Disusun Oleh:
(KELOMPOK 2)
Agung (2206046038)
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui, Koordinator
Koordinator Praktikum Kelompok Praktikum
Dr. Ir. Hj. Andi Noor Asikin, M.Si. Egi Purnama Saputra
NIP. 196303131988032001 NIM. 2206046002
iii
DAFTAR ISI
A. Hasil ........................................................................................................................... 16
B. Pembahasan .............................................................................................................. 17
BAB V PENUTUP .................................................................................................................. 19
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 19
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
ACARA I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Salah satu sumberdaya perairan yang memiliki nilai ekonomis
penting yakni ikan Layang (Decapterus sp). Komoditas ikan layang
diprediksi sangat banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi masyarakat
indonesia karena harganya yang terjangkau serta murah (Fitriani &
Madduppa, 2021). Ikan layang merupakan bahan pangan yang bersifat
perishabel food (mudah mengalami pembusukan), dan butuh penanganan
dalam suhu dingin untuk menjaga kesegaran serta mutunya. Tubuh ikan
memiliki kadar air yang cukup tinggi (72,50-76,00%) (Hadinoto & Kolanus,
2017; Tamuu et al., 2014), dan pH mendekati netral. Setelah dilakukan
penyimpanan chiller pH ikan akan cenderung menurun (Shi et al., 2020).
Keadaan ini menimbulkan tubuh ikan akan cepat rusak serta mengalami
kemunduran kualitas. Proses perubahan fisik, kimia, mikrobiologi dan
organoleptik akan berlangsung dengan cepat setelah ikan mati. Menurut
Suprayitno, (2020) faktor yang mempengaruhi kesegaran ikan ialah
penggunaan es sebagai pendingin, atau dengan metode penyimpanan,
suhu, cuaca dan proses penyimpanan. Cara organoleptik adalah cara
penilaian dengan menggunakan indra manusia (sensorik). Cara ini sangat
cepat, mudah dan praktis untuk dikerjakan, tetapi ketelitiannya tergantung
pada tingkat kepandaian orang yang melaksanakannya (Septiarini, 2008).
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu menggunakan lembar penilaian sensori untuk
membedakan tingkat kesegaran ikan.
3
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
BAB III
METODELOGI
b. Bahan:
Berbagai jenis ikan dengan tingkat kesegaran yang berbeda
C. Prosedur Kerja
Pertama-tama, asisten praktikum menyediakan ikan dengan
berbagai tingkat kesegaran (biasa dilakukan perlakuan lebih dulu agar
mutu kesegarannya berbeda). Kedua, masing-masing ikan dibuat 2 kali
ulangan (ikan dengan tingkat kesegaran A sebanyak 2 ekor, ikan
dengan tingkat kesegaran B sebanyak 2 ekor). Ketiga, masing-masing
ikan tersebut diberi kode (tiga angka atau kombinasi huruf dan angka).
Keempat, tampilkan masing-masing sampel yang telah diberi kode
pada jarak > 1 meter dari sampel lainnya. Kelima, masing-masing
praktikan menggunakan lembar penilaian sensori ikan segar untuk
mengamati sampel ikan yang telah disediakan. Kemudian, penilaian
harus dilakukan secara mandiri dan tidak ada diskusi dengan asisten
praktikum maupun peserta lainnya. Lalu yang terakhir, menganalisis
data dan mendeskripsipkan tingkat kesegaran masing-masing ikan
yang di amati.
6
Menyediakan ikan dengan
berbagai tingkat kesegaran
(biasanya dilakukan perlakuan terlebih
dahulu agar mutu kesegarannya berbeda
Penilaian dilakukan
secara mandiri
7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. Hasil Penilaian Organoleptik Ikan Segar Pada Ikan Air Laut
Titik Pengamatan Nilai Kode contoh
2 1 3
KENAMPAKAN
1. Mata
Cerah, bola mata menonjo, kornea jernih 9
Cerah, bola mata rata, kornea jernih 8
Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak 7
keruh
Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak 6
keruh
Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh 5
Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea 3
keruh
Bola mata cekung, kornea agak kering 1
2. Insang
Warna merah cemerlang, tanpa lendir 9
Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir 8
Warna merah agak kusam, tanpa lendir 7
Warna merah agak kusam, sedikit lendir 6
Mulai ada diskolorasi, merah kecoklatan, sedikit atau tanpa lendir 5
Warna merah coklat, lendir tebal 3
Warna merah coklat, ada sedikit putih, lendir tebal 1
3. Lendir permukaan badan
Lapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah 9
Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum ada perubahan warna 8
Lapisan lendir mulai agak keruh, kurang transparan, warna agak putih 7
Lapisan lendir agak keruh, kurang transparan, warna putih agak 6
kusam
Lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna putih, keruh 5
Lendir tebal menggumpal, warna putih kuning 3
Lendir tebal menggumpal, warna kuning kecoklatan 1
BAU
Bau sangat sengar, spesifik jenis 9
Segar, spesifik jenis 8
Netral 7
Bau amoniak mulai tercium sedikit bau asam 5
Bau amoniak kuat, ada bau H2S, bau asam jelas dan busuk 3
9
TEKSTUR
Padat, elastis bila ditekan dengan jarii, sulit menyobek daging dari 9
tulang belakang
Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging 8
dari tulang belakang
Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek 7
daging dari tulang belakang
Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah 5
menyobek daging dari tulang belakang
Lunak, bekas jari terlihat bila ditekani, mudah menyobek daging dari 3
tulang belakang
Sanga lunak, bekas jari tidak hilang bila ditekani, mudah sekali 1
menyobek daging dari tulang belakang
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penilaian organoleptik yang dilakukan pada ikan kode
1, bahwa kondisi ikan tersebut menunjukkan post rigor karena kenampakan
mata yang agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, serta
kornea yang agak keruh. Kemudian kondisi insang yang berwarna merah
kurang cemerlang dan tanpa lender, selain itu, lapisan lender di permukaan
badan agak keruh, kurang transparan, warna putih agak kusam. Kemudian
bau pada ikan kode 1 menunjukkan bau yang segar serta spesifik jenis dan
tekstur yang agak padat, elastis bila ditekan dengan jari.
Selanjutnya pada ikan kode 2 sudah memasuki fase rigor karena
kondisi mata yang cerah, bola mata yang menonjol, dan kornea yang jernih.
Kemudian kondisi insang yang berwarna merah agak kusam dan tanpa
lender, selain itu, lapisan permukaan badan yang jernih, transparan, dan
mengkilap cerah. Lalu bau pada ikan kode 2 menunjukkan bau yang masih
sangat segar dan tekstur yang agak padat, elastis bila ditekan dengan jari,
serta sulit menyobek daging dari tulang belakang.
Terakhir untuk ikan kode 3 sudah memasuki fase post rigor karena
kondisi bola mata yang rata, insang yang mulai terdapat diskolorasi, merah
kecoklatan, serta tanpa lender. Lalu pada lender dipermukaan badan yang
transparan namun belum ada perubahan warna. Kemudian pada kondisi
bau dan tekstur menunjukkan bahwa ikan tersebut masih mempunyai bau
yang segar dan spesifik namun tesktur yang sudah agak lunak, kurang
10
elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek daging dari tulang
belakang.
Gambar 1. Ikan Air Laut Kode 1 Gambar 2. Ikan Air Laut Kode 2
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi dari pengamatan penilaian organoleptik menunjukkan bahwa Ikan
Layang (Decapterus Sp) yang diuji rata-rata mengalami kemunduran
mutu atau sudah dalam kondisi busuk, dimana ikan tersebut telah
mengalami perubahan pH yang sangat besar karena berpegang terhadap
proses autolisis dan penyerangan bakteri.
12
ACARA II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan air tawar
yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Tran et al. (2017)
menyebutkan peningkatan produksi hasil perairan tertinggi di Indonesia
adalah ikan nila yaitu sebesar 23%. Hal ini sejalan dengan Jousupeit,
(2015) menambahkan penawaran dan permintaan untuk produksi ikan nila
di dunia memiliki harga yang sangat tinggi. Kesegaran ikan nila merupakan
salah satu faktor utama tinggi rendahnya ikan nila tersebut. Pada umumnya
ikan nila yang dijual dipasar diletakkan diatas meja atau wadah pada suhu
ruang. Ikan harus habis terjual dalam waktu 12 jam, sehingga ikan yang
dapat dijual relatif sedikit dengan keuntungan rendah. Hal ini disebabkan
karena kemunduran mutu ikan lebih cepat terjadi. Penurunan mutu ikan
terjadi segera setelah ikan ditangkap atau mati. Kecepatan penurunan
mutu dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, jenis ikan,
ukuran ikan, kondisi lingkungan, perlakuan fisik, jumlah jasad renik, dan
aktivitas enzim (Ridwansyah 2002). adapun 4 tahapan kemunduran mutu
ikan meliputi tahap pre rigor, rigormortis, autolisis dan pertumbuhan bakteri
(Zaitsev et al., 1969). Oleh karena itu, perlu diketahui peranan lama waktu
penyimpanan ikan dalam proses kemunduran mutu sehingga dapat
mengambil langkah yang tepat dalam penanganan dan pengolahan ikan.
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu menggunakan lembar penilaian sensori untuk
membedakan timgkat kesegaran ikan.
2. Mahasiswa mampu melakukan mengolah data dan menganalisis hasil
analisis sensori untuk memperoleh nilai mutu sensori ikan segar.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat. Di Indonesia dikembangkan pada tahun 1986
dengan tujuan untuk meningkatkan diversifikasi komoditi perikanan dan
pemenuhan kebutuhan protein hewani (Warta Mina, 1990 dan Techner, 1993).
Ikan nila yang dijual di pasar umumnya diletakkan di atas wadah/meja pada suhu
ruang. Ikan harus habis terjual dalam waktu 12 jam, sehingga ikan yang dijual
relatif sedikit dengan keuntungan yang kecil. Hal ini disebabkan karena penurunan
mutu ikan yang sangat cepat. Peristiwa-peristiwa yang sangat kompleks dan saling
berhubungan yang terjadi setelah ikan mati bertanggung jawab terhadap cepatnya
kemunduran mutu ikan diantaranya adalah peristiwa rigor mortis. Baik pustaka
maupun penelitian tentang rigor mortis masih sangat kurang, khususnya untuk
ikan air tawar di Indonesia. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian ini dengan
tujuan untuk mendapatkan beberapa metode pengukuran kemunduran mutu serta
mengetahui lamanya periode (masa) berlangsungnya waktu pre rigor, rigor, dan
post rigor pada ikan nila.
14
BAB III
METODELOGI
C. Prosedur Kerja
Asisten praktikum menyediakan ikan dengan berbagai tingkat
kesegaran, biasanya dilakukan perlakuan lebih dulu agar mutu
kesegarannya berbeda. Kemudian dibuat masing-masing ikan 2 kali
ulangan, ikan dengan tingkat kesegaran A sebanyak 2 ekor dan ikan
dengan tingkat kesegaran B sebanyak 2 ekor. Masing-masing ikan tersebut
diberi kode (tiga angka atau kombinasi huruf dan angka). Selanjutnya
masing-masing sampel yang telah diberi kode pada jarak > 1 meter dari
sampel lainnya, lalu masing-masing praktikan menggunakan lembar
penilaian sensori ikan segar untuk mengamati sampel ikan yang telah
disediakan. Penilaian harus dilakukan secara mandiri dan tidak ada diskusi
dengan asisten praktikum maupun peserta lainnya. Terakhir, yaitu
menganalisis data dan mendeskripsikan tingkat kesegaran masing-masing
ikan yang diamati.
15
Penilaian dilakukan
secara mandiri
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 2. Hasil Penilaian Organoleptik Ikan Segar Pada Ikan Air Tawar
Titik Pengamatan Nilai Kode contoh
C A B
KENAMPAKAN
1. Mata
Cerah, bola mata menonjo, kornea jernih 9
Cerah, bola mata rata, kornea jernih 8
Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak 7
keruh
Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak 6
keruh
Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh 5
Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea 3
keruh
Bola mata cekung, kornea agak kering 1
2. Insang
Warna merah cemerlang, tanpa lendir 9
Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir 8
Warna merah agak kusam, tanpa lendir 7
Warna merah agak kusam, sedikit lendir 6
Mulai ada diskolorasi, merah kecoklatan, sedikit atau tanpa lendir 5
Warna merah coklat, 16ender tebal 3
Warna merah coklat, ada sedikit putih, 16ender tebal 1
3. Lendir permukaan badan
Lapisan 16ender jernih, transparan, mengkilat cerah 9
Lapisan 16ender jernih, transparan, cerah, belum ada perubahan 8
warna
Lapisan 16ender mulai agak keruh, kurang transparan, warna agak 7
putih
Lapisan 16ender agak keruh, kurang transparan, warna putih agak 6
kusam
Lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna putih, keruh 5
Lendir tebal menggumpal, warna putih kuning 3
Lendir tebal menggumpal, warna kuning kecoklatan 1
BAU
Bau sangat sengar, spesifik jenis 9
Segar, spesifik jenis 8
Netral 7
Bau amoniak mulai tercium sedikit bau asam 5
Bau amoniak kuat, ada bau H2S, bau asam jelas dan busuk 3
17
TEKSTUR
Padat, elastis bila ditekan dengan jarii, sulit menyobek daging dari 9
tulang belakang
Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari 8
tulang belakang
Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek 7
daging dari tulang belakang
Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah 5
menyobek daging dari tulang belakang
Lunak, bekas jari terlihat bila ditekani, mudah menyobek daging dari 3
tulang belakang
Sangat lunak, bekas jari tidak hilang bila ditekani, mudah sekali 1
menyobek daging dari tulang belakang
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penilaian organoleptik yang dilakukan pada ikan
kode A, bahwa kondisi ikan tersebut memasuki fase pre rigor karena mata
yang cerah, bola mata menonjol, dan kornea yang jernih. Lalu kenampakan
pada insang yang berwarna merah cemerlang dan tanpa lendir. Lendir
pada permukaan badan juga menunjukkan lapisan lendir yang jernih,
transparan, serta mengkilat cerah. Kemudian pada kondisi bau dan
teksturnya menunjukkan bau yang masih sangat segar dan tesktur yang
agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, dan sulit jika menyobek daging
dari tulang belakang.
Kedua, hasil penilaian organoleptik pada ikan kode B menunjukkan
bahwa ikan tersebut memasuki fase rigor karena kenampakan mata yang
agak cerah, bola mata yang rata, pupil agak keabu-abuan, dan kornea
yang sudah agak keruh. Lalu pada kenampakan insang yang berwarna
merah agak kusam dan terdapat sedikit lendir. Lendir dipermukaan badan
juga menujukkan transparan, cerah, dan belum ada perubahan warna.
Kemudian pada kondisi bau dan tekstur menunjukkan bau yang segar dan
tesktur yang agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, serta sulit
menyobek daging dari tulang belakang.
Selanjutnya yang terakhir, hasil penilaian organoleptik pada ikan
kode C menunjukkan bahwa ikan tersebut memasuki fase pre rigor karena
18
kenampakan mata yang cerah, bola mata yang menonjol, dan kornea yang
masih jernih. Lalu pada kenampakan insang menujukkan bahwa kondisi
insang pada ikan tersebut masih berwarna merah cemerlang dan tanpa
lendir. Lendir pada permukaan badan juga menunjukkan lapisan yang
masih jernih, transparan, dan mengkilat cerah. Kemudian pada kondisi bau
dan tekstur menujukkan bau ikan yang masih sangat segar dan tekstur ikan
yang masih padat, elastis bila ditekan dengan jari, dan sulit menyobek
daging jika dari tulang belakang.
Gambar 4. Ikan Air Tawar Kode A Gambar 5. Ikan Air Tawar Kode B
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa analisis kesegaran ikan air tawar
rata-rata menunjukkan bahwa ikan nila (Oreochromis niloticus) yang
diamati masih layak untuk dikonsumsi. Ini membuktikan bahwa beberapa
ikan tersebut masih dalam fase pre rigor dibandingkan pada analisis
kesegaran ikan air laut yang rata-rata sudah dalam fase kemunduran mutu
yang sudah tak layak untuk dikonsumsi.
II. PENDINGINAN IKAN
21
ACARA III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Tiga perempat dari wilayah Indonesia adalah laut dengan luas 5,9
juta km2 dan panjang garis pantai mencapai 95.161 km (Lasabuda, 2013).
Dengan kondisi ini, Indonesia menjadi negara penghasil ikan terbanyak
kedua di dunia dengan produksi ikan 6,4 juta ton/tahunnya (Henriksson
dkk, 2019). Ada empat provinsi yang potensial mengekspor produk lautnya
yakni: Sulawesi Utara, Jawa Tengah, Lampung dan Sumatera Utara
(Rachmawati dkk, 2017). Sektor kelautan ini berkontribusi terhadap
pendapatan penduduk nasional sebesar 6,06% (Nurkholisa dkk, 2016).
Selain ikan laut, Indonesia juga memiliki potensi memproduksi ikan air
tawar, karena didukung oleh banyaknya sumber air yang berasal dari
sungai dan danau.
Hal yang sangat penting diperhatikan setelah panen biasanya
adalah menjaga kesegaran ikan hingga sampai ditangan konsumsen.
Jarak yang jauh dari pasar atau terlalu lama terpajang di ruang terbuka
mengakibatkan terjadi kerusakan pada ikan. Tingkat mutu ikan secara fisik
dapat diperlihatkan oleh tingkat kesegaran ikan. Jika tingkat kesegaran
ikan tinggi, itu menandakan bahwa kualitas ikan sangat baik atau
kondisinya seperti ikan yang masih baru ditangkap dengan parameter
bentuk fisik, bau, rasa, dan teksturnya (Bate dan Bendall, 2010).
Hasil tangkapan dan panen ikan perlu ditangani dengan baik agar
kualitas ikan tetap terjaga. Proses pendinginan dan pembekuan
merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kesegaran ikan.
Proses pendinginan yang umum dilakukan adalah dengan memberi es
curah ke dalam box penyimpanan. Penyimpanan dalam kondisi terendam
air dapat mengurangi kualitas ikan karena mendukung pertumbuhan
22
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
proses pendinginan pada ikan.
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
METODELOGI
C. Prosedur Kerja
Pertama, timbang berat ikan. Kemudian siapkan es batu dan
hancurkan menjadi ukuran kecil. Timbang es batu dengan perbandingan
2:1 (Es ikan). Lakukan penyusunan es batu dan ikan secara merata,
dimulai dari lapisan es dilanjutkan ikan. Diamkan selama 30 menit. Lalu
setelah itu, diamkan lagi selama 60 menit. Setelah selesai, ambil ikan dari
dalam Styrofoam, kemudian cek suhu dan beratnya dan amati hasilnya.
25
Menimbang berat ikan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 3. Pengamatan Suhu Daging Ikan Pada Media Es
Waktu
15 30 45 60
Suhu 9.9̊ C 11,3̊ C
Berat 333 gr 297 gr
B. Pembahasan
Pendinginan ikan adalah salah satu cara untuk menjaga kualitas
ikan agar tetap segar dan tahan lama. Salah satu cara pendinginan ikan
yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan media es. Hasil
penelitian mengenai pendinginan ikan menggunakan media es memiliki
beberapa temuan yang menarik. Pertama, pendinginan ikan menggunakan
media es dapat mengurangi suhu ikan dengan cepat. Hal ini dapat
mengurangi risiko pertumbuhan bakteri dan kerusakan kualitas ikan.
Namun, kecepatan pendinginan tergantung pada beberapa faktor
seperti suhu es, ukuran ikan, dan jenis ikan. Kedua, pendinginan ikan
menggunakan media es dapat mempengaruhi kualitas ikan. Jika tidak
dilakukan dengan benar, proses pendinginan dapat mempercepat proses
pembusukan dan mempengaruhi rasa dan aroma ikan. Oleh karena itu,
penting untuk memilih metode pendinginan yang tepat dan memperhatikan
kondisi ikan, seperti umur ikan dan waktu antara penangkapan ikan dan
pendinginan. Ketiga, media es yang digunakan juga mempengaruhi hasil
pendinginan ikan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan es yang
terbuat dari air laut dapat mempengaruhi rasa dan aroma ikan, sehingga
tidak disarankan untuk digunakan pada ikan yang akan dijual sebagai
produk segar. Selain itu, penggunaan es yang terkontaminasi dapat
meningkatkan risiko kontaminasi bakteri pada ikan. Keempat, pendinginan
ikan menggunakan media es memiliki potensi untuk mengurangi
pemborosan pangan. Jika dilakukan dengan benar, pendinginan ikan dapat
27
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendinginan es dapat diguanakan sebagai media
mempertahankan mutu ikan dan untuk memperpanjang jangka waktu ikan
hal ini dapat memudahkan untuk menjaga mutu tersebut.
29
ACARA IV
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Sebelum penemuan kulkas, icehouses digunakan penyimpanan
selama musim dingin dan dikemas dengan salju dan es selama musim
dingin. Mesin pendingin adalah sebuah alat siklus yang prinsip kerjanya
hampir sama dengan mesin kalor yang menggunakan fluida kerja
berupa refrigeran. Cold Storage merupakan suatu alat mesin pendingin
yang menampung benda-benda yang akan mengalami proses
pendinginan. Unit cold storage biasa digunakan dalam kehidupan
sehari-hari untuk mendinginkan atau mengawetkan makanan seperti
daging, sayuran dan buah-buahan begitu juga dengan minuman.
Adapun penggunaan cold storage di industri biasa digunakan untuk
mendinginkan bahan baku atau bahan jadi dari satu produk. Salah satu
tujuan cold storage adalah untuk memperpanjang umur penyimpanan
dengan cara pendinginan. Industri pengawetan daging dan daging
unggas, pengawetan ikan saat pengapalan. Pembekuan merupakan
cara pengawetan dengan penyimpanan daging ayam dalam keadaan
beku yang dilaksanakan pada suhu di bawah -15C dimana
mikroorganisme tidak akan tumbuh.
Berkembangnya teknologi dibidang refrigerasi atau pendinginan
memberikan banyak keuntungan bagi kebutuhan manusia, karena
bahan makanan yang disimpan dengan sistem refrigerasi tersebut
dapat terjaga kualitas dan kesegarannya sampai beberapa Minggu
hingga saat diperlukan untuk diolah lebih lanjut. Mengingat betapa
komplek dan luasnya permasalahan yang terjadi pada cold storage
terutama pada sistem refrigerasinya, untuk merumuskan masalah
bagaimana mendesign sebuah cold storage yang efisien dan optimum
30
B. Tujuan Pratikum
Tujuan dari pratikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
proses pendinginan pada ikan.
31
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Saat ini banyak produk yang disimpan di ruangan yang telah didinginkan,
proses tersebut dikenal dengan sebutan room cooling. Metode ini secara umum
sudah cukup untuk menjaga produk pada temperatur yang rendah saat produk
tersebut didinginkan terlebih dahulu (pre-cooling), tetapi kadang- kadang tidak
mampu untuk menarik field heat dengan cepat untuk menjaga kualitas produk
highly perishable crops (sangat mudah rusak apabila tidak mendapat perlakuan
tertentu). Room cooling tidak cukup memadai untuk penyimpanan produk yang
disimpan di wadah yang besar, seperti bulk boxes atau pallet loads, untuk itu
diperlukanlah pendinginan yang cepat agar beban kalor dapat teratasi (Boyette,
dkk, 1994). Boyette, Wilson dan Estes (1994) menjelaskan bahwa pada proses
room cooling, kalor ditarik secara perlahan hanya dari bagian luar wadah.
Pada bagian tengah wadah respirasi produk akan menghasilkan kalor, hal
ini dapat menaikan temperatur karena prosesnya lebih cepat daripada pelepasan
kalornya itu sendiri. Beberapa tipe produk seperti stroberi, harus didinginkan
secepat mungkin setelah pemanenan untuk menjaga kualitas kesegarannya.
Apabila tidak langsung didinginkan, meskipun hanya beberapa jam saja hal itu
akan sangat mengurangi kualitas produk. Untuk hal ini room cooling jelas tidak
akan mampu untuk menanggulangi beban pendinginan dengan cepat. Untuk
menjaga kualitas, produk yang segar harus didinginkan pada temperatur
penyimpanan yang direkomendasikan. Forced-Air Cooling mendinginkan produk
lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan room.
32
BAB III
METODELOGI
b. Bahan:
Ikan
Garam
C. Prosedur Kerja
Pertama, timbang berat ikan. Kemudian siapkan es batu dan
hancurkan menjadi ukuran kecil. Timbang es batu dengan
perbandingan 2:1 (Es ikan). Lakukan penyusunan es batu dan ikan
secara merata, dimulai dari lapisan es dilanjutkan ikan. Diamkan
selama 30 menit. Lalu setelah itu, diamkan lagi selama 60 menit.
Setelah selesai, ambil ikan dari dalam Styrofoam, kemudian cek suhu
dan beratnya dan amati hasilnya.
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 4. Pengamatan Suhu Daging Ikan Pada Media Chilling Room
Waktu
15 30 45 60
Suhu 20,7 ̊ C 13,5 ̊ C
B. Pembahasan
Chilling room sangat penting dalam industri makanan dan
minuman, farmasi, dan kimia karena dapat menjaga kualitas produk.
Dalam industri makanan dan minuman, suhu dingin dapat menghambat
pertumbuhan bakteri yang dapat merusak makanan atau minuman.
Sedangkan dalam industri farmasi, suhu dingin dapat mempertahankan
stabilitas obat dan menghindari degradasi yang dapat mengurangi
efektivitas obat.
35
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Chilling room dapat memberikan lingkungan yang nyaman dan
tenang bagi orang untuk bersantai dan menghilangkan stres. Chilling room
dapat meningkatkan kesehatan mental dan emosional, meningkatkan
kreativitas, dan membantu mengurangi stres. Namun, untuk menciptakan
chilling room yang ideal, perlu memperhatikan beberapa faktor seperti
lokasi, pencahayaan, suara, dan fasilitas.
36
ACARA V
PENDINGINAN IKAN DENGAN MEDIA FREEZER
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Ikan adalah produk pangan yang mudah mengalami kemunduran
mutu (perishable food). Penurunan mutu ikan segar dapat disebabkan oleh
kerja enzim maupun pertumbuhan mikroba. Penanganan ikan segar yang
kurang hati-hati dan penerapan sanitasi yang kurang baik dapat
mempercepat kemunduran mutu ikan. Untuk tetap menjaga kesegaran
ikan sampai kepada konsumen maka wajib dilakukan penerapan rantai
dingin (cold chain). Penanganan ikan segar dapat dilakukan dengan
menerapkan suhu dingin baik melalui teknik pendinginan dan pembekuan
untuk mencegah kemunduran mutu ikan. Teknik pembekuan adalah
metode penanganan dan penyimpanan yang efektif untuk produk hasil
perikanan, dimana dapat menghambat pertumbuhan mikrobiologi dengan
menghentikan reaksi enzimatik (Guo dan Liu, 2014). Selanjutnya menurut
Hallieret et.al., (2007) perlakuan pembekuan dan pelelehan yang dilakukan
berulang dapat mengakibatkan perubahan pada bahan pangan seperti
menurunnya mutu sensori, kandungan protein dan kehilangan kemampuan
menahan kapasitas air (water holding capacity) sehingga mengakibatkan
driploss. Lee dan Park (2017) menyatakan bahwa driploss akan terjadi jika
pembekuan dan pelelehan dilakukan berulang kali dan dapat
mempengaruhi mutu sensori suatu bahan pangan.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
proses pendinginan pada ikan.
37
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Chest Freezer merupakan alat listrik rumah tangga yang dalam sistem
kerjanya menggunakan siklus kompresi uap. Mesin chest freezer bekerja pada
suhu -26ºC sampai -40ºC, siklus kompresi uap mencakup beberapa proses-proses
kompresi, proses pengembunan, proses penurunan tekanan dan proses
penguapan. Proses penguapan yang berlangsung pada evaporator memerlukan
kalor yang diambil dari lingkungan. Pada siklus kompresi tersebut memerlukan
fluida kerja yang di kenal dengan sebutan refrigeran. (Mardika, 2015 ) Lingkungan
pada sekitar evaporator akan diambil kalornya, maka lingkungan yang berada di
sekitar evaporator akan menjadi lebih dingin. Kalor yang diambil nantinya akan
dibuang oleh kondensor. Chest freezer menggunakan refrigeran yang bersikulasi
menyerap serta melepaskan panas dan terjadi perubahan tekanan rendah menjadi
tekanan tinggi serta tekanan tinggi menjadi tekanan rendah. Sirkulasi tersebut
akan terjadi berulang secara terus menerus. (Mardika, 2015 ) Refrigeran
merupakan bahan pendingin atau fluida kerja yang digunakan untuk menyerap
panas melalui perubahan fase dari cair ke gas (evaporasi) dan membuang panas
melalui perubahan fase dari gas ke cair (kondensasi). Refrigeran menjadi media
pemindah panas dalam sistem pendinginan. Refrigeran akan mengalami proses
perubahan dari cari ke bentuk gas dan akan kembali lagi ke bentuk cair setelah
mengalami beberapa proses pada dalam siklus kompresi uap. (Mardika, 2015).
38
BAB III
METODELOGI
b. Bahan:
Ikan
Garam
C. Prosedur Kerja
Pertama, timbang berat ikan. Kemudian lakukan penyusunan ikan
pada nampan atau baskom. Simpan didalam freezer, diamkan selama 30
menit. Lalu setelah itu, diamkan lagi selama 60 menit. Setelah selesai,
ambil ikan dari dalam kulkas, kemudian cek suhu dan beratnya dan amati
hasilnya.
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
Pendinginan ikan merupakan salah satu teknik pengawetan
makanan yang umum dilakukan. Pendinginan ikan dilakukan dengan
menurunkan suhu ikan secara cepat dan konstan agar pertumbuhan
bakteri dan mikroorganisme lainnya dapat ditekan. Pendinginan ikan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan
freezer.
Freezer merupakan alat yang dapat menurunkan suhu benda
dengan cepat dan konstan. Dalam hal ini, freezer dapat digunakan untuk
menurunkan suhu ikan secara cepat dan efektif. Selain itu, freezer juga
dapat membantu menjaga kualitas dan kesegaran ikan lebih lama
dibandingkan dengan metode pendinginan lainnya.
41
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pengawetan ikan, penggunaan freezer dapat menjadi
alternatif yang efektif untuk kegiatan pendinginan ikan. Freezer dapat
membantu menjaga kualitas dan kesegaran ikan lebih lama dibandingkan
dengan metode pendinginan lainnya. Namun, perlu diperhatikan beberapa
hal seperti kualitas ikan, suhu freezer, dan kemasan yang benar untuk
memastikan keberhasilan kegiatan pendinginan ikan.
III. PEMINDANGAN IKAN
ACARA VI
PEMINDANGAN IKAN DENGAN METODE REBUS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Pemindangan adalah suatu teknik pengolahan dan pengawetan
dengan cara merebus atau mengkukus ikan dalam suasana bergaram
selama jangka waktu tertentu di dalam suatu wadah dan selanjutnya terjadi
proses pengurangan kadar air sampai batas tertentu (Pandit, et al. 2007).
Sedangkan Proses steam adalah proses memasak lembab/basah dengan
panas dari uap air atau dikenal dengan istilah mengkukus, era modren saat
ini telah banyak melakukan perubahan dari merebus menjadi mengkukus,
hal ini dikarenakan pada saat dikukus makanan tidak bersentuhan
langsung dengan air sehingga protein protein yang larut dalam air tidak
hilang, mengkukus dapat menjaga tekstur pangan lebih bagus, proses
pematangan dengan cara kukus dapat mempertahankan rasa asli dari ikan
tersebut (Mulyatiningsih, 2017).
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari pratikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
proses pengawetan ikan secara tradisional, dan mengetahui proses
pemindangan ikan, serta mengetahui teknik pemindangan ikan.
43
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
METODELOGI
b. Bahan:
Ikan
Garam
Kunyit
Air
C. Prosedur Kerja
Pertama, ikan yang masih segar ditimbang dan dibuang insang
serta isi perutnya. Kemudian ikan dicuci hingga bersih lalu meniriskannya.
Setelah itu, menimbang kembali ikan yang telah dibersihkan isi perutnya.
Timbanglah garam sebanyak 2,5 – 10% dari volume air untuk merebus dan
ditambahkan kunyit bubuk secukupnya. Didihkan air yang telah tercampur
dengan garam dan kunyit. Selanjutnya ikan direbus selama 10 - 15 menit.
Kemudian ikan diangkat dan ditiriskan. Ikan pindang siap diamati dan diuji
sensori.
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. kenampakan 1 2 3 4 5
Utuh rapi, warna bercahaya cemerlang 9
Utuh rapi, bersih, warna kurang cemerlang, 8
bercahaya
Utuh, rapih, bersih, agak kusam 7
Utuh, rapih, kurang bersih, agak kusam 6
Utuh, tidak rapih, kurang bersih, agak kusam 5
Utuh, tidak rapih, kusam 3
Utuh, tidak rapih, sangat kusam 1
2. Bau
Sangat segar, harum 9
Segar, harum 8
Segar, kurang harum 7
Kurang segar mendekati netral 6
Mulai timbul bau asam 5
Asam agak basi 3
Asam, busuk 1
3. Rasa
Sangat enak, gurih 9
Enak, gurih 8
Enak, kurang gurih 7
Kurang gurih, agak hambar 6
Netral 5
Asam agak basi 3
Asam, busuk 1
4. Tekstur
Sangat padat, kompak lentur 9
Padat, kompak lentur 8
Padat, kurang kompak 7
Padat, kurang kompak, agak lembek 6
Kurang padat, kurang kompak lembek 5
Lembek dan berair 3
Lembek sekali 1
5. lendir
Tidak berlendir 9
Lendir tipis tidak berbau 8
47
B. Pembahasan
Dari hasil organoleptik kebanyakan untuk parameter rasa semua
orang dapat dikatakan suka terhadap olahan ikan pindang. Dari segi
kenampakan dapat dinyatakan ikan pindang terlihat menarik sedangkan
dari segi bau ikan pindang berbau segar dan harum. Untuk tekstur dapat
dinyatakan padat hal ini karena peran garam yang mengurangi kadar air
pada ikan. Lendir pada proses pemindangan dapat di nyatakan tidak ada
lendir sama sekali jika pengolahan dan ikan yang digunakan baik.
48
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemindangan merupakan salah satu cara pengawetan ikan secara
tradisional.
2. Pemindangan dapat mengurangi kadar air dalam ikan.
3. Pemindangan salah satu olahan yang paling di sukai dan sederhana di
Indonesia.
49
BAB VII
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Pemindangan adalah suatu teknik pengolahan dan pengawetan
dengan cara merebus atau mengkukus ikan dalam suasana bergaram
selama jangka waktu tertentu di dalam suatu wadah dan selanjutnya terjadi
proses pengurangan kadar air sampai batas tertentu (Pandit, et al. 2007).
Sedangkan Proses steam adalah proses memasak lembab/basah dengan
panas dari uap air atau dikenal dengan istilah mengkukus, era modren saat
ini telah banyak melakukan perubahan dari merebus menjadi mengkukus,
hal ini dikarenakan pada saat dikukus makanan tidak bersentuhan
langsung dengan air sehingga protein protein yang larut dalam air tidak
hilang, mengkukus dapat menjaga tekstur pangan lebih bagus, proses
pematangan dengan cara kukus dapat mempertahankan rasa asli dari ikan
tersebut (Mulyatiningsih, 2017).
C. Tujuan Praktikum
Tujuan dari pratikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
proses pengawetan ikan secara tradisional, dan mengetahui proses
pemindangan ikan, serta mengetahui teknik pemindangan ikan.
50
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
METODELOGI
d. Bahan:
Ikan
Garam
Kunyit
Air
C. Prosedur Kerja
Pertama, ikan yang masih segar ditimbang dan dibuang insang
serta isi perutnya. Kemudian ikan dicuci hingga bersih lalu meniriskannya.
Setelah itu, menimbang kembali ikan yang telah dibersihkan isi perutnya.
Timbanglah garam sebanyak 2,5 – 10% dari volume air untuk mengukus
dan ditambahkan kunyit bubuk secukupnya. Didihkan air yang telah
tercampur dengan garam dan kunyit. Selanjutnya ikan direbus selama 10 -
15 menit. Kemudian ikan diangkat dan ditiriskan. Ikan pindang siap diamati
dan diuji sensori.
52
BAB IV
A. Hasil
1. kenampakan 1 2 3 4 5
Utuh rapi, warna bercahaya cemerlang 9
Utuh rapi, bersih, warna kurang cemerlang, 8
bercahaya
Utuh, rapih, bersih, agak kusam 7
Utuh, rapih, kurang bersih, agak kusam 6
Utuh, tidak rapih, kurang bersih, agak kusam 5
Utuh, tidak rapih, kusam 3
Utuh, tidak rapih, sangat kusam 1
2. Bau
Sangat segar, harum 9
Segar, harum 8
Segar, kurang harum 7
Kurang segar mendekati netral 6
Mulai timbul bau asam 5
Asam agak basi 3
Asam, busuk 1
3. Rasa
Sangat enak, gurih 9
Enak, gurih 8
Enak, kurang gurih 7
Kurang gurih, agak hambar 6
Netral 5
Asam agak basi 3
Asam, busuk 1
4. Tekstur
Sangat padat, kompak lentur 9
Padat, kompak lentur 8
Padat, kurang kompak 7
Padat, kurang kompak, agak lembek 6
Kurang padat, kurang kompak lembek 5
Lembek dan berair 3
Lembek sekali 1
5. lendir
54
Tidak berlendir 9
Lendir tipis tidak berbau 8
Lendir tipis agak netral 7
Lendir mulai mengering 6
Lendir mengering 5
Lendir kental dan asam 3
Lendir kental dan busuk 2
B. Pembahasan
Dari hasil organoleptik kebanyakan untuk parameter rasa semua
orang dapat dikatakan suka terhadap olahan ikan pindang. Dari segi
kenampakan dapat dinyatakan ikan pindang terlihat menarik sedangkan
dari segi bau ikan pindang berbau segar dan harum. Untuk tekstur dapat
dinyatakan padat hal ini karena peran garam yang mengurangi kadar air
pada ikan. Lendir pada proses pemindangan dapat di nyatakan tidak ada
lendir sama sekali jika pengolahan dan ikan yang digunakan baik.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemindangan merupakan salah satu cara pengawetan ikan secara
tradisional.
2. Pemindangan dapat mengurangi kadar air dalam ikan.
3. Pemindangan salah satu olahan yang paling di sukai dan sederhana di
Indonesia.
56
ACARA VIII
PENGGARAMAN IKAN DENGAN METODE PENGGARAMAN KERING
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Perairan Indonesia yang luas membuat Indonesia memiliki potensi
perikanan yang cukup besar (Hartoyo, 2002). Sumber daya perairan umum
yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan budi daya perikanan
meliputi: perairan tawar seperti sungai, waduk, saluran irigasi teknis, rawa,
dan danau; perairan payau seperti tambak, hutan bakau; dan perairan laut,
sehingga banyak jenis (spesies) ikan yang hidup atau menghuni di perairan
umum (Cahyono, 2001). Ikan merupakan sumber protein hewani yang
potensial tetapi memiliki kelemahan yaitu mudah membusuk. Oleh karena
itu, perlu dilakukan upaya untuk mengatasi ikan tersebut agar tidak cepat
membusuk yaitu dengan pengawetan ikan. Salah satu bentuk pengawetan
ikan yang mudah dilakukan dan efektif untuk mencegah pembusukan
adalah dengan penggaraman.
Ada 2 macam teknik penggaraman yaitu penggaraman basah dan
penggaraman kering, penggaraman yang umum dilakukan adalah jenis
penggaraman kering yaitu penggaraman yang menggunakan kristal garam
yang dicampurkan dengan ikan (Budiman, 2004). Garam yang umumnya
digunakan oleh nelayan untuk menggarami ikan hasil tangkapan adalah
jenis garam curah, garam ini dipilih oleh nelayan karena secara ekonomis
lebih murah dan lebih mudah didapat. Semua proses pengawetan
bertujuan untuk mempertahankan kualitas ikan termasuk nilai nutrisi yang
terkandung di dalamnya, terutama yang dibutuhkan oleh manusia yaitu
protein. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
penggaraman terhadap protein ikan, sehingga diharapkan dapat
menambah pengetahuan tentang kandungan gizi terutama protein yang
terdapat dalam ikan segar maupun ikan yang sudah di awetkan (ikan asin).
58
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
cara pengolahan dan pengawetan dengan metode penggaraman metode
kering.
59
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
METODELOGI
b. Bahan:
Ikan
Garam
Plastik packing
C. Prosedur Kerja
Menyiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan. Kemudian
timbanglah ikan dan buang insang serta isi perutnya lalu cuci bersih dan
tiriskan. Setelah itu, lakukan lagi penimbangan pada ikan yang telah
disiangi. Selanjutnya, menimbang garam 5%, 10%, 15% (kelipatan 5%)
sesuai berat ikan yang ditimbang. Taburi garam pada seluruh tubuh ikan
lalu dibungkus dan diamkan selama 24 jam. Setelah didiamkan selama 24
jam, buka bungkus packing lalu jemur ikan hingga kering.
61
Menyiapkan semua alat dan bahan yang
diperlukan
Menimbang ikan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
Jadi, saat melakukan penggaraman dengan metode kering, garam
yang dibutuhkan dsebesar 10% dari berat awal ikan yang telah disiangi.
Setelah itu, taburi ikan dengan garam secara merata lalu membungkus
ikan dan mendiamkan ikan tersebut selama 24 jam. Saat ikan telah
didiamkan selama 24 jam, ikan siap untuk dalam proses pengeringan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada pratikum yang kami lakukan tentang penggaraman ikan
kering bahwa fungsi garam tersebut adalah untuk menarik keluar cairan
pada tubuh ikan dan membunuh bakteri yang ada pada tubuh ikan. Pada
proses pengeringan ikan akan terjadi perubahan warna, kulit, dan seluruh
bagian tubuh ikan, hal ini disebabkan faktor suhu, kadar lemak, dan metode
yang digunakan.
65
ACARA IX
PENGGARAMAN IKAN DENGAN METODE PENGGARAMAN BASAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak
dikonsumsi masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan
cepat mengalami proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan
perlu diketahui semua lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara
tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, salah
satu caranya adalah dengan pembuatan ikan asin (Suhartini dan Hidayat,
2005). Cara pengawetan ini merupakan usaha yang paling mudah dalam
menyelamatkan hasil tangkapan nelayan. Dengan penggaraman proses
pembusukan dapat dihambat sehingga ikan dapat disimpan lebih lama.
Penggunaan garam sebagai bahan pengawet terutama diandalkan
pada kemampuannya menghambat pertumbuhan bakteri dan kegiatan
enzim penyebab pembusukan ikan yang terdapat dalam tubuh ikan
(Afrianto dan Liviawaty, 1989). Pengolahan ikan asin adalah cara
pengawetan ikan yang telah kuno, tetapi saat kini masih banyak dilakukan
orang di berbagai negara. Di Indonesia, bahkan ikan asin masih
menempati posisi penting sebagai salah satu bahan pokok kebutuhan
hidup rakyat banyak. Meskipun ikan asin sangat memasyarakat, ternyata
pengetahuan masyarakat mengenai ikan asin yang aman dan baik untuk
dikonsumsi masih kurang. Buktinya ikan asin yang mengandung formalin
masih banyak beredar dan dikonsumsi, padahal dampaknya sangat
merugikan kesehatan. Formalin digunakan karena dapat memperpanjang
keawetan ikan asin.
66
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
cara pengolahan dan pengawetan dengan metode penggaraman metode
basah.
67
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
METODELOGI
d. Bahan:
Ikan
Garam
Plastik packing
C. Prosedur Kerja
Menyiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan. Kemudian
timbanglah ikan dan buang insang serta isi perutnya lalu cuci bersih dan
tiriskan. Setelah itu, lakukan lagi penimbangan pada ikan yang telah
disiangi. Selanjutnya, menimbang garam 5%, 10%, 15% (kelipatan 5%)
sesuai berat ikan yang ditimbang. Taburi garam pada seluruh tubuh ikan
lalu dibungkus dan diamkan selama 24 jam. Setelah didiamkan selama 24
jam, buka bungkus packing lalu jemur ikan hingga kering.
69
Menyiapkan semua alat dan bahan yang
diperlukan
Menimbang ikan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
Jadi, saat melakukan metode penggaraman basah, berat awal ikan
yang belum disiangi ialah 309 gram dan setelan ikan disiangi, beratnya
berkurang menjadi 256 gram. Kemudian kami membuat larutan air garam
dengan banyak airnya 500 ml dan garam 10% dari berat ikan yang telah
disiangi sebesar 25,6 gram. Setelah itu, masukkan ikan kedalam larutan air
yang sudah dilarutkan garam dan bungkus ikan lalu didiamkan selama 24
jam. Setelah didiamkan selama 24 jam, ikan siap untuk dalam proses
pengeringan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada pratikum yang kami lakukan tentang penggaraman ikan
kering bahwa fungsi garam tersebut adalah untuk menarik keluar cairan
pada tubuh ikan dan membunuh bakteri yang ada pada tubuh ikan. Pada
proses pengeringan ikan akan terjadi perubahan warna, kulit, dan seluruh
bagian tubuh ikan, hal ini disebabkan faktor suhu, kadar lemak, dan metode
yang digunakan.
73
V. PENGERINGAN IKAN
74
ACARA X
PENGERINGAN IKAN SECARA ALAMI (SUN DRYING)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Pengeringan adalah proses pengeluaran kandungan air bahan
hingga mencapai kandungan air tertentu agar kecepatan kerus bahan
dapat diperlambat. Proses ini dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara
lingkungan, kecepatan aliran udara pengering, kandungan air yang
diinginkan, energi pengering, dan kapasitas pengering. Pengeringan yang
terlampau cepat dapat merusak bahan, oleh karena permukaan bahan
terlalu cepat kering sehingga kurang bisa diimbangi dengan kecepatan ger
air bahan menuju permukaan. Karenanya menyebabkan pengerasan pada
permukaan bahan selanjutnya air dalam bahan tidak dapat lagi menguap
karena terhambat. Disamping itu, operasional pengeringan dengan suhu
yang terlalu tinggi dapat merusak bahan. Pengaturan suhu dan lamanya
waktu pengeringan dilakukan dengan memperhatikan kontak antara alat
pengering dengan alat pemanas (baik itu berupa udara panas yang
dialirkan maupun alat pemanas lainnya). Namun demi pertimbangan-
pertimbangan standar gizi maka pemanasan dianjurkan tidak lebih dari 85
dejarat celcius (Suharto, 1991).
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari pratikum ini adalah agar mahasiwa dapat mengetahui
cara pengeringan ikan dengan dengan menggunakan sinar matahari
sebagai media pengering.
75
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
METODELOGI
b. Bahan:
Ikan yang sudah dimarinasi
C. Prosedur Kerja
Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Kemudian
menimbang ikan dan setelah itu susun ikan pada nampan lalu jemur
dibawah sinar matahari hingga kering. Setelah itu timbang lagi berat ikan
yang sudah kering.
77
Menyiapkan semua alat dan bahan yang
diperlukan
Menimbang ikan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
Pada proses pengeringan ikan secara alami membutuhkan cuaca
yang mendukung agar ikan dapat mengering dengan sempurna dan tidak
terjadi kerusakan. Akan tetapi pada pengeringan ikan kali ini ikan tidak
kering secara sempurna dan mengalami kebusukan dikarenakan cuaca
yang tidak mendukung dan juga ditambah dengan air yang terkandung
didalam ikan terlalu berlebihan. Pengeringan ikan membutuhkan tempat
yang baik pula agar higenitas ikan terjaga dan juga terhindar dari gangguan
seperti serangga dan juga kucing yang ingin mengambil ikan.
79
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses pengeringan ikan secara alami memerlukan cahaya
matahari yang cukup. Sehingga ikan yang kering dengan sempurna
memiliki daya simpan yang lebih tahan lama.
80
ACARA XI
PENGERINGAN IKAN SECARA MEKANIS (MECHANICAL DRYING)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Pengeringan adalah proses pengeluaran kandungan air bahan
hingga mencapai kandungan air tertentu agar kecepatan kerus bahan
dapat diperlambat. Proses ini dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara
lingkungan, kecepatan aliran udara pengering, kandungan air yang
diinginkan, energi pengering, dan kapasitas pengering. Pengeringan yang
terlampau cepat dapat merusak bahan, oleh karena permukaan bahan
terlalu cepat kering sehingga kurang bisa diimbangi dengan kecepatan ger
air bahan menuju permukaan. Karenanya menyebabkan pengerasan pada
permukaan bahan selanjutnya air dalam bahan tidak dapat lagi menguap
karena terhambat. Disamping itu, operasional pengeringan dengan suhu
yang terlalu tinggi dapat merusak bahan. Pengaturan suhu dan lamanya
waktu pengeringan dilakukan dengan memperhatikan kontak antara alat
pengering dengan alat pemanas (baik itu berupa udara panas yang
dialirkan maupun alat pemanas lainnya). Namun demi pertimbangan-
pertimbangan standar gizi maka pemanasan dianjurkan tidak lebih dari 85
dejarat celcius (Suharto, 1991).
C. Tujuan Praktikum
Tujuan dari pratikum ini adalah agar mahasiwa dapat mengetahui
cara pengeringan ikan dengan dengan menggunakan sinar matahari
sebagai media pengering.
81
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
METODELOGI
d. Bahan:
Ikan yang sudah dimarinasi
C. Prosedur Kerja
Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Kemudian
menimbang ikan dan setelah itu susun ikan pada nampan lalu keringkan
didalam oven dengan suhu 60 ̊ C. Setelah itu timbang lagi berat ikan yang
sudah kering.
83
Menyiapkan semua alat dan bahan yang
diperlukan
Menimbang ikan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
Pengeringan buatan dilakukan dengan menggunakan pemanasan
dari hasil pembakaran. Media udara dihembus melalui pemanas atau
kontak langsung ke produk yang dikeringkan. Pemanasan udara dapat
dilakukan secara langsung (direct) dan tidak langsung (indirect). Pada
dasarnya, pengeringan mekanis dibedakan menjadi dua macam yaitu
sistem batch (batch system) dan sistem kontinyu (continuous system).
Pada sistem batch, bijian dikeringkan dalam suatu wadah dan kontak
antara bijian dengan udara pengering lama/berulang kali. Pada sistem
kontinyu, bijian mengalir secara kontinyu dan kontak dengan udara
pengering hanya sekali saat bijian berada pada kolom/zona pengeringan
saja. Kelebihan menggunakan pengering mekanis adalah dapat
menghasilkan produk berkualitas, suhu terkendali, dan laju bisa dipercepat.
Pengeringan juga tidak tergantung iklim dan cuaca (tidak harus siang hari
tetapi bisa malam hari), cocok untuk komoditas tinggi, serta ukuran dan
kapasitas dapat dibuat besar. Sedangkan kelemahannya adalah biaya
yang tinggi terutama bahan bakar.
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses pengeringan ikan secara alami memerlukan cahaya
matahari yang cukup. Sehingga ikan yang kering dengan sempurna
memiliki daya simpan yang lebih tahan lama.
86
ACARA XII
FERMENTASI (TERASI UDANG REBON)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Terasi adalah suatu jenis penyedap makanan berbentuk pasta,
berbau khas hasil fermentasi udang, ikan, atau campuran keduanya
dengan garam atau bahan tambahan lain. Hampir semua negara di Asia
Selatan dan Tenggara memiliki produk ini yaitu Hentak, Ngari, dan Tungtap
di India, Bagoong di Filipina, Terasi di Indonesia, Belacan di Malaysia,
Ngapi di Myanmar, Ka-pi di Thailand. Pasta ikan atau udang biasanya
terbuat dari berbagai jenis ikan air tawar dan laut serta udang (Thapa
2002). Kandungan asam amino utama yang terdapat dalam fermentasi
udang bergaram (terasi) selama penyimpanan 3 bulan adalah asam
aspartat, asam glutamat, alanina, leusina, dan lisina. Sampel terasi dengan
kandungan protein tertinggi merupakan terasi terbaik, karena komponen
zat gizi yang mendukung kualitas terasi dapat dilihat dari tingginya kadar
protein. Peralta et al. 2005 menyatakan bahwa asam amino yang diperoleh
dari proses fermentasi garam melalui pemecahan komponen bahan baku
oleh aktivitas enzim pendegradasi (misalnya protease, amilase, dan lipase)
merupakan prekursor timbulnya rasa gurih (umami). Selama proses
fermentasi ikan berlangsung, semakin besar produksi enzim dari
mikroorganisme dapat menghasilkan pembentukan asam amino semakin
tinggi oleh aktivitas enzim proteolitik, terutama asam glutamat dan asam
aspartat (Susilowati 2010).
B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dalam praktikum ini ialah mengetahui cara
pembuatan terasi.
88
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Terasi adalah salah satu produk perikanan yang berbahan dasar utama
udang rebon dan juga ikan yang melalui proses fermentasi. Terasi adalah suatu
jenis bahan penyedap makanan yang berbau khas, hasil fermentasi udang atau
ikan atau campuran keduanya dengan garam, dengan atau tanpa bahan
tambahan lain yang diijinkan. Terasi umumnya berbentuk padat, teksturnya agak
kasar, dan mempunyai kekhasan berupa aroma yang tajam namun rasanya
sangat gurih. Terasi yang bermutu baik biasanya berwarna coklat gelap, berbau
khas terasi, tidak berbau tengik, tidak mengandung kotoran seperti pasir, sisa-sisa
ikan atau udang. Terasi udang berbahan dasar dari udang-udang kecil atau biasa
disebut dengan rebon. Terasi udang berbeda dengan terasi ikan. Salah satu
perbedaan ini dapat diamati dari segi warna, dimana terasi udang pada umumnya
memiliki warna coklat kemerahan sedangkan terasi ikan bewarna kehitaman.
Prinsip dari fermentasi ikan atau udang adalah fermentasi. Fermentasi yang
dimaksud disini adalah proses pengubahan bahan-bahan organic menjadi bentuk
lain dengan menggunakan bantuan mikroorganisme secara terkontrol. Pembuatan
terasi udang ini meliputi adanya perlakuan penggaraman, pengeringan,
penggilingan, dan fermentasi (Sciences, 2016).
89
BAB III
METODELOGI
b. Bahan:
Udang rebon
Plastik
Garam
Air
C. Prosedur Kerja
Haluskan udang rebon menggunakan ulekan atau blender. Siapkan
garam dengan konsentrasi 2% s/d 10% dari berat udang. Setelah itu,
campur dengan garam sesuai porsi yang sudah ditetapkan pada masing-
masing kelompok. Kemudian homogenkan hingga merata dan tambahkan
sedikit air. Bungkus menggunakan plastik dan fermentasikan selama
beberapa hari dan keringkan.
90
Menghaluskan udang rebon menggunakan
ulekan atau blender
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
Terasi adalah salah satu produk perikanan yang berbahan dasar
utama udang rebon dan juga ikan yang melalui proses fermentasi (Karim,
2014). Menurut BSN (2016) terasi adalah suatu jenis bahan penyedap
makanan yang berbau khas, hasil fermentasi udang atau ikan atau
campuran keduanya dengan garam, dengan atau tanpa bahan tambahan
lain yang diijinkan. Terasi umumnya berbentuk padat, teksturnya agak
kasar, dan mempunyai kekhasan berupa aroma yang tajam namun
rasanya sangat gurih. Terasi yang bermutu baik biasanya berwarna coklat
93
gelap, berbau khas terasi, tidak berbau tengik, tidak mengandung kotoran
seperti pasir, sisa-sisa ikan atau udang (Angkat, 2013).
Terasi udang berbahan dasar dari udang-udang kecil atau biasa
disebut dengan rebon. Terasi udang berbeda dengan terasi ikan. Salah
satu perbedaan ini dapat diamati dari segi warna, dimana terasi udang
pada umumnya memiliki warna coklat kemerahan sedangkan terasi ikan
bewarna kehitaman (Ma’ruf, 2013). Prinsip dari fermentasi ikan atau udang
adalah fermentasi. Fermentasi yang dimaksud disini adalah proses
pengubahan bahan-bahan organic menjadi bentuk lain dengan
menggunakan bantuan mikroorganisme secara terkontrol. Pembuatan
terasi udang ini meliputi adanya perlakuan penggaraman, pengeringan,
penggilingan, dan fermentasi (BSN, 2016).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti
dilapangan yang telah dituangkan dalam pembahasan sebelumnya
mengenai “Sejarah Perkembangan Industri Pengolahan Belacan (Terasi)
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan
makmur salah satunya melalui pembangunan bidang industri khususnya
industri kecil.
2. Bahan baku untuk Industri ini berasal dari laut Asahan dengan harga
sekitar Rp 20.000,00- Rp 25.000,00/perkeranjang dan bahan pembantu
berupa garam yang berasal dari Tanjung Balai dengan harga sebesar Rp
60.000,00
3. Industri Pengolahan Terasi yang ada di Pekan ini merekrut pekerja yang
memprioritaskan para pekerja laki-laki dan mempunyai kemampuan dan
cekatan dalam pengolahan belacan (terasi)
4. Hambatan-hambatan yang dialami oleh pengusaha dalam
mengembangkan industri pengolahan Terasi ini seperti kesulitan modal,
sulitnya memperoleh bahan baku, persaingan dengan industri terasi
lainnya serta pemasaran yang kurang lancer.
5. Dengan adanya Industri Pengolahan Terasi ini dapat memberikan
pengaruh positif bagi masyarakat yang berada didaerah industri
pengolahan terasi, adapun dampak positif yaitu : Pertama Mengurangi
tingkat pengangguran. Dengan adanya industri pengolahan belacan ini
maka akan merekrut pekerja pekerja dari daerah tersebut khususnya para
pemuda yang tidak mempunyai pekerjaan, secara tidak langsung dengan
adanya industri ini akan mengurangi tingkat pengangguran didaerah
tersebut. Kedua Membantu ekonomi dan kesejahteraan tenaga kerja,
dengan adanya industri pengolahan belacan, pendapatan tenaga kerja pun
tercukupi.
95
VII. PETIS
96
ACARA XIII
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Limbah cair industri pemindangan ikan berpotensi mencemari
lingkungan karena mengandung banyak bahan organik (Dislautkan Kab.
Pati, 2013). Seperti yang diungkapkan Gonzales dalam Oktavia dkk (2012),
bahwa air limbah hasil buangan industri pengolahan hasil laut mengandung
berbagai macam bahan organik seperti sisa daging, isi perut, protein,
lemak dan karbohidrat yang akan berpengaruh terhadap karakteristik air
limbah tersebut. Sejauh ini limbah cair dari proses pemindangan ikan
belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal jika dimanfaatkan dengan
berbagai pengembangan teknologi, limbah cair pemindangan ikan
berpotensi menghasilkan produk-produk baru. Hal ini dikarenakan adanya
kandungan bahan-bahan yang terdapat pada limbah cair pemindangan
ikan yang bermanfaat, seperti protein, lemak, garam, dan lain- lain.
Petis ikan yang merupakan hasil samping dari proses pemindangan
ikan dengan air garam mengakibatkan petis ikan memiliki daya awet yang
cukup tinggi, dimana garam dengan konsentrasi cukup tinggi berfungsi
sebagai pengawet atau penghambat pertumbuhan mikroba pembusuk
serta meningkatkan tekanan osmotik medium (Winarno 1982 dalam
Danitasari, 2010). Petis adalah suatu produk olahan hasil perikanan, yang
dibuat dari hasil ekstrak ikan melalui proses perebusan dan selanjutnya
dipekatkan atau dikentalkan dengan penambahan bahan pembantu dan
bahan penyedap. Petis ikan yang terdapat di Indonesia merupakan hasil
penyaringan dari proses perebusan (pemindangan) ikan, atau limbah hasil
perebusan (pemindangan) dari ikan yang tidak dipergunakan lagi namun
mengandung zat gizi yang cukup tinggi.
97
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui
salah satu cara pengolahan dan pemanfaatan limbah pengolahan
perikanan secara tradisional (pemindangan) menjadi produk olahan
lainnya.
98
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan layang termasuk salah satu ikan pelagis kecil yang bernilai ekonomis
tinggi dan termasuk dalam suku Carangidae. Ikan layang mengandung kadar air
76%, protein 20,6%, lemak 1,3%, dan abu 1,4% (Nontji, 2002). Menurut data
Kementerian Kelautan dan Perikanan (2019), total produksi ikan layang di
Indonesia pada tahun 2018 sebesar 507.626,52 ton per tahun. Hal ini
menunjukkan salah satu jenis ikan yang berpotensi untuk dapat dikembangkan
menjadi produk olahan, antara lain melalui proses perebusan seperti ikan pindang
adalah ikan layang. Perebusan akan menghasilkan banyak sisa cairan yang
dikenal sebagai air rebusan. Hingga saat ini, air rebusan ikan belum dimanfaatkan
secara optimal. Air rebusan ikan pindang masih mengandung komponen nutrisi
seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral (Oktavia, Mangunwijaya, Wibowo,
Sunarti, & Rahayuningsih, 2012). Air ini dapat dimanfaatkan untuk pengolahan
lebih lanjut, salah satunya sebagai bahan baku petis ikan (Astawan, 2004). Saat
ini, pemanfaatan limbah cairan rebusan pemindangan ikan baru sekitar 41%
(Astuti,2014).
Petis merupakan produk olahan hasil perikanan berbentuk pasta yang
menyerupai bubur kental dengan aroma khas ikan atau udang, dan berwarna
hitam atau cokelat tergantung pada bahan bakunya (Isnaeni, Swastawati, &
Rianingsih, 2014). Petis diolah dari air hasil proses penggaraman atau perebusan
yang diuapkan kembali sehingga membentuk tekstur lebih padat menyerupai
pasta (Astawan,2004). Secara keseluruhan, petis yang beredar di pasaran dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu petis dengan bahan baku sari udang dan petis
dengan bahan baku sari ikan (Suprapti, 2001). Selain sari udang atau sari ikan,
pembuatan petis juga menggunakan bahan pengisi. Penggunaan bahan pengisi
bertujuan untuk memperbaiki tekstur, meningkatkan stabilitas, daya ikat air,
aroma, dan karakteristik irisan produk (Sofyan, Ikrawan & Yani, 2018).
Penambahan bahan pengisi dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas petis,
penerimaan konsumen, serta nilai jualnya. Petis yang tidak menggunakan bahan
pengisi cenderung memiliki tekstur yang encer dan memerlukan waktu pemasakan
yang lama, yaitu sekitar 10 jam (Astawan, 2004). Umumnya, bahan pengisi yang
99
digunakan pada pengolahan petis adalah tepung beras, terigu, tapioka, dan
maizena. Penggunaan tepung ini terkait kemampuannya dalam membentuk
adonan yang elastis dan tidak mudah hancur (Astawan, 2004; Fakhrudin, 2009;
Singh, Singh, Kaur, Sodhi, & Gill, 2003).
100
BAB III
METODELOGI
b. Bahan:
Air rebusan pindangan
Larutan tepung maizena
Gula putih
Gula merah
Bawang putih
Cabai rawit
C. Prosedur Kerja
Air rebusan ikan disaring terlebih dahulu, kemudian 100 mL cairan
rebusan ikan dipanaskan pada suhu 40 ̊ C – 50 ̊ C. Kemudian ditambahkan
gula merah 100g dan gula putih 100 g sedikit demi sedikit, kemudian diaduk
hingga adonan menjadi rata. Tambahkan bumbu-bumbu seperti bawang
putih goreng 5%, cabai rawit 2.5% dan merica 0,5% dari 100mL air rebusan
101
ikan. Tambahkan air jeruk limau sebanyak 2%, kemudian diaduk hingga
menjadi rata dan mengental. Setelah mengental dan rata, disaring dan
didinginkan. Petis siap untuk dilakukan uji sensori.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Kenampakan 1 2 3 4 5 6
Coklat tua, cemerlang, tidak ada kotoran . 9 √ √ √ √ √ √
Coklat agak kehitaman, menarik, sedikit 7
kotoran
Coklat agak kehitaman, kusam, sedikit kotoran 5
Coklat kehitaman, kusam, banyak kotoran 3
Hitam, tidak menarik, banyak kotoran 1
2. Bau
Harum, aroma pindang kuat, tanpa bau 9 √ √ √ √ √ √
tambahan, enak
Harum, aroma pindang sedang, tanpa bau 7
tambahan, enak
Harum, ada aroma pindang, bau tambahan 5
agak keras, enak
Tidak ada aroma pindang, bau tambahan 3
keras, enak
Tidak ada aroma pindang, bau tambahan 1
keras, agakenak
3. Rasa
Enak, rasa pindang kuat, tidak amis, rasa 9
manis dan asin cukup, segar
Cukup enak, rasa pindang sedang, tidak 7 √ √ √ √ √ √
amis, rasa manis cukup, rasa asin kuat
Agak enak, ada rasa pindang, amis, rasa 5
manis
kurang, rasa asin kuat
104
B. Pembahasan
Kandungan protein suatu bahan baku lebih rendah maka produk
yang dihasilkan akan lebih cerah (Sari & Kusnadi, 2015). Penambahan
warna coklat yang muncul saat proses pemanasan atau pengeringan
adalah akibat dari bereaksinya protein dalam bahan dengan gula pereduksi
(Fattah, 1986). Selain itu juga, penurunan derajat putih petis diduga
disebabkan karena adanya reaksi pencoklatan yang berlangsung selama
proses pemasakan. Menurut Fakhrudin (2009), penilaian mutu rasa oleh
panelis tidak berbeda nyata karena penambahan tepung, karena berbeda
jenis akan menghasilkan rasa yang netral. Akan tetapi, dari hasil analisa
petis kami memiliki rasa asin yang kuat.
Hal tersebut karena adanya pengaruh pada air pemindangan ikan.
Tekstur lembut dan kental pada petis dapat dipengaruhi oleh kandungan
amilopektin yang tinggi pada tepung. Sementara itu, kandungan gluten
pada tepung tapioka, maizena, dan beras lebih rendah dibandingkan
tepung terigu sehingga dapat menghasilkan tekstur petis yang lebih lembut
(Fakhrudin, 2009). Bau amis yang dihasilkan oleh produk olahan ikan dapat
dikurangi dengan penambahan tepung, karena tepung tapioka merupakan
perlakuan yang paling disukai (Zahrotin, 2013). Hal tersebut, dibuktikan
dari hasil petis kami dimana bau tambahan itu agak dominan. Sehingga
bau amis pada ikan pindang bisa berkurang.
105
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan teori penelitian para ahli yang telah
diberikan maka dapat disimpulkan bahwa petis merupakan produk olahan
atau awetan yang termasuk dalam kelompok saus yang menyerupai bubur
kental, liat dan elastis, berwarna hitam atau cokelat tergantung pada jenis
bahan yang digunakan serta merupakan produk pangan yang mempunyai
tekstur setengah padat (Intermediate Moistured Food). Proses pembuatan
petis meliputi penyaringan air rebusan pindang, penambahan bahan,
pengentalan, dan pengadukan.
106
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Rezaldi, Maimun Maimun, and Sukarno Sukarno. "Analisis mutu pindang
ikan tongkol (Euthynnus affinis) dengan teknik pengolahan oven steam."
Jurnal FishtecH 9.1 (2020): 21-33.
Permadi, Aef, et al. "KAJIAN MUTU IKAN PINDANG LEMURU (Sardinella lemuru)
DALAM KEMASAN POLYPROPYLENE NON VAKUM SELAMA
PENYIMPANAN SUHU RUANG DAN DINGIN." Buletin Jalanidhitah Sarva
Jivitam 4.1 (2022): 47-58.
Hastrini, Ria, Abdul Rosyid, and Putut Har Riyadi. "Analisis penanganan (handling)
hasil tangkapan kapal purse seine yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan
Pantai (PPP) Bajomulyo Kabupaten Pati." Journal of Fisheries Resources
Utilization Management and Technology 2.3 (2013): 1-10.
Umpain, Johannis, Djuhria Wonggo, and Grace Sanger. "Kajian mutu ikan layang
(Decapterus russelli) segar di pasar tuminting kota Manado." Media
Teknologi Hasil Perikanan 2.2 (2014).
Wiratmaja, I. Gede, Kadek Rihendra Dantes, and Edy Agus Juny Artha.
"Peningkatan Laju Pendinginan Ruangan Dengan Media Pendingin
Kombinasi Udara Dan Air Disisi Kondensor Pada Mesin Pendingin
Tipe Split Air Conditioning." Jurnal Pendidikan Teknik Mesin
Undiksha 9.1 (2021): 50-58.
Ma'ruf, Widodo Farid. "Mutu organoleptik dan kimiawi terasi udang rebon
dengan kadar garam berbeda dan lama fermentasi." Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 17.1 (2014).