Anda di halaman 1dari 99

SKRIPSI

IDENTIFIKASI EFEK SAMPING OBAT


ANTIHIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI
LANSIA DI PUSKESMAS 1 DENPASAR TIMUR

PUTU ANDIKA JUNIARTA


NIM. 162200049

PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
2019

1
SKRIPSI

IDENTIFIKASI EFEK SAMPING OBAT


ANTIHIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI
LANSIA DI PUSKESMAS 1 DENPASAR TIMUR

PUTU ANDIKA JUNIARTA


NIM. 162200049

PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
2019

i
IDENTIFIKASI EFEK SAMPING OBAT ANTIHIPERTENSI PADA
PENDERITA HIPERTENSI LANSIA DI PUSKESMAS 1 DENPASAR
TIMUR

Skripsi untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Farmasi Klinis
Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali

PUTU ANDIKA JUNIARTA


NIM. 162200049

PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS
INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
2019

ii
Lembar Pengesahan

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI


TANGGAL 23 Februari 2019

Pembimbing I Pembimbing II

Ni Putu Wintariani, S.Farm., M.Farm., Apt Dewi Puspita Apsari, S.Farm., M.Farm., Apt
NIDN. 0824099001 NIDN. 0811128901

Mengetahui

Ketua Program Studi Farmasi Klinis Rektor


Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali

I.A.Manik Partha Sutema, S.Farm.,M.Farm.,Apt Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM)
NIDN. 0818118505 NIK. 1.01.16.001.

iii
Skripsi Ini Telah Diuji pada
Tanggal 18 Februari 2019

Panitia Penguji Skripsi


Berdasarkan SK Rektor
Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali
No: 159/IIK BALI/KEP/II/2019, Tanggal 28 Februari 2019

Ketua : Ni Putu Wintariani, S.Farm., M.Farm., Apt

Anggota :
1. Ni Putu Aryati Suryaningsih, S.Farm., M.Farm-Klin., Apt
2. Dewi Puspita Apsari, S.Farm., M.Farm., Apt

iv
UCAPAN TERIMAKASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur


kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa hanya karena
asung wara nugraha-Nya/kurnia-Nya, Skripsi atau karya akhir ini dapat
diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Ni Putu Wintariani, S.Farm., M.Farm., Apt,
sebagai pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan
dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti program S1
khususnya dalam menyelesaikan skripsi atau karya akhir ini. Terima kasih
sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dewi Puspita Apsari, S.Farm.,
M.Farm., Apt, Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Institut Ilmu Kesehatan
Medika Persada Bali Prof.Dr.dr I Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan
dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan Program Sarjana S1 di Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali.
Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Ida Ayu Manik Parthasutema,
S.Farm., M.Farm., Apt, Ketua Program Studi Farmasi Klinis Institut Ilmu
Kesehatan Medika Persada Bali atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan Program Sarjana S1 di Program studi Farmasi Klinis.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada para penguji Proposal Skripsi
yaitu Prof.Dr.dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM) dan para penguji skripsi,
sekaligus menjadi Pembimbing Akademik yaitu Ni Putu Aryati Suryaningsih,
S.Farm., M.Farm-Klin., Apt yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan
dan koreksi sehingga skripsi ini dapat terwujud seperti ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing
penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan
terima kasih kepada Ibu dan Ayah yang telah mengasuh dan membesarkan
penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga
tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Akhirnya penulis
sampaikan terima kasih kepada teman teman seperjuangan kelas B2 Lintas Jalur
angkatan pertama, yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan kepada
penulis semangat untuk berkonsentrasi menyelesaikan Skripsi atau Karya Akhir
ini. Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan
dan penyelesaian skripsi atau karya akhir ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Denpasar, 08 Maret 2019

Penulis

v
ABSTRAK

IDENTIFIKASI EFEK SAMPING OBAT ANTIHIPERTENSI PADA


PENDERITA HIPERTENSI LANSIA DI PUSKESMAS 1 DENPASAR
TIMUR

Hipertensi merupakan penyakit yang ditandai dengan meningkatnya


tekanan darah arteri yang persisten, yaitu tekanan darah sistolik dan diastolik
>140/90mmHg. Indonesia memiliki prevalensi penderita hipertensi tertinggi
dibandingkan Singapura, Thailand dan Malaysia yakni sebesar 31,7%. Prevalensi
penderita hipertensi di Bali berkisar 3,8 hingga 8,4%. Efek Samping Obat
merupakan respon terhadap suatu obat yang merugikan dan tidak diinginkan yang
terjadi pada dosis yang biasanya digunakan pada manusia untuk pencegahan,
diagnosa dan terapi penyakit. Beberapa penelitian melaporkan adanya kejadian
efek samping obat pada terapi antihipertensi dan dari hasil studi pendahuluan di
Puskesmas 1 Denpasar Timur pada tahun 2018 tidak ada laporan tentang kejadian
efek samping obat pada terapi antihipertensi menyebabkan peneliti perlu untuk
melakukan penelitian di Puskesmas 1 Denpasar Timur
. Jenis penelitian ini adalah penelitian non eksperimental menggunakan
rancangan cross sectional (potong lintang) deskriptif dengan pendekatan secara
prospektif. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai
pasien dan diidentifikasi menggunakan scoring Naranjo, pola penggunaan obat
dilakukan dengan melihat peresepan obat antihipertensi.
Hasil dari penelitian ditemukan enam kejadian efek samping obat pada
penderita hipertensi stadium 1 dan stadium 2 dengan kategori Probable (besar
kemungkinan). Manifestasi klinis efek samping obat pada penelitian ini yaitu pada
penderita hipertensi stadium 1 didominasi oleh pusing (3,3%) yang disebabkan
oleh amlodipin dan tenggorokan gatal (3,3%) yang disebabkan oleh captopril.
Pada penderita hipertensi stadium 2 didominasi oleh batuk dan tenggorokan gatal
(1,7%) yang disebabkan oleh captopril

Kata kunci : antihipertensi, efek samping, hipertensi, skala naranjo

vi
ABSTRACT

IDENTIFICATION SIDE EFFECTS OF ANTI-HYPERTENSIVE


MEDICINES IN ELDERLY PATIENTS AT PUSKESMAS 1 EAST
DENPASAR

Hypertension is a disease characterized by increased persistent arterial


blood pressure, namely systolic and diastolic blood pressure >140/90mmHg.
Indonesia has the highest prevalence of hypertensive patients compared to
Singapore, Thailand and Malaysia which is equal to 31.7%. The prevalence of
hypertensive patients in Bali ranges from 3.8 to 8.4%. Side Effects of Medicine is
a response to an adverse and undesirable drug that occurs at a dose normally used
in humans for prevention, diagnosis and treatment of disease. Several studies have
reported the occurrence of drug side effects in antihypertensive therapy and from
the results of a preliminary study at Puskesmas 1 East Denpasar in 2018 there
were no reports of the occurrence of drug side effects in antihypertensive therapy,
causing researcher to conduct research at Puskesmas 1 East Denpasar.
This type of research is a non-experimental study using a descriptive
cross-sectional design with a prospective approach. The sampling technique in
this study used a purposive sampling method. Data collection was done by
interviewing patients and indentified using Naranjo scoring, the pattern of drug
use was done by lookin at prescribing antihypertensive drugs.
The results of the study found six occurrences of drug side effects in
patients with stage 1 and stage 2 hypertension with 4 possible categories and 2
probable categories . Clinical manifestations of drug side effects in this study, in
patients with stage 1 hypertension, were dominated by dizziness (3.3%) caused by
amlodipine and itchy throat (3.3%) caused by captopril. In patients with stage 2
hypertension it is dominated by coughing and itchy throat (1.7%) caused by
captopril

Key words : antihypertension, hypertension, nanranjo scale, side effects

vii
RINGKASAN

IDENTIFIKASI EFEK SAMPING OBAT ANTIHIPERTENSI PADA


PENDERITA HIPERTENSI LANSIA DI PUSKESMAS 1 DENPASAR
TIMUR

Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat penting di


negara maju dan berkembang. Penyakit ini ditandai dengan peningkatan tekanan
darah yang abnormal. Seseorang dikatakan menderita penyakit hipertensi jika
tekanan darah sistolik atau diastolik > 140/90 mmHg (Herwati dan Sartika, 2014).
Adapun dampak negatif dari hipertensi yang tidak terkontrol mengakibatkan
berbagai komplikasi pada jantung, pada otak, pada ginjal dan pada mata (Nuraini,
2015). Laporan World Health Organization (WHO) mencatat 65,74% penderita
hipertensi berada di negara berkembang (Kishore et al., 2009). Indonesia memiliki
prevalensi penderita hipertensi lebih tinggi dibandingkan Singapura, Thailand dan
Malaysia yakni sebesar 31,7% (Herwati dan Sartika, 2013). Prevalensi hipertensi
di Bali berkisar 3,4-8,4% (Putri dan Sudhana, 2013).
Efek Samping Obat (ESO) merupakan respon terhadap suatu obat yang
merugikan dan tidak diinginkan yang terjadi pada manusia untuk pencegahan,
diagnose dan terapi penyakit (POM RI, 2012). Di Indonesia, dari data BPOM
(2015), jumlah laporan kejadian efek samping obat yang diterima pada tahun 2010
hingga tahun 2014 mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2010
laporan yang diterima sebanyak 154 laporan, pada tahun 2014 laporan diterima
sebanyak 2.216 laporan. Lansia didefinisikan sebagai kelompok usia lebih dari 60
tahun. Pengobatan pada pasien lansia sangat kompleks karena biasanya bersifat
multipatologi sehingga menyebabkan peningkatan penggunaan obat (polifarmasi),
keadaan polifarmasi dikaitkan dengan meningkatnya potensi untuk terjadinya
kejadian ESO (Wulandari et al., 2016). Penggunaan obat anti hipertensi berkaitan
dengan efek samping dengan rentang kejadian efek samping yang bervariasi, dari
hasil studi di Newi Delhi persentase kejadian efek samping obat antihipertensi
ditemukan pada pasien usia lanjut dimana dari 34 kejadian efek samping yang

viii
terjadi 18 kejadian (52,9%) termasuk kedalam kategori ringan, 14 kejadian
(41,2%) termasuk kategori sedang dan 2 kejadian (5,8%) termasuk kategori berat,
dimana kategori obat dengan kejadian efek samping paling besar adalah β-bloker
diikuti dengan ACEI dan CCB (Permatasari, 2014). Kejadian efek samping pada
penggunaan obat antihipertensi sering tidak disadari oleh tenaga kesehatan,
sehingga pasien harus menjalani serangkaian evaluasi, tes diagnostik dan
pengobatan yang sebenarnya tidak perlu, selain itu juga terjadi peningkatan biaya
pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Sehingga penting untuk
mengetahui faktor resiko efek samping terhadap obat antihipertensi (Halim et al.,
2015; Lecy et al., 2009).
Puskesmas merupakan suatu unit pelaksana teknis dan unit pelayanan
kesehatan pertama bagi masyarakat, oleh karena itu jumlah kunjungan pasien
hipertensi di puskesmas cukup tinggi. Hasil studi di Dinas Kesehatan Provinsi
Bali menunjukkan jumlah penyakit hipertensi meningkat signifikan sampai tahun
2016 mencapai angka 114.421 penderita. Dari hasil studi pendahuluan
menunjukkan penderita hipertensi pada tahun 2017 menunjukkan peningkatan
jumlah penderita mencapai 3.780 penderita. Studi pendahuluan lainnya
menunjukkan obat yan paling banyak digunakan selama bulan November –
Desember 2018 yaitu amlodipin sebesar 740 tablet, dan captopril sebesar 410
tablet dan pada tahun yang sama belum ada laporan mengenai kejadian efek
samping obat di Puskesmas 1 Denpasar Timur.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi efek samping yang
terjadi selama peresepan obat antihipertensi sehingga dapat meningkatkan
efektivitas terapi yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pelayanan
pengobatan dan kualitas hidup pasien.
Penelitian ini menggunakan metode non-eksperimental dengan rancangan
cross sectional (potong lintang) deskriptif. Jumlah sampel yang digunakan
sejumlah 73 orang yang diambil dengan teknik purposive sampling yaitu sampel
yang diambil berdasarkan kriteria inklusi. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien yang terdiagnosa hipertensi usia 55 sampai 70 tahun di Puskesmas
1 Denpasar Timur periode Januari 2019 - Februari 2019. Pengambilan data

ix
dilakukan dengan mewawancarai pasien serta melihat pola peresepan obat
antihipertensi yang kemudian diidentifikasi menggunakan scoring Naranjo.
Hasil penelitian deskripsi profil subjek penelitian bahwa sebagian besar
pasien menderita hipertensi stadium 1 dengan angka kejadian sebesar 60 pasien.
Karakteristik pasien berdasarkan usia didominasi oleh usia 55 – 66 tahun dengan
persentase 48%, karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh
perempuan dengan persentase 45%. Penyajian hasil penelitian didapatkan
distribusi jumlah obat dan frekuensi penggunaan obat antihipertensi di Puskesmas
1 Denpasar Timur pada penderita hipertensi stadium 1 didominasi oleh
penggunaan obat monoterapi dengan golongan obat CCB yaitu amlodipin 5 mg
sebesar 49%. Pada hipertensi stadium 2 didominasi oleh penggunaan obat
monoterapi dengan penggunaan amlodipin 5 mg sebesar 100%. Dari profil
kejadian ESO didominasi oleh hipertensi stadium 1 dengan jumlah 5 pasien dan
hipertensi stadium 2 dengan jumlah 1 pasien. Dimana kejadian efek samping obat
didominasi oleh tenggorokan gatal 3,3% dan pusing 3,3% yang disebabkan oleh
obat kaptopril dan amlodipin.

x
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ................................................................... i


HALAMAN PERSYARATAN GELAR ...................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iii
HALAMAN PENETAPAN PENGUJI ......................................................... iv
HALAMAN UCAPAN TERIMAKASIH .................................................... v
HALAMAN ABSTRAK ................................................................................ vi
RINGKASAN ................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
DAFTAR RUMUS ......................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................. 6
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
1.4.1 Manfaat Teoritis .......................................................................... 6
1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................... 7
1.4.3 Manfaat Profesi ........................................................................... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 8
2.1 Hipertensi ............................................................................................. 8
2.1.1 Definisi Hipertensi ...................................................................... 8
2.1.2 Epidemiologi Hipertensi ............................................................. 8
2.1.3 Etiologi Hipertensi ...................................................................... 9
2.1.3.1 Hipertensi Primer ............................................................ 9
2.1.3.1.1 Konsumsi Garam Tinggi .................................. 9
2.1.3.1.2 Obesitas ............................................................ 10
2.1.3.1.3 Usia dan Jenis Kelamin .................................... 10
2.1.3.2 Hipertensi Sekunder ........................................................ 11
2.1.4 Patofisiologi Hipertensi............................................................... 11
2.1.5 Klasifikasi Hipertensi .................................................................. 14
2.1.6 Gejala Klinis Hipertensi .............................................................. 14
2.1.7 Tatalaksana Hipertensi ................................................................ 15
2.1.7.1 Tatalaksana Non Farmakologi ........................................ 15
2.1.7.2 Tatalaksana Farmakologi ................................................ 16
2.1.7.2.1 Golongan Obat ACEI ....................................... 20
2.1.7.2.2 Golongan Obat ARB ........................................ 21

xi
2.1.7.2.3 Golongan Obat Adrenoreseptor Alfa ............... 21
2.1.7.2.4 Golongan Obat Adrenoreseptor Beta ............... 21
2.1.7.2.5 Golongan Obat CCB ........................................ 21
2.1.7.2.6 Golongan Obat Diuretik ................................... 22
2.1.7.2.6.1 Golongan Thiazid ................................ 22
2.1.7.2.6.2 Golongan Diuretik Kuat ...................... 23
2.1.7.2.6.3 Golongan Hemat Kalium ..................... 23
2.1.7.2.7 Golongan Aldosteron ....................................... 23
2.2 Efek Samping Obat .............................................................................. 23
2.2.1 Definisi Efek Samping Obat ....................................................... 23
2.2.2 Klasifikasi Efek Samping Obat ................................................... 24
2.2.2.1 Reaksi Tipe A ................................................................. 24
2.2.2.2 Reaksi Tipe B.................................................................. 24
2.2.3 Fakto Faktor Yang Mempengaruhi Efek Samping ..................... 24
2.2.3.1 Faktor Pasien................................................................... 25
2.2.3.1.1 Umur ....................................................................... 25
2.2.3.1.2 Genetik .................................................................... 25
2.2.3.1.3 Penyakit Yang Diderita ........................................... 25
2.2.3.2 Faktor Intrinsik ............................................................... 25
2.2.3.2.1 Pemilihan Obat ........................................................ 26
2.2.3.2.2 Jangka Waktu Penggunaan Obat ............................. 26
2.2.3.2.3 Interaksi Obat .......................................................... 26
2.3 Anatomical Therapeutic Chemical...................................................... 26
2.4 Unit Pengukuran DDD ........................................................................ 29
2.5 DU 90% .............................................................................................. 30
2.6 Lansia .................................................................................................. 30
BABIII KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN,
DAN HIPOTESIS PENELITIAN..................................................... 31
3.1 Kerangka Berfikir................................................................................. 31
3.2 Kerangka Konsep Penelitian ................................................................ 32
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................... 33
4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................... 33
4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian............................................................... 33
4.3 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 34
4.4 Penentuan Sumber Data ....................................................................... 34
4.4.1 Data Primer ................................................................................. 34
4.5 Penentuan Besar Sampel Penelitian ..................................................... 35
4.5.1 Populasi ....................................................................................... 35
4.5.2 Sampel Penelitian ........................................................................ 35
4.5.2.1 Kriteria Pasien................................................................. 35
4.5.2.1.1 Kriteria Inklusi ................................................. 35
4.5.2.1.2 Kriteria Eksklusi .............................................. 36
4.5.3 Perhitungan Sampel Penelitian .................................................... 36
4.5.4 Teknik Pengambilan Sampel ....................................................... 37
4.6 Instrumen Penelitian............................................................................. 38
4.6.1 Alat .............................................................................................. 38

xii
4.7 Definisi Operasional................................................................................... 38
4.8 Prosedur Penelitian............................................................................... 40
4.8.1 Persiapan ..................................................................................... 40
4.8.2 Pengumpulan Data ...................................................................... 40
4.8.3 Analisis Data ............................................................................... 40
BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 43
5.1 Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 43
5.2 Deskripsi Profil Subjek Penelitian ....................................................... 43
5.2.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Usia ............................................ 44
5.2.2 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ............................. 44
5.3 Penyajian Hasil Penelitian..................................................................... 45
5.3.1 Frekuensi Pola Penggunaan Obat Antihipertensi ........................ 45
5.3.2 Frekuensi Jumlah Obat Antihipertensi ........................................ 46
5.3.3 DDD dan DU 90% ...................................................................... 47
5.4 Profil Kejadian ESO .............................................................................. 48
5.5 Persentase Kejadian ESO ...................................................................... 50
BAB VI PEMBAHASAN............................................................................... 51
6.1 Data Karakteristik Pasien ...................................................................... 52
6.1.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia ....................................... 52
6.1.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ........................ 53
6.2 Distribusi Frekuensi & Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi ......... 54
6.3 DDD Dan DU 90% ................................................................................ 59
6.4 Profil Dan Persentase Kejadian ESO ..................................................... 60
BAB VII KESIMPULAN ............................................................................. 65
7.1 Simpulan ................................................................................................ 65
7.2 Saran ...................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 66
LAMPIRAN .................................................................................................... 69

xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Patofisiologi Renin Angiotensin Aldosteron System ................ 13
Gambar 2.2 Algoritma Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7 ................... 17
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian ..................................................... 32

xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC 7 ..................................... 14
Tabel 2.2 Modifikasi Gaya Hidup Bagi Penderita Hipertensi .................. 16
Tabel 2.3 Obat Antihipertensi Yang Direkomendasikan Oleh JNC 7
Dengan Penyakit Komplikasi ................................................... 18
Tabel 2.4 Daftar Obat Antihipertensi Menurut National Heart
Foundation Of Australia ........................................................... 19
Tabel 4.7 Definisi Operasional ................................................................. 38
Tabel 4.8 Naranjo Scale............................................................................ 41
Tabel 5.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Usia.......................................... 44
Tabel 5.2 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin .......................... 44
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Penggunaan Obat Antihipertensi ............ 45
Tabel 5.4 Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Antihipertensi................. 46
Tabel 5.5 DDD Dan DU 90% Penggunaan Obat Antihipertensi ............. 47
Tabel 5.6 Profil Kejadian Efek Samping Obat Antihipertensi ................. 49
Tabel 5.7 Persentase Kejadian ESO Obat Antihipertensi Masing
Masing Stadium Hipertensi ...................................................... 50
Tabel 5.8 Persentase Kejadian ESO Obat Antihipertensi......................... 50

xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Jadwal Kegiatan........................................................................ 69
Lampiran 2 Rincian Biaya ........................................................................... 70
Lampiran 3 Surat Pengantar Permohonan Izin Studi Pendahuluan ............. 71
Lampiran 4 Surat Pengantar Izin Studi Pendahuluan Dinkes ...................... 72
Lampiran 5 Data Pasien Hipertensi Puskesmas 1 Denpasar Timur ............. 73
Lampiran 6 Rekomendasi Penelitian Dari Dinas Penanaman Modal
Provinsi Bali ............................................................................. 74
Lampiran 7 Izin Penelitian Dari Kesbangpol Kota Denpasar ...................... 75
Lampiran 8 Naranjo Scale............................................................................ 76
Lampiran 9 Tabel Hasil Perhitungan Naranjo Scale .................................... 78
Lampiran 10 Data Pasien Hipertensi Di Puskesmas 1 Dentim ...................... 79
Lampiran 11 Ethical Clereance ...................................................................... 86
Lampiran 12 Lembar Pengesahan .................................................................. 87
Lampiran 13 Riwayat Hidup .......................................................................... 88

xvi
DAFTAR RUMUS
Halaman
Rumus 1 Rumus Slovin ........................................................................... 36
Rumus 2 Rumus Analisis Deskriptif ....................................................... 37
Rumus 3 Rumus Defined Daily Dose ...................................................... 48

xvii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

ACEI : Angiotensin Converting Enzim Inhibitor


ADR : Adverse Drug Reaction
AHSP : American Society Of Hospital Pharmacist
ARB : Angiotensin Reseptor Blocker
CCB : Calcium Chanel Blocker
DRP : Drug Related Problem
DDD : Defined Daily Dose
DU 90% : Drug Utilization 90%
DIH : Drug Information Handbook
ESH : European Society Of Hypertension
ESC : European Society Of Cardiology
ESO : Efek Samping Obat
ICD : International Statistical Classification Of Disease And Related
Health Problems
JNC 7 : Joint National Comitte 7
NSAID : Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs
PCNE : Pharmaceutical Care Network Europe
RAAS : Renin Angiotensin Aldosteron System
TD : Tekanan Darah
TDD : Tekanan Darah Diastolik
TDS : Tekanan Darah Sistolik
WHO : World Health Organization

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat penting di

negara maju dan berkembang. Penyakit ini ditandai dengan peningkatan tekanan

darah yang abnormal. Seseorang dikatakan menderita penyakit hipertensi jika

tekanan darah sistolik atau diastolik > 140/90 mmHg (Herwati dan Sartika, 2014).

Adapun dampak negatif dari hipertensi yang tidak terkontrol mengakibatkan

berbagai komplikasi pada jantung, pada otak, pada ginjal dan pada mata (Nuraini,

2015).

Laporan World Health Organization (WHO) menunjukkan 40% penderita

hipertensi berada pada usia lebih dari 25 tahun. WHO juga mencatat 65,74%

penderita hipertensi berada di negara berkembang (Kishore et al., 2009). Menurut

data hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2007, Indonesia memiliki prevalensi

penderita hipertensi lebih tinggi dibandingkan Singapura, Thailand dan Malaysia

yakni sebesar 31,7% (Herwati dan Sartika, 2013). Prevalensi hipertensi di Bali

berkisar 3,4-8,4% (Putri dan Sudhana, 2013). Tingginya prevalensi penyakit

hipertensi di Indonesia disebabkan karena beberapa faktor penyebab antara lain

faktor genetik, usia, etnis, jenis kelamin dan faktor perilaku hidup yang tidak sehat

seperti konsumsi garam yang berlebih, merokok, konsumsi alkohol, stress dan

obesitas (Artiyaningrum, 2015).

1
2

Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu peristiwa atau suatu

keadaan yang memungkinkan menimbulkan suatu masalah pada hasil pengobatan

yang diberikan. Kategori dari Drug Related Problems (DRPs) terdiri dari indikasi

yang tidak diterapi, obat digunakan tanpa indikasi yang sesuai, obat salah,

interaksi obat, overdosis dan kejadian efek samping obat (ESO). Menurut

Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) versi 8.02 tahun 2017

menggolongkan efek samping obat ke dalam kategori problem dengan sub domain

treatment safety. Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) mendefinisikan

efek samping obat sebagai salah satu permasalahan yang dapat mempengaruhi

morbiditas dan mortalitas kualitas hidup pasien serta berdampak terhadap

ekonomi dan sosial pasien. Di Indonesia, dari data BPOM (2015), jumlah laporan

kejadian efek samping obat yang diterima pada tahun 2010 hingga tahun 2014

mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2010 laporan yang diterima

sebanyak 154 laporan. Pada tahun 2011 laporan meningkat dari 154 laporan

menjadi 232 laporan. Pada tahun 2012 menjadi 399 laporan, pada tahun 2013

menjadi 1.050 laporan dan tahun berikutnya menjadi 2.216 laporan (Fitriyani,

2017).

Lansia didefinisikan sebagai kelompok dengan usia lebih dari 60 tahun.

Pengobatan pada pasien lansia sangat kompleks karena biasanya bersifat

multipatologi sehingga menyebabkan peningkatan jumlah obat (polifarmasi) yang

digunakan untuk kondisi klinis yang berbeda-beda. Keadaan polifarmasi yang

sering dialami pasien lansia menyebabkan meningkatnya potensi untuk terjadinya

efek samping obat (Wulandari et al., 2016). Efek Samping Obat (ESO)
3

merupakan respon terhadap suatu obat yang merugikan dan tidak diinginkan yang

terjadi pada dosis yang biasanya digunakan pada manusia untuk pencegahan,

diagnosa dan terapi penyakit (POM RI, 2012). Masalah efek samping obat perlu

mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup,

peningkatan kunjungan ke dokter, bahkan kematian. Insiden kejadian efek

samping obat pada pasien lansia cukup tinggi. Prevalensi kejadian efek samping

obat pada pasien lansia dilaporkan sekitar 5 - 35% (Wulandari et al., 2016).

Penggunaan obat atnihipertensi berkaitan dengan efek samping dengan

rentang kejadian efek samping yang bervariasi. Dari hasil studi di pelayanan

kesehatan New Delhi, persentase kejadian efek samping obat antihipertensi

ditemukan pada pasien usia lanjut dan pada perempuan, dimana dari 34 kejadian

efek samping yang terjadi 18 kejadian (52,9%) termasuk kedalam kategori ringan,

14 kejadian (41,2%) termasuk kategori sedang dan 2 kejadian (5,8%) termasuk

kategori berat, dimana kategori obat dengan kejadian efek samping paling besar

adalah β-bloker diikuti dengan ACEI dan CCB (Permatasari, 2014). Kejadian efek

samping pada penggunaan obat antihipertensi sering tidak disadari oleh tenaga

kesehatan, sehingga pasien harus menjalani serangkaian evaluasi, tes diagnostik

dan pengobatan yang sebenarnya tidak perlu, selain itu juga terjadi peningkatan

biaya pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Maka dari itu penting untuk

mengetahui faktor resiko efek samping terhadap obat antihipertensi (Halim et al.,

2015; Lecy et al., 2009)


4

Puskesmas merupakan suatu unit pelaksana teknis dinas kesehatan

Kabupaten/Kota yang memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Liberty et al., 2017). Puskesmas

merupakan unit pelayanan kesehatan pertama bagi masyarakat, oleh karena itu

jumlah kunjungan pasien hipertensi di puskesmas cukup tinggi. Hal ini dibuktikan

dari hasil studi di Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada tahun 2015 dan 2016

dimana penyakit hipertensi masuk ke dalam sepuluh besar pola penyakit

terbanyak di Puskesmas dan menduduki urutan kedua dengan jumlah penderita

yang meningkat signifikan tiap tahunnya, pada tahun 2015 menunjukkan 32.532

penderita dan pada tahun 2016 menunjukkan 114.421 penderita (Dinkes Provinsi

Bali, 2015). Tingginya jumlah penyakit hipertensi di puskesmas dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya

pasien hipertensi yang belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah

diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta adanya penyakit lain

yang mempengaruhi hipertensi sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas (Dedullah et al., 2013). Dalam penelitian Yun Chai et al, (2011)

tentang pemanfaatan Puskesmas untuk pengelolaan pasien hipertensi di Chengdu,

Cina menunjukkan bahwa 81,4% penderita hipertensi menggunakan puskesmas

dalam pengobatan hipertensi. Masyarakat memilih puskesmas sebagai pusat

pelayanan kesehatan dikarenakan faktor ekonomi dan faktor kedekatan lokasi

tempat tinggal.
5

Dari hasil studi pendahuluan, Puskesmas Wilayah Denpasar Selatan dan

Puskesmas Wilayah Denpasar Timur merupakan wilayah dengan jumlah penderita

hipertensi terbanyak, tahun 2016 Puskesmas 3 Denpasar Selatan memiliki jumlah

penderita hipertensi sebesar 1.084 penderita, tetapi pada tahun 2017 jumlah

penderita hipertensi meningkat di Puskesmas 1 Denpasar Timur yaitu dengan

jumlah 3.780 penderita. Dari hasil studi pendahuluan lainnya pada bulan

November – Desember 2018, obat antihipertensi yang paling sering digunakan

pada terapi hipertensi di poli lansia Puskesmas 1 Denpasar Timur yaitu captopril

dengan jumlah 410 tablet dan amlodipin dengan jumlah 740 tablet, dan pada tahun

2018 belum ada laporan tentang kejadian efek samping obat antihipertensi pada

penderita hipertensi lansia di Puskesmas 1 Denpasar Timur. Oleh karena itu

diperlukan penelitian mengenai Identifikasi Efek Samping Obat Antihipertensi

Pada Penderita Hipertensi Lansia Di Puskesmas 1 Denpasar Timur.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan

penelitian :

1.2.1 Bagaimanakah pola penggunaan obat antihipertensi pada Puskesmas 1

Denpasar Timur ?

1.2.2 Apa saja bentuk efek samping yang terjadi pada penggunaan obat

antihipertensi pada penderita hipertensi lansia di Puskesmas 1 Denpasar

Timur periode bulan Januari 2019 – Februari 2019 ?


6

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola

penggunaan obat antihipertensi dan mengidentifikasi efek samping obat

antihipertensi pada penderita hipertensi lansia di Puskesmas 1 Denpasar

Timur periode bulan Januari – Februari 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus


Secara khusus, penelitian ini bertujuan :
1.3.1 Mengetahui gambaran pola penggunaan obat antihipertensi pada

penderita hipertensi lansia di Puskesmas 1 Denpasar Timur.

1.3.2 Mengetahui bentuk efek samping yang terjadi pada penggunaan obat

antihipertensi pada penderita hipertensi lansia di Puskesmas 1

Denpasar Timur periode bulan Januari – Februari 2019.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat :
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk menambah ilmu

pengetahuan dalam bidang farmasi khususnya pada penggunaan

obat yang rasionalitas dan dapat mengidentifikasi efek samping

yang terjadi selama peresepan obat antihipertensi sehingga dapat

meningkatkan efektivitas terapi yang pada akhirnya dapat

meningkatkan mutu pelayanan pengobatan dan kualitas hidup

pasien.
7

1.4.2 Manfaat Praktis


Mampu memberikan informasi tentang efek samping yang terjadi

pada penggunaan obat antihipertensi kepada penderita dan kepada

tenaga kesehatan lainnya agar dapat meningkatkan outcome terapi

dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

1.4.3 Manfaat Profesi

Mampu memberikan bahan masukan atau informasi ke tenaga

kesehatan lainnya sebagai bahan evaluasi dalam penggunaan obat

antihipertensi sehingga dapat mencegah terjadinya kejadian efek

samping dan meningkatkan kualitas hidup pasien.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan pembunuh tersembunyi (silent killer) yang dapat

mengakibatkan gangguan jantung dan otak tidak dapat diragukan lagi. Hipertensi

didefinisikan sebagai tekanan darah arteri yang terus meningkat (Dipiro et al.,

2015). Secara sederhana seseorang dikatakan menderita hipertensi apabila tekanan

darah sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih besar dari 90

mmHg (Fitriyani, 2017).

2.1.2 Epidemiologi Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan

dalam praktik kedokteran primer, menurut NHLBI (National Heart, Lung, and

Blood Institute) 1 dari 3 pasien menderita hipertensi. Selain itu hipertensi

merupakan masalah medis kronis yang paling sering ditemui di Amerika, dimana

sekitar 30% dari 76 juta penduduk Amerika memiliki penyakit hipertensi atau

yang sering disebut dengan tekanan darah tinggi (Muhadi, 2016; Alldredge et al.,

2013).

Tingginya angka prevalensi penyakit hipertensi diiringi dengan bertambahnya

usia, dimana pada laki laki memiliki prevalensi penyakit tekanan darah tinggi

lebih besar dibandingkan dengan wanita sebelum usia 45 tahun, tetapi setelah usia

8
9

55 tahun prevalensi penyakit hipertensi pada wanita jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan laki laki (Dipiro et al., 2015).

2.1.3 Etiologi Hipertensi

Hipertensi merupakan penyakit yang memiliki kondisi medis yang

beragam, pada kebanyakan pasien tidak mengetahui secara pasti penyebab dari

penyakit hipertensi (hipertensi primer atau hipertensi sekunder) (Ditjen Binfar,

2006). Berdasarkan etiologinya, hipertensi dapat dibagi atas hipertensi primer

(esensial) dan hipertensi sekunder (nonessensial) yaitu sebagai berikut (Dipiro et

al., 2015) :

2.1.3.1 Hipertensi Primer (Esensial)

Lebih dari 90% individu memiliki hipertensi primer (essensial). Pada

umumnya hipertensi primer (essensial) tidak disebabkan oleh faktor

tunggal, melainkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Faktor yang

mungkin berpengaruh pada timbulnya hipertensi primer (essensial)

adalah faktor genetik, karena hipertensi sering turun temurun dalam

suatu keluarga (Dipiro et al., 2015). Selain itu ada beberapa faktor

diduga beraitan dengan berkembangnya hipertensi primer antara lain :

2.1.3.1.1 Konsumsi Garam Tinggi

Apabila mengkonsumsi garam yang berlebih, garam yang

masuk ke dalam darah dapat menahan air sehingga

meningkatkan volume darah. Meningkatnya volume darah

dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding


10

pembuluh darah sehingga kerja dari jantung untuk memompa

darah semakin meningkat (Fahruddin, 2018).

2.1.3.1.2 Obesitas

Obesitas (>25% di atas berat badan ideal) merupakan suatu

keadaan massa tubuh yang meningkat yang disebabkan oleh

jaringan lemak yang jumlahnya berlebihan. Orang yang

memiliki berat badan yang berlebih, tubuhnya bekerja keras

untuk membakar kalori yang berlebih yang masuk ke dalam

tubuh. Pembakaran kalori ini memerlukan suplai oksigen

dalam darah yang cukup, semakin banyak kalori yang dibakar

semakin banyak pasokan oksigen dalam darah. Banyaknya

pasokan darah tentu menjadikan jantung harus bekerja lebih

keras dampaknya tekanan darah pada orang gemuk cenderung

tinggi (Fahruddin, 2018).

2.1.3.1.3 Usia Dan Jenis Kelamin

Tidak dapat dihindari bahwa pada kebanyakan orang yang

bertambah usianya selalu dibayangi dengan naiknya ukuran

tekanan darah. Umumnya laki laki berusia 35 sampai 50 tahun

lebih rentan terkena hipertensi dibandingkan dengan wanita,

hal ini disebabkan karena kaum pria lebih banyak memiliki

faktor pendorong seperti stress, kelelahan dan faktor makanan

yang tidak terkontrol. Tetapi wanita pasca menopause


11

memiliki resiko tinggi untuk mengalami hipertensi (Fahruddin,

2018).

2.1.3.2 Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder (nonessensial) merupakan hipertensi yang

disebabkan oleh kelainan organ tubuh yang terbukti kaitannya terhadap

timbulnya hipertensi seperti kerusakan ginjal, diabetes, kerusakan

vaskuler dan lain lain. Selain itu hipertensi sekunder juga disebabkan

oleh beberapa faktor pencetus antara lain penggunaan kontrasepsi oral,

kehamilan, penggunaan obat Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs

(NSAID), luka bakar dan stress (Daeli, 2017).

2.1.4 Patofisiologi Hipertensi

Renin adalah enzim yang disimpan dalam sel juxtaglomerular, yang

terletak di arteriol aferen ginjal. Pelepasan enzim renin dimodulasi oleh beberapa

faktor yaitu faktor intrarenal (misalnya tekanan ginjal perfusi, katekolamin,

angiotensin II), dan faktor ekstra renal (misalnya, natrium, klorida, dan kalium).

Sel juxtaglomerular berfungsi sebagai perangkat baroreseptor–sensing. Penurunan

tekanan darah arteri ginjal dan aliran darah ginjal dirasakan oleh sel-sel ini dan

merangsang sekresi renin. Juxtaglomerular juga termasuk sekelompok sel tubulus

distal khusus yang secara kolektif disebut sebagai macula densa. Penurunan

natrium dan klorida dikirim ke tubulus distal sehingga merangsang pelepasan

renin. Katekolamin meningkatkan pelepasan renin dengan langsung merangsang

saraf simpatik pada arteriol aferen yang mengaktifkan sel juxtaglomerular.

Penurunan serum kalium dan kalium intraseluler terdeteksi oleh sel-sel


12

juxtaglomerular sehingga mensekresikan renin. Renin mengkatalisis konversi

angiotensinogen menjadi angiotensin dalam darah. Angiotensin I kemudian

dikonversi menjadi Angiotensin II oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE).

Setelah mengikat reseptor tertentu (diklasifikasikan sebagai AT1 dan AT2),

angiotensin II akan memberikan efek biologis di beberapa jaringan. Reseptor AT1

terletak diotak, ginjal, miokardium, pembuluh darah perifer, dan kelenjar adrenal.

Reseptor ini memediasi sebagian respon yang penting untuk

kardiovaskular dan fungsi ginjal. Reseptor AT2 terletak di jaringan adrenal

medulla, uterus, dan otak. Stimulasi reseptor AT2 tidak mempengaruhi regulasi

tekanan darah. Beredarnya angiotensin II dapat meningkatkan tekanan darah

melalui pressor dan efek volume. Efek pressor termasuk vasokonstriksi langsung,

stimulasi pelepasan katekolamin dari medulla adrenal, dan memediasi

peningkatan aktivitas sistem saraf simpatik. Angiotensin II juga merangsang

sintesis aldosteron dari korteks adrenal. Hal ini menyebabkan natrium dan

reabsorpsi air yang dapat meningkatkan volume plasma. Resistensi perifer total,

dan akhirnya menyebabkan tekanan darah. Aldosteron juga memiliki peran dalam

merusak penyakit kardiovaskular lainnya (gagal jantung, infark miokard) dan

penyakit ginjal dengan cara mengubah jaringan yang mengarah kepada fibrosis

miokard dan disfungsi vaskular. Setiap gangguan dalam tubuh yang menyebabkan

aktivasi Renin Angiotensin Aldosteron System dapat menyebabkan hipertensi

kronis.
13

Jantung dan otak memiliki RAAS lokal. Di dalam jantung angiotensin II

juga dihasilkan oleh enzim kedua, angiotensin I konvertasi. Enzim ini tidak

terhalang oleh ACE inhibitor. Aktivasi dari RAAS miokard meningkatkan

konraktilitas jantung dan merangsang hipertrofi jantung. Di dalam otak,

angiotensin II diproduksi dan dirilis oleh hipotalamus dan hormone pituitari, dan

meningkatkan aliran simpatis dari medulla oblongata.

Jaringan perifer lokal dapat menghasilkan angiotensin biologis aktif

peptida, yang dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah pada hipertensi.

Beberapa bukti menunjukkan bahwa angiotensin diproduksi oleh jaringan lokal

dan dapat berinteraksi dengan regulator humoral lainnya dan faktor pertumbuhan

endotel untuk merangsang pertumbuhan otot polos dan metabolism. Angiotensin

peptida pada kenyataannya dapat meningkatkan resistensi vaskular dalam plasma

rendah dalam bentuk hipertensi renin. Komponen dari jaringan RAAS mungkin

juga bertanggungjawab pada kelainan hipertrofi jangka panjang, dilihat dengan

hipertensi (hipertrofi ventrikel kiri, pembuluh darah, hipertrofi otot polos, dan

hipertrofi glomerulus) (Dipiro et al, 2015).

Gambar 2.1 Gambar Patofisiologi Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS)


14

2.1.5 Klasifikasi Hipertensi

Joint National Comitte 7 (JNC 7) mengklasifikasikan tekanan darah

pada usia dewasa (usia >18 tahun) menjadi empat kategori yaitu normal, pre

hipertensi, hipertensi stadium 1 dan hipertensi stadium 2 (Dipiro et al., 2008).

Tabel 2.1 Klasifiasi Hipertensi Menurut Joint National Comitte (JNC) 7

Klasifikasi TDS TDD


mmHg mmHg
Normal <120 dan <80
Pre Hipertensi 120 - 139 atau 80 - 89
Hipertensi Stadium 1 140 - 159 atau 90 - 99
Hipertensi Stadium 2 >160 atau >100

2.1.6 Gejala Klinis Hipertensi

Hipertensi atau yang sering disebut sebagai “silent killer” sering tidak

menunjukkan gejala atau tanda yang spesifik. Gejala gejala hipertensi yang sering

timbul antara lain rasa sakit kepala yang bervariasi, pusing kadang kadang disertai

dengan rasa mual atau muntah, nyeri tengkuk dan kepala bagian belakang badan

terasa lemas dan jantung berdebar debar, penglihatan kabur dan telinga

berdenging (Noerhadi, 2008).

Namun demikian apabila hipertensi sudah berlangsung cukup lama dan

tanpa mendapat pengobatan akan timbul gejala seperti kelelahan, berkunang

kunang, sesak nafas, mual dan muntah, sakit kepala dan penglihatan kabur. Selain

itu terjadi pembengkakakn pada kaki, keluar keringat yang berlebih, denyut

jantung yang kuat, cepat dan tidak tertatur dan selanjutnya diikuti dengan gejala

yang menyebabkan gangguan psikologis seperti gelisah dan sulit tidur (Daeli,

2017).
15

2.1.7 Tatalaksana Terapi Hipertensi

Tujuan terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan target

tekanan darah dan menurunkan nilai mortalitas dan morbiditas yang berhubungan

dengan hipertensi. Mortilitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan

organ seperti penyakit ginjal, kejadian serebrovaskular dan kardiovaskular

(Muhadi, 2016; Dipiro et al., 2015). Target nilai tekanan darah yang

direkomendasikan dari Joint National Comitte 7 (JNC 7) pada kebanyakan

pasien yaitu <140/90 mmHg, pasien hipertensi dengan penyakit diabetes mellitus

yaitu <130/80 mmHg dan pada pasien hipertensi dengan penyakit gagal ginjal

kronik yaitu <130/90 mmHg (Dipiro et al., 2008)

Menurut target nilai tekanan darah yang direkomendasikan dari Joint

National Comitte 8 (JNC 8) yaitu pada usia kurang dari 60 tahun memiliki target

tekanan darah <140/90 mmHg, usia diatas 60 tahun memiliki target tekanan

darah yaitu <150/90 mmHg. Untuk mencegah komplikasi penyakit

kardiovaskular, pada pasien hipertensi dengan penyakit diabetes mellitus

memiliki target tekanan darah <150/90 mmHg dan pada gagal ginjal kronik

memiliki target tekanan darah <140/90 mmHg. Penatalaksanaan hipertensi dapat

dibagi menjadi dua antara lain terapi non farmakologi dan terapi farmakologi.

2.1.7.1 Tatalaksana Non Farmakologi

Terapi non farmakologi yang dapat dilaukan pada penderita hipertensi

yaitu dengan melakukan perubahan gaya hidup untuk mengurangi perkembangan

penyakit hipertensi. Dari hasil studi klinis yang telah dilakukan bahwa perubahan

gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah walaupun perubahan gaya hidup
16

memiliki kelemahan yaitu tingkat kepatuhan pasien dalam melakukan perubahan

gaya hidup. Perubahan gaya hidup yang dapat dilakukan antara lain (Mancia G et

al., 2013) :

Tabel 2.2 Tabel Modifikasi Gaya Hidup Bagi Penderita Hipertensi Menurut
ESH/ESC 2013

Modifikasi Rekomendasi Penurunan


Tekanan Darah
Batasi konsumsi garam Konsumsi garam disarankan 5-6 gram per 1 - 2 mmHg
hari
Membatasi konsumsi alkohol Limit konsumsi alkohol yg dianjurkan 0,7 – 1,2 mmHg
tidak lebih dari 20-30 gram etanol per
hari pada pria dan tidak lebih dari 10-20
gram etanol per hari pada wanita.
Penurunan berat badan Penurunan berat badan dianjurkan hingga 4,4 mmHg
Body Mass Index (BMI) 25 kg / m2 dan
lingkar pinggang <102 cm pada pria dan
<88 cm pada wanita
Latihan fisik teratur Reguler aktifitas fisik seperti aerobik, 4,9 – 6,9 mmHg
jogging, bersepeda, berenang ± 30 menit
per hari dalam intensitas sedang
Adopsi pola makan diet Diet dengan cara mengkonsumsi ikan 2 8 – 14 mmHg
mediterania kali seminggu dan mengkonsumsi 300-
400 gram per hari buah dan sayur

2.1.7.2 Terapi Farmakologi

Obat antihipertensi terdiri dari beberapa jenis dan dapat digunakan pada

terapi tunggal ataupun terapi kombinasi, sehingga memerlukan strategi terapi

untuk memilih obat sebagai terapi awal. Salah satu strategi yang digunakan adalah

dengan melaukan penilaian awal meliputi identifikasi faktor resiko, komorbid dan

adanya kerusakan target yang memegang peranan penting dalam menentukan

pemilihan obat anti hipertensi (Koda Kimble et al., 2013). Menurut Joint National

Comitte 7 (JNC 7) terdapat 9 kelas obat yang direkomendasikan untuk

penggunaan terapi farmakologi pada pasien hipertensi, 9 obat yang


17

direkomendasikan antara lain diuretik, penyekat beta, penghambat enzim konversi

angiotensi (ACEI), penghambat reseptor angiotensi (ARB), antagonis kalsium

(CCB), obat obat antihipertensi baik digunakan sendiri atau kombinasi (Dipiro et

al., 2008). Dibawah ini adalah alogaritme tatalaksana hipertensi secara umum

yang disadur dari Joint National Comitte 7 (JNC 7).

Modifikasi Gaya Hidup

Tidak mencapai target tekanan darah


(<140/90mmHg) (<130/80 mmHg pada pasien hipertensi dengan
diabetes mellitus dan CKD)

Pilihan awal pengobatan

Hipertensi tanpa komplikasi Hipertensi dengan komplikasi

Hipertensi Stadium 1, Hipertensi Stadium 2, Obat antihipertensi sesuai


diuretik tipe tiazid lebih lebih banyak dengan indikasi (lihat tabel
banyak digunakan. menggunakan kombinasi 2.3)
Dipertimbangkan 2 obat (Thiazid +
penggunaan ACEI, CCB, ACEI/ARB/CCB/BB
ARB, BB

Tidak mencapai target tekanan darah

Optimalkan dosis dan tambahkan obat lain hingga


mencapai target tekanan darah. Dipertimbangkan
untuk konsultasi dengan dokter spesialis

Gambar 2.2 Algoritme Pengobatan Hipertensi Menurut JNC 7


18

Tabel 2.3 Obat Antihipertensi Yang Direkomendaasikan Oleh JNC 7 Dengan


Penyakit Komplikasi

Hipertensi Obat yang direkomendasikan

dengan penyakit Diuretik Beta ACEI ARB CCB Aldo

komplikasi Bloker Ant

Gagal Jantung     

Post Myocardial   

Resiko Tinggi    

Jantung Koroner

Diabetes     

Gagal Ginjal  

Kronik

Stroke  
19

Selain itu adapun penggolongan obat antihipertensi secara umum yang

disadur dari National Heart Foundation Of Australia, 2016 yaitu antara lain :

Tabel 2.4 Daftar Obat Antihipertensi Menurut National Heart Foundation Of


Australia 2016
Obat Dosis Penggunaan Frekuensi
(mg/hari) (Penggunaan/hari)
Angiotensin Converting Enzim Inhibitor (ACEI)
Benzepril 10-40 1 atau 2
Captopril 25-150 2 atau 3
Enalapril 5-40 1 atau 2
Fosinopril 10-40 1
Lisinopril 10-40 1
Moexipril 7,5-30 1 atau 2
Perindopril 4-16 1
Quinapril 10-80 1 atau 2
Ramipril 2,5-10 1 atau 2
Trandolapril 1-4 1
Angiotensin II Receptor Blockers (ARB)
Candesartan 8-32 1 atau 2
Eposartan 600-800 2 atau 3
Ibesartan 150-300 1
Losartan 50-100 1 atau 2
Olmesartan 20-40 1
Telmisartan 20-80 1
Vasartan 80-320 1
Alfa Blocker
Doxazosin 1-16 1
Prazosin 2-20 2-3
Terazosin 1-20 1-2
Beta Blocker
Atenolol 25-100 1 atau 2
Labetalol 100-400 2
Carvedilol 12,5-50 1 atau 2
Metoprolol 50-100 1 atau 2
Nebivolol 5 1
Oxprenolol 40-160 2
Pindolol 10-30 2 atau 3
Propranolol 40-320 2 atau 3
Calcium Chanel Blocker Dihidropiridin
Amlodipin 2,5-10 1
Felodipin 5-20 1
Isradipin 5-10 2
Isradipin SR 5-20 1
20

Nicardipin 60-120 2
Nicardipin Long Acting 30-90 1
Nifedipin 10-40 2
Calcium Chanel Blocker Non Dihidropiridin
Diltiazem SR 180-360 2
Verapamil SR 180-480 1 atau 2
Verapamil ER 180-420 1 (malam)
Verapamil Oral 100-400 1 (malam)
Diuretik Thiazid
Klortalidon 12,5-25 1
Hidroklorotiazhid 12,5-25 1
Idapamide 12,5-25 1
Metolazon 2,5-5 1
Diuretik Loop
Bumetanid 0,5-4 2
Furosemid 20-80 2
Torsemid 5-10 1
Diuretik Hemat Kalium
Amilorid 5-10 1 atau 2
Triamterin 50-100 1 atau 2
Antagonis Aldosteron
Eplerenon 50-100 1 atau 2
Spironolakton 25-50 1 atau 2

2.1.7.2.1 Golongan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

Obat golongan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

memiliki mekanisme kerja menghambat perubahan angiotensin I

menjadi angiotensin II sehingga dapat mengurangi vasokontriksi

yang dimediasi oleh angiotensin II dan sekresi aldosteron sehingga

dapat menurunkan tekanan darah. Contoh obat : Captopril,

Ramipril, Lisinopril, Enalapril, Trandolapril (Puput Puspitawati,

2009).
21

2.1.7.2.2 Golongan Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)

Golongan obat Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) memiliki

mekanisme kerja yaitu dengan berikatan dengan reseptor

angiotensin II pada otot polos pembuluh darah, kelenjar adrenal

dan jaringan lain sehingga efek angiotensin II (vasokontriksi dan

produksi aldosteron yang tidak terjadi akan mengakibatkan

penurunan tekanan darah). Contoh obat : Valsartan, Telmisartan,

Candesartan, Irbesartan, Losartan, Olmesartan, Eprosartan,

Azilsartan (Puput Puspitawati, 2009).

2.1.7.2.3 Golongan Adrenoreseptor Alfa (α-blockers)

Golongan adrenoreptor alfa (α-blocker) memiliki mekanisme kerja

yaitu dengan cara menghambat reseptor α 1 menyebabkan

vasodilatasi di arteri sehingga menurunkan resistensi perifer.

Contoh obat : Doxasozin, Prazosin (Puput Puspitawati, 2009).

2.1.7.2.4 Golongan Adrenoreseptor Beta (β-blockers)

Golongan adrenoreseptor beta (β-blocker) memiliki mekanisme

kerja yaitu menurunkan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas

miokard sehingga menurunkan curah jantung. Contoh obat :

Atenolol, Labetalol, Carvedilol, Metoprolol, Nebivolol,

Oxprenolol, Pindolol, Propranolol (Puput Puspitawati, 2009).

2.1.7.2.5 Golongan Calcium Chanel Blocker (CCB)

Golongan obat calcium canal bloker (CCB) memiliki mekanisme

kerja mencegah atau menghambat kalsium yang masuk ke dalam


22

dinding pembuluh darah. Kalsium diperlukan otot untuk melakukan

kontraksi, jika pemasukan kalsium ke dalam sel-sel dihambat,

maka otot tersebut tidak dapat melakukan kontraksi sehingga

pembuluh darah melebar dan tekanan darah akan menurun. Contoh

obat Calcium Chanel Blocker Dihidropiridin : Amlodipine,

Felodipine, Nicardipine, Nifedipine. Contoh obat Calcium Chanel

Blocker Non Dihidropiridin : Verapamil dan Diltiazem (Puput

Puspitawati, 2009).

2.1.7.2.6 Golongan Diuretik

Diuretik memiliki mekanisme kerja secara umum yaitu dengan

meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida, sehingga

menurunkan volume darah dan cairan ekstra sel dan menurunkan

resistensi perifer. Golongan diuretik dapat dibagi menjadi beberapa

golongan antara lain (Puput Puspitawati, 2009) :

2.1.7.2.6.1 Golongan Thiazid

Diuretik golongan thiazid memiliki mekanisme kerja yaitu

menghambat transport Na-Cl di tubulus ginjal, sehingga

ekskresi Na+ dan Cl di tubulus merupakan obat utama

hipertensi yang paling efektif dalam menurunkan resiko

kardiovaskular. Contoh obat : Chlortalidone,

Hydroclorothiazide, Indapamide (Puput Puspitawati, 2009).


23

2.1.7.2.6.2 Golongan Diuretik Kuat (Loop Diuretic)

Mekanisme kerja golongan diuretik kuat adalah bekerja di antara

Henle asenden bagian epitel tebal dengan menghambat transport

Na+ , K+ ,Cl - dan meghambat resorbsi air dan elektrolit. Diuretik

kuat dipilih untuk hipertensi dengan gangguan ginjal yang berat

atau gagal ginjal. Contoh obat : Bumetanide, Furosemid, Torsemid

(Puput Puspitawati, 2009).

2.1.7.2.6.3 Golongan Hemat Kalium

Diuretik hemat kalium memiliki mekanisme kerja yaitu dengan

menurunkan reabsorbsi Na+ dan memblok kanal Na+ sehingga

potensial listrik epitel tubulus menurun akibat dari sekresi K+

terhambat. Contoh obat : Amiloride, Triamterin (Noviana, 2016).

2.1.7.2.6.4 Antagonis Aldosteron

Antagonis Aldosteron memiliki mekanisme kerja yaitu dengan

menurunkan reabsorbsi Na+, spironolaktone memiliki mekanisme

kerja serupa dengan diuretik hemat kalium (Noviana, 2016).

2.2 Efek Samping Obat

2.2.1 Definisi Efek Samping Obat

Efek samping obat (ESO) merupakan respon terhadap suatu obat yang

merugikan dan tidak diinginkan yang terjadi pada dosis yang biasanya digunakan

pada manusia untuk pencegahan, diagnosa dan terapi penyakit. Perlu digaris

bawahi bahwa kejadian efek samping obat terjadi pada dosis normal, bukan
24

karena kelebihan dosis atau toksisitas, maupun penyalahgunaan obat (POM RI,

2012).

2.2.2 Klasifikasi Efek Samping Obat

Klasififikasi efek samping obat secara umum dibagi menjadi dua

kelompok utama, yaitu reaksi tipe A (augmented) dan reaksi tipe B (bizarre).

Adapun ciri ciri dari klasifikasi efek samping obat tipe A dan tipe B, antara lain :

a. Reaksi tipe A

Reaksi tipe A umumnya dapat diramalkan dari farmakologi obat yang

diketahui. Frekuensi terjadinya cukup sering, namun jarang menimbulkan

efek yang serius. Melalui pengurangan dosis biasanya sudah dapat

menghilangkan efek samping obat (POM RI, 2012; Aslam et al., 2003).

b. Reaksi tipe B

Reaksi tipe B umumnya tidak berhubungan dengan farmakologi obat.

Reaksi ini terjadi tanpa terkait dengan dosis, namun berkaitan dengan

sistem imun penderita. Reaksi tipe B jarang terjadi dibandingkan dengan

reaksi tipe A namun dapat menimbulkan efek yang lebih serius dan lebih

mematikan. Reaksi tipe B ini hanya dapat diatasi dengan cara

menghentikan pemberian obat kepada pasien (POM RI, 2012; Aslam et

al., 2003).

2.2.3 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Efek Samping Obat

Faktor faktor pendorong terjadinya efek samping obat dapat berasal dari

faktor pasien dan dari faktor obatnya sendiri


25

a. Faktor pasien, yaitu faktor yang berasal dari pasien, seperti usia, faktor

genetik dan faktor penyakit yang diderita.

1. Umur

Pada pasien anak anak khususnya pada bayi sistem metabolisme

belum sempurna sehingga kemungkinan terjadinya efek samping

dapat lebih besar, begitu pula pada pasien geriatri (usia lanjut) yang

kondisi tubuhnya sudah menurun (Nuryati, 2017).

2. Genetik

Pada orang orang tertentu dengan kelainan genetik, beberapa obat

akan memberikan efek farmakologi yang berlebihan sehingga

dapat menimbulkan efek samping (Nuryati, 2017).

3. Penyakit yang diderita

Untuk pasien yang mengidap suatu penyakit tertentu, hal ini

memerlukan perhatian khusus seperti pada pasien yang memiliki

gangguan ginjal atau hati, beberapa obat dapat menyebabkan efek

samping yang serius. Maka harus dikonsultasikan dengan dokter

mengenai penggunaan obatnya (Nuryati, 2017).

a. Faktor intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan

efek samping, yaitu seperti pemilihan obat, jangka waktu penggunaan obat

dan adanya interaksi antar obat.


26

a. Pemilihan obat

Setiap obat memiliki cara kerja, tempat kerja dan efek yang

berbeda beda. Maka dari itu perlu diwaspadai efek samping yang

ditimbulkan dari obat yang dikonsumsi (Nuryati, 2017).

b. Jangka waktu penggunaan obat

Efek samping obat dapat timbul jika dikonsumsi dalam jangka

waktu lama. Seperti penggunaan parasetamol dalam jangka waktu

lama akan menyebabkan hepatotoksik (Nuryati, 2017).

c. Interaksi obat

Interaksi obat merupakan salah satu penyebab dari efek samping.

Ada beberapa obat yang dikonsumsi dalam waktu yang bersamaan

akan muncul efek samping yang tidak diinginkan. Contoh

penggunaan obat ACEI dengan spironolakton dapat menyebabkan

hiperkalemi (Nuryati, 2017).

2.3 Anatomical Therapeutic Chemical (ATC)

Dalam sistem klasifikasi Anatomi Terapi Kimia (ATC), zat aktif dibagi

menjadi kelompok kelompok yang berbeda beda sesuai dengan organ atau sistem

dimana obat tersebut menghasilkan efek farmakologi atau terapi. Obat diklasifian

dalam lima tingkat kelompok yang berbeda. Tingkat pengelompokan obat

dijabarkan sebagai berikut (Florensia, 2016; WHO Collaborating Centre For

Drugs Statistic Methodology, 2014) :


27

1. Level pertama, dibagi menurut kelompok utama anatomis

A Alimentary tract and metabolism

B Blood and blood forming organs

C Cardiovascular system

D Dermatologicals

G Genito urinary system and sex hormons

H System hormonal preparations, excl. sehx hormones and insulin

J Antiinfectivities for systemic use

L Antineoplastic and immunomodulating agents

M Musculo-skletal system

N Nervous system

P Antiparasitic products, insecticides and repellents

R Respiratory system

S Sensory organs

V Various

2. Level kedua, subkelompok terapi / farmakologis

3. Level ketiga dan keempat, sub kelompok terapi / farmakologis /

kimia

4. Level kelima, senyawa kimia

Obat obat antihipertensi yang akan diteliti masuk ke dalam kelompok C

(Cardiovascular system). Contoh klasifikasi ATC lengkap untuk obat captopril

sebagai berikut
28

C Cardiovascular system

(level pertama, kelompok utama anatomis)

C09 Agents acting on the rennin-angiotensin system

(level kedua, subkelompok terapi)

C09A ACE-Inhibitor, plain

(level ketiga, subkelompok farmakologis)

C09AA ACE-Inhibitor, plain

(level keempat, subkelompok kimia)

C09AA01 Captopril

(level kelima, senyawa kimia)

Jadi, sistem ATC semua sediaan captopril standar diberi kode C09AA01.

Prinsip utama pada sistem klasifikasi ini adalah produk obat dikelompokkan

berdasarkan fungsi terapeutik senyawa utama dari senyawa aktif, dengan prinsip

dasar satu kode ATC hanya untuk satu rute administrasi (WHO Collaborating

Centre For Drugs Statistic Methodology, 2014).

Sediaan yang mengandung dua atau lebih zat aktif dikategorikan sebagai

sediaan kombinasi. Prinsip dalam pengklasifikasian sediaan tersebut ada tiga,

yaitu (WHO Collaborating Centre For Drugs Statistic Methodology, 2014) :

1. Sediaan kombinasi yang mengandung dua atau lebih zat aktif yang berasal

dari level empat yang sama maka klasifikasi pada level kelima

menggunakan kode 20 atau 30.


29

2. Sediaan kombinasi yang mengandung dua obat atau lebih zat aktif yang

berasal dari level empat yang berbeda maka digunakan kode seri 50 pada

level kelima.

3. Sediaan kombinasi yang mengandung obat psikoleptik yang tidak masuk

dalam klasifikasi N05 – psikoleptik atau N – 06 psikoanaleptik maka

diklasifikasikan dalam level lima yang terpisah menggunakan seri 70.

2.4 Unit Pengukuran DDD

Defined Daily Dose (DDD) merupakan unit satuan yang digunakan

dalam sistem ATC/DDD. DDD diasumsikan sebagai dosis pemeliharaan rata rata

per hari yang digunakan untuk indikasi untuk orang dewasa. DDD dimiliki oleh

obat yang memiliki kode ATC. Unit Defined Daily Dose memiliki keunggulan

yaitu dapat merefleksikan dosis obat secara global tanpa dipengaruhi oleh etnik

dan genetic (Florensia, 2016).

Defined Daily Dose (DDD) tidak diberikan untuk sediaan topikal, vaksin,

agen antineoplastik, estrak allergen, anestesi umum dan lokal. Analisis dengan

menggunakan metode Defined Daily Dose (DDD) dapat mempermudah dalam

mengidentifikasi penggunaan obat yang overuse dan underuse dalam penggunaan

sendiri atau berkelompok. Jumlah unit DDD yang direkomendasikan pada

pengobatan mungkin dinyatakan dalam bentuk gram untuk sediaan padat atau oral

seperti tablet dan kapsul, atau millimeter untuk sediaan cair oral dan sediaan

injeksi. Perubahan data penggunaan dapat diperoleh dari data catatan inventaris

farmasi atau data statistik penjualan yang menunjukan nilai DDD kasar untuk

mengidentifikasikan seberapa besar potensial terapi harian dari pengobatan yang


30

diperoleh, terdistribusi atau yang dikonsumsi (Florensia, 2016; WHO

Collaborating Centre For Drugs Statistic Methodology, 2014).

2.5 DU 90%

DU 90% adalah jumlah obat yang membentuk segmen 90% obat yang

digunakan. Indikator DU 90% dapat digunakan untu menentukan kualitas dari

peresepan obat dan untuk membandingkan kesesuaian obat yang digunakan oleh

pasien dengan formularium yang telah ditentukan. DU 90% dapat diperoleh

dengan cara mengurutkan berdasarkan volume penggunaan dalam DDD kemudian

diambil obat yang memenuhi segmen 90% penggunaan, obat tersebut kemudian

dibandingkan penggunaanya dengan melihat kecocokan dengan formularium

(Florensia, 2016).

2.6 Lansia

Lanjut usia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

kehidupan manusia. Menurut World Health Organization (2014) lansia

merupakan manusia yang berumur 60 tahun lebih. Proses penuaan ditandadi

dengan hilangnya atau menurunnya kapasitas fungsional organ, penurunan dalam

mekanisme homeostatis dan perubahan respon untuk reseptor rangsangan.

Perubahan ini meningkatkan kerentanan lansia terhadap penyakit karena tekanan

dari lingkungan dan fisik, serta efek dari obat obatan (WHO, 2014; Miler, 2014).

Pada lanjut usia, terjadi penurunan pada sistem ADME (absorpsi,

distribusi, metabolisme dan eliminasi). Dengan bertambahnya usia, toleransi

terhadap obat obatan mengalami penurunan sebagai akibat dari perubahan respon

farmakodinamik pada organ target (Mustikawati, 2016).


BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang sangat penting di

negara maju dan berkembang. Penyakit ini ditandai dengan peningkatan tekanan

darah yang abnormal. Seseorang dikatakan menderita penyakit hipertensi jika

tekanan darah sistolik atau diastolik > 140/90 mmHg (Herwati dan Sartika, 2014).

Adapun dampak negatif dari hipertensi yang tidak terkontrol mengakibatkan

berbagai komplikasi pada jantung, pada jantung, pada otak, pada ginjal dan pada

mata (Nuraini, 2015). Laporan World Health Organization (WHO) mencatat

65,74% penderita hipertensi berada di negara berkembang (Kishore et al., 2009).

Indonesia memiliki prevalensi penderita hipertensi lebih tinggi dibandingkan

Singapura, Thailand dan Malaysia yakni sebesar 31,7% (Herwati dan Sartika,

2013). Prevalensi hipertensi di Bali berkisar 3,4-8,4% (Putri dan Sudhana, 2013).

Efek Samping Obat (ESO) merupakan respon terhadap suatu obat yang

merugikan dan tidak diinginkan yang terjadi pada manusia untuk pencegahan,

diagnose dan terapi penyakit (POM RI, 2012). Lansia didefinisikan sebagai

kelompok usia lebih dari 60 tahun. Pengobatan pada pasien lansia sangat

kompleks karena biasanya bersifat multipatologi sehingga menyebabkan

peningkatan penggunaan obat (polifarmasi), keadaan polifarmasi dikaitkan

31
32

dengan meningkatnya potensi untuk terjadinya kejadian ESO (Wulandari et al.,

2016)

Puskesmas merupakan suatu unit pelaksana teknis dan unit pelayanan

kesehatan pertama bagi masyarakat, oleh karena itu jumlah kunjungan pasien

hipertensi di puskesmas cukup tinggi. Dari hasil studi di Dinas Kesehatan Provinsi

Bali jumlah penyakit hipertensi meningkat signifikan sampai tahun 2016

mencapai angka 114.421. Dari hasil studi pendahuluan menunjukkan penderita

hipertensi pada tahun 2017 menunjukkan peningkatan jumlah penderita mencapai

3.780 penderita. Studi pendahuluan lainnya menunjukkan obat yan paling banyak

digunakan selama bulan November – Desember 2018 yaitu amlodipin sebesar

740, dan captopril sebesar 410 dan pada tahun yang sama belum ada laporan

mengenai kejadian efek samping obat di Puskesmas 1 Denpasar Timur.

3.2 Kerangka Konsep Penelitian


Pasien Hipertensi Di Puskesmas 1 Denpasar Timur

Memenuhi Kriteria Inklusi & Eksklusi

Penelusuran data melalui rekam medik dan wawancara

Pola penggunaan obat antihipertensi Peresepan obat antihipertensi di Puskesmas


di Puskesmas 1 Denpasar Timur 1 Denpasar Timur

 Frekuensi Obat Hipertensi Identifikasi kejadian ESO obat antihipertensi


 Jumlah Obat Hipertensi dengan metode Naranjo Scale & Hitung
 DDD Obat Hipertensi persentase kejadian ESO

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian non eksperimental,

dimana penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional (potong lintang)

deskriptif yang dilakukan secara prospektif. Penelitian ini dilakukan selama dua

bulan dengan mengambil data primer pasien hipertensi di Puskesmas 1 Denpasar

Timur.

Data yang diambil dalam penelitian ini yaitu data primer yaitu dengan

metode wawancara untuk mengetahui efek samping yang terjadi selama

penggunaan obat antihipertensi. Selain itu kita melihat pola penggunaan obat

antihipertensi dengan melihat resep yang diberikan oleh dokter kepada pasien

yang terdiagnosa hipertensi.

4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas 1 Denpasar Timur, dikarenakan

jumlah penderita hipertensi pada Puskesmas 1 Denpasar Timur mengalami

peningkatan jumlah yang signifikan dari jumlah penderita 960 penderita pada

tahun 2016 menjadi 3780 penderita pada tahun 2017 (Dinkes Kota Denpasar,

2018).

4.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan selama dua bulan dari bulan Januari 2019 -

Februari 2019

33
34

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini termasuk farmasi klinis, khususnya pada

identifikasi Efek Samping Obat (ESO). Penelitian ini mengambil tema

Identifikasi Efek Samping Obat Antihipertensi Pada Penderita Hipertensi Lansia

Di Puskesmas 1 Denpasar Timur karena pada saat ini identifikasi Efek Samping

Obat (ESO) pada pengobatan hipertensi usia lanjut diperlukan karena sangat

membantu dalam meningkatkan efektivitas terapi obat dan mencegah terjadinya

respon yang tidak diinginkan selama pengobatan, sehingga dapat meningkatkan

kualitas hidup pasien dengan resiko yang minimal.

4.4 Penentuan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian merupakan suatu subyek dari mana data

data tersebut diperoleh. Adapun data data yang digunakan dalam penelitian ini ada

dua jenis yaitu :

4.4.1 Data Primer

Data primer atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh

langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat

pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari

(Siswando et al., 2016), hal ini bertujuan untuk menggali informasi yang

diperlukan meliputi waktu pasien tiba di puskesmas, diagnosa awal pasien,

instruksi atau tindakan awal pengobatan, profil pengobatan, obat yang diresepkan

dokter, nama obat yang diresepkan, durasi dan frekuensi pengobatan, efek

samping pada pengobatan pasien.


35

Untuk mengetahui sumber informasi terkait kejadian dari efek samping

obat antihipertensi, peneliti menggunakan metode wawancara langsung kepada

pasien dimana peneliti secara langsung menanyakan tentang keluhan atau efek

samping yang dirasakan selama penggunaan obat antihipertensi. Untuk pola

penggunaan obat antihipertensi, peneliti melihat dari peresepan obat antihipertensi

yang diberikan oleh dokter kepada pasien yang terdiagnosa hipertensi untuk

mengetahui obat apa saja yang diberikan oleh dokter kepada pasien, jumlah obat

yang diberikan dan aturan pakai dalam mengkonsumsi obat antihipertensi yang

diberikan oleh dokter kepada pasien.

4.5 Perhitungan Besar Sampel Penelitian

4.5.1 Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh pasien yang

terdiagnosa hipertensi usia 55 sampai 70 tahun di Puskesmas 1 Denpasar Timur

periode Januari 2019 - Februari 2019.

4.5.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh

pasien hipertensi usia 55 sampai 70 tahun di Puskemas 1 Denpasar Timur periode

Januari - Februari 2019.

4.5.2.1 Kriteria Pasien

4.5.2.1.1 Kriteria Inklusi

a. Pasien dengan usia 55 tahun sampai 70 tahun.

b. Pasien hipertensi stadium 1 dan 2 yang mendapatkan terapi obat

antihipertensi.
36

c. Pasien hipertensi yang melakukan pengobatan rawat jalan.

4.5.2.1.2 Kriteria Eksklusi

a. Pasien tidak bersedia menjadi responden wawancara.

b. Wanita hamil dan menyusui.

c. Pasien dengan penyakit komplikasi.

4.5.3 Perhitungan Sampel Penelitian

Hipertensi termasuk dalam sepuluh besar penyakit hipertensi pada lansia,

dimana jumlah pasien hipertensi pada lansia berjumlah 156 orang per tahun.

Rumus penentuan jumlah besar sampel yaitu (Fitriyani,) :

n= N

N.d2+1

Keterangan :

n : jumlah sampel

N : jumlah populasi

d2 : presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 90%)

Maka jumlah sampel yang akan diteliti, yaitu :

n= 156

156.(0,1)2+1

n = 61 pasien. Untuk menghindari loss follow up maka jumlah pasien

yang diambil, yaitu :

n= 61 x 20%

n= 73 pasien.
37

4.5.4 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, teknik

purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan

dengan pertimbangan tertentu dan menyesuaikan dengan tujuan penelitian. Teknik

ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya pertimbangan

waktu dan tenaga sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh.

Selain itu teknik pengambilan sampel dilakukan dengan pengumpulan

informasi yang didapat dari pasien dengan metode wawancara. Data yang telah

didapat kemudian dianalisis dengan menggunakan berbagai panduan literatur

seperti Drug Information Handbook (DIH) edisi 17th, AHFS Drug Information

Essential, JNC, Dipiro, ESH/ESC, Aplikasi Medscape dan Naranjo Scale. Selain

itu juga dilakukan penelusuran pustaka dengan menggunakan sumber sumber

terkait.

Teknik pengolahan sampel yang digunakan dalam perhitungan pola

penggunaan obat antihipertensi yaitu dengan metode analisis deskriptif, dimana

teknik analisis deskriptif memiliki tujuan untuk membuat gambaran secara

sistematis data yang faktual dan akurat mengenai pola penggunaan obat

antihipertensi. Pada teknik analisis deskriptif umumnya dilakukan perhitungan

persentase lalu ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi atau grafik,

perhitungan persentase yang digunakan dengan cara (Siswanto et al., 2016) :

Pi = fi x 100%

N
38

Dimana

Pi : persentase masing masing kelompok

fi : frekuensi atau jumlah pada setiap kelompok

N : total sampel penelitian

4.6 Instrumen Penelitian

4.6.1 Alat

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku panduan

literatur seperti Drug Information Handbook (DIH) edisi 17th, AHFS Drug

Information Essential, Dipiro, ESH/ESC, Aplikasi Medscape dan Naranjo Scale.

4.7 Definisi Operasional

Definisi Operasional merupakan bentuk operasional dari variabel

variabel yang digunakan, definisi operasional terdiri dari definisi konseptual,

indikator yang digunakan, alat ukur yang digunakan (bagaimana cara mengukur)

(Martha, 2016).

Tabel 4.7 Tabel Definisi Operasional Penelitian

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur


Penelitian
Hipertensi Stage 1 Tekanan darah sistolik 140 – Melakukan
159 mmHg atau tekanan darah pengukuran dengan
diastolik 90 – 99 mmHg sphygmomanometer
Hipertensi Stage 2 Tekanan darah sistolik > 160 Melakukan
mmHg dan tekanan darah pengukuran dengan
diastolik >100 mmHg sphygmomanometer
Pola Penggunaan Obat Kegiatan yang digunakan untuk Melihat dari
mengelompokkan dan peresepan
mengetahui defined daily dose,
jumlah, frekuensi dari obat yang
diresepkan dan diberikan kepada
pasien
Jumlah Penggunaan Kegiatan yang digunakan untuk Melihat dari
Obat mengetahui jumlah obat yang peresepan dokter
39

diresepkan dan diberikan kepada


pasien.
Frekuensi Penggunaan Kegiatan yang digunakan untuk Melihat dari
Obat mengetahui aturan penggunaan peresepan dokter
obat setiap hari selama periode
tertentu
Defined Daily Dose Merupakan metrik internasional Melihat dari
(DDD) yang diterapkan secara luas dan peresepan dokter
mengubah fisik obat obatan ke
dalam suatu ukuran standar
Efek Samping Obat Respon terhadap suatu obat yang Melakukan
merugikan dan tidak diinginkan wawancara
yang terjadi pada dosis yang langsung ke pasien
biasanya digunakan pada
manusia untuk pencegahan,
diagnosa dan terapi penyakit

Lansia Menurut WHO (2015) definisi Melihat data rekam


lanjut usia adalah kelompok medis pasien
penduduk yang berumur 60
tahun atau lebih. Batas batas
lanjut usia antara lain :
1. Kelompok
Pertengahan Usia
Yaitu kelompok usia
dalam masa virilitas
yaitu masa persiapan
usia lanjut. Usia yang
digolongkan kelompok
pertengahan usia yaitu
dari usia 45 -54 tahun.
2. Kelompok Usia
Lanjut Dini
Yaitu kelompok usia
dalam masa prasenium
yaitu kelompok yang
mulai memasuki usia
lanjut. Usia yang
digolongkan kelompok
usia lanjut dini yaitu
dari usia 55 – 64 tahun.
3. Kelompok Usia
Lanjut
Yaitu kelompok usia
yang berusia lebih dari
70 tahun.
40

4.8 Prosedur Penelitian

4.8.1 Persiapan

Pembuatan dan penyerahan surat permohonan izin dari Institut Ilmu

Kesehatan Medika Persada Bali kepada Kesbangpol Linmas Kota

Denpasar tentang penelitian Identifikasi Efek Samping Obat

Antihipertensi Pada Penderita Hipertensi Lansia di Puskesmas 1

Denpasar Timur.

4.8.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan apabila pasien sudah memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi. Pengumpulan data data dilakukan dengan dua cara

yaitu dengan metode wawancara bertujuan untuk mengumpulkan

informasi terkait dengan efek samping yang dirasakan oleh pasien selama

penggunaan obat antihipertensi. Selain itu juga pengumpulan data dapat

dilihat dari peresepan obat antihipertensi yang diberikan oleh dokter

kepada pasien hipertensi di Puskesmas 1 Denpasar Timur meliputi nama,

usia, jenis kelamin, alamat, instruksi atau tindakan pengobatan, profil

pengobatan seperti jumlah obat dan frekuensi penggunaan obat

antihipertensi.

4.8.3 Analisa Data

Data yang diperoleh dari melihat peresepan obat antihipertensi dari

dokter kepada pasien dan hasil wawancara pasien akan digunakan untuk

menganalisa pola penggunaan obat antihipertensi dan menganalisa


41

kausalitas dari efek samping obat (ESO) dengan menggunakan Naranjo Scale.

Pada Naranjo Scale terdapat 10 pertanyaan yang digunakan untuk

menjawab kejadian dari efek samping obat. Cara penggunaan dari Naranjo Scale

yaitu (Sujadmi et al., 2012) :

1. Pertanyaan nomor 1 dijawab berdasarkan literatur.

2. Pertanyaan nomor 2 smpai dengan pertanyaan nomor 4 ditanyakan

langsung ke pasien yang bersangkutan.

3. Pertanyaan nomor 5 dijawab dengan melihat efek samping obat

dari obat lain dan keluhan karena penyakit.

4. Pertanyaan nomor 6 sampai dengan pertanyaan nomor 9 dijawab

berdasarkan uji klinis.

5. Pertanyaan nomor 10 didukung oleh data lab.

Semua skor dijumlah berdasarkan angka yang sudah tertera dalam

algoritma naranjo. Berikut contoh tabel pertanyaan Naranjo Scale beserta tafsiran

nilai total dari kejadian efek samping obat, antara lain :

Tabel 4.8 Tabel Naranjo Scale

No Pertanyaan Perhitungan Pada Skor Naranjo


Ya Tidak N/A
1 Apakah ada laporan efek 1 0 0
samping obat yang serupa ?
2 Apakah efek samping obat 2 -1 0
terjadi setelah pemberian obat
yang dicurigai ?
3 Apakah efek samping obat 1 0 0
membaik setelah obat dihentikan
atau obat antagonis khusus
diberikan ?

4 Apakah efek samping obat 2 -1 0


terjadi berulang setelah obat
42

diberikan kembali ?
5 Apakah ada alternative -1 2 0
penyebab yang dapat
menjelaskan kemungkinan
terjadinya efek samping obat ?
6 Apakah efek samping obat -1 1 0
muncul kembali ketika placebo
diberikan ?
7 Apakah obat yang dicuragi 1 0 0
terdeteksi di dalam darah atau
cairan tubuh lainnya dengan
konsentrasi yang toksik ?
8 Apakah efek samping obat 1 0 0
bertambah parah ketika dosis
obat ditingkatkan atau
bertambah ringan ketika obat
diturunkan dosisnya ?
9 Apakah pasien pernah 1 0 0
mengalami efek samping obat
yang sama atau dengan obat
yang mirip sebelumnya ?
10 Apakah efek samping obat dapat 1 0 0
dikonfirmasi dengan bukti
objektif ?
Penafsiran nilai total :

Lebih dari 9 : definite (pasti)

Antara 5-8 : probable (kemungkinan besar)

Antara 1-4 : possible (kemungkinan)

0 : doubtful (bukan)

Keterangan

N/A : not available (tidak dapat diterapkan pada situasi

tsb/tidak diketahui).
BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian identifikasi efek samping obat antihipertensi pada penderita

hipertensi lansia di Puskesmas 1 Denpasar Timur telah mendapatkan ijin

rekomendasi penelitian dari Dinas Penanaman Modal Provinsi Bali dan

Kesbangpolimas Kota Denpasar dengan nomor ijin 070/32/BKP (tertera pada

lampiran 6 dan 7). Penelitian ini dilakukan dari tanggal 15 Januari sampai dengan

02 Februari 2019 di Puskesmas 1 Denpasar Timur.

5.2 Deskripsi Profil Subjek Penelitian

Subjek yang diikutsertakan dalam penelitian identifikasi efek samping

obat antihipertensi pada penderita hipertensi lansia di Puskesmas 1 Denpasar

Timur adalah semua pasien yang terdiagnosa hipertensi (Essential Primary

Hypertension) dengan kode ICD-10 I.10, dimana subjek penelitian ini memiliki

kriteria antara lain berusia 55 tahun sampai dengan usia 70 tahun, pasien dengan

hipertensi stadium 1 dan stadium 2 yang mendapatkan terapi obat antihipertensi

dan pasien hipertensi yang melakukan rawat jalan di Puskesmas 1 Denpasar

Timur. Pelaksanaan penelitian identifikasi efek samping obat antihipertensi pada

penderita lansia di Puskesmas 1 Denpasar Timur dilakukan oleh dokter umum,

perawat atau analis yang bertugas dan peneliti. Pada penelitian diperoleh 73

pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian, dimana dari 73 pasien akan

dibahas mengenai demografi pasien yang meliputi usia dan jenis kelamin dan

gambaran penggunaan obat antihipertensi meliputi jumlah penggunaan obat

43
44

antihipertensi, frekuensi penggunaan obat antihipertensi dan Defined Daily Dose

(DDD).

5.2.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Usia Di Puskesmas 1 Denpasar Timur

Pada tabel 5.1 distribusi pasien berdasarkan usia pada penelitian ini

dibagi ke dalam dua kelompok umur, yaitu 55 – 66 tahun dan 67 – 78 tahun.

Tabel 5.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Usia

No Etiologi Usia Total ( n= 73 )


55 – 66 Thn 67 – 78 Thn (∑%)
(∑%) (∑%)
1 Hipertensi 35 (48%) 25 (34%) 60 (82%)
Stadium 1
2 Hipertensi 9 (12,32%) 4 (5,5%) 13 (18%)
Stadium 2

5.2.2 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Di Puskesmas 1 Denpasar

Timur

Pada tabel 5.2 distribusi pasien berdasarkan usia pada penelitian ini

dibagi ke dalam dua kelompok yaitu, laki laki dan perempuan.

Tabel 5.2 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

No Etiologi Jenis Kelamin Total ( n= 73 )


Laki Laki Perempuan (∑%)
(∑%) (∑%)

1 Hipertensi Stadium 1 27 (37%) 33 (45%) 60 (82%)

2 Hipertensi Stadium 2 6 (8,2%) 7 (9,6%) 13 (18%)


45

5.3 Penyajian Hasil Penelitian

5.3.1 Distribusi Frekuensi Penggunaan Obat Hipertensi di Puskesmas 1

Denpasar Timur

Pada tabel 5.3 merangkum frekuensi penggunaan obat antihipertensi pada

pasien hipertensi dengan etiologi hipertensi stadium 1 dan stadium 2.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Penggunaan Obat Hipertensi di Puskesmas 1

Denpasar Timur

No Etiologi Jenis Terapi Gol Obat Nama Jumlah


Obat ∑%
1 Hipertensi Stadium Monoterapi ACEI Captopril 6
1 ( n = 49 ) (n=8) 25 mg (36,75%)
( n = 60 ) Captopril 1
12,5 mg (7,125%)
Lisinopril 5 1
mg (7,125%)
CCB Amlodipin 41
( n = 41 ) 5 mg (49%)
Amlodipin 0
10 mg (0%)
Kombinasi ACEI + Captopril 9
( n = 11 ) CCB 25 mg + (82%)
Amlodipin
5 mg

Captopril 1
12,5mg + (9%)
Amlodipin
5 mg
Ramipril 5 1
mg + (9%)
Amlodipin
5 mg
2 Hipertensi Stage 2 Monoterapi ACEI Captopril 0
( n = 13 ) (n=7) 25 mg (0%)
Captopril 0
12,5 mg (0%)
Lisinopril 5 0
mg (0%)
CCB Amlodipin 7
5 mg (100%)
Amlodipin 0
10 mg (0%)
46

Kombinasi ACEI + Captopril 6


(n=6) CCB 25 mg + (100%)
Amlodipin
5 mg

5.3.2 Distribusi Jumlah Obat Antihipertensi di Puskesmas 1 Denpasar Timur

Pada tabel 5.4 merangkum jumlah penggunaan obat antihipertensi pada

pasien hipertensi dengan etiologi hipertensi stadium 1 dan stadium 2.

Tabel 5.4 Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Hipertensi di Puskesmas 1

Denpasar Timur

No Etiologi Jenis Terapi Gol Obat Nama Jumlah


Obat ∑%
1 Hipertensi Stadium Monoterapi ACEI Captopril 60
1 25 mg (12%)
Captopril 10
12,5 mg (2%)
Lisinopril 5 10
mg (2%)
CCB Amlodipin 410
5 mg (84%)
Amlodipin 0
10 mg (0%)
Kombinasi ACEI + Captopril 90
CCB 25 mg + (82%)
Amlodipin
5 mg

Captopril 10
12,5mg + (9%)
Amlodipin
5 mg
Ramipril 5 10
mg + (9%)
Amlodipin
5 mg
2 Hipertensi Stage 2 Monoterapi ACEI Captopril 0
25 mg (0%)
Captopril 0
12,5 mg (0%)
Lisinopril 5 0
mg (0%)
CCB Amlodipin 7
5 mg (100%)
47

Amlodipin 0
10 mg (0%)
Kombinasi ACEI + Captopril 6
CCB 25 mg + (100%)
Amlodipin
5 mg

5.3.3 DDD (Defined Daily Dose) Dan DU 90% Antihipertensi Pada Pasien
Hipertensi Dengan Etiologi Hipertensi Stadium 1 Dan Hipertensi
Stadium 2
Pada tabel 5.5 kuantitas penggunaan obat antihipertensi dihitung dengan

menggunakan unit pengukuran DDD.

Tabel 5.5 DDD Dan DU 90% Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Stadium

1 Dan Hipertensi Stadium 2

Defined Daily Dose Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Stadium 1 Dan 2

Nama Total Total Lama DDD DDD/Pasien/Hari DDD DU


Obat Pemakaian Pasien Terapi Total WHO 90%

Captorpil 35 tablet 4 10 hari 8,75 0,22 50 1,1


12,5 mg %
Captopril 199 tablet 20 10 hari 99,5 0,5 50 12,28
25 mg %

Amlodipin 590 tablet 52 10 hari 590 1,134 5 72,82


5 mg %
Amlodipin 55 tablet 5 10 hari 110 2,2 5 13,57
10mg %
Ramipril 5 10 tablet 1 10 hari 0,25 0,0025 2,5 0,1
mg %
Lisinopril 10 tablet 1 10 hari 1 0,01 1 0,1
5 mg %
48

Keterangan :

1. Rumus Perhitungan DDD Total adalah

DDD Total = Dosis Sediaan x Jumlah Obat

DDD WHO

2. Rumus Perhitungan DDD/Pasien/Hari adalah

DDD/Pasien/Hari = DDD Total

Jumlah Pasien x Jumlah Hari Pengobatan

5.4 Profil Kejadian Efek Samping Obat (ESO) Antihipertensi Pada Subjek

Penelitian Di Puskesmas 1 Denpasar Timur

Pada tabel 5.6 menunjukkan profil kejadian efek samping obat (ESO)

yang terjadi pada pasien hipertensi di Puskesmas 1 Denpasar Timur beserta

outcome klinis yang terjadi selama penggunaan obat antihipertensi. Dari 73 pasien

yang mendapatkan obat antihipertensi, 6 pasien mengalami kejadian efek samping

obat antihipertensi.
49

Tabel 5.6 Profil Kejadian Efek Samping Obat (ESO) Antihipertensi Pada

Subjek Penelitian Di Puskesmas 1 Denpasar Timur

Subjek Jenis Terapi Kejadian ESO Obat Yang


Penelitian Hipertensi Manifestasi Skor Kategori Diduga
1 Hipertensi Captopril Batuk, 5 Probable Captopril
Stadium 2 Amlodipin Tenggorokan
Gatal

2 Hipertensi Captopril Tenggorokan 5 Possible Captopril


Stadium 1 Amlodipin gatal

3 Hipertensi Amlodipin Pusing 5 Probable Amlodipin


Stadium 1 Vit B Kompleks
Na. Diklofenak

4 Hipertensi Captopril Batuk, 5 Probable Captopril


Stadium 1 Amlodipin Tenggorokan
Vit B Kompleks Gatal

5 Hipertensi Amlodipin Pusing 7 Probable Amlodipin


Stadium 1 Vit B Kompleks

6 Hipertensi Captopril Lemas 5 Probable Amlodipin


Stadium 1 Amlodipin
Vitamin B
Kompleks

5.8 Persentase Kejadian Efek Samping Obat (ESO) Antihipertensi Pada

Masing Masing Kategori Hipertensi di Puskesmas 1 Denpasar Timur

Pada tabel 5.7 menunjukkan persentase kejadian efek samping obat

(ESO) pada masing masing kategori hipertensi di Puskesmas 1 Denpasar Timur.


50

Tabel 5.7 Persentase Kejadian Efek Samping Obat (ESO) Antihipertensi

Pada Masing Masing Kategori Hipertensi di Puskesmas 1 Denpasar Timur

No. Etiologi Jumlah Kejadian ESO


∑%
1 Hipertensi Stadium 1 5 (8,3%)
2 Hipertensi Stadium 2 1 (1,7%)

5.8 Persentase Kejadian Efek Samping Obat (ESO) Antihipertensi Pada

Subjek Penelitian Di Puskesmas 1 Denpasar Timur

Pada tabel 5.8 menunjukkan persentase masing masing efek samping

obat yang terjadi pada subjek penelitian di Puskesmas 1 Denpasar Timur.

Tabel 5.8 Persentase Kejadian Efek Samping Obat (ESO) Antihipertensi

Pada Subjek Penelitian Di Puskesmas 1 Denpasar Timur

No. Etiologi Jenis Jenis ESO Obat yang Jumlah


Terapi Pasien ( n =
dicurigai 6)
∑%
1 Hipertensi Monoterapi Pusing Amlodipin 2 (3,33%)
Stadium 1 ( n = 49 )
( n = 60 ) Kombinasi Tenggorokan Captopril 2 (3,33%)
( n = 11 ) Gatal
Batuk Captopril 1 (1,67%)
Lemas Amlodipin 1 (1,67%)
2 Hipertensi Kombinasi Tenggorokan Captopril 1 (1,67%)
Stadium 2 ( n = 13 ) Gatal
( n = 13 ) Batuk Captopril 1 (1,67%)
BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Denpasar, yaitu di Puskesmas 1

Denpasar Timur. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan, yakni dari tanggal 15

Januari 2019 sampai dengan tanggal 02 Februari 2019. Pasien yang diikutsertakan

dalam penelitian identifikasi efek samping obat antihipertensi pada penderita

hipertensi lansia di Puskesmas 1 Denpasar Timur adalah semua pasien yang

terdiagnosa hipertensi (Essential Primary Hypertension) dengan kode ICD-10

I.10 oleh dokter. Pengambilan subjek penelitian sampai dengan tanggal 02

Februari 2019, diperoleh jumlah total sampel yang masuk ke dalam kriteria

inklusi sebanyak 73 pasien. Selanjutnya dari 73 pasien tersebut, dilakukan proses

wawancara terhadap efek samping obat antihipertensi yang selama ini pasien

gunakan setelah data terkumpul dilakukan proses monitoring efek samping obat

antihipertensi dan pengukuran kejadian efek samping obat antihipertensi dengan

menggunakan Naranjo Scale. Untuk pola penggunaan obat antihipertensi peneliti

melihat dari pola peresepan yang diberikan dokter kepada pasien untuk

mengetahui frekuensi penggunaan obat antihipertensi, jumlah obat antihipertensi

dan aturan pakai obat antihipertensi yang dianjurkan oleh dokter kepada pasien.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel sejumlah 73 pasien

dengan tujuan untuk menghindari pasien yang tidak ter follow up. Adapun

hambatan yang dialami oleh peneliti dalam mengumpulkan data yaitu hambatan

dalam kurangnya informasi tentang alamat dan nomor telepon yang bisa

dihubungi, pentingnya alamat dan nomor telepon bagi peneliti yaitu agar

51
52

memudahkan peneliti dalam memantau kejadian efek samping obat antihiprtensi.

Selain itu kurangnya informasi dari pasien dimana pasien tidak mau

mengungkapkan secara langsung untuk mengungkapkan kejadian efek samping

obat yang dialami menjadi salah satu bagian dari hambatan yang dialami oleh

peneliti.

6.1 Data Karakteristik Pasien di Puskesmas 1 Denpasar Timur

6.1.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia di Puskesmas 1 Denpasar

Timur

Berdasarkan tabel 5.1 kita dapat melihat bahwa sebagian besar pasien

menderita hipertensi stadium 1 dengan angka kejadian sebesar 60 pasien.

Hipertensi stadium 1 dialami oleh sebagian besar pasien dengan rentang umur 55

– 66 tahun dengan angka kejadian sebesar 48%. Secara umum tingginya

persentase kejadian hipertensi pada lansia disebabkan karena adanya perubahan

struktur pada pembuluh darah besar akibat penumpukan dari kolagen yang

berlebih sehingga pembuluh darah menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh

darah menjadi kaku (Novitaningtyas, 2014). Tingginya persentase hipertensi

stadium 1 pada usia 55 – 66 tahun disebabkan oleh adanya faktor lain yang

mempengaruhi langsung tekanan darah yaitu seperti asupan makanan. Konsumsi

natrium yang berlebihan dapat menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan

ekstraseluler meningkat, sehingga dapat meningkatkan volume darah di dalam

tubuh. Dengan demikian jantung harus lebih giat dalam memompa darah agar

menjadi naik (Novitaningtyas, 2014).


53

Hasil yang serupa didapatkan pada penelitian Sulastri et al (2012)

menunjukkan yakni penderita hipertensi lebih banyak terjadi pada kelompok usia

55 - 66 tahun sebanyak 46 pasien. Tingginya penderita hipertensi pada kelompok

usia 55-66 tahun disebabkan oleh obesitas. Obesitas merupakan salah satu faktor

resiko penyebab terjadinya penyakit hipertensi. Penderita yang memiliki berat

badan yang berlebih atau obesitas akan membutuhkan lebih banyak darah untuk

mensuplai oksigen dan makanan ke jaringan tubuh, sehingga volume darah yang

beredar melalui pembuluh darah meningkat, curah jantung meningkat sehingga

menyebabkan tekanan darah meningkat. Obesitas juga dapat menyebabkan

peningkatan resistensin insulin sehingga dapat menyebabkan retensi natrium pada

ginjal sehingga tekanan darah meningkat (Sulastri et al., 2012).

6.1.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas 1

Denpasar Timur

Pada tabel 5.2 menunjukkan karakteristik pasien hipertensi berdasarkan

jenis kelamin, dari hasil penelitian menunjukkan penderita hipertensi lebih besar

diderita oleh lansia dengan jenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki

laki. Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar pasien hipertensi

stadium 1 dialami oleh perempuan yakni sebesar 45%. Tingginya penderita

penyakit hipertensi pada lansia perempuan juga ditunjukkan oleh penelitian

Sulastri et al (2012) dimana persentase penderita hipertensi lebih banyak terjadi

pada perempuan dengan persentase 77,5% atau mencapai 79 orang. Tingginya

persentase kejadian hipertensi pada lansia perempuan rata rata terjadi setelah

menopause yaitu usia diatas 45 tahun, hal ini disebabkan oleh hilangnya hormon
54

esterogen pada perempuan yang mengalami menopause sehingga dapat

menurunkan kadar High Desinty Lipoprotein (HDL) dan dapat meningkat kadar

Low Desinty Lipoprotein (LDL) sehingga dapat mempengaruhi terjadinya proses

arterosklerosis (Novitaningtyas, 2011).

Selain menopause, kurangnya aktifitas fisik pada lansia merupakan faktor

resiko hipertensi pada lansia. Menurut penelitian Munnawaroh (2017),

pertambahan usia juga menjadi penyebab penurunan tingkat latihan fisik. Rata

rata yang mempunyai latihan fisik yang lebih baik adalah lansia laki laki daripada

lansia perempuan. Latihan fisik merupakan salah satu upaya dalam

penatalaksanaan hipertensi dengan pendekatan non farmakologis selain

pengaturan pola makan, berhenti merokok dan konsumsi alkohol. Latihan fisik

atau olahraga dapat berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah pada lansia

dengan hipertensi ringan sampai sedang (Putriastuti, 2016).

6.2 Distribusi Frekuensi Penggunaan Obat dan Jumlah Obat Antihipertensi

di Puskesmas 1 Denpasar Timur

Tabel 5.3 dan 5.4 menunjukkan tentang distribusi frekuensi dan jumlah

penggunaan obat antihipertensi, tujuan dari distribusi frekuensi dan jumlah

penggunaan obat antihipertensi adalah untuk mengetahui obat apa saja beserta

jumlah obat antihipertensi yang digunakan oleh pasien hipertensi di Puskesmas 1

Denpasar Timur. Pola frekuensi obat antihipertensi stadium 1 didominasi oleh

penggunaan obat golongan CCB yaitu amlodipin 5 mg sebsesar 41 (49%) subjek

penelitian dan obat golongan ACEI yaitu captopril 25 mg sebesar 6 (36,75%)

subjek penelitian. Dari hasil penelitian jumlah obat antihipertensi pada hipertensi
55

stadium 1 didominasi oleh penggunaan obat golongan CCB yaitu amlodipin 5 mg

sebesar 410 tablet (84%) dan golongan ACEI yaitu captopril 25 mg sebesar 60

tablet (12%). Hasil ini sesuai dengan pedoman guideline JNC dan ESC/ESH

dimana pada tatalaksana hipertensi stadium 1 golongan obat yang digunakan yaitu

CCB dan ACEI (Bell et al., 2015; Mancia et al., 2013). Selain itu menurut

Guideline UK NICE, golongan obat antihipertensi yang direkomendasikan untuk

tatalaksana hipertensi stadium 1 adalah golongan obat CCB atau golongan obat

ACEI. Rasionalitas dari konsep tatalaksana hipertensi mnurut guideline UK NICE

adalah RAAS bersifat lebih aktif pada usia muda dibandingkan pada usia tua,

maka dari itu penggunaan golongan obat ACEI digunakan pada usia <55 tahun

sedangkan CCB digunakan untuk usia >55 tahun (Kandarini, 2010).

Tingginya frekuensi penggunaan dan jumlah obat golongan obat CCB

yaitu amlodipin dibandingkan dengan golongan obat ACEI yaitu captopril pada

terapi lini pertama hipertensi stadium 1 disebabkan karena obat golongan CCB

yaitu amlodipin memiliki efektifitas yang lebih baik dalam menurunkan tekanan

darah dibandingkan dengan golongan ACEI atau ARB (Bell et al., 2015). Hal ini

didukung dari hasil penelitian Ayuthia Putri Sedyawan (2015) dalam penelitian ini

membandingkan tekanan darah pasien yang memiliki riwayat penyakit hipertensi

sebelum dan setelah pemberian obat lisinopril dan amlodipin, dimana hasil yang

ditujukan adalah penurunan tekanan darah pada pasien yang menggunakan

amlodipin lebih besar dibandingkan dengan pasien yang menggunakan obat

lisinopril (turun 33,8 mmHg vs 32,8 mmHg), pada penelitian Baharuddin et al.,

(2013) juga menunjukkan efektifitas amlodipin dalam menurunkan tekanan darah


56

dibandingkan dengan hidroklorothiazid dan captopril, dimana amlodipin dapat

menurunkan tekanan sebesar 16,38mmHg, captopril sebesar 12,83 mmHg dan

hidroklorothiazid sebesar 9,35 mmHg (Ayuthia Putri Sedyawan, 2015;

Baharuddin et al, 2013). Hasil penelitian yang sama juga didapatkan oleh

penelitian Untari et al., 2018 dimana pada hipertensi stadium 1 jumlah frekuensi

penggunaan obat antihipertensi dan jumlah obat antihipertensi yang paling sering

digunakan di Puskesmas Sinatar Hillir Kota Pontianak tahun 2015 yaitu amlodipin

5 mg sebesar 34,75%. Selain itu menurut penelitian dari Aprianti, 2010

menunjukkan jumlah penggunaan obat yang paling sering digunakan di Poli

Lansia Puskesmas Gondokusuman 1 Yogyakarta yaitu amlodipin 5 mg sebesar

29,41%. Tingginya jumlah penggunaan obat antihipertensi golongan CCB yaitu

amlodipin 5 mg didasari oleh pertimbangan kondisi pasien, antara lain pasien

mengalami batuk berkepanjangan dalam mengkonsumsi obat golongan ACEI

sehingga dokter memutuskan untuk menggantinya dengan obat golongan CCB

(Untari et al., 2018; Aprianti, 2010).

Dari hasil penelitian, terapi hipertensi stadium 1 menggunakan kombinasi

obat antihipertensi golongan ACEI dengan CCB yaitu captopril 25mg dengan

amlodipin 5 mg sebesar 9 (82%) subjek penelitian, captopril 12,5mg dengan

amlodipin 5mg sebesar 1 (9%) subjek penelitian dan ramipril 5 mg dengan

amlodipin 5 mg sebesar 1 (9%) subjek penelitian. Jumlah obat yang digunakan

pada terapi kombinasi hipertensi stadium 1 yaitu sebesar 90 tablet (82%) pada

obat golongan ACEI dengan CCB yaitu amlodipin 5 mg dengan captopril 25 mg.

Hal ini tidak sesuai dengan prinsip tatalaksana terapi hipertensi stadium 1
57

menurut ESH/ESC prinsip terapi hipertensi stadium 1 yaitu apabila target tekanan

darah belum tercapai dengan menggunakan monoterapi dapat diganti dengan

monoterapi obat yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda, dapat dimulai

dengan dosis rendah kemudian dosis dinaikkan sampai dosis maksimal. Bila

masih belum tercapai target yang diinginkan dapat ditambah 2 sampai 3 macam

obat, hal ini bertujuan agar dapat mengontrol tekanan darah yang lebih baik (Bell

et al., 2015; Florensia, 2016; Kandarini, 2010).

Dari hasil penelitian pola frekuensi obat antihipertensi pada hipertensi

stadium 2 didominasi oleh penggunaan monoterapi obat golongan CCB

dibandingkan dengan kombinasi obat golongan ACEI dengan CCB yaitu

amlodipin 5 mg sebesar 7 subyek penelitian (100%). Dari hasil penelitian jumlah

penggunaan obat antihipertensi pada hipertensi stadium 2 didominasi oleh

penggunaan monoterapi obat golongan CCB yaitu sebesar 7 (100%) subjek

penelitian. Hal ini tidak sesuai dengan beberapa literatur dan guideline terapi,

menurut literatur dari Farres et al., 2016 menyebutkan bahwa amlodipin secara

inferior menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi stadium 1 dan stadium

2 secara monoterapi, tetapi jika amlodipin digunakan dengan obat antihipertensi

golongan lain atau obat golongan hipertensi yang memiliki mekanisme lain dapat

lebih efektif untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi stadium 2.

Selain itu menurut litertaur dari Kandarini, 2010 menyatakan bahwa keberhasilan

monoterapi amlodipin pada pasien hipertensi 1 dan 2 dibuktikan dari hasil

penelitian ALLHAT. Tetapi pernyataan ini dibantah oleh penelitian Hypertension

Optimal Treatment, hasil penelitian ini menyebutkan bahwa keberhasilan


58

monoterapi hanya mencapai 25 - 40% pada hipertensi stadium 2 dan 3. Pada

hipertensi stadium 2 umumnya membutuhkan terapi kombinasi dengan dua atau

lebih obat antihipertensi. Dan menurut guideline ESC/ESH 2013

merekomendasikan pemakaian 2 macam obat antihipertensi pada pasien dengan

tekanan darah yang signifikan tinggi dan mempunyai risiko kardiovaskuler tinggi

atau sangat tinggi. Pada kondisi ini, kombinasi obat antihipertensi lebih dini dapat

mempercepat pencapaian target tekanan darah dan menurunkan risiko kejadian

kardiovaskuler (Mancia et al., 2013). Hasil yang didapatkan juga tidak sesuai

dengan penelitian Untari et al., 2018 dimana pada hipertensi stadium 2 jumlah

penggunaan obat antihipertensi yang paling sering digunakan di Puskesmas

Sinatar Hillir Kota Pontianak tahun 2015 yaitu kombinasi dari amlodipin 5 mg

dan captopril 25 mg sebesar 70,65%. Penggunaan golongan obat ACE dengan

CCB pada pasien hipertensi stadium 2 memiliki tujuan untuk mempercepat

pencapaian target tekanan darah dan menurunkan risiko kejadian kardiovaskuler

(Untari et al., 2018).

Selain menggunakan monoterapi, pola frekuensi obat antihipertensi

stadium 2 juga menggunakan kombinasi golongan obat ACEI dan CCB yaitu

captopril 25 mg dan amlodipin 5 mg yaitu sebesar 6 (100%) subjek penelitian.

Hasil penelitian ini sudah sesuai dengan guideline ESC/ESH 2013 dan guideline

JNC. Kombinasi ACEI dan CCB menghasilkan pengontrolan tekanan darah yang

efektif karena memakai dua mekanisme kerja yang berbeda yang saling

melengkapi (Kandarini, 2010). CCB menurunkan tekanan darah melalui

vasodelatasi perifer. CCB juga secara simultan mengaktifkan Sympathetic


59

Nervous System (SNS) melalui peningkatan aktivitas renin dan produksi

angiotensin-II. Hal ini akan mempengaruhi efektifitas dari penurunan tekanan

darah oleh CCB (Kandarini, 2010). Penambahan ACEI pada CCB menetralkan

efek stimulasi RAS oleh CCB. Lebih jauh lagi, aktivitas ACEI sebagai anti

hipertensi diperkuat oleh negative sodium balance yang diinduksi oleh CCB .

Pada berbagai penelitian klinik didapatkan baik CCB maupun ACEI memiliki

efek positif pada kardiovaskuler outcome, sehingga kombinasi ACEI dan CCB

adalah rasional dan memeliki efektiftas yang tinggi (Kandarini, 2010).

Terapi hipertensi stadium 2 memiliki konsep yaitu kombinasi 2 obat

dengan dosis rendah diberikan pada terapi inisial hipertensi stadium 2 dengan atau

tanpa faktor resiko tinggi atau sangat tinggi, bila dengan 2 macam obat target

tekanan darah tidak tercapai dapat diberikan 3 macam obat antihipertensi (Bell et

al., 2015; Florensia, 2016).

6.3 DDD (Defined Daily Dose) Dan Drug Utilization 90% Antihipertensi

Pada Pasien Hipertensi Dengan Etiologi Hipertensi 1 Dan Hipertensi 2

Tabel 5.5 jenis obat antihipertensi yang diresepkan pada seluruh pasien

hipertensi stadium 1 dan stadium 2 yang diteliti yaitu ada 2 golongan obat, yaitu

CCB dan ACEI. Obat golongan CCB dan ACEI yang paling banyak digunakan

yaitu amlodipin 5 mg dan captopril 25 mg, dimana amlodipin 5 mg dan captopril

25 mg merupakan jenis obat antihipertensi yang tercantum di dalam Formularium

Nasional (Fornas) yang sesuai dengan Keputusan Dirjen Binfar dan Alkes Nomor

HK.02.03/III/1346/2014. Dengan adanya obat yang tercantum di dalam

Formularium Nasional (Fornas) akan menjamin pasien mendapatkan obat yang


60

tepat, berkhasiat, bermutu, aman dan terjangkau sehingga akan tercapai derajat

kesehatan yang setinggi tingginya.

Penilaian penggunaan antihipertensi yang dilakukan dengan cara

mengitung DDD (Defined Daily Dose). Pada pengobatan hipertensi stadium 1 dan

stadium 2, nilai DDD (Defined Daily Dose) dari masing masing obat

antihipertensi yaitu captopril 12,5 mg memiliki nilai DDD 0,22 per pasien per

hari, captopril 25 mg memilaki nilai DDD 0,5 per pasien per hari, amlodipin 5 mg

memiliki nilai DDD 1,134 per pasien per hari, amlodipin 10 mg memiliki nilai 2,2

per pasien per hari, ramipril 5 mg memili nilai DDD 0,00025 mg per pasien per

hari dan ramipril 5 mg memiliki nilai DDD 1 per pasien per hari. Hasil penelitian

ini selaras dengan beberapa sumber guidline seperti JNC 8 dan ESH/ESC dimana

dosis penggunaan harian dari captopril yaitu 25-150 mg/hari dan dosis

penggunaan harian dari amlodipin yaitu 2,5-10 mg/hari (Bell et al., 2015).

6.4 Profil Kejadian Dan Persentase Kejadian Efek Samping Obat (ESO)

Antihipertensi Pada Subjek Penelitian Di Puskesmas 1 Denpasar Timur

Tabel 5.6 sampai dengan 5.8 menunjukkan profil kejadian dan persentase

masing masing kejadian efek samping obat (ESO) antihipertensi yang terjadi pada

pasien hipertensi di Puskesmas 1 Denpasar Timur beserta outcome klinis yang

terjadi selama penggunaan obat antihipertensi. Dalam perjalanan penelitian,

sebanyak 73 subjek penelitian yang mampu memberikan laporan sebagaimana

kebutuhan peneliti dalam menjawab tujuan penelitian ini. Dari 73 subjek

penelitian yang mampu memberikan laporan sebagaimana kebutuhan peneliti

dalam menjawab tujuan penelitian, terdapat 6 subjek penelitian


61

yang telah mengalami efek samping obat antihipertensi, sebanyak 6 subjek

penelitian yang diidentifikasi mengalami kejadian efek samping obat dengan

kategori probable (kemungkinan besar) (tertera pada lampiran 9). Identifikasi

terhadap pernyataan subjek penelitian tersebut berdasarkan scoring terhadap hasil

wawancara tahap akhir dengan panduan algoritma Naranjo, dimana persentase

kejadian efek samping obat yang dihasilkan berbeda beda. Kejadian efek samping

obat lebih sering terjadi pada penderita hipertensi stadium 1 yang menggunakan

kombinasi dua obat antihipertensi, terdapat 3 subjek penelitian yang

menggunakan kombinasi obat. Dari 3 subjek penelitian tersebut, masing masing

subjek penelitian mengalami efek samping obat antara lain tenggorokan gatal

sebanyak 2 (3,33%) subjek penelitian dengan kategori ESO probable yang

disebabkan oleh captopril, batuk sebanyak 1 (1,7%) subjek penelitian dengan

kategori probable yang disebabkan oleh captopril dan lemas sebanyak 1 (1,7%)

subjek penelitian dengan kategori probable yang disebabkan oleh amlodipin.

Kejadian efek samping obat pada hipertensi stadium 1 yang menggunakan terapi

monoterapi sebanyak 2 subjek penelitian, dari 2 subjek penelitian masing masing

subjek penelitian mengalami efek samping obat anatara lain lemas sebanyak 2

(3,33%) subjek penelitian dengan kategori ESO probable. Pada hipertensi stadium

2 terdapat 1 subjek penelitian yang mengalami kejadian efek samping obat antara

lain 1 (1,7%) subjek penelitian mengalami tenggorokan gatal dan batuk dengan

kategori ESO probable.

Pada penderita hipertensi stadium 1 yang menggunakan terapi

antihipertensi captopril mengalami efek samping tenggorokan gatal dengan


62

persentase 3,3% dan batuk dengan persentase 1,7%, serta pada penderita

hipertensi stadium 2 yang menggunakan terapi hipertensi captopril mengalami

efek samping tenggorokan gatal dan batuk dengan persentase 1,7%. Sania et al

(2006) dan Halim et al (2015) menerangkan bahwa mekanisme ACEI dalam

menyebabkan efek samping tenggorokan gatal dan batuk kering masih

sebelumnya jelas, tetapi diyakini hal ini berkaitan dengan aksi bradikinin.

Bradikinin dapat dapat menyebabkan rasa gatal di tenggorokan, hal ini disebabkan

karena bradikinin merangsang reseptor batuk pada faring sehingga menimbulkan

rasa gatal dan tergelitik. Selain itu bradikinin berikatan dengan reseptor bradikinin

2 dapat menyebabkan pasien mengalami batuk dimana reseptor bradikinin 2

menyebabkan penyempitan batang tenggorokan. Efek samping yang ditimbulkan

obat ACEI yaitu batuk nonproduktif yang tidak bisa dibutikan dari foto thoraks.

Batuk umumnya timbul dalam beberapa jam sampai 3 - 6 minggu setelah onset

pemberian obat ACEI, namun batuk dapat tertunda sampai 1 tahun. Batuk mereda

pada 4 - 7 hari setelah penghentian obat ACEI atau paling lama 3-4 bulan setelah

penghentian obat ACEI (Sania, 2006; Margareth Halim, 2015).

Pada penderita hipertensi stadium 1 yang menggunakan terapi hipertensi

amlodipin mengalami efek samping pusing 3,3% dan lemas dengan persentase

1,7%. Beth Gormer (2007) dan Woro Supadmi (2011) menerangkan bahwa obat

golongan CCB adalah golongan obat antihipertensi yang bekerja menghambat

kanal kalsium pada tonus otot polos miokardium. Obat golongan CCB memiliki 2

tipe voltage gated calcium channel: high voltage channel (tipe L) dan low voltage

channel (tipe T). Obat CCB yang menghambat kanal kalsium tipe L memberikan
63

efek relaksasi atau penurunan kerja jantung. Hal tersebut menyebabkan penurunan

tekanan darah dengan menurunkan luaran jantung atau cardiac output yang

berakibat penurunan cardiac filling sehingga mengakibatkan efek samping

hipotensi, pusing dan kelelahan. Hal ini biasanya terjadi pada dosis awal

penggunaan obat CCB (Beth Gomer, 2007; Supadmi, 2011).

Kejadian efek samping obat antihipertensi di Puskesmas 1 Denpasar

Timur lebih besar terjadi pada hipertensi stadium 1 sebesar 8,3%. Hal ini

disebabkan karena ketidak rasionalitas dalam penggunaan obat antihipertensi yang

digunakan pada pasien hipertensi stadium 1. Dari 5 pasien hipertensi stadium 1

yang mengalami efek samping obat, 3 diantaranya menggunakan terapi kombinasi

antihipertensi yang tidak rasionalitas, dimana menurut literatur Kandarini, 2010,

guideline JNC 8 dan ESC/ESH 2013 menyatakan bahwa pada hipertensi stadium

1 apabila target tekanan darah belum tercapai dengan menggunakan monoterapi

dapat diganti dengan monoterapi lainnya yang memiliki mekanisme kerja yang

berbeda, dapat dimulai dengan dosis rendah kemudian dosis dinaikkan sampai

dosis maksimal. Apabila masih belum tercapai target yang diinginkan dapat

ditambah 2 sampai 3 macam obat (Bell et al., 2015; Florensia, 2016; Kandarini,

2010). Dampak negatif dari ketidarasionalitasan penggunaan obat berpengaruh

pada timbulnya efek samping obat sehingga dapat menurunkan mutu pengobatan

dan pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Keterbatasan dalam penentuan kausalitas efek samping obat dengan

algoritma Naranjo pada penelitian ini adalah tidak dilakukan penggunaan kembali

obat yang dicurigai (pertanyaan nomor 4), tidak dilakukan evaluasi menggunakan
64

placebo (pertanyaan nomor 6), tidak dilakukan pengukuran konsentrasi obat

dalam darah (pertanyaan nomor 7), dan tidak dilakukan evaluasi dengan

menaikkan dan menurunkan dosis obat (pertanyaan nomor 8) sehingga

menyulitkan peneliti dalam menilai kausalitas efek samping yang terjadi


BAB VII

KESIMPULAN

7.1 Simpulan

1. Studi farmakovigilans yang dilakukan di Puskesmas 1 Denpasar Timur

menemukan kejadian efek samping obat paling sering terjadi pada pasien

hipertensi stadium 1 yang diberikan kombinasi golongan obat

antihipertensi dengan angka kejadian 3,3% mengalami tenggorokan

gatal, 1,7% mengalami batuk dan 1,7% mengalami lemas.

2. Pola penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi stadium 1 dan

2 didominasi oleh penggunaan monoterapi dengan golongan obat yang

paling banyak digunakan yaitu amlodipin 5 mg.

7.2 Saran

Berdasarkan studi kasus yang telah dilakukan, peneliti menyampaikan

saran sebagai berikut:

1. Penelitian ini perlu dilanjutkan monitoring efek samping obat pada pasien

hipertensi dengan komplikasi, dikarenakan memiliki resiko yang tinggi

mengalami kejadian efek samping obat.

2. Peneliti dalam melakukan wawancara terhadap subyek uji hendaknya

mampu memperoleh data obyektif yang mendukung laporan subyek

penelitian.

3. Saran kepada Puskesmas 1 Denpasar Timur, hindari kombinasi

penggunaan obat pada pasien hipertensi stadium 1 untuk menceggah

timbulnya efek samping.

65
DAFTAR RUJUKAN

Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A.,
Kradjan, W.A., et al. (2013). Koda-Kimble & Young’s Applied
Therapeutics The Clinical Use Of Drugs. Lippincott, William &
Willkins.
Artiyaningrum, B. (2015). Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Hipertensi Tidak Terkendali Pada Penderita Yang Melakukan Pemeriksaan
Rutin Di Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun 2014.
Aprianti, R.I. (2010). Evaluasi Pola Penggunaan Dan Ketaatan Dengan Home
Visit Pada Pasien Hipertensi Di Poli Lansia Puskesmas Gondokusuman I
Yogyakarta Periode Februari – Maret 2010. Fakultas Farmasi. Universitas
Sanata Dharma.
Baharuddin, Kabo, P., Suwandi, D. (2013). Perbandingan Efektivitas Dan Efek
Samping Obat Anti Hipertensi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien
Hipertensi. Bagian Farmakologi, Fakultas Kedotkteran. Universitas
Hasanuddin.

Bali, D.K. (2014). Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2014. Bali, Indonesia:
Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
Bell, K., Twiggs, J., Olin, B.R. (2015). Hypertension: The Silent Killer: Update
JNC- 8 Guideline Recommendations.
Daelli, F.S. (2017). Hubungan Tingkat Kepercayaan dan Sikap Pasien Hipertensi
Dengan Upaya Pengendalian Hipertensi Di UPTD Puskesmas Kecamatan
Gunungsitoli Selatan Kota Gunungsitoli Tahun 2017.
Depkes RI. (2006). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan.
Dedullah, R.F., Malonda, N., Josep, W.B. (2013). Hubungan Antara Faktor
Resiko Dengan Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Di Kelurahan
Motoboi Kecil Kecamatan Kotamobagu Selatan Kota Kotamobagu.
Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V. (2015). Ninth
Edition Pharmacotherapy Handbook.
Dinkes, D.K. (2018). Profil Dinas Kesehatan Kota Denpasar Tahun 2017.
Denpasar, Bali, Indonesia: Dinas Kesehatan Kota Denpasar.

66
67

Fahruddin, E.P. (2018). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi


Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Suli Kabupaten Luwu.
Fares, H., Dinicolantonio,J.J., O’Keefe,J.H., Lavie, C.J.(2016). Amlodipine in
hypertension: a first-line agent with efficacy for improving blood pressure
and patient outcomes. Department of Cardiovascular Diseases, John
Ochsner Heart and Vascular Institute, Ochsner Clinical School-The
University of Queensland School of Medicine, New Orleans, Louisiana,
USA.

Fitriyani. (2017). Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Kategori Interaksi


Obat Dengan Obat Terhadap Pasien Hipertensi Di RSUD Haji Makassar
Prov. Sul- Sel Tahun 2016.
Fitriyani, W.(2016). Pengaruh Pengetahuan Dan Sikap Apoteker Terhadap
Perilaku Apoteker Dalam Monitoring Efek Samping Obat Di Apotek
Kabupaten Banyumas. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Florensia, A. (2016). Skripsi. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Di
Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Tangerang Dengan Metode Anatomical
Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose Pada Tahun 2015.
Gormer, B., Lyarawati, D. 2007. Farmakologi Hipertensi.
Herwati, Sartika, W. (2014). Terkontrolnya Tekanan Darah Penderita Hipertensi
Berdasarkan Pola Diet Dan Kebiasaan Olahraga Di Padang Tahun 2011,
Vol.8, No.1
Herlina, H., Muchtaridi, M. Agustus 2018. Penggunaan Metode Defined Daily
Dose Dalam Penelitian Pola Pemanfaatan Obat Obat Antihipertensi.
Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran. Bandung
Halim, M.C., Andrajati,R., Supardi,S. (2015). Resiko Penggunaan ACEi Terhadap
Kejaduan Batuk Kering Pada Pasien Hipertensi Di RSUD Cengkaren dan
RSUD Tarakan DKI Jakarta, Vol.5 No.2, Agustus 2015.
Ikawati, Z., Djumiani, S., Putu, I.D. (2008). Kajian Keamanan Pemakaian Obat
Anti-Hipertensi Di Poliklinik Usia Lanjut Instalasi Rawat Jalan Rs Dr
Sardjito. Program Studi Farmasi Klinik. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Kandarini, Y.(2010). Strategi Pemilihan Terapi Kombinasi Obat Antihipertensi.
Bagian Ilmu Penyakit Dalam. FK RSUP Sanglah Denpasar.
Kesehatan RI, K. (2011). Modul Penggunaan Obat Rasional. Kementerian
Kesehatan RI.
68

Kishore, J., Gupta, N., Kumar, N., Kohli, C. (2016). (R. Pontremoli, Ed.)
Prevalence Of Hypertension And Determination Of Its Risk Factor In Rural
Delhi, Volume. 2016.
Lecy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L. (2009). Drug
Information Handbook 17th edition. America: Lexi-Comp.
Liberty, I.A., Roflin, E., Waris, L. (2017). Determinan Kepatuhan Berobat Pasien
Hipertensi Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat I, Vol. 1, No. 1, Agustus 2017,
58-65.
Mancia, G., Fagard, R., Redon, J., Zanchetti, A., Bohm, M., Christiaens, T. et al.
(2013). 2013 ESC/ESH Guideline For Management Of Arterial
Hypertension. European Hearth Journal.
Muhadi. (2016). JNC 8: Evidence-base Guideline Penanganan Pasien Hipertensi
Dewasa, Vol. 43, No. 1.
Noviana, T. (2016). Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada
Pasien Rawat Inap Di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati
Bantul Periode Agustus 2015.
Murti, B. (2013). Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, Phd. Desain Penelitian.
Noerhadi, M. (2008). Hipertensi Dan Pengaruhnya Terhadap Organ Organ Tubuh,
Vol. IV, No. 2. 1-18.
Novitaningtyas, T. (2014). (F.I Program Studi Gizi, ed). Hubungan Karakteristik
(Umur, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan) Dan Aktifitas Fisik Dengan
Tekanan Darah Pada Lansia Di Kelurahan Makam Haji, Kabupaten
Sukoharjo.
Nuraini, B. (2015). Risk Factor Of Hypertension, Volume 4 Nomer 5.
Nuryati. (2017). Farmakologi Bahan Ajar Rekam Medis Dan Informasi Kesehatan
(RMIK). Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Badan
Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Edisi
Tahun 2017.
POM RI, B. (2012). Pedoman Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Bagi
Tenaga Kesehatan, Jakarta, Indonesia: Direktorat Pengawasan Produk
Terapetik Dan PKRT Badan POM.
Puspitawati, P. (2009). Kajian Ketepatan Pemilihan Dan Dosis Obat
Antihipertensi Pada Penderita Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap RSUD
Kota Salatiga Tahun 2008.
69

Putri, L.P., Sudhana, I.W. (2013). Gambaran Prevalensi Dari Faktor Resiko
Hipertensi Pada Penduduk Usia Produktif Di Desa Rendang, Kecamatan
Rendang, Kabupaten Karangasem Periode Oktober 2013.
Putriastuti, L. (2016) Analisis Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Pasien Usia 45 Tahun Keatas
Sania, Adnrajati, R., Tobing ,R. (2014). Monitoring Efek Samping Batuk Kering
Pada Pasien Hipertensi Yang Mendapatkan Kaptopril Di RSU Kristen
Indonesia Periode Maret - Mei 2014.
Sedyawan, A.P. (2015). Perbandingan Efek Lisinopril Dan Amlodipin Terhadap
Kekakuan Pembuluh Arteri Pada Pasien Hipertensi Yang Belum Pernah
Diobati. Ilmu Penyakit Jantung Dan Pembuluh Darah. Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita. Jakarta
Sica, D.A. (2007). Combination ACE Inhibitor and Angiotensin Receptor
Blockers Therapy Future Considerations, Vol. 9. No. 1, 79-82.
Siswanto, Susila, Suyanto. (2016). Metodologi Penelitian Kesehatan Dan
Kedokteran. Yogyakarta: Bursa Ilmu Karangkajen Yogyakarta.
Sulastri, D., Elmatris, Ramadhani, R. (2012, Juli – Desember). Artikel Penelitian.
Hubungan Obesitas Dengan Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Etnik
Minang Kabau Di Kota Padang.
Utami, A.N., Hakim, L., Pramantara, I.D. (2014, September). Perbandingan
Penurunan Tekanan Darah Setelah Pemberian Lisinopril Pada Malam Hari
Atau Pagi Hari.
Untari, E.K., Angilina, A.R., Sussanti, R. (2018). Evaluasi Rasionalitas
Penggunaan Obat Antihipertensi Di Puskesmas Siantan Hillir Kota
Pontianak 2015. Program Studi Fakultas Farmasi. Fakultas Kedokteran.
Universitas Tanjungpura. Pontianak.
Wulandari, N., Andrajati, R., Supardi, S. (2016). Faktor Risiko Umur Lansia
terhadap Kejadian Reaksi Obat yang Tida Dikehendaki pada Pasien
Hipertensi, Diabetes, Dislipidemia di Tiga Puskesmas di Kota Depok.
Departemen Farmasi Klinik. Fakultas Farmasi. Universitas Indonesia.
LAMPIRAN

70
71

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan

Adapun jadwal kegiatan penelitian sebagai berikut

No Kegiatan Bulan
Desember Januari
Minggu
3 4 2 3 4
1. Permohonan izin
studi pendahuluan ke
Dinas Kesehatan
Kota Denpasar
2. Pengambilan data
hipertensi di
Puskesmas 1
Denpasar Timur
3. Permohonan izin
penelitian ke
Kesbangpol Linmas
4. Penelitian dan
analisa data di
Puskesmas 1
Denpasar Timur

No Kegiatan Bulan
Februari Maret
Minggu
1 2 3 1 2
5. Penelitian, analisa
datadan penyusunan
laporan hasil
penelitian di
Puskesmas 1
Denpasar Timur
6. Sidang Skripsi
7. Revisi
72

Lampiran 2 Rincian Biaya

No. Jenis Pengeluaran Biaya (Rupiah)


1. Transportasi Rp 400.000
2. Fotocopy Rp 150.000
3. Lain Lain Rp 500.000
Total Rp 1.050.000
73

Lampiran 3 Surat Pengantar Permohonan Studi Pendahuluan


74

Lampiran 4 Surat Pengantar Studi Pendahuluan


75

Lampiran 5 Data Pasien Hipertensi Puskesmas 1 Denpasar Timur Tahun


2017
76

Lampiran 6 Rekomendasi Izin Penelitian Dari Dinas Penanaman Modal


Provinsi Bali
77

Lampiran 7 Izin Penelitian Dari Kesbangpolimas Kota Denpasar


78

Lampiran 8 Tabel Naranjo Scale


79

Lampiran 9 Tabel Hasil Perhitungan Naranjo Scale

No Subjek Kode Pertanyaan Total Ket


Obat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Subjek CA 1 2 0 0 2 0 0 0 0 0 5 Probable
Penelitian AM 0 2 0 0 - 0 0 0 0 0 1 Possible
1 1
2 Subjek CA 1 2 0 0 2 0 0 0 0 0 5 Probable
Penelitian AM 0 2 0 0 - 0 0 0 0 0 1 Possible
2 1
3 Subjek AM 1 2 0 0 2 0 0 0 0 0 5 Probable
Penelitian
3
4 Subjek CA 1 2 0 0 2 0 0 0 0 0 5 Probable
Penelitian
AM 0 2 0 0 - 0 0 0 0 0 1 Possible
4
1
5 Subjek AM 1 2 0 0 2 0 0 1 1 0 7 Probable
Penelitian
5
6 Subjek AM 1 2 0 0 2 0 0 0 0 0 5 Probable
Penelitian
6 CA 0 2 0 0 - 0 0 0 0 0 1 Possible
1

Keterangan :

Skor Kategori
9+ Highly Probable
5-8 Probable
1-4 Possible
0 Doubtful
lxxx

Anda mungkin juga menyukai