Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

KAPITA SELEKTA PENYAKIT TROPIS

DENDA FEBYANA ROSADI (P07134122004A)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
PRODI D-IV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
MATARAM
2022/2023
PENGENDALIAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DAN TUBERKULOSIS (TB) DI PUSKESMAS AIKMUAL

A. Demam Berdarah Dengue (DBD)


1. Pendahuluan
Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit yang ditandai dengan gejala demam dan perdarahan. Penyakit ini disebabkan
oleh virus dengue yang berasal dari genus Flavivirus dari keluarga Flaviviridae dan
ditularkan melalui nyamuk terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ditemukan
di daerah tropis dan subtropis salah satunya di Indonesia. Penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, karena
jumlah penderitanya semakin meningkat dan wilayah terjangkitnya semakin meluas. Data
di dalam buku ”Profil Indonesia 2000” menunjukkan bahwa di antara negara-negara
ASEAN, Indonesia menduduki urutan kedua tertinggi kasus DBD yaitu sebesar 39.405
kasus, setelah Vietnam yang merupakan negara dengan kasus DBD tertinggi yaitu
sebesar 234.920 kasus, diikuti Thailand sebesar 24.826 kasus, Filipina 12.121 kasus,
Singapura 1.355 kasus, Malaysia 605 kasus, dan Brunei Darussalam dengan 7 kasus
(Sulani F, 2004).

Menurut laporan Dikes NTB Tahun 2020, jumlah kasus DBD yang ditemukan
tahun 2020 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2019 terdapat 2.971 kasus
DBD dan meningkat 1,32 kali menjadi 3.919 kasus pada tahun 2020 dengan jumlah
meninggal 15 orang (CFR : 0,4%). Kasus terbanyak dilaporkan terjadi di Kota Mataram
yaitu sebanyak 769 orang dan terendah di Kabupaten Sumbawa Barat sebanyak 105
orang.

Pedoman penegakkan diagnosis DBD adalah dengan menggunakan kriteria yang


disusun oleh World Health Organization (WHO) yang terdiri dari kriteria klinis dan
laboratorium. Kriteria klinis DBD antara lain demam tinggi terus menerus tanpa sebab
yang jelas, timbulnya perdarahan, hepatomegali, dan adanya syok. Demam berdarah
merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk aedes aegypti. Gejala demam berdarah awalnya ditandai dengan demam
yang tinggi serta kondisi tubuh yang lemah selama 2-7 hari. Penyakit demam berdarah
tergolong penyakit yang bisa menular. Sehingga diperlukan pencegahan serta pengobatan
yang tepat.

2. Evaluasi Masukan (Input evaluation)


a. Tenaga
Tenaga program P2 DBD di Puskesmas Aikmual yang khusus menangani bidang
pencegahan dan penanggulangan demam berdarah dengue (DBD) hanya satu orang
dan dibantu oleh tenaga Promkes dan tenaga Kesling. Sehingga dalam pelaksanaan
program P2 DBD di Puskesmas Aikmual dapat dikatakan masih kurang idealnya tiap
Puskesmas memiliki 4 orang yaitu tenaga entomolog, epidemiolog, sanitarian dan
penyuluh agar setiap petugas mampu melaksanakan program pengendalian DBD
secara optimal. Adapun tugas tenaga kesehatan dalam pelaksanaan program P2 DBD
di Puskesmas Aikmual mempunyai strategi pencegahan dan penanggulangan DBD
yaitu untuk program penyakit menular untuk kegiatan PE, program kesehatan
lingkungan untuk kegiatan abatesasi, dan program promosi kesehatan untuk kegiatan
penyuluhan kesehatan disertai dengan PSN. Serta Dinas Kesehatan Lombok Tengah
dalam rangka kegiatan foging. Terkait dengan bentuk pelatihan untuk kegiatan
program P2 DBD bahwa di Puskesmas Aikmual tidak pernah mengadakan pelatihan
untuk kegiatan program P2 DBD melainkan pelatihan diadakan oleh Dinas Kesehatan
dan tenaga kesehatan yang pernah mengikuti pelatihan yaitu pemegang program P2M
DBD, koordinator Promkes dan koordinator Kesling. Tenaga yang mengikuti
pelatihan ini adalah tenaga kesehatan yang mempunyai peran dalam kegiatan program
penanggulangan DBD di Puskesmas Aikmual. Jika dilihat dari kualitas kinerja dari
masing-masing tenaga pelaksana program P2 DBD di Puskesmas Aikmual sudah
lumayan baik dalam melaksanakan tugasnya.
b. Dana
Sumber dana dari pemeriksaan jentik, pemberian abatesasi dan penyuluhan yang
dilaksanakan oleh tim P2 DBD bersumber dari dana Bantuan Operasional (BOK),
APBD dan BPJS. Bentuk ketersediaan dana pada saat pelaksanaan program P2 DBD
diikatakan kurang karena terdapat potongan yakni kegiatan pemeriksaan jentik
Sedangkan untuk penggaran dana dalam kegiatan fogging di wilayah kerja Puskesmas
Aikmual berasal dari Dinas Kesehatan. Dari hasil wawancara diketahui bahwa dana
dalam kegiatan-kegiatan program P2 DBD yakni pemberian abatesasi dan
penyuluhan ke masyarakat yang terkesan seadanya. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa dana yang tidak mencukupi dapat mengakibatkan program P2 DBD berjalan
lambat dan hasilnya pun kurang efektif.
c. Sarana
Jenis sarana yang terdapat di Puskesmas Aikmual dalam pelaksanaan kegiatan
program P2 DBD yaitu bubuk abate yang dibagikan pada kegiatan posyandu dan
untuk kegiatan penyuluhan kesehatan mengenai DBD jenis sarana utama yang
digunakan adalah leaflet atau brosur yang diberikan dari Dinas Kesehatan. Namun di
Puskesmas Aikmual tidak mempunyai alat foging, melainkan alatnya berasal dari
Dinas Kesehatan. Bentuk ketersediaan alat fogging yang digunakan oleh tenaga
kesehatan berasal dari Dinas Kesehatan untuk kegiatan pengasapan (fogging)
merupakan alat dari Dinas Kesehatan itu sendiri. Sama halnya dengan bubuk abate
yang digunakan tenaga kesehatan P2 DBD Puskesmas Aikmual pun, merupakan
bantuan dari Dinas Kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa
proses penyusunan rencana di Puskesmas Aikmual dalam program P2 DBD
melibatkan pihak-pihak yang berkompeten dalam menentukan keputusan akhir dalam
perencanaan tersebut Pihak-pihak ini antara lain kepala puskesmas, tenaga pemegang
program P2 DBD, tenaga Promkes dan tenaga Kesling. Selain itu, perencanaan
program P2 DBD dilakukan setiap awal bulan dengan bentuk penyuluhan kepada
masyarakat tentang cara-cara mencegah penyakit DBD (3M+) dan pemberian bubuk
abate secara gratis dengan tujuan mengurangi tingkat kejadian DBD disekitar wilayah
kerja puskesmas. Untuk pembuatan jadwal/waktu pelaksanaan penyuluhan yang
sifatnya diprogramkan sudah sesuai dengan jadwal/waktu yang ditetapkan.
Sedangkan informasi mengenai pelaksanaan fogging berasal dari pihak Dinas
kesehatan.

3. Prosedur pelaksanaan atau Evaluasi Proses (Process evaluation)


a. Adanya laporan kasus DBD dari puskesmas dan Rumah Sakit
b. Petugas Puskesmas langsung melaksanakan penyelidikan Epidedmiologi (PE) serta
melengkapi isian sesuai format terhadap penderita DBD.
Penyelidikan Epidemiologi (PE) dilakukan oleh pelaksana PE berasal dari petugas
pemegang program P2 DBD dibantu oleh tenaga kesehatan lingkungan atau Kader di
wilayah penderita yang dilaporkan. Berdasarkan Juklak/Juknis sesuai dengan Modul
Pelatihan Bagi Pengelola Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di
Indonesia tahun 2011. Untuk kegiatan penyelidikan epidemiologi dilaksanakan oleh
petugas puskesmas dibantu oleh masyarakat, dan Kader, Ketua RT/RW, Ketua
Lingkungan Kepala Dusun, LKMD, dengan menunjukkan rumah penderita/tersangka
dan mendampingi petugas dalam pelaksanaan penyelidikan epidemiologi untuk
mengetahui luasnya penyebaran penyakit dan langkah-langkah untuk membatasi
penyebaran penyakit. Secara keseluruhan kegiatan penyelidikan epidemiologi di
puskesmas Aikmual sudah sesuai dengan Juklak/Juknis dari modul Pelatihan Bagi
Pengelola Pengendalian Penyakit DBD. Untuk pelaksanaan kegiatan penyelidikan
epidemiologi di puskesmas Aikmual telah dilakukan pelacakan penderita DBD dan
pemeriksaan jentik ke rumah-rumah warga dengan radius 100 meter dan 25 rumah
secara random. Tetapi masih terdapat kendala dalam pelaksanaan kegiatan PE ialah
informasi laporan kasus yang terkadang alamat penderita tidak lengkap sehingga
menyulitkan petugas untuk melakukan tindakan PE. Untuk mengatasi hambatan
tersebut, informasi yang tidak lengkap tersebut dikonfirmasi langsung ke rumah sakit
tempat penderita di rawat sehingga respon untuk kegiatan PE tidak dapat dilakukan
dengan segera, atau tidak di tindak lanjuti untuk kegiatan PE apabila alamat penderita
tidak ditemukan. Adanya hal yang demikian dapat menjadi penyebab tidak tuntasnya
penanggulangan DBD dan mengakibatkan penyebaran kasus sehingga angka kasus
penderita DBD selalu ada di Puskesmas walaupun dari segi teknis pada umumya
pelaksanaannya sudah sesuai dengan Juklak/Juknis yang ditentukan. Oleh karena itu
data yang lengkap dan tepat waktu mengenai penderita menjadi penting pula dalam
pelaksanaan kegiatan PE sebagai upaya penanggulangan DBD. Sesuai dengan teori
yang ada, penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau
tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat
tinggal penderita dan rumah atau bangunan sekitarnya, termasuk tempat-tempat
umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter. Hal ini sejalan dengan penelitian
lain yang menyatakan bahwa hasil kegiatan penyelidikan epidemiologi dan fogging
fokus mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian DBD.

c. Mencatat/ mendata bila ada yang demam/ panas disekitar titik kejadian
d. Mengerahkan masyarakat untuk melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) secara serentak dan berkelanjutan.
1) Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
Kegiatan yang dilakukan setiap jadwal kegiatan posyandu selama 17 kali dalam
sebulan dan diluar dari kegiatan posyandu 6 kali dalam sebulan pada saat sebelum
musim penularan yang dilakukan secara bersama-sama dengan kader Jumantik.
Kegiatan tersebut dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah warga untuk
memeriksa tempat perindukan sarang nyamuk sekaligus pemeriksaan jentiknya dan
memberikan penyuluhan kepada warga dan mengajak untuk melakukan kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M+. Sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yaitu kegiatan memberantas jentik
nyamuk Aedes aegypti di tempat berkembangbiaknya dalam bentuk kegiatan 3M plus
(Menguras, Menutup, Mengubur) yakni menguras bak mandi, bak WC, menutup TPA
rumah tangga (tempayan, drum dan lain-lain) serta mengubur atau memusnahkan
barang-barang bekas (kaleng, ban dan lain-lain).
2) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
Kegiatan pemeriksaan jentik berkala yang dilakukan ini termasuk pula dalam
kegiatan PSN karena kegiatan pemeriksaan jentik termasuk dalam kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes
aegypti. Kegiatan ini dilakukan oleh koordinator kesehatan lingkungan dan Jumantik
yang dilakukan 3 bulan sekali. Setiap setelah kegiatan koordinator kesling dan
Jumantik melaporkan hasil pemeriksaannya meliputi daftar rumah yang sudah
diperiksa dan rumah yang positif terdapat jentik kepada koordinator program P2 DBD
untuk dihitung Angka Bebas Jentik (ABJ). Untuk sasaran pemeriksaan jentik tersebut
umumnya masih diprioritaskan pada rumah tangga, sedangkan tatanan yang lainnya
masih hanya sebagian kecil saja. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
kegiatan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupaka kegiatan pemeriksaan atau
penagamatan dan pemberantasan vektor penular DBD pada tempat penampungan air
dan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti untuk mengetahui adanya
jentik nyamuk. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui 3M. Secara keseluruhan kegiatan
pemeriksaan jentik berkala di Puskesmas sudah sesuai dengan Juklak/Juknis dari
modul Pelatihan Bagi Pengelola Pengendalian Penyakit DBD bahwa kegiatan
tersebut dilakukan 3 bulan sekali dengan sasaran Rumah/bangunan, sekolah dan
fasilitas kesehatan di desa/kelurahan endemis dan sporadis pada tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti di 100 sampel yang dipilih secara acak.
Namun untuk sasaran pemeriksaan jentik di puskesmas masih memprioritaskan pada
rumah tangga saja, sedangkan tatanan yang lainnya seperti rumah ibadah, bangunan
sekolah dan fasilitas kesehatan masih hanya sebagian kecil dilakukan pemeriksaan
dikarenakan jumlah tenaga yang terbatas dalam kegiatan tersebut.
e. Petugas Puskesmas:petugas DBD, promkes, surveilas melakukan penyuluhan dan
Bersama kader juga melakukan abatisasi
1) Abatisasi Selektif
Abatisasi Selektif adalah kegiatan pemeriksaan tempat penampungan air (TPA) baik
didalam maupun diluar rumah pada seluruh rumah dan bangunan di desa/kelurahan
endemis dan sporadik dan penaburan bubuk abate (larvasida) yang dilaksanakan 4
siklus (3 bulan sekali) dengan menaburkan larvasida pada TPA yang ditemukan
jentik. Pemberian serbuk abate dilakukan dua sampai tiga bulan sekali, dengan
takaran 10 gr abate untuk 100 liter air atau 2,5 gram altosoid untuk 100 liter air.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah diperoleh bahwa kegiatan abatisasi selektif
yang dilakukan yaitu bersamaan ketika pemeriksaan jentik dalam rangka PSN dan
PE. Apabila ditemukan jentik pada tempat penampungan yang tidak dapat dikuras
dan tempat penampungan yang tidak dapat dijangkau petugas puskesmas atau kader
harus menaburkan bubuk abate ke tempat tersebut. Pembagian abate kepada
masyarakat yang dilakukan oleh petugas puskesmas sebagai koordinator Kesling pada
saat kegiatan penyuluhan atau PSN. Dan abate juga diberikan kepada Jumantik untuk
diberikan kepada masyarakat pada kegiatan pemeriksaan jentik. Terkadang
persediaan abate di puskesmas terbatas dikarenakan untuk pemberian abate kepada
jumantik secara tidak terjadwal dan tidak ditentukan jumlahnya tetapi tidak dalam
jumlah yang banyak. Pembagian abate dengan terkoordinasi tersebut dapat menjadi
lebih efisien karena baik kader atau petugas dapat menggunakannya sesuai dengan
kebutuhan keadaan wilayahnya. Untuk keseluruhan kegiatan abatisasi selektif sudah
sesuai dengan prosedur yang dilaksanakan 4 siklus (3 bulan sekali) dengan
menaburkan larvasida pada TPA yang ditemukan jentik. Terjadinya kasus DBD
bukan hanya tergantung pada keberadaan jentik, tetapi masih banyak faktor-faktor
lain yang memiliki pengaruh dalam menurunkan kasus DBD adalah kepadatan
nyamuk dewasa penyebab DBD, kualitas pemukiman penduduk, curah hujan, iklim,
temperature dan kepadatan penduduk.
2) Penyuluhan Kesehatan
Berdasarkan hasil wawancara yang telah diperoleh bahwa kegiatan penyuluhan yang
dilakukan oleh puskesmas terdiri dari kegiatan yang sifatnya tidak terprogram dan
terprogram. Penyuluhan yang tidak terprogram yaitu penyuluhan yang dilakukan pada
saat PSN atau PE karena penyuluhan tersebut tidak memerlukan anggaran dan
sifatnya lebih door to door secara langsung. Sedangkan penyuluhan yang terprogram
yaitu penyuluhan yang memerlukan anggaran khusus karena harus mengumpulkan
orang banyak seperti penyuluhan dilakukan untuk murid SD dan penyuluhan juga
diadakan pada kegiatan posyandu. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
Penyuluhan kesehatan adalah penyampaian materi mengenai situasi DBD di
wilayahnya dan cara-cara pencegahan DBD yang dapat dilaksanakan oleh individu,
keluarga dan masyarakat disesuaikan dengan kondisi setempat oleh petugas
kesehatan/kader atau Pokja DBD Desa/kelurahan dengan tujuan agar masyarakat
berpartisipasi aktif dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD. Kegiatan
penyuluhan dilakukan oleh tenaga puskesmas sebagai koordinator Promosi Kesehatan
dengan sasaran kegiatan penyuluhan adalah TK, SD, Posyandu dan masyarakat
umum. Sasaran yang lain masih dapat diketahui perubahan perilakunya pada saat
kegiatan PSN. Untuk indikator hasil dari kegiatan penyuluhan kesehatan berdasarkan
Juklak/Juknis seperti Modul Pelatihan Bagi Pengelola Pengendalian Penyakit Demam
Berdarah Dengue bahwa untuk target kegiatan penyuluhan kesehatan ialah adanya
peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat 100% .
f. Fogging Fokus
Foging merupakan langkah- langkah rangkaian tindakan atau kegiatan yang
terstruktur dan berkesinambungan sebagai panduan bagi pelaksanaan kegiatan Foging
Fokus. Tujuannya adalah memutuskan mata rantai penularan penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD), membunuh nyamuk dewasa sebagai vector penyebab DBD,
dan blokir area/ titik focus radius 100-200 meterkegiatan fogging fokus dilakukan
oleh tenaga penyemprot dari dinas kesehatan turun ke wilayah yang akan di fogging
bersama petugas puskesmas apabila hasil dari kegiatan PE positif yang dilaporkan
petugas puskesmas atau jumantiknya. Sedangkan menurut juklak/juknis dari modul
Pelatihan Bagi Pengelola Pengendalian Penyakit DBD semestinya terdapat petugas
atau tenaga lain yang telah dilatih yang berada di suatu puskesmas agar pelaksanaan
fogging fokus dapat berjalan maksimal, tidak tersedianya tenaga fogging tersebut
dikarenakan pelaksanaan untuk kegiatan fogging fokus masih dilaksanakan oleh
Dinas Kesehatan. Dalam hal ini yang dilakukan fogging fokus adalah hanya rumah
yang terkena DBD dan rumah/bangunan sekitarnya dalam radius 100 sampai 200 m
dari rumah penderita DBD dan rumah/bangunan sekitarnya hal tersebut sesuai dengan
juklak/juknis yang telah ditentukan. Fogging fokus ini hanya memberantas nyamuk
dewasa dan tidak sampai pada sarangnya (jentik-jentik nyamuk). Hal ini sesuai
dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
fogging fokus dengan kejadian DBD. Mengingat pentingnya pencegahan dan
pemberantasan penyakit DBD maka perlu diadakan upaya-upaya seperti
meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa penanggulangan DBD bukan hanya
dengan penyemprotan/pengasapan, dengan insektisida yang dilakukan sesuai dengan
prosedur sehingga tidak terjadi resistensi nyamuk terhadap insektisida, dan
menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN).
g. Foging Fokus akan dilaksanakan bila terdapt 3 suspesk atau DBD disatu wilayah
yang dilengkapi/didukung dengan hasil Laboratorium
h. Foging Fokus akan dilakukan bila Angka bebas Jentik (ABJ) pada lokasi foging focus
sudah 100% bebas jentik dengan radius 100-200 meter dari titik kasus DBD
i. Foging Fokus akan dilaksanakan setelah Kaling/Kadus/Kades membuat surat
pernyataan yang menyatakan bahwa diwilayahnya memang benar ada kasus DBD dan
telah melakukan PSN-DBD secara serentak dengan masyarakatnya
j. Sebelum dilakukan Foging petugas harus mengumumkan kepada masyarakat untuk
mnutup makanan/minumam, mematikan kompr, mengeluarkan burung, membuka
pintu rumah
k. Setelah dilakukan Foging Fokus, masyarakat diharapkan melaksanakan PSN-DBD
secara berkelanjutan minimal seminggu sekali melalui Gerakan 3M-Plus yaitu :
Menguras, dan menyikat tempat-tempat penampungan air, Menutup rapat tempat
penampungan ar, Mengubur atau mendaur ulang kembali/kaleng/botol/ban bekas
yang dapat menampung air hujan serta melindungi diri dari gigitan nyamuk aedes
aegypti.

B. Tuberkulosis (TB)
1. Pendahuluan
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis) sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula
sebaga Basil Tahan Asam (BTA) kuman TB sepat mati dengan sinar matahari
langsung. Tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama
beberapa tahun. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu
batuk atau bersin penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak) Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalua droplet tersebut
terhirup kedalam saluran pernafasan. Setelah kumat TB masuk kedalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman Tb tersebut dapat menyebar dari paru kebagian
tubuh lainnya. Melalui system peredaran darah, system limfe, saluran nafas atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang
penderita ditentukan oleh banyanya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat positif hasil dahak, makin menular penderita tersebut.

2. Penemuan Penderita Tuberkulosis (TB)


a. Penemuan penderita tuberculosis pada orang dewasa
Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif artinya penjaring tersangka
penderita dilaksanakan pada mereka yang dating berkunjung ke unit pelayanan
kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara
aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan
cakupan penemuan tersangka penderita. Cara inibiasa dikenal dengan sebutan
passive promotive case finding. Selain itu, semua kontak penderita TB paru BTA
positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
b. Penemuan penderita tuberculosis pada anak
Penemuan penderita tuberculosis pada anak merupakan hal yang sulit. Sebagian
besar diagnosis tuberculosis anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran
radiologis dan uji tuberkulin.
3. Diagnosis Tuberkulosis (TB)
Diagnosis tuberculosis pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya
BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan
positif. apabila sedikitnya dua dari tiga specimen SPS BTA hasilnya positif. Bila
hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto
rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Jika hasil rontgen mendukung
TB, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif, Jika hasil rontgen
tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulang. Apabila fasilitas
memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan. Bila ketika
specimen dahak hasilnya negative, diberikan antibiotik spektrum luas selama 1-2
minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi
pemeriksaan SPS. Jika hasil SPS positif didiagnosis sebagai penderita TB BTA
positif, jika hasil SPS tetap negative lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk
mendukung diagnosis TB. Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai
penderita TB BTA negative rontgen positif, bila hasil rontgen tidak mendukung TB,
penderita tersebut bukan TB. UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen dapat dirujuk
untuk foto rontgen dada.

4. Pengobatan Tuberkulosis
Peinsip pengobatan adalah Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa
jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, sepaya semua kuman
(termasuk kuman persiter) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap
lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kososng. Apabila
paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu
pengobatan) kuman TB akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten).
Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat. Pengobatan perlu dilakukan
dengan penawasan langsung (DOT= Directy Observed Trearment) oleh seorang
Pengawas Menelan OBAT (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu
tahap insentif dan lanjutan.
a. Pemantauan Kemajuan Hasil Pengobatan TB Pada Orang Dewasa
Pemantauan dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan
pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap
Darah (LED) tidak dapat dipakai untuk memantau kemajuan pengobatan. Untuk
memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan specimen sebanyak dua
kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinayatakan negative bila ke 2
spesimen tersebut negative. Bila salah satu specimen positif, maka hasil
pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
b. Tata Laksana Penderita Yang Berobat Tidak Teratur
Seorang penderita kadang kadang berhenti minum obat sebelum masa pengobatan
selesai. Hal ini dapat terjadi karena penderita belum memahami bahwa obat harus
ditelan seluruhnya dalam waktu yang telah ditetapkan. Petugas kesehatan harus
mengusahakan agar penderita yang putus berobat tersebut kembali ke unit UPK.
Pengobatan yang diberikan tergantung pada tipe penderita, lamanya pengobatan
sebelumnya, lamanya putus berobat, dan bagaimana hasil pemeriksaan dahak
sewaktu dia kembali berobat.
c. Pengobatan TB Berbasis Komunikasi
Agar pengobatan TB ekeftif, setiap dosis yang diminum pasien harus diamati
langsung oleh orang lain. Program telah menetapkan untuk memperkenalkan
pengobatan TB berbasis komunikasi, dimana pengobatan diamati oleh seseorang
yang tinggal didekat rumah pasien. Aturan dan instruksi yang berlaku dalam
program TB Nasional untuk keadaan tersebut harus dipatuhi dengan ketat.
Penggunaan paket kombinasi dosis tetap (KDT) harus diawasi oleh tenaga
professional kesehatan yang terlatih atau tenaga terlatih yang dapat diberikan
kepada pasien difasilitas pelayanan kesehatan.
5. Penyuluhan Tuberkulosis
Penyuluhan TB perlu dilakukan karena masalah TB banyak berkaitan dengan masalah
pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan peranserta masyarakat dalam penanggulangan
TB. Penyuluhan Tb dapat dilakukan dengan menyampaikan pesan penting secara
langsung ataupun menggunakan media.Penyuluhan langsung bisa dilakukan
perorangan dan kelompok, sedangkan penyuluhan tidak langsung dengan
menggunakan media, dalam bentuk bahan cetak seperti leaflet atau spanduk, media
masa seperti koran, majalah. Dalam program penanggulangan TB, penyuluhan
langsung perorangan sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan
pengobatan penderita. Penyuluhan ini ditunjukkan kepada suspek, penderita dan
keluarganya, supaya penderita menjalani pengobatan secara teratur sampai sembuh.
a. Penyuluhan Langsung Perorangan
Penyuluhan langsung perorangan lebih besar kemungkinan untuk berhasil
disbanding dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam penyuluhan langsung
perorangan, unsur yang terpenting yang harus diperhatikan adalah membina
hubungan baik antar petugas kesehatan (dokter, perawat,dll) dengan penderita.
Penyuluhan ini dapat dilakukan dirumah, di puskesmas, posyandu, sesuai
kesempatan yang ada atau sesuai pemegang program. Supaya komunikasi dengan
penderita bisa berhasil, petugas harus menggunakan Bahasa yang sederhana yang
dapat dimengerti oleh penderita. Gunakan istilah-istilah setempat yang sering
dipakai dimasyarakat untuk penyakit TB dan gejala-gejalanya. Supaya
komunikasi berhasil petugas harus melayani penderita secara ramah dan
bersahabat, penuh simpati, mendengar keluhan- keluhan mereka. Serta tunjukkan
perhatian terhadap kesejahteraan dan kesembuhan mereka. Dengan demikian,
penderita mau bertanya tentang hal-hal yang masih belum dimengerti. Penyuluhan
langsung perorangan ini dapat dianggap berhasil bila :
 Penderita bisa menjelaskan secara tepat tentang riwayat pengobatan
sebelumnya
 Penderita dating berobatsecara teratur sesuai jadwal pengobatan
 Anggota kelurga penderita dapat menjaga dan melindungi kesehatannya

Pada kontak pertama petugas menyampaikan beberapa informasi penting tentanf


TB, antara lain: apa itu TB, riwayat pengobatan sebelumnya, bagaimana cara
pengobatan TB, pentingnya pengawasan langsung minum obat, dan bagaimana
penularan TB.

b. Penyuluahan Kelompok
Penyakit menular termasuk TB bukan hanya merupakan masalah bagi penderita,
tetapi juga masalah bagi masyarakat, oleh karena itu keberhasilan
penanggulangan TB sangat tergantung tingkat kesadaran dan partisipasi
masyarakat. Pesan- pesan penyuluhan melalui melalui media masa akan
menjangkau masyarakat umum. Penyampaian pesan TB perlu menghitungkan
kesiapan unit pelayanan, obat tersedia dan tenaga yang terlatih.
PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DENGAN PENGOBATAN EKSTRAK BUAH JAMBU BIJI

A. Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)


Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)
merupakan penyakit tropis dengan gejala demam dan perdarahan karena infeksi dari
virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Nyamuk yang berperan
sebagai vektor penularan virus dengue ini adalah nyamuk Aedes. Di Indonesia dikenal
2 jenis nyamuk Aedes yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Demam berdarah dengue dimulai dengan masuknya virus dengue melalui gigitan
nyamuk, kemudian virus ini mengalami replikasi pada lymphnode lokal dan setelah
2-3 hari menyebar ke sirkulasi dan jaringan-jaringan. Dalam siekulasi virus dengue
menginfeksi sel fagosit yaitu makrofag, monosit , sel Kupfer, sel B dan sel T limfosit.
Bila infeksi ini berlangsung untuk pertama kali dapat memberikan gejala dan tanda
yang ringan atau bahkan simptomatik, bergantung pada jumlah dan virulensi virus
serta daya tahan host. Seseorang yang terinfeksi pertama kali akan menghasil kan
antibodi terhadap virus Dengue serotipe tersebut. Seharusnya, bila infeksi berikutnya
terjadi oleh virus dengue dengan serotipe yang sama maka penderita akan kebal.
Tetapi mengapa pada daerah yang hanya terdapat satu serotipe virus Dengue terdapat
pula kasus yang berat? Hal ini terjadi oleh karena antibodi yang terbentuk bersifat
non neutralisasi, yang artinya tak dapat menetraliser virus yang masuk. Keadaan ini
mengakibatkan semakin mudahnya virus mengalami replikasi. Banyak para ahli
sependapat bahwa infeksi sekunder adalah penyebab beratnya manifestasi klinis pada
penderita DBD.
B. Pengobatan Pasien Demam Berdarah Menggunakan Ekstrak Buah Jambu Biji.
Pada pasien DBD sering terjadi permeabilitas membran meningkat yang
menyebabkan terjadinya penurunan trombosit dan kebocoran plasma. Penurunan
trombosit menyebabkan penurunan faktor-faktor pembekuan darah (trombositopeni)
merupakan salah satu faktor yang sering mengakibatkan terjadinya risiko perdarahan
(Nurarif & Kusuma, 2013). Risiko perdarahan jika tidak segera ditangani bisa
menyebabkan perdarahan bahkan kematian akibat syok karena perdarahan berlebih,
yang awalnya disebabkan oleh infeksi virus dengue membentuk kompleks antigen
antibodi yang mengaktivasi sistem komplemen, menyebabkan terjadinya agregasi
trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi. Lalu terjadi pengeluaran ADP
(Adenosin Diphospat) yang disebabkan rangsangan dari pelekatan antigen-antibodi
pada membran trombosit yang menyebabkan sel-sel trombosit saling melekat. Sel-sel
trombosit tersebut dihancurkan oleh sistem retikuloendotel (Reticuloendotehelial
system-RES) sehingga terjadinya trombositopeni yang menyebabkan risiko
perdarahan (Soedarto, 2012).
Demam berdarah dapat dihindari dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh
serta mengkonsumsi makanan yang mengandung antioksidan yang tinggi. Selain itu
juga harus menjaga kondisi lingkungan yang bersih sehingga terbebas dari virus yang
menyebabkan demam berdarah. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dapat
dilakukan dengan mengkonsumsi ekstrak buah jambu biji merah yang mengandung
kadar antioksidan serta vitamin C yang tinggi.
Buah jambu biji merah mengandung senyawa quarcetin yang tergolong senyawa
flavonoid serta sitokin yang berfungsi meningkatkan kekenyalan pembuluh darah
sekaligus berperan dalam meningkatkan sistem pembekuan darah. Selain itu buah
jambu biji merah juga berfungsi untuk memperbaiki kapiler darah sehingga tidak
terjadi kebocoran. Oleh karena itu pecahnya pembuluh darah dapat dicegah dengan
mengkonsumsi buah jambu biji merah secara rutin. Buah jambu biji merah juga
mengandung likopen yang berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh. Buah jambu
biji juga dapat mencegah berkembangnya virus penyebab demam berdarah.
Kandungan vitamin C dalam buah jambu biji merah cukup besar yaitu 87 mg/100
gr bahan yang berperan dalam proses hidroksilasi asam amino prolin dan lisin
membentuk hidroksipolin dan hidroksilin, kedua senyawa ini membentuk kolagen
yang sangat berguna untuk memberikan kekebalan tubuh melawan infeksi salah
satunya termasuk infeksi virus dengue. Jambu biji merah mengandung berbagai zat
yang berfungsi untuk menghambat penyakit salah satunya jenis flavonoid kuersetin
sehingga dapat dijadikan obat alternative. Flavonoid yaitu paling banyak ditemukan
didalam jaringan tanaman yang merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit
sekunder. Kuerstin berkhasiat untuk mengobati kerapuhan pembuluh kapiler darah
manusia selain itu juga dapat menghambat sintesis DNA karena mempunyai efek
antiploriferatif. Virus dengue yang menginfeksi sel mereplikasi dirinya dengan cara
membentuk DNA yang digunakan sebagai cetakan untuk membentuk RNA baru,
proses inilah yang dihambat oleh kuerstin sehingga menghambat virus dengue untuk
bereplikasi. Jika replikasi virus dengue terhambat maka akan mengurangi tingkat
serangan virus. Hal ini akan mencegah terjadinya perdarahan akibat rusaknya
trombosit yang disebabkan virus dengue
Menurut Helmi Arifin, Agustina, dan Zet Rizal, 2013 dalam penelitiannya jambu
biji merah sangat kaya vitamin C dan beberapa jenis mineral yang mampu menangkis
berbagai jenis penyakit serta menjaga kebugaran tubuh. Daun dan kulit batangnya
mengandung zat antibakteri yang dapat menyembuhkan beberapa jenis penyakit.
Buah jambu biji merah juga mengandung potassium dan besi. Vitamin C di dalam
jambu biji merah selain sebagai senyawa antioksidan juga memiliki fungsi menjaga
dan meningkatkan kesehatan pembuluh kapiler, mencegah anemia, sariawan, dan gusi
berdarah. Jus jambu biji merah ini terbukti dapat meningkatkan nilai trombosit dan
mencegah terjadinya perdarahan sesuai dengan penelitian Prasetio (2015) dalam
jurnalnya yang berjudul Potential Red Guava Juice in Patients with Dengue
Hemorrhagic Fever yang menyatakan jus jambu biji merah akan mencegah terjadinya
perdarahan akibat rusaknya trombosit yang disebabkan virus dengue.

Anda mungkin juga menyukai