Anda di halaman 1dari 12

PERANCANGAN SEKOLAH ANAK JALANAN

DENGAN PENDEKATAN
FLEKSIBILITAS ARSITEKTUR

Atika Mega Ayuningtyas


Program Magister Perancangan Arsitektur
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
atika.m.ayuningtyas@gmail.com

ABSTRACT
Street children is a reality that can be found also in Indonesia, and it could be considered
as a new ‘magnet’ of urban issues especially in education sector. The aim of this study to
integrate an architecture world, to a new solution of social world. In addition, this study also
conducted a social problem solving in a great number of street children escapees from formal
school due to an incompatibility between formal school and street children characteristics.
Architecture and social world like magnetic poles differently which had present
environmental behavior issues, and the combination of both will provide a flexibility solution.
The main question is how the concept of flexibility architecture can work optimal in the
presence of street children school design with three aspect of time, function, and places.
Street children school is expected for optimal function. It must has a connection with
space, place and time indeed. The using of design method is pragmatic design in order to
exploration street children school model which can be used for the user profile for the building
itself, and for the urban context in the coverage area.
Key words: Street children, Type Of Education Building, Flexibility of
Architecture

ABSTRAK
Anak jalanan sebagai realitas yang ada di setiap kota menjadi sebuah “magnet” dari
masalah perkotaan khususnya di bidang pendidikan. Pentingnya dilakukan penelitian ini sebagai
sebuah reaksi dari dunia arsitektur dalam menghadirkan sebuah solusi baru dalam dunia sosial.
Selain itu penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah sosial, bagaimana fenomena
dunia pendidikan formal yang selalu dilihat dengan ukuran formalitas maupun nilai terukur lain
justru seharusnya dilihat dari sisi lain yang menghadirkan reaksi pada dunia arsitektur sebagai
wadah. Pertanyaan utama adalah bagaimana konsep fleksibilitas arsitektur dapat bekerja optimal
dalam keberadaan perancangan sekolah anak jalanan ini sehingga sesuai dengan waktu, fungsi
maupun tempat.
Fleksibilitas arsitektur sebagai konsep yang ditawarkan dirasa sesuai dengan kondisi
sosial dan lingkungan saat ini. Sehingga sebuah desain dalam hal ini sekolah anak jalanan dapat
berkesesuaian dengan ruang tempat mapun waktu sesuai dengan penerapan konsep fleksibilitas
arsitektur dalam perancangannya.
Metode perancangan yang dilakukan nantinya bersifat pragmatis dimana menghadirkan
eksplorasi-eksplorasi model sekolah anak jalanan yang dapat berfungsi optimal untuk anak
jalanan sebagai profil pengguna bangunan itu sendiri, maupun untuk konteks urban dalam
cakupan luasnya.
Kata kunci : anak jalanan, fleksibilitas arsitektur, tipe bangunan pendidikan

1
PENDAHULUAN
Perubahan bentuk dan gaya dalam dunia arsitektur, sering didahului dengan perubahan
sosial yang terjadi dalam masyarakatnya. 1 Pernyataan ini merupakan ide mendasar bagaimana
seharusnya sebuah wujud arsitektur yang berbicara tentang jaman atau melampaui jamannya.
Anak jalanan sebagai salah satu masalah sosial seharusnya dapat didekati melalui salah satu
solusi arsitektur.Banyaknya anak jalanan yang memiliki keinginan dalam pemenuhan kebutuhan
dalam pendidikan menjadi sebuah magnet yang besar bagaimana menghadirkan sebuah
bangunan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik anak jalanan itu sendiri. Ini terbaca pada
penelitian yang dilakukan Brink (1997) 2 tentang indikator terbesar kedua yang dibutuhkan anak
jalanan adalah pendidikan.
. Anak jalanan yang selalu berpindah tempat dalam menjalani aktivitasnya (tidak terikat
tempat), memiliki waktu yang tidak dapat diprediksi dalam kegiatannya, juga masalah sosial
lainnya terkait dengan identitas maupun strata sosial di komunitas urban. Solusi arsitektur untuk
permasalahan anak jalanan saat ini adalah rumah singgah, dan pada akhirnya dirasa kurang
sesuai dengan komunitas mereka.
Fleksibilitas Arsitektur yang telah lama dikenalkan sebagai anti modernis merupakan
sebuah konsep lama yang dapat dikembangkan kembali dalam perancangan sekolah anak
jalanan. Seperti yang dikatakan Kronenburg (2007) bahwa fleksibel dalam bangunan ini
dimaksudkan untuk menanggapi perubahan dan bereaksi pada bentukan bangunan itu sendiri,
beradaptasi dengan perubahan yang baru,sehingga bangunan nantinya tidak bersifat stagnan.
Fleksibilitas yang ditawarkan sebagai konsep baru untuk dunia pendidikan anak jalanan
akan banyak melibatkan faktor. Dalam penelitian kali ini akan dilakukan analisa lebih lanjut
terhadap konsep fleksibilitas yang terkait dengan waktu, ruang maupun tempat.
Adaptasi dengan lingkungan sangat diperlukan. Bentuk-bentuk khusus yang dirancang
atau spesifik pada suatu tempat saja sangat tidak dianjurkan karena dianggap tidak mampu
beradaptasi dengan lingkungannya. Bentuk yang khusus atau spesifik ini diartikan bagainana
sebuah desain dikondisikan pada tapak yang spesifik, padahal tapak dan lokasi tersebut bersifat
unstagnan atau memiliki potensi dapat berubah. Pertimbangan pada tapak memang diperlukan,
tetapi kesadaran bahwa sebuah tapak juga bersifat dinamis perlu diperhitungkan, sehingga
bangunan yang dirancang nantinya tidak akan ”mati” dalam lingkungannya sendiri.
Fleksbilitas arsitektur ini dengan menggunakan berbagai macam solusi dalam mengatasi
perubahan-perubahan aspek terbangun di sekitar tapak membuatnya dapat dianalisa pada kajian
temporer yaitu dimana fleksibilitas arsitektur ini dapat berubah sesuai dengan yang pengguna
butuhkan. Sifat temporer ini dapat dianalisa pada tiga aspek temporal dimension yang
diungkapkan oleh Carmona, et al (2003) :
1. Time Cycle and Time management
”Activity are fluid in space and time,environments are used differently at
different times”.
Dari pernyataan ini dapat disarikan bagaimana aktivitas selalu berubah sesuai dengan
ruang maupun sesuai dengan waktu seperti sebuah zat cair yang nantinya akan
memerlukan sebuah wadah untuk memberikan kekuatan aktivitas tersebut. Disinilah
arsitek sebagai pencipta ruang harus selalu kritis melihat celah-celah terbentuknya ruang
yang berubah sesuai dengan perubahan waktu yang juga memberikan reaksi pada
penggunaan lingkungan sekitarnya.
2. Continuity and Stability
”Although environments relentlessy change over time,a high value is often
placed on some degree of continuity and stability”

1
Gideon Sigfried (1971), Architecture And The Phenomena Of Transition, Havard, University Press, Camridge,
Massachusttes.
2
Brink, Barbara, (1997), Guidelines For The Design Of Centres For Street Children, Architecture for Education Section,
UNESCO Paris, Paris.

2
Walaupun lingkungan selalu berubah dari waktu ke waktu sebuah keberadaan desain
seharusnya mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan lingkungan tersebut,
sehingga keberlanjutan desain yang diharapkan dari sebuah karya arsitektur memiliki
fungsi optimal yang stabil dalam bereaksi dengan lingkungan terbangun.

3. Implemented Over Time


Sebagai seorang Arsitek,perencana ruang, hal ini merupakan hal penting yang
harus diperhatikan. Bagaimana desain nantinya bukan bekerja di jamannya saja tetapi
juga justru bisa melampaui jamnnya. Sehingga pemikiran-pemikiran yang inovatif harus
terus dihadirkan untuk menghadirkan strategi yang dapat mengatasi segala perubahan
akan lingkungan.
Fleksibilitas memiliki 3 konsep yang berbeda dalam tiap-tiap penafsirannya. Yaitu
flexibility by technical means, flexibility by open plan dan flexibility by spatial redundancy juga
(Hill,2003 : 30-41).
1. Flexibility By Technical Means
Flexibility by technical means diartikan bagaimana konsep fleksibilitas dalam
sebuah bangunan merupakan sebuah perlakuan teknis yang berbeda, dengan cara
perlakuan-perlakuan pada elemen-elemen arsitektur dengan fungsi ruangan yang tetap
tetapi elemen-elemen dinding,atap maupun lantai dapat dibongkar pasang sesuai dengan
penambahan ataupun pengurangan yang diinginkan. Struktur bangunan yang ringan,
sehingga dapat dilakukan bongkar pasang pada desain. Berbeda dengan Hill, DeGory
(1998) mengatakan bahwa fleksbilitas dalam artian teknikal merupakan sebuah kondisi
ruangan dimana desain yang diperlakukan untuk sebuah ruangan adalah sama (tanpa
dituntut adanya elemen-elemen arsitektur yang bersifat fleksibel). Hanya saja fungsi
ruangan tersebut yang dapat dilakukan secara fleksibel, sebuah ruangan yang tidak
ditetapkan fungsi khusus dalam menciptakan sebuah desain, sehingga ruangan tersebut
memiliki fungsi yang berbeda sesuai dengan penggunaannya. Fleksibilitas yang
diartikan disini tidak dengan penerjemahan dalam elemen-elemen desainnya, bagaimana
dapat memberikan kebebasan dalam menciptakan pandangan aural maupun visual. 3
2. Flexibility By Spatial Redundancy & Open Plan
DeGory (1998) menulis bahwa sebuah karya arsitektur dapat dikatakan
fleksibel jika dapat memiliki nilai yang berbeda mengikuti perbedaan tingkat
lingkungan sekitarnya. Fleksibilitas yang dikemukakan Hill dalam Actions of
Architecture ini adalah Fleksibilitas yang dicapai dengan penciptaan ruang yang besar,
flexibility by spatial redundancy. Spatial redundancy ini pernah diajukan oleh Rem
Koolhas untuk perancangan the Arnhem Koepel Prison pada tahun 1979.
Penghadiran luasan ruang yang besar seperti yang dilakukan Koolhas pada penjara
Arnhern merupakan sebuah contoh bangunan arsitektur yang menginginkan sebuah
fleksibilitas arsitektur. Ini didasarkan bagaimana dalam tiap kurun waktu ruangan dapat
berubah sesuai dengan tuntutan fungsi yang diinginkan.
Flexibility by open plan pengaplikasiannya lebih condong persamaannya ke arah
flexibility by spatial redundancy. Seperti yang dikatakan Evan dalam Hill (1998) bahwa
salah satu desain dari Andrea Palladio di tahun 1556 yaitu Palazzo Antonini, Udine ini,
bersifat fleksibel dengan pengorganisasian ruang yang saling berhubungan. Sehingga
jika dibutuhkan sebuah tuntutan penggantian fungsi ruang dapat berubah suatu waktu
dengan meminimalkan transformasi ruang.
Day (2002) menyatakan bahwa tempat merupakan sesutau yang dinamis bukan statis.
Baik dalam rupa seimbang maupun ketidak seimbangan karena pengaruh maslaah sosial yang
ikut mempengaruhi definisi ebuah tempat.4 Portable Architecture merupakan salah satu konsep

3
DeGory, Ellinor, (1998), A Potential for Flexibility. MSc in History of Modern
Architecture Report, University College, London.
4
Day, Christopher, (2002), Spirit & Place, Architectural Press, Oxford.

3
berarsitektur yang berada pada satu tempat terkait dengan waktu yang terbatas. Fleksibilitas
arsitektur pada sekolah anak jalanan juga dituntut penghadirannya sesuai dengan salah satu
konsep portable architecture ini. Sehingga objek rancangan nantinya dapat berpindah atau
dipindahkan serta dapat beradaptasi dengan lahan terbangunnya.
tempat yang berbeda atau pada tempat yang sama dan dalam waktu yang berbeda. Ada
banyak alasan yang dilakukan pada portable architecture ketika berpindah, secara garis besar
Kroneburg (1996) mengklasifikasikannya dalam tiga besar, yaitu :
1. Bangunan dapat berpindah dalam keadaan utuh
Bangunan tipe ini dapat berpindah tanpa merubah keadaannya. Ia berpindah
dalam kondisi utuh. Alasan utama akan tipe ini adalah lahan terbangun yang akan
ditempati oleh bangunan ini memiliki keterbatasan. Sehingga kendala utama pada tipe
ini adalah seringkali bangunan ini hanya dapat berpindah tempat dengan menggunakan
helicopter atau mobile crane.
2. Bangunan yang tergabung dengan sistem transportasinya
Bangunan ini terintegrasi dengan sistem alat transportasinya. Contoh tipe dari
bangunan ini adalah caravan. Visualisasi pertama yang didapatkan dari caravan adalah
alat transportasi, tetapi di dalamnya memiliki kelengkapan-kelengkapan lain. Seperti
meja, atau bahkan alat-alat dapur.
3. Bangunan yang dapat dirakit (bongkar-pasang)
Untuk tipe ini bangunan di dalam perpindahnnya dibagi menjadi beberapa
bagian. Sehingga ketika akan didirikan, dirakit kembali, menjadi satu bagian yang utuh.
Kendala transportasi dalam tipe ini telah direduksi, dengan pemecahan tipe bongkar
pasang. Bangunan yang terbagi-bagi menjadi beberapa bagian tentu memudahkan dalam
hal pengangkutan bangunan ini. Dalam melihat ruang yang dibutuhkan tipe inicukup
fleksibel. karena sistem rakit yang dilakukan dapat menghadirkan solusi-solusi
arsitektural lainnya, untuk mengatasi kendala ruang yang ada.
Pertanyaan yang ditimbulkan adalah bagaimana penerjemahan konsep fleksibilitas arsitektur
terhadap keberadaan perancangan sekolah anak jalanan, sehingga sesuai dengan waktu, ruang
maupun tempat?

METODE PERANCANGAN
Tapak terpilih nantinya juga akan memberikan sebuah ide-ide baru dalam pemodelan
sekolah anak jalanan ini. Sehingga konsep fleksibilitas arsitektur yang dibajukan menjadi
sebuah faktor penentu lain dari pemodelan sekolah anak jalanan. Seperti yang diungkapkan
bahwa terbentuknya sebuah bentuk (form) merupakan resultan dari kehadiran banyak force
yang berada di dalam atau di sekitarnya. Bentuk akan terus ber-evolve dengan beradaptasi
dengan force yang ada.5
Sekolah Anak Jalanan yang dihadirkan dengan pendekatan sebuah fleksibilitas dalam
desain sistem rancang bangunnya merupakan sebuah pendekatan desain yang seharusnya
berkesesuian dengan waktu, ruang maupun tempat dalam desainyang nantinya dihadirkan.
Fleksibilitas yang ditawarkan dalam pemodelan sekolah anak jalanan menghadirkan
reaksi-reaksi bagaimana seorang arsitek dituntut dalam menghadirkan kejelian peancangan
dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada akibat penerapan sistem ini. Sehingga metode
rancang yang terpilih adalah pragmatic design. Bagaimana natinya desain sekolah ini akan
dieksplorasi bentukannya baik dari dua dimensi maupun tiga dimensi sehingga bukan hanya
sistem boxes yang hadir. Dan eksplorasi desain ini pasti akan menghadirkan beberapa solusi
desain yang sesuai. Sehingga trial and error yang diusung oleh pragmatis desain ini dirasa
sesuai dengan eksplorasi desain yang dilakukan.

5
Thompson, D. (1961). On Growth and Form. Cambridge University Press.

4
Gambar1. Model desain perancangan terpilih
Lokasi Terpilih
Fleksibilitas arsitektur sebagai konsep arsitektur terpilih, menuntut sebuah penghadiran
bentukan-bentukan yang dapat langsung beradaptasi dengan bentukan apapun dari lahan
terbangun. Banyak karakter lahan yang nantinya akan dijumpai dalam penerapan desain ini.
Sesuai dengan konsep awal arsitektur yang akan dihadirkan, bagaimana nantinya sebuah karya
arsitektur dapat berkesesuaian dengan perubahan, maka karya ini nantinya juga menghadirkan
antisipasi awal dalam menghadapi segala kondisi pada lahan terbangun. Untuk memberikan
pengerucutan karakter lahan, maka lokasi terbangun nantinya, dipilih berdasarkan beberapa
tolak ukur sesuai dengan analisa Brink (2007). Yaitu aksesibilitas, batasan lahan dan tempat
yang strategis. Berikut ini merupakan daerah yang akan menjadi lokasi terbangunnya sekolah
anak jalanan :
1. Terminal Joyoboyo
Wilayah Wonokromo merupakan salah satu
kantong anak jalanan di Surabaya. Ini
ditandainya dengan hadirnya salah satu rumah
singgah yang ada di sekitar Terminal
Wonokromo, sanggar alang-alang. Lahan terpilih
berada di Terminal Joyoboyo, dengan
pertimbangan menumpuknya anak jalanan
(kantong anak jalanan)

2. Stasiun Wonokromo
Lahan terpilih yang lain yang juga berada di
kawasan Wonokromo adalah, stasiun
wonokromo. Seperti yang diungkapkan
sebelumnya pertimbangan utama yang ikut
mendasari pemilihan lahan adalah bayak tidaknya
anak jalanan di lokasi tersebut. Ini didukung
dnegan adanya Darmo Trade Centre (sebagai
tempat perbelanjaan) maupun perumahan
masyarakat kelas menengah ke bawah di lahan
ini.

5
3. Jembatan Merah Plasa
Banyaknya jumlah bangunan yang berfungsi
sebagai perdagangan dan jasa, menjadikan daerah
ini juga memiliki anak jalanan yang banyak.
Sekolah anjal pada lahan ini akan lebih
bereksplorasi dengan menghadirkan desain yang
lebih “beradaptasi” pada air, ini sebagai antisipasi
awal jika sekolah ini nantinya akan berada di
sungai kalmias.

4. Terminal Bungurasih
Terminal Bungurasih merupakan kawasan
dengan intensitas bangunan yang renggang tetapi
memiliki tingkat kesibukan yang paling tinggi.
Sehingga lahan terbangun yang dimiliki dalam
lahan ini memiliki luasan yang kecil. Dan
sebagai antisipasi awal kawasan ini dikategorikan
menjadi kawasan yang memiliki intensitas padat.

HASIL RANCANGAN
Desain yang terpilih disesuaikan terhadap fleksibilitas arsitektur yang sebelumnya dikaji dalam
teori arsitektur yang berkaitan.

Desain Sekolah Anak Jalanan terkait Dengan Fleksibilitas Waktu


Fungsi ruang yang diwadahi terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu pendidikan dasar,
pendidikan ketrampilan serta ruang yang nantinya akan melibatkan interaksi sosial. Pembagian
fungsi ruang ini pasti akan berpengaruh pada desain sekolah. Bagaimana modul sekolah anak
jalanan dapat cepat beradaptasi dengan perubahan sewaktu-waktu Ini dilakukan dengan
membuat zona kritis (zona kegiatan belajar mengajar) tidak dikelilingi oleh zona kegiatan yang
bersifat publik (seperti ruang pendataan anak jalanan).

Gambar2. Konsep dan aplikasi desain sekolah anak jalanan

6
Modul ruangan sekolah anak jalanan ini dikategorikan kembali ke dalam tiga jenis fungsi
ruang sesuai dengan konsep awal. Modul bangunan untuk pendidikan dasar, untuk ketrampilan
dan modul yang lebih membutuhkan keterhubungan dengan dunia luar. Modul sekolah untuk
pendidikan dasar lebih menerapkan pada konsep flexibility by open plan, karena tidak ada batas
elemen-elemen arsitektural yang membatasi perubahan fungsi ruang ataupun konfigurasi
perabot ruang.

Gambar3. Rencana tata ruang modul sekolah anak jalanan dengan fungsi pendidikan dasar
Fleksibilitas sekolah anak jalann yang terkait dengan waktu ini berdasarkan atas kriteria rancang
yaitu, fungsi ruang dan adaptable layout sebagai reaksi dari satu wadah yang dapat menampung
banyak fungsi. Sehingga selain untuk kegiatan belajar mengajar sekolah ini juga dapat
menampung kegiatan yang bersifat ketrampilan,

Gambar4. Rencana tana ruang untuk fungsi workshop

7
Gambar di atas merupakan fungsi lain dalam penggunaan sekolah anak jalanan ini. Yaitu untuk
ketrampilan melukis, maupun untuk ketrampilan menjahit. Kegiatan ini terpilih sesuai dengan
ketersediaan lapangan pekerjaan.

Desain Sekolah Anak Jalanan terkait Dengan Fleksibilitas Ruang.


Flexibility by open plan yang menerapkan konsep fleksibel sangat berbeda dengan
flexibility by technical means. Dalam konsep ini yang patut diperhatikan adalah organisasi
ruang, keterkaitan antara satu ruang dengan ruang lain secara garis besar patut diperhatikan,
sehingga jika ada perubahan fungsi ruang sewaktu-waktu tidak memerlukan perubahan yang
signifikan pada fisik bangunan.
Kelebihan dalam penerapan objek rancangan adalah melalui penghematan biaya dalam
menerapkan infill atau batasan ruangan yang semi permanen.

Gambar5. Konsep program ruang pada sekolah anak jalanan

8
Melalui metode fleksibilitas by open plan, perluasan atau justru pengubahan fungsi ruangan
pada aplikasinya nanti juga merupakan kekurangan dari metode fleksibilitas ini. Dalam
penerapan awal desain, perancang selain memberikan perhatian pada karakteristik ruangan
secara umum, juga harus memperhatikan keterkaitan atau keterhubungan (dekat,sangat dekat,
atau jauh) antara masing-masing fungsi ruangan.
Ruang yang hadir dari fleksibilitas arsitektur melalui sekolah anak jalanan ini pada
akhirnya bukan merupakan ruang-ruang yang definitif. Hadirnya ruang disini merupakan sebuah
ruang yang fluktuatif sesuai dengan kebutuhan fungsi ruang yang dibutuhkan saat itu. Modul
ruangan sengaja dibuat sama dengan penyesuaian terhadap kebutuhan masing-masing jenis
modul yang akan ditawarkan. Penggunaan geometri segi enam didasarkan pada keterkaitan
modul ruangan yang lebih fleksibel dan efisien dalam menerapkan fleksibilitas arsitektur, sesuai
dengan eksplorasi geometri yang dilakukan pada tahapan sebelumnya.

Gambar6. Ilustrasi desain sekolahanak jalanan

Desain Sekolah Anak Jalanan terkait Dengan Fleksibilitas Tempat


Anak Jalanan yang jumlahnya tidak dapat diprediksi dalam suatu kawasan , juga
membutuhkan sebuah bangunan yang dapat merubah luasan ruangnya sewaktu-waktu sehingga
dapat menampung semua jumlah pengguna dari sekolah ini. Perubahan sewaktu-waktu pada
dimensi bangunan menyebabkan reaksi pada lahan terbangun sehingga membutuhkan sebuah
lahan yang cukup luas dalam penempatan sekolah ini nantinya. Pengupayaan dalam mencari
lahan yang kondusif untuk perubahan bangunan dalam luasan ruang sangat diperlukan, sehingga
memberikan keleluasan sang perancang dalam merancang sekolah anak jalanan. Apakah
dinding dapat berfungsi juga sebagai latai dengan teknik tertentu, dan sebaliknya. Eksplorasi
desain disini sangat diperhatikan, sehingga aksi dan reaksi yang timbul nantinya tidak memberi
dampak negatif untuk bangunan itu sendiri atau untuk lahan terbangun, atau justru untuk
bangunan-bangunan lain yang berbatasan dengan lahan.
Sekolah ini yang nantinya akan terkait dengan struktur, teknis maupun tempat. Ini
dilakukan untuk memberikan kemampuan beradaptasi yang lebih cepat pada bangunan dalam
menmghadapi semua situasi lokasi terbangun. Pada struktur bangunan, sekolah ini memilih
untuk menerapkan struktur bongkar pasang. Ini dilakukan untuk mendukung konsep fleksibilitas
itu sendiri.

9
Gambar7. Konsep struktur desain sekolah anak jalanan

Pertimbangan lain dari konsep fleksibilitas arsitektur terpilih adalah dengan memiliki double
structure.Yang dimaksudkan disini adalah nantinyaakan ada struktur utama, dan modul
bangunan nantinya merupakan struktur kedua. Ini dimaksudkan untuk memberikan kekokohan
pada bangunan. selain untuk mempermudah perubahan sewaktu-waktu pada elemen bangunan.

10
Gambar8. Konsep struktur ganda untuk desain sekolah anak jalanan
Material terpilih nantinya, memiliki sifat ringan dan mudah dalam pemasangannya di
lokasi. Panel dinding adalah salah satu komponen bangunan yang biasanya digunakan dalam
proses industrialisasi. Panel dapat diartikan sebagai komponen struktural atau non struktural
dalam bentuk lembaran besar atau lembaran kecil. Panel dibuat ke dalam beragam bentuk dan
menggunakan beragam material, dan dibangun di lokasi untuk membentuk bangunan. Sesuai
dengan keperluan dari sekolah anak jalanan maka penggunaan material untuk desain ini adalah
sistem panel ringan. Untuk rangka maupun material penutup bangunan selain ringan harus
memiliki sifat yang tahan lama. Sifat bahan ini juga akan dikaitkan dengan ketersediaan bahan
di lapangan. Material terpilih untuk sistem rangka bangunan adalah baja dengan aluminium
komposit panel sebagai material penutup bangunan.
Fleksibilitas terhadap material dalam sekolah anak jalanan juga terkait dengan teknis
dalam pendistribusian material ke lapangan. Sehingga dalam pemilihan material juga harus
memperhitungkan alat angkut. Ini dikarenakan menyangkut keefektifan ruang volume angkut.
Sesuai dengan kapasitas pengangkutan truk dua poros sebagai alat angkut yang dipilih.
Modul ini dirasa telah sesuai dengan bak angkut truk yang berukuran 6470x2400x2500mm.
Menggunakan modul penutup dinding maupun lantai 1220x2440 memberikan sebuah efisiensi
ruang kembali pada proses pengangkutan. Sehingga menjadikan bangunan ini fleksibel dalam
segi teknis.
Keberhasilan fleksibilitas arsitektur menurut tempat ini juga didasarkan pada pemilihan
material. Dipilihnya material ringan dengan pertimbangan beban diam yang sedikit. Selain itu
memiliki kemudahan dalam sistem pengangkutannya.

Gambar9. Pemilihan material untuk sekolah anak jalanan

11
SIMPULAN
Fleksibilitas arsitektur sebagai salah satu solusi arsitektur dalam dunia sosial memiliki
kelebihan dan kelemahan dalam pengaplikasiannya. Kelebihan dalam penerapan konsep
fleksibilitas arsitektur ini adalah sifat bangunan yang temporary. Sehingga desain wadah
arsitektur dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan tuntutan perubahan dari profil pengguna.
Ruang fluktuatif yang hadir juga memberikan sebuah ketidakterbatasan fungsi ruang untuk
sebuah wadah arsitektur. Sedangkan kelemahan penerapan konsep fleksibilitas arsitektur
terdapat pada lokasi terbangun nantinya. Jika lahan yang dihadapi nantinya akan berada di luar
asumsi perancang, maka desain ini justru tidak dapat berfungsi optimal.

DAFTAR PUSTAKA
Gideon Sigfried (1971), Architecture And The Phenomena Of Transition, Havard,
University Press, Camridge, Massachusttes.
Brink, Barbara, (1997), Guidelines For The Design Of Centres For Street Children,
Architecture for Education Section, UNESCO Paris, Paris.
DeGory, Ellinor, (1998), A Potential for Flexibility. MSc in History of Modern
Architecture Report, University College, London.
Day, Christopher, (2002), Spirit & Place, Architectural Press, Oxford.
Thompson, D. (1961). On Growth and Form. Cambridge University Press.

12

Anda mungkin juga menyukai