Anda di halaman 1dari 21

MENGATUR KEBEBASAN BERSERIKAT DALAM UNDANG-UNDANG

Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

PENGATURAN KEBEBASAN BERSERIKAT DALAM UUD 1945

Pada mulanya, prinsip kebebasan atau kemerdekaan berserikat ditentukan dalam


Pasal 28 UUD 1945 (pra reformasi) yang berbunyi, Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-
undang. Pasal 28 asli ini sama sekali belum memberikan jaminan konstitusional secara tegas
dan langsung, melainkan hanya menyatakan akan ditetapkan dengan undang-undang. Namun,
setelah reformasi, melalui Perubahan Kedua UUD 1945 pada tahun 2000, jaminan
konstitusional dimaksud tegas ditentukan dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang
menyatakan, Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat. Dengan demikian UUD 1945 secara langsung dan tegas memberikan jaminan
kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi (freedom of association), kebebasan berkumpul
(freedom of assembly), dan kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression), tidak
hanya bagi setiap warga negara Indonesia, tetapi juga bagi setiap orang yang artinya termasuk
juga orang asing yang berada di Indonesia.

Setiap orang diberi hak untuk bebas membentuk atau ikut serta dalam keanggotaan atau
pun menjadi pengurus organisasi dalam kehidupan bermasyarakat dalam wilayah negara
Republik Indonesia. Untuk itu, kita tidak lagi memerlukan pengaturan oleh undang-undang
untuk memastikan adanya kemerdekaan atau kebebasan bagi setiap orang itu untuk
berorganisasi dalam wilayah negara Republik Indonesia. Hanya saja, bagaimana cara
kebebasan itu digunakan, apa saja syarat-syarat dan prosedur pembentukan, pembinaan,
penyelenggaraan kegiatan, pengawasan, dan pembubaran organisasi itu tentu masih harus
diatur lebih rinci, yaitu dengan undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya. Karena itu,
dipandang perlu untuk menyusun satu undang-undang baru, terutama untuk menggantikan
undang-undang lama yang disusun berdasarkan ketentuan UUD 1945 sebelum reformasi, yaitu
UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

ORGANISASI DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA

Dalam kehidupan berbangsa, kita dapat membedakan adanya jenis-jenis organisasi


yang bekerja dalam tiga ranah kehidupan bersama, yaitu dalam ranah negara (state),
masyarakat (civil society), dan dunia usaha (market). Pembedaan dan bahkan pemisahan
ketiganya harus lah dijadikan perspektif baru dalam membangun pengertian-pengertian
mengenai organisasi modern, termasuk mengenai organisasi kemasyarakatan sejalan dengan
perkembangan ide mengenai prinsip legal and constitutionaql government dan gagasan
good governance . Bahkan dewasa ini berkembang pula pandangan yang semakin kuat
bahwa komunitas organisasi di ketiga ranah negara, masyarakat, dan dunia usaha itu haruslah
berada dalam posisi yang seimbang dan saling menunjang satu sama lain untuk menopang
dinamika kemajuan bangsa.
Oleh sebab itu, dalam menyiapkan pengaturan-pengaturan oleh negara terhadap
aneka bentuk dan jenis organisasi tersebut, perlu diperhatikan pentingnya (i) prinsip pemisahan
(decoupling) antar ranah negara, masyarakat, dan dunia usaha itu, (ii) prinsip legal and
onstitutional organization, (iii) prinsip good governance, dan (iv) kebutuhan akan
organizational empowerment dalam rangka (v) perwujudan prinsip freedom of association
yang (vi) tetap menjamin, mencerminkan, dan tidak mengurangi arti dari prinsip-prinsip
kebebasan berkeyakinan, kebebasan berpikir, dan kebebasan berpendapat (freedom of belief,
freedom of thought, and freedom of expression}.

Di masing-masing ranah, terdapat beraneka macam dan jenis organisasi yang dibentuk oleh
pendirinya dengan maksud untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi dalam ranah struktur
negara tersusun atas dasar jabatan-jabatan secara horizontral, vertical dan bahkan diagonal,
sehingga oleh Logemann organisasi negara itu disebut sebagai organisasi jabatan (ambten
organisatie). Secara umum, organisasi jabatan dibedakan dalam cabang-cabang:

1) Cabang eksekutif.

2) Cabang legislative.

3) Cabang Judisial;

4) Cabang-cabang campuran atau cabang lainnya.

Sementara itu, organisasi dalam ranah dunia usaha dapat dibedakan antara persekutuan orang
dan persekutuan kekayaan kapital. Organisasi yang dapat dikategorikan sebagai persekutuan
orang adalah Koperasi, sedangkan organisasi yang merupakan perkumpulan modal atau capital
adalah perseroan terbatas yang tersusun atas nilai saham. Organisasi negara juga ada yang
bersifat persekutuan kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan negara, yaitu Badan Hukum
Milik Negara (BHMN) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sehubungan dengan itu, organisasi dalam lingkungan kemasyarakatan juga dapat kita bedakan
antara persekutuan orang dan persekutuan kekayaan itu. Bahkan, organisasi kemasyarakatan
ada pula yang merupakan pesekutuan organisasi atau institusi, seperti badan kerjasama
perguruan tinggi, dan sebagainya. Yang termasuk organisasi kemasyarakatan dengan kategori
persekutuan kekayaan adalah:

a) Yayasan yang diatur berdasarkan UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan; dan

b) Badan wakaf yang diatur berdasarkan UU tentang Wakaf.

Sedangkan organisasi kemasyarakatan atau organisasi masyarakat dengan kategori


persekutuan organisasi dapat terdiri atas organisasi-organisasi berbadan hukum atau organisasi
bukan berbadan hukum. Di samping itu, ada pula kemungkinan organisasi yang menjadi
anggota itu, tidak termasuk kategori organisasi kemasyarakatan. Misalnya, Asosiasi
Pemerintahan Daerah, Asosiasi DPRD, Asosiasi Gubernur, Asosiasi Walikota, dan sebagainya.
Apakah asosiasi-asosiasi semacam ini dapat dikategorikan sebagai organisasi kemasyarakatan
atau bukankah? Jika asosiasi-asosiasi ini didaftarkan untuk mendapatkan status badan hukum,
dapatkah diterima dan diberikan status badan hukum? Menurut saya, yang seharusnya diterima
untuk membentuk organisasi bukanlah organisasi negaranya seperti Gubernur, Walikopta, dan
DPRD, tetapi orang per orang yang menduduki jabatan-jabatan Gubernur, Bupati, Walikota,
atau Anggota DPRD yang bersangkutan. Jadi yang berorganisasi bukanlah lembaganya
melainkan orangnya. Kalau demikian maka nama organisasi Asosiasi Pemerintahan Daerah,
Asosiasi Gubernur, dan sebagainya itu harus dipersoalkan, apalagi jika kegiatan organisasi itu
menggunakan anggaran belanja daerah.

Sementara itu, organisasi kemasyarakatan yang termasuk kategori persekutuan orang adalah:

a) Partai Politik yang diatur dengan UU tentang Partai Politik;

b) Perkumpulan (Vereeniging) berbadan hukum yang diatur berdasarkan Staatsblad 1870


No. 64;

c) Lembaga Swadaya Masyarakat yang diatur berdasarkan UU Lingkungan Hidup Tahun


1982; dan

d) Organisasi Kemasyarakatan yang diatur berdasarkan UU No. 8 Tahun 1985.

Di samping itu, di pelbagai bidang kegiatan partisipasi masyarakat yang terkait dengan
kegiatan instansi-instansi pemerintahan, terdapat pula berbagai macam organisasi yang diatur
tersendiri instansi yang bersangkutan. Misalnya, organisasi masyarakat penyelenggara dakwah
keagamaan, pendidikan, kesehatan, social, lingkungan hidup, dan sebagainya. Kesemua jenis
organisasi dimaksud dirangkumkan pengaturannya oleh UU No. 8 Tahun 1985 yang bersifat
mencakup. Kesemua jenis dan macam-macam organisasi tersebut, perlu dibuat kategorisasi
dan klasifikasi agar dapat dipahami dengan jenis factor-faktor pembedanya satu dengan yang
lain.

Untuk itu, kategorisasi dimaksud dapat dibedakan antara (1) status badan hukum dan bukan
badan hukumnya dan (2) kategorinya sebagai persekutuan orang atau persekutuan kekayaan.
Di samping itu, kategorisasi dapat pula dilihat dari (3) susunan organisasinya yang bersifat
massal atau merupakan sistem unit. Jika keanggotaan bersifat massal, maka organisasi itu
biasanya disebut sebagai organisasi massa dengan susunan yang terdiri atas cabang-cabang dan
ranting, seperti Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah. Sedangkan keanggotaan organisasi unit
tidak bersifat massal, melainkan terbatas, sehingga struktur organisasinya hanya sebagai 1 unit
organisasi, tidak memiliki cabang di daerah-daerah, melainkan hanya kantor perwakilan saja.
Selain itu, organisasi kemasyarakatan dapat pula dibedakan dari (4) lingkup kegiatannya yang
bersifat umum atau bersifat khusus menurut bidang-bidang tertentu saja, misalnya hanya di
bidang pendidikan, atau kesehatan saja. Dalam praktik, ada organisasi dengan keangotaan yang
bersifat massal dan dengan kegiatan yang bersifat umum, mencakup semua bidang yang sangat
luas, seperti organisasi Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah tersebut di atas.

Sebaiknya perbedaan-perbedaan tersebut diatur secara berbeda-beda satu dengan


yang lain atau setidaknya beberapa di antaranya diatur berbeda. Demikian pula untuk
memudahkan pemahaman, penamaan pelbagai jenis organisasi itu juga dapat dibedakan.
Misalnya, selama ini pengertian ormas lebih dikenal sebagai organisasi massa,
sampai ditetapkannya UU No. 8 Tahun 1985 yang mengatur tentang Organisasi
Kemasyarakatan yang biasa disingkat juga sebagai ormas. Padahal ada perbedaan prinsipil
antara pengertian organisasi kemasyarakatan dengan organisasi masyarakat, dan apalagi
dengan organisasi massa. Kata kemasyarakatan menunjuk kepada pengertian sifat
kemasyarakatan atau sifat kegiatan kemasyarakatan, sedangkan masyarakat pada organisasi
masyarakat menunjuk kepada pengertian organisasi non-negara atau non-pemerintah, atau
organisasi milik masyarakat. Demikian pula yang dimaksud dengan organisasi massa, adalah
organisasi masyarakat dengan keanggotaan yang bersifat massal. Oleh sebab itu, dapat
dipersoalkan mengapa para perancang RUU memilih judul Organisasi Masyarakat, tidak
seperti judul UU No. 8 Tahun 1985, yaitu tentang Organisasi Kemasyarakatan.

STATUS BADAN HUKUM

Organisasi yang mencerminkan atau pelembagaan prinsip kemerdekaan berserikat


dapat terbentuk sebagai badan hukum (rechtspersoon). Namun, tidak semua organisasi
memerlukan status badan hukum. Jika organisasi tersebut tidak menyangkut kepentingan
umum atau berkenaan urusan masyarakat luas, sangat mungkin organisasi itu tidak
memerlukan status yang ketat sebagai badan hukum (rechtspersoon). Namun, organisasi yang
tidak berbadan hukum ini ada juga yang kegiatannya berkaitan dengan kepentingan umum atau
berhubungan dengan program-program pemerintah sehingga memerlukan pengaturan dengan
undang-undang.

Organisasi yang berstatus badan hukum tentu berbeda dari organisasi yang bukan
badan hukum. Dengan status badan hukum itu, organisasi yang bersangkutan dapat bertindak
sebagai subjek yang otonom atau penuh dalam lalu lintas hukum. Badan hukum organisasi
menyandang hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Misalnya, organisasi badan hukum
dapat diberi hak-hak (i) untuk memiliki rekening bank atas nama organisasi, (ii) untuk memiliki
saham atau surat-surat berharga lainnya atas nama organisasi, (iii) untuk memiliki harta
bergerak dan tidak bergerak, khususnya (iv) hak atas tanah atas nama organisasi. Organisasi
yang tidak berbadan hukum tidak dapat memiliki semua hak-hak yang dapat diberikan kepada
organisasi berbadan hukum tersebut.

Status badan hukum itu sendiri harus ditetapkan secara resmi melalui pendaftaran di
instansi pemerintah. Terkait hal itu, perlu dibedakan antara (i) registrasi status badan hukum
dan (ii) registrasi atau izin operasional kegiatan, dan (iii) standarisasi dan akreditasi dalam
rangka pembinaan mutu. Registrasi badan hukum harus tersentralisasi dalam sistem
administrasi hukum Kementerian Hukum dan HAM. Sedangkan registrasi atau izin operasional
kegiatan dapat ditentukan dikaitkan dengan kementerian yang bertanggungjawab dalam bidang
kegiatan yang bersangkutan. Misalnya, kegiatan organisasi di bidang pendidikan harus
terdaftar di atau memiliki izin operasional dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
organisasi keagamaan harus terdaftar di atau mendapatkan izin operasional dari Kementerian
Agama, organisasi social harus terdaftar di atau diberi izin operasional dari Kementerian
Sosial, dan sebagainya. Oleh karena itu, tidak perlu diadakan pengaturan yang menentukan
harus adanya pendaftaran di Kementerian Dalam Negeri, kecuali untuk organisasi asing yang
beroperasi di Indonesia dan organisasi warga negara asing yang ada di Indonesia yang harus
diawasi oleh kementerian yang bertanggungjawab untuk urusan pengawasan orang asing.

Di samping itu, dapat dipersoalkan, setelah organisasi tersebut mendapatkan status


badan hukum, apakah kepadanya masih harus dikenakan ketentuan untuk mendapatkan izin
operasional untuk melakukan sesuatu kegiatan? Ketentuan mengenai perizinan didasarkan atas
premis bahwa kegiatan yang bersangkutan pada dasarnya dilarang, kecuali apabila telah
mendapatkan izin untuk dilakukan. Padahal, (i) pada dasarnya setiap orang berhak untuk bebas
berorganisasi atau berserikat, dan (ii) organisasinya itu sendiri, apalagi misalnya, telah
didaftarkan secara resmi dan mendapatkan status badan hukum sebagaimana mestinya, juga
harus dipandang memiliki kebebasan untuk mengadakan kegiatan yang tidak melanggar
hukum. Untuk apa lagi organisasi itu diharuskan mendapatkan izin operasional? Bukankah
baginya cukup ditentukan harus mendaftarkan diri pada instansi pemerintah yang membina
bidang kegiatan yang bersangkutan, sehingga organisasi yang bersangkutan dapat mengikuti
pelbagai ketentuan yang berlaku di lingkungan instansi yang bersangkutan, termasuk untuk
kepentingan standarisasi dan akreditasi. Jika organisasi yang bersangkutan ternyata melakukan
pelanggaran, bukan kah atas dasar itu, statusnya sebagai badan hukum dapat dipersoalkan
sebagaimana mestinya? Karena sebenarnya, kepada semua organisasi berbadan hukum
seharusnya dapat ditentukan cukup memastikan (i) terdaftar sebagai badan hukum, (ii) terdaftar
sebagai penyelenggara kegiatan tertentu di lingkungan kementerian negara yang bersangkutan,
dan (iii) diakreditasi oleh instansi pemerintah yang bersangkutan untuk kepentingan pembinaan
mutu.

Misalnya, partai politik diharuskan oleh UU tentang Partai Politik untuk (i)
mendapatkan status badan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM, dan (ii) terdaftar
sebagai peserta pemilihan umum di Komisi Pemilihan Umum. Untuk mendapatkan status
sebagai badan hukum dan status sebagai peserta pemilu itu tidak mudah, melainkan harus
memenuhi banyak persyaratan. Kalaupun sudah berstatus badan hukum, mungkin saja, partai
politik yang bersangkutan tidak memenuhi persyaratan menjadi peserta pemilu, sehingga
kegiatannya untuk mendudukkan wakilnya di parlemen menjadi terhalang. Demikian pula
organisasi kemasyarakatan yang aktif di bidang pendidikan, misalnya, mungkin saja tidak
terdaftar atau tidak lagi terdaftar sebagai penyelenggara pendidikan yang terakreditasi,
sehingga kegiatannya seakan dibekukan, meskipun eksistensinya sebagai organisasi tetap
diakui. Tetapi, apabila organisasi itu melakukan pelanggaran tertentu yang dapat dijadikan
alasan untuk dibubarkan sebagaimana mestinya, maka organisasi tersebut dengan sendirinya
dapat pula dibubarkan dengan pembatalan statusnya sebagai badan hukum.
Hak Asasi Manusia: Kebebasan Berpendapat
Asalamualaikum warahmatullahi Wabarakatuh
Pada artikel ini saya akan menyampaikan tentang kebebasan mengemukaan
pendapat.Apa yang dimaksud dengan kebebasan mengemukaan pendapat?kebebasan
berpendapat dapat dikemukakan melalui apa?Bagaimana cara mengemukaan pendapat dengan
baik dan benar?adakah jaminan berpendapat pada UUD 1945?Bagaimana mengurangi
pelanggaran HAM khususnya kebebasan mengemukaka pendapat. Kebebasan mengeluarkan
pendapat merupakan salah satu Hak Asasi Manusia yang paling sering dilanggar.Secara tidak
sadar kita mungkin pernah melakukannya,sebgai contoh ketika teman sekolah sedang bercerita
dan mengemukakan pendapatnya ada saja teman yang menyela omongannya.Itu baru contoh
kecilnya saja.Atau mungkin anda pernah melihat rapat para pejabat tinggi Negara,malah ada
yang sampai riuh karena semua saling mengemukakan pendapat.Benar? Kenapa harus ada
kebebasanmengeluarkan pendapat?.Kebebasan mengeluarkan pendapat sangat penting untuk
berbangsa,bernegara dan bermasyarakat.Contoh kecil, Si A terkenal dengan anak yang pandai
tapi sombong.Suatu hari karena Si B sudah jenuh dengan perilaku Si A ,Si B mengingatkan
dan menasihati Si A. Banyak pasal yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia.sebelumnya
mari kita bahas apa itu Kebebasan Mengemukakan Pendapat.Kebebasan mengemukakan
pendapat adalah hak setiap warga Negara untuk mengeluarkan pikiran atau gagasan dengan
tulisan,lisan dan bentuk lainnya secara bebas dan bertanggung jawab serta tanpa ada tekanan
dari siapapun.Sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku .Kebebasan
berpendapat ditujukan untuk mewujudkan perlindungan yang konsisten .Kebebasan
berpendapat dijamin secara konstutisional dalam UUD 1945 pasal 28 Bahwa kebebasan
berserikat dan berkumpul,mengeluarkan pikiran dnegan lisandan tulisan dan sebagaimana
ditetapkan dengan undang-undang.Pengertian Kemerdekaan mengeluarkan pendapat
dinyatakan dalam Pasal 1 (1) UU No. 9 Tahun 1998, bahwa kemerdekaan menyampaikan
pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan,
dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.selain itu kebeasan mengeluarkan pendapat dimuka umum
juga diterangkan dalam UU No.9 Tahun 1998. Contoh kasus yang berkaitan dengan kebebasan
mengeluarkan pendapat, wartawan fuad Muhammad Syarifuddin atau akrab dipanggil Udin
pada tahun 1996.Jujur awalnya saya tidak tahu menahu tentang berita ini,Padahal dijalan jalan
banyan dijumpai poster yang mengusung berita tentang Wartawan Udin ini.Jadi berdasarkan
artikel yang say abaca Wartawan Udin ini meninggal karena telah mengkritisi kekuasaan Orde
Baru dan MiliteBeberapa Tulisan nya sebagai berikut : Kolonel Ramaikan Bursa Calon
Bupati Bantul', 'Soal Pencalonan Bupati Bantul: banyak 'Invisible Hand' Pengaruhi
Pencalonan', 'Di Desa Karangtengah Imogiri, Dana IDT Hanya Diberikan Separo' dan 'Isak
Tangis Warnai Pengosongan Parangtritis'.Fuad Muhammad Syarifudin meninggal setelah
dianiaya orang tak dikenal disekitar rumahnya dengan sebatang besi. Kebebasan
mengemukakakn pendapat sangatlah penting untuk dijamin perlindungannya agar masyarakat
tidak merasa khawatir setiap mengemukakan pendapat maupun kekurangan pada proses
pemerintahan. Kebebasan mengemukakan pendapat sebenarnya menguntungkan semua warga
negara dan pemeintah sendiri.dari kebebasan mengemukakan pendapat kita menjadi lebih
mengetahui apa kekurangan dan kelebihan dalan proses pemerintahan/dalam diri
kita.kebebasan berpendapat merupakan salah satu upaya pemenuhan Hak asasi Manusia yang
berdasarkanUUD 1945 ,Agar kebebasan mengeluarkan pendapat tidak menimbulkan konflik
kita harus pandai dalam mengutarakan maksud dengan baik dan benar,tidak mengandung
SARA,mengutarakan pendapat dengan bahasa yang halus dan memberikan saran atas masalah
yang dikritik.Konflik atas kebebasan berpendapat dapat dipengaruhi oleh dirisendiri yang tidak
menerima tanggappan,sehingga tercipta komunikasi sosialyang kurang baik.Dalam
berpendapat kita harusnya dapat menerima kekurangan itu untuk dikoreksi lalau diperbaiki
bukan membesar besarkan masalah.Ada beberpa media yang digunakan untuk mengeluarkan
pendapat :Mimbar,Pawai,demonstrasi dan Surat Pembaca. Agar pelanggaran terhadap bentuk
Hak Asasi manusia khususnya kebebasan mengemukakan pendapat dapat diminimalisir ,apa
yang harus kita lakukan? 1.Menegakkan konstitusi Negara bab kebebasan berpendapat 2.Setiap
orang sadar akan kelebihan dan kekuranga nmasing masing individu sehingga bias menerima
kritik/pendapat orang lain yang berbeda. 3.Transparansi anggota pemerintahan dengan
rakyatnya. 4.Mengemukakan pendapat beserta alasan yang masuk akal,sopan dan
bertanggungjawab 5.Adanya kedewasaan dalam mengemukakan pendapat

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/erviliaagustine/hak-asasi-manusia-kebebasan-
berpendapat_54f98577a3331140548b4836
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9TAHUN 1998
TENTANG
KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

DENGANRAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi


manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-
Hak Asasi Manusia;

b. bahwa kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka


umum merupakan wujud demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, danbernegara;

c. bahwa untuk membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial


dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib,
dandamai;

d. bahwa hak menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan secara


bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d,


perlu dibentuk undang-undang tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di
muka umum.

Mengingat :

Pasal 5ayat (1), Pasal 20 ayat(1), dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANGKEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA


UMUM.

BAB I

KETENTUANUMUM
Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk


menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan
bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

2. Di muka umum adalah di hadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di
tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang.

3. Unjuk rasa atau demontrasi adalah kegiatan yang dilakukan seorang atau lebih untuk
mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratifdi
muka umum.

4. Pawai adalah cara penyampaian pendapatdengan arak-arakan di jalan umum.

5. Rapat umum adalah pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan


pendapat dengan tema tertentu.

6. Mimbar bebas adalah kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum yang


dilakukan secara bebas dan terbuka tanpa tema tertentu.

7. Warga negara adalah warga negararepublik Indonesia.

8. Polri adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 2

(1)Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat
sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan
bermasyarakat, barbangsa, dan bernegara.

(2)Penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-


undang ini.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3

Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada:

a. asas keseimbangan antara hak dankewajiban;

b. asas musyawarah dan mufakat;

c. asas kepastian hukum dan keadilan;

d. asas proporsionalitas; dan


e. asas manfaat.

Pasal 4

Tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah :

a.mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak
asasi manusia sesuai dengan Pancasila danUndang-Undang Dasar 1945;

b.mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin


kemerdekaan menyampaikan pendapat;

c.mewujudkan iklim yang konduksif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap
warga negara sebagai perwujudan hak dantanggung jawab dalam kehidupan
berdemokrasi;

d.menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan


bernegara, tanpa mengabaikan kepentinganperorangan atau kelompok.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 5

Warganegara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk :

a. mengeluarkan pikiran secara bebas;

b. memperoleh perlindungan hukum.

Pasal 6

Warganegara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan


bertanggungjawab untuk :

a. menghormati hak-hak orang lain;

b. menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum;

c. menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d. menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan

e. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Pasal 7

Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur
pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

a. melindungi hak asasi manusia;


b. menghargai asas legalitas;

c. menghargai prinsip praduga tidakbersalah; dan

d. menyelenggarakan pengamanan.

Pasal 8

Masyarakat berhak berperan serta secara bertanggungjawab untuk berupaya agar


penyampaian pendapat dimuka umum dapat berlangsung secara aman,tertib dan damai.

BAB IV
BENTUK-BENTUK DAN TATA CARA
PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

Pasal 9

(1) Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan:

a. Unjuk rasa atau demontrasi;


b. Pawai;
c. Rapat umum; dan atau
d. Mimbar bebas.

(2) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan
ditempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali:

a. di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah,instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan


udara atau laut, stasiun kereta api,terminal angkutan darat, dan
b. objek-objek vital nasional;
c. pada hari besar nasional.

(3) Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat(1),
dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.

Pasal 10

(1) Penyamapaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 wajib diberitahukan
secara tertulis kepada Polri.

(2) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), disampaikan oleh yang
bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok.

(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3x24 jam sebelum
kegiatan di mulai telah diterima oleh polri setempat.

(4) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan
ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.

Pasal 11

Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1)memuat:

a. maksud dan tujuan;


b. tempat,lokasi dan rute;

c. waktu dan lama;

d. bentuk;

e. penanggung jawab;

f. nama dan alamat organisasi, kelompok atau perseorangan;

g. alat peraga yang digunakan; dan atau

h. jumlah peserta.

Pasal 12

(1) Penanggung jawab kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, pasal 9, dan
pasal 11 wajibbertanggung jawab agar kegiatan tersebut terlaksana secara aman,
tertib danaman.

(2) Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau demontrasi
danpawai harus ada seorang sampai dengan lima orang penanggung jawab.

Pasal13

(1) setelah menerima surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 polri
wajib :

a.segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan

b.berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaianpendapat di muka umum;

c.berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan


penyampaian pendapat;

d.mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi dan rute.

(2) Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum polri bertanggung jawab
memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau pesrta penyampaian
pendapat di muka umum.

(3) Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, polri bertanggung jawab
menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum
sesuaidengan prosedur yang berlaku.

Pasal 14

Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis


danlangsung oleh penanggung jawab kepada polri selambat-lambatnya 24 jam sebelum waktu
pelaksanaan.

BAB V
SANKSI
Pasal 15

Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dapat di bubarkan apabila tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, pasal 9 ayat 2 dan ayat 3, pasal 10 dan pasal 11.

Pasal 16

Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan
melanggar hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berrlaku.

Pasal 17

Penanggungjawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan


tindakpidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 undang-undang ini dipidana sesuai
denganperaturan perundang-undangan pidana yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satupertiga) dari
pidana pokok.

Pasal 18

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalamayat (1) adalah kejahatan.

BAB VI<br< ketentuan="" peralihan

Pasal 20</br<>

Undang-undangini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agarsetiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini


denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Disahkandi Jakarta

Padatanggal 26 Oktober 1998

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

ttd.

BACHARUDDINJUSUF HABIBIE

Diundangkandi Jakarta

Padatanggal 26 Oktober 1998

MENTERINEGARA SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIKINDONESIA

ttd.

AKBARTANDJUNG
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 181

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANGREPUBLIK INDONESIA

NOMOR 9TAHUN 1998

TENTANG

KEMERDEKAANMENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

I. UMUM

Menyampaikanpendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang
dijamin dalampasal 28 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi : "kemerdekaan beerserikatdan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainyaditetapkan dengan undang-
undang, " Kemerdekaan menyampaikan pendapattersebut sejalan dengan pasal 19 Deklarasi
Universal Hak-Hak Asasi Manusia yangberbunyi : "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai
dan mengeluarkanpendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima
danmenyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dan dengan tidakmemandang
batas-batas. " Perwujudan kehendak warga negara secara bebasdalam menyampaikan pikiran secara
lisan, tulisan, dan sebagainya tetap harusdipelihara agar seluruh tatanan sosial kelembagaan baik
infrastruktur maupunsuprastruktur tetap terbebas dari penyimpangan atau pelanggaan hukum
yangbertentangan dengan maksud, tujuan, dan arah dari proses keterbukaan dalampembentukan dan
penegakan hukum sehingga tidak menciptakan disintregasi sosial,tetapi justru harus dapat menjamin
rasa aman dalam kehidupan masyarakat. Dengandemikian, maka kemerdekaan menyampaikan
pendapat di muka umum harusdilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sejalan dengan ketentuan
peraturanperundang-undangan yang berlaku dan prinsip hukum internasional sebagaimanatercantum
dalam pasal 29 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang antaralain menetapkan sebagai
berikut

1.setiap orang memiliki kewajiban terhadapmasyarakat yang memungkinkan pengembangan


kepribadiannya secara bebas danpenuh.

2.Dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiaporang harus tunduk semata-mata pada
pembatasan yang ditentukan olehundang-undang dengan maksud untuk menjamin
pengakuan dan penghargaan terhadaphak serta kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi syarat-syarat yang adil bagimoralitas, ketertiban, serta kesejahteraan
umum dalam suatu masyarakat yang demokratis;

3.Hak dan kebebasan ini sama sekali tidak bolehdijalankan secara bertentangan dengan
tujuan dan dan asas perserikatanBangsa-Bangsa.

Dikaitkandengan pembangunan bidang hukum yang meliputi materi hukum, aparatur


hukum,sarana dan prasarana hukum, budaya hukum dan hak asasi manusia, pemerintahrepublik
Indonesia berkewajiban mewujudkan dalam bentuk sikap politik yangaspiratif terhadap keterbukaan
dalam pembentukan dan penegakan hukum. Bertitiktolak dari pendekatan perkembangan hukum, baik
yang dilihat dari sisikepentingan nasional maupun dari sisi kepentingan hubungan antar bangsa
makakemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus berlandaskan:

1. asas keseimbangan antara hak dankewajiban;

2. asas musyawarah dan mufakat;


3. asas kepastian hukum dan keadilan;

4. asas proporsionalitas;

5. asas manfaat.

Kelimaasas tersebut merupakan landasan kebebasan yang bertanggung jawab dalamberpikir


dan bertindak untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Berdasarkanatas kelima asas
kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum tersebut makapelaksanaannya diharapkan
dapat mencapai tujuan untuk :

1.Mewujudkan kebebasan yang bertanggungjawab sebagaisalah satu hak asasi manusia


sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar1945.

2.Mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten danberkesinambungan dalam menjamin


kemerdekaan menyampaikan pendapat;

3.Mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnyapartisipasi dan kreativitas setiap


warga negara sebagai perwujudan hak dantanggung jawab dalam kehidupan
berdemokrasi.

4.Menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan


bernegara, tanpa mengabaikan kepentinganperorangan atau kelompok.

Sejalandengan tujuan tersebut diatas rambu-rambu hukum harus memiliki karakteristikotonom,


responsif, dan mengurangi atau meninggalkan karakteristik yangrepresif. Dengan berpegang teguh
pada karakteristik tersebut maka undang-undangtentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di
muka umum, merupakan ketentuanperaturan perundang-undangan yang bersifat regulatif, sehingga di
satu sisidapat melindungi hak dan warga negara sesuai dengan pasal 28 Undang-UndangDasar 1945,
dan di sisi lain dapat mencegah tekanan-tekanan, baik fisik maupunpsikis, yang dapat mengurangi jiwa
dan makna dari proses keterbukaan dalampembentukan dan penegakan hukum. Undang-undang ini
mengatur bentuk dan tatapenyampaian pendapat di muka umum, dan tidak mengatur penyampaian
pendapatmelalui media massa, baik cetak maupun elektronika dan hak mogok pekerja di
lingkungankerjanya.

PASALDEMI PASAL

Pasal 1

Cukupjelas

Pasal 2

Ayat (1)

Cukupjelas

Ayat (2)

Yangdimaksud dengan "penyampaian pendapat di muka umum" adalahpenyampaian


pendapat secara lisan, tulisan, dan sebagainya. "penyampaianpendapat secara lisan" antara lain:
petisi, gambar, pamflet, poster,brosur, selebaran dan spanduk. Adapun yang dimaksud dengan dan
sebagainyaantara lain: sikap membisu dan mogok makan.

Pasal 3
Huruf a

Cukupjelas

Huruf b

Cukupjelas

Huruf c

Cukupjelas

Huruf d

Yangdimaksud dengan asas proporsionalitas adalah asas yang meletakkan segalakegiatan


sesuai dengan konteks atau tujuan kegiatan tersebut, baik yangdilakukan oleh warga negara, institusi,
maupun aparatur pemerintah, yangdilandasi oleh etika individual, etika sosial, dan etika institusional.

Huruf e

Cukupjelas

Pasal 4

Cukupjelas

Pasal 5

Huruf a

Yangdimaksud dengan mengeluarkan pikiran secara bebas adalah mengeluarkan


pendapat,pandangan,kehendak, atau perasaan yang bebas dari tekanan fisik, psikis, ataupembatasan
yang bertentangan dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4undang-undang ini.

Huruf b

Yangdimaksud dengan memperoleh perlindungan hukum termasuk didalamnya


jaminankeamanan.

Pasal 6

Huruf a

Yangdimaksud dengan menghormati kebebasan dan hak-hak orang lain adalah


ikutmemelihara dan menjaga hak dan kebebasan orang lain untuk hidup aman, tertib,dan damai.

Huruf b

Yangdimaksud dengan menghormati aturan-aturan moral yang di akui umum


adalahmengindahkan norma agama, kesusilaan, dan kesopanan dalam kehidupan masyarakat.

Huruf c

Cukupjelas
Huruf d

Yangdimaksud dengan menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum


adalahperbuatan yang dapat mencegah timbulnya bahaya bagi ketentraman dan keselamatanumum,
baik yang menyangkut orang, barang maupun kesehatan.

Huruf e

Yangdimaksud dengan menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa adalah


perbuatanyang dapat mencegah timbulnya permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadapsuku,
agama, ras, dan antar golongan dalam masyarakat.

Pasal 7

Yangdimaksud dengan aparatur pemerintah adalah aparatur pemerintah


yangmenyelenggarakan pengamanan.

Huruf a

Cukupjelas

Huruf b

Cukupjelas

Huruf c

Cukupjelas

Huruf d

Yangdimaksud dengan menyelenggarakan pengamanan adalah segala daya upaya


untukmencipyakan kondisi aman, tertib, dan damai, termasuk mencegah timbulnyagangguan atau
tekanan baik fisik maupunpsikis yang berasal dari manapun juga.

Pasal 8

Yangdimaksud dengan berperan serta secara bertanggung jawab adalah hak masyarakatuntuk
memberi dan memperoleh infomasi atau konfirmasi kepada atau dari aparaturpemerintah agar terjamin
keamanan dan ketertiban lingkungannya, tanpamenghalangi terlaksananya penyampaian di muka
umum.

Pasal 9

Ayat (1)

Cukupjelas

Ayat (2)

Huruf a

Yangdimaksud dengan pengecualian di lingkungan istana kepresidenan adalah istanapresiden


dan istana wakil presiden dengan radius 100 meter dari pagar luar.Pengecualian untuk instalasi militer
meliputi radius 150 meter dari pagar luar.Pengecualian untuk objek-objek vital nasional meliputi radius
500 meter daripagar luar.

Huruf b

Yangdimaksud dengan hari-hari besar nasional adalah :

1. Tahun Baru;

2. Hari raya Nyepi

3. Hari wafat Isa Al-Masih;

4. Isra Mi"raj;

5. Kenaikan Isa Al-Masih;

6. Hari Raya Waisak;

7. Hari Raya Idul Fitri;

8. Hari Idul Adha;

9. Hari Maulid Nabi;

10. 1 Muharam;

11. Hari Natal;

12. 17 Agustus.

Ayat (3)

Cukupjelas

Pasal10

Ayat (1)

Cukupjelas

Ayat (2)

Cukupjelas

Ayat (3)

Yangdimaksud dengan Polri setempat adalah satuan Polri terdepan di mana


kegiatanpenyampaian pendapat akan dilakukan apabila kegiatan dilaksanakan pada :

a.1 kecamatan, pemberitahuan ditujukan kepada polseksetempat;


b.kecamatan atau lebih dalam lingkungankabupaten/kotamadya, pemberitahuan ditujukan
kepada polres setempat;

c.2 kabupaten/kotamadya atau lebih dalam satupropinsi, pemberitahuan ditujukan kepada


polda setempat;

d.2 propinsi atau lebih, pemberitahuan ditujukanpada markas besar kepolisian negara republik
Indonesia.

Ayat (4)

Cukupjelas

Pasal11

Huruf a

Cukupjelas

Huruf b

Yangdimaksud dengan tempat dalam pasal ini adalah tempat peserta berkumpul danberangkat
ke lokasi. Yang dimaksud dengan lokasi dalam pasal ini adalah tempatpenyampaian pendapat di muka
umum. Yang dimaksud dengan rute dalam pasal iniadalah jalan yang dilalui oleh peserta penyampaian
pendapat di muka umum daritempat berkumpul dan berangkat sampai ke lokasi yang dituju dan
atausebaliknya.

Huruf c

Cukupjelas

Huruf d

Yangdimaksud dengan bentuk adalah sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1).

Huruf e

Penanggungjawab adalah orang yang memimpin dan atau menyelenggarakan


pelaksanaanpenyampaian pendapat di muka umum yang bertangggung jawab agar
pelaksanaannyaberlangsung dengan aman, tertib, dan damai.

Huruf f

Cukupjelas

Huruf g

Cukupjelas

Huruf h

Cukupjelas

Pasal12
Cukupjelas

Pasal13

Ayat (1)

Huruf a

Cukupjelas

Huruf b

Koordinasiantara polri dengan penanggung jawab dimaksudkan untuk


mempertimbangkanfaktor-faktor yang dapat mengganggu terlaksananya penyampaian pendapat di
mukaumum secara aman, tertib, dan damai, terutama penyelenggaraan pada malam hari.

Huruf c

Cukupjelas

Huruf d

Cukupjelas

Ayat (2)

Cukupjelas

Ayat (3)

Cukupjelas

Pasal14

Cukupjelas

Pasal15

Kewajibandan tanggung jawab yang dimaksud dalam pasal 6 huruf a, b, d, dan


adalahkewajiban dan tanggung jawab sebagaimana telah diatur dalam ketentuanperundang-undangan
yang berlaku.

Pasal16

Yang dimaksuddengan sanksi hukum adalah sanksi hukum pidana, sanksi hukum perdata,
atausanksi administrasi. Yang dimaksud ketentuan peraturan perundang-undanganadalah ketentuan
peraturan perundang-undangan hukum pidana, hukum perdata danhukum administrasi.

Pasal17

Yangdimaksud dengan melakukan tindak pidana dalam pasal ini adalah termasukperbuatan-
perbuatan yang diatur dalam pasal 55 Kitab Undang-Undang HukumPidana.

Pasal18
Cukupjelas

Pasal 19

Cukupjelas

Pasal 20

Cukupjelas

Anda mungkin juga menyukai