Anda di halaman 1dari 61

EVALUASI TINGKAT KEPATUHAN MINUM OBAT

PASIEN ASMA PADA INSTALASI RAWAT JALAN


RSUD DR. R. SOEDJONO SELONG

Skripsi Ini Dibuat Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA FARMASI (S.Farm)

Oleh :

I NYOMAN MUSTIKA
NIM : 4820119098

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BADARUDDIN BAGU
TAHUN 2021

1
2

PERSEMBAHAN
PUJI SYUKUR KEHADAPAN IDA SANG HYANG WIDI WASA TUHAN YANG
MAHA ESA ATAS ANUGERAHNYA SEHINGGA SKRIPSI INI DAPAT
TERSELESAIKAN

 TERIMA KASIH KEPADA ISTRIKU TERCINTA NI NYOMAN


SAPTAWI BESERTA ANAKKU I GEDE YOGI PRAMANA DAN NI
MADE GANESYA NANDINI ATAS DOA DAN MOTIVASI YANG
TIADA HENTI
 TERIMA KASIH KEPADA ORANG TUA TERCINTA ATAS DOA DAN
DUKUNGANNYA
 TERIMA KASIH KEPADA SAUDARAKU ATAS DOA SERTA
DUKUNGAN SELAMA INI
 TERIMA KASIH KEPADA DOSEN PEMBIMBING DAN SEMUA PIHAK
YANG TELAH MEMBANTU MENYELESAIKAN TUGAS INI

I NYOMAN MUSTIKA
3

EVALUASI TINGKAT KEPATUHAN MINUM OBAT


PASIEN ASMA PADA INSTALASI RAWAT JALAN
RSUD DR. R. SOEDJONO SELONG

Diajukan Sebagai
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
SARJANA FARMASI (S.Farm.)

Pada Universitas Qamarul Huda Badaruddin Bagu

PERNYATAAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI


Skripsi yang berjudul “EVALUASI TINGKAT KEPATUHAN MINUM OBAT
PASIEN ASMA PADA INSTALASI RAWAT JALAN RSUD DR. R.
SOEDJONO SELONG” telah diperiksa dan disetujui untuk dipertahankan di
hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kesehatan Universitas Qamarul Huda
Badaruddin bagu Program Studi S-1 Farmasi.

Bagu, 13 Oktober 2021

Pembimbing I : Apt. Lalu Jupriadi, M.Si. ______________

Pembimbing II : Apt. Neneng Rachmalia IM, M.Farm.______________

Mengetahui
Ketua Program Studi S-1 Farmasi Fakultas Kesehatan
Universitas Qamarul Huda Badaruddin Bagu
4

Apt. Neneng Rachmalia IM, M.Farm.


LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

EVALUASI TINGKAT KEPATUHAN MINUM OBAT


PASIEN ASMA PADA INSTALASI RAWAT JALAN
RSUD DR. R. SOEDJONO SELONG

Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi


Fakultas Kesehatan Universitas Qamarul Huda Badaruddin Bagu
dan dinyatakan

LULUS
Pada Program Studi S-1 Farmasi

Tanggal 16 Oktober 2021

Dewan Penguji

Ketua : Apt. Lalu Jupriadi, M.Si. ______________

Anggota I : Apt. Neneng Rachmalia IM, M.Farm.______________

Anggota II : Apt. Depi Yuliana, M.Farm. ______________

Mengetahui
Ketua Program Studi S-1 Farmasi Fakultas Kesehatan
Universitas Qamarul Huda Badaruddin Bagu
5

Apt. Neneng Rachmalia IM, M.Farm.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : I NYOMAN MUSTIKA

TEMPAT, TGL LAHIR : PESEDAHAN, 7 MEI 1974

AGAMA : HINDU

ALAMAT : BTN RSS LENDANG BEDURIK SELONG

PENDIDIKAN :

TAHUN 1990 – 1993 : SEKOLAH MENENGAH FARMASI

TAHUN 2000 – 2004 : S-1 ILMU HUKUM

TAHUN 2008 – 2010 : S-2 MAGISTER MANAJEMEN

TAHUN 2018 – 2019 : D-3 FARMASI

TAHUN 2019 – 2021 : S-1 FARMASI FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BADARUDDIN BAGU


6

INTISARI

EVALUASI TINGKAT KEPATUHAN MINUM OBAT


PASIEN ASMA PADA INSTALASI RAWAT JALAN
RSUD DR. R. SOEDJONO SELONG

Oleh : I Nyoman Mustika

Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang


ditandai adanya mengi efisodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan
saluran safas termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernafasan kronik. Asma
mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak
ditemukan dalam masyarakat. Peneliti merasa penting melakukan penelitian tentang
hubungan kepatuhan penggunaan obat asma mengingat pengobatan asma pada
kategori merupakan long term medication, sehingga kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat sangat diharapkan. Rumusan masalah penelitian ini adalah
bagaimana tingkat kepatuhan minum obat pasien asma pada RSUD Dr. R.
Soedjono Selong. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat kepatuhan
minum obat pasien asma pada RSUD Dr. R. Soedjono Selong.
Rancangan penelitian ini merupakan penelitian deskriptif non
ekperimental (observasional) yang dilakukan dengan metode retrospektif.
Penelitian ini termasuk penelitian non-eksperimental karena tidak ada perlakuan
pada subjek uji.
Hasil penelitian didapatkan prevalensi tertinggi ketidakpatuhan penggunaan
obat pada pasien asma yaitu pada usia 36-45 tahun dengan persentase 34%. Hasil
penelitian menunjukkan peningkatan prevalensi asma seiring bertambahnya usia.
Pada usia 46-55 tahun didapatkan persentase 24%, dan persentase semakin menurun
hingga usia 65 tahun ke atas. didapatkan 61% pasien asma dengan tingkat kepatuhan
pengobatan rendah terhadap semua rejimen pengobatan asma. Persentase tingakat
kepatuhan sedang yaitu 31% dan tingkat kepatuhan tinggi hanya 8%.

Kata Kunci : Kepatuhan minum obat, Asma,


7
8

ABSTRACT

EVALUATION OF COMPLIANCE RATE OF TAKING MEDICINE


ASTHMA PATIENTS ON OUTSTANDING INSTALLATION
DR. R. SOEDJONO SELONG HOSPITAL

By: I Nyoman Mustika

Asthma is a chronic inflammatory disease (inflammation) of the airways


characterized by wheezing, coughing, and tightness in the chest due to blockage of
the respiratory tract. Asthma has a low fatality rate but the number of cases is quite
large in the community. Researchers feel it is important to conduct research on the
relationship between adherence to asthma medication use, considering that asthma
treatment in the category is long term medication, so that patient compliance in using
medication is highly expected. The formulation of the problem of this research is how
the level of adherence to taking medication for asthma patients at RSUD Dr. R.
Soedjono Selong. The purpose of this study was to determine the level of adherence
to taking medication for asthma patients at RSUD Dr. R. Soedjono Selong.
The design of this study is a non-experimental (observational) descriptive
study conducted with a retrospective method. This research includes non-
experimental research because there is no treatment on the test subjects.
The results showed that the highest prevalence of non-adherence to drug use
in asthma patients was at the age of 36-45 years with a percentage of 34%. The
results showed an increase in the prevalence of asthma with increasing age. At the
age of 46-55 years, the percentage is 24%, and the percentage decreases until the age
of 65 years and over. It was found that 61% of asthmatic patients had low adherence
to all asthma treatment regimens. The percentage of moderate level of compliance is
31% and the high level of compliance is only 8%.

Keywords: Compliance with taking medication, Asthma


9

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah
melimpahkan karuniaNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Evaluasi Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pasien Asma Pada Instalasi Rawat Jalan
RSUD Dr. R. Soedjono Selong. Skripsi ini dapat terselesaikan berkat dukungan,
bimbingan dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Apt. Lalu Jupriadi, M.Si. Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Qamarul Huda
Badaruddin Bagu sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah membimbing dan
memberikan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Apt. Neneng Rachmalia I.M, M.Farm, Ketua Program Studi S-1 Farmasi
Fakultas Kesehatan Universitas Qamarul Huda Badaruddin Bagu sekaligus
sebagai Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan
skripsi ini.
3. Apt. Depi Yuliana, M.Farm. selaku anggota Dewan Penguji yang telah
memberikan masukan demi kebaikan skripsi ini.
4. Bapak Bupati Lombok Timur yang telah mengijinkan untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
5. Bapak Direktur RSUD Dr. R. Soedjono Selong yang telah mengijinkan dalam
pengumpulan data skripsi ini.
6. Istri dan anak-anakku tercinta atas doa dan motivasinya
7. Rekan-rekan seperjuangan dan semua pihak atas kerja sama dan segala bantuan
yang diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik. Akhir kata semoga Tuhan
Yang Maha Kuasa selalu melimpahkan karuniaNya kepada kita semua.
Bagu, 13 Oktober 2021
10

Peneliti
11

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i

PERSEMBAHAN …………………………………………………………. ii

HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………. iii

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………………. v

INTISARI …………………………………………………………………. vi

ABSTRACT ……………………………………………………………….. vii

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. viii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………..... ix

DAFTAR TABEL ………………………………………………………… x

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… xi

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 1

A. Latar Belakang ……………………………………………………….. 1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………. 3

C. Tujuan Penelitian …………………………………………………….. 3

D. Manfaat Penelitian …………………………………………………… 4

E. Keabsahan Penelitian ………………………………………………… 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………. 6

A. Asma ………………………………………………………………….. 6
12

B. Kepatuhan Pasien …………………………………………………….. 16

C. Profil Rumah Sakit …………………………………………………….. 18

D. Keterangan Empiris ……………………………………………………. 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………………. 22

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ……………………………………… 22

B. Definisi Operasional …………………………………………………… 22

C. Bahan Penelitian ……………………………………………………… 24

D. Lokasi Penelitian …………………………………………………….. 24

E. Jalannya Penelitian ……………………………………………………. 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………….. 27

A. Hasil …………………………………………………………………… 27

B. Pembahasan ……………………………………………………………. 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………. 42

A. Kesimpulan ……………………………………………………………. 42

B. Saran ……………………………………………………………………. 42

DAFTAR PUSTAKA
13

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Derajat Asma Menurut Departemen Kesehatan RI …………….. 9


14

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bronkus Normal dan Bronkus Pada Penderita Asma ……. 7


15

DAFTAR LAMPIRAN

1. Grafik Hasil Pengolahan Data

2. Data Kunjungan Pasien Asma RSUD Dr. R. Soedjono Selong Tahun 2020

3. Hasil Pengolahan Data Proportion Days Coverage


16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas

yang ditandai adanya mengi efisodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat

penyumbatan saluran safas termasuk dalam kelompok penyakit saluran

pernafasan kronik. Asma mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun jumlah

kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat. Menurut data dari laporan

Global Initiatif for Asthma (GINA) tahun 2017 dinyatakan bahwa angka kejadian

asma dari berbagai negara adalah 1- 18% dan diperkirakan terdapat 300 juta

penduduk di dunia menderita asma.1 Prevalensi asma menurut World Health

Organization (WHO) tahun 2016 memperkirakan 235 juta penduduk dunia saat

ini menderita penyakit asma dan kurang terdiagnosis dengan angka kematian

lebih dari 80% di negara berkembang.

Di Amerika Serikat menurut National Center Health Statistic (NCHS)

tahun 2016 prevalensi asma berdasarkan umur, jenis kelamin, dan ras berturut-

turut adalah 7,4% pada dewasa, 8,6% pada anak-anak, 6,3% laki-laki, 9,0%

perempuan, 7,6% ras kulit putih, dan 9,9% ras kulit hitam. Angka kejadian asma

di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013

mencapai 4,5%. Menurut Kementrian Kesehatan RI tahun 2011 Penyakit asma

masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia


17

dengan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit asma diperkirakan akan

meningkat sebesar 20% pada 10 tahun mendatang, jika tidak terkontrol dengan

baik. Angka kejadian asma di NTB berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2019 , prevalensi Asma mencapai (3,1%) dan angka nasional

(2,4%) mengalami peningkatan.

Asma memiliki dampak buruk yaitu penurunan kualitas hidup, penurunan

produktivitas, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit

bahkan kematian. Asma juga dapat menyebabkan gangguan aktivitas sehari-hari

dan gangguan emosi (cemas, depresi). sehingga tujuan utama penatalaksanaan

asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma

dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Seiring dengan perlunya mengetahui hubungan antara terapi yang baik dan

efektivitas terapetik, baik peneliti maupun tenaga kesehatan harus memahami

factor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien. Meskipun pengobatan

efektif telah dilakukan untuk menurunkan morbiditas karena asma, efektivitas

hanya tercapai jika penggunaan obat telah sesuai.

Peneliti merasa penting melakukan penelitian tentang hubungan kepatuhan

penggunaan obat asma mengingat pengobatan asma pada kategori merupakan

long term medication, sehingga kepatuhan pasien dalam menggunakan obat

sangat diharapkan.
18

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan diteliti akan

terfokus pada permasalahan-permasalahan berikut :

1. Bagaimana gambaran umum peresepan pasien asma bronkial di Instalasi

Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. R. Soedjono

Selong Tahun 2020 yang meliputi jenis obat, golongan obat, dan cara

pemberian yang diberikan?

2. Bagaimana tingkat kepatuhan minum obat pasien asma pada RSUD Dr.

R. Soedjono Selong?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui gambaran umum peresepan pasien asma bronkial di Instalasi

Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Soedjono Selong Tahun

2020 yang meliputi jumlah jenis obat, golongan obat, dan cara pemberian

yang diberikan.

2. Mengetahui tingkat kepatuhan minum obat pasien asma pada RSUD Dr.

R. Soedjono Selong.
19

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan evaluasi pola peresepan

pasien asma di RSUD Dr. R. Soedjono Selong dan bagi peneliti adalah dapat

mengetahui tingkat kepatuhan minum obat pasien asma di RSUD Dr. R.

Soedjono Selong.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang kepatuhan minum obat pada pasien asma di RSUD

Dr. R. Soedjono Selong belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian

mengenai penyakit asma dan pelayanan informasi obat yang pernah dilakukan

antara lain, oleh :

1. Wibowo (2003) mengenai “Kajian Profil Peresepan Pasien Asma Bronkial di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli – Bali Tahun 2005”

2. Nugraha (2002) mengenai “Pola Peresepan Obat Penyakit Asma Bronkial

pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Tahun 2006”

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dengan tema penyakit asma

adalah mengevaluasi resep yang diberikan kepada pasien dan permasalahan

dalam swamedikasi penyakit asma. Penelitian yang pernah dilakukan dengan

tema pelayanan informasi obat adalah tentang profil pelayanan informasi obat

oleh apoteker dan pengaruh pemberian informasi obat terhadap perilaku

pengobatan mandiri pada penyakit batuk. Karena itu bisa dikatakan penelitian
20

tentang kepatuhan minum obat pasien asma RSUD Dr. R. Soedjono Selong

belum pernah dilakukan sebelumnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Asma

1. Pengertian Asma

Global Initiative for Asthma (GINA) 2014 mendefinisikan asma

sebagai penyakit inflamasi saluran pernapasan kronik yang bersifat

heterogen. National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP)

pada National Institute of Health (NIH) Amerika, mendefinisikan asma

sebagai penyakit inflamasi kronik pada paru yang dicirikan dengan obstruksi

saluran napas yang bersifat reversible, inflamasi jalan napas, serta

peningkatan respon jalan napas terhadap berbagai ransangan. RISKESDAS

2013 mendefinisikan asma sebagai hiperaktivitas bronkus dan obstruksi

jalan napas terhadap paparan berbagai faktor resiko yang dapat menghilang

dengan atau tanpa pengobatan, dimana gejala asma dapat dirasakan

memberat pada malam hari atau menjelang pagi.

21
22

Gambar 1. Bronkus normal d

an bronkus pada penderita Asma


23

(Adam, 2005)
24

Patofisiologi

Karakteristik utama adalah kerusakan saluran napas, peradangan, dan

hiperesponsive bronchial (BHR). Perubahan yang lama dengan hipertropi

otot polos dan peningkatan sel goblet menyumbang menetapnya kerusakan

saluran napas yang ditunjuk sebagai remodel. Keterbatasan saluran napas

pada penderita asma dihubungkan dengan pengurangan diameter saluran

napas yang merupakan hasil dari kontraksi otot polos menyebabkan

konstriksi brokhiolus seperti peradangan intraluminal, edema dan produksi

mucus. Asma bronchial merupakan penyakit inflamasi dimana ukuran

diameter jalan napas menyempit secara kronis akibat edema dan tidak stabil.

Selama serangan pasien mengalami mengi dan kesulitan bernapas akibat

bronkuspasme, edema mukosa dan pembentukan mucus. Bronkial

hiperresponsive (BHR) disebabkan oleh Kontraksi otot polos

(bronkokonstriksi), Hipersekresi mucus, Edema mukosa (Williams and Self,

2002).

Munculnya inflamasi saluran napas pada penderita asma melibatkan

sel-sel inflamasi (sel mast, eosinofil, limfosit T, neutrofil), mediator kimia

(histamine, leukotrien, platelet-activating factor, bradikinin), dan faktor

kemotaktik (sitokinin dan kemotaxin). Inflamasi terjadi apabila timbul

respons berlebihan pada saluran napas penderita asma, sehingga cenderung

terjadi penyempitan saluran napas yang diakibatkan oleh respon alergi,


25

iritan, infeksi virus dan beban fisik. Hal tersebut juga mengakibatkan edema,

peningkatan produksi mucus, keluarnya sel inflamasi pada saluran napas dan

sel epitel mengalami kerusakan (Nelson, 2006).

2. Klasifikasi Asma

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan

pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit

penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang,

semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Derajat asma

ditunjukkan di tabel berikut :

Tabel 1. Derajat Asma Menurut Departemen Kesehatan RI

Gejala Fungsi Paru

I. Intermiten Siang hari < 2 kali per Variabilitas APE <

minggu Malam hari < 2 kali 20% VEP1 > 80%

per bulan Serangan singkat nilai prediksi APE >

Tidak ada gejala antar 80% nilai terbaik

serangan Intensitas serangan

bervariasi

II. Persisten Ringan Siang hari > 2 kali per Variabilitas APE 20 -

minggu, tetapi < 1 kali per 30% VEP1 > 80%

hari nilai prediksi APE >

Malam hari > 2 kali per 80% nilai terbaik


26

bulan Serangan dapat

mempengaruhi aktifitas

III. Persisten Sedang Siang hari ada gejala Variabilitas APE >

Malam hari > 1 kali per 30% VEP1 60-80%

minggu Serangan nilai prediksi APE

mempengaruhi aktifitas 60-80% nilai terbaik

Serangan > 2 kali per minggu

Serangan berlangsung

berhari-hari

Sehari-hari menggunakan

inhalasi β2- agonis short

acting

IV. Persisten Berat Siang hari terus menerus ada Variabilitas APE >

gejala Setiap malam hari 30% VEP1 < 60%

sering timbul gejala Aktifitas nilai prediksi APE <

fisik terbatas 60% nilai terbaik

Sering timbul serangan

APE = arus puncak ekspirasi

FEV1 = volume ekspirasi paksa dalam 1 detik

(Depkes RI, 2007).


27

3. Tanda dan Gejala

Gejala klinis asma dapat dikenali dengan mudah, dan berat

penyakitnya sangat bervariasi mulai dari wheezing ringan bahkan sampai

bronkokonstriksi. Gejala yang muncul bersifat episodik, dapat terjadi secara

reversible dengan atau tanpa pengobatan, dan sering timbul pada waktu

malam dan pagi hari, dengan anamnesis yang baik mampu menegakkan

diagnosis asma. Menurut PDPI 2004 Gejala asma meliputi:

a. Gejala berupa sesak napas mendadak disertai fase inspirasi yang lebih

pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti bunyi mengi

(wheezing).

b. Batuk yang disertai sesak napas, dan rasa berat didada.

c. Gejala yang timbul diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu.

d. Gejala yang timbul dapat memburuk terutama di malam hari.

e. Respon terhadap pemberian bronkodilator.

Pada serangan yang ringan, mengi biasanya hanya terdengar pada

waktu ekspirasi paksa, mengi juga terkadang tidak dapat terdengar.

Sedangkan pada serangan yang berat, asma dapat disertai dengan gejala yang

lain seperti sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan

penggunaan otot bantu napas (Alsagaf, 2005)

4. Faktor Resiko

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu

(host) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu tersebut yaitu predisposisi


28

genetik asma, alergi, hipereaktifitas bronkus, jenis kelamin, ras/etnik

(DepKes RI, 2007).

Faktor lingkungan dibagi menjadi 2, yaitu yang mempengaruhi

individu dengan kecenderungan/predisposisi asma untuk berkembang

menjadi asma dan yang menyebabkan eksaserbasi (serangan) dan/atau

menyebabkan gejala asma menetap (DepKes RI, 2007).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi individu dengan predisposisi

asma untuk berkembang menjadi asma yaitu alergen di dalam maupun di

luar ruangan, seperti mite domestik, alergen binatang, alergen kecoa, jamur,

tepung sari bunga, sensitisasi (bahan) lingkungan kerja, asap rokok, polusi

udara di luar maupun di dalam ruangan, infeksi pernapasan (virus), diet,

status sosioekonomi ,besarnya keluarga, obesitas (DepKes RI, 2007).

Faktor lingkungan yang menyebabkan eksaserbasi dan/atau

menyebabkan gejala asma menetap yaitu alergen di dalam maupun di luar

ruangan, polusi udara di luar maupun di dalam ruangan, infeksi pernapasan,

olahraga dan hiperventilasi, perubahan cuaca, makanan, additif (pengawet,

penyedap, pewarna makanan), obat- obatan, seperti asetil salisilat, ekspresi

emosi yang berlebihan, asap rokok, iritan antara lain parfum, bau-bauan

yang merangsang (DepKes RI, 2007).

5. Penatalaksanaan Asma

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah untuk menghilangkan dan

mengendalikan gejala asma serta berupaya untuk mempertahankan atau


29

meningkatkan fungsi paru seoptimal mungkin dan mengupayakan pasien

dapat selalu beraktivitas, Tujuan program penatalaksanaan asma, yaitu

meliputi (Afriwandi, 2008):

a. Edukasi

b. Menilai dan memonitor berat asma secara berkala

c. Identifikasi dan pengendalian faktor pencetus

d. Perencanaan pengobatan jangka panjang

e. Pengobatan serangan akut 6. Kontrol teratur

f. Pola hidup teratur

Penatalaksanaan asma juga bertujuan untuk mengontrol penyakit,

disebut sebagai asma terkontrol, dikatakan asma dalam keadaan terkontrol

apabila penderita asma mengalami kondisi yang stabil minimal dalam waktu

satu bulan. Untuk mempertahankan agar asma dalam keadaan terkontrol,

yaitu dengan menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang.

Faktor- faktor yang perlu dipertimbangkan supaya asma dalam keadaan

terkontrol yaitu (PDPI, 2004):

a. Medikasi (obat-obatan).

b. Tahapan pengobatan.

c. Penanganan asma mandiri


30

Kontrol asma dapat dicapai dengan cara menghindari paparan alergen

atau iritan serta dengan penggunaan obat-obatan. Obat yang digunakan pada

terapi asma dapat diklasifikasikan menjadi obat pelega dan obat pengontrol

(Kim H dkk, 2011). Prinsip dalam penggunaan obat pelega adalah untuk

dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau

menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi,

rasa berat di dada dan batuk, yang termasuk obat pelega adalah: agonis beta2

kerja singkat, kortikosteroid sistemik, antikolinergik, aminofilin,

adrenalin(PDPI, 2004).

Sedangkan obat pengontrol adalah obat yang diberikan dalam jangka

panjang untuk mengontrol asma. Obat ini diberikan setiap hari untuk

mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma

persisten, yang termasuk obat pengontrol adalah: kortikosteroid inhalasi,

kortikosteroid sistemik, sodium kromoglikat, nedokromil sodium,

metilsantin, agonis beta-2 kerja lama(inhalasi), agonis beta-2 kerja lama

(oral), leukotrien modifiers, antihistamin dan lain-lain (PDPI, 2004).

Pengobatan asma sesuai beratnya dapat dilihat pada gambar


31

gambar 2 Pengobatan Sesuai Berat Asma (PDPI, 2004):

Semua tahapan:

Ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan,

tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Semua tahapan:

Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan,

kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin

dengan kondisi asma tetap terkontrol.


32

B. Kepatuhan Pasien

1. Definisi

Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap

intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang

ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan

dengan dokter (Stanley, 2007).

2. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Dalam upaya peningkatan kepatuhan pasien, salah satu faktor utama

yang mendukung kepatuhan pasien adalah Komunikasi (DepKes RI, 2007).

Sehingga hal yang harus diperhatikan yaitu edukasi dan mendapatkan

persetujuan pasien untuk setiap tindakan/penanganan yang akan dilakukan,

jelaskan sepenuhnya kegiatan tersebut dan manfaat yang dapat dirasakan

pasien, tindak lanjut (follow-up) (DepKes RI, 2007). Pada setiap kunjungan

pasien, mengecek kembali apakah pasien sudah melakukan semua

pengobatan yang diberikan, sebisa mungkin dilakukan pengecekan gejala

dan fungsi paru-paru untuk memastikan apakah kesehatan pasien,

menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan pasien, memberikan

pengarahan dan informasi yang tepat dan mudah dimengerti oleh pasien dan

keluarga tentang bagaiman cara penggunaan obat asma, identifikasi dan atasi

hambatan yang terjadi atau yang dirasakan pasien, sehingga pasien

merasakan manfaat penatalaksanaan asma secara konkret, menanyakan

kembali tentang rencana penanganan yang disetujui bersama dan yang akan
33

dilakukan, pada setiap kunjungan, keluarga pasien diajak untuk ikut bersama

dalam usaha mengangani penyakit pasien asma, pertimbangkan pengaruh

agama, kepercayaan, budaya dan status sosio ekonomi yang dapat berefek

terhadap penanganan asma pada pasien (DepKes RI, 2007).

Menurut Pharmaceutical Care asma dari Departemen Kesehatan RI

kepatuhan pasien dalam pengobatan asma jangka panjang akan lebih baik

apabila (DepKes RI, 2007)

a. Jumlah obat yang dipergunakan lebih sedikit

b. Dosis perhari lebih sedikit

c. Kejadian efek samping obat lebih jarang terjadi

d. Ada pengertian dan kesepakatan antara dokter, pasien dan apoteker

3. Metode Meningkatkan Kepatuhan

Metode Meningkatkan Kepatuhan Menurut Osterbeg & Terrence

(2005), yaitu :

a. pemberian edukasi kepada pasien, anggota keluarga atau keduanya

mengenai penyakit dan pengobatannya. Edukasi dapat diberikan secara

individu maupun kelompok dan dapat diberikan melalui tulisan, telepon,

email dan datang ke rumah.

b. mengefektifkan jadwal pendosisan melalui penyederhanaan regimen

dosis harian, menggunakan kotak pil untuk mengatur jadwal dosis

harian dan menyertakan anggota keluarga berpartisipasi mengigatkan

pasien untuk minum obat.


34

c. Meningkatkan komunikasi antara pasien dan petugas kesehatan

C. Profil Rumah Sakit

1. RSUD Soedjono Selong

RSUD Dr. R. Soedjono Selong adalah rumah sakit milik pemerintah

daerah, merupakan satu-satunya sarana pelayanan kesehatan rujukan untuk

Kabupaten Lombok Timur dan sekitarnya, selain melaksanakan upaya

penyembuhan dan pemulihan penyakit juga melaksanakan upaya

pencegahan penyakit secara terpadu.

Laporan kegiatan rumah sakit merupakan tolak ukur untuk mengetahui

sejauh mana keberhasilan serta kekurangan-kekurangan rumah sakit dalam

melaksanakan fungsinya baik sebagai suatu unit organisasi maupun sebagai

pemberi pelayanan terhadap masyarakat dan juga dapat digunakan sebagai

bahan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan operasional strategis dalam

perencanaan pembangunan rumah sakit selanjutnya. Data-data yang tersaji

dapat dijadikan bahan dalam menentukan kebijakan dan strategi oleh para

perencana pembangunan rumah sakit baik ditingkat intern RSUD Dr. R.

Soedjono Selong maupun ditingkat daerah dan pusat yang secara khusus

ditujukan :

a. Sebagai bahan evaluasi kinerja RSUD Dr. R. Soedjono Selong dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat.


35

b. Sebagai bahan pertanggungjawaban Direktur kepada pihak-pihak

terkait.

c. Tersedianya laporan hasil kegiatan pelayanan kesehatan di RSUD Dr. R.

Soedjono Selong guna memperoleh gambaran situasi pelayanan

menurut unit kerja yang ada.

2. Fasilitas Pelayan

Fasilitas pelayan di RSUD Dr. R. Soedjono Selong meliputi:

a. Rawat Jalan

b. Rawat Inap

c. Instalasi Gawat Darurat

d. Penunjang Medis

e. Pelayanan Administrasi

3. Visi dan Misi

a. Visi

Visi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R. Soedjono Selong adalah:

“Rumah Sakit Bermutu dan Profesional Untuk SeluruhLapisan

Masyarakat”

b. Misi

1) Memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna sesuai standar

dan menjamin keselamatan serta mengutamakan kepuasan pasien.

2) Melengkapi berbagai jenis pelayanan sebagai wujud Rumah Sakit

Rujukan Spesialistik di Kabupaten Lombok Timur.


36

3) Menjadi Rumah Sakit yang profesional melalui pengembangan

sumber daya manusia.

4. Tujuan

a. Tujuan Umum

Tujuan utama yang hendak dicapai melalui program

pengembangan RSUD Dr. R. Soedjono Selong adalah memberikan

pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat khususnya

masyarakat di Kabupaten Lombok Timur.

b. Tujuan Khusus

1) Menjadikan RSUD Dr. R. Soedjono Selong rumah sakit yang

memadai untuk pelayanan dalam dunia medis berteknologi masa

kini

2) Peningkatan mutu pelayanan berdasarkan standar pelayanan yang

telah ditetapkan

3) Peningkatan jumlah dan jenis tenaga kesehatan khususnya tenaga

dokter spesialis.

4) Terwujudnya RS yang bersih, indah, tertib dan aman.

5) Meningkatkan semangat kerja dan kesejahteraan karyawan.

6) Meningkatkan kwalitas dan kwantitas Sumber Daya Manusia.


37

D. Keterangan Empiris

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran kepatuhan pasiem

minum obat pada RSUD Soedjono Selong.


i

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai tingkat kepatuhan minum obat pasien asma pada

RSUD Dr. R. Soedjono Selong tahun 2020 merupakan penelitian deskriptif

non ekperimental (observasional) yang dilakukan dengan metode retrospektif.

Penelitian ini termasuk penelitian non-eksperimental karena tidak ada

perlakuan pada subjek uji. Data yang digunakan adalah catatan rekam medik

dari pasien asma di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. R. Soedjono Selong

tahun 2020.

B. Definisi Operasional

1. RSUD Dr. R. Soedjono Selong adalah tempat yang digunakan untuk

mendapatkan data yang digunakan untuk mengkaji tingkat kepatuhan

minum obat pasien asma pada skripsi ini.

2. asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada paru yang dicirikan dengan

obstruksi saluran napas yang bersifat reversible, inflamasi jalan napas, serta

peningkatan respon jalan napas terhadap berbagai ransangan.

3. Kajian profil peresepan adalah gambaran tata cara pemberian obat kepada

pasien yang meliputi pemilihan jumlah obat, golongan obat, jenis obat,

bentuk sediaan dan cara pemakaian obat pada pasien Rawat Jalan di

RSUD Dr. R. Soedjono Selong pada tahun 2020.

i
ii

4. Kriteria pasien adalah semua penderita asma yang mendapat perawatan

medis di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. R. Soedjono Selong pada

tahun 2020.

5. Kartu rekam medik adalah berkas yang memberikan catatan tentang

identitas pasien yang meliputi nomor rekam medis, nama, umur,

pekerjaan, jenis kelamin, diagnosis, jenis obat, dosis obat, lama

pemberian, rute pemberian dan hasil pengobatan.

6. Golongan obat adalah kelompok obat berdasarkan kelas terapi yang

diberikan kepada pasien dewasa asma, misalnya bronkodilator,

kortikosteroid, rehidrasi, oksigen, antiinfeksi, obat batuk dan anti

histamine.

7. Jenis obat adalah nama generik obat yang diberikan kepada pasien asma

di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. R. Soedjono Selong pada tahun 2020,

misalnya terbutalin sulfat.

8. Dosis terlalu rendah adalah pasien mendapat obat dengan kandungan zat

aktif terlalu rendah untuk memberikan efek.

9. Dosis terlalu tinggi adalah pasien mendapat obat dengan kandungan zat

aktif terlalu tinggi untuk memberikan efek.

10. Adverse Drug Reaction adalah munculnya efek samping obat yang tidak

diharapkan yang dialami pasien beserta interaksi obatnya.

11. Interaksi obat adalah peristiwa berubahnya efek suatu obat akibat adanya

obat atau zat aktif lain yang diberikan secara bersamaan.

ii
iii

C. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

rekam medik (RM), dan informasi dari instalasi farmasi rumah sakit

mengenai pasien asma di RSUD Dr. R. Soedjono Selong pada tahun 2020.

Data dari rekam medik tiap pasien kemudian dikelompokan berdasarkan

parameter yang telah ditentukan.

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai tingkat kepatuhan minum obat pasien asma pada

RSUD Dr. R. Soedjono Selong dilakukan di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr.

R. Soedjono Selong tahun 2020.

E. Jalannya Penelitian

Penelitian mengenai tingkat kepatuhan minum obat pasien asma pada

RSUD Dr. R. Soedjono Selong dilakukan dalam beberapa tahap sebagai

berikut :

1. Perencanaan

Pada tahap ini dilakukan analisis situasi, penentuan masalah serta

pencarian informasi standar penatalaksanaan asma di RSUD Dr. R.

Soedjono. Pada tahap analisis situasi dilakukan dengan mencari informasi

pada bagian rekam medik mengenai distribusi penyakit asma pada pasien

dewasa di Instalasi Rawat Inap dan Rawat Jalan RSUD Dr. R. Soedjono

Selong.

2. Pencarian dan pencatatan Data

iii
iv

Proses pencarian data diawali dengan penelusuran data pasien yang

mengalami penyakit asma. Selanjutnya dilakukan pengumpulan bahan

dan pencatatan data ke dalam lembaran laporan.

a. Proses pencarian data, diperolah dengan melihat laporan sub-bagian

rekam medik yang berupa laporan jumlah kasus pasien dewasa asma

di Instalasi Rawat Jalan yang berisi nama, umur dan jenis kelamin

pasien. Kemudian dilakukan pengambilan data pada lembar-lembar

rekam medik sesuai jumlah sampel yang ada serta pencarian

informasi dari bagian rekam medik mengenai kekurangan data bila

ditemukan data yang tidak lengkap.

b. Proses pencatatan data, yaitu dengan mencatat yang ada di lembar

rekam medik tiap pasien. Data yang diambil adalah meliputi nomor

rekam medik, umur, jenis kelamin, hasil diagnosis awal, hasil

diagnosis keluar, obat yang diberikan, dosis, cara pemberian obat,

jumlah obat, bentuk sediaan dan keterangan akhir pasien.

3. Pengolahan Data

Data yang diperoleh kemudian diolah, hasil yang diperoleh

disajikan dalam bentuk tabel dan ada pula yang disajikan dalam bentuk

gambar.

4. Tahap Analisis Hasil

Data dianalisis secara deskriptif kemudian hasilnya disajikan dalam

iv
v

bentuk tabel beserta uraian penjelasan. Analisis tersebut berdasarkan :

a. Jenis kelamin, umur

b. Golongan dan jenis obat

c. Evaluasi kasus asma yang terjadi dengan melihat data pada rekam

medik

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

v
vi

Penelitian ini telah dilakukan di RSUD Dr. R. Soedjono Selong Lombok

Timur dengan menggunakan data retrospektif tahun 2020, yaitu menggunakan 200

populasi penderita asma yang berobat rawat jalan, dihitung mulai tanggal 1 Januari

2020 hingga Desember 2020. Dalam pelaksanaan penelitian, ditemukan 200 pasien

penderita asma dari usia 20 tahun sampai dengan 77 tahun yang melakukan

pengobatan rawat jalan di RSUD Dr. R. Soedjono Selong Lombok Timur.

Penelitian ini menggunakan Proportion Days Coverage (PDC).

Karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dilihat dari jenis kelamin,

usia, obat yang diberikan, jumlah obat, lama pemakaian obat, dan periode kunjungan

pasien yang dilakukan dengan pengambilan data melalui rekam medic. Sampel yang

diambil dalam penelitian ini sebanyak 200 pasien.

4.1.1 Karakteristik Responden

a. Karakteritik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil Peneliti ini menunjukkan bahwa karakteristik responden dengan jenis kelamin

perempuan lebih banyak daripada responden dengan jenis kelamin laki-laki. Seperti

terlihat pada grafik berikut :

Gambar 1. Grafik Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

vi
vii

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Responden dikelompokkan dalam 5 kelompok umur menurut Departemen

Kesehatan Republik Indonesia (2014). Yaitu 18 – 25 Remaja Akhir, 26 – 35 Dewasa

Awal, 36 – 45 Dewasa Akhir, 46 – 55 Lanjut Usia dan >56 Lanjut Usia Akhir.

Karakteristik responen berdasarkan usia yaitu pada grafik berikut :

Gambar 2. Grafik Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

vii
viii

100
90
80
70
60
50
Series1
40
30
20
10
0
Usia 20 - 40 Usia > 40 - 60 Usia > 60

4.1.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kepatuhan Asma

Distribusi tingkat kepatuhan pengobatan asma pada responden dalam

penelitian ini , yaitu sebagai berikut :

a. Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Asma Berdasarkan jenis Kelamin

Tingkat kepatuhan asma berdasarkan hasil penelitian ini, menurut

jenis kelamin dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

gender * kepatuhan Crosstabulation

kepatuhan Total

0>0,25

gender Count 76 76
laki-laki
% within gender 100.0% 100.0%

perempuan Count 123 123

viii
ix

% within gender 100.0% 100.0%

Count 199 199


Total
% within gender 100.0% 100.0%

b. Distribusi Frekuensi Tingkat Kepatuhan Asma Berdasarkan Usia

Dari tabel di bawah dapat dikatakan bahwa jumlah kunjungan pasien asma pada

rawat jalan RSUD Dr. R. Soedjono Selong Lombok Timur sangat tinggi, dapat dilihat

dari jumlah kunjungan pasien selama tahun 2020, didapatkan data secara retrospektif

rata-rata kunjungan per bulan sebanyak 17 pasien asma. Interval kunjunjgan pasien

kembali mengambil obtanya ke rumah sakit yaitu > 355 hari, artinya hampir setiap

bulan pasien berkunjung untuk mengambil obatnya, namun jika dilihat dari total

kunjungan pasien pada saat mengambil obat yaitu rata-rata 20-60 kali kunjungan

pasien. Untuk itu dapat dilihat dan dihitung untuk Proportion Days Coverage dari

kepatuhan pengobatannya di bawah 0,03 artinya tingkat kepatuhan pasien asma

dalam pengambilan obat adalah sangat rendah. Ini memungkinkan asma yang diderita

akan tetap kambuh dan banyak faktor yang dapat dijadikan indikasi di antaranya yaitu

cara pemakaian obat yang salah sehingga pasien merasakan tidak sembuh saat

menggunakan obat.

ix
x

500
450
400
350
PDC
300
KONTINUITAS KUNJUNGAN
250 PASIEN
jumlah kunjungan pasien
200 INTERVAL KUNJUNGAN
150 Hari awal kunjungan
100
50
0
seretide diskus 100 mg

4.1.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pengobatan

a. Hubungan jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan pengobatan

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

gender *
199 100.0% 0 0.0% 199 100.0%
kepatuhan

b. Hubungan usia dengan tingkat kepatuhan pengobatan

x
xi

kepatuhan Total

0>0,25

umur Count 7 7

1-20 % within
100.0% 100.0%
umur

Count 51 51

20-40 % within
100.0% 100.0%
umur

Count 94 94

40-60 % within
100.0% 100.0%
umur

Count 46 46

60-80 % within
100.0% 100.0%
umur

80-100 Count 1 1

xi
xii

% within
100.0% 100.0%
umur

Count 199 199

Total % within
100.0% 100.0%
umur

c. Hubungan Status Pekerjaan dengan tingkat kepatuhan pengobatan

xii
xiii

status * kepatuhan Crosstabulation

kepatuhan Total

0>0,25

Count 199 199

status bpjs % within


100.0% 100.0%
status

Count 199 199

Total % within
100.0% 100.0%
status

c. Obat Controller dengan Kepatuhan Pengobatan

controler * kepatuhan Crosstabulation

xiii
xiv

kepatuhan Total

0>0,25

controler Count 21 21

1 % within
100.0% 100.0%
controler

Count 4 4

2 % within
100.0% 100.0%
controler

Count 8 8

3 % within
100.0% 100.0%
controler

Count 14 14

4 % within
100.0% 100.0%
controler

5 Count 76 76

% within 100.0% 100.0%

controler

xiv
xv

Count 73 73

6 % within
100.0% 100.0%
controler

Count 3 3

7 % within
100.0% 100.0%
controler

Count 199 199

Total % within
100.0% 100.0%
controler

4.2 Pembahasan

Hasil penelitian terhadap 202 responden pasien asma di RSUD Dr. R.

Soedjono Selong Lombok Timur pada periode Januari sampai dengan Desember

2020 didapatkan prevalensi pasien asma yang signifikan antara perempuan 61% dan

xv
xvi

laki-laki 39%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Atmoko dkk. terhadap 107 pasien asma, yang menunjukkan bahwa prevalensi asma

lebih banyak terjadi pada perempuan dengan persentae 64,5%, daripada laki-laki

dengan persentase 35,5%. Penelitian yang dilakukan oleh Priyanto dkk. juga

menunjukkan perempuan 66,7% dibandingkan laki-laki 33,3%. Tingginya prevalensi

asma pada perempuan dipengaruhi oleh berbagai hal di antaranya kaliber saluran

pernapasan yang lebih kecil, keadaan hormon, penggunaan steroid dan lebih

mudahnya terpapar allergen. Lim RH , menjelaskan bahwa perbedaan prevalensi

asma pada perempuan dan laki-laki disebabkan oleh peningkatan estrogen pada

perempuan setelah pubertas. Tingginya kadar estrogen dalam tubuh dapat

menyebabkan peningkatan tespon imun Th2, peningkatan sitokin penyebab reaksi

radang sehingga terjadi peningkatan produksi IgE dan eosinofil yang akhirnya

memicu reaksi peradangan pada asma. Selain itu Hiperresponsif bronkus non spesifik

ditemukan lebih sering pada perempuan daripada laki-laki. Perempuan juga memiliki

kaliber saluran pernapasan yang lebih kecil dibandingkan laki-laki.Tingginya

Prevalensi ketidakpatuhan pengobatan pada pasien asma pada perempuan

berhubungan dengan cara perempuan dalam melaporkan gejalanya, bahwa

perempuan juga lebih sering mencari pengobatan ke rumah sakit atau puskesmas,

sehingga menyebabkan banyaknya data berjenis kelamin perempuan yang

didapatkan. Selain itu juga dapat dihubungkan berdasarkan teori bahwa laki-laki saat

dilahirkan memang mempunyai ukuran paru lebih kecil dibandingkan dengan

perempuan, tetapi saat remaja dan dewasa ukuran paru pada laki-laki akan lebih besar

dibandingkan perempuan (GINA,2012).

xvi
xvii

Pada penelitian ini didapatkan prevalensi tertinggi ketidakpatuhan

penggunaan obat pada pasien asma yaitu pada usia 36-45 tahun dengan persentase

34%. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan prevalensi asma seiring

bertambahnya usia. Pada usia 46-55 tahun didapatkan persentase 24%, dan persentase

semakin menurun hingga usia 65 tahun ke atas. Hasil penelitian ini hampir sama

dengan hasil RISKESDAS 2013 yang menyatakan bahwa prevalensi asma

meningkat seiring bertambah usia dan menurun pada usia diatas 45 tahun. Peneliti

Atmoko dkk. juga mendapatkan rendahnya persentase pasien asma dengan usia lanjut

yaitu 27,1%. Berbeda dengan penelitian Afandi dkk yang mendapatkan prevalensi

tertinggi asma pada usia di atas 50 tahun.

Pada penelitian ini sebagian besar pekerjaan responden adalah

wiraswasta dengan persentase 34% dan ibu rumah tangga (IRT) dengan persentase

30%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Bachtiar dkk. yang mendapatkan

sebagian besar pasien asma bekerja sebagai wirawasta dan ibu rumah tangga (IRT),

dengan persentase 45,1%. Penelitian Afandi dkk. juga menunjukkan tingginya

persentase pasien asma sebagai IRT (52,85%). Tingginya persentase pasien asma

sebagai IRT dikarenakan lebih mudahnya terpapar alergen seperti debu ketika

membersihkan rumah dan pasien asma sebagai wiraswasta dikarenakan terpapar debu

alergen di jalanan ketika berada di jalan menuju tempat kerja.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa nilai Proportion Days Covrage

(PDC) semua pasien kurang dari 0,06 (60%), artinya bahwa semua pasien tingkat

kepatuhan minum obatnya rendah. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian

xvii
xviii

Chiu KC dkk. yang mendapatkan sebanyak 47% penderita asma memiliki kepatuhan

yang rendah, 34,1% kepatuhan sedang dan kepatuhan tinggi hanya 18,9%. World

Health Organization (WHO) juga menyatakan bahwa di seluruh dunia tingkat

kepatuhan pengoatan asma masih rendah yaitu sebesar 30% hingga 70%. Berbeda

dengan peneliti Imelda dkk. terhadap penggunaan inhalasi kortikosteroid yang

mendapatkan bahwa sebanyak 36,2% menggunakannya secara teratur, sedangkan

32,3% menggunakan secara tidak teratur . Perbedaan disebabkan oleh karena

penggunaan single inhaler yang lebih dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan

dibandingkan dengan rejimen pengobatan yang lebih kompleks.

Hasil penelitian analisa chi-square data menunjukkan nilai signifikan sebesar

0,629 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kepatuhan pengobatan pasien asma.

Jenis kelamin pasien lebih menggambarkan keadaan fisik dan emosi pasien. Menurut

Juniper et al (2014), menyebutkan kondisi emosional pasien asma dipengaruhi oleh

jenis kelamin, dan pasien perempuan memiliki risiko emosi lebih besar daripada

pasien laki-laki, sehingga jenis kelamin pasien lebih mempengaruhi kualitas hidup

pasien.

Hasil penelitian analisa Chi-square data menunjukkan nilai signifikan sebesar

0,049 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara usia dengan tingkat kepatuhan pengobatan pasien asma. Menurut Chapman

dkk (2011) yang menyatakan bahwa usia yang lebih muda mempunyai tingkat kontrol

asma yang lebih tinggi dibandingkan dengan usia 51-65 tahun. Perbedaan ini dapat

xviii
xix

disebabkan karena memang pada dasarnya hubungan antara usia dan asma sangat

kompeks serta lemahnya hubungan antara tinggi usia dan rendahnya tingkat

kepatuhan asma.

Hasil penelitian analisa Chi-square data menunjukkan nilai signifikan sebesar

0,483 (p<0,05) sehimgga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara lama pemakaian obat asma dengan tingkat kepatuhan pengobatan

pasien asma. Hal ini berbanding terbalik dengan pendapat Widjanarko (2009) yang

menyatakan bahwa hal ini dapat disebabkan karena adanya perasaan bosan, tidak

tahan dengan efek samping obat, juga karena keterbatasan biaya. Selain itu sesuai

penelitian Mothlake (2005), bahwa pasien tidak patuh berobat karena dibutuhkan

waktu yang lama untuk memenuhi regimen pengobatan. Dia menyebutkan bahwa

dosis simpel untuk periode pengobatan yang lebih pendek dapat memecahkan

masalah ini.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memiliki beberapa kendala

mengakibatkan hasil yang diperoleh masih jauh dari yang diharapkan. Antara lain

sebagai berikut :

1. Metode yang digunakan yaitu metode Retrospektif yaitu

menggunakan data pengobatan yang ada di rumah sakit sehingga

jawaban dari pasien kemungkinan tidak sesuai dengan yang

sebenarnya.

xix
xx

xx
xxi

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hal-hal sebagai berikut :

1. Kepatuhan pengobatan pada paien asma rawat jalan di RSUD Dr. R.

Soedjono Selong Lombok Timur dapat disimpulkan dengan beberapa

parameter sebagai berikut:

a. Semua pasien memiliki kepatuhan minum obat yang rendah

dengan nilai Proportion Days Coverage (PDC) kurang dari

0,06 (60%).

5.2 Saran

1. Bagi institusi tempat penelitian

a. Perlu dilakukan penyuluhan tentang penanganan asma kepada

masyarakat, baik dilakukan tenaga kefarmasian atau tenaga

medis dari pihak rumah sakit, guna meningkatkan kepatuhan

pengobatan asma, baik kepada masyarakat yang telah

menderita asma maupun yang belum menderita penyakit asma

supaya masyarakat dapat mengetahui dan mempelajari cara

pencegahannya.

b. Pada saat penyerahan obat pada pasien asma, tenaga

kefarmasian hendaknya lebih lengkap dan jelas memberikan

informasi tentang obat yang diberikan, sehingga penderita

xxi
xxii

asma benar-benar memahami dengan baik cara mengkonsumsi

obat yang akan digunakan. Serta perlu dilakukan monitoring

dan evaluasi terkait kepatuhan minum obat bagi pasien asma

secara berkelanjutan.

2. Bagi institusi pendidikan

a. Sebagai referensi atau tambahan pengetahuan tentang asma

kepada semua mahasiswa atau mahasiswi yang menjalani

proses pembelajaran di Universitas Qamarul Huda Badaruddin

Bagu.

b. Diharapkan supaya skripsi ini sebagai penambah minat supaya

dilanjutkan penelitian selanjutnya khususnya mengenai

penyakit asma.

xxii
xxiii

DAFTAR PUSTAKA

Adam, 2005, http://www.ehow.com/about_4570523_what-is-asthma.html, diakses

tanggal 2 Oktober 2013

Afriwardi. Latihan Fisik Mencetuskan Asma. Jurnal Kedokteran Andalas.

2008;32(1).

Alsagaff H, 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga

University Pres. p.281-2

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia. Riset Kesehatan Dasar [Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) Nasional]. 2013. p.84-7

DepKes RI, 2007, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma, Departeman

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2019, Profil Kesehatan Nusa

Tenggara Barat, Mataram

GINA (Global Initiative for Asthma). Global Strategy for The Diagnosis,

Management and Prevention of Asthma. WHO Workshop Report: 2011. p.2

Kim H, Mazza J, 2011. Asthma, Allergy, Asthma, and Clinical Immunology. 7(1).p.

1-9

Nelson, 2006, Essential of Pediatricts, fifth edition, pp. 396-405

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2006, Asma: Pedoman Diagnosis

& Penatalaksanaan di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

Stanley, 2007. Kepatuhan Diet, Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Penerbit Buku

xxiii
xxiv

Kedokteran EGC, Jakarta

Osterberg L, Blaschke T, 2005. Adherence to medication. The New England Journal

of Medicine. 353.

Williams M.D., and Self H.Timothy., 2002, Asthma, Handbook of Nonprescription

Drugs, 14th Edition, APhA, New York, pp. 287-291

World Health Organization.Who.int.[Online].; 2013 [ cited 2014 Maret 23 ].

Available form : who.int/mediacentre/factsheets/fs307/en/#.

xxiv

Anda mungkin juga menyukai