Anda di halaman 1dari 5

1.

Definisi
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar bilirubin >5mg/dL yang ditandai oleh
munculnya ikterus pada kulit, sklera, dan mukosa akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebihan. Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan
konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya
dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir
sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5
kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama
setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan
bilirubin terkonjugasi < 2 mg/dL. Sedangkan ikterus patologis adalah ikterus yang terjadi
pada 24 jam pertama setelah lahir, ikterus dengan kadar bilirubin total melebihi 12 mg/dl
pada neonatus aterm dan melebihi 10 mg/dl pada neonatus preterm, ikterus dengan
peningkatan bilirubin total lebih dari 5 mg/dl/hari, ikterus yang mempunyai hubungan
dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan patologis lainnya, kadar bilirubin direk
melebihi >2 mg/dl, feses berwarna putih pucat/abu-abu dan urinnya berwarna gelap
(kuning sekali, lengket, seperti teh), serta kondisi ikterus yang menetap hingga usia > 14
hari (Mustofa & Binuko, 2022).
2. Penyebab
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia, secara garis
besar adalah produksin bilirubin berlebihan, gangguan proses uptake dan konjugasi
hepar, gangguan transportasi dalam metabolisme dan gangguan dalam eksresi
(Muslihatun; Widiatuti, 2017).
a. Faktor Bayi
Ikterus pada hiperbilirubinemia dapat disertai oleh BB kurang dari 2500 gram, masa
gestasi kurang dari 36 minggu karena belum matangnya fungsi hati pada bayi untuk
memproses eritrosit (sel darah merah). Hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas
golongan darah AB-O atau defisiensi G6PD.
b. Faktor ASI
bayi baru lahir yang tidak menyusu dengan baik lebih cenderung memiliki kadar
bilirubin yang lebih dari rata-rata dari pada yang menyusu dengan baik. Pemberian
ASI awal yang tidak sesuai dikaitkan dengan pengurangan asupan kalori, penurunan
berat badan yang drastis dan peningkatan bilirubin serum yang tinggi dalam hari
pertama kehidupan.
c. Faktor Ibu
Neonatus yang mengalami ikterik, sebagaian besar lahir pada umur kehamilan aterm,
ibu dengan multipara, ibu melahirkan dengan usia 29-35 tahun, jarak persalinan ≥2
tahun, lahir secara normal/spontan
d. Faktor lain
Asfiksia, hipoksia, SGNN, infeksi, trauma lahir pada kepala, hipoglikemia,
hiperkapnia, dan hiperosmolaritas darah. Setiap faktor yang dapat menurunkan jumlah
enzim atau yang mengakibatkan penurunan kadar bilirubin oleh sel-sel hati (cacat
genetic dan prematuritas) dapat meningkatkan ikterus.
3. Pencegahan
Cara terbaik untuk menghindari terjadinya hiperbilirubin adalah dengan memberi bayi
cukup ASI. Pencegahan dibagi menjadi dua yaitu (Yuliana, dkk., 2018):
a. Pencegahan primer
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya 8-12 kali/hari untuk beberapa hari
pertama dan tidak memberikan cairan tambahan air pada bayi yang mendapat ASI.
b. Pencegahan sekunder
a) Semua wanita hamil harus di periksa golongan darah ABO dan rhesus serta
penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
b) Semua bayi harus dimonitor secara rutin terhadap timbulnya ikterus dan
menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat
memeriksa tanda-tanda vital bayi yang dilakukan setiap 8-12 jam.
4. Penanganan
Penanganan yang bisa dilakukan pada bayi dengan hiperbilirubin, antara lain
(Rohsiswatmo & Amandito, 2018) :
a. Memberikan ASI sedini dan sesering mungkin, kurang lebih 8-12 kali dalam 24 jam
b. Menjemur bayi dibawah sinar matahari dengan kondisi telanjang selama 30 menit, 15
menit dalam kondisi terlentang dan 15 menit sisanya dalam posisi tengkurap
c. Lakukan fototerapi menggunakan ampu fluoresensi 10 buah masing masing 20 watt
dengan gelombang sinar 425 - 475 nm, Jarak sumber cahaya bayi kurang lebih 45
cm , diantaranya diberi kaca pleksi setebal 0,5 inci untuk menahan sinar ultraviolet
dan lampu diganti setiap 200 - 400 jam.
d. Selama fototerapi bayi telanjang, kedua mata ditutup, sedangkan posisinya diubah
setiap 6 jam. Suhu tubuh bayi dipertahankan sekitar 36,5 – 37 ℃ serta perhatikan
keseimbangan elektrolit.
e. Menjaga kebersihan bayi selama proses fototerapi.

5. Langkah - langkah Teknik Menyusui Yang Benar


Penanganan pada bayi hiperbilirubin salah satunya yaitu memberikan ASI sedini
mungkin, adapun hal yang perlu diperhatikan ibu dalam menyusui adalah (Subekti,
2019).
1) Ibu mencuci tangan sebelum menyusui bayinya
2) Ibu duduk dengan santai dan nyaman, posisi punggung bersandar (tegak) sejajar
punggung kursi, kaki diberi alas sehingga tidak menggantung
3) Mengeluarkan sedikit ASI dan mengoleskan pada puting susu dan aerola
sekitarnya (desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu)
4) Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala terletak pada lengkung siku ibu dan
bokong bayi terletak pada lengan
5) Ibu menempelkan perut bayi pada perut ibu dengan meletakkan satu tangan bayi
dibelakang ibu dan yang satu didepan, kepala bayi menghadap ke payudara
6) Ibu memposisikan bayi dengan telinga dan lengan pada garis lurus
7) Ibu memegang payudara dengan ibu jari diatas dan jari yang lain menopang
dibawah serta tidak menekan puting susu atau areola
8) Ibu menyentuhkan putting susu pada bagian sudut mulut bayi sebelum menyusui.
Setelah mulai menghisap, payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi. Ibu
menatap bayi saat menyusui (Depkes RI, 2009).
Menyusui bayi harus secara bergantian pada kedua payudara untuk mempertahankan
produksi ASI tetap seimbang pada kedua payudara.
Pasca Menyusui (Subekti, 2019):
1) Melepas isapan bayi dengan cara jari kelingking di masukkan ke mulut bayi melalui
sudut mulut bayi atau dagu bayi ditekan ke bawah
2) Setelah bayi selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada
putting susu dan aerola, biarkan kering dengan sendirinya.
Menyendawakan bayi (Subekti, 2019):
1) Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu kemudian punggung ditepuk
perlahan-lahan
2) Bayi tidur tengkurap di pangkuan ibu, kemudian punggungnya di tepuk perlahan-
lahan.
Cara menyusui sambil berbaring
Ibu berbaring miring dan punggung diganjal bantal. Usahakan lengan sebelah payudara
yang mengarah ke mulut bayi dapat menopang tubuh bayi, mulai dari leher, punggung,
dan bokongnya. Jadi, kedudukan bayi tetap berbaring sambil ditopang lengan ibunya.
Leher bayi terletak di persendian lengan ibunya. Punggung bayi di lengan bawah ibu,
bokongnya ditopang dengan telapak tangan ibu. Dengan demikian, mulut bayi dapat
diatur agar dapat mencapai putung payudara ibu. Tangan ibu yang bebas membantu
memasukkan puting susu ke mulut bayi sambil telapak tangan menahan payudara agar
tidak menutup hidung bayi. Jari telunjuk dan jari tengah membantu mengeluarkan ASI
dengan cara menjepit payudara. Jangan menyusui menggunakan dot sebelum cara
menyusui ini bisa dilakukan dengan baik (Saminem, 2009).
Cara pengamatan teknik menyusui yang benar
Jika bayi telah menyusu dengan benar maka akan memperlihatkan tanda-tanda seperti
bayi tampak tenang, badan bayi menempel pada perut ibu, mulut bayi terbuka lebar,
dagu bayi menempel pada payudara ibu, sebagian areola masuk kedalam mulut bayi,
areola bawah lebih banyak yang masuk, bayi nampak menghisap kuat dengan irama
perlahan, puting susu tidak terasa nyeri, telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis
lurus serta kepala bayi agak menengadah. (Proverawati, 2010; Subekti, 2019).
Tanda Posisi Bayi Menyusu yang Benar
Tubuh bagian depan bayi menempel pada tubuh ibu, dagu bayi menempel pada
payudara ibu, dada bayi menempel pada dada ibu yang berada di dasar payudara,
telinga bayi berada dalam satu garis dengan leher dan lengan bayi, mulut bayi terbuka
lebar dengan bibir bawah yang terbuka, sebagian besar areola tidak tampak, bayi
menghisap dalam dan perlahan, bayi puas dan tenang pada akhir menyusu, terkadang
terdengar suara bayi menelan dan puting susu tidak terasa sakit atau lecet. (Depkes RI,
2005; Subekti, 2019)

Referensi
Mustofa, D. H., & Binuko, K. P. E. (2022). Neonatus Berusia 7 Hari dengan
Hiperbilirubinemia. Proceeding Book Call for Papers Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 501-511.
Muslihatun. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya; 2010
Yuliana, F., Hidayah, N., & Wahyuni, S. 2018. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Dengan
Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin Tahun 2017. Dinamika Kesehatan.
Rohsiswatmo, R., & Amandito, R. 2018. Hiperbilirubinemia pada Neonatus 35 Minggu di
Indonesia Pemeriksaan dan Tatalaksana Terkini. Sari Pediatri, 20(2).
Saminem. 2009. Dokumentasi Asuhan Kebidanan Konsep dan Praktik. Jakarta: EGC.
Subekti, R. (2019). Teknik Menyusui yang Benar di Desa Wanaraja, Kecamatan Wanayasa
Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat
UNSIQ, 6(1), 45-49.
Widiawati, S. (2017). Hubungan sepsis neonatorum, BBLR dan asfiksia dengan kejadian
ikterus pada bayi baru lahir. Riset informasi kesehatan, 6(1), 52-57.

Anda mungkin juga menyukai