Anda di halaman 1dari 3

Resume Materi Habib Umar bin Hafidz

Asas al-Nahdlah wa Ab’ad Maqashidiha


Tebuireng, 22 Agustus 2023

Hamdan wa salaman

Mukadimah

Kita bersama berada dalam peretemuan yang mulia, yang memadukan hakikat risalah dari para
Nabi. Makna pembaharuan agama dan membawa kemaslahatan bagi umat Islam. Sebagaimana
sekarang kita renungi bersama, salah satu sosok teladan umat Ini, KH. Hasyim Asy’ari dan
upayanya dalam mendirikan organisasi NU. NU didirikan di tatas pondasi yang lurus dan kuat.
Dari pemahaman yang mendalam akan Tahuannya, dan peneladananan yang sempurna dari nabi
Muhammad. Serta sebagai bentuk takdim dan pengagungan dari Allah yang telah menurunkan
wahyu. Serta bersumber dari pemahaman yang mendalam dari ayah dan leluhur serta guru-guru
beliau dari tanah air maupun masjidil haram.
Manusia sejak nabi Adam senantiasa mudah terpengaruh dari apapun yang disampaikan kepada
mereka,baik yang bersumber dari sebuah kebenaran (haq) yang murni, maupun dari haq yang
tidak murni, yang telah dirusak dan dikamuflasekan oleh Iblis, atau dari suatu kebatilan. Semua
hasil pemikiran tidak akan keluar dari 3 kategori ini.

Tidak mungkin menciptakan perbaikan bagi masyarakat di dalam diri, kecuali dengan nur yang
bersumber dari kebenaran yang murni dari Allah. Ia akan menemukan makna-makna yang lurus
yang bisa diamalkan dalam lingkungannya. Dan sepanjang sejarah dari umat terdahulu hingga
umat nabi Muhmmad, kebaikan pasti bersumber dari keikhlasan nan tulus. Ini adalah sebuah
nilai yang baik, yang bisa dilihat di dalam organaisasi NU yang didirikan Kiai Hasyim.

Pembaharuan yang dibawa oleh para mujadidin di setiap zaman, tidak bermakna mengubah
secara total sama sekali, akan tetapi membawa nilai dan makna baru, yang bisa membawa
kemaslahatan secara nyata, yang bisa diterapkan di zaman sekarang.

Karena agama ini telah sempurna, dan tidak ada perubahan nilai dan ajaran di dalamnya. Yang
berubah adalah wasail (sarana)nya demi memperbarui pesan agama agar bisa sampai dan
dipahami masyarakat.

Sesungguhnya pembaharuan yang dilakukan Kiai Hasyim ini besumber dari pemahaman yang
mendalam dari agama ini. Beliau ingin memperbaiki keadaan umat ini, sehingga melakukan
pembaharuan dengan bentuk kebangkitan (nahdlah). Sebagaimana dikatakan oleh Imam Malik,
tidak akan bisa berubah menjadi baik keadaan suatu umat, kecuali jika berasal (seperti) dari
pembaharuan-pembaharuan dari para ulama salaf.

Misi pemhabaruan ini adalah warisan para nabi yang diemban oleh kiai hasyim. Warisan para
nabi ini berupa membacakan ayat Allah dan memberikan tazkiyah kepada masyarakat. Kiai
hasyim melakukan ini sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama pendahulu. Beliau
membangun amal ini berlandaskan keikhlasan, dengan niatan ingin mencari ridla Allah. Kiai
Hasyim di dalam berinteraksi dengan masyarakat, mencontohkan perangai yang baik dan kasih
sayang. Sebagaimana ayat al-Qur’an
‫فبما رحمة من هللا لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب النفضوا من حولك‬
Artinya: “Maka disebabkan rahmat Allah-lah Kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap kasar lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu”.

Maka beliau menjalin hubungan dengan beragam kelompok masyarakat, dari berbagai
latarbelakang, pemimpin, bahwahan, petani, pedagang dll, dengan kesadaran akan tugas yang
penting dari gurunya,yaitu membacakan ayat Allah, tazkiyah, dan taklim (mengajar). dan inilah
jalinan para Nabi dengan orang sekeliling mereka.

Dan beliau sempat mejalankan tugas para nabi dengan menjalin hubungan semua kelompok.
Beliau tetap berperan sebagai dai yang menyampaikan pesan-pesan agama. Bukan malah terserat
oleh kepentingan mereka, dan bahkan mengekor kepada mereka. Beliau tetap mengajak kepada
kebaikan.. tidak menjadi orang yang menerima upah, tidak justru tunjuk kepada mereka. Tidak
fanatik, dan lepas dari pertikaian di antara mereka. Dan beliau dikenal sebgai orang yang
berinfaq dan meletakkan harta pada tempatnya, tidak rakus oleh dunia yang dimiliki orang lain.
Beliau memberikan harta kepada kepentingan yang tepat, untuk kebaikan agama.

Habib Umar menceritakan suatu muslimat yang sowan kepada beliau di Tebuireng, membawa
uang sebagai hadiah kepada Kiai Hasyim, lantas oleh Kiai Hasyim diberikan kembali kepada
rombongan muslimat tersebut untuk pengembangan pendidikan di daerah mereka. Seandainaya
beliau tidak mencapai kedudukan yang tinggi, maka niscaya beliau tidak akan bisa berperangai
yang penuh teladan seperti ini.

Adapun pendirian beliau di dalam khilafah dhahirah (kepemimpinan kenegaraan), dikenal


dengan seruan jihad yang mulia yang bisa mengusir penjajah, hingga mengantarkan kepada
kemerdekaan. Setelah merdeka beliau ditawari jabatan dan kedudukan dalam pemerintahan,
namun beliau menolak, dan lebih menunjuk Sukarno sebagai pemimpin negara.
Hal itu dilakukan karena beliau telah merasa puas dengan khilafah bathinah (kepemimpinan
spiritual) yang baik, yang telah beliau pahami dengan baik. Khilafah dhahirah ada yang lurus dan
ada yang menyimpang. Kiai Hasyim tidak memiliki obsesi kedudukan. Sehingga sikap beliau
yang seperti ini menjadikannya justru dicari oleh kedudukan.

Khilafah dhahirah dan batinah di zaman Nabi masih menjadi satu, namun setelah itu, dipisah
seteleh 30 tahun masa khulafa rasyidin.
Tahun 40 rabiul awwal, Imam Hasan menyerahkan kekuasaan pemerintahan (khilafah dhahirah)
kepada orang lain (Muawiyah tidak disebut beliau), demi menjaga darah kaum muslimin. Jangan
sampai darah kaum muslimin tumpah karena perebutan kekausaan.
Imam Hasan menjabat khilafah selama 6 bulan, melengkapi khilafah Sayyidina Ali, 30 tahun
sejak nabi Muhammad. Setelah genap, maka khilafah berganti kesultanan/kerajaan sebagaimana
yang dikabarkan nabi dalam hadisnya.

Maka apabila kita teliti sejak masa kemerdekaan, pemimpin demi pemimpin memiliki
peninggalan dan pengaruh. Jika dibandingkan dengan mereka, sebenarnya atsar (peninggalan)
Kiai Hasyim lebih langgeng, lebih dikenal dan disebut di mana-mana. Dari pemimipin negara ini
ada yang baik dan ada yang buruk, sebagaian dikenang, dan sebagian telah dilupakan. Namun
peninggalan Kiai Hasyim lebih langgeng dan bisa menyinari negeri ini hingga sekarang.
Beliau telah menunaikan amanat Allah yang beliau pikul. Dengan mengajak berjihad, dan
meninggalkan atsar yang baik, dan tetap dengan keilmuannya.

Dan senantiasa kita mendengar dari mereka yang menjabat kepemimpinan, mereka mengklaim
kami telah memperbaiki sesuatu, kami telah berbuat sesuatu, kami membangun sesuatu. Namun
itu hanyalah klime saja, dan janji palsu saja, mereka menjalankan khilafah dhahirah dengan tidak
benar. Namun Kiai Hasyim yang membawa khilafah batinah senantiasa tetap dalam nilai-nilai
luhur sebagaimana diajarkan dan diteladankan Rasulullah. Untuk memadukan hati umat Islam,
menyatukan umat, menjaga dari perpecahan dan pertikaian.

Hendaknya kita semua harus menyadari bahwa kenabian yang diwariskan kepada umat ini (ilmu
dan khilafah bathiniyah), lebih mulia dari khilafah dhahirah tanpa diimbangi dengna khilafah
batinah.

Di dalam peneladanannya kepada Rasulullah bisa mencontoh rasul secara langsung. Keadaan
beliau meneladani Rasulullah nmgajak mengayomi, wahai para pemimpin, wahai para
masyarkaat, petani, kami tidak akan mundur, apapun profesi kalian, datanglah ke sini, untuk
menuntut ilmu, sebab ilmu itu didatangi, bukan mendatangi.

Wajiblah bagi kita semua bahwa nahdlah (kebangkitan) itu mengajak kepada Allah, bukan
mengajak kepada selain Allah, dan kembali kepada pondasinya, yaitu ikhlas kepada Allah,
bersikap dengan akhlak yang luhur, dan menjaga kesatuan.

Kami melihat Kiai Hasyim menukil dari Sayyidina Ali, bahwa yang haq bisa menjadi lemah
dengan para ahli haq terpejah belah, dan sebaliknya. Kita berterimakasih kepada pengasuh
Ma’had, dzurriyah kiai hasyim ini... juga para hadirin yang telah datang.

Anda mungkin juga menyukai