Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

PERAN WALISONGO DI INDONESIA

Sunan Muria

Disusun oleh :
1. Anida Izzatus Sadiah
2. Hani Jumrotul Hanifah
3. Najwa Mila
4. Tia Patia Nurma

MA Unggulan Amanatul Ummah 02


KECAMATAN LEUWIMUNDING KABUPATEN
MAJALENGKA
TAHUN 2022

DAFTAR ISI
Halaman judul .......................................................................................... i
Daftar isi .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................iii
B. Rumusan Masalah.............................................................................iv
C. Tujuan.................................................................................................v
BAB II PEMBAHASAN
A. Ilustrasi Sunan Muria..........................................................................1
B. Biografi Sunan Muria..........................................................................1
C. Peran dan Metode Dakwah Sunan Muria..........................................2
D. Kisah Tauladan Sunan Muria.............................................................4
E. Peninggalan Sunan Muria.................................................................5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................8
B. Daftar Pustaka...................................................................................8

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai proses Islamisasi di tanah Jawa dapat dikatakan sama
dengan berbicara mengenai peranan para wali dalam penyebaran Islam, khususnya
dalam hal ini adalah peranan Wali Sanga. Karena melalui Wali Sanga itulah, syiar
Islam dapat berkembang di Pulau Jawa. Walaupun sesungguhnya para wali tidak
hanya Wali Sanga namun kesembilan wali inilah yang memiliki peranan vital
terkait dengan keberhasilan strategi dakwah Islam yang berbasis pendekatan
kultural.
Dalam makalah ini, penulis tidak akan menguraikan satu per satu dari Wali
Sanga, akan tetapi hanya Sunan Muria (Raden Umar Syahid) yang akan dibahas,
karena sebagaimana tugas yang kami terima yaitu membuat makalah tentang
Sunan Muria.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimana asal usul Sunan Muria ?
2. Bagaimana peran dan metode dakwah Sunan Muria ?
3. Apa ibrah dan tauladan dari kisah Sunan Muria?
4. Apa saja peninggalan Sunan Muria ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui asal-usul Sunan Muria.
2. Untuk memahami metode dakwah dan peran Sunan Muria.
3. Mengambil ibrah dan suri tauladannya untuk bekal kehidupan kita.
4. Untuk mengetahui peninggalan Sunan Muria.
BAB II
Pembahasan
A. Ilustrasi sunan Muria

B. Biografi Sunan Muria


Sunan Muria merupakan putera dari Sunan Kalijaga melalui pernikahannya
bersama Dewi Saroh, yang merupakan puteri dari Syekh Maulana Ishak, seorang
ulama terkenal di Samudra Pasai Aceh. Dengan demikian maka Sunan Muria
masih merupakan keponakan dari Sunan Giri. Saat masih kecil, Sunan Muria
memiliki nama Raden Prawoto. Selain itu, beliau juga sering dipanggil dengan
Raden Umar Said atau Raden Umar Syahid.
Menginjak dewasa, Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah yang merupakan
puteri dari Sunan Ngudung (Raden Usman Haji). Sunan Ngudung merupakan salah
satu putera dari sultan di Mesir yang melakukan perjananan hingga ke tanah Jawa.
Sementara itu, Sunan Ngudung sendiri juga merupakan ayah dari Sunan Kudus.
Dari pernikahannya dengan Dewi Sujinah, Sunan Muria dikaruniai putera bernama
Pangen Santri atau Sunan Ngadilangu.
Menurut beberapa kisah, selain menikah dengan Dewi Sujinah, Sunan Muria juga
mempersunting Dewi Roroyono yang terkenal dengan kecantikannya. Dewi
Roroyono merupakan puteri dari Sunan Ngerang, seorang ulama terkenal di
Juwana yang memiliki ilmu atau kesaktian yang tinggi, serta merupakan guru dari
Sunan Muria dan Sunan Kudus. Kecantikan Dewi Roroyono banyak memicu
pertumpahan darah yang juga membuktikan kesaktian dari Sunan Muria.
C. Peran Dan Metode Dakwah Sunan Muria
Sunan Muria adalah salah satu anggota Walisongo yang memiliki peran penting
dalam penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di Gunung Muria, Jawa
Tengah. Beliau merupakan putra dari Sunan Kalijaga yang terkenal akan kesaktian
ilmunya. Selain itu, beliau juga terkenal sebagai pencipta tembang Sinom dan
Kinanthi.
Dalam melangsungkan dakwahnya, Sunan Muria lebih menyasar kaum nelayan,
pedagang, dan rakyat jelata. Gelar Sunan Muria disandangnya karena tempat
berdakwah menyiarkan agama Islam Sunan Muria terletak di kaki Gunung Muria.
Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, Sunan Muria membangun pesantren dan
masjidnya di puncak gunung tersebut, persis di belakang masjid yang dibangunnya
sendiri. Metode dakwah yang dilakukan Sunan Muria sendiri lebih menekankan
pendekatan secara langsung kepada masyarakatnya.
Berikut motode dakwah yang digunakan Sunan Muria dalam menyebarkan agama
Islam, antara lain sebagai berikut :
1. Menitikberatkan Rakyat Jelata
Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Muria lebih memusatkan pada rakyat
jelata dan bukan kaum bangsawan. Beliau lebih senang mengasingkan diri
bersama rakyat jelata dibandingkan tinggal di pusat Kerajaan Demak. Metode
dakwah beliau sering disebut dengan Topo Ngeli, yang berarti menghanyutkan
diri di dalam masyarakat.
Sementara itu, agar bisa berbaur dengan masyarakat sekitar pegunungan tersebut,
beliau kerap memberikan keterampilan untuk para pelaut, nelayan, pedagang,
dan rakyat jelata. Beliau bisa mengumpulkan mereka yang notabene adalah
pekerja yang sangat sulit untuk meluangkan waktu belajar agama. Jadi dengan
memberikan keterampilan, Sunan Muria dapat dengan mudah menyampaikan
ajaran Islam kepada mereka.
2. Dakwah Menggunakan Akulturasi Budaya
Meskipun Sunan Muria diterima dengan baik oleh masyarakat, bukan berarti
proses dakwah beliau berjalan dengan lancar. Kebanyakan penduduk di kawasan
gunung Muria masih menganut kepercayaan turun temurun yang sulit untuk
diubah. Sunan Muria menggunakan metode dakwah bil hikmah, yaitu dengan
cara-cara bijaksana dan tidak memaksa.
Dalam menyikapi kebiasaan masyarakat yang sering melakukan adat Kenduren,
maka Sunan Muria meniru gaya moderat ayahnya, yang tidak mengharamkan
tradisi peringatan telung dino hingga sewu dino. Tradisi yang dilakukan untuk
memperingati hari-hari tertentu kematian anggota keluarga ini tidak dilarang.
3. Mempertahankan Kesenian Gamelan dan Wayang
Sunan Muria juga tetap mempertahankan alat musik daerah seperti gamelan dan
kesenian wayang untuk media dakwahnya. Beliau tidak mengubah budaya yang
ada, namun memasukkan ajaran-ajaran Islam di dalamnya. Beberapa lakon
pewayangan diubah karakternya dengan membawa pesan-pesan Islam, seperti
kisah Dewa Ruci, Petruk dadi Ratu, Jimat Kalimasada, Mustakaweni, Semar
Ambarang Jantur, dan lain sebagainya.
4. Menciptakan beberapa Tembang Jawa
Sunan Muria juga menciptakan beberapa lagu atau tembang macapat Jawa
yang berisi tentang ajaran Islam. Beberapa karyanya yang terkenal yaitu
tembang Sinom dan Kinanthi. Melalui tembang, masyarakat akan dengan
mudah menerimanya serta mampu mengingat ajaran Islam yang terkandung di
dalamnya untuk bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
D. Kisah Tauladan Sunan Muria
Keteladanan Sunan Muria , Walisongo termuda yang mengakulturasi budaya Jawa
dan Islam saat berdakwah menyebarkan agama Islam di daerah Gunung Muria.
Sunan Muria adalah putra dariSunan Kalijagadengan Dewi Saroh. Nama asli
Sunan Muria adalah Raden Umar Said, tapi beberapa riwayat mengatakan bahwa
beliau juga sering dipanggil Prawoto.
Sunan Muria dikenal anggota Walisongo termuda dan tokoh penting dalam
Kerajaan Demak. Ketika beranjak dewasa, Sunan Muria menikah dengan Dewi
Sujinah yang merupakan putri dari Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji.
Beliau adalah putra dari Sunan Gresik, kakak dari Sunan Ampel.
Dari pernikahannya dengan Dewi Sujinah, Sunan Muria dikaruniai anak laki-laki
bernama Pangen Santri dan Sunan Ngadilangu. Dalam beberapa riwayat, Sunan
Muria juga mempersunting Dewi Roroyono yang terkenal dengan
kecantikannya.Dewi Roroyono adalah seorang putri dari Sunan Ngerang, seorang
ulama yang terkenal di Juwana yang mempunyai kesaktian tinggi. Sunan Ngerang
diceritakan sebagai guru dari Sunan Muria dan Sunan Kudus.
Selain berdakwah agama Islam , Sunan Muria dikenal merakyat dengan
mengajarkan mereka cara bercocok tanam, melaut, membuat kapal dan berdagang.
Cara bergaul Sunan Muria yang merakyat ini disebut sebagai tapa ngeliyang berarti
menghanyutkan diri. Dalam konteks ini, Sunan menghanyutkan diri untuk berbaur
dengan berbagai lapisan masyarakat tanpa memandang statusnya sebagai tokoh
penting di Kerajaan Demak.
Sunan Muria memilih menetap di daerah puncak Gunung Muria yang bernama
Desa Colo. Nah, dari tempat tinggalnya tersebut sebutan Sunan Muria muncul.
Kedekatan dengan masyarakat jelata menjadikan Sunan Muria lebih toleran dalam
menghadapi masalah.
Sunan Muria selalu dimintai pendapat untuk berbagai macam masalah yang rumit.
Termasuk ketika terjadi konflik di dalam Kesultanan Demak pada tahun 1518-
1530 Masehi. Sunan Muria menjadi mediator yang memberikan solusi terbaik
hingga akhirnya diterima oleh semua pihak. Karena kebijakannya, Sunan Muria
dihormati oleh semua kalangan masyarakat.
Selain berdakwah di daerah Gunung Muria, Sunan Muria juga memperluas
dakwahnya di berbagai wilayah, seperti Kudus, Juwana dan Tayu. Dalam
berdakwah, Sunan Muria harus naik turun gunung yang tingginya sekitar 750
meter. Beliau berdakwah menggunakan sarana kesenian seperti ayahnya, Sunan
Kalijaga.
E. Peninggalan Sunan Muria
Beberapa benda peninggalan Sunan Muria antara lain yaitu, bulusan dan kayu
adem Jati, pohon jati keramat masin dan situs air gentong keramat.
Bulusan dan kayu adem jati merupakan peninggalan sejak masa beliau masih
hidup, beliau memiliki seekor kura-kura kecil atau bulus yang dipercaya sebagai
jelmaan manusia.
Ada juga pohon dengan nama kayu adem jati yang dikeramatkan. Dikabarkan
bahwa kedua benda ini pernah hilang dan kembali lagi tepat pada kemerdekaan RI
pada 17 Agustus 1945.
Selanjutnya adalah pohon jati keramat masin yang telah berusia ratusan tahun.
Konon, pohon ini telah hidup sejak zaman sang sunan masih ada.
Tak seorang pun berani menebangnya karena ditakutkan akan mendapat sial,
masyarakat sekitar percaya bahwa di pohon ini terdpat penunggu yang tidak bisa
diganggu.
Sedangkan situs air gentong keramat, situs air ini terletak di dekat pemakaman
Sunan Muria yakni di Gunung Muria. Biasanya para peziarah ditawari untuk
membawa air dari gentong tersebut yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai
macam penyakit.
Selain tiga hal keramat di atas, terdapat peninggalan lainnya dari Sunan Muria
yang masih terjaga dan terawat hingga saat ini yaitu kompleks pemakaman Sunan
Muria.
Sunan Muria sendiri wafat pada tahun 1551 M dan dimakamkan di Bukit Gunung
Muria, Kudus, Jawa Tengah. Kompleks makam Sunan Muria adalah salah satu
living movement yang sampai saat ini masih banyak dikunjungi oleh masyarakat.
Dalam kompleks makam tersebut terdapat dua bangunan utama, yaitu bangunan
makam dan bangunan masjid. Bangunan makam, makam Sunan Muria berada di
sebelah barat dari bangunan masjid.
Bangunan cungkup makam sang sunan memiliki konstruksi kayu berupa atap joglo
dua susun dan atap ditutup dengan sirap. Dinding cungkup berupa tumpukan bata
yang dilapisi semen.
Selain makam sang sunan, terdapat makam lain yang berada di dalam cungkup,
yaitu makam Dewi Sujinah yang merupakan istri pertama sang sunan dan Dewi
Rukayah, anak dari sang sunan.
Makam Sunan Muria terdapat di dalam kamar atau bilik yang berpintu. Dinding
makamnya dibuat dari batu kapur yang berhias panel-panel, sedangkan pintunya
berupa kayu yang diukir dengan ragam hias yang sangat indah.
Bangunan masjid, bentuk bangunan masjid yang ada di komplek ini sudah tidak
seperti bentuk aslinya, ini dikarenakan terjadi perbaikan total pada bangunan
masjid pada 1980. Masjid ini terdiri dari bangunan utama dan serambi.
Adapun serambi merupakan bangunan semi terbuka yang mempunya atap limasan.
Sedangkan di ruang bangunan utama terdapat empat tiang utama yang terbuat dari
beton yang dilapisi papan kayu berukir dan dipenuhi oleh peralatan masa kini.
Bila dilihat dari luar, bangunan masjid tidak nampak karena tertutup oleh serambi
dan bangunan penunjang fasilitas lain yang dibuat berlantai dua.
Sampai saat ini, masih banyak peziarah yang datang ke makam Sunan Muria.
Meskipun untuk mencapai makam ini mereka harus menaiki anak tangga yang
tinggi, namun tak menyurutkan jumlah peziarah yang datang setiap tahunnya.

Anda mungkin juga menyukai