Oleh:
M. SAMSUL LUTFI KHAIR (200303005)
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan karuniaNya
kami dapat menyelesaikan makalah Bioteknologi yang berjudul “kloning dan stem cell”.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan, hal ini dengan keterbatasan kemampuan dan kedangkalan ilmu yang kami miliki.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih. Sebagai makhluk tuhan
yang tidak luput dari salah dan lupa kami ucapkan mohon maaf apabila terdapat kesalahan
dan kekurangan dalam penulisan, penyusunan bahasa dan lainnya. Oleh karena itu, kami
berharap dan berdoa agar makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami selaku
penyusun dan umumnya bagi para pembaca makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini kloning telah menjadi ”the hottest topic” dalam studi bioteknologi
dan biomedik. Kloning yang dipelopori oleh Dreisch pada akhir tahun 1800 telah
berkembang pesat dan menyumbangkan pene- muan-penemuan baru yang sangat
menjanjikan. Secara umum kloning merupakan sejumlah proses yang dapat digunakan
untuk menghasilkan salinan suatu kesatuan biologik yang secara genetik identik tanpa
melalui reproduksi seksual. Bahan salinan ini di- sebut klon (clone) dan mempunyai
genetik ( Wangko & Kristianto, 2010). Selain itu, Stem cell mengandung banyak
kontroversi. Istilah kloning dan stem cell mengundang perspektif negatif dikalangan
masyarakat ( Atmosukarto, 2005). Oleh karena itu, penulisan makalah ini bertujuan untuk
mendekstripsikan tentang kloning sel dan stem cell.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kloning sel ?
2. Apa yang dimaksud dengan stem cell ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengtahui dan memahami tentang kloning se.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang stem cell.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kloning Sel
Secara etimologi kloning berasal dari bahasa Yunani, yaitu Klonus atau kloon
artinya ranting, stek, tunas atau cangkok ( Tenriawaru, 2013). Menurut terminologi
kloning adalah langkah penggandaan ( pembuatan tiruan yang sama persis) dari suatu
makhluk hidup dengan menggunakan kode DNA makhluk hidup tersebut. Di dalam ilmu
biologi kloning adalah proses untuk menghasilkan populasi individu yang identik
secara genetik, yang terjadi di dalam alam ketika organisme seperti bakteri, insekta, atau
tumbuhan bereproduksi secara aseksual ( Wangko & Kristianto, 2010). Secara lebih
rinci Bioteknologi menjelaskan kloning sebagai proses untuk menghasilkan salinan
fragmen DNA (kloning molekular), sel (kloning sel), atau organisme.
Menurut (Wahyu Widodo, 2003) kloning terbagi menjadi tiga tipe yaitu kloning
embrio, kloning DNA dewasa dan kloning terapi. Pertama, Kloning embrio adalah teknik
medis yang memproduksi dua tau tiga monozigot (identik). Satu atau lebih dipindahkan
dari embrio yang sudah mengalami fertilisasi dan didorong untuk berkembang menjadi
satu atu lebih embrio duplikat. Kedua, kloning DNA dewasa adalah kloning yang
bertujuan untuk menghasilkan sebuah duplikat makhluk hidup yang ada. DNA dari ovum
dipindahkan dan diganti dengan DNA dari sebuah sel yang diambil dari makhluk hidup
lain. Kemudian, ovum terfertilisasi yang disebut pre-embrio, diimplantasi dalam
kandungan dan berkembang menjadi makhluk hidup baru. Ketiga, kloning terapi adalah
prosedur yang tahap permulaan identik dengan kloning DNA dewasa. Sel stem
dipindahkan dari pre-embrio dengan maksud memprroduksi jaringan atau keseluruhan
organ untuk transplantasi kembali pada seseorang yang disuplai DNA.
Menurut (Yulia Fauziyah, 2021) kloning terbagi menjadi dua yakni kloning
terapeutik dan kloning reproduksi. Kloning terapeutik adalah kloning yang melibatkan sel-
sel kloning dari orang dewasa untuk digunakan dalam kedokteran. Kloning reproduksi
adalah kloning yang melibatkan pembuatan manusia dengan genetik yang identik.
Kloning sel bertujuan menghasilkan suatu populasi sel dari satu sel tunggal
( Wangko & Kristianto, 2010). Pada organisme unisel seperti bakteri dan jamur, proses
ini relatif mudah dan hanya me merlukan inokulasi pada media yang sesuai. Pada
kultur sel dari organisme multisel baik sel dewasa maupun sel punca, kloning sel
merupakan hal yang cukup rumit karena sel-sel ini tidak dapat tumbuh pada media
standar. Teknik yang diperkenalkan adalah dengan menggunakan cincin kloning.
Suspensi sel tunggal yang telah dipapar dengan agen mutagenik atau obat tertentu
ditempatkan pada pengenceran tinggi untuk menghasilkan koloni-koloni yang
terisolasi. Setiap koloni tumbuh dari satu sel tunggal. Sel-sel klon dikumpulkan dari
dalam cincin dan dipindahkan untuk pertumbuhan lanjut.
B. Sejarah Kloning
Pada tahun 1800 Hans Dreisch mempelopori melakukan kloning pada sea
urchins dengan dasar pemikiran hewan laut ini mempunyai sel embrio yang besar dan
dapat berkembang tanpa ketergantungan pada induknya (Wangko & Kristianto, 2010).
Dreich melakukan kloning de ngan memisahkan sel embrio bersel dua. Selang 20
tahun kemudian yaitu tahun 1902 Hans Spemman berhasil melakukan pemisahan sel
embrio bersel dua dari salamander, yang selanjutnya berkembang diluar tubuh induk.
Perkembangan yang pesat terjadi pada 1951 oleh tim peneliti di Philadelphia yang
melakukan kloning embrio katak. Inti sel embrio katak dikeluarkan untuk menggantikan
inti sel telur yang belum dibuahi. Percobaan ini merupakan awal metode nuclear
transplant.
Penerobosan yang bermakna terjadi pada tahun 1986 dengan dilakukannya
koning mamalia oleh dua tim peneliti di Inggris (kloning biri-biri) dan di Amerika
(kloning sapi). Walaupun demikian, tidak satupun tim yang berpendapat bahwa
kloning mamalia dapat dilakukan dengan menggunakan sel somatik dewasa yang telah
berdiferensiasi. Percobaan kloning mamalia yang sukses menghasilkan klon Dolly
pada tahun 1996 merupakan suatu terobosan dalam bidang teknologi reproduksi. Dolly
yang namanya diambil dari nama aktris penyanyi Amerika Serikat Dolly Parton,
menerima donor nukleus berupa sel kelenjar mammae domba betina berbulu putih
(Finn Dorset) berumur 6 tahun. Sel mammae dari donor dikultur beberapa bulan
sampai mencapai beberapa generasi dan menghasilkan ribuan sel yang identik. Telur
yang berperan sebagai penerima nukleus berasal dari domba betina yang mukanya
berbulu hitam (Scottlish Blackface). Sel telur dibuang intinya menggunakan
mikromanipulator. Selanjutnya sel donor disatukan dengan sel telur yang telah
dienukleasi secara in vitro dan diberi kejutan listrik agar dapat bersatu.
Sel telur tersebut akan membelah-belah dan berkembang menjadi blastosit
( Wargasetia, 2002). Proses selanjutnya sama seperti pada teknologi bayi tabung, yaitu
sel blastosit tersebut dimasukkan kedalam rahim ibu pengganti (surrogate mother)
yaitu domba betina bernama Blackface. Dolly lahir pada bulan Juli 1996 dengan berat
badan 6,6 kg (normal 1,2-5 kg) dan kehamilannya berlangsung 148 hari ( yang
normal untuk Fin Dorset adalah 143 hari).
Teknologi yang dapat membantu penyediaan embryonic stem cell khusus bila
penggunaan blastosis adalah somatic cell nuclear transfer (SCNT) atau transfer inti atau
sering disebut dengan istilah kloning (Atmosukarto, 2005). Transfer inti sel adalah
kemampuan embrio tanpa melewati fertilisasi. Pertama, sel telur dikeluarkan inti selnya
dan inti selnya diganti dengan intis sel donor. Inti sel donor berasal dari sel yang berbeda
jenisnya. Transfer inti pada stem cell dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar. 3 Transfer inti pada stem cell
( Sumber: Atmosukarto, 2005)
2. Adult stem cell. Diambil dari jaringan dewasa, antara lain dari sumsum tulang yakni
hematopoietic stem cell. Selain dari darah tali pusat dan dari sumsum
tulang, hematopoietic stem cell dapat diperoleh juga dari darah tepi. Stromal stem
cell atau disebut juga stem cell. Jaringan lain pada dewasa seperti pada: susunan
saraf pusat, adiposit (jaringan lemak), otot rangka dan pankreas. Adul stem cell
dapat dilihat pada gambar.2
Sel matur yang diinduksi faktor transkripsi Oct4, Sox2, Klf4 dan Nanog
via lentivirus menyebabkan perubahan fenotip sel matur menjadi sel
embrionik pluripoten, dikenal sebagai iPS. Sel iPS ini mampu
berdiferensiasi menjadi 3 lapisan germinal (ektoderm, mesoderm dan
endoderm), disamping memperbaharui diri.
2. Sel punca kanker (SPK)
Sel punca kanker adalah subpopulasi sel kanker dalam suatu tumor dengan
karakter seperti sel punca yaitu mampu memperbaharui diri dan
berdiferensiasi menjadi berbagai sel tumor. SPK terjadi akibat mutasi genetik
dan atau proses epigenetik, baik pada sel punca, sel progenitor dan atau sel
matur. Perubahan niche yang drastis, terutama inflamasi berperan penting dalam
memunculkan klon SPK ( Saputra, 2019). Secara rinci dapat dilihat pada
gambar.4
Gambar.4 Sel Punca Kanker
(Sumber: Saputar, 2019)
I. Konsep Niche
Konsep niche terkait dengan lingkungan mikroseluler dan yang ikut menentukan
arah nasib suatu sel. Niche dapat berupa sel dengan berbagai macam tipe maupun
matrik ektraseluler. yang saling berinteraksi menuju keadaan homeostatis. Niche juga
ikut mempengaruhi status stemness sel punca. Niche sel punca adalah lingkungan
mikroseluler sekitar sel punca yang saling berinteraksi dan ikut menentukan arah nasib
suatu sel punca ( Saputra, 2019). Secara spesifik mengubah niche berkorelasi dengan
perubahan epigenetik yang berimplikasi pada perubahan pola perilaku sel punca, apakah
didorong memasuki tahapan diferensiasi, pembaharuan diri, proliferasi dan atau
apopotosis.
Struktur niche sel punca terdiri dari:
1. Komponen sel, yaitu sel radang, sel mesenkimal dan sel endotel.
2. Matriks ekstraseluler.
Kedua komponen ini nya saling berinteraksi dengan melepas soluble molecule
sehingga dapat mengubah ekspresi gen sel target.
Niche dalam sel punca memiliki peranan sebagai berikut:
a) Mendorong polarisasi sel punca
Niche berperan sentral dalam mendorong arah polarisasi suatu sel punca, apakah
menuju pembelahan simetris dan atau asimetris. Sisi lain polarisasi sel punca
juga dapat mempengaruhi aktivitas parakrin sel punca. Hal ini terlihat dengan adanya
polarisasi sel punca menjadi tipe-1 dan tipe-2 tergantung pada paparan molekul
inflamasi yang dilepas niche.
b) Mempengaruhi status sel punca
Niche ikut mempengaruhi status sel punca aktif kembali menuju keadaan
quiescence (tidak aktif) ketika nichesel punca berangsur menjadi normal.
Keadaan ini menyebabkan sel punca keluar siklus sel dan kembali memasuki fase
G0 (inaktif) untuk jangka waktu tertentu. Sekalipun demikian status quiescence sel
punca ini adalah reversibel sehingga sel punca dapat kembali memasuki putaran siklus
dan menjadi aktif ketika mendapat stimulasi soluble molecule tertentu yang
dilepas niche. Sisi lain status quiescence juga dapat berubah menjadi senescence
yang bersifat ireversibel ketika terjadi stress intraseluler yang kuat pada niche dan
berlangsung lama. Perubahan niche dalam polariasi sel punca terdapat dalam
gambar.5
Alwi,I. 2012. Perkembangan Terapi Sel Punca(Stem Cell) Pada Penyakit Jantung:
Masa Kini Dan Harapan Masa Depan. Medica Hospitalia 1 (2):71-79
Atmosukarto, Ines. 2005. Penelitian Berbasis Stem Cell: Harapan dan Kontroversi. Biotrent.
1(1): 13-16
Byrne, J.A. & Gurdon, J.B. 2002. Commentary on human cloning. Differentiation 69:154-
157.
Fauziah, Yulia. 2021. Repriduksi Kloning Ditinjau dari Etika dan Hukum: 162-175.
Hartono, Budiman.2016. Sel Punca : Karakteristik, Potensi dan Aplikasinya. Jurnal
Kedokteran Meditek. 22 (60): 72-75
Putra, Agung. 2019. Molekuler Stem Cell :Semarang : Unissla Press
Rantam FA, Ferdiansyah, Nasronudin, Purwati. 2009. Stem Cell Exploration
Method Of Isolation And Culture.
Saputra, V. 2006. Dasar-dasar stem cell dan potensi aplikasinya dalam ilmu
kedokteran. Cermin Dunia Kedokteran (53): 21-25
Skrzyszowska, Maria & Marcin Samiec. 2021. Generating Cloned Goats by Somatic Cell
Nuclear Transfer—Molecular Determinants and Application to Transgenics and
Biomedicine.International Journal of Moleculer Sciences. 22 (7490): 1-15
Wangko, Sunni & Erwin Kristianto. 2010. Kloning Manfaat Versus Masalah. Jurnal
Biomedik. 2(2) : 89-94