengalaman lingkungan yang tidak dialami
bersama adalah pengalaman anak yang unik di dalam ataupun di luar keluarga yang tidak dibagi
diantara kakak beradik maka pengalaman yang berlangsung dalam keluarga tetap mungkin menjadi
lingkungan tidak dibagi bersama di antara kakak dan beradik. Sebagai contoh, orang tua sering
berinteraksi secara berbeda terhadap kakak beradik dan kakak beradik berinteraksi secara berbeda
terhadap orang tuanya. Dengan kalimat lain, meskipun terdapat dua anak yang tinggal di rumah yang
sama dengan orang tua yang sama kepribadian mereka seringkali sangat berbeda satu sama lain,
selain itu menurut kelamin prioritas akan mempengaruhi lingkungan tidak dialami bersama di antara
kakak beradik melalui korelasi hereditas lingkungan.

Beberapa karakteristik yang dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan

1. Obesitas/ kelebihan berat badan

Kelebihan berat badan secara ekstrem yang berkaitan dengan usia jenis kelamin tinggi dan tipe
tubuh. Obesitas adalah kondisi multifaktor penelitian kembar adopsi dan lainnya menyatakan bahwa
40 sampai 70% resiko adalah genetik.

2. Kecerdasan dan prestasi sekolah

Walaupun tidak ada dan spesifik yang telah dikenal secara pasti untuk kecerdasan hereditas
sepertinya memiliki pengaruh kuat terhadap kecerdasan umum dan juga untuk intelegensi spesifik.
Bukti dari peran hereditas dalam kecerdasan berasal dari penelitian adopsi dan kembar. Skor IQ anak-
anak yang diadopsi lebih dekat dengan skor it ibu biologis mereka dibandingkan dengan orang tua
dan saudara angkat dan kembar monozigot lebih serupa dalam kecerdasan dibandingkan dengan
kembar dizigot.

3. Kepribadian

Keterwarisan dari trait kepribadian adalah antara 40 sampai 50% dan terdapat sedikit bukti dari
pengaruh lingkungan. Temperamen tampaknya sudah ada sejak lahir dan seringkali konsisten selama
bertahun-tahun walaupun dapat terpengaruh pengalaman tertentu atau pola seseorang tua.
penelitian observasional dari 100 pasang anak bersaudara berusia 7 tahun mendapati pengaruh
genetik signifikan dalam hal aktivitas kemampuan sosial dan emosional.

4. Psikopatologi

Terdapat bukti pengaruh kuat hereditas terhadap kondisi seperti skizofrenia autisme alkoholisme dan
depresi. Skizofrenia gangguan yang ditandai dengan kehilangan kontak dengan kenyataan dan gejala-
gejala seperti halusinasi dan delusi memiliki komponen genetika kuat. Resiko skizofrenia 10 kali lebih
besar di antara saudara kandung atau anak dari penderita skizofrenia dibandingkan dengan populasi
umum.

Autisme gangguan fungsi otak parah ditandai oleh kekurangannya interaksi sosial secara normal
komunikasi yang terganggu dan imajinasi serta tentang aktivitas dan minat yang sangat terbatas
autisme biasanya muncul pada 3 tahun pertama masa kehidupan dan berlanjut dalam berbagai
tingkatan sepanjang hidup manusia. Gejala awal muncul didahului dengan pertumbuhan otak
abnormal ukuran kepala yang kecil saat layar diikuti dengan loncatan pertumbuhan tiba-tiba dan
berlebihan dalam ukuran selama tahun pertama 4 dari 5 anak autis berjenis kelamin laki-laki.
Gangguan autistik diturunkan dalam keluarga dan sepertinya memiliki dasar genetika yang kuat.
Beberapa ahli berpendapat bahwa organisme merupakan hasil dari kegagalan hubungan di dalam
otak begitu juga dengan usia orang tua yang sudah lanjut kelahiran pertama ancaman keguguran bius
epidura kelahiran induksi dan kelahiran dengan operasi caesar stres berat selama minggu ke-24-28
selama masakan dengan juga dapat mengganggu proses pembentukan otak.
Perkembangan Pra Kelahiran

Anda mungkin juga menyukai