Yenita Yatim
Dosen Prodi Sosiologi STKIP PGRI Sumbar
Budi Juliardi
Dosen Prodi PPKn STKIP PGRI
Sumbar Email: rizhan_budi@yahoo.com
Abstract
In the household life, men are tasked to earn a living outside the home for the survival of
domestic life. While women have the duty to take care of the household and raise the
children (domestic function). Women have no obligation to earn a living. In Sungai Sariak,
Kabupaten Padang Pariaman, found women working as stone breakers are. The results of
the study show that the factors that cause women in Sungai Sariak to do the job as stone
breakers are: 1) Fulfillment of Household Economic Needs, 2) Helping to ease the
husband's workload, 3) Filling of leisure, 4) Environmental Reason (social environment
and natural environment)
Abstrak
Dalam kehidupan rumah tangga, pria bertugas untuk mencari nafkah di luar rumah demi
kelangsungan hidup rumah tangga, sementara perempuan memiliki tugas untuk mengurus
rumah tangga dan membesarkan anak-anak (fungsi rumah tangga). Perempuan tidak
memiliki kewajiban untuk mencari nafkah. Di Sungai Sariak, Kabupaten Padang Pariaman,
ditemukan perempuan yang bekerja sebagai pemecah batu. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa faktor-faktor yang menyebabkan perempuan di Sungai Sariak untuk melakukan
pekerjaan sebagai pemecah batu adalah: 1) Pemenuhan Kebutuhan Ekonomi Rumah
Tangga, 2) Membantu meringankan beban kerja suami, 3) Mengisi waktu luang, 4) Alasan
Lingkungan (lingkungan sosial dan lingkungan alam).
© 2018 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-
Yenita Yatim, dkk, Perempuan Pemecah Batu…
Susilowati, 2006). Selain itu, perempuan realita yang sering terjadi adalah
juga memiliki prototype sebagai makhluk pekerjaan yang semula dianggap sebagai
Tuhan yang lemah dan identik dengan pekerjaan sampingan berubah menjadi
kelembutan karena perempuan memiliki pekerjaan/profesi utama dalam menopang
naluri keibuan untuk memberi kasih kehidupan ekonomi keluarga, seperti
sayang. Menurut konsepsi ini, seharusnya yang dilakukan oleh perempuan yang
perempuan sebagai istri memang berada dalam kehidupan rumah tangga
menghabiskan waktunya untuk miskin (Aini, 2016; Arivia, 2011;
“mengabdikan diri” demi kepentingan Muhammad, 2004).
keluarga, seperti mengurus rumah tangga,
mengasuh anak, memasak, mencuci, dan Pergeseran peran dan fungsi
pekerjaan rumah lainnya. Aktivitas di perempuan ini juga terjadi di Buluh
sektor domestik ini dianggap “bukan Kasok, Kenagarian Sungai Sariak,
pekerjaan”, karena secara budaya Kecamatan VII Koto, Kabupaten Padang
perempuan memang diposisikan untuk Pariaman, di mana rata-rata kaum
melakukan pekerjaan itu. Dalam budaya perempuan di sini bekerja sebagai
Jawa misalnya, perempuan dianggap pemecah batu di sepanjang aliran Sungai
sebagai “konco wingking” di mana Batang Sariak. Pekerjaan tersebut
wilayah kerjanya adalah dapur, sumur, mengandalkan kemampuan fisik yang
dan kasur (Handayani & Novianto, kuat untuk memecah batu, dari batu
2004a, 2004b; Ismail, 2003; Istiyanto, berukuran besar menjadi batu-batu dalam
2007; Muhammad, 2004). ukuran kecil yang siap dipasarkan ke
toko-toko material sebagai bahan
Akan tetapi, kecenderungan itu bangunan. Bertitik tolak dari hal ini,
mengalami pergeseran untuk masa maka kajian ini difokuskan untuk
sekarang. Tingkat partisipasi angkatan mengetahui faktor-faktor yang
kerja yang semakin meningkat, tidak memotivasi perempuan di Buluh Kasok
hanya berpengaruh pada angkatan kerja memilih bekerja sebagai pemecah batu
laki-laki saja, namun juga pada dibandingkan pekerjaan lainnya.
perempuan. Apalagi seiring dengan
kemajuan zaman, modernisasi, dan KAJIAN PUSTAKA
globalisasi dimana hal tersebut juga
menjadikan perubahan tuntutan peran 1. Kerja Perempuan
pada perempuan. Perubahan tuntutan ini Pekerjaan rutin perempuan di
akhirnya membuat kesetaraan gender sektor domestik seperti mengurus rumah,
semakin terlihat. Perempuan mulai masuk memasak, mencuci, mengurus anak dan
ke ruang publik untuk berbagai macam lainnya sering tidak dianggap sebagai
alasan, entah sebagai keinginan dari suatu kerja yang bisa diberi label sebagai
dalam diri sendiri ataupun untuk sebuah suatu “pekerjaan”. Kerja di rumah
keharusan yang membuatnya dianggap sebagai kewajiban yang harus
meninggalkan ruang domestik yang pada dikerjakan oleh perempuan dan tidak
akhirnya disebut sebagai kemajuan diperhitungkan sebagai telah bekerja.
perempuan (Aini, 2016; Astuti, 2013;
Baharits, 2007). Defenisi kerja menurut (A. J.
Moore, 1990; H. L. Moore, 1988; M. N.
Di pedesaan, di mana rata-rata Moore, Allen, & Somerfield, 2006)
perempuan memiliki pedidikan rendah, dalam Ratna Saptari dan (B. Holzner,
pergeseran peran dan fungsi ini didorong 1997, 2005; B. M. Holzner, 2016, 2016;
oleh alasan untuk meringankan beban Ratna & Brigitte, 1997; Sapatri &
atau tanggung jawab suami dalam Holzner, 1997) sering tidak hanya
mencukupi kebutuhan keluarga. Namun, menyangkut apa yang dilakukan
© 2018 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-
Yenita Yatim, dkk, Perempuan Pemecah Batu…|
© 2018 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-
256| Volume 8, Nomor 2, Juli-Desember
2. Konsep Gender ideologi feminis yang berangkat dari
Masalah gender tidak pernah suatu kesadaran akan suatu penindasan
habis-habisnya untuk dikaji dan selalu dan pemerasan terhadap wanita dalam
menjadi perbincangan. Pengertian gender masyarakat, apakah itu di tempat kerja
adalah pembagian peran serta tanggung atau pun dalam konteks masyarakat
jawab baik laki-laki maupun perempuan secara makro, serta tindakan sadar baik
yang ditetapkan masyarakat dan telah oleh perempuan atau pun laki-laki dalam
membudaya. Misalnya keyakinan bahwa mengubah keadaan tersebut.
laki-laki itu kuat, kasar, dan rasional, 3. Konsep Peran
sedangkan perempuan lemah, lembut,
dan emosional. Hal ini bukanlah Peran (role) adalah aspek yang
ketentuan kodrat Tuhan melainkan hasil dinamis dari seseorang yang mempunyai
sosialisasi melalui sejarah yang panjang status atau kedudukan (Elizabeth, 2015,
dan sudah tertanam dalam pemikiran 2016; Narwoko & Suyanto, 2006). Setiap
masyarakat. Pembagian peran, sifat, orang mungkin mempunyai sejumlah
maupun watak perempuan dan laki-laki status dan diharapkan mengisi peran yang
dapat dipertukarkan, berubah dari masa sesuai dengan status tersebut. (Gunarsa,
ke masa, dari tempat dan adat satu ke 1991; Horton, 1984; Suhardono, 2016)
yang lain dan dari kelas kaya ke kelas mendefinisikan peran adalah “perilaku
miskin. Gender memang bukan kodrat yang diharapkan dari seseorang yang
atau ketentuan Tuhan, melainkan buatan mempunyai suatu status”. Status dan
manusia, buatan masyarakat atau peran adalah dua aspek dari gejala yang
konstruksi sosial. sama. Status adalah seperangkat hak dan
kewajiban sedangkan peran adalah
(Y. D. Astuti, 2016; Fakih, 1996a, pemeranan dari perangkat kewajiban dan
1996b, 1996c; Nauly, 2002)Perbedaan hak-hak tersebut. Apabila individu-
gender sesungguhnya tidak menjadi individu menempati kedudukan-
masalah sepanjang tidak melahirkan kedudukan tertentu, maka mereka merasa
ketidakadilan gender. Namun timbul bahwa setiap kedudukan yang mereka
persoalan dimana perbedaan gender telah tempati itu menimbulkan harapan-
melahirkan berbagai ketidakadilan, harapan tertentu dari orang-orang
walaupun laki-laki tidak menutup sekitarnya.
kemungkinan akan menjadi korban
ketidakadilan gender tetapi perempuan Menurut pengertian di atas, peran
masih tetap menduduki posisi tertinggi adalah pola tindakan yang diharapkan
sebagai korban ketidakadilan gender dari seseorang dalam berhubungan
(Astuti, 2013; Fakih, 1995, 1996, 1996, dengan orang lain. Peran mencerminkan
1996; Nauly, 2002). posisi seseorang dalam sistem sosial
dengan hak dan kewajiban, kekuasaan
Lebih lanjut, menurut (Fakih, dan tanggung jawab yang menyertainya.
1996, 1996, 1996) bahwa ketidakadilan Peranan dalam pengertian sosiologi
gender termanifestasikan dalam berbagai adalah perilaku atau tugas yang
bentuk ketidakadilan, diantaranya diharapkan dilaksanakan seseorang
marjinalisasi atau proses pemiskinan berdasarkan kedudukan atau status yang
ekonomi, subordinasi atau anggapan dimilikinya. Dengan kata lain, peranan
tidak penting dalam keputusan politik, ialah jabatan atau kedudukan seseorang
pembentukan stereotipe atau melalui dalam hubungannya dengan sesama
pelabelan negatif, kekerasan, beban kerja manusia dalam suatu masyarakat atau
lebih panjang atau lebih banyak, serta organisasi.
sosialisasi ideologi peran gender.
Ketidakadilan gender inilah yang digugat
© 2018 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-
Yenita Yatim, dkk, Perempuan Pemecah Batu…|
© 2018 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-
258| Volume 8, Nomor 2, Juli-Desember
setiap hari, namun mereka masih (ojek yang hanya beroperasi satu minggu
mempunyai waktu untuk melakukan sekali saat keramaian di pasar).
kegiatan sosial dan kegiatan keagamaan Sementara 2 orang anaknya masih
seperti arisan dan pengajian agama yang sekolah di kelas 2 SMP dan kelas 5 SD.
dilakukan secara rutin setiap satu minggu Untuk memenuhi keperluan biaya
sekali. sekolah anak, biaya pemenuhan
Berdasarkan pengamatan dan kebutuhan dapur, dan berbagai biaya
hasil wawancara dengan pihak-pihak hidup lainnya memaksa Ramaiyulis
yang terkait dan para tokoh masyarakat, untuk ikut bekerja mencari nafkah.
terutama perempuan pemecah batu di Pilihan pekerjaan yang ditekuni adalah
Buluh Kasok, maka gambaran umum menjadi pemecah batu.
kehidupan perempuan pemecah batu dan Kondisi serupa juga dialami oleh
alasan perempuan atau ibu rumah tangga Ina (43 tahun), seorang ibu rumah tangga
memilih pekerjaan sebagai perempuan dengan jumlah anak 3 orang yang
pemecah batu dapat digambarkan sebagai semuanya masih sekolah. Suami Ina
berikut: hanya bekerja sebagai “tukang becak”
1. Pemenuhan Kebutuhan Ekonomi dengan pendapatan yang tidak
Rumah Tangga mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Ditambah lagi dengan
Ekonomi selalu menjadi alasan adik perempuan Ina yang tinggal
orang-orang untuk berbuat “di luar bersamanya dan juga masih sekolah di
kewajaran” sesuai tuntutan gendernya. tingkat SMA. Kondisi ini memaksa Ina
Seorang perempuan yang biasanya untuk ikut bekerja membantu mencari
lembut pun bisa menjadi “keras” karena nafkah untuk kelangsungan hidup
tuntutan pekerjaannya. Inilah cerita para keluarganya.
perempuan pemecah batu yang berupaya
keras membantu suami untuk memenuhi 2. Membantu Meringankan Beban Kerja
kebutuhan keluarga dan menjaga agar Suami
“asap di dapur tetap mengepul” atau tetap Alasan lain yang menjadi faktor
bisa memenuhi kebutuhan keluarga. perempuan di Buluh Kasok memilih
Aktivitas perempuan pemecah batu bekerja sebagai pemecah batu adalah
sendiri rata-rata dimulai sejak pukul keinginan untuk membantu meringankan
07.00 WIB hingga sore hari. Mereka beban kerja suami. Hal ini diutarakan
mengambil batu di pinggiran Sungai oleh informan yang bernama Nurjana (45
Batang Sariak yang berada dekat dengan tahun), yang menyatakan bahwa ia
tempat tinggalnya. Batu itu dibawa ke memilih pekerjaan sebagai pemecah batu
pondok kayu yang tidak berdinding, yang dilatarbelakangi oleh alasan untuk dapat
berada sekitar 300 meter dari pinggiran meringankan beban suami dalam mencari
sungai. nafkah guna menghidupi keluarga. Dari
Ketika penulis ke lokasi hasil pecahan batu, Nurjana mempunyai
penelitian, terlihat beberapa orang penghasilan kurang lebih seratus ribu
perempuan sedang bekerja memecah batu perminggu. Hal ini jelas sangat
dengan menggunakan martil kecil. Salah membantu ekonomi keluarga karena
seorang perempuan tersebut adalah suami Nurjana bekerja sebagai tukang
Ramaiyulis (35 tahun). Ramaiyulis sudah gunting rambut yang memiliki
tujuh tahun menjalani profesi sebagai penghasilan tidak menentu.
pemecah batu. Suami yang menjadi Hal senada juga diutarakan oleh
tulang punggung keluarga Ramaiyulis informan yang bernama Siti (52 tahun)
hanya bekerja sebagai tukang ojek balai seorang ibu rumah tangga yang
© 2018 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-
Yenita Yatim, dkk, Perempuan Pemecah Batu…|
mempunyai tempat tinggal dekat dengan sebagai informan. Bila musim ke sawah
sungai Batang Sariak. Siti mengatakan tiba, ibu empat anak ini tetap
memilih pekerjaan sebagai perempuan mengerjakan sawah yang luasnya tidak
pemecah batu karena ingin membantu seberapa. Lepas dari aktivitas ke sawah,
suami dalam mencari nafkah dan untuk semua hari-harinya diisi dengan
menambah pendapatan keluarganya. memecah batu kemudian hasilnya dijual.
Apalagi sejak lima bulan belakangan ini, Hasil penjualan itu bisa sebagai tambahan
suami Siti yang berprofesi sebagai tukang dalam membiayai kehidupan rumah
jahit dan sering sakit-sakitan. Didorong tangga.
oleh rasa kasihan pada suaminya, Siti
memilih untuk ikut bekerja mencari Pagi-pagi setelah subuh, biasanya
nafkah dengan memecah batu. Mila telah bersiap-siap dengan berbagai
perkakas untuk memecah batu. Termasuk
Begitu juga dengan Ida (45 juga mempersiapkan perbekalan makanan
tahun) yang memilih pekerjaan sebagai untuk makan siang hingga mukenah
perempuan pemecah batu karena alasan untuk shalat, karena biasanya Mila tidak
ingin membantu suami dalam melunasi pulang hingga menjelang sore. Sepulang
hutang-hutang mereka. Dituturkan oleh dari bekerja di sawah, Mila biasanya
Ida, mereka sedang terlibat hutang karena langsung mengambil martil berhulu
banyak membeli barang secara kredit, panjang berbahan rotan, disandangnya
seperti sepeda motor, televisi, kursi tamu, layaknya menyandang cangkul.
dan barang lainnya. Bahkan tidak jarang Kemudian Mila melangkah menuju
mereka menunggak membayar hingga 2 pinggir sungai Batang Sariak untuk
bulan. Walaupun sang suami yang memulai pekerjaannya.
berprofesi sebagai pedagang sayur
keliling tidak pernah memaksa Ida untuk Senada dengan itu, Supiah (39
bekerja, akan tetapi Ida sangat ingin tahun) seorang perempuan yang semula
membantu suami agar hutang-hutang lemah lembut berubah menjadi ”keras”
mereka dapat segera dilunasi. untuk mengatasi kerasnya hidup yang
dirasakan. Supiah punya pekerjaan
Memang tidak dapat dipungkiri sampingan memecah batu untuk
bahwa jika suami memiliki penghasilan dijadikan kerikil di Sungai Batang Sariak.
yang kurang memadai, maka istri Menurut Supiah, memecah batu
terpaksa harus bekerja agar dapat merupakan pekerjaan sampingan karena
membantu menambah penghasilan bosan sendirian di rumah. Ketika dua
keluarga. Hal ini dilakukan demi orang anaknya pergi ke sekolah dan
kelangsungan kehidupan rumah tangga suami sudah pergi duluan ke Batang
dan membantu pemenuhan kebutuhan Sariak untuk memecah batu, Supiah
pokok anak-anak. memasak terlebih dahulu lalu
3. Mengisi Waktu Luang membungkus nasi untuk sang suami.
Bosan hanya melihat sang suami bekerja
Bekerja sebagai pemecah batu
Supiah pun berinisiatif untuk ikut
dilakukan oleh perempuan Buluh Kasok
bekerja. Supiah turut serta
Sungai Sariak Padang Pariaman tidak
mengumpulkan batu sebesar kepalan
hanya sebagai pemenhan kebutuhan
tangan orang dewasa untuk dibawa ke
ekonomi keluarga dan membantu
“saung”, kemudian ikut pula memecah
meringankan beban kerja suami, namun
batu tersebut menjadi kerikil.
pekerjaan memecah batu juga merupakan
pekerjaan sambilan bagi sebagian Pekerjaan itu telah dijalani Supiah
perempuan di Buluh Kasok. Sebagaimana sejak lima tahun terakhir. Hasilnya,
yang dinyatakan oleh Mila (57 tahun) menurut Supiah, banyak membantu
ekonomi keluarga, kendati belum mampu
© 2018 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-
260| Volume 8, Nomor 2, Juli-Desember
untuk mencukupi semua keperluan rumah Informan yang bernama Limatu
tangganya. Setiap harinya Supiah (42 tahun) ketika diwawancarai
membawa 9-12 gendongan batu ke menyatakan bahwa dirinya sudah
”saung”-nya dan langsung dipecah. Batu- memilih pekerjaan sebagai perempuan
batu tersebut biasanya dibeli oleh pemecah batu karena merasa pekerjaan
pedagang dengan harga Rp 200.000 sebagai perempuan pemecah batu itu
rupiah setiap satu rit mobil pick-up. lebih berharga di mata masyarakat
Untuk mampu memecah batu hingga dibandingkan pekerjaan sebagai
mencapai satu rit pick-up, Supiah butuh pembantu rumah tangga atau sebagai
waktu seminggu. pengemis/peminta-minta. Fakta bahwa
Untuk memecah batu, Supiah banyak juga perempuan/gadis setempat
serta perempuan pemecah batu lainnya yang bekerja sebagai pembantu rumah
hanya menggunakan palu atau martil tangga, khususnya yang bekerja sebagai
kecil. Tak jarang, tangan mereka terluka TKW (Tenaga Kerja Wanita) ke luar
ketika memecah batu yang akan negeri, seperti ke Malaysia, ketika pulang
dibelahnya karena tidak dilengkapi alat dengan kondisi hamil tanpa tahu siapa
pengaman. Tetapi hal itu tidak dihiraukan yang menghamili, membuat pandangan
demi mendapatkan sedikit uang untuk masyarakat sekitar terhadap pekerjaan
penyambung hidup. sebagai pembantu rumah tangga menjadi
tidak baik. Jadi, pekerjaan sebagai
Kerja keras Supiah dengan peluh pemecah batu dirasa lebih “terhormat”.
dan keringat sebenarnya tidak sebanding Lagi pula bekerja seperti ini tidak usah
dengan hasil yang diperoleh. Untuk pergi dari rumah, santai dan bisa bekerja
memperoleh uang, mereka harus kapanpun. Jika ingin memecah batu, dia
mengumpulkan minimal sebanyak bisa pergi ke sungai dan mulai bekerja
seperempat kubik batu. ”Untuk sebagai pemecah batu. Sebaliknya jika
mengumpulkan seperempat kubik dia ingin istirahat maka tidak ada yang
diperlukan waktu tiga hari”, tutur Supiah. memaksa dia untuk terus bekerja.
Sementara harga seperempat kubik hanya
sebesar Rp 15.000,-. Sementara itu, informan Idan (30
tahun) menyatakan bahwa ia memilih
4. Alasan Lingkungan (lingkungan sosial pekerjaan sebagai perempuan pemecah
dan lingkungan alam) batu karena lingkungan alam di Buluh
Perempuan di Buluh Kasok Kasok yang menyediakan sungai untuk
memilih pekerjaan sebagai pemecah batu digarap melalui profesi sebagai pemecah
karena lingkungannya mendukung, baik batu. Memang area pesawahan juga luas
dari masyarakat maupun lokasinya yang di daerah ini, akan tetapi bagi Idan yang
sangat dekat dengan Sungai Batang tidak memiliki lahan sawah untuk
Sariak. Mereka kebanyakan memilih digarap, maka sungai Batang Sariak
pekerjaan sebagai wanita pemecah batu merupakan “kekayaan alam” yang paling
karena ikut-ikutan tetangganya yang besar bagi Idan untuk dikerjakan dalam
mempunyai penghasilan tambahan dari rangka mencari penghasilan.
memecah batu. Pemerintah Kabupaten Dengan demikian, faktor
Padang pariaman juga tidak melarang lingkungan alam dapat menjadi salah satu
kegiatan pengambilan batu dari sungai pemicu perempuan di Buluh Kasok
Batang Sariak karena dengan diambilnya bekerja sebagai pemecah batu. Di
batu dari sungai akan mengurangi samping itu, jika ditelusuri secara
pendangkalan sungai yang bisa mendalam, disamping untuk memenuhi
menimbulkan banjir. Masyarakat sekitar kebutuhan sehari-hari (subsiten), masih
juga mendukung kegiatan tersebut. terdapat faktor pendorong lain yang
© 2018 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-
Yenita Yatim, dkk, Perempuan Pemecah Batu…|
© 2018 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-
262| Volume 8, Nomor 2, Juli-Desember
Fakih, M. (1996c). Gender sebagai alat Berkualitas. KOMUNIKA: Jurnal
analisis sosial. Dalam Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 1(2).
Analisis Sosial Edisi, 4. Lubis, M. S. (2018). Metodologi
Fakih, M. (1996d). Posisi Kaum penelitian. Deepublish.
Perempuan dalam Islam Tinjauan Moore, A. J. (1990). The inheritance of
dari Analisis Gender. Dalam social dominance, mating
Membincang Feminisme. behaviour and attractiveness to
Surabaya: Risalah Gusti. mates in male Nauphoeta cinerea.
Gunarsa, S. D. (1991). Psikologi praktis: Animal Behaviour, 39(2), 388–
anak, remaja dan keluarga. BPK 397.
Gunung Mulia. Moore, B. J. (1988). Horizontalists and
Handayani, C. S., & Novianto, A. verticalists: the macroeconomics
(2004a). Kuasa wanita jawa. of credit money. Cambridge
LKIS PELANGI AKSARA. University Press.
Handayani, C. S., & Novianto, A. Moore, H. L. (1988). Feminism and
(2004b). Kuasa wanita jawa. anthropology. U of Minnesota
LKIS PELANGI AKSARA. Press.
Hanifah, N. (2014). Memahami Moore, M. N., Allen, J. I., & Somerfield,
penelitian tindakan kelas: teori P. J. (2006). Autophagy: role in
dan aplikasinya. UPI Press. surviving environmental stress.
Holzner, B. (1997). Gender and Social Marine Environmental Research,
Security in Central and Eastern 62, S420–S425.
Europe and the Countries of the Muhammad, K. H. (2004). Islam agama
Former Soviet Union. ISS & ramah perempuan: Pembelaan
NEDA, Den Haag. Kiai pesantren. Fahmina Institute.
Holzner, B. (2005). Two Is Enough. Narwoko, D., & Suyanto, B. (2006).
Family Planning in Indonesia Sosiologi Teks dan Pengantar
under the New Order 1968-1998. Terapan. Jakarta: Kencana
Sojourn: Journal of Social Issues Prenada Media Group.
in Southeast Asia, 20(1), 100– Nauly, M. (2002). Konflik peran gender
104. pada pria: teori dan pendekatan
Holzner, B. M. (2016). Book review: empirik. Konflik Peran Gender
Innocence and Victimhood: Pada Pria: Teori Dan
Gender, Nation, and Women’s Pendekatan Empirik.
Activism in Postwar Bosnia- Nugrahani, F., & Hum, M. (2014).
Herzegovina. SAGE Publications Metode Penelitian Kualitatif.
Sage UK: London, England. Solo: Cakra Books.
Horton, P. B. (1984). Sociology, edisi Ratna, S., & Brigitte, H. (1997).
kelapan. Michigan McGraw-Hill. Perempuan Kerja dan Perubahan
Terjemahannya dalam bahasa Sosial. Jakarta. PT. Pustaka
Indonesia, Paul B. Horton dan Utama Grafiti.
Chester L. Hunt, 1993. Sosiologi. Sapatri, R., & Holzner, B. (1997).
Ismail, N. (2003). Perempuan dalam Perempuan dan kerja perubahan
pasungan: Bias laki-laki dalam Sosial: Sebuah pengantar Studi
penafsiran. PT LKiS Pelangi Perempuan. Jakarta: Grafiti and
Aksara. Kalyanamitra.
Istiyanto, S. B. (2007). Pentingnya Setyosari, H. P. (2016). Metode
Komunikasi Keluarga: Menelaah penelitian pendidikan &
Posisi Ibu antara Menjadi Wanita pengembangan. Prenada Media.
Karir atau Penciptaan Keluarga
© 2018 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-
Yenita Yatim, dkk, Perempuan Pemecah Batu…|
© 2018 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-