Anda di halaman 1dari 138

FORMULASI DAN UJI MUTU FISIK SEDIAAN BALSEM

STICK DARI LENGKUAS (Alpinia galanga (L.) Willd)


DAN LADA HITAM (Piper nigrum L.)

SKRIPSI

OLEH:

SRI MULIA NINGSIH SIREGAR


NPM. 182114138

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL-WASHLIYAH
MEDAN
2022
FORMULASI DAN UJI MUTU FISIK SEDIAAN BALSEM
STICK DARI LENGKUAS (Alpinia galanga (L.) Willd)
DAN LADA HITAM (Piper nigrum L.)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Pada Program Studi Sarjana Farmasi
Fakultas Farmasi
Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah

OLEH:

SRI MULIA NINGSIH SIREGAR


NPM. 182114138

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL-WASHLIYAH
MEDAN
2022
UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL WASHLIYAH

TANDA PERSETUJUAN

Nama : Sri Mulia Ningsih Siregar


NPM : 182114138
Fakultas : Farmasi
Program Studi : Sarjana Farmasi
Jenjang Pendidikan : Strata Satu (S-1)
Judul Skripsi : Formulasi Dan Uji Mutu Fisik Sediaan Balsem Stick
Dari Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd) Dan
Lada Hitam (Piper nigrum L.)

Pembimbing

(Dr. apt. Gabena Indrayani Dalimunthe, S.Si., M.Si)

Penguji I Penguji II

(apt. Minda Sari Lubis, S.Farm., M.Si) (apt. Rafita Yuniarti, S.Si., M.Kes)
DIUJI PADA TANGGAL :
YUDISIUM :
Panitia Ujian

Ketua, Sekretaris,

(H. Dr. KRT. Hardi Mulyono K. Surbakti) (apt. Minda Sari Lubis, S.Farm., M.Si)
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini.


Nama : Sri Mulia Ningsih Siregar

Npm : 182114138
Fakultas : Farmasi
Program Studi : Farmasi
Jenjang Pendidikan : Strata Satu (S-1)
Judul : Formulasi Dan Uji Mutu Fisik Sediaan Balsem Stick
Dari Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd) Dan Lada
Hitam (Piper nigrum L.)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah untuk memenuhi
persyaratan kelulusan di Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah. Skripsi ini adalah hasil karya
sendiri, bukan duplikasi dari karya orang lain yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan lain atau yang pernah dimuat
disuatu publikasi ilmiah, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan
sumbernya dalam pustaka.

Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain, bukan menjadi
tanggung jawab dosen pembimbing, penguji dan/atau pihak Program Studi
Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi tetapi menjadi tanggung jawab sendiri.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan tanpa
paksaan paksaan siapapun.

Medan, Juli 2022


Yang menyatakan

Sri Mulia Ningsih Siregar


NPM. 182114138
FORMULASI DAN UJI MUTU FISIK SEDIAAN BALSEM
STICK DARI LENGKUAS (Alpinia galanga (L.) Willd) DAN
LADA HITAM (Piper nigrum L.)

SRI MULIA NINGSIH SIREGAR


NPM. 182114138

ABSTRAK

Secara umum balsem digunakan dengan cara mengoleskan menggunakan


tangan hingga dapat menyebabkan rasa panas, lengket dan sulit di cuci. Salah satu
solusinya adalah pembuatan balsem dalam bentuk stick yang penggunaanya lebih
praktis dan nyaman digunakan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui
ekstrak lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd) dan lada hitam (Piper nigrum L.)
dapat diformulasikan dalam sediaan balsem stick, untuk mengetahui apakah
formulasi balsem stick dapat memenuhi persyaratan uji mutu fisik sediaan dan
untuk mengetahui formula terbaik sediaan balsem stick dari hasil analisis uji
tingkat kesukaan.
Penelitian ini bersifat eksperimental atau percobaan, tahapan penelitian ini
meliputi pengolahan bahan tumbuhan, pembuatan ekstrak, karakterisasi simplisia,
skrining fitokimia dan pembuatan sediaan balsem stick dengan 4 formula dengan
menggunakan beberapa uji mutu fisik sediaan Hasil penelitian diperoleh bahwa
seluruh sediaan yang dihasilkan memenuhi persyaratan uji homogenitas, stabil
selama penyimpanan 28 hari, pH 6,6-6,8, titik lebur 68ºC-69ºC, dari rekapitulasi
kuesioner responden untuk hasil uji iritasi tidak mengiritasi kulit.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak lengkuas dan
lada hitam dapat di formulasikan dalam sediaan balsem stick, semua formula
memenuhi syarat uji mutu fisik sediaan. Hasil uji penilaian kesukaan (Hedonic)
menunjukkan bahwa formula III dengan konsentrasi lengkuas 7,5% dan lada
hitam 7,5% paling disukai oleh sukarelawan berdasarkan parameter aroma, warna
dan sensasi hangat dikulit.

Kata kunci: Lengkuas, lada hitam, ekstrak, balsem stick

v
FORMULATION AND PHYSICAL QUALITY TEST OF STICK
BALM DOSAGE FROM GALANGAL (Alpinia galanga (L.)
Willd ) AND BLACK PEPPER ( Piper nigrum L. )
SRI MULIA NINGSIH SIREGAR
NPM. 182114138

ABSTRACT

In general, balms are used by applying using hands to cause heat, stickiness
and difficult to wash. One solution is the manufacture of balms in the form of
sticks that are used more practically and comfortably used. The purpose of this
study is to find out galangal extract (Alpinia galanga (L.) Willd) and black pepper
(Piper nigrum L.) can be formulated in stick balm preparations and to find out
which stick balm formulations have the best based on the physical quality test of
the preparation.
This research is experimental, this stage of the study includes processing
plant materials, extract making, simplisia characterization, phytochemical
screening and making preparations with 4 concentrations using several physical
quality tests of the preparation include homogeneity and stability test, pH test
melting point test, irtasi test against volunteer skin, hedonic test with odor
parameters, color and warm sensation skin.
The results showed that the results of the physical properties test included
pH 6.6-6.8, melt temperature 68ºC-69ºC, homogeneity and stability tests of
formulas 0 to III qualified. From the recapitulation of the respondent
questionnaire to the results of irritation tests and favorability tests with color
parameters, smells and warm sensations wrapped around the color, skin odors and
irritations did not change or did not experience skin irritation. Based on the results
of the study, it can be concluded that galangal extract and black pepper can be
formulated in stick balm preparations, all formulas meet the requirements of
physical quality tests. The best stick balm formula according to the favorability
test is formula III with a galangal concentration of 7.5% and black pepper 7.5%

Keywords: galangal, black pepper, extract, balm stick

vi
KATA PENGANTAR

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu

perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (10) (yaitu)

kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan

harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui

(11)”. (QS. Ash-Shaff : 10-11).

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT,

karena atas segala rahmat, karunia-Nya serta hidayah-Nya yang telah memberi

pengetahuan, kekuatan dan kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Formulasi dan Uji Mutu Fisik

Sediaan Balsem Stick Dari Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd) dan Lada

Hitam (Piper nigrum L.)“ disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Program Studi Farmasi Universitas

Muslim Nusantara Al-Washliyah Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan

yang sangat tulus kepada orang tua tercinta Ayahanda Panyaliran Siregar dan

Ibunda Siti Fitri Yenni Harahap dengan penuh kasih sayang senantiasa

vii
memberikan dukungan, semangat, serta doa dan material kepada penulis dalam

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, kepada saudara saudara ku

tercinta kakak Wilda Aditya, adik Anugrah Perdana, Zalda Safitri dan Nayra

Azzahra yang senantiasa ada untuk memberi semangan dan dukungan.

Penulis juga menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. apt. Gabena Indrayani Dalimunthe, S.Si., M.Si

selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, memberi masukan, arahan,

kritikan, saran dan motivasi kepada penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung

jawab selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Bapak H. Dr. KRT Hardi Mulyono K. Surbakti. Selaku Rektor Universitas

Muslim Nusantara Al-Washliyah Medan

2. Ibu apt. Minda Sari Lubis, S.Farm., M.Si. Selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah Medan.

3. Ibu apt. Rafita Yuniarti, S.Si., M.Kes. Selaku Wakil Dekan I Fakultas

Farmasi Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah Medan.

4. Bapak apt. Haris Munandar Nasution, S.Farm., M.Si. Selaku Ketua Program

Studi Fakultas Farmasi Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah Medan.

5. Ibu Anny Sartika Daulay, S.Si., M.Si. Selaku Kepala Laboratorium

Farmasi Terpadu Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah Medan

beserta laboran yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

menggunakan fasilitas laboratorium.

viii
6. Ibu apt. Minda Sari Lubis, S.Farm., M.Si selaku penguji I serta Ibu apt.

Rafita Yuniarti, S.Si., M.Kes selaku penguji II yang telah memberikan

masukan dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

7. Bapak/Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Program Studi Farmasi

Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah Medan yang telah mendidik

dan membina penulis hingga dapat menyelesaikan pendidikan.

7. Teman-teman seperjuangan semua mahasiswa regular stambuk 2018 yang

telah memberikan semangat, motivasi dan juga telah mengeluarkan tenaga

untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam

skripsi ini, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima

kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu yang tidak disebutkan satu persatu dalam penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan bidang

Farmasi khususnya.

Medan, Juni 2022

Penulis,

Sri Mulia Ningsih Siregar


NPM.182114138

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL…………………..…………………………….………….i

HALAMAN PERSYARATAN SKRIPSI…………………………………..…..i

HALAMAN TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI.............................................iv

SURAT PERNYATAAN .....................................................................................iv

ABSTRAK..............................................................................................................v

ABSTRACT..........................................................................................................vii

KATA PENGANTAR..........................................................................................vii

DAFTAR ISI...........................................................................................................x

DAFTAR TABEL................................................................................................xv

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xvi

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xvii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................4
1.3 Hipotesis Penelitian...................................................................................5
1.4 Tujuan Penelitian.......................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian.....................................................................................5
1.6. Kerangka Pikir Penelitian..........................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................7


2.1 Uraian Tanaman Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd).........................7
2.1.1 Sistematika Tanaman Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd)..........7
2.1.2 Nama Tanaman dan Daerah...............................................................8

x
2.1.3 Morfologi Tanaman...........................................................................8
2.1.4 Ekologi dan Penyebaran.....................................................................9
2.1.5 Khasiat...............................................................................................9
2.1.6 Kandungan Kimia..............................................................................9
2.2 Uraian Tanaman Lada Hitam (Piper nigrum L.).....................................10
2.2.1 Sistematika Tanaman Lada Hitam (Piper nigrum L.)......................10
2.2.2 Nama Tanaman dan Daerah.............................................................11
2.2.3 Morfologi Lada Hitam (Piper nigrum L).........................................11
2.2.4 Ekologi dan Penyebaran...................................................................12
2.2.5. Kandungan Kimia Lada Hitam........................................................13
2.2.6 Khasiat.............................................................................................14
2.3 Simplisia..................................................................................................14
2.3.1 Klasifikasi Simplisia........................................................................15
2.3.2 Tahap Pembuatan Simplisia.............................................................16
2.3.3 Bentuk-bentuk Simplisia…………………………………………..18
2.4 Ekstrak....................................................................................................19
2.4.1 Macam-Macam Ekstrak...................................................................19
2.5 Ekstraksi...................................................................................................20
2.5.1 Ekstraksi Dingin...............................................................................20
2.5.2 Ekstraksi Panas................................................................................22
2.5.3 Teknik Ekstraksi Lain......................................................................23
2.6 Senyawa Metabolit Sekunder..................................................................23
2.6.1 Alkaloid............................................................................................23
2.6.2 Flavonoid.........................................................................................24
2.6.3 Tanin................................................................................................25
2.6.4 Saponin.............................................................................................25
2.6.5 Triterpenoid/Steroid.........................................................................26
2.7 Sediaan Semi Padat..................................................................................28
2.8 Balsem.....................................................................................................29
2.9 Balsem Stick.............................................................................................30
2.9.1 Komponen Balsem Stick..................................................................31
2.10 Monografi Bahan.....................................................................................33

xi
2.10.1 Cera Alba.........................................................................................33
2.10.2 Setil Alkohol....................................................................................34
2.10.3 Virgin Coconut Oil...........................................................................35
2.10.4 Vaselin Alba.....................................................................................35
2.10.5 Mentol..............................................................................................36
2.10.6 Butil Hidroksitoluen.........................................................................36
2.11 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan Balsem Stick..............................................37
2.11.1 Uji pH...............................................................................................37
2.11.2 Uji Homogenitas..............................................................................38
2.11.3 Suhu Lebur.......................................................................................38
2.11.4 Iritasi Kulit.......................................................................................38
2.11.4 Uji Stabilitas Sediaan.......................................................................38
2.11.5 Uji Kesukaan (Hedonic Test)...........................................................39
2.12 Kulit.........................................................................................................39
2.12.1 Defenisi Kulit...................................................................................39
2.12.2 Anatomi dan Histologi Kulit............................................................39
2.12.3 Fungsi Kulit......................................................................................41
2.12.4 Jenis Kulit…………………………………………………...……...43
2.13 Iritasi Kulit………..………………………………………….…..…….44
2.14 Sukarelawan Dalam Panelis (Uji Hedonic)……………………………45

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................47


3.1 Rancangan Penelitian...............................................................................47
3.1.1 Variabel Penelitian...........................................................................47
3.1.2 Parameter Penelitian........................................................................47
3.2 Jadwal dan Lokasi Penelitian...................................................................47
3.2.1 Jadwal Penelitian..............................................................................47
3.2.2 Lokasi Penelitian..............................................................................48
3.3 Bahan.......................................................................................................48
3.4 Peralatan...................................................................................................48
3.5 Prosedur Penelitian dan Pengumpulan Data............................................48
3.5.1 Pengambilan Sampel........................................................................48
3.5.2. Identifikasi Tanaman........................................................................49

xii
3.5.3 Pengolahan Sampel..........................................................................49
3.5.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Sampel..................................................49
3.6 Pembuatan Larutan Pereaksi....................................................................50
3.6.1 Larutan Pereaksi Bouchardat...........................................................50
3.6.2 Larutan Pereaksi Dragendroff..........................................................50
3.6.3 Larutan Pereaksi Mayer...................................................................50
3.6.4 Asam Klorida 2N.............................................................................50
3.6.5 Asam Sulfat 2N................................................................................50
3.6.6 Asam Asetat 1%...............................................................................50
3.6.7 Pereaksi Kloralhidrat........................................................................50
3.6.8 Besi (III) Klorida 1% b/v.................................................................50
3.6.9 Timbal (II) Asetat 0,4 M...............................................................50
3.7 Skrining Fitokimia...................................................................................52
3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida....................................................................52
3.7.2 Pemeriksaan Flavonoid....................................................................53
3.7.3 Pemeriksaan Saponin...........................................................................53
3.7.4 Pemeriksaan Tanin...........................................................................53
3.7.5 PemeriksaanTriterpenoid/Steroid.....................................................54
3.8 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia.......................................................54
3.8.1 Pemeriksaan Makroskopik...............................................................54
3.8.2 Pemeriksaan Mikroskopik................................................................54
3.8.3 Penetapan Kadar Air Simplisia........................................................55
3.8.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air...........................................55
3.8.5 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol..................................................56
3.8.6 Penetapan Kadar Abu Total.............................................................56
3.8.7 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam...................57
3.9 Pembuatan Sediaan Balsem Stick............................................................57
3.9.1 Formula Standar Sediaan Balsem Stick...........................................57
3.9.2 Modifikasi Formula..........................................................................58
3.9.3 Komposisi Formula..........................................................................58
3.9.4 Prosedur Pembuatan Balsem Stick...................................................59
3.10 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan.............................................................59

xiii
3.10.1 Uji pH Sediaan.................................................................................59
3.10.2 Uji Homogenitas Sediaan.................................................................60
3.10.3 Uji Titik Lebur Sediaan....................................................................60
3.10.4 Uji Iritasi Kulit.................................................................................60
3.10.5 Uji Stabilitas Sediaan......................................................................61
3.10.6 Uji Kesukaan (Hedonic Test) Sediaan.............................................61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................63


4.1 Hasil Identifikasi Sampel.........................................................................63
4.2 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia.............................................................63
4.3 Hasil Karakterisasi Pemeriksaan Karakteristik Simplisia.......................63
4.3.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopik....................................................63
4.3.1.1 Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd....................................63
4.3.1.2 Lada Hitam (Piper nigrum L.)................................................63
4.3.2 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik......................................................64
4.3.2.1 Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd....................................63
4.3.2.2 Lada Hitam (Piper nigrum L.)................................................63
4.3.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia Dan Ekstrak.....64
4.4 Hasil Skrining Fitokimia..........................................................................66
4.5 Hasil Pembuatan Sediaan Balsem Stick……...........……………………67
4.6 Hasil Penentuan Mutu Fisik Sediaan.......................................................68
4.6.1 Hasil Pengukuran pH Sediaan..........................................................68
4.6.2 Hasil Pemeriksaan Homogenitas Sediaan........................................69
4.6.3 Uji Titik Lebur.................................................................................69
4.6.4 Hasil Uji Iritasi Sediaan Terhadap Kulit Sukarelawan....................70
4.6.5 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Sediaan..............................................71
4.6.6 Hasil Uji Kesukaan (Hedonic Test).................................................72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................79


5.1 Kesimpulan..............................................................................................79
5.2 Saran........................................................................................................79

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................80

LAMPIRAN..........................................................................................................83

xiv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Formula Balsem Stick Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd)
dan Lada Hitam ( Piper nigrum L.) ..................................................58

Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Rimpang Lengkuas...............65

Tabel 4.2 Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Lada Hitam............................65

Tabel 4.3 Hasil Skrining Fitokimia Rimpang Lengkuas...................................66

Tabel 4.4 Hasil Skrining Fitokimia Lada Hitam...............................................67

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan uji pH Sediaan Balsem Stick...............................68

Tabel 4.6 Hasil Penentuan Titik Lebur Sedian Balsem Stick...........................69

Tabel 4.7 Hasil Penentuan Uji Iritasi Sediaan Balsem Stick.............................70

Tabel 4.8 Hasil Pengamatan Uji Stabilitas Sediaan Balsem Stick....................71

Tabel 4.9 Hasil Uji Penilaian Kesukaan Berdasarkan Parameter Aroma


Sediaan..............................................................................................72

Tabel 4.10 Hasil Uji Penilaian Kesukaan Berdasarkan Parameter Warna


Sediaan..............................................................................................74

Tabel 4.11 Hasil Uji Penilaian Kesukaan Berdasarkan Parameter Sensasi


Hangat Di Kulit.................................................................................75

Tabel 4.12 Hasil Kesimpulan Penentuan Uji Kesukaan......................................77

xv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Kerangka Pikir...............................................................................6

Gambar 2.1 Tumbuhan lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd)........................7

Gambar 2.2 Tumbuhan Lada Hitam (Piper nigrum L.)..................................10

Gambar 2.3 Balsem Stick................................................................................30

Gambar 2.4 Struktur Kulit Manusia................................................................40

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian.....................................83

Lampiran 2 Surat Keterangan Hasil Determinasi Rimpang Lengkuas...........84

Lampiran 3 Surat Keterangan Hasil Determinasi Lada Hitam........................85

Lampiran 4 Bagan Alir Prosedur Penelitian....................................................86

Lampiran 5 Bagan Alir Skrining Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia........91

Lampiran 6 Bagan Alir Pembuatan Serbuk Simplisia Lengkuas.....................88

Lampiran 7 Bagan Alir Pembuatan Serbuk Simplisia Lada Hitam.................89

Lampiran 8 Bagan Alir Pembuatan Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas


Dan Lada Hitam...........................................................................90

Lampiran 9 Bagan Alir Pembuatan Sediaan balsem stick................................91

Lampiran 10 Rimpang Lengkuas Segar, Simplisia dan Serbuk Simplisia


Rimpang Lengkuas.......................................................................92

Lampiran 11 Ladah Hitam, Serbuk Simplisia Lada Hitam................................93

Lampiran 12 Maserasi Dan Ekstrak Rimpang Lengkuas Dan Lada Hitam.......94

xvi
Lampiran 13 Hasil Karakteristik Mikroskopik Rimpang Lengkuas Dan
Serbuk Simplisia Lada Hitam......................................................95

Lampiran 14 Hasil Uji Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak


Rimpang Lengkuas.......................................................................96

Lampiran 15 Hasil Uji Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak


Lada Hitam...................................................................................97

Lampiran 16 Hasil Uji Karakterisasi Serbuk Simplisia Rimpang Lengkuas.....98

Lampiran 17 Hasil Uji Karakterisasi Serbuk Simplisia Lada Hitam...............100

Lampiran 18 Perhitungan Karakterisasi Serbuk Simplisia Rimpang Lengkuas...100

Lampiran 19 Perhitungan Karakterisasi Serbuk Simplisia Lada Hitam..........101

Lampiran 20 Perhitungan % Rendamen simplisia……………...……………102

Lampiran 21 Alat dan Bahan..............................Error! Bookmark not defined.

Lampiran 22 Hasil Sediaan Balsem Stick........................................................104

Lampiran 23 Hasil Uji Homogenitas Sediaan Balsem Stick............................106

Lampiran 24 Hasil Uji pH Sediaan Balsem Stick............................................107

Lampiran 25 Uji Titik Lebur Sediaan Balsem Stick........................................108

Lampiran 26 Hasil Uji Iritas Sediaan Balsem Stick Terhadap Sukarelawan...109

Lampiran 27 Format Uji Penilaian Kesukaan Sediaan Balsem Stick.............109

Lampiran 28 Perhitungan Uji Penilaian Kesukaan Sediaan Balsem Stick


Berdasarkan Parameter Aroma Sediaan.....................................110

Lampiran 29 Perhitungan Uji Penilaian Kesukaan Sediaan Balsem Stick


Berdasarkan Pada Parameter Warna Sediaan.............................113

Lampiran 30 Perhitungan Uji Penilaian Kesukaan Sediaan Balsem Stick


Berdasarkan Pada Parameter Sensasi Hangat Dikulit................115

Lampiran 31 Perhitungan Modifikasi Formula Sediaan Balsem Stick


Ekstrak Lengkuas Dan Lada Hitam............................................117

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memakai

tanaman berkhasiat obat menjadi salah satu upaya dalam penanggulangan masalah

kesehatan yang dihadapi. Pengetahuan tentang tanaman obat ini merupakan

warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman yang secara turun-temurun telah

diwariskan oleh generasi terdahulu kepada generasi berikutnya sampai saat ini

(Wijayakusuma, 1996).

Saat ini telah banyak pemanfaatan tanaman obat tradisional oleh

masyarakat Indonesia untuk menanggulangi beberapa penyakit. Manfaat

penggunaan obat tradisional tersebut secara luas telah dirasakan oleh masyarakat.

Hal ini tercermin dengan semakin meningkatnya penggunaan obat tradisional dan

produksi obat dari industri obat tradisional. Berdasarkan hasil riset kesehatan

dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa penggunaan obat tradisional di

Indonesia sebesar 24,6 %). Salah satu tumbuhan berkhasiat obat diantaranya

adalah rimpang lengkuas dan lada hitam.

Bagian tanaman lengkuas yang sering digunakan sebagai obat adalah

rimpangnya. Masyarakat lokal Indonesia memanfaatkan lengkuas untuk berbagai

tujuan seperti sebagai bumbu masak dan bahan obat. Kegunaan dari rimpang

lengkuas sebagai obat tradisional berkhasiat menghilangkan rasa sakit (analgesik),

anti radang, menetralkan racun (antitoksik), penurun panas (antipiretik), peluruh

kencing (diuretik), obat jamur (antifungal). Di Indonesia rimpang lengkuas sering

dimanfaatkan sebagai obat gosok, digunakan untuk membantu penyembuhan

1
2

penyakit kulit, rematik, dan sebagai pelancar kemih (Sumonda et al., 2021). Hasil

uji fitokimia dari Srividya et al. (2010) melaporkan bahwa ekstrak etanol rimpang

lengkuas mengandung alkaloid, karbohidrat, saponin, protein, asam amino,

glikosida, flavonoid, steroid, dan terpenoid. Rimpang lengkuas diketahui

mengandung beberapa senyawa diantaranya adalah kaemperol, galangin, eugenol

(Penyebab rasa pedas pada lengkuas), aplinin dan quercetin (Darwis et al., 1991).

Senyawa eugenol mempunyai aktivitas farmakologi sebagai analgesik,

antiinflamasi, antimikroba, stimulant, dan anastetik lokal (Pramod et al., 2010),

sehingga senyawa ini banyak dimanfaatkan dalam industri farmasi dan berpotensi

untuk dapat dikembangkan menjadi suatu sediaan farmasi seperti balsem stick.

Tanaman lada hitam merupakan buah dari tanaman Piper nigrum yang

telah dikeringkan yang memiliki rasa dan aroma yang khas. Lada hitam digunakan

sebagai bahan pangan rempah, dan mengandung bioaktif yang memiliki manfaat

bagi kesehatan antara lain meningkatkan kemampuan cerna terhadap makanan,

untuk pengobatan batuk, memperbaiki permasalahan pernafasan, masalah otot

jantung, diabetes, anemia serta berpotensi sebagai sediaan obat herbal analgesik,

antiinflamasi, antipiretik (Mohammmed, 2016). Beberapa senyawa yang terdapat

dalam buah lada hitam antara lain asam askorbat, asam miristat, asam palmitat,

champene, carvacrol, metil eugenol, alkaloid piperin, minyak atsiri, resin,

piperidin dan pati. Komponen buah lada hitam dengan kadar terbesar adalah

piperin. Piperin diketahui berkhasiat sebagai obat analgesik, antipiretik, anti

inflamasi, serta memperlancar proses pencernaan (Meghwal dan Goswami, 2012).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sabina et al., (2013) Senyawa piperin
3

memiliki aktivitas sebagai analgesik dan antipiretik pada tikus dan menunjukkan

hasil yang sebanding dengan endometasin sebagai obat standar.

Sediaan topikal adalah salah satu bentuk sediaan yang sering dipakai

dalam terapi dermatologi. Aplikasi sediaan obat topikal pada umumnya

disesuaikan dengan lesi pada permukaan kulit. Kecermatan memilih bentuk

sediaan obat topikal yang sesuai dengan kondisi kelainan kulit merupakan salah

satu faktor yang berperan dalam keberhasilan terapi topikal (Yanhendri dan

Yenny 2012). Bentuk sediaan topikal dipilih untuk mengurangi terjadinya

iritasi lambung, peptic ulcer, perdarahan traktus gastrointestinal dan ulserasi atau

perforasi dinding usus (Page 2002). Selain untuk mengurangi kelemahan di dalam

saluran pencernaan, sediaan topikal juga digemari karena kemudahan dan

kepraktisan

nya dalam aplikasinya salah satunya adalah balsem.

Balsem merupakan salah satu sediaan yang tidak asing lagi khususnya

untuk masyarakat Indonesia. Balsem pada umumnya sering digunakan sebagai

penghangat tubuh, meringankan sakit kepala, sakit perut, menghilangkan gatal-

gatal akibat gigitan serangga, pegal- pegal, pilek dan hidung tersumbat karena flu

dan juga biasa digunakan untuk pijat dan aromaterapy.

Balsem pada umumnya yang kita ketahui bentuknya semi solid mirip

seperti salep yang digunakan secara topikal dengan cara dioleskan menggunakan

tangan sehinga dapat menyebabkan rasa lengket dan panas serta sulit dicuci pada

tangan, oleh karena itu kelemahan dalam bentuk balsem oles ini diperlukan suatu

inovasi, salah satu inovasinya adalah balsem dalam bentuk stick. Balsem stick

mempunyai komponen basis yang sama seperti lipstik yaitu terdiri dari lilin,
4

lemak dan minyak (Balsam 1972). Penampilan baru balsem dalam bentuk stick

menjadikan penggunaanya lebih simpel dan praktis. Balsem stick mempunyai

peluang untuk dapat bersaing di pasaran. Produk balsem stick yang dihasilkan

dimungkinkan dapat diterima oleh masyarakat, serta bentuk stick adalah salah satu

ciri khas yang ditampilkan oleh produk ini dan menjadikannya memiliki nilai

lebih di kalangan konsumen.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin membuat sediaan balsem

stick dari ekstrak lengkuas dan lada hitam dengan 4 formula dan setelah itu

dilakukan evaluasi mutu fisik sediaan balsem stick. Evaluasi terhadap sifat fisik

pada sediaan topikal perlu dilakukan. Hal ini untuk menjamin bahwa sediaan

memiliki efek farmakologis yang baik dan tidak mengiritasi kulit ketika

digunakan. Parameter pengujian sifat fisik balsem stick antara lain uji stabilitas,

uji pH, uji iritasi, uji titik lebur, uji homogenitas serta uji kesukaan (Hedonic Test)

dengan parameter warna, bau dan sensasi hangat di kulit, untuk melihat tingkat

kesukaan dari sukarelawan terhadap formulasi balsem stick.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd) dan lada hitam

(Piper nigrum L.) dapat diformulasikan dalam sediaan balsem stick ?

2. Apakah formulasi sedian balsem stick ekstrak lengkuas (Alpinia galanga

(L.) Willd) dan lada hitam (Piper nigrum L.) memenuhi persyaratan uji

mutu fisik yang telah ditetapkan ?

3. Formula berapakah pada sediaan balsem stick ekstrak lengkuas (Alpinia

galanga (L.) Willd) dan lada hitam (Piper nigrum L.) yang paling disukai

dari hasil analisis uji tingkat kesukaan?


5

1.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Ekstrak lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd) dan lada hitam (Piper

nigrum L.) dapat diformulasikan dalam sediaan balsem stick

2. Formulasi ekstrak lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd) dan lada hitam

(Piper nigrum L.) pada sediaan balsem stick memenuhi persyaratan uji

mutu fisik

3. Sediaan balsem stick ekstrak lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd) dan

lada hitam (Piper nigrum L.) yang paling disukai adalah formula ke 3

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui ekstrak lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd) dan lada

hitam (Piper nigrum L..) dapat diformulasikan dalam sediaan balsem stick

2. Untuk mengetahui formula sediaan balsem stick ekstrak lengkuas (Alpinia

galanga (L.) Willd) dan lada hitam (Piper nigrum L.) yang memenuhi

persyaratan mutu fisik.

3. Untuk mengetahui formula sediaan balsem stick ekstrak lengkuas (Alpinia

galanga (L.) Willd) dan lada hitam (Piper nigrum L.) yang paling disukai

dari hasil analisis uji tingkat kesukaan

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh pada penelitian ini adalah untuk pengembangan

obat tradisional khususnya memberikan informasi mengenai pemanfaatan

rimpang lengkuas dan lada hitam dalam formulasi sediaan balsem dalam bentuk

stick bagi masyarakat sehingga penggunaannya menjadi lebih praktis.


6

1.6. Kerangka Pikir Penelitian

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Simplisia lengkuas 1. Makroskopik


dan lada hitam 2. Mikroskopik
3. Kadar air
4. Kadar sari larut air
Karakteristik
5. Kadar sari larut etanol
simplisia
6. Kadar abu total
7. Kadar abu tidak larut
asam

1. Saponin
Konsentrasi ekstrak
Kandungan 2. Alkaloid
lengkuas dan lada
senyawa 3. Tanin
hitam
metabolit 4. Flavonoid
sekunder 5.Steroid/triterpenod

1.Uji stabilitas
2.Uji homogenitas
Formulasi balsem 3.Uji pH sediaan
Evaluasi
stick 4.Uji iritasi
5.Uji titik lebur
6.Uji kesukaan
(Hedonic test)
(hedonic) sediaan

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd)

2.1.1 Sistematika Tanaman Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd)

Klasifikasi tanaman lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd) menurut

Herbarium Medanese (MEDA) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Alpinia

Spesies : (Alpinia galanga) (L.) Willd)

Nama lokal : Rimpang lengkuas

Gambar 2.1 Tumbuhan lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd)

7
8

2.1.2 Nama Tanaman dan Daerah

Sinonim : (Alpinia galanga (L.) Willd)

Nama dagang : Laos, lengkuas

Sumatera : Lengkueueh, lengkueus, kelawas, lekuwe, lengkues

Jawa : Lojo, laos

Sulawesi : Loja, lengkuasa, dliku, lingkuwas, likui, lingkogoto

Maluku : Lawase, lakwase, kourola, laowasi, galiaso, lauwasel

Nusa Tenggara : Kelawasan, leja lehwas, isem, lengkuwas, laos

Kalimantan : Lengkuwas, laos

2.1.3 Morfologi Tanaman

Batang muda keluar sebagai tunas, dari pangkal tua. Daun tunggal,

berseling, berbentuk lanset, bundar memanjang, ujung tajam, berambut sangat

halus, bagian tepi berwarna putih bening, warna permukaan daun bagian atas hijau

tua, buram, dan bagian bawah hijau muda; urat daun menyirip sejajar, panjang 24

cm sampai 47 cm dan lebar 3,5 cm sampai 11,5 cm; tangkai daun pendek, panjang

1 cm sampai 1,5 cm, bagian dasar tangkai daun terdapat lidah, warna kecoklatan

dan berambut halus. Bunga berbentuk tandan, tumbuh di ujung batang, tegak,

gagang panjang, ramping, jumlah bunga di bawah lebih banyak daripada bunga di

bagian atas; sehingga tandan berbentuk piramid memanjang; di bagian atas;

sehingga berbentuk lonceng atau corong, agak lebar, panjang 12 mm, berwarna

putih kehitaman, mahkota bunga yang masih kuncup pada bagian ujungnya

berwarna putih.
9

2.1.4 Ekologi dan Penyebaran

Tanaman lengkuas sudah menyebar di berbagai tempat di dunia. Lengkuas

dapat juga ditemukan di hutan-hutan dan belukar. Tanaman Lengkuas menyukai

tanah yang gembur, sedikit lembab tetapi tidak tergenang air. Tumbuh pada

ketinggian tempat sampai 1200 m di atas permukaan laut (Depkes RI, 1978).

2.1.5 Khasiat

Tanaman Rimpang lengkuas digunakan untuk penyembuhan penyakit kulit

panu, koreng, masuk angin, perut tidak enak, kurang nafsu makan, dan juga untuk

stimulansia aromatikum. Rimpang lengkuas digunakan untuk mengobati

gangguan pencernaan, meredakan kolik atau mules (meredakan aktifitas

peristaltik usus). Rimpang lengkuas digunakan sebagai obat luar, contohnya untuk

obat gosok (dimaserasi dengan anggur), obat kulit melepuh, sebagai anti jamur

dan penyakit kulit lainnya (Sudarsono dkk., 1996).

Rimpang lengkuas dapat menghambat pertumbuhan fungi Mycrosporum

gypsea, Epidermo flocosum, dan Tricophyton ajelloi. Zat aktif dalam rimpang

yang dapat menghambat fungi tersebut diduga minyak atsirinya dan glikosida

(Asni, 1996)

2.1.6 Kandungan Kimia

Lengkuas memiliki kandungan kimia antara lain minyak atsiri, dimana

komponen utama adalah 0,5-1% sesquiterpene hydrocarbon dan sesquiterpene

alcohol. Disamping itu terdapat 5,6% cineol, 2,6% methylcinnamate, eugenol

(dalam jumlah kecil), galangol (diaryl heptanoid atau senyawa berasa pedas).
10

Selain minyak atsiri terdapat pula flavonoid dan glikosida sterol (Sudarsono dkk.,

1996).

2.2 Uraian Tanaman Lada Hitam (Piper nigrum L.)

2.2.1 Sistematika Tanaman Lada Hitam (Piper nigrum L.)

Klasifikasi tanaman lada hitam (Piper nigrum L.) menurut Herbarium

Medanese (MEDA) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Piperales

Familia : Piperaceae

Genus : Piper

Species : (Piper nigrum L.)

Nama local : Lada hitam

Gambar 2.2 Tumbuhan Lada Hitam (Piper nigrum L.)


11

2.2.2 Nama Tanaman dan Daerah

Lada hitam tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, sehingga memiliki

banyak nama daerah seperti:

Jawa : Meica

Sunda : Pedes

Madura : Sa’ang

Aceh : Lada

2.2.3 Morfologi Lada Hitam (Piper nigrum L)

Secara morfologis tanaman lada bersifat dimorfik, yaitu memiliki dua

macam sulur atau cabang buah. Tanaman yang dikenal sebagai tanaman tahunan

yang memanjat, dengan batang berbuku tinggi mancapai 10 meter. Bila

pemeliharaannya dilakukan dengan baik, tajuk dengan mencapaidiameter 1,5

meter. Lada termasuk tanaman dikotil, bijinya akan tumbuh membentuk akar

lembaga dan berkembang menjadi akar tunggang. Saat ini akar tunggang tidak

banyak ditemukan pada tanaman lada karena pembiakannya dilakukan melalui

setek, yang ada hanya akar lateral saja. Akar lada akan terbentuk pada buku-buku

ruas batang pokok dan cabang. Akar lateral dengan serabut yang tebalnya sekitar

30 cm berada didalam lapisan tanah bagian atas (top soil). Akar ini dapat masuk

kedalam tanah 1-2 meter. Jumlah akar lateral rata-rata 10-20 buah dengan panjang

3-4 meter (Rismunandar, 2003).

Daun lada berbentuk bulat telur dengan pucuk meruncing, tunggal,

bertangkai panjang 2-5 cm, dan membentuk aluran dibagian atasnya. Daun ini
12

berukuran 8-20 cm x 4-12 cm, berurat 5-7 helai, berwarna hijau tua, bagian atas

berkilauan, dan bagian bawah pucuk dengan titik-titik kelenjar. Pada biji lada

berukuran rata-rata 3-4 mm. Berat 100 biji lada sekitar 3-8 gram dengan rata-rata

berat normal 4,5 gram. Biji lada ditutupi selapis daging buah yang berlendir. Biji

lada tidak umum dijadikan bibit karena memakan waktu lama untuk dapat

berbuah. Tanaman lada dari biji akan mulai berbuah setelah tujuh tahun ditanam

(Rismunandar, 2003).

2.2.4 Ekologi dan Penyebaran

Lada merupakan jenis tanaman tropis sehingga dapat dikembangkan di

daerah tropis. Lada sangat peka terhadap genangan air yang berkepanjangan,

persyaratan tumbuh dan wilayah potensial untuk pengembangan dengan dilihat

pertumbuhannya lada mulai berproduksi pada kurun waktu 3-3,5 tahun. Dengan

pemeliharaan yang baik, lada dapat bertahan sampai umur 10-15 tahun

(Rismunandar, 2003).

Di Indonesia tanaman lada hanya terdapat di bagian barat. Hal ini dapat

dimengerti bahwa tanaman lada menghendaki tanah dan iklim yang sesuai, yaitu

musim hujan yang panjang dan musim kemarau relatif pendek dan tidak terlalu

kering. Keadaan iklim yang sesuai di Sumatra. Umumnya daerah perkebunan lada

berada di daerah dataran rendah seperti muntok dekat pantai, kotabumi, sukodono,

dan telukbetung. Pada dasarnya, Tanaman lada bukan monopoli daerah potensial,

asalkan persyaratan ekosistem yang khas untuk lada terpenuhi, penanamannya

akan berhasil. Daerah dataran rendah Sumatra mulai Aceh hingga Lampung,

Kalimantan Barat, Kalimantan Timur merupakan daerah potensial. Lada tumbuh


13

baik pada tanah podsolik, andosol, latosol, dan granosol dengan tingkat kesuburan

dan drainase yang baik (Rukmana, 1980).

Perkembangan tanaman lada juga dipengaruhi oleh kelembaban udara, yaitu

yang dikehendaki oleh tanaman lada berkisar 50 – 100 %. Di Indonesia bersuhu

maksimum 26,5°C dan minimum 25,47°C. Sementara suhu yang diinginkan

tanaman lada sekitar 20°C hingga 34°C. Kisaran suhu terbaik antara 21-27°C

pada pagi hari, 26-32°C pada siang hari dan 24-30°C pada sore hari

(Rismunandar, 2003)

2.2.5. Kandungan Kimia Lada Hitam

Rasa pedas lada diakibatkan oleh adanya zat piperin, piperanin, dan

chavicin yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan semacam alkaloid.

Chavicin banyak terdapat dalam daging biji lada (mesocarp) dan tidak akan hilang

walaupun biji yang masih berdaging dijemur hingga lebih pedas dibanding lada

putih (Rismunandar, 2003).

Aroma biji berasal dari minyak atsiri yang terdiri dari beberapa jenis minyak

terpen (terpentin) lada hitam dan lada putih dengan senyawa kimia kadar air, zat

protein, zat karbohidrat, minyak atsiri dan piperin (alkaloid) (Rismunandar, 2003).

Piperin termasuk golongan alkaloid yang merupakan senyawa amida basa

lemah yang dapat membentuk garam dan asam mineral kuat. Tumbuhan yang

termasuk jenis piper selain mengandung 5–9% piperin juga mengandung minyak

atsiri berwarna kuning berbau aromatis senyawa berasa pedas (kavisin), amilum,

resin, dan protein. Piperin berupa kristal berbentuk jarum berwarna kuning, tidak
14

berbau, tidak berasa lama-lama pedas. Piperin bila dihidrolisis dengan KOH akan

menghasilkan kalium piperinat dan piperidin (Rismunandar, 2003).

2.2.6 Khasiat

Tanaman lada memiliki beberapa kegunaan di antaranya yaitu untuk

kesehatan, untuk obat-obat tradisional maupun modern, khasiatnya sebagai

stimulan pengeluaran keringat (diaphoretik), pengeluaran angin (carminativ),

peluruhan air kencing (diuretik), peningkatan nafsu makan, peningkatan aktivitas

kelenjar-kelenjar pencernaan, dan percepatan pencernaan zat lemak. Selain itu biji

lada pun dapat dipakai untuk ramuan obat reumatik. Bahkan, banyak yang

memanfaatkan bubuk lada sebagai obat kuat fisik setelah dicampur telur ayam

setengah matang. Bubuk lada pun dapat dicampur dengan madu sebagai ramuan

peningkat vitalitas (Rismunandar, 2003).

2.3 Simplisia

Simplisia merupakan bahan alamiah yang digunakan sebagai obat, belum

mengalami pengolahan apapun, umumnya dalam keadaan kering, langsung

digunakan sebagai obat dalam atau banyak digunakan sebagai bahan obat dalam

sediaan galenik tertentu atau digunakan sebagai bahan dasar untuk memperoleh

bahan baku obat. Sediaan galenik merupakan ekstrak yang mengandung dua atau

lebih senyawa kimia dan mempunyai aktifitas farmakologi dan diperoleh sebagai

produk ekstraksi bahan alam serta langsung digunakan sebagai bahan obat atau

digunakan setelah dibuat bentuk formulasi sediaan obat tertentu yang sesuai

(Depkes RI, 1995).


15

Menurut buku “Materia Medika Indonesia” dikatakan pengertian dari

simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain berupa bahan yang

telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

2.3.1 Klasifikasi Simplisia

Simplisia dibagi menjadi 3 golongan yaitu : simplisia nabati, simplisia

hewani dan simplisia pelikan (mineral).

a. Simplisia Nabati

Simplisia nabati merupakan simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman berarti isi sel yang spontan

keluar dari tanaman atau dengan cara lain tertentu untuk mengeluarkan nya dari

sel tanaman, atau zat nabati lain yang dipisahkan dari tanaman dengan cara

tertentu (Depkes RI, 1995).

b. Simplisia Hewani

Simplisia hewani merupakan simplisia dari hewan utuh yang didapatkan

dari beberapa bagian hewan atau zat berguna yang dihasilkan dari hewan yang

belum berbentuk zat kimia murni (Depkes RI, 1995).

c. Simplisia Pelikan (Mineral)

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan

atau mineral yang belum diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat

kimia murni (Depkes RI, 1995).


16

2.3.2 Tahap Pembuatan Simplisia

Pembuatan simplisia melalui beberapa tahapan yaitu: pengumpulan bahan

baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, penyimpanan dan

pemeriksaan mutu.

a. Pengumpulan bahan baku

Simplisia memiliki kadar senyawa aktif yang berbeda-beda tergantung

pada:

1. Bagian tanaman yang dibutuhkan

2. Umur tanaman pada bagian tanaman saat panen

3. Waktu panen

4. Tempat lingkungan tanaman tumbuh

Waktu panen sangat penting dalam pembentukan senyawa aktif bagi

tanaman yang akan dipanen. Panen di waktu yang tepat pada bagian tanaman akan

mengandung senyawa aktif yang lebih banyak karena senyawa aktif tersebut

berada pada tanaman pada umur tertentu (Midian dkk, 1985).

b. Sortasi basah

Sortasi basah dilaksanakan untuk menghilangkan kotoran atau benda asing

lainnya dari simplisia. Misalnya, benda asing seperti tanah, akar dan kotoran

lainnya yang harus dihilangkan. Tanah mengandung berbagai mikroba yang

cukup banyak, sehingga dalam pembersihan simplisia dapat mengurangi jumlah

mikroba awal (Midian dkk, 1985).

c. Pencucian

Pencucian dilaksanakan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya

yang menempel di simplisia. Pencucian dilaksanakan dengan air bersih yang


17

mengalir seperti air sumur, mata air atau air dari PAM. Zat yang ada didalam

simplisia yang mudah larut dalam air maka pencucian dilaksanakan secepat

mungkin (Midian dkk, 1985).

d. Perajangan

Sejumlah simplisia ada yang memerlukan proses perajangan untuk

memudahkan proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang

baru saja diambil dijemur terlebih dahulu secara utuh selama satu hari jangan

langsung dirajang. Proses perajangan dapat dilaksanakan menggunakan pisau atau

menggunakan alat khusus perajangan lainnya, semakin tipis irisan yang diperoleh

maka semakin cepat penguapan air sehingga mempercepat waktu pengeringan.

Namun, irisan yang terlalu titpis dapat menyebabkan rusak nya zat aktif yang

mudah menguap dan dapat mempengaruhi struktur, rasa dan bau (Midian dkk,

1985).

e. Pengeringan

Pengeringan dilaksanakan agar simplisia yang diperoleh tidak mudah

rusak dan bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama, dalam pengeringan maka

kadar air akan berkurang sehingga menghentikan proses enzimatik yang

menyebabkan menurun nyam mutu atau perusakan pada simplisia. Pengeringan

simplisia menggunakan alat pengering seperti lemari pengering dan suhu,

kelembaban udara dan aliran udara, waktu pengeringan, luas permukaan perlu

diperhatikan selama proses pengeringan (Midian dkk, 1985).

f. Sortasi kering

Sortasi kering dilaksanakan untuk memisahkan bahan asing seperti bagian

tanaman yang tidak diinginkan serta pengotor lainnya yang masih menempel pada
18

simplisia kering. Sortasi kering dilaksanakan sebelum simplisia kering dibungkus

dan disimpan (Midian dkk, 1985).

g. Pengepakan dan penyimpanan

Pengepakan dan penyimpanan dilaksanakan agar simplisia dalam selama

penyimpanan tidak mengalami kerusakan karena simplisia mudah rusak sehingga

mengalami kemunduran mutu dan simplisia tidak memenuhi syarat yang telah

ditetapkan karena beberapa faktor seperti cahaya, oksigen, reaksi kimia,

penyerapan air, dehidrasi, serangga, kapang dan pengotor. Penyebab utama

kerusakan simplisia adalah air dan kelembaban. Maka dari itu proses pengepakan

dan penyimpanan simplisia perlu diperhatikan yaitu cara pengepakan,

pembungkusan, pewadahan, persyaratan Gudang simplisia, cara sortasi,

pemeriksaan mutu dan cara pengawetan nya (Midian dkk, 1985).

h. Pemeriksaan mutu

Pemeriksaan mutu dilaksanakan untuk memastikan atau memeriksa apakah

simplisia murni yang diterima memenuhi persyaratan umum simplisia yang

tercantum didalam buku Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope ataupun Materi

Medika Indonesia. Pemeriksaan mutu simplisia dilaksanakan dengan cara

makroskopik dan mikroskopik ataupun dengan cara kimia, namun ada beberapa

jenis simplisia yang memerlukan uji mutu secara biologi (Midian dkk, 1985).

2.3.3 Bentuk-bentuk Simplisia

a. Simplisia utuh adalah simplisia dari bahan alamiah, hewani, atau mineral

yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun.

b. Simplisia rajangan adalah simplisia yang mengalami proses pemotongan

atau perajangan sehingga menjadi bentuk yang lebih kecil.


19

c. Simplisia serbuk adalah simplisia yang telah mengalami proses

penghalusan menjadi serbuk.

d. Simplisia ekstrak adalah simplisia yang mengalami proses ekstraksi

sehingga didapatkan sediaan berupa ekstrak cair atau padat.

e. Simplisia cair adalah simplisia berupa cairan murni atau hasil pemurnian

yang biasanya di lakukan melalui proses peyulingan.

2.4 Ekstrak

Ekstrak merupakan sediaan kental yang dihasilkan dengan

mengekstraksikan senyawa aktif dari simplisia nabati maupun hewani, dengan

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua pelarut diuapkan dan serbuk

atau masa yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang

ditetapkan (Depkes, 2000).

Ekstrak terdiri beberapa jenis yaitu, ekstrak kering, ekstrak kental dan

ekstrak cair. Ekstrak kering mengandung kadar air kurang dari 5%, ekstrak kental

memiliki kadar air antara 5-30%, ekstrak cair memiliki kadar air lebih dari 30%

(Voight, 1994).

2.4.1 Macam-Macam Ekstrak

Menurut Voight (1994) berdasarkan sifatnya ekstrak dapat dibagi menjadi

empat, yaitu :

a. Ekstrak encer (extractum temue) adalah sediaan yang memiliki konsistensi

encer dan mudah dituang.

b. Ekstrak kental (extractum spissum) adalah sediaan liat dalam keadaan

dingin dan tidak dapat dituang dengan kandungan airnya 30%.


20

c. Ekstrak kering (extractum siccum) adalah sediaan yang mempunyai

konsistensi kering dan mudah digerus dengan kandungan lembabnya tidak

lebih dari 5%.

d. Ekstrak cair (extractum fluidum) adalah ekstrak cair yang dibuat

sedemikian rupa sehingga satu bagian simplisia sesuai dengan dua bagian

(kadangkadang juga satu bagian) ekstrak cair.

2.5 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses penarikan zat kimia yang bisa larut kemudian

terpisah dari bahan yang tidak bisa larut dalam pelarut cair. Simplisia yang akan

di ekstrak memiliki kandungan senyawa aktif yang dapat larut dalam pelarut cair,

dan senyawa yang tida dapat larut seperti karbohidrat, protein, serat, dan lain-lain.

Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai jenis simplisia dapat berupa

golongan minyak atsiri, flavonoid, alkaloid, saponin, triterpenoid, steroid, dan

lain-lain (Depkes, 2000). Ekstraksi yang paling banyak dilakukan adalah jenis

ekstraksi panas dan dingin, jenis ekstraksi panas dilakukan secara refluks, destilasi

uap air dan infudasi sedangkan ekstraksi dingin dilakukan secara maserasi, dan

perkolasi (Depkes, 1995).

2.5.1 Ekstraksi Dingin

Metode ekstraksi secara dingin bertujuan untuk mengekstrak senyawa-

senyawa yang terdapat dalam simplisia yang tidak tahan terhadap panas atau

thermolabil. Ekstraksi secara dingin dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut

ini:
21

a. Maserasi

Maserasi merupakan kegiatan ekstraksi pada simplisia menggunakan

pelarut yang sesuai dnegan beberapa kali pengadukan pada suhu kamar. Maserasi

digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah

larut dalam cairan pelarut, tidak mengandung zat yang mudah mengembang. Pada

proses penyarian penting dilakukan pengadukan untuk menyamaratakan

konsentrasi larutan diluar sebuk simplisia agar tetap terjaga derajat perbesaran

konsentrasi antara larutan didalam sel dengan larutan diluar sel (Depkes, 1995).

Maserasi dilaksanakan dengan perendaman pada bagian tanaman secara

utuh atau yang sudah diserbukkan dengan pelarut yang sesuai dalam bejana

tertutup rapat terhindar dari cahaya matahari dengan suhu kamar selama lebih

kurang 3 hari dengan pengadukan sesekali hingga bagian tanaman dapat larut

dengan sempurna dalam cairan pelarut, pelarut yang digunakan adalah alkohol

maupun air. Kemudian disaring dan ampas yang didapatkan diperas untuk

mendapatkan bagian cairan nya. Cairan yang diperoleh disaring kembali atau

dekantasi setelah biarkan dalam waktu tertentu (Lully, 2016).

Maserasi memiliki keuntungan yaitu bagian tanaman yang akan

diekstraksi tidak mesti berwujud serbuk yang halus, tidak memerlukan ahli khusus

dan sedikit kehilangan alkohol sebagai pelarut seperti pada proses sokletasi dan

perkolasi. Maserasi memiliki kerugian juga yaitu harus dilakukan nya pengadukan

sesekali, pemerasan dan penyaringan, terjadinya residu pelarut didalam ampas,

dan mutu produk akhir yang tidak konsisten (Lully, 2016).


22

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru hingga

sempurna (exhaustive extraction), pada umumnya dilakukan di temperatur

ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan dan maserasi. Tahap

perkolasi sebenarnya mengamati penetesan/penampungan ekstrak terus menerus

sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1- 5 kali bahan.

2.5.2 Ekstraksi Panas

Metode panas digunakan apabila senyawa-senyawa yang terkandung

dalam simplisia sudak dipastikan tahan panas. Metode ekstraksi yang

membutuhkan panas diantaranya

a. Infus

Infus lnfus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98°C)

selama waktu tertentu (15 - 20 menit ).

b. Refluks

Metode refluks digunakan untuk simplisia dengan kandungan zat aktif

yang tahan terhadap pemanasan. Untuk mengekstraksi bahan dimasukkan

kedalam labu alas bulat bersama cairan penyari kemudian dipanaskan. Cairan

penyari ini akan mendidih, menguap dan berkondensasi pada pendingin tegak,

lalu turun kembali pada labu dan sekaligus mengekstraksi kembali. Proses ini

berlangsung secara berkesinambungan sampai bahan tersari sempurna. Pengerjaan

ini dilakukan sebanyak 3-4 kali selama 3-4 jam (Depkes, 1995).

c. Dekokta

Dekokta atau rebusan merupakan proses ekstraksi simplisia atau tanaman


23

segar menggunakan pelarut air dengan jumlah pemanasan pada suhu >900C

sambil diaduk-aduk dalam pemanasan air selama 30 menit (Depkes, 1995).

d. Disgesti

Digestasi adalah cara maserasi pada suhu yang di tinggikan (300-500C).

Dengan cara ini perolehan bahan aktif agak lebih banyak, meskipun pada saat

pendinginannya pada suhu kamar, bahan ekstraktif dalam skala besar, mengendap

e. Destilasi Uap Air

Ekstraksi secara destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari

serbuk simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai titik didih tinggi

pada tekanan normal. Pada pemanasan biasa memungkinkan akan terjadi

kerusakan zat aktif. Untuk mencegah hal tersebut maka penyarian dilakukan

dengan destilasi uap air air (Depkes, 1995).

f. Soxhletasi

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan

jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2.6 Senyawa Metabolit Sekunder

2.6.1 Alkaloid

Pada umumnya alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang

mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Alkaloid sering kali beracun namun

banyak digunakan dalam pengobatan. Alkaloid biasanya tidak berwarna, sering

kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal padat tetapi hanya sedikit

yang berupa cairan pada suhu kamar (Harborne, 1996). Namun ada sedikit yang

berbentuk amorf, pada umumnya basa bebas, alkaloid hanya larut dalam pelarut
24

organik, meskipun ada beberapa alkaloid hanya larut dalam air dan garamnya

sangat larut dalam air (Sastrohamidjojo, 1996) . Pemerian Alkaloid :

Bentuk : Kebanyakan berbentuk kristal, sebagian lagi berbentuk amorf,

bentuk cair: konini, nikotin, spaertein

Warna : Kebanyakan tidak berwarna, kuning(berberin), merah (betanin)

Rasa : Umumnya berasa sepat dan pahit

Kelarutan : Bentuk bebas : tidak larut air, larut dalam pelarut organik. Bentuk

garam: mudah larut air

2.6.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa turunan fenol sederhana pada tumbuhan

yang berperan dalam memberikan pigmen tumbuhan. Pada umumnya terdapat

dalam tanaman, terikat pada gula sebagai glikosida. Pada tanaman tingkat tinggi

terdapat dalam vegetatif maupun dalam bunga. Beberapa flavonoid tidak

berwarna, tetapi flavonoid yang menyesap sinar UV yang dapat berperan dalam

mengarahkan serangga (Robinson, 1995). Beberapa flavonoid mempunyai rasa

pahit dan merupakan senyawa yang larut dalam air. Senyawa flavonoid adalah

senyawa yang mengandung C13 terdiri dari dua inti fenolat yang dihubungkan

dengan tiga satuan karbon (Sastroharmidjojo, 1996) Pemerian Flavonoid :

Bentuk : Kristal, sebagian lagi berbentuk amorf

Warna : Merah, ungu, dan biru

Rasa : Berasa pahit

Kelarutan : Larut dalam etanol, metanol, butanol, aseton. Mudah larut dalam

air.
25

Fungsi flavonoid dalam kehiudpan antara lain (Robinson, 1995)

a. Bagi Tumbuhan

1. Pengaturan tumbuh kembangnya tumbuhan

2. Pengaturan fotosintesis

3. Kerja inti mikroba dan anti virus

4. Sebagai anti serangga

b. Bagi Hewan

Pada pigmen bunga, flavonoid dapat menarik burung dan serangga penyerbuk

bunga

c. Bagi Manusia

1. Mengobati gangguan fungsi hati

2. Menghambat pendarahan kulit

3. Sebagai anti hipertensi

4. Sebagai anti bakteri

2.6.3 Tanin

Tanin adalah sejenis tumbuhan yang bersifat fenol, memiliki rasa sepat

dan mempunyai kemampuan menyemak kulit. Tanin larut dalam pelarut organik

yang polar, namun tidak larut dalam larutan seperti benzen atau kloroform. Tanin

terhidroliasikan biasanya berupa senyawa amorf higroskopis, berwarna cokelat

kuning yang larut dalam air membentuk koloid. Makin murni tanin maka makin

kurang kelarutannya dalam air sehingga makin mudah diperoleh dalam bentuk

kristal (Robinson, 1995).

Pemerian Tanin :

Bentuk : Serbuk amorf higroskopis


26

Warna : Coklat, kuning kelabu

Rasa : Berasa kecut dan pahit

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larut alkohol, aseton, larut 1:1

gliserol hangat, praktis tidak larut dalam petroleum, eter, dan kloroform

Tanin merupakan tipe polifenol yang paling penting yang larut dalam air,

memberi warna cokelat pada air dan memberikan rasa kecut dan pahit. Sebegai

contoh tanin yang diremukkan pada teh (seperti asam tannie) dan pada sungai

sungai berwarna cokelat yang ada di semak-semak tanaman (Mazdink, 2008)

Fungsi tanin secara umum antara lain (Robinson, 1995):

1. Kadar tanin yang tinggi bagi tumbuhan dapat membantu mengusir hewan

pemangsa tumbuhan dan dapat juga merugikan terhadap nilai gizi

tumbuhan makanan ternak.

2. Mempunyai aktifitas antioksidan, menghambat perumbuhan tumor dan

menghambat enzim juga dapat maracuni hati.

2.6.4 Saponin

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan

busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah menyebabkan

homolisis sel darah merah. Dalam larutan saponin sangat beracun bagi ikan dan

tumbuhan. Saponin sebagai anti mikroba dan memiliki sifat dapat menyerupai

sabun sehingga saponin larut dalam air dan dalam etanol tetapi tidak larut dalam

eter, juga mempunyai rasa pahit (Robinson, 1995). Pemerian Saponin :

Bentuk : Berbentuk buih dalam tumbuhan

Warna : Tidak berwarna

Rasa : Berasa pahit


27

Kelarutan : Larut dalam air. Sedikit larut dalam etanol. Tidak larut dalam

eter.

Sifat sifat saponin adalah (Cheeke, 1999)

1. Mempunyai rasa pahit

2. Dalam larutan air membentuk busa yang stabil

3. Menghemolisa eritrosit.

4. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi

5. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid lainnya

6. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi

7. Berat molekul relatif tinggi dan analisis hanya menghasilkan formula empiris

yang mendekati

Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan

karbohidrat (hexose, pentose, dan sacchari acid). Pada hewan ruminansia, saponin

dapat digunakan sebagai antiprotozoa, karena mampu berikatan dengan kolesterol

pada sel membran protozoa sehingga menyebabkan membrondisis pada sel

membrane protozoa. Saponin dapat beraktivitas sebagai adjuvant pada vaksin

antiprotozoa yang nantinya mampu menghambat perkembangan sporozoit di

dalam saluran pencernaan (Cheeke, 1999)

Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas

pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan

membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan

asam. Saponin merupakan golongan senyawa alam yang rumit, yang mempunyai

massa dan molekul besar, dengan kegunaan luas. Saponin diberi nama demikian

menyerupai sabun “Sapo” berarti sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan
28

yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin

bekerja sebagai antimikroba (Harbrone, 1996).

2.6.5 Triterpenoid/Steroid

Kata terpenoid mencakup sebagian besar senyawa tumbuhan yang

menunjukkan bahwa secara higroskopis senyawa tumbuhan tersebut berasal dari

senyawa yang sama yaitu berasal dari molekul isoprene (CH3-C3(CH3) – CH-

CH2) dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih

satuan C3 ini, yang merupakan senyawa yang memang terdapat sebagai bahan

alam. Secara kimia, terpenoid umunya larut dalam lemak dan terdapat dalam

sitoplasma sel tumbuhan (Harborne, 1996).

Pemerian Terpenpoid dan Steroid :

Bentuk : Kristal

Warna : Tidak berwarna, jika teroksidasi jadi gelap

Rasa : Berasa pedas

Kelarutan : Larut dalam eter. Steroid sedikit larut dalam etil asetat.

2.7 Sediaan Semi Padat

Sediaan semisolid/semipadat farmasi didefinisikan sebagai produk topikal

yang ditujukan untuk aplikasi pada kulit atau membran mukosa untuk mencapai

efek lokal dan kadang-kadang efek sistemik. Sediaan semisolid yang digunakan

pada kulit umumnya berfungsi sebagai pembawa pada obat-obat topikal, sebagai

emolien, atau sebagai mantel oklusif. Sebagian kecil bentuk sediaan semisolid

digunakan pada membran mukosa, seperti jaringan rektal, jaringan bukal (di

bawah lidah), mukosa vagina, membran uretra, saluran telinga luar, mukosa

hidung, dan kornea (Lachman, dkk., 2008).


29

Secara umum, sediaan semisolid adalah formulasi yang terdiri atas dua

fasa (minyak dan air) dimana salah satunya merupakan fase kontinyu (fase luar)

dan yang lain merupakan fase terdispersi (fase dalam). Bahan berkhasiat (Active

Pharmaceutical Ingredient) sering melarut dalam salah satu atau kedua fase

sehingga secara menyeluruh membentuk 3 fasa (Agoes, 2012). Eksipien dapat

ditambahkan ke formulasi topikal sebagai pengisi dan pembawa untuk mengontrol

penetrasi jaringan dalam membantu bahan aktif menembus kulit, untuk

mencegahnya tercuci, atau untuk menyediakan mantel oklusif pencegah efek

menghilang. Eksipien juga digunakan untuk melarutkan bahan aktif, memberikan

sifat antibakteri, meningkatkan stabilitas, pengemulsi dan sebagai suspending

agents (Frederiksen, et al., 2015).

Beberapa kategori sediaan semisolid untuk aplikasi kulit dibedakan atas

salep, krim, gel, dan pasta. Salah satu sifat sediaan semisolid adalah mampu

melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama

sebelum sediaan dicuci atau dihilangkan. Pelekatan ini disebabkan oleh sifat

rheologis dari sediaan yang memungkinkan sediaan semisolid tersebut bentuknya

tetap dan melekat sebagai lapisan tipis sampai ada suatu tindakan yang

mengakibatkan sediaan semisolid akan rusak bentuknya dan mengalir (Lachman,

dkk., 2008).

2.8 Balsem

Balsem yang pada dasarnya merupakan suatu sediaan salep. Balsem

merupakan bahan yang mempunyai banyak fungsi terutama untuk meredakan rasa

nyeri pada otot, meredakan bengkak pada kulit karena gigitan serangga,
30

meringankan gejala masuk angin, menghangatkan tubuh, dan lain sebagainya.

(Duyrestijn, 2010).

Balsem adalah suatu produk yang mirip dengan salep bentuknya lembek,

mudah dioleskan, dan mengandung bahan aktif digunakan sebagai obat luar yang

berfungsi untuk melindungi dan mengilangkan rasa sakit atau nyeri (Prabawati,

2006). Menurut Farmakope Indonesia Edisi ke III, salep adalah sediaan setengah

padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Menurut

Farmakope Indonesia Edisi ke IV, salep adalah sediaan setengah padat ditujukan

untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang

digunakan sebagai pembawa dibagi dalam empat kelompok yaitu dasar salep

senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan air

dan dasar salep yang dapat larut dalam air. Salep obat menggunakan salah satu

dari dasar salep tersebut (Depkes RI, 1979).

2.9 Balsem Stick

Gambar 2.3 Balsem Stick


Balsem stick merupakan sediaan balsem berbentuk batang, yang memiliki

konsistensi lebih padat dibandingkan dengan balsem biasa. Sediaan ini dapat

langsung diaplikasikan pada kulit dan memberikan efek emollient pada kulit serta

mudah dicuci dengan air (Fuch dan Schopflin, 1974).


31

2.9.1 Komponen Balsem Stick

Formula yang digunakan untuk membuat balsem stick mengikuti

formula dasar lipstick karena bentuknya yang hampir sama. Komponen yang

diperlukan untuk membuat balsem stick terdiri dari minyak, lemak dan

malam. Komponen minyak berfungsi sebagai emolien, contohnya yaitu

minyak nabati, minyak mineral, minyak jarak, m i n y a k v c o dan lain-lain.

Komponen lemak berkerja sama dengan komponen malam untuk

memperbaiki struktur dan dapat juga berfungsi sebagai emolien, contohnya

yaitu lanolin, lesitin, lemak coklat dan lain-lain. Komponen malam berfungsi

untuk memberikan struktur pada balsem stick dan menjaganya agar tetap

padat pada suhu hangat, contohnya yaitu carnauba wax, candelilla wax,

beeswax, paraffin padat, dan lain-lain (Balsam 1972).

a. Minyak (Oil)

Komponen minyak dalam sediaan berperan sebagai emolien dan dipilih

sebagai basis karena dapat meningkatkan kemampuan menembus lapisan stratum

korneum dan dapat menciptakan sensasi lembut pada permukaan kulit (Rieger,

2000). Minyak yang digunakan harus mempunyai bau yang menyenangkan atau

tidak berbau, serta minyak yang digunakan tidak boleh bau tengik. Fungsi minyak

dalam formulasi yaitu sebagai emolien. Menurut formula dasar emolien yang

digunakan dalam formulasi yaitu pada konsentrasi 40-70%. Contoh minyak yaitu

minyak jarak, minyak mineral, butil stearat, isopropil miristate, oleil alkohol,

propilenglikol, paraffin oil dan lain-lain (Tranggono dan Latifah, 2007).


32

b. Lilin (Wax)

Malam berfungsi untuk memberikan struktur batang dan menjaga tetap

padat pada cuaca panas. Campuran lilin yang ideal dapat mempertahankan bentuk

stick paling sedikit pada suhu 50°C dan menahan fase minyak agar tidak keluar

dalam bentuk butiran-butiran, sehingga sediaan tetap lembut dan mudah dioleskan

(Balsam, 1972). Lilin merupakan padatan yang memiliki tingkatan kilau dan

plastisitas yang berbeda.Lilin dapat terbagi menjadi dua kelompok, yaitu lilin

alami dan lilin sintetik. Lilin alami terbagi menjadi lilin hidrokarbon dan lilin dari

tumbuhan, lilin hidrokarbon seperti paraffin, lilin mikrokristalin, lilin maineral,

seperti ozokerit, ceresin, dan Montana.Lilin yang berasal dari tumbuhan yaitu

candellila, carnauba, beeswax dan lain-lain. Lilin sintetik seperti polyethylene,

polyethylene dapat bercampur dengan silikon dan dapat mencegah keluarnya

minyak dari sediaan. Dalam sediaan komoponen malam umumnya kombinasi

dengan konsentrasi sampai dengan 20%, malam tersbut dikombinasi untuk

mencapai titik lebur yang diinginkan (Paye et al., 2010).

c. Lemak (Fat)

Lemak alami seperti lanolin, lanolin oil, dan lanolin absorbtion digunakan

sebagai basis dan berfungsi sebagai emolien pada konsentrasi sampai dengan

10%. Lemak tersebut juga dapat berfungsi sebagai pengikat antara lilin dan

minyak serta dapat mengurangi sweating dan cracking pada sediaan stick (Rieger,

2000). Contoh lemak yaitu krim kakao, minyak tumuhan yang sudah

dihidrogenasi (misalnya hydrogenated castor oil), lanolin, lesitin, dan lain-lain

(Tranggono et al., 2007).


33

d. Bahan Tambahan

a) Antioksidan

Balsem stick terdiri dari malam, lemak dan minyak, beberapa dari bahan

tersebut mengandung ikatan tidak jenuh. Khususnya pada lemak dan minyak

mengandung dua atau lebih ikatan tidak jenuh, ikatan tidak jenuh tersebut mudah

teroksidasi. Dalam sediaan reaksi ini menghasilkan senyawa dengan bau yang

buruk atau menyebabkan masalah keamanan seperti iritasi kulit.Untuk mencegah

perubahan kualitas, perlu ditambahkan antioksidan untuk mengontrol reaksi

oksidasi (Mitsui, 1997).

Antioksidan ditambahkan kedalam formulasi untuk menghambat atau

mencegah terjadinya oksidasi. BHA, BHT, propyl gallate, ekstrak rosemary, dan

asam sitrat merupakan contoh yang dapat digunakan baik dalam bentuk tunggal

maupun kombinasi (Rieger, 2000).

2.10 Monografi Bahan

2.10.1 Cera Alba

Cera alba atau malam putih adalah hasil pemurnian dan pengelantangan

Malam Kuning yang diperoleh dari sarang lebah madu Apis mellifera Linne

(Familia Apidae) dan memenuhi syarat uji kekeruhan penyabungan. Cera alba

berbentuk padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam keadaan tipis,

bau khas lemah dan bebas bau tengik. Cera alba memiliki kelarutan yang tidak

larut dalam air, agar sukar larut dalam etanol dingin, larut sempurna dalam

kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan minyak atsiri. Sebagian cera alba
34

larut dalam dalam benzen dingin dan dalam karbon disulfida dingin. Jarak lebur

cera alba antara 62ºC dan 65ºC (Rieger 2000).

Cera alba digunakan sebagai basis yang dapat meningkatkan kekerasan

dan suhu lebur. Cera alba secara tradisional digunakan sebagai pengeras untuk

minyak jarak dan juga berkontribusi dalam eksudasi minyak jika digunakan dalam

jumlah besar (Rieger 2000). Cera alba merupakan salah satu contoh komponen

malam, dalam sediaan komoponen malam umumnya kombinasi dengan

konsentrasi sampai dengan 20%, malam tersbut dikombinasi untuk mencapai titik

lebur yang diinginkan (Paye et al., 2010).

Apabila cera alba dipanaskan pada suhu diatas 150°C akan terjadi

esterifikasi yang dapat menyebabkan menurunnya nilai asam dan menurunnya

titik lebur. Cera alba stabil bila disimpan dalam wadah yang tertutup dan

terlindung dari cahaya (Rowe et al., 2009).

2.10.2 Setil Alkohol

Setil alkohol berbentuk seperti lilin, kepingan putih, granul, kubus atau

lempengan. Memiliki bau yang khas dan rasa yang hambar. Setil alkohol banyak

digunakan dalam kosmetik dan formulasi farmasi seperti supositoria, bentuk

sediaan padat termodifikasi, emulsi, lotion, krim dan salep. Setil alkohol mudah

larut dalam etanol (95%) dan eter, kelarutan meningkat dengan meningkatnya

temperatur, praktis tidak larut dalam air. Setil alkohol dapat larut saat dilelehkan

dengan lemak, parafin cair-padat dan isopropil miristat. Setil alkohol memiliki

titik lebur 45ºC-52ºC. Setil alkohol stabil terhadap asam, basa, cahaya dan udara.
35

Setil alkohol disimpan pada wadah tertutup rapat dan di tempat yang sejuk dan

kering (Rowe et al., 2009).

2.10.3 Virgin Coconut

Virgin coconut oil atau minyak kelapa murni adalah minyak lemak yang

dimurnikan dengan cara suling bertingkat, diperoleh dari endosperma Cocos

nucifera yang telah dikeringkan. Terdiri dari campuran trigliserida yang

mengandung asam lemak jenuh dengan rantai atom karbon pendek, terutama asam

oktanoat dan asam dekanoat. Minyak kelapa murni berbentuk cairan jernih,

kuning pucat, tidak berbau atau berbau lemah, rasa khas, memadat pada suhu 0ºC

dan mempunyai kekentalan rendah walaupun pada suhu mendekati suhu beku.

Minyak kelapa murni memiliki kelarutan praktis tidak larut dalam air, mudah larut

dalam etanol (95%) P, kloroform P dan eter P. Indek bias minyak kelapa murni

1,450 sampai 1,453. Minyak kelapa murni disimpan dalam wadah tertutup baik, di

tempat sejuk dan terhindar dari cahaya (Depkes RI, 1979).

2.10.4 Vaselin Alba

Vaselin alba adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah

padat, diperoleh dari minyak bumi keseluruhan atau hampir keseluruhan

dihilangkan warnanya. Pemerian putih atau kekuningan pucat, massa berminyak

trasnparan dalam lapisan tipis setelah didinginkan pada suhu 0 ̊ C. Tidak larut

dalam air, sukar larut dalam etanol dingin atau panas dan dalam etanol mutlak

dingin, muda larut dalam benzene, dalam karbon disulfide, dalam kloroform, larut

dalam heksana dan dalam sebagai besar minyak lemak dan minyak atsiri (Depkes

RI, 1995).
36

Fungsi utamanya adalah sebagai emolien dan basis salep. Sulit diserap

oleh kulit. Sebagai emolien pada krim tropical konsentrasi yang digunakan adalah

10-30%, untuk emulsi topical digunakan konsentrasi 4-25%, sementara untuk

salep topical digunakan sampai dengan 100%. Memiliki titik lebur 38 ̊ C-60 ̊ C

(Depkes RI, 1995). Vaselin termasuk material yang stabil dan tidak reaktif,

kebanyakan dari masalah stabilitas muncul akibat kecilnya nilai kemurnian yang

jika terpapar cahaya langsung maka vaselin alba dapat teroksidasi dan

menyebabkan perubahan warna dan bau yang tidak enak. Oksidasi dapat dihambat

dengan penambahan bahan antioksidan yang sesuai eperti butyl hidroksianisol,

butyl hidroksitoluene dan alfa tokoperol. Vaselin alba merupakan material yang

inert, tidak mengiritasi dan tidak toksik. Vaselin alba digunakan pada pembuatan

kosmetik dan produk farmasi karena jarang terjadi inkompatibilitas

2.10.5 Mentol

Mentol adalah zat yang diperoleh dari minyak atsiri beberapa spesies

mentha atau dibuat secara sintetik. Mentol berupa hablur berbentuk jarum atau

prisma, tidak berwarna, bau tajam seperti minyak permen, rasa panas dan

aromatik diikuti rasa dingin. Mentol sukar larut dalam air, sangat mudah larut

dalam etanol 95% P, khloroform P, dan eter P, mudah larut dalam parafin cair P

dan minyak atsiri. Penggunaan mentol sebagai counter dan rubifacient dengan

konsentrasi sebesar 0,05-10% (Rowe et al., 2009).

2.10.6 Butil Hidroksitoluen

Butil Hidroksitoluen (BHT) biasa digunakan sebagai antioksidan pada

kosmetik, makanan dan farmasi. Fungsi utamanya digunakan untuk menghambat


37

atau mencegah bau tengik yang ditimbulkan oleh lemak dan minyak serta

mencegah hilangnya aktivitas vitamin yang larut dalam minyak. Butil

hidroksitoluen berwarna putih atau kuning pucat, berbentuk kristal padat atau

serbuk dengan karakteristik bau fenol yang lemah. BHT memiliki kelarutan

praktiks tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol dan larutan alkali

hidroksida serta mudah larut dalam aseton, benzene, etanol (95%), eter, metanol,

toluen, minyak sintetik dan minyak mineral. BHT memiliki titik didih 265ºC dan

titik leleh 70ºC dan kadar air kurang lebih 0,05%. Jika terpapar cahaya, pelembab

dan panas dapat menyebabkan hilangnya warna dan aktifitas. Harus disimpan

dalam wadah tertutup terlindung cahaya, dalam ruangan yang dingin dan kering

(Rowe et al., 2009).

2.11 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan Balsem Stick

Evaluasi dilakukan sebagai pemeriksaan terhadap sediaan yang telah

dibuat. Untuk mengetahui sediaan yang dibuat telah memenuhi syarat sediaan

yang baik atau tidak. Dalam pembuatan balsem stick ada beberapa hal penting

yang di evaluasi yaitu:

2.11.1 Uji pH

pH merupakan suatu bilangan yang menyatakan keasaman atau kebasaan

suatu zat yang larut dalam air (Depkes RI, 1979). Semakin asam bahan yang

mengenai kulit, maka semakin sulit kulit untuk menerimanya yang menyebabkan

kulit dapat menjadi kering, pecah-pecah dan mudah terkena infeksi. Oleh karena

itu pH sediaan topikal diusahakan sama atau sedekat mungkin dengan pH fisiologi

kulit yaitu 4-8 (Aulton, 2002).


38

2.11.2 Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan untuk melihat hasil campuran bahan

pembuat pada sediaan balsem stik. Dilihat dengan cara mengoleskan sediaan pada

kaca transparan dan diamati apakah terdapat butir butir kasar yang tertinggal

dikaca tersebut (Ilham, 2016)

2.11.3 Suhu Lebur

Suhu lebur adalah suhu pada saat zat tepat melebur seluruhnya yang

ditunjukkan pada fase padat tepat hilang (Depkes RI, 1979). Penetapan suhu lebur

dilakukan untuk mengetahui pada suhu berapa balsem stick akan meleleh dalam

wadahnya sehingga minyak akan keluar. Suhu tersebut menunjukkan batas suhu

penyimpanan balsem stick yang selanjutnya berguna dalam proses pembentukan,

pengemasan, dan pengangkutan (Trinanda, 2012). Sediaan stick yang baik

memiliki titik lebur 50º C –70º C (Keithler, 1956).

2.11.4 Iritasi Kulit

Uji iritasi dilakukan untuk mengetahui apakah balsem stik menyebabkan

iritasi pada kulit atau tidak. Iritasi dibedakan menjadi 2 kategori yaitu iritasi

primer yang akan segera timbul sesaat setalah terjadi pelekatan atau penyentuhan

pada kulit dan iritasi sekunder yang reaksinya baru timbul beberapa jam setelah

pelekatan atau penyentuhan pada kulit (Depkes RI, 1985).

2.11.4 Uji Stabilitas Sediaan

Pengamatan stabilitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya

perubahan secara organoleptis selama penyimpanan dari hari ke hari pada suhu
39

kamar. Pengamatan organoleptis meliputi warna, aroma, bentuk yang diamati

secara visual dengan panca indera (Vishwakarma dkk., 2011).

2.11.5 Uji Kesukaan (Hedonic Test)

Uji kesukaan dilakukan untuk mengetahui pendapat dari sukarelawan

mengenai sediaan balsem stick yang dibuat, sukarelawan diminta untuk memilih

formula yang paling disukai berdasarkan parameter aroma, warna dan sensasi

hangat dikulit.

2.12 Kulit

2.12.1 Defenisi Kulit

Kulit dikenal sebagai membran kulit, menutupi permukaan luar tubuh dan

merupakan organ tubuh terbesar dalam berat. Pada orang dewasa, kulit mencakup

area sekitar 2 meter persegi, dan berat 4,5–5 kg, sekitar 7% dari total berat badan.

Untuk sebagian besar tubuh, tebalnya 1–2 mm. Kulit terdiri dari dua bagian

utama. Bagian dangkal, lebih tipis, yang terdiri dari jaringan epitel, adalah

epidermis. Bagian jaringan ikat yang lebih dalam dan lebih tebal adalah dermis.

(Derrickson, 2014).

Kulit melakukan banyak fungsi vital, termasuk perlindungan terhadap

penyerang fisik, kimia, dan biologis eksternal, serta pencegahan kelebihan air

yang hilang dari tubuh dan peran dalam pengaturan suhu. Ketebalan lapisan-

lapisan kulit sangat bervariasi, tergantung pada lokasi geografis pada anatomi

tubuh (Kolarsick et al., 2011).

2.12.2 Anatomi dan Histologi Kulit

Kulit terdiri dari dua bagian utama. Bagian dangkal, lebih tipis, yang

terdiri dari jaringan epitel, adalah epidermis. Bagian jaringan ikat yang lebih
40

dalam dan lebih tebal adalah dermis. Sementara epidermis adalah avaskular,

dermis adalah vaskular. Untuk alasan ini, jika Anda memotong epidermis tidak

ada perdarahan, tetapi jika luka menembus ke dermis ada pendarahan. Jauh ke

dalam dermis, tetapi bukan bagian dari kulit, adalah lapisan subkutan. Juga

disebut hipodermis, lapisan ini terdiri dari jaringan areolar dan adiposa. Serat

yang membentang dari dermis jangkar kulit ke lapisan subkutan, yang pada

gilirannya menempel pada fasia, jaringan ikat di sekitar otot dan tulang. Lapisan

subkutan berfungsi sebagai gudang penyimpanan lemak dan berisi pembuluh

darah besar yang memasok kulit. Daerah ini juga mengandung ujung saraf yang

disebut sel-sel berlama lamel atau sel-sel Pacinian yang peka terhadap tekanan

(Derrickson, 2014).

Gambar 2.1 Anatomi Kulit

2.12.2.1 Epidermis ( Kulit Ari )

Epidermis merupakan bagian kulit yang paling luar yang paling menarik

untuk diperhatikan dalam perawatan kulit karena kosmetik dipakai pada bagian

epidermis. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang

paling tebal berukuran 1 milimeter misalnya pada telapak tangan kelopak mata,
41

pipi, dahi dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis melekat erat

pada dermis karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan

cairan antar sel dari plasma yang merembes melalui dinding-dinding kapiler

dermis ke dalam epidermis (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.12.2.2 Kulit Jangat (Dermis)

Dermis adalah lapisan kedua pada kuit. Tersusun dari jaringan ikat yang

fleksibel, memiliki ketebalan yang bervariasi tergantung pada daerah tubuh.

Dermis terdiri atas lapisan papiler dan reticular. Lapisan papiler adalah lapisan

yang mengandung kapiler dan reseptor terhadap nyeri dan sentuhan. Lapisan

retikular yang letaknya lebih dalam berisi pembuluh darah, kelenjar keringat,

kelenjar sabesa, reseptor tekanan yang dalam dan berkas serat kolagen yang tebal.

2.12.2.3 Hipodermis (Subkutan)

Hipodermis adalah jaringan ikat longgar yang terdapat pada bagian

bawah dermis yang mengandung sel lemak bervariasi. Hipodermis merupakan

lapisan paling dalam pada struktur kulit. Pada lapisan ini terdapat syaraf,

pembuluh darah, dan limfe. Lapisan ini berfungsi untuk membantu melindungi

tubuh dari benturan-benturan fisik dan mengatur panas tubuh. Pada lapisan ini

juga terdapat banyak sel liposit yang meproduksi jaringan lemak untuk menjadi

pelapis antara kulit dengan organ dalam seperti tulang dan otot.

2.12.3 Fungsi Kulit

a. Fungsi Termoregulasi

Kulit berfungsi untuk mengatur suhu. Dalam mengatur suhu tubuh, kulit

berperan mengeluarkan keringat dan kontraksi obat dengan pembuluh darah kulit.
42

Pada suhu tubuh tinggi, kulit akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak

serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa

keluar tubuh. Sebaliknya, pada saat tubuh suhu rendah, kulit akan mengeluarkan

lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstiksi)

sehingga mengurangi pengeluaran panas.

b. Fungsi Proteksi
Kulit berfungsi menjaga bagian dalam tubuh dari gangguan fisik yang

dapat menimbulkan iritasi, gangguan panas, sinar ultraviolet dan infeksi dari luar.

c. Fungsi Absorbsi
Fungsi absorbsi berhubungan dengan kemampuan kulit untuk menyerap

air, udara serta zat lain di udara, dan sebagainya. Kemampuan absorbsi kulit

mempengaruhi tebal dan tipisnya kulit, dehidrasi, kelembaban dan metabolisme.

d. Fungsi Ekskresi
Kulit berfungsi mengeluarkan zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh

(sisa metabolism), seperti urea, asam urat, NaCL dan ammonia. Lapisan sebum

dalam kulit memiliki minyak yang berguna untuk melindungi kulit, menahan air

yang berlebihan sehingga kulit tidak kering.

e. Fungsi Pembentukan Pigmen


Pembentukan warna kulit dilakukan oleh melanosit, namun tidak

selamanya warna kulit dipengaruhi pigmen, kadang juga dipengaruhi oleh tebal

tipisnya kulit.

f. Fungsi Persepsi
Fungsi persepsi berhubungan dengan rangsangan panas dan dingin. Ujung-

ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis berfungsi untuk merangsang panas

yang diterima, sedangkan untuk rangsangan dingin terjadi di dermis.


43

g. Fungsi Keratinasi
Keratin memberi perlindungan kulit terhadap infeksi melalui mekanisme

fisiologis. Proses ini berlangsing seumur hidup. Keratinosit terjadi melalui proses

sintesis den generasi yang berlangsung kurang lebih 14-21 hari.

h. Fungsi Pembentukan Vitamin D


Pembentukan vitamin D oleh kulit terjadi dengan mengubah dihidroksi

kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Namun pemenuhan vitamin D tidak

hanya mengandalkan sinar matahari, pemberian vitamin D secara sistemik tetap

harus dilakukan oleh manusia.

2.12.4 Jenis Kulit

Ditinjau dari sudut pandang perawatan, kulit terbagi atas tiga bagian:

1. Kulit normal

Merupakan kulit yang tampak kenyal, lembut dan indah dipandang mata

walaupun tidak memakai kosmetik.

2. Kulit berminyak

Merupakan kulit yang mempunyai komedo atau jerawat, ada noda hitam

akibat timbunan pigmen di jangat.

3. Kulit kering

Ciri-ciri kulit kering adalah halus namun mudah terlihat kusam, bersisik,

cepat keriput,belang putih, danmengalami dehidrasi (kekeringan), tidak terlihat

kelebihan minyak pada daerah (dahi, hidung, dagu) serta mudah timbul noda

hitam.

4. Kulit kombinasi

Merupakan jenis kulit kombinasi yaitu antara kulit kering dan berminyak.
44

Pada area tubuh cenderung berminyak, sedangkan pada daerah pipi terlihat kusam

dan kering.

5. Kulit sensitif

Adalah jenis kulit yang memberikan respon secara berlebihan terhadap

kondisi tertentu, misalnya suhu, cuaca, bahan kosmetik atau bahan kimia lainnya

yang menyebabkan timbulnya gangguan kulit seperti kulit mudah menjadi iritasi,

kulit menjadi menipis dan sangat sensitive.

2.13 Iritasi Kulit

Pengujian keamanan merupakan salah satu syarat penting sebelum suatu

sediaan dipassarkan ke masyarakat. Uji iritasi merupakan bagian penting dari

prosedur keamanan suatu produk (Robinson, 2002).

Iritasi merupakan suatu inflamasi yang terjadi pada kulit akibat senyawa

asing. Gejala yang dapat terjadi antara lain panas karena adanya kemerahan pada

daerah tersebut (eritema) dan dapat juga menyebabkan pada edema yang terjadi

karena adanya pembessaran plasma yang membeku pada daerah kulit yang terluka

(Ermawati, 2018).

Iritasi dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu iritasi primer yang akan

segera timbul sesaat setelah terjadi pelekatan atau peyentuhan pada kulit dan

iritasi sekunder yang reaksinya baru timbul beberapa jam setelah penyentuhan

atau pelekatan pada kulit (Ditjen POM, 1995). Tanda-tanda reaksi kulit kulit yang

ditimbulkan yaitu hyperemia, eritema, edema atau vesikula kulit. Reaksi kulit

yang demikian bersifat lokal pada daerah kulit yang rusak saja (Schmitt WH.

1996).
45

Mengenal tanda dan gejala iritasi pada kulit, diantaranya:

1. Kulit terasa gatal

Mengalami rasa gatal pada kulit itu biasa.Namun, jika rasa gataltersebut

dapat mengganggu dan gemas ingin menggaruknya, hal ini terjadi dikarenakan

tanda awal iritasi kulit. Banyak yang menyepelekan gejala ini dan beranggapan

rasa gatal akan hilang. Padahal jika tidak diatasi, rasa gatal akan semakin parah

dan memperburuk kondisi

2. Kulit kemerahan dan membengkak

Kulit kemerahan bisa jadi tanda dari iritasi.Kondisi ini bisa terjadi lebih

awal sebelum atau bersamaan dengan rasa gatal. Bukan hanya kemerahan pada

kulit yang semakin terlihat, kulit juga akan membengkak.

3. Kulit memunculkan bercak ruam

Selain membengkak, tahapan iritasi yang semakin parah adalah munculnya

roam. Ruam ini ditandai dengan bintik-bintik kecil kemerahan yang terasa panas

atau perih.Semakin banyak terjadi gesekan pada area kulit ini, semakin besar

kemungkinannya ruam jadi menyebar atau melepuh. Akibatnya, akan ada luka

pada bagian kulit ini. Kulit yang terasa dan terlihat kasar, mengelupas atau

bersisik ringan hingga parah dan pecah-pecah dengan garis yang tipis.

3.12 Sukarelawan Dalam Penelis (Uji Hedonic)

Sukarelawan adalah seseorang yang secara sukarela menyumbangkan

waktu, tenaga, pikiran, dan keahliannya untuk menolong orang lain (help other)

dan sadar bahwa tidak akan mendapatkan upah atau gaji atas apa yang telah

isumbangkan. Menjadi relawan adalah salah satu aktifitas yang dapat dilakukan

leh seluruh lapisan masyarakat sebagai wujud kepedulian dan komitmennya


46

erhadap sebuah visi tertentu. Relawan adalah orang yang tanpa dibayar

menyediakan waktunya untuk mencapai tujuan organisasi, dengan tanggung

jawab yang besar atau terbatas, tanpa atau dengan sedikit latihan khusus, tetapi

dapat pula dengan latihan yang sangat intensif dalam bidang tertentu, untuk

bekerja sukarela membantu tenaga professional (Noviani. 2020). Menurut Monga

2006 menyatakan bahwa sukarelawan merupakan orang-orang yang memberikan

tenaga mereka berupa pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman mereka tanpa

mengharrapkan imbalan dari organsisasi. Menurut Soetijono dkk. 2020 juga

menjelaskan bahwa sukarelawan merupakan seseorang yang bersedia mengabdi

secara tanpa pamrih, ikhlas, tanpa berharap imbalan.

Uji kesukaan disebut juga uji hedonik apabila uji dari desain untuk

memilih satu produk diantara produk lain secara langsung. Uji ini dapat

dipalikasikan pada saat pengembangan produk atau pembanding produk dengan

produk pesaing. Uji kesukaan meminta penelis untuk harus memilih satu pilihan

Antara yang lain. Maka dari itu, produk yang tidak dipilih dapat menunjukkan

bahwa produk tersebut disukai atau tidak disukai. Penelis diminta tanggapan

pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Tingkat-tingkat

kesukaan ini disebut skala hedonik seperti: tidak suka, suka, cukup suka, sangat

suka dan sangat tidak sukaa. Penilain dalam uji hedonik ini dilakukan bersifat

spontan. Hal ini penelis diminta untuk menilai suatu produk secara langsung dan

pada saat itu juga mencoba tanpa membandingkan dengan produk sebelum atau

sesudahnya (Roharja, 2001).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode ekperimental di laboratorium.

Penelitian ini meliputi pengumpulan sampel, identifikasi sampel, pengolahan

sampel, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, pembuatan

dan penentuan mutu fisik sediaan yang meliputi uji stabilitas, uji homogenitas, uji

pH, uji iritasi, uji titik lebur serta uji penilaian kesukaan (hedonic) sediaan.

3.1.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini tedapat tiga variable yaitu variable bebas,

variable terikat . Variabel bebas pada penelitian ini adalah simplisia lengkuas dan

lada hitam konsentrasi dari sampel yang digunakan dan formula balsem stick.

Sedangkan variabel terikat adalah karakteristik simplisia, Pemeriksaan kandungan

senyawa metabolit sekunder dan evaluasi mutu fisik balsem stick.

3.1.2 Parameter Penelitian

Parameter sediaan balsem stick yaitu uji homogenitas, uji stabilitas, uji pH,

uji titik lebur, uji iritasi terhadap sukarelawan, uji kesukaan (hedonic).

Makroskopik Mikroskopik, kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol,

kadar abu total kadar abu tidak larut asam. Peeriksaan alkaloid, flavonoid,

saponin, tanin, steroid

3.2 Jadwal dan Lokasi Penelitian

3.2.1 Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2022 sampai bulan Juni 2022.

47
48

3.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmasi Fakultas Farmasi

Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah Medan.

3.3 Bahan

Ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd) dan Lada hitam

(Piper nigrum L.), cera alba (white beeswax), setil alcohol (cetyl alcohol), vaselin

alba, butyl hidroksitoluen (BHT), vco (virgin coconut oil), mentol, etanol 96%,

dan VCO (Virgin Coconut Oil).

3.4 Peralatan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, tanur,

batang pengaduk, tanur, rotary vacum evaporator, penangas (waterbath), beaker

glass, cawan penguap gelas ukur, termometer, wadah sediaan, blender

(penghalus), pH meter, ayakan, krus porselin, sudip, perkamen, objek dan deck

glass, mikroskop.

3.5 Prosedur Penelitian dan Pengumpulan Data

3.5.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan adalah Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd)

dan Lada Hitam (Piper nigrum L.) yang dibeli di Pasar Simpang Limun Medan.

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan

dengan daerah lain


49

3.5.2. Identifikasi Tanaman

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanese (MEDA) –

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Dapertemen Biologi,

Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi sampel dapat dilihat pada lampiran

halaman 65 dan 66.

3.5.3 Pengolahan Sampel

3.5.3.1 Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd)

Sampel rimpang Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd) yang telah

diambil dicuci bersih dengan air mengalir lalu ditiriskan. Rimpang lengkuas yang

sudah bersih disortasi basah dan ditimbang. Selanjutnya rimpang diiris tipis

dengan ketebalan berkisar 1-3 mm, lalu dikeringkan selama 5 hari di lemari

pengering. Simplisia yang telah kering lalu diblender menjadi serbuk halus lalu

diayak dan disimpan di dalam wadah plastik bertutup.

3.5.3.2 Lada Hitam (Piper nigrum L.)

Sampel lada hitam disortasi yaitu untuk memisahkan benda-benda asing

atau pengotoran-pengotoran jika ada. Setelah itu ditimbang, lalu dihaluskan

menggunakan blender menjadi serbuk halus lalu di ayak dan disimpan di dalam

wadah plastik bertutup.

3.5.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Sampel

Serbuk simplisia lengkuas dan lada hitam masing-masing sebanyak 300 g

dimasukkan kedalam bejana kemudian dituangkan 75 bagian (2250 ml) cairan

penyari (etanol 96%) lalu ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari

cahaya matahari sambil diaduk-aduk sesekali. Setelah 5 hari campuran diserkai


50

ampasnya diperas. Dilakukan pencucian ampas dengan cairan penyari etanol

secukupnya hingga diperoleh 100 bagian (3 liter) maserat, diserkai ampasnya dan

diperas. Kemudian seluruh maserat digabungkan dipindahkan kedalam bejana

tertutup, dienaptuangkan dan dibiarkan selama 2 hari ditempat sejuk yang

terlindung dari cahaya. Maserat lalu dipekatkan dengan alat Rotary Evaporator

lalu ditimbang ekstrak kental yang diperoleh. (Depkes RI, 1979)

3.6 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.6.1 Larutan Pereaksi Bouchardat

Larutan 2 g iodium P dan 4 g kalium iodide P dalam air secukupnya

hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.6.2 Larutan Pereaksi Dragendroff

Campur 20 ml larutan bismuth nitrat 40% b/v dalam asam nitrat P dengan

50 ml larutan kalium iodide P 54,4% b/v diamkan sampai memisah sempurna.

Ambil larutan jernih dan encekan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Depkes

RI, 1995).

3.6.3 Larutan Pereaksi Mayer

Ditimbnag raksa (II) klorida sebanyak 1,35 g dilarutkan dengan 60 ml

aquades didalam gelas ukur 100 ml. Pada wadah lain dilarutkan 5 g kalium iodide

dalam 10 ml aquades. Kedua larutan dicampur dalam labu ukur 100 ml, lalu

diencerkan dengan aquades sampai garis tanda (Depkes RI, 1995).


51

3.6.4 Asam Klorida 2N

Sebanyak 17 mL asam klorida pekat dimasukkan ke dalam beker gelas

yang telah berisi 25 mL air akuades, ditunggu sampai dingin dan diencerkan

dengan akuades sampai 100 mL (Depkes RI, 1995).

3.6.5 Asam Sulfat 2N

Sebanyak 5,4 mL asam sulfat pekat dimasukkan ke dalam beker gelas

yang berisi 25 mL akuades, kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda

batas 100 mL (Depkes RI, 1995).

3.6.6 Asam Asetat 1 %

Dipipet 1 ml asam asetat pekat, kemudian dilarutkan dengan akuades

hingga volume 100 ml

3.6.7 Pereraksi Kloralhidrat

Sebanyak 50 gram kloralhidrat dilarutkan dalam 20 ml air (Ditjen POM,

1995).

3.6.8 Besi (III) Klorida 1% b/v

Ditimbang 1 g besi (III) klorida kemudian dilarutkan dengan akuades

hingga volume 100 mL (Depkes RI, 1995).

3.6.9 Timbal (II) Asetat 0.4 M

Sebanyak 15,17 g timbal asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air

suling bebas karbon dioksida hingga volume 100 mL (Depkes RI, 1995).
52

3.7 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia

yang terkandung dalam simplisia keadaan dan ekstrak. Adapun golongan senyawa

yang diperiksa meliputi pemeriksaan flavonoid, alkaloid, saponin, tanin,

steroid/triterpenoid.

3.7.1 Pemeriksaan Alkaloida

Sampel serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian kedalam

masing - masing sampel ditambahkan 2ml asam klorida 2N (suasana asam) dan

ditambahkan akuades sampai 20ml, dipanaskan diatas penangas air selama 2

menit,didinginkan dan disaringFiltrat yang diperoleh digunakan untuk percobaan

alkaloida. Keadaan 3 tabung sebagai berikut:

1) Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi Mayer, akan

terbentuk endapan menggumpal berwarna putih ataukuning.

2) Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi Bouchardat,

akan terbentuk endapan berwarna coklat sampaihitam.

3) Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi Dragendorf,

akan terbentuk endapan warna merah atau jingga.

4) Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari

tiga percobaan diatas. Tetapi jika hanya terjadi kekeruhan pada satu reaksi

diatas maka dianjurkan dengan percobaan berikut :

5) Sebanyak ± 8 ml filtrat ditambahkan 2 ml ammonia pekat dan dikocok

dengan 5 ml campuran eter – kloroform (3:1), dan dibiarkan memisah.


53

Diambil lapisan eter – kloroform ditambah sedikit natrium sulfat anhidrat,

disaring dan diuapkan filtrate didalam gelas arloji diatas penangas air.

Larutkan residunya dengan asam klorida dan dikerjakan dengan pereaksi

Mayer, Dragendorf dan Bouchardat seperti percobaan diatas (Ditjen

POM,1995).

3.7.2 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditimbang kemudian ditambahkan 100 ml

air panas dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Kedalam

5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2

ml amil alkohol, dikocok kuat dan dibiarkan memisah. Adanya flavonoid

ditunjukkan dengan ti,nulnya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil

alkohol (Depkes RI, 1995).

3.7.3 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi,

ditambahkan 10 ml air panas didinginkan kocok selama 10 detik. Jika terbentuk

busa tinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang

dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N menunjukkan adanya saponin

(Depkes RI, 1995).

3.7.4 Pemeriksaan Tanin

Ditimbang sebanyak 0.5 gram serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun

mangga harum manis kemudian masing-masing disari dengan 10 mL air suling.

Disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak bewarna.

Diambil 2 mL larutan ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida.


54

Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tannin (Depkes RI,

1995).

3.7.5 PemeriksaanTriterpenoid/Steroid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dalam 20 ml n-heksan selama 2

jam kemudian disaring. Filtrat sebanyak 5 ml diuapkan dalam cawan penguap

sampai kering. Kedalam residu ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrat dan 1

tetes asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman-Buchardard). Terbentuknya warna

ungu atau merah menjadi biru hijau menunjukkan adanya steroida atau

triterpenoid (Harbone, 1987).

3.8 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,

mikroskopik penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,

penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan

penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam (Ditjen POM, 1995).

3.8.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan cara memperhatikan bentuk,

warna, bau, dan rasa terhadap serbuk simplisia lengkuas (Alpinia galanga (L.)

Willd) dan lada hitam (Piper nigrum L.)

3.8.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia lengkuas

(Alpinia galanga (L.) Willd) dan lada hitam (Piper nigrum L.) dengan cara serbuk

simplisia diletakkan diatas objek glass yang ditetesi dengan kloral hidrat dan

ditutup dengan deck glass kemudian diamati di bawah mikroskop.


55

3.8.3 Penetapan Kadar Air Simplisia

Alat terdiri dari labu alas bulat 500 mL, pendingin, tabung penyambung,

tabung penerima 5 mL berskala 0,05 mL, alat penampung dan pemanas listrik.

Cara kerja:

1. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 mL toluen dan 2 mL air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2

jam. Toluen dibiarkanmendingin selama 30 menit dan dibaca volum air pada

tabung penerima dengan ketelitin 0,05 mL (WHO, 1998).

2. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan

ke dalam labu yang berisi toluen yang telah dijenuhkan, kemudian labu

dipanaskan hati-hati selama 15 menit.Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan

diatur 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan

tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik.Setelah semua air terdestilasi, bagian

dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit,

kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan

toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 mL. Selisih

kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam

bahan. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

3.8.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air

Maserasi serbuk yang telah dikeringkan diudara sebanyak 5,0 g selama 24

jam dalam 100 ml campuran air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling

sampai 100ml dalam labu tersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
56

pertama, lalu didiamkan selama 18 jam, lalu disaring. Sebanyak 20 ml filtrat di

uapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah dipanaskan

dan ditara, dipanaskan sisa pada suhu 105ºC sampai bobot tetap kadar dalam

persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

diudara (Depkes RI, 1995).

Berat sari
Kadar Sari Larut Dalam Air = x 100%
Bobot simplisia

3.8.5 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Dimaserasi serbuk simplisia sebanyak 5 g yang telah di keringkan di

udara selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 % dalam labu bersumbat sambil

dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 6 jam

pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Lalu disaring cepat untuk

menghindari penguapan etanol, sebanyak 20 ml filtrat diuapkan sampai kering

dalam cawan penguap yang bedasar rata yang telah dipanaskan dan ditara.

Sisanya dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari

yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

diudara (Depkes RI, 1995).

Berat sari
Kadar Sari Larut Dalam Etanol = x 100%
Bobot simplisia

3.8.6 Penetapan Kadar Abu Total

Serbuk simplisia digerus lalu ditimbang dengan seksama sebanyak 2 g

sampai 3g, lalu dimasukkan kedalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara,

kemudian diratakan. Dipijarkan cawan krus perlahan-lahan hinga arang habis,

pemijaran dilakukan pada suhu 500-600ºC semala 3 jam kemudian didinginkan


57

dan diimbang hinga diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan

yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

Berat abu
Kadar Abu Total = x 100%
Bobot simplisia

3.8.7 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam

Abu yang telah didapatkan pada penetapan kadar abu total, dididihkan

dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam

asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, kemudian dicuci

dengan air panas, residu dengan kertas saring dipijarkan sampai didapatkan bobot

tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu tidak larut dalam asam

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (Depkes RI, 1995).

Berat abu
Kadar Abu Yang Tidak Larut Asam = x 100%
Bobot simplisia

3.9 Pembuatan Sediaan Balsem Stick

3.9.1 Formula Standar Sediaan Balsem Stick

Sediaan Balsem stick dibuat berdasarkan formula standar (Athaillah and

Lianda, 2021) yaitu:

R/ Cera Alba 30

Vaselin alba 10

Kristal Mentol 0,1

Setil Alkohol 10

Butilhidroksi Toluen 0,1


58

VCO ad 100

3.9.2 Modifikasi Formula

Setelah dilakukan modifikasi formula, maka formula yang digunakan

dalam pembuatan sediaan balsem stick pada penelitian ini adalah:

R/ Cera Alba 30

Vaseline alba 10

Kristal Menthol 3

Setil Alkohol 10

Butilhidroksi Toluen 0,1

VCO ad 100

3.9.3 Komposisi Formula

Tabel 3. 1 Formula Balsem Stick Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd) dan Lada
Hitam (Piper nigrum L.)

No Jumlah
Bahan F0 FI FII FIII
(Blanko) (%) (%) (%)
1 Ekstrak lengkuas - 15 - 7,5

2 Ekstrak lada hitam - - 15 7,5

3 Cera alba 30 30 30 30

4 Vaselin alba 10 10 10 10

5 Cetyl alkohol 10 10 10 10

6 Kristal menthol 3 3 3 3

7 Butil 0.1 0.1 0.1 0.1


hidroksitoluen
59

8 VCO 100 100 100 100


Ad

Keterangan:
F0: Blangko (dasar krim tanpa ekstrak lengkuas dan lada hitam)
F1: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 15%
F2: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lada hitam 15%
F3: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 7,5% dan lada hitam 15%

3.9.4 Prosedur Pembuatan Balsem Stick

Semua bahan-bahan ditimbang. Butil hidroksitoluen dilarutkan dengan

minyak (Massa 1). Cera alba dilebur dalam cawan penguap diatas penangas air

pada suhu yang dijaga pada ± 80 ̊ C (Massa 2). Setil alkohol dimasukkan

kedalam massa 2, lalu lebur (massa 3). Vaselin alba dicampurkan kedalam masa 3

hingga lebur aduk homogen (massa 4). Kristal menthol yang telah di lelehkan

sebelumnya dicampurkan ke dalam massa 4 (Massa 5).. Kemudian masukkan

ekstrak lengkuas dan lada hitam dimasukkan kedalam masa 5 aduk sampai

homogen. Cawan penguap diturunkan dari atas tangas air, campurkan BHT yang

telah dilarutkan dalam minyak, aduk cepat. Dituang kedalam cetakan. Selanjutnya

dilakukan evaluasi secara fisik terhadap sediaan (Surrachman,2016).

3.10 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan

Pemeriksaan mutu fisik sediaan balsem stick yang terdiri dari uji pH, uji

homogenitas, uji titik lebur, uji iritasi, uji stabilitas, dan pengujian kesukaan

(hedonic test) terhadap sukarelawan.


60

3.10.1 Uji pH Sediaan

Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat

terlebih dahulu dikalibrasi menggunakan larutan dapar standar netral (7,01) dan

larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut.

Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tisu.

Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g sediaan dan dilarutkan

dalam 100 ml air suling. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut.

Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan

pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).

3.10.2 Uji Homogenitas Sediaan

Uji homogenitas dilakukan dengan cara balsam stick dioleskan pada

sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan susunan

yang homogen. Sediaan yang homogen ditandai dengan tidak terdapatnya

gumpalan pada hasil pengolesan, struktur yang rata dan memiliki warna yang

seragam dari titik awal pengolesan sampai titik akhir pengolesan, bagian atas,

tengah dan bawah dari wadah balsem (Depkes RI, 1979).

3.10.3 Uji Titik Lebur Sediaan

Metode pengamatan titik lebur balsem stick dilakukan dengan cara

memasukkan balsem stick ke dalam cawan penguap dan dipanaskan diatas

waterbath, suhu perlahan lahan dinaikkan kemudian diamati pada suhu berapa

balsem stick melebur (Maysarah dkk, 2020).

3.10.4 Uji Iritasi Kulit

Uji iritasi dilakukan terhadap 10 orang sukarelawan. Pengujian dilakukan


61

dengan cara uji mengoleskan sediaan balsem stick pada kulit lengan bawah.

Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak

pada kulit (Depkes RI, 1979).

Sukarelawan yang dijadikan responden pada iritasi kulit berjumlah 10

orang dengan kriteria sebagai berikut:

1. Berbadan sehat

2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi

4. Sukarelawan adalah orang terdekat dan sering berada disekitar pengujian

sehingga lebih mudah diawasi dan diamati bila ada reaksi yang terjadi

pada kulit yang sedang diamati.

3.10.5 Uji Stabilitas Sediaan

Pengamatan stabilitas dilakukan dengan penyimpanan pada suhu kamar.

Pemeriksaan stabilitas dilakukan terhadap adanya perubahan bentuk, warna dan

bau dari sediaan, dilakukan terhadap masing-masing sediaan penyimpanan pada

suhu kamar selama 28 hari. Spesifikasi sediaan yang harus dipenuhi adalah

memiliki bentuk sediaan padat, warna harus sesuai dengan spesifikasi pada saat

pembuatan awal dan baunya tidak tengik (Vishwakarma dkk., 2011).

3.10.6 Uji Kesukaan (Hedonic Test) Sediaan

Uji kesukaan dilakukan secara visual terhadap 20 orang sukarelawan (Putri

dkk, 2018). Setiap sukarelawan diminta untuk mengoleskan formula sediaan yang

dibuat pada lengan bawah. Kemudian sukarelawan memilih formula yang paling

disukai. Untuk melihat tingkat kesukaan sukarelawan terhadap sediaan

berdasarkan masing-masing parameter, digunakan skala numerik. sukarelawan


62

menuliskan 0 bila sangat tidak suka, 1 bila agak tidak suka, 2 bila netral, 3 bila

agak suka, 4 bila sangat suka dan 5 bila sangat amat suka. Parameter pengamatan

pada uji kesukaan adalah aroma,warna dan sensasi kehangatan yang dirasakan

pada kulit. Kemudian dihitung persentase kesukaan terhadap masing-masing

sediaan, dengan rumus sebagai berikut :

S S
P ¿ – (1,96 x )) ≤ μ ≤ (( x + ( 1,96 x )) ≅ 95 %
√n √n

(Badan Standar Nasional, 2006).

Keterangan :

n : banyak sukarelawan

S2: keberagaman nilai kesukaan

1,96 : koefisien standar deviasi pada taraf 95%

x : nilai kesukaan rata-rata

xi : nilai kesukaan dari sukarelawan ke-i, dimana i = 1,2,3,....,n

P : tingkat kepercayaan

s : simpangan baku nilai kesukaan

µ : rentang nilai
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel yang dilakukan di Herbarium Medanese (MEDA) –

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Dapertemen Biologi,

Universitas Sumatera Utara. Menunjukkan bahwa sampel yang digunakan adalah

benar rimpang lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd) dan lada hitam (Piper

nigrum L.)

4.2 Hasil Ekstraksi Serbuk Simplisia

Hasil penyarian sebanyak 300 g serbuk simplisia rimpang lengkuas dan

lada hitam dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96% diperoleh

ekstrak cair yang telah dipekatkan dengan alat rotary evaporator pada suhu ±50℃

sampai diperoleh ekstrak kental kemudian panaskan menggunakan waterbath

dengan suhu ± 40-50℃ diperoleh ekstrak kental lengkuas sebanyak 43,31 g dan

ekstrak kental lada hitam sebanyak 39,3 g.

4.3 Hasil Karakterisasi Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

4.3.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopik

4.3.1.1 Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd)

Hasil pemeriksaan makroskopik dari simplisia rimpang lengkuas adalah

Panjang 4 cm sampi 6 cm, tebal 1 cm sampai 2 cm, kadang kadang bercabang,

ujung bengkok, warna permukaan cokelat kemerahan, parut daun jelas. Bekas

patahan berserat pendek, berbutir-butir kasar, berwarna cokelat.

63
64

4.3.1.2 Lada Hitam (Piper nigrum L)

Buah berbentuk hampir bulat, warna cokelat kelabu sampai hitam

kecokelatan, garis tengah 2,5 mm sampai 6 mm, permukaan berkeriput kasar,

pada ujung buah terdapat sisa dari kepala putik yang tidak bertangkai, pada irisan

membujur tampak pericarp yang tipis, sempit dan berwarna gelap menyelubungi

inti biji yang putih dari biji tunggal, pericarp melekat erat pada biji. Hampir

seluruh inti biji terdiri dari perisperm, bagian tengah perisperm berongga, bagian

ujung perisperm menyelubungi endosperm yang kecil, embrio sangat kecil,

tenggelam dalam endosperm.

4.3.2 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik

4.3.2.1 Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd)

Hasil pemeriksaan mikroskopik rimpang lengkuas memperlihatkan adanya

epidermis, Tetesan minyak atsiri, fragmen pati, pembuluh kayu, sel sekresi atau

idioblas

4.3.2.2 Lada Hitam (Piper nigrum L.)

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia lada hitam

memperlihatkan adanya epidermis, Epidermis, fragmen epikarp, butir pati, sel

batu.

4.3.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Serbuk Simplisia Dan Ekstrak

Karakteristik serbuk simplisia rimpang lengkuas dan lada hitam yang

diperoleh, dapat dilihat pada tabel 4.1 dan table 4.2 berikut ini
65

Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Rimpang Lengkuas

No Parameter Hasil pemeriksaan Persyaratan MMI


(1989)
1 Kadar air 5,32 ≤ 10
2 Kadar sari larut air 25,1 ≥ 8-30
3 Kadar sari larut etanol 20,3 ≥ 5-26
4 Kadar abu total 8,44 ≤ 7-17
5 Kadar abu tidak larut asam 2,1 ≤ 1-10

Tabel 4.2 Hasil Karakterisasi Serbuk Simplisia Lada Hitam

No Parameter Hasil pemeriksaan Persyaratan MMI


(%)
1 Kadar air 7,32 ≤ 10
2 Kadar sari larut air 26,4 ≥ 8-30
3 Kadar sari larut etanol 22 ≥ 5-26
4 Kadar abu total 9,09 ≤ 7-17
5 Kadar abu tidak larut asam 2 ≤ 1-10
Penetapan kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau

rentang besarnya kandungan air didalam bahan (Depkes, RI., 2000). Kelebihan air

dalam simplisia menyebabkan pertumbuhan mikroba, jamur atau serangga, serta

mendorong kerusakan bahan aktif. Hasil penetapan kadar air yang diperoleh lebih

kecil dari 10% yaitu rimpang lengkuas 5,32% dan lada hitam 6,65%. Hal ini baik

karena kelebihan air dalam simplisia akan mendorong pertumbuhan mikroba dan

jamur.

Kadar sari larut air rimpang lengkuas 25,1% dan lada hitam 26,4%. Kadar

sari larut etanol rimpang lengkuas 20,3% dan lada hitam 22%. Penetapan kadar

sari larut air untuk mengetahui senyawa-senyawa yang dapat larut dalam air.

Senyawa-senyawa yng dapat larut dalam air adalah glikosida, gula, gom, protein,

enzim, zat warna, dan asam organik. Penetapan kadar sari larut etanol untuk

mengetahui kadar sari yang larut dalam pelarut polar. Senyawa-senyawa yang
66

dapat larut dalam etanol adalah glikosida, antarkinon, steroid terikat, klorofil, dan

dalam jumlah sedikit yang larut yaitu lemak dan saponin (Depkes, RI., 1986).

Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral

internal (abu fisiologi) dan eksternal (abu non-fisiologi) yang terkandung dalam

rimpang lengkuas dan lada hitam. Kadar abu tidak larut asam untuk menunjukkan

jumlah silikat, khususunya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan

abu total dalam asam klorida. Penetapan kadar abu pada rimpang lengkuas

menunjukkan kadar abu total 8,44% dan kadar abu tidak larut asam 2,1%, untuk

lada hitam kadar abu total 9,09% dan kadar abu tidak larut asam 2%

4.4 Hasil Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia rimpang lengkuas dan lada hitam

dilakukan untuk manunjukkan golongan senyawa metabolit sekunder yang

terdapat didalamnya. Adapun pemeriksaan yang dilakukan terhadap simplisia dan

ekstrak etanol lengkuas dan lada hitam adalah pemeriksaan golongan senyawa

alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid/triterpenoid. Hasil pemeriksaan

skrining fitokimia simplisia dan ekstrak lengkuas dan lada hitam dapat dilihat

pada tabel 4.3 dan 4.4

Tabel 4.3 Hasil Skrining Fitokimia Rimpang Lengkuas

No Skrining Hasil
Simplisia Ekstrak
1 Alkaloid + +
2 Flavonoid + +
3 Saponin + +
4 Tanin + +
5 Steroid/triterpenoid + +
Keterangan: (+) : ada ; (-) : tidak ada
67

Tabel 4.4 Hasil Skrining Fitokimia Lada Hitam

No Skrining Hasil
Simplisia Ekstrak
1 Alkaloid + +
2 Flavonoid + +
3 Saponin + +
4 Tanin + +
5 Steroid/triterpenoid + +

Keterangan: (+) : ada ; (-) : tidak ada

Hasil skrining serbuk simplisia dan ekstrak etanol lengkuas dan lada hitam

memberikan hasil yang positif terhadap senyawa flavonoid, tanin, saponin dan

steroid/triterpenoid.

Golongan flavonoid memberikan hasil yang positif ditandai dengan

penambahan serbuk magnesium dengan HCl pekat menjadi warna kuning atau

jingga. Uji identifikasi tanin menunjukkan hasil positif dengan penambahan

pereaksi FeCl3 1% terjadi warna biru kehitaman. Pada uji identifikasi saponin

memberikan hasil positif dengan terbentuknya busa setelah dikocok kuat-kuat

selama 10 menit dan dengan penambahan 1 tetes HCl 2 N buih/busa tidak hilang

(Depkes, RI., 1995). Steroid/triterpenoid memberikan hasil positif dengan

terbentuknya warna hijau biru setelah ditambahkan pereaksi Liebermann-

Burchard (Harbone, 1987).

4.5 Hasil Pembuatan Sediaan Balsem Stick

Hasil sediaan balsem stick dari keempat formulasi. Pada formulasi 0

(Blanko) memberikan warna putih, bau dengan tanpa penambahan ekstrak

rimpang lengkuas dan ekstrak lada hitam menghasilkan bau mentol. memiliki

bentuk yang padat, mudah dioleskan pada kulit dan sensasi hangat yang
68

ditimbulkan terlalu lama dan kurang hangat. Pada formulasi 1 memberikan warna

coklat tua, memiliki bau khas ekstrak rimpang lengkuas sehingga memiliki bau

yang diminati dan tidak begitu menyengat, memiliki bentuk yang padat, mudah

dioleskan pada kulit dan sensasi hangat menghasilkan rasa yang lebih hangat yang

ditimbulkan setelah dioleskan pada kulit. Pada formulasi II memberikan warna

hijau tua. memiliki bau khas ekstrak lada hitam sehingga memiliki bau yang

terlalu menyengat, memiliki bentuk yang padat, mudah dioleskan pada kulit dan

sensasi hangat yang ditimbulkan kurang hangat. Pada formulasi III memberikan

warna hijau kecokelatan. memiliki bau khas esktrak rimpang lengkuas dan ekstrak

lada hitam, memiliki bentuk yang padat, mudah dioleskan pada kulit dan sensasi

hangat yang ditimbulkan cukup hangat.

4.6 Hasil Penentuan Mutu Fisik Sediaan

Hasil penentuan mutu fisik sediaan yang dilakukan terhadap sediaan

balsem stick meliputi hasil pemeriksaan stabilitas dan homogenitas, hasil

penentuan pH, uji titik lebur, hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, dan hasil

uji kesukaan (Hedonic test) terhadap sukarelawan

4.6.1 Hasil Pengukuran pH Sediaan

Hasil penentuan pH sediaan balsem stick dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5 Hasil Pengamatan uji pH Sediaan Balsem Stick

No Formula pH
1 F0 6,7
2 F1 6,6
3 F2 6,7
4 F3 6,8
Keterangan:
F0: Blangko (dasar krim tanpa ekstrak lengkuas dan lada hitam)
F1: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 15%
F2: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lada hitam 15%
69

F3: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 7,5% dan lada hitam 15%

Berdasarkan hasil uji pH menunjukkan bahwa sediaan balsem stick tanpa

penambahan esktrak (blanko) memiliki pH 6,7, formula 1 sediaan balsem stick

dengan penambahan ekstrak lengkuas memiliki pH 6,6. Formula 2 sediaan balsem

stick dengan penambahan ekstrak lada hitam memiliki pH 6,7 dan formula 3

sediaan balsem stick dengan penambahan ekstrak lengkuas 7,5% dan lada hitam

7,5% memiliki pH 6,8. Hasil menunjukkan bahwa sediaan balsem stick aman

digunakan karena masih memenuhi standar ph yang aman untuk kulit yaitu 4-8

(Aulton,2002). Apabila pH sediaan topikal terlalu asam maka dapat menyebabkan

iritasi kulit dan juga tidak diperbolehkan terlalu basa karena dapat menyebabkan

kulit kering dan bersisik.

4.6.2 Hasil Pemeriksaan Homogenitas Sediaan

Hasil pemeriksaan homogenitas terhadap sediaan balsem stick

menunjukkan bahwa semua sediaan tidak memperlihatkan adanya butir-butir

kasar pada saat sediaan dioleskan pada kaca transparan (Objek glass). Hal ini

menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat mempunyai susunan yang homogen.

4.6.3 Hasil Uji Titik Lebur

Titik lbur dilakukan untuk mengetahui suhu maksimal sediaan balsem

stick dapat melebur. Hasil penentuan titik lebur dapat dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6 Hasil Penentuan Titik Lebur Sedian Balsem Stick

No Sediaan Suhu
1 F0 (Blangko) 68,0
2 F1 68,5
3 F2 69,2
4 F3 69,3
Keterangan:
70

F0: Blangko (dasar krim tanpa ekstrak lengkuas dan lada hitam)
F1: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 15%
F2: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lada hitam 15%
F3: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 7,5% dan lada hitam 15%

Uji titik lebur dilakukan untuk mengetahui suhu maksimal sediaan balsem

stick melebur. Dari hasil uji titik lebur sediaan didapatkan hasil pada F0 (blangko)

balsem stick melebur pada suhu 68,0℃ , F1 melebur pada suhu 68,5℃ , F2

melebur pada suhu 69,2℃ dan F3 melebur pada suhu 69,3℃ . Hal ini

menunjukkan bahwa sediaan akan aman disimpan pada suhu ruang dan tidak akan

cepat meleleh pada suhu diatas 50° C sehingga balsem stick lebih tahan terhadap

panas matahari saat penyimpanan

4.6.4 Hasil Uji Iritasi Sediaan Terhadap Kulit Sukarelawan

Hasil penentuan uji iritasi dapat dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7 Hasil penentuan uji iritasi sediaan balsem stick

Pengamatan Formula Sukarelawan


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kulit F0 - - - - - - - - - -
kemerahan F1 - - - - - - - - - -
F2 - - - - - - - - - -
F3 - - - - - - - - - -
Kulit gatal- F0 - - - - - - - - - -
gatal F1 - - - - - - - - - -
F2 - - - - - - - - - -
F3 - - - - - - - - - -
Kulit F0 - - - - - - - - - -
bengkak F1 - - - - - - - - - -
F2 - - - - - - - - - -
F3 - - - - - - - - - -
Keterangan:
(+) : reaksi iritasi positif
(-) : reaksi iritasi negative
F0: Blangko (dasar krim tanpa ekstrak lengkuas dan lada hitam)
F1: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 15%
F2: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lada hitam 15%
F3: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 7,5% dan lada hitam 15%
71

Berdasarkan hasil uji iritasi yang dilakukan terhadap 10 orang

sukarelawan dengan cara mengoleskan sediaan balsem stick di lengan

menunjukkan hasil bahwa semua sukarelawan menunjukkan tidak adanya reaksi

kulit kemerahan, kulit gatal-gatal dan kulit bengkak. Dari hasil uji iritasi tersebut

dapat disimpulkan bahwa sediaan balsam stick yang dibuat aman untuk digunakan

(Tranggono dan Latifah, 2007).

4.6.5 Hasil Pemeriksaan Stabilitas Sediaan

Hasil pemeriksaan stabilitas sediaan balsem stick dapat dilihat pada tabel

4.8

Tabel 4. 8 Hasil Pengamatan Uji Stabilitas Sediaan Balsem Stick

Lama pengamatan (minggu)


Pengamata Sediaan Hasil Minggu Minggu Minggu Minggu
n pengamatan 1 2 3 4
F0 Padat - - - -
Bentuk F1 Padat - - - -
F2 Padat - - - -
F3 Padat - - - -
F0 Putih - - - -
Warna F1 Cokelat - - - -
F2 Hijau - - - -
F3 Hijau - - - -
kecokelatan
F0 - - - - -
Bau F1 Khas ekstrak - - - -
F2 Khas ekstrak - - - -
F3 Khas ekstrak - - - -
Keterangan:
- : Tidak terjadi perubahan
+ : Terjadi perubahan

Hasil uji stabilitas sediaan balsem stick yang dihasilkan menunjukkan

bahwa seluruh sediaan tetap stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar selama
72

28 hari. Berdasarkan hasil pengamatan bentuk, di dapatkan hasil bahwa sediaan

balsem stick memiliki bentuk padat dan konsistensi yang baik pada semua

formula. Warna putih pada basis sediaan balsem stick, warna cokelat pada F1,

warna hijau pada F2, dan warna hijau kecokelatan pada F3. Bau sediaan balsem

stick memiliki bau khas ekstrak pada formula I,II dan III dan tetap stabil dalam

penyimpanan selama 28 hari.

4.6.6 Hasil Uji Kesukaan (Hedonic Test)


Hasil Uji kesukaan berdasarkan parameter aroma sediaan dapat dilihat

pada tabel 4.9

Tabel 4.9 Hasil Uji Penilaian Kesukaan Berdasarkan Parameter Aroma Sediaan
Sukarelawan Formula
F0 F1 F2 F3
1 2 3 3 4
2 3 4 3 4
3 2 4 2 4
4 2 2 3 5
5 3 4 4 4
6 4 3 3 3
7 2 4 2 5
8 3 4 3 3
9 2 2 3 5
10 3 4 2 3
11 2 4 4 4
12 1 2 2 5
13 2 4 2 2
14 2 4 2 3
15 2 4 2 4
16 3 3 2 5
17 3 2 2 4
18 2 3 1 4
19 2 3 2 3
20 2 3 2 4
Skala numerik:
0: sangat tidak suka
1: agak tidak suka
2: netral
3: agak suka
73

4: sangat suka
5: sangat amat suka

Dari hasil perhitungan didapatkan interval nilai kesukaan untuk setiap sediaan,

yaitu:

1. Formula 0 (Blanko)

P (2,032 ≤ µ ≤ 2,668)

Memiliki interval nilai kesukaan adalah 2,032 – 2,668 dan untuk penulisan

nilai akhir kesukaan diambil nilai terkecil adalah 2,032 dan dibulatkan menjadi

2,0 (netral)

2. Formula 1 (sediaan balsam stick yang mengandung ekstrak lengkuas 15%)

P (2,958 ≤ µ ≤ 3,64)

Memiliki interval nilai kesukaan adalah 2,958 – 3,64 dan untuk penulisan nilai

akhir kesukaan diambil nilai terkecil adalah 2,958 dan dibulatkan menjadi 3,0

(agak suka).

3. Formula 2 (sediaan balsam stick yang mengandung ekstrak lada hitam 15%)

P (2,126 ≤ µ ≤ 2,774)

Memiliki interval nilai kesukaan adalah 2,126 – 2,774 dan untuk penulisan

nilai akhir kesukaan diambil nilai terkecil adalah 1,941 dan dibulatkan menjadi

2,0 (netral).

4. Formula 3 (Sediaan balsem stick yang mengandung 7,5% ekstrak rimpang

lengkuas dan 7,5% ekstrak lada hitam)

P (3,537 ≤ µ ≤ 4,263)

Memiliki interval nilai kesukaan adalah 3,537 – 4,263 dan untuk penulisan

nilai akhir kesukaan diambil nilai terkecil adalah 3,563 dan dibulatkan menjadi

4,0 (sangat suka)


74

Tabel 4.10 Hasil Uji Penilaian Kesukaan Berdasarkan Parameter Warna Sediaan

Sukarelawan Formula

F0 F1 F2 F3
1 2 5 3 4
2 2 4 4 3
3 2 3 2 4
4 2 5 3 4
5 2 4 3 5
6 1 4 3 3
7 4 3 4 5
8 2 5 2 3
9 2 5 2 4
10 3 4 3 5
11 2 4 4 5
12 3 3 3 3
13 1 4 2 4
14 3 5 4 5
15 2 3 3 3
16 2 4 4 4
17 2 4 3 5
18 2 5 3 4
19 3 4 3 5
20 3 4 3 4
Skala numerik:
0: sangat tidak suka
1: agak tidak suka
2: netral
3: agak suka
4: sangat suka
5: sangat amat suka

Dari hasil perhitungan didapatkan interval nilai kesukaan untuk setiap

sediaan, yaitu:

1. Formula 0 (Blangko)

P (1,948 ≤ µ ≤ 2,555)

Memiliki interval nilai kesukaan adalah 1,948 – 2,555 dan untuk penulisan

nilai akhir kesukaan diambil nilai terkecil adalah 1,948 dan dibulatkan menjadi
75

2,0 (netral)

2. Formula 1 (sediaan balsam stick yang mengandung ekstrak lengkuas 15%)

P (3,794 ≤ µ ≤ 4,406)

Memiliki interval nilai kesukaan adalah 3,794 – 4,406 dan untuk penulisan

nilai akhir kesukaan diambil nilai terkecil adalah 3,794 dan dibulatkan menjadi

4,0 (sangat suka).

3. Formula 2 (sediaan balsam stick yang mengandung ekstrak lada hitam 15%)

P (3,075 ≤ µ ≤ 3,725)

Memiliki interval nilai kesukaan adalah 3,075 – 3,725 dan untuk penulisan

nilai akhir kesukaan diambil nilai terkecil adalah 3,075 dan dibulatkan menjadi

3,0 (agak suka).

4. Formula 3 (Sediaan balsem stick yang mengandung 7,5% ekstrak rimpang

lengkuas dan 7,5% ekstrak lada hitam)

P (3,813 ≤ µ ≤ 4,487)

Interval nilai kesukaan adalah 3,813 – 4,487 dan untuk penulisan nilai akhir

kesukaan diambil nilai terkecil adalah 3,813 dan dibulatkan menjadi 4,0

(sangat suka).

Tabel 4. 11 Hasil Uji Penilaian Kesukaan Berdasarkan Parameter Sensasi Hangat


Di Kulit

Sukarelawan Formula
F0 F1 F2 F3
1 2 4 4 4
2 3 3 4 3
3 2 3 3 4
4 2 4 3 3
76

5 3 3 3 3
6 2 3 4 4
7 4 3 3 4
8 3 3 5 5
9 2 3 5 5
10 2 4 4 4
11 4 4 4 4
12 3 3 4 3
13 2 5 3 4
14 2 3 4 3
15 3 3 3 3
16 3 5 4 4
17 4 4 4 3
18 2 4 3 4
19 2 4 3 3
20 2 5 4 4
Skala numerik:
0: sangat tidak suka
1: agak tidak suka
2: netral
3: agak suka
4: sangat suka
5: sangat amat suka

Dari hasil perhitungan didapatkan interval nilai kesukaan untuk setiap

sediaan, yaitu:

1. Formula 0 (Blanko)

P (2,279 ≤ µ ≤ 2,921)

Memiliki interval nilai kesukaan adalah 2,279 – 2,921 dan untuk penulisan

nilai akhir kesukaan diambil nilai terkecil adalah 2,279 dan dibulatkan menjadi

2,0 (netral)

2. Formula 1 (sediaan balsam stick yang mengandung ekstrak lengkuas 15%)

P (3,342 ≤ µ ≤ 3,958)

Memiliki interval nilai kesukaan adalah 3,342 – 3,958 dan untuk penulisan

nilai akhir kesukaan diambil nilai terkecil adalah 3,342 dan dibulatkan menjadi

3,0 (agak suka).


77

3. Formula 2 (sediaan balsam stick yang mengandung ekstrak lada hitam 15%)

P (3,387 ≤ µ ≤ 4,013)

Memiliki interval nilai kesukaan adalah 3,387 – 4,013 dan untuk penulisan

nilai akhir kesukaan diambil nilai terkecil adalah 3,387 dan dibulatkan menjadi

3,0 (agak suka).

4. Formula 3 (Sediaan balsem stick yang mengandung 7,5% ekstrak rimpang

lengkuas dan 7,5% ekstrak lada hitam)

P (3,387 ≤ µ ≤ 4,013)

Memiliki interval nilai kesukaan adalah 3,387 – 4,013 dan untuk penulisan

nilai akhir kesukaan diambil nilai terkecil adalah 3,387 dan dibulatkan menjadi

3,0 (agak suka).

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa nilai kesukaan tertinggi pada

sediaan balsem stick terdapat pada formula 3 (sediaan balsem stick dengan ekstrak

rimpang lengkuas 7,5% dan lada hitam 7,5%) baik pada parameter aroma (sangat

suka), warna sediaan (sangat suka), maupun sensasi kehangatan di kulit (agak

suka). Hasil uji penilaian kesukaan sediaan balsem stick yang telah dianalis

menggunakan sistem SNI untuk penarikan kesimpulan, dapat dilihat pada Tabel

4.12 berikut ini:


78

Tabel 4. 12 Hasil Kesimpulan Penentuan Uji Kesukaan

Kriteria Formula Rentang Nilai Nilai Kesimpulan


Yang Kesukaan Kesukaan
Dinilai Terkecil
Aroma F0 (Blanko) 2,032 ≤ µ ≤ 2,668 2,032 Netral
F1 (Lengkuas 15%) 2,958 ≤ µ ≤ 3,64 2,958 Agak suka
F2 (Lada hitam 15%) 1,941 ≤ µ ≤ 2,959 1,941 Netral
F3 (Lengkuas 7,5% dan 3,563 ≤ µ ≤ 4,237 3,563 Sangat suka
lada hitam 7,5%)
Warna F0 (Blanko) 1,948 ≤ µ ≤ 2,555 1,948 Netral
F1 (Lengkuas 15%) 3,794 ≤ µ ≤ 4,406 3,794 Sangat suka
F2 (Lada hitam 15%) 3,075 ≤ µ ≤ 3,725 3,075 Agak suka
F3 (Lengkuas 7,5% dan 3,813 ≤ µ ≤ 4,487 3,813 Sangat suka
lada hitam 7,5%)
Sensasi F0 (Blanko) 2,279≤ µ ≤ 2,921 2,279 Netral
hangat F1 (Lengkuas 15%) 3,342 ≤ µ ≤ 3,958 3,342 Agak suka
F2 (Lada hitam 15%) 3,387 ≤ µ ≤ 4,013 3,387 Agak suka
F3 (Lengkuas 7,5% dan 3,387 ≤ µ ≤ 4,013 3,387 Sangat suka
lada hitam 7,5%)
Keterangan:
F0: Blangko (dasar krim tanpa ekstrak lengkuas dan lada hitam)
F1: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 15%
F2: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lada hitam 15%
F3: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 7,5% dan lada hitam 15%
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Bersadarkan pada hasil penelitian yang telah diperoleh dapat disimpulkan

bahwa:

1. Ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd) dan lada hitam

(Piper nigrum L.) dapat diformulasi dalam sediaan balsem stick

2. Berdasarkan hasil uji mutu fisik sediaan semua formula memiliki mutu

fisik yang baik. Semua sediaan bersifat homogen dan tetap stabil dalam

penyimpanan selama 28 hari, memiliki titik lebur yang baik yaitu 68-69.

Sedian balsem stick memiliki pH 6,6-6,8 yang masih sesai dengan pH kulit

manusia yaitu 5-8 sehingga balsem stick tidak mengakibatkan iritasi pada

kulit.

3. Formula yang paling disukai sukarelawan pada sediaan balsem stick yang

dibuat yaitu formula 3 (Sediaan balsem stick dengan ekstrak lengkuas

7,5% dan lada hitam 7,5)

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan pengujian lebih

lanjut sehingga formulasi sediaan balsem dari ekstrak lengkuas dan lada hitam

dapat diamati pemanfatannya sebagai obat tradisional

79
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1995). Ilmu Meracik Obat. (Edisi 7). Gajah Mada University Press.
Asni, A. (1990). Efek Antijamur Perasan Rimpang Lengkuas Terhadap Jamur
Mycrosporum gipseum dan Epidermo flocosum dengan metode Silinder.
Jurnal Ilimiah Ilmu Kefarmasian, 3(2). doi.org/10.22236/Farmasains.
Athaillah, A. and Lianda, S. O. (2021). Formulasi Dan Evaluasi Sediaan Balsem
Stik Dari Oleoresin Jahe Merah (Zingiber Officinale Rosc) Sebagai Pereda
Nyeri Otot Dan Sendi, Journal of Pharmaceutical And Sciences, 4(1), pp.
34–40. doi: 10.36490/journal-jps.com.v4i1.62.
Aulton, M., (2002). Pharmaceutical Practice Of Dosage Form Design, Curcill
Livingstone. Edirberd. London
Balsam, M. S. (1972). Cosmetic Science and Technology. John Willy and Son Inc
Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia (Edisi IV).
Depkes RI. (1977). Materia Medika Indonesia Jilid I. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. (Edisi I).
Depertemen Kesehatan RI.
Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia ). (Edisi III). Departemen Kesehatan
RI.
Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia (Edisi IV). Departemen Kesehatan RI.
Elsner, P. (2005). Cosmeutical And Active Cosmetic. Second edition. Taylor and
Francis.
Emilan, S., Tommy. (2011) Konsep Herbal Indonesia: Pemastian Mutu Produk
Herbal. Dapertemen Ilmu Herbal Universitas Indonesia.
Fuchs, P. & Schopflin, G. (1974). Medicated Sticks. United States Patent
Harborne, J. B. (1996), Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. diterjemahkan oleh Padmawinata, K. & Soediro, I. Edisi
kedua. ITB Press
Kolhe, S. R. Borole Priyanka, P. U. (2011) Extraction and Evaluation Of Piperine
From Piper nigrum Linn, in JOCPR. India.
Kusantati, H. (2008). Tata Kecantikan Kulit untuk SMK. Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan
Maysarah, H., Sari, I., Faradilla, M., & Elfia Rosa, E. 2020. Stick Perfume
Formulation from Jeumpa Flowers (Magnolia champaca (L) Baill Ex.

80
81

Pierre). Proceedings of the 2nd International Conference of Essential Oils


(ICEO 2019). Hal 47-53.
Meghwal, M., dan Goswami. (2012). Nutritional Constituent of Black Pepper as
Medicinal Molecules. Int J Agric.
Mitsui, T. (1998). Cosmetic and Skin: New Cosmetic Science. Elsveir Science
Mohammed, G.,J., Omran, A.,M., & Hussein H.M. (2016). Antibacterial and
Phytochemical Analysis of Piper nigrum using Gas Chromatography –
Mass Spectrum and Fourier Transform Infrared Spectroscopy.
International. Journal of Pharmacognosy and Phytochemical Research,
8(6).
Page C. (2002). Integrated Pharmacology Second Edition. Mosby International
Ltd. China.
Paye M, B. & Howard, M. I. (2010) Handbook Of Cosmetic Science And
Technology. Boca Raton. Taylor & Francis.
Prabawati, S. (2006). Cara Mudah Membuat Balsem Obat Gosok. Balai Besar
penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian
Putri, S.M.R., Hermiza, M. 2018. Uji hedonik biscuit cangkak kerang simping
(Placuna planta) dari perairan Indragiri hilir. Universitas maritim raja ali
haji Kepulauan Riau. Hal 19-28.
Rachmalia, N. (2016). Daya Iritasi dan Sifat Fisik Sediaan Salep Minyak atsiri
Bunga Cengkih (Syzigium aromaticum) pada Basis Hidrokarbon. Jurnal
Kesehatan Luwu Raya, 7(2), pp. 205–210.
Rawlins, E. A. (2003). Bentleys of Pharmaceutics. (18 Edition). London
Baillierre.
Rieger, M. . (2000) Harry’s Cosmetology. 8th Edition. New York: Chemical
publishing.Co. Inc.
Rismunandar. (2003). Lada Budi Daya dan Tata Niaga. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Rowe, C. Paul, J. Sheskey. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipient. Edisi
6. Washington. Pharmaceutical. Press.
Rowe, R. C., Sheskey, P. J., and Quinn, M. E. (2009). Handbook of
Pharmaceutical Excipients. Pharmaceutical Press and American
Pharmacist Association
Rukmana, D., Wahyudi, A., Nurhayati. (2016). Sirkuler Informasi Teknologi
Tanaman Rempah dan Obat. Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Rempah.
82

Standar Nasional Indonesia 3945. (2016). Petunjuk Pengujian Organoleptik.


Badan Standarisasi Nasional.
Sudarsono., Gunawan, D. (1996). Tumbuhan Obat. Yogyakarta: Pusat Penelitian
Obat Tradisional. UGM Press
Sudjarwo, S. A. (2005). The Potency of Piperine as Anti-inflammatory and
Analgesic in Rats and Mice. Folia Medica Indonesiana
Sumonda, J. B. et al. (2021) Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas
Putih (Alpinia galanga (L) Willd) Sebagai Analgesik Pada Tikus Putih
(Rattus norvegicus), Biofarmasetikal Tropis, 4(2), pp. 53–59. doi:
10.55724/j.biofar.trop.v4i2.360.
Syamsuhidayat, S. S. dan Hutapea, J. R. (1991). Inventaris Tanaman Obat
Indonesia. Depkes RI
Tjitrosoepomo, G. (1998). Taksonomi umum : Dasar-Dasar Taksonomi
Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University press
Tranggono, R. I., dan Latifah. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. PT Gramedia Pustaka Utama
Vishwakarma, B., Dwivedi, S., Dubey, K., dan Joshi, H. (2011). Formulation and
Evaluatiojn of Herbal Lipstick. Internasional Journal of Drug Discovery &
Herbal Research. 1(1)
Voight, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gajah Mada University
Pres
WHO. (1998). Quality Control Methods for Medicinal Plant Materials. World
Health Organization Geneva
Yanhendri, Yenny SW. Berbagai Bentuk Sediaan Topikal dalam Dermatologi.
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas. 39
LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian

83
84

Lampiran 2 Surat Keterangan Hasil Determinasi Rimpang Lengkuas


85

Lampiran 3 Surat Keterangan Hasil Determinasi Lada Hitam


86

Lampiran 4 Bagan Alir Prosedur Penelitian

Simplisia lengkuas 1. Makroskopik


dan lada hitam 2. Mikroskopik
3. Kadar air
Karakteristik
4. Kadar sari larut air
Dimaserasi dengan 5. Kadar sari larut etanol
etanol 96% 6. Kadar abu total
7. Kadar abu tidak larut asam

Kandungan 1. Saponin
Ekstrak kental senyawa 2. Alkaloid
metabolit 3. Tanin
sekunder 4. Flavonoid
5.Steroid/triterpenoid

BHT Cera alba


Formulasi balsem
Mentol stick Setil alkohol

VCO Vaselin alba

Evaluasi sediaan

Stabilitas pH Hedonic Iritasi Homogenitas Suhu


(Kesukaan) kulit s lebur

Warna
Bau
Sensasi hangat
87

Lampiran 5 Bagan Alir Skrining Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia

Serbuk simplisia dan ekstrak Serbuk simplisia


etanol rimpang lengkuas dan rimpang lengkuas dan
lada hitam lada Hitam

Skrining Fitokimia Karakterisasi

1. Pemeriksaan 1. Makroskopik
alkaloid 2. Mikroskopik
2. Pemeriksaan 3. Penetapan kadar air
saponin 4. Penetapan kadar sari
3. Pemeriksaan tanin larut air
4. Pemeriksaan 5. Penetapan kadar sari
flavonoid larut etanol
5. Pemeriksaan 6. Penetapan kadar abu
steroid/triterpenoid total
7. Penetapan kadar abu
tidak larut dalam
asam
88

Lampiran 6 Bagan Alir Pembuatan Serbuk Simplisia Lengkuas

Rimpang lengkuas
sebanyak 5 kg
Dibersihkan dari pengotor
Dicuci dengan air mengalir
Ditiriskan
Diiris dengan ketebalan 1-3 mm
Diangin-anginkan
Ditimbang

Berat basah 4,2 kg

Dikeringkan di dalam lemari


pengering pada suhu ± 40ºC
Disortasi kering
Ditimbang

Berat kering 1,5 g

Dihaluskan menggunakan blender


Ditimbang
Berat serbuk simplisia
350 g

Dimasukkan kedalam wadah tertutup


rapat

Serbuk simplisia

Lampiran 7 Bagan Alir Pembuatan Serbuk Simplisia Lada Hitam


89

Lada hitam sebanyak 4


kg

Disortasi kering
Ditimbang

Berat simplisia
3,85 kg

Dihaluskan menggunakan blender


Ditimbang
Berat serbuk simplisia
390 g

Dimasukkan kedalam wadah tertutup


rapat

Serbuk simplisia

Lampiran 8 Bagan Alir Pembuatan Ekstrak Etanol Lengkuas Dan Lada Hitam
90

Serbuk simplisia lengkuas 300


gram dan serbuk simplisia lada
hitam 300 gram

Dimasukkan kedalam bejana tertutup

Dituang 75 bagian etanol 96%


(sebanyak 2.250 L)

Didiamkan selama 5 hari sambil


sesekali diaduk
Disaring

Maserat I Ampas

Dicuci
kembali
dengan etanol
96% sebanyak
750 L
Maserat I dan
II
Maserat II Ampas

Didiamkan 2 hari

Di enap tuangkan atau saring

Diuapkan dengan Rotary Evaporator

Ekstrak Kental Rimpang


Lengkuas Dan Lada
Hitam
91

Lampiran 9 Bagan Alir Pembuatan Sediaan Balsem Stick

Penimbangan bahan baku

BHT
dilarutkan
dengan

Cera alba dilebur diatas penangas air pada suhu 80° hingga lebur

Setil alkohol dimasukkan ke dalam campuran leburan, aduk sampai


melebur dan homogen

Vaseline alba dimasukkan kedalam campuran leburan, aduk sampai


melebur dan homogen

Lampiran 10 Rimpang Lengkuas Segar, Simplisia dan Serbuk Simplisia


Masukkan mentol yang telah digerus dan telah di leburkan beserta
ekstrak lengkuas dan lada hitam aduk sampai homogen

Rimpang Lengkuas

Turunkan campuran leburan dari penangas air, masukkan massa 1


(a) aduk sampai homogen

Rimpang lengkuas segar

(b) Masukkan massa leburan kedalam wadah, diamkan hingga balsem


stick mengeras

Simplisia rimpang lengkuas


92

(c) Serbuk simplisia rimpang lengkuas

Lampiran 11 Ladah Hitam, Serbuk Simplisia Lada Hitam

(a) Lada Hitam


93

(b) Serbuk Simplisia Lada Hitam

Lampiran 12 Maserasi Dan Ekstrak Rimpang Lengkuas Dan Lada Hitam

(a) Maserasi Simplisia Rimpang (b) Rotary Evaporator


Lengkuas
94

(c) Maserasi Serbuk Simplisia (d) Rotary Evaporator


Lada Hitam

(e) Eksrak Kental Rimpang Lengkuas Dan Lada Hitam

Lampiran 13 Hasil Karakteristik Mikroskopik Rimpang Lengkuas Dan Serbuk


Simplisia Lada Hitam
95

Epidermis

Butir pati

Pembuluh kayu

Sel Idioblas

(a) Mikroskopik Menggunakan Rimpang Lengkuas Segar

Fragmen epikarp

Sel batu

Butir pati

(b) Mikroskopik Menggunakan Serbuk Simplisia Lada Hitam

Lampiran 14 Hasil Uji Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Rimpang


Lengkuas
96

+ Alkaloid (Serbuk) + Alkaloid (Ekstrak)

+ Saponin (Serbuk) + Saponin (Ekstrak)

+Tanin (Serbuk dan Ekstrak) + Flavonoid (Serbuk dan Ekstrak

Steroid (Serbuk dan Ekstrak)


Lampiran 15 Hasil Uji Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Lada Hitam
97

+ Alkaloid (Serbuk) + Alkaloid (Ekstrak)

+ Saponin (Serbuk) + Saponin (Ekstrak)

+Tanin (Serbuk dan Ekstrak) + Flavonoid (Serbuk dan Ekstrak

Steroid (Serbuk dan Ekstrak)


98

Lampiran 16 Hasil Uji Karakterisasi Serbuk Simplisia Rimpang Lengkuas

(a) Kadar Sari Larut Air


(b)
Kadar Sari Larut Etanol

(c) Kadar Abu Total


(d) Kadar Abu Tidak Larut
Asam

(e) Kadar Air


Lampiran 17 Hasil Uji
Karakterisasi Serbuk Simplisia Lada
Hitam
99

(a) Kadar Sari Larut Air


(b) Kadar Sari Larut Etanol

(c) Kadar Abu Total

(d) Kadar Abu Tidak Larut Asam

(e) Kadar Air

Lampiran 18 Perhitungan Karakterisasi Serbuk Simplisia Rimpang Lengkuas


100

1. Perhitungan Penetapan Kadar Air

Volume II −Volume I
Kadar Air = x 100%
Berat sampel

No Berat sampel (g) Volume I Volume II

1 5,005 2,4 1,8


2 5,013 2,1 1,8
3 5,002 2,5 1,9

( 2,0−1,8 ) ml
1. % kadar air I = x100% = 3,99%
5,005
(2,1−1,8)ml
2. % Kadar air II = x 100% = 5,98%
5,013
( 2,2−1,9 ) ml
3. % Kadar air III = x 100% = 5,99%
5,002
( 3,99+5,98+5,99 ) %
% kadar air rata-rata = = 5,32%
3
Kadar air serbuk simplisia rimpang lengkuas memenuhi syarat yaitu 5,32% tidak
lebih dari 10%

2. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Air

Berat sari x Faktor pengenceran


Kadar sari larut air = x 100 %
Berat sampel

No Berat sampel (g) Berat cawan kosong (g) Berat cawan sari (g)
1 5,002 58,030 58,274
2 5,007 58,456 58,718
3 5,004 58,505 58,753

0,244 x 5
% Kadar sari I = x 100% = 24,3%
5,002
0,262 x 5
% Kadar sari II = x 100% = 26,1%
5,007
0,251 x 5
% Kadar sari III = x 100% = 25%
5,004
( 24,3+26,1+25 ) %
% Kadar sari larut air rata-rata = = 25,1%
3
Kadar sari larut air rimpang lengkuas memenuhi syarat yaitu 25,1% tidak lebih
dari 8-35%
101

Lampiran 19 Perhitungan Karakterisasi Serbuk Simplisia Lada Hitam


1. Perhitungan Penetapan Kadar Air

Volume II −Volume I
Kadar Air = x
Berat sampel
100%

No Berat sampel (g) Volume I Volume II


1 5,002 1,4 1,8
2 5,005 1,6 1,9
3 5,012 1,7 2

( 1,8−1,4 ) ml
1. % kadar air I = x 100% = 7,99%
5,002
( 1,9−1,6 ) ml
2. % Kadar air II = x 100% = 5,99%
5,005
( 2−1,7 ) ml
3. % Kadar air III = x 100% = 5,98%
5,012
( 7,99+ 5,99+5,98 ) %
% kadar air rata-rata = = 6,65%
3
Kadar air serbuk simplisia lada hitam memenuhi syarat yaitu 6,65% tidak lebih
dari 10%

2. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Air

Berat sari x Faktor pengenceran


Kadar Sari Larut Air = x 100 %
Berat sampel

No Berat sampel (g) Berat cawan kosong (g) Berat cawan sari (g)
1 5,005 59,729 59,985
2 5,009 58,029 58,297
3 5,007 58,497 58,732

0,256 x 5
1. % Kadar sari I = x 100% = 25,5%
5,005
0,268 x 5
2. % Kadar sari II = x 100% = 26,7%
5,009
0,235 x 5
3. % Kadar sari III = x 100% = 23,4%
5,007
( 25,5+26,7+23,4 ) %
% Kadar sari larut air rata-rata = =¿26,4%
3
102

Kadar sari larut air serbuk simplisia lada hitam memenuhi syarat yaitu 26,4%
tidak lebih dari 8-35%

Lampiran 20 Perhitungan % Rendamen simplisia


1. Rimpang Lengkuas
Berat Simplisia
% Randemen= ×100 %
Berat basah

Berat sampel = 300 g

Berat ekstrak etanol daun mangga harum manis = 43,31 g

43,3
% Randemen ekstrak daun mangga harum manis ¿ ×100 %=14,4 %
300 g

2. Lada Hitam

Berat Simplisia
% Randemen= ×100 %
Berat basah

Berat sampel = 300 g

Berat ekstrak etanol daun mangga harum manis = 39,3 g

39,3
% Randemen ekstrak daun mangga harum manis ¿ ×100 %=13,1 %
300 g
103

Lampiran 21 Alat dan Bahan

(a) Waterbath (b) Tanur

(c) pH meter (d) Rotary evaporator


104

(e) Bahan

Lampiran 22 Hasil Sediaan Balsem Stick

F0 F1 F2 F3

Keterangan:
F0: Blangko (dasar krim tanpa ekstrak lengkuas dan lada hitam)
F1: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 15%
F2: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lada hitam 15%
F3: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 7,5% dan lada hitam 15%
105

Lampiran 23 Hasil Uji Homogenitas Sediaan Balsem Stick

F0 F1 F2 F3

Keterangan:
F0: Blangko (dasar krim tanpa ekstrak lengkuas dan lada hitam)
F1: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 15%
F2: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lada hitam 15%
F3: Sediaan dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 7,5% dan lada hitam 15%
106

Lampiran 24 Hasil Uji pH Sediaan Balsem Stick

(a) Formula 0 (Blanko) pH 6,7 (b) Formula 1 dengan konsentrasi


lengkuas 15% pH 6,6
107

(c) Formula 2 dengan konsentrasi lada (d) Formula 3 dengan konsentrasi


hitam 15% pH 6,7 lengkuas 7,5% dan lada hitam
7,5% pH 6,8

Lampiran 25 Uji Titik Lebur Sediaan Balsem Stick

Formula 0 (Blanko) Formula 1 dengan konsentrasi


Suhu lebur 68° C lengkuas 15% suhu lebur 68,5°C
108

Formula 3 dengan konsentrasi


Formula 2 dengan konsentrasi lada lengkuas 7,5% dan lada hitam 7,5%
hitam 15% suhu lebur 69,2°C suhu lebur 69,3°C

Lampiran 26 Hasil Uji Iritas Sediaan Balsem Stick Terhadap Sukarelawan


109
110

Lampiran 27 Format Uji Penilaian Kesukaan Sediaan Balsem Stick


UJI PENILAIAN KESUKAAN SEDIAAN BALSEM STICK DARI
LENGKUAS (Alpinia galanga (L.) Willd dan LADA HITAM (Piper nigrum
L.)

Nama Sukarelawan:
No / Tanggal Pengujian : 1/
- Parameter aroma
No Formula 0 1 2 3 4 5
1 F0 (Blanko)
2 F1 (Lengkuas 15%)
3 F2 (Lada Hitam 15%
4 F3 (Lengkuas 7,5%
dan lada hitam 7,5%)

- Parameter warna
No Formula 0 1 2 3 4 5
1 F0 (Blanko)
2 F1 (Lengkuas 15%)
3 F2 (Lada Hitam 15%
4 F3 (Lengkuas 7,5%
dan lada hitam 7,5%)

- Parameter sensasi hangat dikulit


No Formula 0 1 2 3 4 5
1 F0 (Blanko)
2 F1 (Lengkuas 15%)
3 F2 (Lada Hitam 15%
4 F3 (Lengkuas 7,5%
dan lada hitam 7,5%)
Keterangan :
0 = Sangat tidak suka
1 = Agak tidak suka
2 = Netral
3 = Agak suka
4 = Sangat suka
5 = Amat sangat suka
111

Lampiran 28 Perhitungan Uji Penilaian Kesukaan Sediaan Balsem Stick


Berdasarkan Parameter Aroma Sediaan

Dihitung berdasarkan rumus berikut


S S
P ¿ – (1,96 x )) ≤ μ ≤ (( x + ( 1,96 x )) ≅ 95 %
√n √n
n

x= ∑ xi
i=1
n
n

S2 = ∑ ¿¿ ¿
i=1

√∑
n
s= ¿¿¿¿
i=1
Keterangan :
n : banyak sukarelawan
S2: keberagaman nilai kesukaan
1,96 : koefisien standar deviasi pada taraf 95%
x : nilai kesukaan rata-rata
xi : nilai kesukaan dari sukarelawan ke-i, dimana i = 1,2,3,....,n
P : tingkat kepercayaan
s : simpangan baku nilai kesukaan
µ : rentang nilai

1. Formula 0 (Sediaan tanpa ekstrak )


n

x= ∑ xi
i=1
n
(2+3+2+ …+2)
x=
20
47
x=
20
x=¿ 2,35
n

∑ (xi−x )2
S2 = i=1
n
10,545
S2 = (2−2,35)2 +¿ ¿ = 20
= 0,527
s = √ 0,527 = 0,726
S S
P ¿ – (1,96 x )) ≤ μ ≤ (( x + ( 1,96 x )) ≅ 95 %
√n √n
0,726 0,726
P ( 2,35 – (1,96 x )) ≤ µ ≤ (2,35 + (1,96 x ))
4,47 4,47
P (2,35 - 0,318) ≤ µ ≤ (2,35 + 0,318)
P (2,032 ≤ µ ≤ 2,668)
112

2. Formula 1 dengan Penambahan Ekstrak lengkuas 15%


n

x= ∑ xi
i=1
n
(3+ 4+ 4+ …+3)
x=
20

Lampiran 28 (Lanjutan)

66
x=
20
x=¿ 3,3
n

S2 = ∑
(xi−x )2
i=1
n
12,2
S2 = (3−3,3)2 +¿ ¿ = 20 = 0,61
s = √ 0,61 = 0,781
S S
P ¿ – (1,96 x )) ≤ μ ≤ (( x + ( 1,96 x )) ≅ 95 %
√n √n
0,781 0,781
P ( 3,3 – (1,96 x )) ≤ µ ≤ (3,3 + (1,96 x ))
4,47 4,47
P (3,3 – 0,342) ≤ µ ≤ (3,3 + 0,342)
P (2,958 ≤ µ ≤ 3,642)

3. Formula 2 dengan Penambahan Ekstrak lada hitam 15%


n

x= ∑ xi
i=1
n
(3+3+2+ …+2)
x=
20
49
x=
20
x=¿ 2,45
n

S2 = ∑
(xi−x )2
i=1
n
10,95
S2 = (3−2,45)2 +¿ ¿ = 20 = 0,547
s = √ 0,547 = 0,739
S S
P ¿ – (1,96 x )) ≤ μ ≤ (( x + ( 1,96 x )) ≅ 95 %
√n √n
113

0,739 0,739
P ( 2,45 – (1,96 x )) ≤ µ ≤ (2,45 + (1,96 x ))
4,47 4,47
P (2,45 – 0,324) ≤ µ ≤ (2,45 + 0,324)
P (2,126 ≤ µ ≤ 2,774)

3. Formula 3 dengan Penambahan Ekstrak lengkuas 7,5% dan lada hitam 7,5%
n

x= ∑ xi
i=1
n
( 4+ 4+ 4+…+ 4)
x=
20
78
x=
20
x=¿ 3,9
n

S2 = ∑
(xi−x )2
i=1
n
13,8
S2 = ( 4−3,9)2 +¿ ¿ = 20 = 0,69
s = √ 0,69 = 0,830
S S
P ¿ – (1,96 x )) ≤ μ ≤ (( x + ( 1,96 x )) ≅ 95 %
√n √n
Lampiran 28 (Lanjutan)

0,830 0,830
P ( 3,9 – (1,96 x )) ≤ µ ≤ (3,9 + (1,96 x ))
4,47 4,47
P (3,9 – 0,363) ≤ µ ≤ (3,9 + 0,363)
P (3,537 ≤ µ ≤ 4,263
114

Lampiran 29 Perhitungan Uji Penilaian Kesukaan Sediaan Balsem Stick


Berdasarkan Pada Parameter Warna Sediaan

1. Formula 0 (Sediaan tanpa ekstrak)


n

x=∑
xi
i=1
n
(2+2+2+…+ 3)
x=
20
45
x=
20
x=¿ 2,25
n

S2 = ∑
(xi−x )2
i=1
n
9,745
S2 = (2−2,25)2 +¿ ¿ = 20 = 0,487
s = √ 0,487 = 0,697
S S
P ¿ – (1,96 x )) ≤ μ ≤ (( x + ( 1,96 x )) ≅ 95 %
√n √n
0,697 0,697
P ( 2,25 – (1,96 x )) ≤ µ ≤ (2,25 + (1,96 x ))
4,47 4,47
P (2,25 - 0,305) ≤ µ ≤ (2,25 + 0,305)
P (1,948 ≤ µ ≤ 2,555)
115

2. Formula 1 dengan Penambahan Ekstrak lengkuas 15%


n

x= ∑ xi
i=1
n
(5+ 4+3+ …+4 )
x=
20
82
x=
20
x=¿ 4,1
n

S2 = ∑
(xi−x )2
i=1
n
9,8
S2 = (5−4,1)2+ ¿ ¿ = 20 = 0,49
s = √ 0,49 = 0,7
S S
P ¿ – (1,96 x )) ≤ μ ≤ (( x + ( 1,96 x )) ≅ 95 %
√n √n
0,7 0,7
P ( 4,1 – (1,96 x )) ≤ µ ≤ (4,1 + (1,96 x ))
4,47 4,47
P (4,1 – 0,306) ≤ µ ≤ (4,1 + 0,306)
P (2,794 ≤ µ ≤ 4,406)

3. Formula 2 dengan Penambahan Ekstrak lada hitam 15%


n

x= ∑ xi
i=1
n
(3+ 4+2+ …+3)
x=
20
68
x=
20
x=¿ 3,4
Lampiran 29 (Lanjutan)

S2 = ∑
(xi−x )2
i=1
n
11,04
S2 = (3−3,4)2+ ¿ ¿ = 20 = 0,552
s = √ 0,552 = 0,742
S S
P ¿ – (1,96 x )) ≤ μ ≤ (( x + ( 1,96 x )) ≅ 95 %
√n √n
0,742 0,742
P ( 3,4 – (1,96 x )) ≤ µ ≤ (3,4 + (1,96 x ))
4,47 4,47
116

P (3,4 – 0,325) ≤ µ ≤ (3,4 + 0,325)


P (3,075 ≤ µ ≤ 3,725)

3. Formula 3 dengan Penambahan Ekstrak lengkuas 7,5% dan lada hitam 7,5%
n

x= ∑ xi
i=1
n
( 4+3+ 4+ …+4)
x=
20
83
x=
20
x=¿ 4,15
n

S2 = ∑
(xi−x )2
i=1
n
11,8495
S2 = (4−4,15)2+ ¿ ¿ = 20
= 0,592
s = √ 0,592 = 0,769
S S
P ¿ – (1,96 x )) ≤ μ ≤ (( x + ( 1,96 x )) ≅ 95 %
√n √n
0,769 0,769
P ( 4,15 – (1,96 x )) ≤ µ ≤ (4,15 + (1,96 x ))
4,47 4,47
P (4,15 – 0,337) ≤ µ ≤ (4,15 + 0,337)
P (3,813 ≤ µ ≤ 4,487

Lampiran 30 Perhitungan Uji Penilaian Kesukaan Sediaan Balsem Stick


Berdasarkan Pada Parameter Sensasi Hangat Dikulit

1. Formula 0 (Sediaan tanpa ekstrak )


117

x= ∑ xi
i=1
n
(2+3+2+ …+2)
x=
20
52
x=
20
x=¿ 2,6
n

S2 = ∑
(xi−x )2
i=1
n
10,8
S2 = (2−2,6)2 +¿ ¿ = 20 = 0,54
s = √ 0,54 = 0,734
S S
P ¿ – (1,96 x )) ≤ μ ≤ (( x + ( 1,96 x )) ≅ 95 %
√n √n
0,734 0,734
P ( 2,6 – (1,96 x )) ≤ µ ≤ (2,6+ (1,96 x ))
4,47 4,47
P (2,6 - 0,321) ≤ µ ≤ (2,6 + 0,321)
P (2,279 ≤ µ ≤ 2,921)

2. Formula 1 dengan Penambahan Ekstrak lengkuas 15%


n

x= ∑ xi
i=1
n
( 4+3+3+ …+5)
x=
20
73
x=
20
x=¿ 3,65
n

S2 = ∑
(xi−x )2
i=1
n
9,925
S2 = ( 4−3,65)2 +¿ ¿ = 20 = 0,496
s = √ 0,496 = 0,704
S S
P ¿ – (1,96 x )) ≤ μ ≤ (( x + ( 1,96 x )) ≅ 95 %
√n √n
0,704 0,704
P ( 3,65 – (1,96 x )) ≤ µ ≤ (3,65 + (1,96 x ))
4,47 4,47
P (3,65 – 0,308) ≤ µ ≤ (3,65 + 0,308)
P (3,342 ≤ µ ≤ 3,958)

3. Formula 2 dengan Penambahan Ekstrak lada hitam 15%


118

x= ∑ xi
i=1
n
( 4+ 4+3+ …+4)
x=
20
74
x=
20
x=¿ 3,7
Lampiran 30 (Lanjutan)

S2 = ∑
(xi−x )2
i=1
n
10,2
S2 = ( 4−3,7)2+¿ ¿ = 20 = 0,51
s = √ 0,51 = 0,714
S S
P ¿ – (1,96 x )) ≤ μ ≤ (( x + ( 1,96 x )) ≅ 95 %
√n √n
0,714 0,714
P ( 3,7 – (1,96 x )) ≤ µ ≤ (3,7 + (1,96 x ))
4,47 4,47
P (3,7 – 0,313) ≤ µ ≤ (3,7 + 0,313)
P (3,387 ≤ µ ≤ 4,013)

3. Formula 3 dengan Penambahan Ekstrak lengkuas 7,5% dan lada hitam 7,5%
n

x=∑
xi
i=1
n
( 4+ 4+3+ …+4)
x=
20
74
x=
20
x=¿ 3,7
n

S2 = ∑
(xi−x )2
i=1
n
10,2
S2 = ( 4−3,7)2+¿ ¿ = 20 = 0,51
s = √ 0,51 = 0,714
S S
P ¿ – (1,96 x )) ≤ μ ≤ (( x + ( 1,96 x )) ≅ 95 %
√n √n
0,714 0,714
P ( 3,7 – (1,96 x )) ≤ µ ≤ (3,7 + (1,96 x ))
4,47 4,47
P (3,7 – 0,313) ≤ µ ≤ (3,7 + 0,313)
P (3,387 ≤ µ ≤ 4,013)
119

Lampiran 31 Perhitungan Modifikasi Formula Sediaan Balsem Stick Ekstrak


Lengkuas Dan Lada Hitam

1. Formula 0 (Blanko) yaitu sediaan balsem stick dengan konsentrasi tanpa

ekstrak
30
- Cera alba 30% = x 100g = 30 g
100
10
- Vaselin alba 10% = x 100% =10 g
100
10
- Cetyl alcohol 10% = x 100% = 10 g
100
3
- menthol 3% = x 100% = 3 g
100
0,1
- BHT 0,1% = x 100% = 0,1 g
100
- VCO ad 100 = 100 g – (30+10+10+3+0,1) g = 46,9 g

2. Formula 1 yaitu sediaan balsem stick dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 15%
15
- Ekstrak lengkuas 15% = x 100% = 15 g
100
30
- Cera alba 30% = x 100g = 30 g
100
10
- Vaselin alba 10% = x 100% =10 g
100
120

10
- Cetyl alcohol 10% = x 100% = 10 g
100
3
- menthol 3% = x 100% = 3 g
100
0,1
- BHT 0,1% = x 100% = 0,1 g
100
- VCO ad 100 = 100 g – (15+30+10+10+3+0,1) g = 31,9 g

2. Formula 2 yaitu sediaan balsem stick dengan konsentrasi ekstrak lada


hitam15%
15
- Ekstrak lada hitam 15% = x 100% = 15 g
100
30
- Cera alba 30% = x 100g = 30 g
100
10
- Vaselin alba 10% = x 100% =10 g
100
10
- Cetyl alcohol 10% = x 100% = 10 g
100
3
- menthol 3% = x 100% = 3 g
100
0,1
- BHT 0,1% = x 100% = 0,1 g
100
- VCO ad 100 = 100 g – (15+30+10+10+3+0,1) g = 31,9 g

2. Formula 3 yaitu sediaan balsem stick dengan konsentrasi ekstrak lengkuas 7,5%
dan lada hitam 7,5%
15
- Ekstrak lengkuas 7,5% = x 100% = 7,5 g
100
7,5
- Ekstrak lada hitam 7,5% = x 100% = 7,5 g
100
30
- Cera alba 30% = x 100g = 30 g
100
10
- Vaselin alba 10% = x 100% =10 g
100
10
- Cetyl alcohol 10% = x 100% = 10 g
100
3
- menthol 3% = x 100% = 3 g
100
121

0,1
- BHT 0,1% = x 100% = 0,1 g
100
- VCO ad 100 = 100 g – (7,5+7,5+30+10+10+3+0,1) g = 31,9 g

Anda mungkin juga menyukai