Undang Perkumpulan
Oleh: Prof. Dr. Rosa Agustina, S.H., M.H.1
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri 4 (empat) tahun yang lalu, bahwa
hingga 31 Juli 2019 jumlah Organisasi Kemasyarakat (“Ormas”) di Indonesia telah
mencapai 431.465 organisasi, di mana sebanyak 193.497 (44,84%) merupakan badan
hukum yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM yang bila dirinci lagi ada
163.413 (84,45%) berbentuk Perkumpulan Berbadan Hukum dan 30.084 (15,55%)
berbentuk Yayasan.2 Tentunya jumlah tersebut pada saat ini sudah semakin
bertambah banyak. Selain itu berita dari Kementerian Hukum dan HAM mengabarkan
bahwa sampai bulan Juni 2022 Kementerian Dalam Negeri mencatat jumlah Non-
Governmental Organization atau Lembaga Swadaya Masyarakat (“LSM”) di Indonesia
mencapai 512.997, dan 50 hingga 100 LSM didaftarkan setiap harinya.3
Belum jelas apakah LSM tersebut adalah termasuk dalam Ormas yang dimaksud
pada berita yang pertama ataukah tidak? Namun demikian yang hendak disampaikan
dalam tulisan ini adalah bahwa dengan jumlah Perkumpulan yang sudah demikian
banyak – dan semakin bertambah banyak – sudah pasti memunculkan urgensi untuk
diatur dengan Undang-Undang (“UU”).
Apabila Ormas atau LSM didirikan dalam bentuk tidak berbadan hukum, maka
pendirian dan operasionalnya akan merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal
1
Disampaikan dalam Seminar Nasional “Simpang-siur dan Problematika Perkumpulan dalam
Praktek” yang diselenggarakan oleh Ikatan Notaris Indonesia, pada tanggal 30 Oktober 2023, di Hotel
Bidakara, Jakarta.
2
Dian Erika Nugraheny dan Bayu Galih, "Kemendagri Catat Jumlah Ormas Meningkat, Capai 431.465
Organisasi," https://nasional.kompas.com/read/2019/11/25/11151051/kemendagri-catat-jumlah-
ormas-meningkat -capai-431465-organisasi?page=all#page2, diakses 26 Oktober 2023.
3
Lenny Tristia Tambun, “Kemendagri Sebut Indonesia Miliki 512.997 Ormas,”
https://www.beritasatu.com/news/936043/kemendagri-sebut-indonesia-miliki-512997-ormas#:~:
text=Jakarta%2C%20Beritasatu.com%20%E2%80%93%20Kementerian,jumlah%20organisasi%20
masyarakat%20(ormas).
1 | 15
1618 sampai Pasal 1652 Burgerlijke Wetboek (“KUHPerdata”) mengenai persekutuan
perdata. Apabila Ormas atau LSM didirikan dalam bentuk badan hukum Yayasan, maka
akan merujuk pada UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan. Namun apabila Ormas atau LSM didirikan dalam bentuk badan hukum
Perkumpulan, maka akan merujuk pada Staatsblad 1870 No. 64 tentang Perkumpulan-
perkumpulan Berbadan Hukum (“Staatsblad 1870:64”) jo. Peraturan Menteri Hukum
dan HAM (“Permenkumham”) No. 6 Tahun 2014 tentang Pengesahan Badan Hukum
Perkumpulan, sebagaimana telah diganti dengan Permenkumham No. 3 Tahun 2016
tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan
Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan, yang telah diubah dengan Permenkumham
No. 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Permenkumham No. 3 Tahun 2016 tentang Tata
Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan
Anggaran Dasar Perkumpulan.
Dari fakta tersebut di atas terdapat 2 (dua) alasan tambahan urgensinya badan
hukum perkumpulan diatur dalam UU yang lebih baru dan lebih lengkap. Pertama,
badan hukum perkumpulan hanya diatur dalam Staatsblad 1870:64 yang berusia lebih
dari 150 (serratus lima puluh) tahun. Kedua, peraturan pelaksanakanya hanya
dituangkan dalam bentuk Permenkumham.
2 | 15
- apakah istilah “Perkumpulan” sudah pasti badan hukum ataukah ada juga yang
tidak berbadan hukum?
- apabila ada Perkumpulan yang tidak berbadan hukum, maka apakah istilah
yang lebih tepat untuk badan hukum Perkumpulan adalah “Perkumpulan Berbadan
Hukum” sebagaimana Staatsblad 1870:64 berjudul “Rechtspersoonlijkheid Van
Vereenigingen” atau “Perkumpulan-perkumpulan Berbadan Hukum”;
- apakah harus ada iuran anggota? bagaimana jika Perkumpulan dapat
menjalankan kegiatan yang menghasilkan pendapatan sehingga mensubstitusi iuran
anggota?
- apakah yang dapat diangkat sebagai pengurus dan pengawas Perkumpulan
adalah hanya anggota Perkumpulan?
4
Pasal 3 Staatsblad 1870:64.
5
Antara lain mengikatkan diri atas nama Perkumpulan dalam suatu perjanjian dan memiliki harta
kekayaan yang terpisah dengan para pendiri, pengurus, dan anggotanya. Pasal 8 Staatsblad 1870:64.
3 | 15
untuk jangka waktu tertentu. Apabila jangka waktu sudah berakhir dan tidak diajukan
perubahan statuta, maka status Perkumpulan tetap diakui sebagai badan hukum
sepanjang perbuatan-perbuatan anggota-anggotanya atau pengurusnya menunjukkan
bahwa Perkumpulan masih ada (eksis).6 Perkumpulan kehilangan statusnya sebagai
badan hukum apabila dinyatakan bertentangan dengan ketertiban hukum oleh
Pemerintah. Status badan hukum Perkumpulan dapat pula dicabut berdasarkan
putusan hakim melalui tuntutan jaksa dengan alasan bahwa Perkumpulan telah
menyimpang dari statuta yang disetujui Pemerintah.7
Dalam hal Perkumpulan Berbadan Hukum bubar atau dibubarkan, maka harta
kekayaannya akan diurus oleh balai harta peninggalan, termasuk mengenai
pembayaran kewajiban-kewajiban. Apabila masih ada sisa kekayaannya, maka akan
diberikan kepada anggota perkumpulan atau “kepada yang berhak,” masing-masing
untuk bagian yang mereka bayarkan kepada perkumpulan. 8
6
Pasal 5a Staatsblad 1870:64.
7
Pasal 6 Staatsblad 1870:64.
8
Pasal 7 Staatsblad 1870:64.
4 | 15
a. salinan akta pendirian Perkumpulan atau salinan akta perubahan pendirian
Perkumpulan yang diketahui oleh Notaris sesuai dengan aslinya;
b. surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Perkumpulan yang
ditandatangani pengurus dan diketahui oleh lurah/kepala desa setempat;
c. sumber pendanaan Perkumpulan;
d. program kerja Perkumpulan;
e. surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara
di pengadilan;
f. notulen rapat pendirian Perkumpulan; dan
g. surat pernyataan kesanggupan dari pendiri untuk memperoleh kartu NPWP.
Peraturan yang ada tidak cukup mengakomodir kebutuhan dan variasi kegiatan
Perkumpulan. Dalam hal ini Penulis memberikan perhatian yang agak khusus terhadap
pendirian Perkumpulan-perkumpulan Berbadan Hukum yang menjalankan kegiatan
sebagai badan mediasi dan/atau badan arbitrase di Indonesia. Perkembangannya
menarik untuk dicermati, tidak hanya karena badan mediasi dan badan arbitrase
tersebut memberikan makna tersendiri mengenai arti “kegiatan sosial” dan “nirlaba”
yang berbeda dengan pada umumnya Ormas dan LSM, namun juga dinamika
perkembangannya mencerminkan problematika yang dihadapi oleh Perkumpulan-
perkumpulan Berbadan Hukum.
Walaupun Staatsblad 1870:64 sudah ada sejak jaman kolonial Belanda dan tetap
berlaku hingga saat ini berdasarkan ketentuan peralihan UUD 1945, namun bentuk
Perkumpulan Berbadan Hukum tidak dikenal hingga Badan Arbitrase Pasar Modal
Indonesia, atau yang disingkat BAPMI, lahir pada tahun 2002. Tidak berlebihan bila
dikatakan bahwa BAPMI memiliki peran yang penting dalam “menghidupkan kembali”
Staatsblad 1870:64 dengan menjadikannya sebagai dasar hukum akta pendirian
BAPMI. Sejak saat itu satu per satu organisasi yang sudah ada namun masih berbentuk
perkumpulan biasa (persekutuan perdata) mengubah statusnya menjadi Perkumpulan
Berbadan Hukum, dan dari tahun ke tahun semakin banyak organisasi yang baru
berdiri yang mengambil bentuk Perkumpulan Berbadan Hukum. Sebagai contoh:
5 | 15
Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI), Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)
yang sebelumnya merupakan bagian dari IAI yang disebut Kompartemen Akuntan
Publik, Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi (BAKTI), Badan Mediasi Dana
Pensiun (BMDP) yang sebelumnya bagian dari Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI),
Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (BAMPPI), Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), Badan Mediasi
Pembiayaan, Pergadaian dan Modal Ventura Indonesia (BMPPVI), dan Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK), serta Perhimpunan
Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo).
6 | 15
Alternatif Penyelesaian Sengketa (“LAPS”) yang tunggal dan terintegrasi di sektor jasa
keuangan. Ketiadaan pengaturan mengenai merger dan akuisisi bagi Perkumpulan-
perkumpulan Berbadan Hukum mengakibatkan keenam LAPS sektoral tersebut tidak
dapat melakukan merger maupun akuisisi untuk menghasilkan 1(satu) LAPS yang
tunggal dan terintegrasi. Para anggota dari masing-masing badan mediasi/arbitrase
tersebut akhirnya memutuskan untuk melikuidasi masing-masing organisasi, dan
selanjutnya para anggota tersebut bersama-sama membentuk LAPS yang baru yang
bernama LAPS Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK).
Masih banyak contoh kebingungan lainnya yang terjadi pada tataran praktek.
Pengalaman yang dihadapi oleh badan mediasi/arbitrase sepatutnya dapat membuka
mata kita bahwa perilaku dan tindakan yang dapat dilakukan oleh Perkumpulan
Berbadan Hukum ternyata dapat sangat mirip dengan badan hukum lannya seperti
Yayasan, Koperasi, bahkan aksi korporasi (corporate action) dari suatu Perseroan
Terbatas. Dengan membandingkan dengan UU PT, UU Yayasan dan UU Koperasi, maka
Perkumpulan Berbadan Hukum juga sudah sangat mendesak untuk memiliki UU
sendiri dengan pengaturan yang komprehensif dan yang dapat mendorong kesiapan
Kemenkumham untuk lebih berperan dalam pengaturan dan pengawasan. Sudah ada
beberapa pihak yang telah mengambil inisiatif menyusun Rancangan Undang-Undang
Perkumpulan (“RUU Perkumpulan Berbadan Hukum”) sejak tahun 2011 yang
upayanya tersebut dapat kita lanjutkan dengan sejumlah perbaikan atau penambahan
agar sesuai dengan pesat dan dinamisnya perkembangan Perkumpulan Berbadan
Hukum di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, maka hal-hal pokok yang harus diatur dengan jelas
dalam RUU Perkumpulan Berbadan Hukum adalah sebagai berikut:
1. Istilah dan Nama Saat ini belum ada keseragamaan istilah untuk perkumpulan
yang berbadan hukum. Terkadang Pemerintah menggunakan
istilah “badan hukum perkumpulan” sebagaimana ditentukan
dalam UU No. 17/2013, istilah “perkumpulan berbadan
7 | 15
hukum” yang dapat ditemukan berkali-kali dalam naskah
akademik RUU Perkumpulan, atau “perkumpulan” saja
seperti dalam judul RUU dan pasal 1 angka 1 mengenai
definisi perkumpulan.9
9 Dalam Pasal 1 angka 1 RUU Perkumpulan, “Perkumpulan adalah badan hukum yang merupakan
kumpulan orang, didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan tertentu di bidang
sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, dan tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya.”
10 Sebagai terjemahan dari "Rechtspersoonlijkheid van vereenigingen".
8 | 15
2. Asas RUU Perkumpulan harus memuat ketentuan mengenai asas
sebagai dasar filosofis berdirinya suatu perkumpulan
berbadan hukum.
9 | 15
berbadan hukum dari profesi dokter, apakah termasuk
bidang sosial atau bidang kemanusiaan?
11 Lihat Pasal 9 ayat (5) UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 16 TAHUN 2001 tentang
Yayasan jo. Pasal 1 butir 6, Pasal 10, dan Pasal 11PP No. 2 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan.
10 | 15
hak untuk berkumpul, berserikat, serta mengeluarkan
pikiran), persyaratan dokumen, jumlah minimum kekayaan
awal, dan tata cara pendirian.
7. Perubahan Anggaran Pada bagian ini diatur mengenai tata cara perubahan
Dasar (“AD”) anggaran dasar dan perubahaan apa yang memerlukan
pelaporan atau persetujuan kepada Menteri.
11 | 15
ditentukan jumlah minimumnya dan jangan mewajibkan
pengurus atau pengawas diangkat dari anggota perkumpulan
berbadan hukum karena ketentuan semacam ini tidak dapat
dipenuhi oleh perkumpulan berbadan hukum yang seluruh
anggotanya merupakan badan hukum. Selain itu, belum
tentu anggota suatu perkumpulan berbadan hukum yang
mengelola kekayaan dalam jumlah besar, memiliki
kemampuan teknis atau manajerial yang memadai.
12 | 15
9. RUA Tahunan (“RUTA”) Pada bagian ini diatur tata cara pemanggilan, kuorum untuk
dan RUA Luar Biasa RUTA dan RUA LB, serta perlu atau tidaknya akta notaris.
(“RUA-LB”) Permasalahan yang paling umum terjadi pada RUTA dan RUA
LB adalah mengenai kuorum kehadiran dan jangka waktu
pemanggilan. UU Yayasan dan UU PT tidak mengatur
mengenai jangka waktu pemanggilan kedua tetapi akan lebih
baik bila ditentukan dalam UU.
13 | 15
kedua (hasil penundaan) di hari yang sama, lebih kecil
dari pada ditunda beberapa hari berikutnya.
10. Tata Cara Demi menjamin kepastian dan ketertiban hukum tata cara
Penggabungan dan penggabungan dan peleburan harus diatur dalam UU, bukan
Peleburan diserahkan dalam AD, sebagaimana UU No. 28 Tahun 2004
mengatur tata cara penggabungan dan peleburan yayasan.
12. Penyelesaian Sengketa Dalam hal terjadi sengketa antar organ perkumpulan
berbadan hukum maka sebaiknya diselesaikan dengan
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
13. Ketentuan Lain-lain Perkumpulan berbadan hukum saat ini sangat beragam
sehingga tidak menutup kemungkinan untuk ketentuan yang
lebih khusus, maka perkumpulan berbadan hukum yang
bergerak di bidang tertentu, tunduk pada pengaturan yang
lebih spesifik (lex spesialis).
14 | 15
Sebaiknya ada pasal yang memperjelas kedudukan peraturan
lain terhadap UU tersebut, sebagaimana Pasal 154 UU PT
yang pada pokoknya menegaskan bahwa PT Terbuka tunduk
pada ketentuan UU PT sepanjang tidak diatur lain dalam
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
14. Aturan Peralihan Bagian ini harus menyebutkan dengan jelas peraturan dan
keputusan mana saja yang dicabut atau dinyatakan tidak
berlaku dengan diundangkannya UU Perkumpulan Berbadan
Hukum dan status perkumpulan berbadan hukum yang
eksisting serta yang masih dalam proses pendaftaran.
Terhadap perkumpulan berbadan hukum yang telah ada
maka sebaiknya diberikan jangka waktu 1 (satu) tahun untuk
menyesuaikan dengan ketentuan yang baru, sedangkan
untuk perkumpulan yang dalam proses pengesahan status
badan hukum harus menyesuaikan dengan ketentuan yang
baru untuk dapat disahkan.
V. Penutup
Demikian analisis yang dapat Penulis sampaikan pada kesempatan ini berkenaan
dengan problematika Perkumpulan Berbadan Hukum dalam praktik, sebagai sumbang
saran dari Penulis untuk didiskusikan lebih lanjut.
15 | 15