Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS IMPLEMENTASI KONSEP MEREK TERKENAL DAN MEREK

TERMASHYUR DI INDONESIA

Dosen Pengampu :
Dr. Dewi Sulistianingsih, S.H., M.H

Kelompok 2
Irfansyah Widya Dharmawan 0811522075
Ninik Handayani 0811522078
Shabirah Trisnabilah 0811522115
Dadang Prasetyo Aji 0811522138

TUGAS KELOMPOK
HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL
2023
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia usaha yang semakin kompetitif, baik bisnis usaha barang ataupun
jasa, merek menjadi salah satu aset berharga yang dapat memberikan keunggulan bagi
perusahaan. Merek tidak lagi hanya sebatas logo yang menempel di sebuah produk
atau layanan melainkan mencerminkan suatu identitas, kualitas dan reputasi
perusahaan.
Merek adalah suatu konsep yang melibatkan banyak elemen. Mencakup logo,
desain, warna, tagline, dan sejumlah aspek lain yang mengidentifikasikan suatu
produk atau perusahaan. Merek juga mencakup bagaimana konsumen merasakan
produk atau perusahaan tersebut. Hal ini termasuk citra merek, kualitas, keandalan,
dan pengalaman pelanggan yang berkaitan dengan merek tersebut.
Pemahaman bahwa merek terbentuk secara instan itu salah besar, merek
tidaklah lahir secara instan melainkan merek lahir dari sebuah ide dan konsep
seseorang dimana ide ini nantinya akan berkembang lalu dilakukanlah riset untuk
menentukan produk atau layanan yang diusulkan, sketsa logo dan target pasar setelah
riset pasar dilakukan merek akan mulai di desain, produksi dan pengujian produk
untuk memastikan kualitas kemudian melakukan strategi pemasaran. Ketika
peluncuran merek berhasil, merek tersebut harus dipelihara dengan menjaga kualitas
produk atau layanan, yang terakhir perusahaan atau individu sebagai kepemilikan
merek wajib mendaftarkannya agar merek dapat memiliki hak atas merek dagang
yang membantu melindungi merek dari peniruan oleh pesaing.
Penentuan nama atau logo merek biasanya dibikin mudah dihafal, mudah dibaca
dan dibedakan. Manfaat penentuan nama merek yang mudah ditujukan agar
konsumen akan dapat lebih mudah mengidentifikasi produk dari saingan lainnya juga
menjadi lebih percaya dan yakin terhadap produk yang memiliki merek juga
mencegah adanya persaingan usaha yang tidak sehat. Ibaratnya ada produk yang
dijual berharga mahal biasanya bukan karena produk itu sendiri tetapi ada pengaruh
nama merek yang menempel pada produknya.1 Merek mempunyai dua fungsi utama

1
Tim Lindsey, Eddy Damian, dkk (Editor), Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung: Alumni,
2013), halaman 131
yaitu sebagai pembeda dan penunjuk asal barang. Kedua fungsi tersebut berjalan tidak
melampaui peran lain dan tidak saling mengabaikan atau menegaskan.2
Setiap merek pasti memiliki ciri khas keunikan masing-masing yang menjadi
pembeda dari merek lain. Merekpun bisa mengalami yang namanya penurunan
reputasi apabila terjadi pencemaran. Pencemaran ini dapat menyebabkan kepada
kurangnya hasil penjualan produk, berkurangnya rasa aman konsumen dan tentunya
dapat merugikan perusahaan.
Merek merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang tentunya
harus dilindungi. Di Indonesia, regulasi merek diatur di dalam Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek yang kemudian diperbaruhi Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek. Indonesia juga bergabung dalam WIPO (World
Intellectual Property Organization) merupakan organisasi Hak atas Kekayaan
Intelektual Dunia dan WTO (World Trade Organization) yang merupakan Organisasi
perdagangan dunia. Selanjutnya mengesahkan Paris Convention melalui Keputusan
Presiden No. 15 Tahun 1997 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun
1979. Indonesia juga menandatangani Trips Agreement.3
Dalam buku Yahya Harahap “Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek
di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 19 tahun 1992” merek dapat
dibedakan menjadi tiga jenis reputasi; Merek Biasa (Normal Marks), Merek Terkenal
(Well-Known Marks), Dan Merek Termashyur (Famous Marks). Menurut Tommy
Hendra Purwaka Merek biasa adalah merek yang tergolong tidak mempunyai reputasi
tinggi. Merek ini dianggap kurang memberi pancaran simbolis gaya hidup dari segi
pemakaian maupun teknologi. Merek terkenal merupakan merek yang mempunyai
reputasi tinggi dimata konsumen, memiliki pancaran yang kuat,memukau,menarik
sehingga memunculkan sentuhan keakraban kepada konsumen, sedangkan merek
termashyur merupakan merek yang telah mencapai tingkat pengakuan dan popularitas
secara nasional maupun internasional di kalangan konsumen. Merek termashyur
biasanya memiliki reputasi yang baik dalam hal kualitas, keandalan, dan inovasi
produk atau layanan.

2
Sri Arlina, Anggraini Dwi M, Implementation Of Legal Protection The Famous Trademarks Ikea And Sephora
Brand (Trademarks Law Perspective), Jurnal Cendekia Hukum (JCH), Vol.8 No. 1, Tahun 2022, halaman 72
3
Siti Nurul I, Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal Berdasarkan Konvensi Paris Dan Perjanjian
Trips Serta Penerapannya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Jurnal Yuridis,
Vol.2 No.2, Tahun 2015, halaman 163
Merek Terkenal dan Merek Termashyur merupakan dua konsep yang memiliki
peran penting dalam dunia bisnis namun keduanya tentu memiliki perbedaan seperti
penerapan regulasi, kepuasan pelanggan dan strategi mengelola reputasi. Perusahaan
dapat memanfaatkan potensi merek dan menghindari risiko yang dapat merugikan
reputasinya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbandingan antara merek terkenal dan merek termashyur?
2. Bagaimana penerapan konsep merek terkenal dan merek termashyur di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana perbedaan antara merek terkenal dan merek
termashyur
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan konsep merek terkenal dan merek
termasyhur di Indonesia
1)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Kebijakan Publik


Kebijakan merupakan sebuah instrumen pemerintah berisikan kumpulan
keputusan yang mengatur suatu tindakan yang secara langsung mengatur terkait
pendistribusian serta pengelolaan yang bertujuan untuk kepentingan publik yang
meliputi masyarakat luas. Hakikat suatu kebijakan pada dasarnya merupakan hasil
dari adanya sinergi antara ideologi, teori, gagasan, serta beberapa kepentingan yang
mewakili dalam suatu sistem politik sebuah negara.
Kebijakan Publik berdasarkan perspektif Bridgman and Davis yakni
“Whatever goverment choose to do or not to do” atau dapat dipahami bahwa
kebijakan publik merupakan “apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan
atau tidak dilakukan”. Menurut Bridgeman and Davis menyatakan bahwa dalam
suatu kebijakan publik terdapat beberapa dimensi antara lain :
1) Dimensi Hukum sebagai alternatif tindakan yang bersifat legal karena suatu
regulasi dalam sistem pemerintahan. Hal tersebut karena suatu regulasi akan
memaksa masyarakat untuk mematuhi keputusan yang dipilih oleh pemerintah
guna dapat mencapai tujuan yang efektif
2) Dimensi tujuan kebijakan publik. Merupakan suatu alat dalam mencapai tujuan
tertentu. Birokrasi berkaitan dengan tujuan yang didasarkan oleh kepentingan
masyarakat secara luas. Birokrasi menurut dimensi ini sebagai seperangkat
Tindakan atau kebijakan yang dibuat supaya dapat mencapai tujuan tertentu yang
dicita-citkan, supaya dalam tahapan perumusan dapat memiliki tujuan yang jelas
dan akurat
3) Dimensi hipotesis kebijakan publik. Disusun atas teori dan hipotesis terkait sebab
serta akibat berdasarkan pada asumsi terhadap perilaku masyarakat. Keputusan
birokrasi memiliki intensif untuk memotivasi masyarakat untuk melakukan suatu
hal yang positif tertentu dan sanksi yang akan mendorong masyarakat untuk tidak
melakukan suatu hal yang negatif.4

4
Abdul Rauf Alauddin Said, “Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat - Pemerintah Daerah Dalam
Otonomi Seluas - Luasnya Menurut UUD 1945”, Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 9, No. 4, 2015, Hlm.
505–530.
B. Perbandingan Merek Terkenal dan Merek Termasyhur
Dalam Undang-Udang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis terdapat rumusan tentang definisi merek sebagai berikut :
 Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo,
nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau
3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur
tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau
badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
 Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum
untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya.
 Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan jasa sejenis lainnya.
Dari definisi yang dinyatakan dalam Undang-Udang Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis di atas dapat, diketahui bahwa pada hakikatnya
merek adalah sebuah tanda. Akan tetapi, sebuah tanda tidak akan demikian saja
diterima sebagai merek jika tidak memiliki daya pembeda. Yang dimaksud dengan
daya pembeda adalah memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai tanda yang
dapat membedakan hasil perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Tanda
dianggap tidak memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana
seperti satu tanda garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas.
Merek biasa merupakan merek yang tergolong tidak mempunyai reputasi
tinggi. Merek yang berderajat biasa ini dianggap kurang memberi pancaran simbolis
gaya hidup baik dari segi pemakaian maupun teknologi. Masyarakat konsumen
melihat merek tersebut kualitasnya rendah. Merek ini juga dianggap tidak memiliki
draving power yang mampu memberi sentuhan keakraban dan kekuatan mitos
(mythical power) yang sugestif kepada masyarakat konsumen, dan tidak mampu
membentuk lapisan pasar dan pemakai.
Merek terkenal merupakan merek yang memiliki reputasi tinggi. Merek ini
memiliki kekuatan pancaran yang memukau dan menarik, sehingga jenis barang yang
berada di bawah merek itu langsung menimbulkan sentuhan keakraban (familiar) dan
ikatan mitos (mythical context) kepada segala laporan konsumen. Merek termashyur
merupakan merek yang dianggap memiliki tingkat reputasi yang lebih tinggi
dibandingkan merek terkenal (well-known brand). Kemudian Kualitas produk atau
layanan dari merek terkenal memiliki kualitas yang tidak sekuat dari merek
termashyur.
Dalam UUMIG hanya terdapat istilah Merek Terkenal sedangkan Merek
Termashyur istilah ini tidak dikenal di UUMIG. Istilah Termashyur hanya ada di
Indonesia dan beberapa buku saja yang menggolongkan kata Termashyur seperti
bukunya Rahmi Janed dan Yahya Harahap Namun, kedua jenis merek tersebut
dilindungi oleh berbagai perjanjian internasional, misalnya Paris Convention for the
Protection of Industrial Property (Paris Convention) dan the Agreement on Trade-
Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS Agreement).
Istilah termashyur digunakan untuk merek tanpa harus didaftarkan mereknya
sudah terlindungi, terdaftar di banyak Negara dan telah berusia cukup lama dibanding
yang Terkenal, dan merek tersebut berada di memori ingatan para konsumen sehingga
setiap konsumen ingin membeli produknya konsumenpun bisa hapal hanya dari
sebuah logonya saja.5 Contoh merek termashyur yaitu Apple, Coca-Cola, GOOGLE,
Microsoft, dll. Sedangkan contoh merek terkenal berupa Starbucks, Oxxonmobil,
NIKE.
World Intellectual Property Organizations (WIPO) memberikan batasan
mengenai merek terkenal sebagaimana disepakati dalam Joint Recommendation
Concerning Provisions on the Protection of Well-Known Marks bahwa faktor-faktor
ini dapat digunakan untuk menentukan apakah merek tersebut masuk kategori
terkenal, yaitu:
1. Tingkat pengetahuan atau pengakuan merek di sektor yang relevan dengan
masyarakat;
2. Durasi, tingkat dan wilayah geografis dari pemakaian merek;
3. Durasi, tingkat dan wilayah geografis dari promosi merek;

5
Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intelctual Property Right, Ghalia Indonesia,
Bogor, 2015, hlm.11
4. Durasi dan wilayah geografis dari segala pendaftaran atau permohonan
pendaftaran merek;
5. Catatan keberhasilan pemenuhan hak atas merek tersebut.
6. Nilai merek;

Keberadaan merek terkenal dan merek termashyur seringkali berpengaruh


dalam proses pendaftaran dan perlindungan merek. Beberapa negara juga
memperlakukan merek termasyhur sebagai merek yang memiliki reputasi lebih tinggi
daripada merek terkenal karena nama besarnya dan sangat terkenal. Untuk
mendapatkan perlindungan di negara lain, merek terkenal harus terdaftar di negara
asalnya, sedangkan merek termashyur biasanya dilindungi tanpa perlu terdaftar di
negara asalnya karena orang sudah sangat mengenalnya. Merek terkenal, di sisi lain,
hanya dilindungi untuk barang dan jasa yang berhubungan dengan bisnis atau industri
yang sudah terdaftar. Penggunaan barang dan jasa yang tidak sah, meskipun tidak
terdaftar, tidak dilindungi oleh merek terkenal. Meskipun sulit untuk membedakan
antara merek terkenal dan merek termasyhur, merek termashyur dianggap memiliki
reputasi yang lebih baik daripada merek terkenal. Karena kesulitan menafsirkan, sulit
untuk menentukan ukuran dan batas antara keduanya.

C. Penerapan Konsep Merek Terkenal dan Termasyhur di Indonesia


Penerapan merek di setiap negara memiliki beragam pandangan dalam
menentukan tolak ukurnya. Keberagaman pandangan dapat memberikan
ketidakpastian hukum bagi sebuah merek, sehingga diperlukan kesepakatan dalam
memberikan unifikasi kepastian hukum bagi merek. Pembuatan perjanjian
internasional mengenai merek merupakan salah satu langkah yang telah ditempuh
dalam usaha memberikan unifikasi kepastian hukum bagi merek. 6 Kepastian hukum
yang tercipta dengan diadakannya perjanjian internasional dikarenakan perjanjian
internasional sebagai sumber utama hukum internasional dan berada pada urutan
pertama. Kepastian hukum hanya dapat berlaku efektif jika sebuah negara membuat
kebijakan berdasarkan isi perjanjian internasional yang telah disepakati. 7 Kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah negara tersebut hanya dapat terlaksana jika negara
6
Muhammad Djumhana dan R Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan
Praktiknya di Indonesia, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 222
7
Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Fakultas Hukum, Sekolah
Pascasarjana, UI, Jakarta, 2004, hlm. 29
tersebut menyetujui perjanjian internasional tersebut dengan melakukan
penandatanganan dan ratifikasi. Kebijakan yang dianggap memiliki kepastian hukum
tertinggi adalah kebijakan yang memiliki sanksi dalam pelanggarannya.
Indonesia memiliki kebijakan yang dapat memiliki sanksi atas pelanggaran
ialah undang-undang, namun kebijakan tidak dapat berlaku efektif tanpa adanya
peraturan pelaksana. Perjanjian internasional yang pertama mengatur mengenai merek
terkenal adalah Konvensi Paris. Konvensi Paris ditandatangani oleh 11 (sebelas)
negara sebagai negara anggota WIPO pada tahun 1883. Negara dalam hal ini
merupakan subjek hukum internasional yang mempunyai hak dan kesanggupan untuk
melangsungkan dan membuat perjanjian internasional. Konvensi Paris telah melalui
berbagai perubahan (revisi) hingga diamandemenkan pada tahun 1979. Indonesia
teIah meratifikasi Konvensi Paris berdasarkan Keputusan Presiden No. 24 Tahun
1979.
Merek terkenal dalam Konvensi Paris diatur dalam Pasal 6bis mengatur secara
spesifik untuk negara menoIak atau membataIkan pendaftaran dan untuk meIarang
penggunaan merek yang merupakan hasil produksi uIang, tiruan, dan terjemahan yang
menimbulkan kebingungan atas merek terdaftar yang dianggap merek terkenal di
suatu negara yang telah memberikan keuntungan bagi pemiliknya. Pasal 6bis juga
mengatur bahwa dalam kurun waktu 5 (lima) tahun dari tanggal pendaftaran, dapat
dilakukan pembatalan merek namun tidak ada kurun waktu yang pasti dalam
mengajukan pembatalan atau penolakan dalam penggunaan merek dengan itikad tidak
baik. Pasal 6bis Konvensi Paris merupakan dasar dari kepastian hukum merek
terkenal yang diatur secara internasional dan mengikat negara-negara yang menjadi
bagian dari organisasi internasional tersebut. Kesepakatan mengenai kepastian hukum
merek terkenal yang telah disepakati dalam 2 (dua) perjanjian internasional tersebut
telah diratifikasi dan diatur Indonesia dalam Undang-Undang Merek. Negara-negara
anggota Paris Convention dan TRIPS Agreement harus melindungi merek terkenal,
bahkan jika merek tersebut tidak terdaftar atau digunakan di negara tersebut.
Perlindungan merek terkenal yang belum terdaftar di bawah Paris Convention
biasanya terbatas pada barang dan jasa yang identik atau mirip dengan merek terkait
dan dalam kasus di mana penggunaan merek tersebut dapat menyebabkan
kebingungan
Indonesia dalam meratifikasi perjanjian internasional merek tentunya telah
melihat arti merek bagi Indonesia, yaitu sebagai roda pembangunan dan roda ekonomi
Indonesia. Terkait dengan merek terkenal, dijelaskan bahwa terdapat beberapa
perubahan dalam Undang-Udang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis, salah satu perubahannya adalah aturan yang lebih ketat terhadap merek
terkenal dibanding Undang-Undang merek yang lama. Undang-Udang Nomor 20
Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis membuka peluang bagi pemegang
merek terkenal mengajukan gugatan ke pengadilan apabila terjadi pelanggaran merek.
Kepastian hukum yang dimiliki merek terkenal hanya didapatkan setelah
merek tersebut terdaftar di Indonesia karena Indonesia menganut sistem konstitutif
atau sistem first to file. Setelah merek terdaftar di Indonesia, barulah kemudian merek
tersebut dapat mengajukan permohonan ke pengadilan untuk ditetapkan sebagai
merek terkenal. Indonesia mengatur kriteria merek terkenal dalam Pasal 18 Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 67 Tahun 2016. Pasal ini mengatur bahwa kriteria
dalam menentukan merek terkenal dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan
umum masyarakat konsumen atau masyarakat yang pada umumnya memiliki
hubungan baik dengan merek dimaksud mengenai merek di bidang usaha yang
bersangkutan.
Di sisi lain, dalam menentukan kriteria merek terkenal juga perlu
dipertimbangkan mengenai tingkat pengetahuan masyarakat, voIume penjuaIan serta
keuntungan yang diperoIeh, seberapa besar pangsa pasar yang dikuasi oIeh merek
tersebut dengan peredaran barang di masyarakat, jangkauan daerah penggunaan
merek, jangka waktu penggunaan merek, intensitas dan promosi merek yang juga
termasuk niIai investasi yang digunakan untuk promosi merek tersebut. Walaupun
Indonesia tidak secara formal meratifikasi Joint Recommendation, namun Indonesia
tetap mengikuti pedoman yang telah ditetapkan secara internasional mengenai merek
terkenal. Hal ini dilakukan Indonesia sebagai bagian dari anggota WIPO. Sebagai
anggota WIPO, supaya Indonesia tidak diasingkan dari pergaulan dunia, Indonesia
perlu mengikuti pedoman yang telah ditetapkan. Apabila merek tersebut dikenal
paling tidak dalam salah satu sektor publik yang telah disebutkan di atas, maka merek
tersebut dapat dianggap sebagai merek terkenal.
Sebuah merek dapat ditetapkan sebagai merek terkenal jika anggota WIPO
dapat menerapkan ayat di atas dalam peraturan perundang-undangan di negaranya.
Joint Recommendation secara lebih lanjut memberi pedoman mengenai cara melihat
reputasi merek terkenal di sektor publik yang harus mencakup namun tidak terbatas
pada Konsumen yang telah membeli ataupun berpotensi membeli jenis barang
dan/atau jasa tersebut, pihak-pihak yang terlibat dalam penyaluran distribusi barang
dan/atau jasa tersebut dan kelompok bisnis yang memiliki hubungan dengan jenis
barang dan/atau jasa tersebut. Indonesia sendiri tidak mengatur mengenai sektor
publik yang menjadi pedoman bagi penentuan merek terkenal.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Merek terkenal merupakan merek yang memiliki reputasi tinggi. Merek ini
memiliki kekuatan pancaran yang memukau dan menarik, sehingga jenis barang yang
berada di bawah merek itu langsung menimbulkan senuhan keakraban (familiar) dan
ikatan mitos (mythical context) kepada segala laporan konsumen. Sedangkan istilah
merek termasyhur (famous marks) tidak dikenal dalam Undang-Udang Nomor 20
Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, akan tetapi keberadaannya
seringkali berpengaruh dalam proses pendaftaran dan perlindungan merek. Beberapa
negara juga memperlakukan merek termasyhur sebagai merek yang memiliki reputasi
lebih tinggi daripada merek terkenal karena nama besarnya dan sangat terkenal.
Merek terkenal dalam Konvensi Paris diatur dalam Pasal 6bis mengatur secara
spesifik untuk negara menoIak atau membataIkan pendaftaran dan untuk meIarang
penggunaan merek yang merupakan hasil produksi uIang, tiruan, dan terjemahan yang
menimbulkan kebingungan atas merek terdaftar yang dianggap merek terkenal di
suatu negara yang telah memberikan keuntungan bagi pemiliknya. Pasal 6bis juga
mengatur bahwa dalam kurun waktu 5 (lima) tahun dari tanggal pendaftaran, dapat
dilakukan pembatalan merek namun tidak ada kurun waktu yang pasti dalam
mengajukan pembatalan atau penolakan dalam penggunaan merek dengan itikad tidak
baik. Kepastian hukum yang dimiliki merek terkenal hanya didapatkan setelah merek
tersebut terdaftar di Indonesia karena Indonesia menganut sistem konstitutif atau
sistem first to file. Setelah merek terdaftar di Indonesia, barulah kemudian merek
tersebut dapat mengajukan permohonan ke pengadilan untuk ditetapkan sebagai
merek terkenal.
DAFTAR PUSTAKA
A. Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun 2016 tentang
Pendaftaran Merek.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
Paris Convention for the Protection of Industrial Property
The Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights;
Joint Recommendation Concerning Provisions on the Protection of Well-Known
Marks;

B. Buku

Tommy Hendra Purwaka, ed. 2017. Perlindungan Merek. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia
Intellectual Property and Information Wealth: Issues and Practices in the Digital
Areas. Westport London: Praeger Publishers;.
Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intelctual Property Right, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2015, hlm.11
Muhammad Djumhana dan R Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan
Praktiknya di Indonesia, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 222
Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Fakultas Hukum,
Sekolah Pascasarjana, UI, Jakarta, 2004, hlm. 29

C. Jurnal
Abdul Rauf Alauddin Said, “Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah Dalam Otonomi Seluas - Luasnya Menurut UUD 1945”,
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 9, No. 4, 2015, Hlm. 505–530.

Anda mungkin juga menyukai