Anda di halaman 1dari 15

Problematika Perkumpulan Berbadan Hukum: Kajian atas Rancangan Undang-

Undang Perkumpulan
Oleh: Prof. Dr. Rosa Agustina, S.H., M.H.1

I. Urgensi Undang-Undang Perkumpulan Berbadan Hukum

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri 4 (empat) tahun yang lalu, bahwa
hingga 31 Juli 2019 jumlah Organisasi Kemasyarakat (“Ormas”) di Indonesia telah
mencapai 431.465 organisasi, di mana sebanyak 193.497 (44,84%) merupakan badan
hukum yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM yang bila dirinci lagi ada
163.413 (84,45%) berbentuk Perkumpulan Berbadan Hukum dan 30.084 (15,55%)
berbentuk Yayasan.2 Tentunya jumlah tersebut pada saat ini sudah semakin
bertambah banyak. Selain itu berita dari Kementerian Hukum dan HAM mengabarkan
bahwa sampai bulan Juni 2022 Kementerian Dalam Negeri mencatat jumlah Non-
Governmental Organization atau Lembaga Swadaya Masyarakat (“LSM”) di Indonesia
mencapai 512.997, dan 50 hingga 100 LSM didaftarkan setiap harinya.3

Belum jelas apakah LSM tersebut adalah termasuk dalam Ormas yang dimaksud
pada berita yang pertama ataukah tidak? Namun demikian yang hendak disampaikan
dalam tulisan ini adalah bahwa dengan jumlah Perkumpulan yang sudah demikian
banyak – dan semakin bertambah banyak – sudah pasti memunculkan urgensi untuk
diatur dengan Undang-Undang (“UU”).

Apabila Ormas atau LSM didirikan dalam bentuk tidak berbadan hukum, maka
pendirian dan operasionalnya akan merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal

1
Disampaikan dalam Seminar Nasional “Simpang-siur dan Problematika Perkumpulan dalam
Praktek” yang diselenggarakan oleh Ikatan Notaris Indonesia, pada tanggal 30 Oktober 2023, di Hotel
Bidakara, Jakarta.
2
Dian Erika Nugraheny dan Bayu Galih, "Kemendagri Catat Jumlah Ormas Meningkat, Capai 431.465
Organisasi," https://nasional.kompas.com/read/2019/11/25/11151051/kemendagri-catat-jumlah-
ormas-meningkat -capai-431465-organisasi?page=all#page2, diakses 26 Oktober 2023.
3
Lenny Tristia Tambun, “Kemendagri Sebut Indonesia Miliki 512.997 Ormas,”
https://www.beritasatu.com/news/936043/kemendagri-sebut-indonesia-miliki-512997-ormas#:~:
text=Jakarta%2C%20Beritasatu.com%20%E2%80%93%20Kementerian,jumlah%20organisasi%20
masyarakat%20(ormas).

1 | 15
1618 sampai Pasal 1652 Burgerlijke Wetboek (“KUHPerdata”) mengenai persekutuan
perdata. Apabila Ormas atau LSM didirikan dalam bentuk badan hukum Yayasan, maka
akan merujuk pada UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan. Namun apabila Ormas atau LSM didirikan dalam bentuk badan hukum
Perkumpulan, maka akan merujuk pada Staatsblad 1870 No. 64 tentang Perkumpulan-
perkumpulan Berbadan Hukum (“Staatsblad 1870:64”) jo. Peraturan Menteri Hukum
dan HAM (“Permenkumham”) No. 6 Tahun 2014 tentang Pengesahan Badan Hukum
Perkumpulan, sebagaimana telah diganti dengan Permenkumham No. 3 Tahun 2016
tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan
Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan, yang telah diubah dengan Permenkumham
No. 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Permenkumham No. 3 Tahun 2016 tentang Tata
Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan
Anggaran Dasar Perkumpulan.

Dari fakta tersebut di atas terdapat 2 (dua) alasan tambahan urgensinya badan
hukum perkumpulan diatur dalam UU yang lebih baru dan lebih lengkap. Pertama,
badan hukum perkumpulan hanya diatur dalam Staatsblad 1870:64 yang berusia lebih
dari 150 (serratus lima puluh) tahun. Kedua, peraturan pelaksanakanya hanya
dituangkan dalam bentuk Permenkumham.

Urgensi lainnya agar segera dibuatkan UU tentang Perkumpulan Berbadan


Hukum adalah banyaknya problematika hukum mengenai pendirian dan operasional
badan hukum Perkumpulan di dalam prakteknya karena kurang jelas dan kurang
lengkapnya pengaturan. Misalnya:
- apakah pengertian “orang” yang menjadi pendiri dan/atau anggota dari suatu
Perkumpulan, hanya menunjuk pada natuurlijke persoon bukan rechtspersoon?
- apabila “orang” dari suatu Perkumpulan dapat juga termasuk rechtspersoon,
apakah pendiri dan anggota Perkumpulan dapat terdiri dari natuurlijke persoon dan
rechtspersoon?
- apakah kumpulan orang-orang itu hanya melalui wadah Ormas dan LSM yang
terbatas hanya untuk kegiatan sosial dan keagamaan? bagaimana dengan wadah lain
seperti Lembaga Bantuan Hukum (“LBH”), badan mediasi dan badan arbitrase?

2 | 15
- apakah istilah “Perkumpulan” sudah pasti badan hukum ataukah ada juga yang
tidak berbadan hukum?
- apabila ada Perkumpulan yang tidak berbadan hukum, maka apakah istilah
yang lebih tepat untuk badan hukum Perkumpulan adalah “Perkumpulan Berbadan
Hukum” sebagaimana Staatsblad 1870:64 berjudul “Rechtspersoonlijkheid Van
Vereenigingen” atau “Perkumpulan-perkumpulan Berbadan Hukum”;
- apakah harus ada iuran anggota? bagaimana jika Perkumpulan dapat
menjalankan kegiatan yang menghasilkan pendapatan sehingga mensubstitusi iuran
anggota?
- apakah yang dapat diangkat sebagai pengurus dan pengawas Perkumpulan
adalah hanya anggota Perkumpulan?

II. Sekilas tentang Staatsblad 1870:64 dan Permenkumham No. 3/2016

Staatsblad 1870:64 memuat ketentuan mengenai pengakuan Pemerintah


terhadap Perkumpulan Berbadan Hukum, tata cara pendirian, isi dari statuta atau yang
dikenal dengan akta pendirian yang memuat anggaran dasar, penyebab penolakan
pengakuan Pemerintah, berakhirnya Perkumpulan Berbadan Hukum, dan aturan
peralihan. Berdasarkan Pasal 2 Staatsblad 1870:64, Perkumpulan diakui sebagai badan
hukum oleh Pemerintah lewat pengakuan terhadap statutanya yang berisi tujuan,
dasar-dasar, ruang lingkup kerja dan ketentuan lain dari Perkumpulan. Pemerintah
berwenang menolak pengakuan apabila menilai statutanya melanggar atau
bertentangan dengan kepentingan umum, dan penolakan tersebut tertuang dalam
keputusan yang disampaikan kepada Perkumpulan. 4

Perkumpulan Berbadan Hukum dapat melakukan perbuatan hukum 5 dan terikat


pada asas publisitas. Menurut Pasal 5 Staatsblad 1870:64, publisitas dilakukan lewat
pengumuman di surat kabar resmi mengenai persetujuan Pemerintah atas statutanya
serta setiap perubahan dan penggantian statuta. Persetujuan atas statuta menjadi
tanda lahirnya status perkumpulan sebagai badan hukum. Perkumpulan didirikan

4
Pasal 3 Staatsblad 1870:64.
5
Antara lain mengikatkan diri atas nama Perkumpulan dalam suatu perjanjian dan memiliki harta
kekayaan yang terpisah dengan para pendiri, pengurus, dan anggotanya. Pasal 8 Staatsblad 1870:64.

3 | 15
untuk jangka waktu tertentu. Apabila jangka waktu sudah berakhir dan tidak diajukan
perubahan statuta, maka status Perkumpulan tetap diakui sebagai badan hukum
sepanjang perbuatan-perbuatan anggota-anggotanya atau pengurusnya menunjukkan
bahwa Perkumpulan masih ada (eksis).6 Perkumpulan kehilangan statusnya sebagai
badan hukum apabila dinyatakan bertentangan dengan ketertiban hukum oleh
Pemerintah. Status badan hukum Perkumpulan dapat pula dicabut berdasarkan
putusan hakim melalui tuntutan jaksa dengan alasan bahwa Perkumpulan telah
menyimpang dari statuta yang disetujui Pemerintah.7

Dalam hal Perkumpulan Berbadan Hukum bubar atau dibubarkan, maka harta
kekayaannya akan diurus oleh balai harta peninggalan, termasuk mengenai
pembayaran kewajiban-kewajiban. Apabila masih ada sisa kekayaannya, maka akan
diberikan kepada anggota perkumpulan atau “kepada yang berhak,” masing-masing
untuk bagian yang mereka bayarkan kepada perkumpulan. 8

Peraturan pelaksanaan Staatsblad 1870:64 tertuang dalam Permenkumham No.


6 Tahun 2014 tentang Pengesahan Badan Hukum Perkumpulan (“Permenkumham No.
6/2014”) sebagaimana diganti dengan Permenkumham No. 3 Tahun 2016 tentang Tata
Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan
Anggaran Dasar Perkumpulan (“Permenkumham No. 3/2016”) jo. Permenkumham
No. 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 3
Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan
Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Perkumpulan (“Permenkumham 10/2019”).
Dari segi muatan materi, Permenkumham 3/2016 jo. Permenkumham 10/2019 hanya
mengatur tata cara pengesahan badan hukum Perkumpulan dan tata cara persetujuan
atas perubahan anggaran dasar Perkumpulan.

Permohonan pengesahan badan hukum Perkumpulan diajukan oleh notarisnya


kepada Pemerintah (in casu Menteri Hukum dan HAM c.q. Dirjen AHU) secara
elektronik melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (“SABH”), dengan menyertakan:

6
Pasal 5a Staatsblad 1870:64.
7
Pasal 6 Staatsblad 1870:64.
8
Pasal 7 Staatsblad 1870:64.

4 | 15
a. salinan akta pendirian Perkumpulan atau salinan akta perubahan pendirian
Perkumpulan yang diketahui oleh Notaris sesuai dengan aslinya;
b. surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Perkumpulan yang
ditandatangani pengurus dan diketahui oleh lurah/kepala desa setempat;
c. sumber pendanaan Perkumpulan;
d. program kerja Perkumpulan;
e. surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara
di pengadilan;
f. notulen rapat pendirian Perkumpulan; dan
g. surat pernyataan kesanggupan dari pendiri untuk memperoleh kartu NPWP.

III. Problematika dalam Praktek

Peraturan yang ada tidak cukup mengakomodir kebutuhan dan variasi kegiatan
Perkumpulan. Dalam hal ini Penulis memberikan perhatian yang agak khusus terhadap
pendirian Perkumpulan-perkumpulan Berbadan Hukum yang menjalankan kegiatan
sebagai badan mediasi dan/atau badan arbitrase di Indonesia. Perkembangannya
menarik untuk dicermati, tidak hanya karena badan mediasi dan badan arbitrase
tersebut memberikan makna tersendiri mengenai arti “kegiatan sosial” dan “nirlaba”
yang berbeda dengan pada umumnya Ormas dan LSM, namun juga dinamika
perkembangannya mencerminkan problematika yang dihadapi oleh Perkumpulan-
perkumpulan Berbadan Hukum.

Walaupun Staatsblad 1870:64 sudah ada sejak jaman kolonial Belanda dan tetap
berlaku hingga saat ini berdasarkan ketentuan peralihan UUD 1945, namun bentuk
Perkumpulan Berbadan Hukum tidak dikenal hingga Badan Arbitrase Pasar Modal
Indonesia, atau yang disingkat BAPMI, lahir pada tahun 2002. Tidak berlebihan bila
dikatakan bahwa BAPMI memiliki peran yang penting dalam “menghidupkan kembali”
Staatsblad 1870:64 dengan menjadikannya sebagai dasar hukum akta pendirian
BAPMI. Sejak saat itu satu per satu organisasi yang sudah ada namun masih berbentuk
perkumpulan biasa (persekutuan perdata) mengubah statusnya menjadi Perkumpulan
Berbadan Hukum, dan dari tahun ke tahun semakin banyak organisasi yang baru
berdiri yang mengambil bentuk Perkumpulan Berbadan Hukum. Sebagai contoh:

5 | 15
Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI), Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI)
yang sebelumnya merupakan bagian dari IAI yang disebut Kompartemen Akuntan
Publik, Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi (BAKTI), Badan Mediasi Dana
Pensiun (BMDP) yang sebelumnya bagian dari Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI),
Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (BAMPPI), Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), Badan Mediasi
Pembiayaan, Pergadaian dan Modal Ventura Indonesia (BMPPVI), dan Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK), serta Perhimpunan
Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo).

Sayangnya peningkatan jumlah Perkumpulan Berbadan Hukum agak terlambat


diantisipasi oleh Pemerintah c.q. Kemenkumham karena bila dihitung sejak 2002
sampai diundangkannya Permenkumham No. 6/2014 pada tanggal 26 Maret 2014
maka sudah berselang 12 tahun bermunculan Perkumpulan-perkumpulan Berbadan
Hukum dengan berbagai variasinya. Sebagai contoh, meskipun BAPMI, BMAI, BAKTI,
BMDP, BAMPPI, LAPSPI, BMPPVI dan LAPS SJK sama-sama Perkumpulan Berbadan
Hukum yang bergerak di bidang layanan penyelesaian sengketa di luar pengadilan,
namun memiliki perbedaan dalam corak pendiri, keanggotaan, struktur organisasi dan
tata kelolanya. Hal ini terjadi karena tidak ada yang standarnya. Dalam hal pendiri, ada
yang semuanya badan hukum, ada yang mix antara badan hukum dan orang
perseorangan, ada yang mix antara badan hukum dengan perkumpulan/persekutuan
perdata. Begitu pun dalam corak keanggotaan dan struktur organisasinya serta tata
kelolanya sangat bervariasi.

Nampaknya ada kelemahan Kemenkumham dalam melakukan pengawasan atas


ketaatan Perkumpulan-perkumpulan Berbadan Hukum terhadap peraturan yang ada
yang berkontribusi terhadap banyaknya variasi di lapangan. Hal ini sangat
membingungkan tidak hanya bagi pendiri, anggota, pengurus dan pengawas
Perkumpulan Berbadan Hukum namun juga bagi notaris.

Salah satu kekosongan pengaturan Perkumpulan Berbadan Hukum adalah


mengenai merger dan akuisisi yang dirasakan oleh BAPMI, BMAI, BMDP, BAMPPI,
LAPSPI dan BMPPVI ketika ingin merealisasikan gagasan pembentukan Lembaga

6 | 15
Alternatif Penyelesaian Sengketa (“LAPS”) yang tunggal dan terintegrasi di sektor jasa
keuangan. Ketiadaan pengaturan mengenai merger dan akuisisi bagi Perkumpulan-
perkumpulan Berbadan Hukum mengakibatkan keenam LAPS sektoral tersebut tidak
dapat melakukan merger maupun akuisisi untuk menghasilkan 1(satu) LAPS yang
tunggal dan terintegrasi. Para anggota dari masing-masing badan mediasi/arbitrase
tersebut akhirnya memutuskan untuk melikuidasi masing-masing organisasi, dan
selanjutnya para anggota tersebut bersama-sama membentuk LAPS yang baru yang
bernama LAPS Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK).

Masih banyak contoh kebingungan lainnya yang terjadi pada tataran praktek.
Pengalaman yang dihadapi oleh badan mediasi/arbitrase sepatutnya dapat membuka
mata kita bahwa perilaku dan tindakan yang dapat dilakukan oleh Perkumpulan
Berbadan Hukum ternyata dapat sangat mirip dengan badan hukum lannya seperti
Yayasan, Koperasi, bahkan aksi korporasi (corporate action) dari suatu Perseroan
Terbatas. Dengan membandingkan dengan UU PT, UU Yayasan dan UU Koperasi, maka
Perkumpulan Berbadan Hukum juga sudah sangat mendesak untuk memiliki UU
sendiri dengan pengaturan yang komprehensif dan yang dapat mendorong kesiapan
Kemenkumham untuk lebih berperan dalam pengaturan dan pengawasan. Sudah ada
beberapa pihak yang telah mengambil inisiatif menyusun Rancangan Undang-Undang
Perkumpulan (“RUU Perkumpulan Berbadan Hukum”) sejak tahun 2011 yang
upayanya tersebut dapat kita lanjutkan dengan sejumlah perbaikan atau penambahan
agar sesuai dengan pesat dan dinamisnya perkembangan Perkumpulan Berbadan
Hukum di Indonesia.

IV. Pengaturan Pokok dalam RUU Perkumpulan Berbadan Hukum

Berdasarkan uraian di atas, maka hal-hal pokok yang harus diatur dengan jelas
dalam RUU Perkumpulan Berbadan Hukum adalah sebagai berikut:

1. Istilah dan Nama Saat ini belum ada keseragamaan istilah untuk perkumpulan
yang berbadan hukum. Terkadang Pemerintah menggunakan
istilah “badan hukum perkumpulan” sebagaimana ditentukan
dalam UU No. 17/2013, istilah “perkumpulan berbadan

7 | 15
hukum” yang dapat ditemukan berkali-kali dalam naskah
akademik RUU Perkumpulan, atau “perkumpulan” saja
seperti dalam judul RUU dan pasal 1 angka 1 mengenai
definisi perkumpulan.9

Variasi istilah tersebut dapat menimbulkan keambiguan


dalam pergaulan di masyarakat karena suatu perkumpulan
belum tentu berbadan hukum. Untuk mewujudkan kepastian
hukum, mengingat jenis perkumpulan yang diatur dalam RUU
Perkumpulan adalah yang berbadan hukum maka sebaiknya
judul RUU dibuat lengkap dan mengikuti terjemahan dari
judul Staatsblad 1870:64 yaitu “Perkumpulan Berbadan
Hukum.”10

Setelah menentukan istilah yang akan digunakan secara


konsisten, RUU harus mengatur mengenai nama
perkumpulan berbadan hukum. Perkumpulan berbadan
hukum wajib memiliki nama sendiri; artinya, berbeda dengan
nama perkumpulan berbadan hukum lain yang sudah
terdaftar, dan nama tersebut didaftarkan kepada Menteri.

Selain itu, perlu diatur kewajiban pencantuman status


perkumpulan di depan nama selayaknya ketentuan yang
berlaku untuk PT dan CV, misalnya Perkumpulan Berbadan
Hukum ABC. Tujuan mencantumkan status ini adalah agar
pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengetahui atau
setidak-tidaknya memperoleh gambaran terkait kewenangan
dan mekanisme pertanggungjawaban.

9 Dalam Pasal 1 angka 1 RUU Perkumpulan, “Perkumpulan adalah badan hukum yang merupakan
kumpulan orang, didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan tertentu di bidang
sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, dan tidak membagikan keuntungan kepada anggotanya.”
10 Sebagai terjemahan dari "Rechtspersoonlijkheid van vereenigingen".

8 | 15
2. Asas RUU Perkumpulan harus memuat ketentuan mengenai asas
sebagai dasar filosofis berdirinya suatu perkumpulan
berbadan hukum.

Perkumpulan berbadan hukum wajib berasaskan pada 4


(empat) pilar kebangsaan yaitu Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD NRI”),
Negara Kesatuan Republik Indonesia (“NKRI”), dan Bhinneka
Tunggal Ika.

3. Tujuan Salah satu karakterik badan hukum adalah memiliki tujuan


tertentu yang terbagi atas tujuan ideal dan tujuan komersial.
Perkumpulan berbadan hukum memiliki tujuan ideal
sehingga bersifat sosial dan tidak membagikan keuntungan
kepada para anggota atau organnya. Akan tetapi,
perkumpulan berbadan hukum boleh melakukan kegiatan
komersial guna mencari keuntungan (gain profit), dengan
syarat keuntungan yang diperolehnya digunakan sesuai
dengan tujuan perkumpulan berbadan hukum.

RUU Perkumpulan juga harus menjelaskan macam-macam


bidang dan lingkup dari bidang-bidang perkumpulan
berbadan hukum yang diatur beserta contohnya, agar tidak
terjadi kesimpangsiuran dalam mengelompokkan kategori
perkumpulan berbadan hukum. Apabila dibatasi hanya 3
(tiga) bidang yaitu sosial, kemanusiaan, dan keagamaan,
sebagaimana dalam RUU saat ini, maka harus dibuat
penjelasan yang dapat menjawab pertanyaan seperti, apakah
perkumpulan yang bertujuan untuk memberikan layanan
penyelesaian sengketa komersial atau pelatihan berbayar,
dapat dikategorikan dalam bidang sosial atau perlu
pengelompokan tersendiri? Begitu juga dengan perkumpulan

9 | 15
berbadan hukum dari profesi dokter, apakah termasuk
bidang sosial atau bidang kemanusiaan?

Penjelasan mengenai lingkup bidang ini penting untuk


menentukan antara lain keabsahan pendaftaran
perkumpulan berbadan hukum, kesesuaian kegiatan dengan
bidang yang ditentukan dalam anggaran dasar perkumpulan
berbadan hukum, dan pihak yang berhak menerima atau
mengelola sisa hasil kekayaan perkumpulan berbadan hukum
yang dilikuidasi.

4. Keanggotaan dan Ketentuan mengenai keanggotaan perkumpulan berbadan


Pendirian hukum harus fleksibel sehingga dapat didirikan oleh orang
perorangan (naturlijke person) dan/atau badan hukum
(rechtspersoon).

Yang perlu diatur lebih lanjut adalah batasan orang asing


dalam mendirikan dan menjadi anggota perkumpulan
berbadan hukum. Sebagai perbandingan, yayasan dapat
didirikan oleh “Orang Asing,” yaitu orang perseorangan atau
badan hukum asing, dengan ketentuan total jumlah kekayaan
awal yang dipisahkan dari harta pribadi para pendiri yayasan
(baik yang seluruh maupun sebagiannya Orang Asing) paling
sedikit senilai Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).11 Kata
“senilai” berarti penyertaan dapat dalam bentuk selain uang.

Aspek lain yang harus diatur dalam pendirian adalah jumlah


minimum anggota (yang ditentukan dengan
mempertimbangkan ketentuan jumlah minimum orang
dalam struktur organisasi perkumpulan berbadan hukum dan

11 Lihat Pasal 9 ayat (5) UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 16 TAHUN 2001 tentang
Yayasan jo. Pasal 1 butir 6, Pasal 10, dan Pasal 11PP No. 2 Tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan.

10 | 15
hak untuk berkumpul, berserikat, serta mengeluarkan
pikiran), persyaratan dokumen, jumlah minimum kekayaan
awal, dan tata cara pendirian.

5. Pengumuman Badan hukum harus memenuhi asas publisitas sehingga


untuk hal-hal tertentu harus diumumkan kepada publik. RUU
harus mengatur jangka waktu pengumuman pengesahan
akta pendirian dan perubahan AD yang disetujui Menteri
dalam tambahan berita negara oleh Menteri. Menteri juga
harus membuat dan mengelola daftar seluruh perkumpulan
berbadan hukum yang terbuka untuk umum dan berisi
informasi-informasi tertentu mengenai perkumpulan
berbadan hukum yang memperoleh pengesahan tersebut.

6. Kekayaan Kekayaan perkumpulan berbadan hukum dapat bersumber


dari iuran anggota, sumbangan yang tidak mengikat, hibah,
dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran
dasar dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam
bagian penjelasan sebaiknya diberikan contoh masing-
masing sumber kekayaan, terutama kekayaan yang
bersumber dari “perolehan lain” yaitu antara lain kegiatan
perkumpulan berbadan hukum yang bersifat komersial atau
menghasilkan keuntungan. Pasal mengenai kekayaan juga
mengatur tentang penggunaan dan pelaporan pengelolaan
kekayaan perkumpulan berbadan hukum kepada Rapat
Umum Anggota (“RUA”),.

7. Perubahan Anggaran Pada bagian ini diatur mengenai tata cara perubahan
Dasar (“AD”) anggaran dasar dan perubahaan apa yang memerlukan
pelaporan atau persetujuan kepada Menteri.

8. Organ dan Struktur Organ perkumpulan berbadan hukum setidak-tidaknya terdiri


Organisasi dari RUA, pengurus, dan pengawas. Untuk setiap organ harus

11 | 15
ditentukan jumlah minimumnya dan jangan mewajibkan
pengurus atau pengawas diangkat dari anggota perkumpulan
berbadan hukum karena ketentuan semacam ini tidak dapat
dipenuhi oleh perkumpulan berbadan hukum yang seluruh
anggotanya merupakan badan hukum. Selain itu, belum
tentu anggota suatu perkumpulan berbadan hukum yang
mengelola kekayaan dalam jumlah besar, memiliki
kemampuan teknis atau manajerial yang memadai.

Badan pengurus setidak-tidaknya terdiri dari ketua,


sekretaris, dan bendahara, dengan tidak menutup
kemungkinkan dibuatnya komite-komite yang menangani
urusan tertentu misalnya kepatuhan, audit, dan hubungan
masyarakat. Untuk perkumpulan yang didirikan oleh Orang
Asing maka dapat ditetapkan minimal 1 (satu) orang
pengurus berkewarganegaraan Indonesia.

Persyaratan pengurus dan pengawas sebaiknya diatur secara


umum seperti sehat jasmani dan rohani, tidak pernah
dipidana dalam jangka waktu tertentu atau dipidana karena
sebab tertentu, dan setia kepada Pancasila, UUD NRI 1945,
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Selebihnya ditentukan secara
khusus dalam anggaran dasar perkumpulan berbadan
hukum.

Tata cara pemberhentian pengurus juga harus diatur dan


pengurus terkait harus diberi kesempatan untuk membela
diri terlebih dahulu sebelum keputusan mengenai
pemberhentian tersebut dikeluarkan (baik pemberhentian
tetap maupun pemberhentian sementara).

12 | 15
9. RUA Tahunan (“RUTA”) Pada bagian ini diatur tata cara pemanggilan, kuorum untuk
dan RUA Luar Biasa RUTA dan RUA LB, serta perlu atau tidaknya akta notaris.
(“RUA-LB”) Permasalahan yang paling umum terjadi pada RUTA dan RUA
LB adalah mengenai kuorum kehadiran dan jangka waktu
pemanggilan. UU Yayasan dan UU PT tidak mengatur
mengenai jangka waktu pemanggilan kedua tetapi akan lebih
baik bila ditentukan dalam UU.

Selain untuk pembahasan mengenai perubahan anggaran


dasar atau rencana pembubaran atau penggabungan, maka
dalam hal jumlah kehadiran anggota tidak mencapai kuorum,
setidaknya ada 2 (dua) pilihan pengaturan penundaan, yaitu;

1. RUA ditunda di hari lain

Kelebihan dari opsi ini adalah dapat mengatasi


permasalahan berupa undangan RUA tidak
sampai/belum dikirim secara sah ke para anggota.

Kekurangannya, belum tentu para anggota yang sudah


hadir pada RUA pertama, dapat hadir lagi di RUA kedua.
Pilihan ini juga dapat memberi kesan kurang menghargai
para anggota yang sudah meluangkan waktunya dan
harus mengalah untuk anggota lain yang mungkin
sengaja tidak datang.

2. RUA ditunda di waktu lain pada hari yang sama dan


akan tetap dilanjutkan dengan kuorum minimum yang
ditentukan lebih kecil dari pemanggilan pertama.

Opsi ini menunjukKan bahwa Perkumpulan menghargai


para anggotanya dan pihak lain (seperti pengawas dan
notaris) yang sudah meluangkan waktu untuk
menghadiri RUA. Potensi ketidakhadiran pada RUA

13 | 15
kedua (hasil penundaan) di hari yang sama, lebih kecil
dari pada ditunda beberapa hari berikutnya.

Masalah berupa ketidakhadiran anggota karena surat


undangan RUA tidak dikirim secara sah dapat diantisipasi
dengan ketelitian pengurus dalam mengirim undangan dan
pengarsipan informasi untuk korespondensi kepada para
anggota yang baik.

10. Tata Cara Demi menjamin kepastian dan ketertiban hukum tata cara
Penggabungan dan penggabungan dan peleburan harus diatur dalam UU, bukan
Peleburan diserahkan dalam AD, sebagaimana UU No. 28 Tahun 2004
mengatur tata cara penggabungan dan peleburan yayasan.

11. Pembubaran RUU harus mengatur pihak-pihak yang dapat mengajukan


pembubaran perkumpulan berbadan hukum, tata cara
pembubaran, dan mekanisme likuidasi termasuk akibat
hukumnya. Ditentukan pula pihak yang bertanggung jawab
atas perikatan atau pemenuhan kewajiban apabila harta
kekayaan perkumpulan berbadan hukum tidak cukup untuk
melunasinya serta ditetapkan secara jelas pihak yang berhak
menerima atau mengelola sisa harta perkumpulan berbadan
hukum yang dilikuidasi beserta tujuan penggunaannya.

12. Penyelesaian Sengketa Dalam hal terjadi sengketa antar organ perkumpulan
berbadan hukum maka sebaiknya diselesaikan dengan
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.

13. Ketentuan Lain-lain Perkumpulan berbadan hukum saat ini sangat beragam
sehingga tidak menutup kemungkinan untuk ketentuan yang
lebih khusus, maka perkumpulan berbadan hukum yang
bergerak di bidang tertentu, tunduk pada pengaturan yang
lebih spesifik (lex spesialis).

14 | 15
Sebaiknya ada pasal yang memperjelas kedudukan peraturan
lain terhadap UU tersebut, sebagaimana Pasal 154 UU PT
yang pada pokoknya menegaskan bahwa PT Terbuka tunduk
pada ketentuan UU PT sepanjang tidak diatur lain dalam
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

14. Aturan Peralihan Bagian ini harus menyebutkan dengan jelas peraturan dan
keputusan mana saja yang dicabut atau dinyatakan tidak
berlaku dengan diundangkannya UU Perkumpulan Berbadan
Hukum dan status perkumpulan berbadan hukum yang
eksisting serta yang masih dalam proses pendaftaran.
Terhadap perkumpulan berbadan hukum yang telah ada
maka sebaiknya diberikan jangka waktu 1 (satu) tahun untuk
menyesuaikan dengan ketentuan yang baru, sedangkan
untuk perkumpulan yang dalam proses pengesahan status
badan hukum harus menyesuaikan dengan ketentuan yang
baru untuk dapat disahkan.

V. Penutup

Demikian analisis yang dapat Penulis sampaikan pada kesempatan ini berkenaan
dengan problematika Perkumpulan Berbadan Hukum dalam praktik, sebagai sumbang
saran dari Penulis untuk didiskusikan lebih lanjut.

Jakarta, 28 Oktober 2023

15 | 15

Anda mungkin juga menyukai