Anda di halaman 1dari 4

KEUTAMAAN JURU DAKWAH

Dakwah merupakan sebuah kemuliaan karena berdakwah awalnya dilakukan oleh para Rasul
yang langsung diutus oleh Allah SWT. untuk menyebarkan dan mengajarkan ketauhidan kepada
umat manusia. Estafet dakwah para Rasul ini dimulai dari era Nabi Nuh ‘alaihissalam dan
berakhir di era Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau merupakan
pemegang terakhir estafet kenabian. Pasca wafatnya beliau, bumi terasa gersang untuk sementara
waktu karena kekosongannya dari seorang juru dakwah.
Namun setelah itu, tertunjuklah Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai Khulafaur Rosyidin
yang pertama, sekaligus pemimpin dakwah kaum mukmin saat itu. Kemudian dilanjutkan oleh 3
Khulafaur Rosyidin setelah beliau, berlanjut ke para tabi’in, kemudian tabi’it tabi’in hingga ke
pundak kita di zaman modern ini. Dakwah akan terus berlanjut hingga akhir zaman, tentu saja
dengan berbagai macam cara yang berbeda.
Maka untuk merujuk kemuliaan seorang Juru Dakwah, kita perlu mengetahui apa saja
keutamaan-keutamaan dakwah, karena ketika seseorang melakukan suatu pekerjaan maka
keutamaan pekerjaan itu pun akan disematkan kepada dirinya. Begitu juga seorang pendakwah,
ketika dia menggeluti bidang dakwah, maka keutamaan dakwah akan tersematkan pada diri
seorang pendakwah. Berikut kami paparkan beberapa keutamaan dakwah seklaigus menjadi
kemuliaan seorang juru dakwah :
1. Dakwah adalah Muhimmatur Rusul (Tugas Utama Para Rasul alaihimussalam). Para Rasul
alaihimussalam adalah orang yang diutus oleh Allah swt untuk melakukan tugas utama
mereka, yakni berdakwah kepada manusia. Keutamaan dakwah terletak pada disandarkannya
dakwah ini kepada manusia yang paling utama dan mulia yakni Rasulullah saw dan saudara-
saudara beliau para Nabi & Rasul alaihimussalam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:

‫إن العلماء هم ورثة األنبياء إن األنبياء لم يورثوا دينارا وال درهما إنما ورثوا العلم فمن أخذه أخذ بحظ وافر‬

“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidaklah
mewariskandinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu. Barang siapa mengambilnya,
sungguh diatelah mengambil bagian yang sangat mencukupi.” (HR. Sunan Ibnu Majah).
Maka dengan bersandar kepada hadits Nabi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa seorang
juru dakwah akan menjadi seseorang yang mulia karena dia menyebarkan agama dan ajaran
Islam kepada ummat sebagai penerus estafet dakwah yang telah dimulai dari zaman para
Nabi.
2. Dakwah adalah Ahsanul A’mal (Amal yang Terbaik). Dakwah adalah amal yang terbaik,
karena da’wah memelihara amal Islami di dalam pribadi dan masyarakat. Membangun
potensi dan memelihara amal sholeh adalah amal da’wah, sehingga da’wah
merupakan aktivitas dan amal yang mempunyai peranan penting di dalam menegakkan
Islam.
“Siapa yang mencontohkan perbuatan baik dalam Islam, lalu perbuatan itu setelahnya
dicontoh (orang lain), maka akan dicatat untuknya pahala seperti pahala orang yang
mencontohnya tanpa dikurangi sedikitpun pahala mereka yang mencontohnya. Dan barang
siapa mencontohkan perbuatan buruk, lalu perbuatan itu dilakukan oleh orang lain, maka
akan ditulis baginya dosa seperti dosa orang yang menirunya tanpa mengurangi mereka yang
menirunya. (HR. Muslim dari Jarir bin Abdillah ra).”
3. Pendakwah memperoleh pahala yang besar
Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Manshur telah menceritakan kepada kami Abdul
Aziz bin Abu Hazim dari Ayahnya dari Sahl bin Sa'dan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam, beliau bersabda: "Demi Allah, sekiranya Allah memberi petunjuk kepada seorang
laki-laki melalui perantaramu, maka itu lebih baik bagimu dari unta merah.”
4. Da’wah dapat menjadi penyelamat dari azab Allah swt (An-Najatu minal ‘Azab). Da’wah
yang dilakukan oleh seorang da’i akan membawa manfaat bagi dirinya sebelum manfaat itu
dirasakan oleh orang lain yang menjadi objek dawahnya (mad’u). Manfaat itu antara lain
adalah terlepasnya tanggung jawabnya di hadapan Allah swt sehingga ia terhindar dari adzab
Allah. Da’wah dan amar ma’ruf nahi munkar adalah kontrol sosial yang harus dilakukan oleh
kaum muslimin agar kehidupan ini selalu didominasi oleh kebaikan. Kebatilan yang
mendominasi kehidupan akan menyebabkan turunnya teguran atau adzab dari Allah swt.
5. Da’wah adalah Jalan Menuju Khairu Ummah
Rasulullah saw berhasil mengubah masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik sepanjang
zaman dengan dakwah beliau. Dakwah secara umum dan pembinaan Da’i sebagai asset SDM
dalam dakwah secara khusus adalah jalan satu-satunya menuju terbentuknya khairu ummah
yang kita idam-idamkan. Maka, orang yang istiqamah menunaikan kewajiban dakwah
disebut sebagai khairu umah (umat terbaik). “Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar,
dan beriman kepada Allah.” (QSAli Imran [3]: 110)

MANUSIA SEBAGAI OBJEK DAKWAH


Secara etimologi kata mad’u dari bahasa Arab, diambil dari bentuk isim maf’ul (kata yang menunjukkan
objek atau sasaran). Menurut terminology mad’u adalah orang atau kelompok yang lazim disebut
dengan jamaah yang sedang menuntut ajaran agama dari seorang da’i, baik mad’u itu orang dekat atau
jauh, muslim atau non muslim, laki-laki maupun perempuan. Seorang da’i akan menjadikan mad’u
sebagai objek bagi transformasi keilmuan yang dimilikinya.

Mad’u dalam isim maf’ul dari da’a, berarti orang yang diajak atau dikenakan perbuatan dakwah. Mad’u
adalah obyek dan sekaligus subyek dalam dakwah yaitu seluruh manusia tanpa terkecuali. Siapapun
mereka, laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, seorang bayi yang baru lahir atau pun orang
tua menjelang ajalnya, semua adalah mad’u dalam dakwah Islam, dakwah tidak hanya ditujukan kepada
orang Islam, tetapi orang-orang di luar Islam, baik mereka ini atheis, penganut aliran kepercayaan,
pemeluk agama-agama lain, semua adalah mad’u.

Sasaran dakwah (objek dakwah) meliputi masyarakat dilihat dari berbagai segi:

 Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa
masyarakat terasing pedesaan, kota besar dan kecil serta masyarakat di daerah marginal dari
kota besar.
 Sasaran yang menyangkut golongan dari masyarakat dilihat dari sudut struktur kelembagaan
berupa masyarakat, pemerintahan dan keluarga.
 Sasaran berupa kelompok dilihat dari segi sosial kultural berupa golongan priyayi, abangan
dan santri. Klasifikasi terletak dalam masyarakat Jawa.
 Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia, berupa
golongan anak-anak, remaja, dan orang tua.
 Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi okupasional (profesi
atau pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negri
(administrator)
 Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomi
berupa golongan orang kaya, menengah, dan miskin.
 Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari jenis kelamin berupa golongan
pria dan wanita.
 Sasaran yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi khusus berupa golongan
masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana.

Mad’û (objek, yang selanjutnya bisa diperankan menjadi mitra dakwah) terdiri dari berbagai
macam golongan manusia. Oleh karena itu, golongan mad’û sama dengan menggolongkan
manusia itu terdiri, profesi, ekonomi dan seterusnya.
Muhammad Abduh membagi mad’û menjadi tiga golongan yaitu:
a. Golongan cerdik-cendikiawan yang cinta kebenaran, dapat berpikir secara kritis, cepat
menangakap persoalan.
b. Golongan awam, yaitu, kebanyakan orang yang belum dapat berpikir kritis dan mendalam,
belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi.
c. Golongan yang berbeda dengan golongan di atas mereka senang membahas sesuatu tetapi
hanya dalam batas tertentu, tidak sanggup mendalam benar.
Mad’û juga dapat dilihat dari derajat pemikirannya sebagai berikut:
a. umat yang berpikir kritis, yaitu orang-orang yang berpendidikan, yang selalu berpikir
mendalam sebelum menerima sesuatu yang dikemukakan padanya
b. umat yang mudah dipengaruhi, yaitu masyarakat yang mudah dipengaruhi oleh paham baru
tanpa menimbang-nimbang secara mantapapa yang dikemukakan kepadanya.
c. umat bertaklid, yaitu golongan fanatik, buta berpegang pada tradisi, dan kebiasaan turun-
menurun tempat menyelidiki salah satu benar.
Jadi yang dikatakan mad’û adalah orang yang menjadi sasaran dakwah dimana mad’û terdiri
dari berbagai macam keadaan yang harus disiasati oleh para pendakwah untuk sesuai
memberikan dakwah sesuai dengan kemampuan mad’ûnya, maka seorang dâ’i harus tepat
membaca mad’ûnya.

Anda mungkin juga menyukai