Anda di halaman 1dari 24

Referat

HERNIA NUCLEUS PULPOSUS

Oleh :

Heinz Cen Pujianto

NIM. 2208438081

Pembimbing :

dr. Gatot Aji Prihartomo, Sp.BS, Subsp.NF

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU

BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD

PEKANBARU PEKANBARU

2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan referat ini dengan judul “Hernia Nucleus Pulposus”.

Terimakasih kepada pembimbing saya dr. Gatot Aji Prihartomo, Sp.BS, Subsp.NF,

yang telah membimbing saya dalam menyusun dan menyelesaikan referat ini. Referat ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik dibagian Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Saya menyadari

bahwa penyusunan referat ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari

kesempurnaan. Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan referat ini, saya

mengharapkan masukan, kritikan, dan saran yang bersifat membangun ke arah perbaikan dan

penyempurnaan.

Akhir kata, semoga referat hernia nucleus pulposus ini dapat memberikan manfaat

bagi semua pihak.

Pekanbaru, 10 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Batasan Masalah................................................................................................ 2

1.3 Tujuan Penulisan… ........................................................................................... 2

1.4 Metode Penulisan. ............................................................................................. 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 3

2.1 Anatomi tulang belakang ................................................................................. 3

2.2 Definisi ............................................................................................................. 8

2.3 Epidemiologi..................................................................................................... 8

2.4 Etiologi ............................................................................................................. 9

2.5 Patofisiologi ...................................................................................................... 9

2.6 Faktor resiko ................................................................................................... 11

2.7 Diagnosis ........................................................................................................ 13

2.8 Tata Laksana ................................................................................................... 15

2.9 Komplikasi...................................................................................................... 17

2.10 Prognosis ........................................................................................................ 17

BAB III. PENUTUP ............................................................................................................. 19

3.1 Kesimpulan… .................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri punggung bawah (NPB) adalah salah satu keluhan karena kehilangan fungsi

tubuh pada tulang belakang bagian bawah yang menyebabkan penurunan produktivitas kerja.

Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya NPB antara lain pekerjaan berat dengan

gerakan yang menimbulkan cedera otot dan saraf, posisi tidak bergerak dalam waktu yang

lama, dan waktu pemulihan yang tidak memadai karena kurang istirahat. Menurut The Healthy

Back Institute, daerah lumbal merupakan daerah vertebra yang sangat peka terhadap terjadinya

cedera atau kerusakan karena daerah lumbal paling besar menerima beban saat tubuh bergerak

dan saat menumpuk.1

Data epidemiologi mengenai HNP di Indonesia belum ada, namun diperkirakan 40%

penduduk berusia diatas 65 tahun pernah menderita nyeri pinggang, dengan prevalensi pada

laki-laki 18,2% dan pada perempuan 13,6%. Insidensi 5 – 20 kasus / 1000 orang dewasa setiap

tahunnya kelompok usia tersering pada dekade 3-5 dan perbandingan pria dengan wanita

sebanyak 3 : 1.1

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus fibrosus dari

diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture annulus fibrosus dengan tekanan

dari nucleus pulposus yang menyebabkan kompresi pada element saraf.3 Umumnya HNP pada

lumbal sering terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada level ini melibatkan root

nerve L4, L5, dan S1. Hal ini akan menyebabkan nyeri dari pantat dan menjalar ketungkai.

Kebas dan nyeri menjalar yang tajam merupakan hal yang sering dirasakan penderita HNP.

Umumnya HNP pada lumbal sering terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada level

ini melibatkan root nerve L4, L5, dan S1. Hal ini akan menyebabkan nyeri dari pantat dan

menjalar ketungkai. Kebas dan nyeri menjalar yang tajam merupakan hal yang sering dirasakan

penderita HNP. 2

1
1.2 Batasan Masalah

Referat ini akan membahas mengenai anatomi tulang belakang manusia, definisi,

epidemiologi, etiologi, patofisiologi, faktor resiko, diagnosis, tata laksana, dan komplikasi

dari Hernia Nucleus Pulposus.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Memahami dan menambah wawasan mengenai hernia nucleus pulposus.

2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran khususnya di

bagian Ilmu Bedah Saraf.

3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu

Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan Rumah Sakit Umum Daerah

Arifin Achmad.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu pada

beberapa literatur yang lain.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi tulang belakang manusia

Gambar 2.1 Anatomi Vertebrae

Tulang belakang adalah struktur lentur sejumlah tulang yang disebut vertebra. Diantara tiap

dua ruas vertebra terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian vertebra pada orang

dewasa dapat mencapai 57 sampai 67 cm. seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah

diantaranya adalah tulang-tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang

yang tersusun secara segmental, yaitu: 7 ruas servikal, 12 ruas torakal, 5 ruas lumbal, 5 ruas

sakral, 4 ruas tulang ekor. Susunan tulang vertebra terdiri dari: korpus, arcus, foramen

vertebrale, foramen intervertebrale, processus articularis superior dan inferior, processus

transfersus, spina, dan discus intervertebralis.1

3
1. Korpus

Merupakan lempeng tulang yang tebal, agak melengkung dipermukaan atas dan

bawah. Dari kelima kelompok vertebra, columna vertebra lumbalis merupakan

columna yang paling besar dan kuat karena pusat pembebanan tubuh berada di

vertebra lumbalis.

2. Arcus

Arcus vertebra terdiri dari: a) Pediculus di bagian depan: bagian tulang yang

berjalan kea rah bawah dari corpus, dengan lekukan pada vertebra di dekatnya

membentuk foramen intervertebrale. b) Lamina di bagian belakang: bagian tulang

yang pipih berjalan ke arah belakang dan ke dalam untuk bergabung dengan

pasangan dari sisi yang berlawanan.

3. Foramen vertebrale

Merupakan lubang besar yang dibatasi oleh korpus di bagian depan, pediculus di

bagian samping, dan lamina di bagian samping dan belakang.

4. Foramen intervertebrale

Merupakan lubang pada bagian samping, di antara dua vertebra yang

berdekatan dilalui oleh nervus spinalis yang sesuai.

5. Processus Articularis Superior dan Inferior

Membentuk persendian dengan processus yang sama padavertebra di atas dan

di bawahnya.

6. Processus Transversus Merupakan bagian vertebra yang menonjol ke lateral.

4
Gambar 2.2 Anatomi Lumbal

Sistem saraf:

Tiga puluh satu pasang saraf spinal (nervus spinalis) dilepaskan dari medulla spinalis.

Beberapa anak akar keluar dari permukaan dorsal dan permukaan ventral medulla

spinalis, dan bertaut untuk membentuk akar ventral (radix anterior) dan akar dorsal (radix

posterior). Dalam radix posterior terdapat serabut aferen atau sensoris dari kulit, jaringan

subkutan dan profunda, dan sringkali dari visera.radix anterior terdiri dari serabut eferen

atau motoris untuk otot kerangka. Pembagian nervus spinal adalah sebagai berikut: 8

pasang 19 nervus cervicalis, 12 pasang nervus thoracius, 5 pasang nervus lumbalis, 5

pasang nervus sakralis, dan satu pasang nervus coccygeus.

5
Gambar 2.3 Anatomi Nerves Root

Biomekanik:

Biomekanik terbagi atas gerakan osteokinematik dan arthrokinematik. Gerak

osteokinematik merupakan gerakan yang berhubungan dengan Lingkup Gerak Sendi.

Pada lumbal spine melibatkan gerakan fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi.

Sedangkan gerak arthrokinemetik merupakan gerakan yang terjadi didalam kapsul sendi

pada persendian. Pada lumbal spine gerakannya berupa gerak slide atau glide terjadi pada

permukaan persendian.

1. Osteokinematik

Gerakan osteokinematik pada fleksi dan ekstensi terjadi pada sagital plane, lateral fleksi

pada frontal plane, dan rotasi kanan-kiri terjadi pada transverse plane. Sudut normal

gerakan fleksi yaitu 65o -85o , gerakan ekstensi sudut normal gerakan sekitar 25o -40o ,

dan untuk gerakan lateral fleksi 25o , sedangkan gerakan rotasi dengan sudut normal yang

dibentuk adalah 45 o
6
2. Arthrokinematik

Pada lumbal, ketika lumbal spine bergerak fleksi discus intervertebralis tertekan pada

bagian anterior dan menggelembung pada bagian posterior dan terjadi berlawanan pada

gerakan ekstensi. Pada saat lateral flexion, discus intervertebralis tertekan pada sisi

terjadi lateral fleksi. Misalnya, lateral fleksi ke kiri menyebabkan discus intervertebralis

tertekan pada sisi sebelah kiri. Secara bersamaan discus intervertebralis sisi kanan

menjadi menegang. Pada level lumbal spine, jaringan collagen pada setengah dari lamina

mengarah pada arah yang berlawanan (kira- kira 120o) dari jaringan setengah lainnya.

Setengah jaringan itu lebih mengarah ke kanan akan membatasi rotasi kekiri. Pada

biomekanik, spine mempertimbangkan kinematic chain. Ini menggambarkan model pola

deskripsi sederhana dari gerak. Misalnya pada gerakan fleksi normal dari lumbal spine

superior vertebra akan bergerak pada vertebra dibawahnya.L1 akan bergerak pertama

pada L2, L2 selanjutnya akan bergerak pada L3, dan L3 selanjutnya akan bergerak pada

L4, begitu seterusnya. Pada keadaan ini, gerakan arthrokinematik mellibatkan gerakan

dari inferior facet dari vertebra pada superior facet dari caudal vertebra. Superior vertebra

slide ke anterior dan superior pada caudal vertebra. Hingga facet joint terbuka pada fleksi

dan tertutup pada ekstensi.

Gambar 2.4 Diskus Intervertebralis pada saat fleksi

7
Gambar 2.4 Diskus Intervertebralis pada saat ekstensi

Gambar 2.4 Diskus Intervertebralis pada saat Lateral Fleksi

2.1 Definisi Hernia Nucleus Pulposus

Hernia nukleus pulposus adalah keadaan dimana terjadi penonjolan sebagian atau

seluruh bagian dari nukleus pulposus atau anulus fibrosus diskus intervertebralis, yang

kemudian dapat menekan ke arah kanalis spinalis atau 0radiks saraf melalui anulus fibrosus

yang robek.3

2.2 Epidemiologi

Prevalensi hernia nukleus pulposus berkisar antara 1-2% dari populasi. Kejadian

hernia nukleus pulposus paling sering (90%) mengenai diskus intervertebralis L5- S1 dan

L4-L5, kemudian daerah servikalis (C6-C7 dan C5-C6) dan paling jarang terkena di daerah

torakalis. Prevalensi tertinggi terjadi antara umur 30-50 tahun, dengan rasio pria dua kali

lebih besar daripada wanita. Pada usia 25-55 tahun, sekitar 95% kejadian HNP terjadi di
8
daerah lumbal. HNP di atas daerah tersebut lebih sering terjadi pada usia di atas 55 tahun.3

2.3 Etiologi

Herniasi dapat terjadi pada usia muda dan usia tua. Pada usia muda umumnya disebabkan oleh

trauma atau gravitasi dan kolumna vertebra yang mendapat beban berat sehingga menyebabkan

penonjolan diskus intervertebra. Pada usia tua disebabkan proses degenerasi diskus intervertebra yang

dimulai dengan kekakuan diskus, kemudian diikuti kehilangan elastisitas nukleus pulposus dan

degenerasi tulang rawan sendi. Penyebab HNP biasanya didahului dengan perubahan degeneratif

yang terjadi oleh karena proses penuaan dan kebanyakan oleh karena adanya suatu trauma yang

berulang mengenai diskus intervetebralis sehingga menimbulkan sobeknya anulus fibrosus. Pada

kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat dan gejala ini disebabkan oleh cedera diskus yang

tidak terlihat selama beberapa bulan atau tahun.4

2.4 Patofisiologi

Diskus intervertebralis terdiri dari nukleus pulposus (NP) di bagian dalam dan anulus fibrosus

(AF) di bagian luar. Nuklous pulposus sentral adalah tempat sekresi kolagen dan mengandung

banyak proteoglikan, yang memfasilitasi retensi air, menciptakan tekanan hidrostatik untuk

menahan kompresi aksial tulang belakang.3

NP terutama terdiri dari kolagen tipe II, yang menyumbang 20% dari keseluruhan berat

keringnya. Sebaliknya, AF berfungsi untuk mempertahankan NP di tengah diskus dengan jumlah

proteoglikan yang rendah, yaitu 70% dari berat keringnya dan terdiri dari serat kolagen tipe I yang

konsentris. Pada hernia nukleus pulposus (HNP), penyempitan ruang thecal sac dapat disebabkan

oleh penonjolan diskus melalui AF yang utuh, ekstrusi NP melalui AF meskipun masih

mempertahankan kontinuitas dengan ruang diskus, atau hilangnya kontinuitas sepenuhnya dengan

ruang diskus dan sekuestrasi fragmen bebas. Beberapa perubahan dalam biologi diskus

intervertebralis dianggap berkontribusi terhadap HNP diantaranya seperti menurunnya retensi air di

NP, peningkatan persentase kolagen tipe I di dalam NP dan AF bagian dalam, degradasi bahan

kolagen dan matriks ekstraseluler (ECM), dan peningkatan regulasi sistem degradasi seperti
9
apoptosis, ekspresi matriks metalloproteinase (MMP), dan jalur inflamasi.5

A. Proses Degenaratif

Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang berfungsi sebagai shock

absorber, menyebarkan gaya pada kolumna vertebralis dan juga memungkinkan gerakan antar

vertebra. Kandungan air diskus berkurang dengan bertambahnya usia (dari 90% pada bayi sampai

menjadi 70% pada orang usia lanjut). Selain itu, serabut-serabut menjadi kasar dan mengalami

hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus melalui

anulus dan menekan radiks saraf spinal. Pada umumnya, hernia paling mungkin terjadi pada bagian

kolumna vertebralis di mana terjadi peralihan dari segmen yang lebih mobile ke yang kurang mobile

(perbatasan lumbosakral dan cervicotorakal).

B. Proses Traumatik

Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi intervertebral, yang dapat

menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain degenerasi, gerakan repetitive, seperti fleksi, ekstensi,

lateral fleksi, rotasi, dan mengangkat beban dapat memberi tekanan abnormal pada nukleus. Jika

tekanan ini cukup besar sampai bisa melukai annulus, nucleus pulposus ini berujung pada

herniasi. Trauma akut dapat pula menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda dengan cara

yang salah dan jatuh.

Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan herniasinya, di mana

ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang sesungguhnya, yaitu: (Grade I) Protrusi diskus

intervertebralis: nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan annulus fibrosus., (Grade

II) Prolaps diskus intervertebral: nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus

fibrosus., (Grade III) Extrusi diskus intervertebral: nukleus keluar dan anulus fibrosus dan berada di

bawah ligamentum, longitudinalis posterior., (Grade IV) Sequestrasi diskus intervertebral: nukleus

telah menembus ligamentum longitudinalis posterior.

Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat menekan nervus di dalam medulla

spinalis jika menembus dinding diskus (annulus fibrosus); hal ini dapat menyebabkan nyeri, rasa
10
tebal, rasa keram, atau kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi ini dapat berupa nyeri mekanik, yang

berasal dari diskus dan ligamen; inflamasi, nyeri yang berasal dari nucleus pulposus yang ekstrusi

menembus annulus dan kontak dengan suplai darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal dari

penekanan pada nervus.

2.2 Faktor Risiko

Faktor risiko penderita HNP dapat dibagi atas:6

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a. Umur: semakin umur bertambah, risiko makin tinggi.

b. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak daripada wanita.

c. Riwayat akibat cedera punggung atau HNP sebelumnya.

2. Faktor risiko yang dapat diubah

a. Aktivitas dan pekerjaan, misalnya duduk dalam waktu lama, mengangkat ataupun menarik

beban yang berat, terlalu sering memutar punggung ataupun membungkuk, latihan fisik terlalu

berat dan berlebihan, paparan pada vibrasi yang konstan.

b. Olahraga tidak menentu, misalnya memulai aktivitas fisik yang sudah sekian lama tidak

dilakukan dengan berlatih berlebih dan berat dalam jangka waktu yang cukup lama.

c. Merokok, dimana nikotin dalam rokok dapat mengganggu kemampuan diskus menyerap nutrisi

yang diperlukan dari darah.

d. Berat badan yang berlebihan, terutama beban ekstra di perut yang menyebabkan strain pada

punggung bawah.

e. Batuk dalam waktu yang lama dan berulang-ulangKehamilan atau postpartum 6 bulan

sebelumnya

2.3 Manifestasi Klinis

Hernia nukleus pulposus umumnya terjadi di daerah lumbosakral, paling sering terjadi di antara

L4 dan L5 atau L5 dan S1, sedangkan pada bagian servikal umumnya terjadi pada C5 dan C6. Pasien

hernia nukleus pulposus biasanya mempunyai riwayat cedera dan keluhan nyeri yang menjalar dari
11
punggung bawah, betis, tumit, dan telapak kaki, sedangkan pada kasus yang parah, sering

dikeluhkan kebas-kebas dan lemah. Pada ruptur diskus yang melibatkan akar saraf L4, L5 atau S1

akan menunjukkan Lasegue sign positif. Herniasi pada garis tengah servikal menghasilkan tekanan

pada medulla spinalis yang menyebabkan paraparesis spastik progresif dan urgensi miksi.

Level HNP/ Lokasi nyeri Lokasi kebas Kelemahan otot Perubahan


akar saraf yang Refleks
terlibat
C4 – C5 Leher C5 Deltoid Penurunan
Refleks Biceps
C5 Bahu Dermatom Supraspinatus Penurunan
Refleks Biceps
C5 – C6 C6 Leher Biceps Penurunan Reflex
biceps brachii
C6 Lengan bawah Dermatom Penurunan Reflex
biceps brachii
C6 – C7 Leher C7 Triceps Penurunan
Refleks triceps
C7 Jari tengah Dermatom Penurunan
Refleks triceps
L3 – L4 Punggung L4 Quadriceps Penurunan reflex
patella
L4 Bawahpunggung, Dermatom Quadriceps Penurunan reflex
pinggul paha, patella
posterolateral
kaki anterior
L4 – L5 Sendi L5 Ekstensor jari Penurunan reflex
biceps
L5 sacroiliaca, paha dermatom jempol kaki Sulit Penurunan reflex
lateral hingga berjalan femoris
tumit
L5-S1 Sendi sacroiliac S1 Plantar fleksi dari Penurunan reflex
jari-jari kaki Sulit Achilles
berjalan pada kaki
S1 Paha posterior Dermatom Plantar fleksi dari Penurunan reflex
Kaki lateral jari-jari kaki Sulit Achilles
sampai jari kaki berjalan pada kaki

12
2.3 Diagnosis

Pada umumnya, diagnosis herniaa nukleus pulposus didasarkan pada:6

1. Anamnesis

Anamnesis HNP dapat berupa letak atau lokasi nyeri, penyebaran nyeri, sifat nyeri, pengaruh

aktivitas atau posisi tubuh terhadap nyeri, riwayat trauma, proses terjadinya nyeri dan

perkembangannya, obat-obat analgetika yang pernah diminum, kemungkinan adanya proses

keganasan, riwayat menstruasi, kondisi mental/emosional.

2. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi Hal-hal yang perlu diperhatikan pada inspeksi antara lain:

− Observasi apakah ada hambatan pada leher, bahu, punggung, pelvis, dan tungkai selama

bergerak.

− Adakah gerakan yang tidak wajar atau terbatas ketika penderita menanggalkan atau

mengenakan pakaian.

− Observasi penderita saat berdiri, duduk, bersandar maupun berbaring, dan bangun dari

berbaring.

− Perlu dicari kemungkinan adanya atropi otot, fasikulasi, pembengkakan dan perubahan

warna kulit.

b. Palpasi

Palpasi dimulai dari daerah yang paling ringan rasa nyerinya, kemudian ke arah yang terasa

paling nyeri dan ingatlah struktur apa yang diperiksa. Ketika meraba kolumna vertebralis,

seyogyanya dicari kemungkinan adanya deviasi ke lateral atau antero-posterior. Nyeri dapat

bertambah dengan pemberian tekanan pada kepala (tes kompresi servikal) dan berkurang

dengan traksi (tes distraksi servikal).

Dengan adanya tes kompresi dan distraksi dapat membantu menyingkirkan nyeri pada diskus

dan nyeri karena penyebab lain.

3. Pemeriksaan neurologis
13
Pada posisi terlentang, dilakukan tes provokasi sebagai berikut:

A. Tes untuk meregangkan saraf iskhiadikus.

− Tes Laseque (straight leg raising = SLR) Fleksikan tungkai yang sakit dalam posisi lutut

ekstensi. Tes normal apabila tungkai dapat difleksikan hingga 80-90%, dan positif apabila

tungkai timbul rasa nyeri di sepanjang perjalanan saraf iskhiadikus sebelum tungkai

mencapai kecuraman 70%. Tes ini meregangkan saraf spinal L5 dan S1, sedangkan yang

lain kurang diregangkan.

− Tes Laseque menyilang/crossed straight leg raising test (Test O’Conell). Tes positif

apabila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut yang lebih besar

untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit).

B. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal.

− Tes Naffziger

Dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit atau dengan melakukan kompresi

pada ikatan sfigmomanometer selama 10 menit tekanan sebesar 40mmHg sampai pasien

merasakan penuh di kepala. Dengan penekanan tersebut mengakibatkan tekanan intrakanial

meningkat yang akan diteruskan ke ruang intratekal sehingga akan memprovokasi nyeri

radikuler bila ada HNP.

− Tes Valsava

Dalam sikap berbaring atau duduk, pasien disuruh mengejan. Nyeri akan bangkit di tempat

lesi yang menekan radiks spinalis daerah lumbal.

4. Pemeriksaan penunjang

a. Foto polos Dapat ditemukan berkurangnya tinggi diskus intervertebralis pada HNP fase

lanjut, sehingga ruang antar vertebralis tampak menyempit. Pemeriksaan ini dapat

menyingkirkan kemungkinan kelainan patologis seperti proses metastasis dan fraktur

kompresi.

14
b. Kaudiografi, Mielografi, CT (Computerized Tomography)

Pada pemeriksaan kaudio/mielografi adalah pemeriksaan invasif yang hanya dikerjakan

dengan indikasi ketat dan tidak dikerjakan secara rutin. CT scan mungkin diperlukan untuk

evaluasi lebih lanjut struktur tulang yang terkena.

c. Diskografi

Dilakukan dengan penyuntikan pada diskus dengan media kontras yang larut dalam air,

namun pemeriksaan ini dapat menimbulkan infeksi pada ruang diskus intervertebralis,

terjadinya herniasi diskus, dan bahaya radiasi. Biaya relatif mahal dan hasilnya tidak lebih

unggul dari pemeriksaan MRI sehingga jarang digunakan.

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic Resonance Imaging merupakan standard baku emas untuk HNP. Pada MRI, dapat

terlihat gambaran bulging diskus (anulus intak), herniasi diskus (anulus robek), dan dapat

mendeteksi dengan baik adanya kompresi akar-akar saraf atau medulla spinalis oleh fragmen

diskus.

e. Electromyography

Dari pemeriksaan EMG, dapat ditentukan akar saraf mana yang terkena dan sejauh mana

gangguannya, masih dalam taraf iritasi atau sudah ada kompresi.

2.4 Tata Laksana

Penatalaksanaan hernia nukleus pulposus adalah sebagai berikut:7

1. Konservatif

Mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik, dan melindungi serta meningkatkan fungsi

tulang belakang adalah tujuan terapi konservatif. Sebagian besar (90%) pasien HNP akan membaik

dalam waktu enam minggu dengan atau tanpa terapi, dan hanya sebagian kecil saja yang

memerlukan tindakan bedah.

a. Tirah baring

Tirah baring merupakan cara paling umum dilakukan yang berguna mengurangi rasa nyeri mekanik
15
dan tekanan intradiskal, serta direkomendasikan selama 2 sampai 4 hari. Pasien dapat kembali ke

aktivitas normal secara bertahap, dan pada umumnya pasien tidak memerlukan istirahat total.

b. Terapi farmaka Analgetik dan NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug)

Tujuan diberikan obat ini adalah untuk mengurangi nyeri dan inflamasi.

− Kortikosteroid oral

Kortikosteroid oral dipakai pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi, tetapi pemakaiannya

masih kontroversial.

− Analgetik ajuvan Dipakai pada penderita HNP kronis.

− Suntikan pada titik picu

Caranya adalah dengan menyuntikan campuran anastesi lokal dan kortikosteroid ke dalam jaringan

lunak/otot pada daerah sekitar tulang punggung.

c. Terapi fisik

− Traksi pelvis Dengan memberikan beban tarikan tertentu di sepanjang sumbu panjang kolumna

vertebralis.

− Ultra Sound Wave (USW) diaterni, kompres panas/ dingin Tujuannya adalah mengurangi nyeri

dengan mengurangi peradangan dan spasme otot.

− Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) Dilakukan dengan memakai alat yang

dijalankan dengan baterai kecil yang dipasang pada kulit untuk memberi rangsangan listrik terus-

menerus lewat lektroda. Diharapkan terjadi aliran stimulasi yang melawan (counter stimulation)

terhadap susunan saraf sehingga mengurangi persepsi nyeri.

− Korset lumbal dan penopang lumbal lain Pemakaian kedua alat ini tidak mengurangi nyeri dengan

HNP akut, tetapi bermanfaat untuk mencegah timbulnya HNP dan mengurangi nyeri pada HNP

kronis.

− Latihan dan modifikasi gaya hidup Menurunkan berat badan yang berlebihan karena dapat

memperberat tekanan.

Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stress secepat mungkin. Endurance exercise
16
dimulai pada minggu kedua setelah awitan dan conditioning exercise yang bertujuan memperkuat

otot dimulai sesudah 2 minggu.

2. Bedah Terapi

Bedah dipertimbangkan ketika terapi konservatif selama sebulan tidak ada kemajuan, iskhialgia

yang berat/menetap, adanya gangguan miksi/defekasi dan seksual, serta adanya paresis otot tungkai

bawah. Pasien hernia diskus intervertebralis dengan penanganan bedah menunjukkan perbaikan

yang lebih besar dari segi nyeri, fungsi, kepuasan dan kesembuhan yang dinilai pasien dibandingkan

dengan pasien dengan penanganan non-bedah, tetapi tidak dapat mengembalikan kekuatan otot.

Microdiscectomy adalah gold-standard penanganan bedah pada HNP.

a. Microdiscectomy

Microdiscectomy adalah pembedahan pada diskus yang terkena yang telah dikonfirmasi dengan

radiografi.

b. Open Discectomy

Open disectomy mempunyai prosedur yang sama dengan microdiscectomy.

c. Minimal access/ Minimally Invasive Discectomy Discectomy dilakukan melalui sebuah insisi

yang sangat kecil pada gangguan dari jaringan di dekatnya. Hal ini sering dilakukan pada pasien

rawat jalan atau rawat inap 23 jam.

2.5 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi dari HNP adalah nyeri punggung untuk jangka waktu yang lama,

kehilangan sensasi di tungkai yang diikuti penurunan fungsi kandung kemih dan usus. Selain itu,

kerusakan permanen pada akar saraf dan medula spinalis dapat terjadi bersamaan dengan

hilangnya fungsi motorik dan sensorik. Hal ini dapat terjadi pada servikal stenosis dan spondilosis

yang menekan medulla spinalis dan pembuluh darah, sehingga dapat menimbulkan mielopati

dengan spastik paraplegia atau kuadriplegia.8

2.6 Prognosis

Pada HNP servikalis 75% pasien akan pulih dengan penanganan terapi medis yang memadai (10-
17
14 hari), walaupun pada beberapa kasus berlanjut dengan ketidaknyamanan dan parestesis ringan.

Pada beberapa pasien, gejala radikular atau mielopati kambuh setelah kembali beraktivitas penuh.

Untuk 25% pasien yang tidak respon terhadap terapi konservatif, dibutuhkan operasi. Perbaikan

tampak pada sekitar 80% pasien yang melakukan terapi operatif pada diskus servikalis. Pada

hernia diskus lumbalis sekitar 10-20% kasus membutuhkan penangan terapi bedah dan 85%

pasien akan pulih sepenuhnya setelah penanganan bedah.9

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hernia nukleus pulposus adalah keadaan dimana terjadi penonjolan sebagian atau seluruh

bagian dari nukleus pulposus atau anulus fibrosus diskus intervertebralis, yang kemudian dapat

menekan ke arah kanalis spinalis atau radiks saraf melalui anulus fibrosus yang robek. HNP

merupakan kasus yang lazim terjadi. HNP berkaitan dengan proses degeneratif dan trauma. Hernia

Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan herniasinya, di mana ekstrusi dan

sequestrasi merupakan hernia yang sesungguhnya, yaitu: (Grade I) Protrusi diskus

intervertebralis: nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan annulus fibrosus, (Grade II)

Prolaps diskus intervertebral: nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus

fibrosus., (Grade III) Extrusi diskus intervertebral: nukleus keluar dan anulus fibrosus dan berada di

bawah ligamentum, longitudinalis posterior, (Grade IV) Sequestrasi diskus intervertebral: nukleus

telah menembus ligamentum longitudinalis posterior. Tanpa pengobatan HNP dapat membuat nyeri

punggung untuk jangka waktu yang lama, kehilangan sensasi di tungkai yang diikuti penurunan

fungsi kandung kemih dan usus. Selain itu, kerusakan permanen pada akar saraf dan medula spinalis

dapat terjadi bersamaan dengan hilangnya fungsi motorik dan sensorik.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikhsanawati, A., Tiksnadi, B., Soenggono, A., & Hidajat, N. N. (2015). Herniated Nucleus

Pulposus in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung Indonesia. Althea Medical

Journal, 2(2), 179-185.

2. Wicaksono, R. B. Correlation Of Pain Intensity And Health-related Quality Of Life In

Lumbar Herniated Nucleus Pulposus In RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Mandala

of Health, 14(2), 83-91.

3. Turk, O., Antar, V., & Yaldiz, C. (2019). Spontaneous regression of herniated nucleus

pulposus: The clinical findings of 76 patients. Medicine, 98(8).

4. Erario, M. D. L. Á., Croce, E., Moviglia Brandolino, M. T., Moviglia, G., & Grangeat,

A. M. (2021). Ozone as modulator of resorption and inflammatory response in extruded

nucleus pulposus herniation. Revising concepts. International journal of molecular

sciences, 22(18), 9946.

5. Fikra, Z., Prasetya, I. M. L., & Budiati, T. A. (2023). Peranan Sekuens Dixon Pada

Pemeriksaan MRI Cervical Dengan Klinis Hernia Nucleus Pulposus Di Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta Selatan. Jurnal Ilmu Kesehatan dan

Gizi, 1(4), 199-208.

6. Sahoo, P., Mohanty, P., & Pattnaik, M. (2016). Sacralization and herniated nucleus

pulposus-An association study. Journal of Spine, 5(2), 2-7.

7. Khan, J. M., McKinney, D., Basques, B. A., Louie, P. K., Carroll, D, Paul & An, H. S.

(2019). Clinical presentation and outcomes of patients with a lumbar far lateral

herniated nucleus pulposus as compared to those with a central or paracentral

herniation. Global Spine Journal, 9(5), 480-486.

20
8. Chen R, Feng R, Jiang S, Chang G, Hu Z, Yao C, Jia B, Wang S, Wang S. Stent patency

rates and prognostic factors of endovascular intervention for iliofemoral vein occlusion

in post-thrombotic syndrome. BMC Surg. 2022 Jul 12;22(1):269

9. Parker K, Thachil J. The use of direct oral anticoagulants in chronic kidney disease. Br

J Haematol. 2018 Oct;183(2):170-184

21

Anda mungkin juga menyukai