Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN PERKEBUNAN DAN INDUSTRI


EKOSISTEM SUB-OPTIMAL I

ANGKA KERAPATAN PANEN (AKP), TAKSASI, LEAF SAMPLING


UNIT (LSU) PADA TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.)

OLEH:
NABILLAH AZZAHRAH
NIM.2106113190
AGROTEKNOLOGI A

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
LEMBAR PENGESAHAN

ANGKA KERAPATAN PANEN (AKP), TAKSASI, LEAF SAMPLING UNIT (LSU)


PADA TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.)

OLEH:

NABILLAH AZZAHRAH
NIM. 2106113190

Menyetujui

Asisten Praktikum I Asisten Praktikum II

PUAN KHARISMA PATER SIREGAR THERESIA EVALINA


NIM. 1906155235 NIM. 1906112186

Asisten Praktikum III

WAN MUHAMMAD ANJERI


NIM. 2006114097
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan

tropis yang berasal dari Afrika Barat dan banyak dibudidayakan di Indonesia.

Adnan et al. (2015) menyatakan bahwa kelapa sawit merupakan salah satu

tanaman penghasil minyak nabati dengan produktivitas lebih tinggi dibandingkan

tanaman penghasil minyak lainnya. Minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil

(CPO) dan minyak sawit inti atau Palm Kernel Oil (PKO) merupakan produk

utama yang dihasilkan oleh kelapa sawit. Fauzi et al. (2008) menyatakan bahwa

hasil tanaman kelapa sawit dapat digunakan pada industri pangan, tekstil (bahan

pelumas), kosmetik, farmasi dan biodiesel.

Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan

perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja dan mengarah

kepada kesejahteraan masyarakat, kelapa sawit juga sumber devisa negara dan

Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak kelapa sawit

(Syahputra, 2011). Komoditas utama perkebunan rakyat Riau adalah kelapa sawit,

dimana luas area perkebunan rakyat pada tahun 2021 sebesar 1,61 juta Ha dan

pada tahun 2022 mencapai 1,73 juta Ha dengan hasil produksi sekitar 4,09 juta

ton (BPS, 2023).

Pelaksanaan kegiatan dalam budi daya kelapa sawit seperti persiapan

lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pengolahan hasil

panen perlu dilakukan dengan baik. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas dan

kuantitas produksi kelapa sawit. Kegiatan pemanenan tandan buah segar (TBS)

merupakan salah satu teknik budi daya yang sangat penting dalam pengusahaan
kelapa sawit. Persiapan panen yang baik akan memperlancar pelaksanaan panen.

Persiapan ini meliputi penentuan kriteria panen, kerapatan panen, rotasi panen,

peramalan prodksi, penyediaan tenaga pemanen, organisasi panen, pengumpulan

hasil, pengangkutan panen dan pengawasan panen. Lubis (2015) menyatakan

keberhasilan panen sangat tergantung pada bahan tanam yang digunakan,

pemanenan dengan kapasitas kerjanya, peralatan yang digunakan untuk panen,

kelancaran transportasi.

Sebagai tanaman produksi, tentunya kelapa sawit perlu diperhatikan

perawatannya terutama dalam hal pemupukan. Diagnosis kebutuhan pupuk untuk

tanaman kelapa sawit dilakukan untuk mengetahui jumlah pupuk yang harus

diaplikasikan. Hal ini penting untuk diperhatikan agar diperoleh hasil (produk)

yang optimal. Untuk itu, perlunya suatu metode sebelum dilakukan pemupukan

yaitu pengambilan sampel daun yang disebut dengan metode LSU (Leaf Sampling

Unit).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dalam praktikum pertemuan kali ini adalah praktikan dapat

memahami dan mengenal mengenai Angka Kerapatan Panen (AKP), Taksasi,

Leaf Sampling Unit (LSU) pada tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

dengan baik.
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Angka Kerapatan Panen (AKP)

Angka Kerapatan Panen (AKP) adalah persentase jumlah tandan matang

terhadap jumlah tanaman yang diamati pada areal yang akan dipanen besok. Nilai

AKP ini digunakan untuk mengetahui kebutuhan tenaga kerja, unit transportasi

pengangkutan tandan buah segar (TBS) dan mempermudah pengaturan

pelaksanaan panen (Harahap dan Hariyadi, 2018).

Angka AKP adalah suatu satuan yang menggambarkan rata-rata tandan

matang panen per pohon dan penyebaran tandan matang panen (Miraza, 2014).

Dalam proses kegiatan pemanenan kelapa sawit, perencanaan mencakup kegiatan

AKP yang terdiri atas estimasi produksi, jumlah pemanen dan jumlah armada

yang dibutuhkan, dan rotasi panen. Angka kerapatan panen (AKP) merupakan

metode taksasi produksi untuk memperkirakan jumlah produksi, kebutuhan tenaga

panen, dan kebutuhan transportasi angkut esok hari. AKP dihitung sehari sebelum

kegiatan panen dilakukan. Pelaksanaan kegiatan AKP dilakukan oleh krani AKP.

Kegiatan AKP dilakukan siang atau sore hari. Tahapan dalam kegiatan AKP

dimulai dengan menetapkan blok sampel untuk setiap kapveld yang akan dipanen

esok hari. Pengambilan sampel dilakukan pada satu blok sampel mewakili tiap

tahun tanam. Jumlah sampel minimal 5% dari jumlah pohon dalam satu blok

sampel.

Kegiatan AKP dikerjakan oleh Mandor Satu, yaitu pada sehari sebelum

melakukan pemanenan. Angka AKP menunjukan persentase jumlah buah matang

pada blok yang akan dipanen esok harinya. Persentase AKP akan dapat membantu

mandor dalam mengetahui kerapatan panen, kebutuhan tenaga pemanen dan


kebutuhan transportasi. Nilai AKP dapat berubah-ubah sesuai dengan luas lahan

dan Berat Janjang Rata-rata (BJR). Nilai AKP yang terlalu tinggi dapat diartikan

rendahnya jumlah tandan yang akan dipanen untuk esok hari. Nilai AKP yang

rendah menyebabkam tingginya jumlah tandan yang dapat dipanen oleh pemanen

(Miraza, 2014). Penentuan AKP yang tidak akurat disebabkan oleh luas panen

actual yang tidak sesuai dengan luas panen yang direncanakan, perbedaan persepsi

terhadap kriteria kematangan buah antara pemanen dengan tenaga kerja yang

melaksanakan AKP dan kesesuaian data populasi di lapangan dengan

administrasi.

2.2 Taksasi

Perencanaan estimasi tandan buah segar dalam peningkatan produksi

berkaitan dengan panen. Panen merupakan kegiatan memotong tandan buah segar

yang sesuai dengan kritieria matang panen, mengutip berondolan yang tertinggal

dipiringan dikumpulkan ke tempat pengumpulan hasil atau disingkat dengan TPH

(Hudori dan Sugiyatno, 2016). Menurut Madusari (2014) melalui panen akan

terlihat potensi buah yang dapat diperkirakan melalui taksasi. Taksasi produksi

adalah memperkirakan besarnya produksi yang akan dicapai pada luasan tertentu

sehingga dapat menentukan jumlah tandan buah yang akan di panen esok hari

dengan standarisasi manajemen kebun (Pahan, 2006). Penentuan kebijakan yang

diambil alih perusahaan dengan meninjau kembali taget produksi yang ingin

dicapai dalam menentukan jumlah tonase buah yang akan diolah oleh pabrik

kelapa sawit.

Taksasi produksi dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas TBS yang

dihasilkan. Taksasi produksi adalah kegiatan dalam meramalkan produksi


tanaman kelapa sawit yang didasarkan pada umur tanaman sesuai dengan kelas

wilayahnya (PPKS, 2007).

Pelaksanaan taksasi produksi yang dimulai dari perencanaan, pengamatan

dan perhitungan tandan buah segar untuk memperkirakan kebutuhan transportasi

TBS ke pabrik kelapa sawit, kebutuhan tenaga kerja seperti supir, tenaga bongkar

muat, pemanen, mandor panen, krani panen. Peran taksasi produksi yaitu dapat

menentukan budget harian, bulanan dan tahunan pada perusahaan maka

perhitungan estimasi produksi dengan metode yang diharapkan dapat

menghasilkan tingkat akurasi yang tinggi. Salah satu metode yang digunakan

adalah sensus produksi. Sensus produksi adalah kegiatan menghitung jumlah

tandan buah segar yang terdapat pada pohon tanaman kelapa sawit dalam areal

blok menggunakan sampel blok sensus sehingga pohon sampel ini akan diketahui

jumlah TBS per pohonnya. Semakin banyak sampel maka data yang didapatkan

semakin akurat (Nasution dan Sofyan, 2015).

Taksasi panen dilakukan pada sore hari sebelum besoknya dilakukan

pemanen pada areal yang sama, kegiatan taksasi panen ini dilakukan oleh mandor

panen. Tujuan dilakukan taksasi panen adalah untuk menentukan jumlah tenaga

kerja panen , menentukan jumlah tranportasi pengangkut hasil panen, kemudian

untuk memudahkan penentuan pengerjaan pengolahan TBS pada pabrik kelapa

sawit. Hal-hal yang sangat dibutuhkan dalam taksasi adalah informasi Berat

Janjang Rata rata (BJR), jumlah pokok setiap hektar, jumlah pokok sampel,

jumlah pokok yang masak dan basis borong/HK untuk menentukan kebutuhan

tenaga kerja panen (Pahan, 2008).


Hal ini berpengaruh terhadap perhitungan input produksi dan output dalam

pengusahaan kelapa sawit. Taksasi produksi berperan dalam penentuan waktu

panen, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dan alat panen yang digunakan

(Pahan, 2008). Taksasi dapat dilakukan dalam 1 tahun, 6 bulan, 4 bulan, 1 bulan

dan harian (Fais, 2016). Ketepatan dalam perhitungan taksasi sangat diperlukan

oleh perusahaan agar kegiatan pemanenan dapat berjalan dengan lancar dan

produksi maksimal. Ketidaktepatan dalam menentukan perhitungan taksasi dapat

menimbulkan kelebihan maupun kekurangan dalam penggunaan tenaga kerja,

transportasi, serta sarana dan prasarana dalam kegiatan pemanenan. Hal ini

mempengaruhi keberhasilan pemanenan dari segi produksi maupun manajerial,

sehingga riset ini bertujuan untuk menganalisis ketepatan taksasi terhadap

realisasi produksi pada tanaman kelapa sawit.

Ketidaktepatan dalam perhitungan taksasi seperti perhitungan dalam

jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dapat menjadi masalah. Hal ini

menyebabkan hanca panen sering tidak tuntas dipanen sehingga harus dilakukan

panen ulang pada hari berikutnya. Kegiatan panen ulang sering menyebabkan

terganggunya rotasi panen, bahkan bisa bertambah. Tenaga kerja panen yang

kurang juga dapat menyebabkan TBS banyak tertinggal di pokok sehingga

mengakibatkan kandungan Asam Lemak Bebas meningkat. Hal senada

disampaikan oleh (Miranda, 2009) bahwa salah satu faktor penyebab perbedaan

hasil dalam estimasi dan realisasi adalah tingkat ketelitian yang rendah pada saat

pengamatan atau adanya kesalahan dari pemanen yang terdiri atas pemanenan

tandan yang belum sesuai dengan kriteria matang panen dan buah matang yang

tertinggal di pohon. Selain itu menurut Santoso et al. (2011) perbedaan taksasi
dan realisasi yang tinggi atau rendah disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya

kehilangan hasil (losses) akibat brondolan tertinggal, TBS yang tertinggal di

lapangan dan panen buah mentah.

2.3 Leaf Sampling Unit (LSU)

Analisis daun merupakan salah satu indikator dalam mengetahui apakah

suatu unsur dalam keadaan optimal atau tidak. Penggunaan analisa kimiawi

terhadap material tanaman untuk keperluan diagnosis didasarkan pada asumsi

bahwa terdapat hubungan antara tingkat pertumbuhan tanaman dan kandungan

berat kering atau berat basah atau dengan kata lain konsentrasi hara di dalam

jaringan tanaman. Kandungan hara di daun terbukti lebih baik dalam

merefleksikan status hara tanaman dibandingkan organ tanaman yang lain

(Marschner, 1995). Setelah dilakukan pengambilan sampel, kemudian dilakukan

analisa unsur hara. Dengan demikian akan diketahui kesesuaian unsur hara dengan

kebutuhan tanaman kelapa sawit serta sebagai acuan untuk menentukan dosis

pemupukan periode selanjutnya. Menurut Hakim (2010), proses LSU sangat

penting untuk diperhatikan pelaksanaannya karena biaya yang dikeluarkan untuk

kegiatan pemupukan di perkebunan kelapa sawit tergolong tinggi yaitu sebesar

40-60 % dari total biaya pemeliharaan atau 30 % dari total biaya produksi.

Pohon yang memenuhi syarat sebagai sampel pohon adalah posisi pohon

tidak terletak di pinggir jalan, sungai atau parit atau perumahan, bukan merupakan

pohon sisipan, bukan pohon kerdil atau pun pohon steril, pohon bebas dari hama

dan penyakit, tumbuhnya lurus, pohon yang pelepah ke 17 nya sehat. Pohon

dihitung setiap kelipatan 10 pohon pada baris yang sama. Pada kelapa sawit TM

2, diambil daun pada pelepah ke 17 karena pelepah membentuk sudut 450 dan
pada pelepah tersebut merupakan titik maksimal pertumbuhan unsur hara

(Sastrosayono, 2003).

Pelepah kelapa sawit tersusun dalam formasi spiral (spiral kanan dan kiri)

dengan rumus duduk daun 1/8, artinya untuk sampai kepada pelepah dengan

posisi yang sejajar vertical spiral) didapati ada 8 posisi pelepah/duduk daun.

Penentuan letak daun sesuai dengan Handayani (2012), cara menentukan letak

daun ke-17 yaitu di bawah daun ke-9 agak ke kiri pada pokok yang berspiral

kanan dan agak ke kanan pada pokok yang berspiral. Pengambilan sampel daun

dilakukan pada pukul 07.00 – 10.00 WIB, dan tidak boleh dilakukan pada hari

hujan. Hal ini karena jika ada uap air yang masih menempel pada daun, maka

akan mengganggu proses persiapan sampel. Daun yang diambil adalah daun pada

pelepah ke 17. Pelepah yang akan diambil daunnya dipotong. Empat helai daun

dipotong dari bagian tengah pelepah yaitu 4 helai daun sisi kiri dan 4 helai daun

sisi kanan. Helai daun yang telah diambil, dipotong 3 bagian yaitu pangkal,

tengah dan ujung. Daun dan lidinya dipisahkan. Sebelum dikirim untuk analisa ke

laboratorium, sampel dibungkus Koran, kemudian dioven dengan suhu 700-800°C

selama ±20 jam. Setelah kering sampel diremas dengan tangan hingga hancur.

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki tingkat

produksi bobot kering tertinggi karena mampu mengubah energi matahari menjadi

bahan kering dan minyak lebih baik dibanding tanaman C3 yang lain, proses ini

membutuhkan hara dalam jumlah besar yang harus disediakan melalui tanah dan

pupuk yang diberikan ke tanaman. Oleh karena itu seringkali ditemukan gejala

defisiensi hara pada tanaman kelapa sawit di lapangan akibat suplai hara yang
berasal dari tanah dan pupuk yang tidak mencukupi kebutuhan tanaman

(Goh and Teo, 2008).

Dengan demikian, rekomendasi pemupukan untuk periode berikutnya

perlu dievaluasi agar kebutuhan unsur hara tanaman terpenuhi. Selain itu,

perlunya penelitian lanjut untuk mengetahui kesesuaian antara visualisasi dari

gejala defisiensi dengan unsur hara yang dikandung.


III METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Kegiatan praktikum Teknologi Produksi Tanaman Perkebunan dan

Industri Ekosistem Sub-Optimal I ini dilaksanakan bertempat di areal kebun

kelapa sawit Bumi Perkemahan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Praktikum

ini dilaksanakan pada Hari Selasa, 24 Oktober 2023 pukul 15.00 wib- selesai.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan di dalam praktikum pengenalan lingkungan

perkebuanan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) kali ini adalah bahan materi

mengenai angka kerapatan panen (AKP), taksasi, dan leaf sampling unit (LSU).

Sedangkan alat yang digunakan pada praktikum pengenalan lingkungan

perkebuanan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) kali ini adalah buku penuntun

praktikum, alat tulis dan alat dokumentasi.

3.3 Cara Kerja

3.3.1 AKP

1) Dilakukan perhitungan jumlah pokok di dalam areal, kemudian ditentukan

10% untuk dijadikan jumlah pokok sampel yang akan diperiksa,

2) Ditentukan pokok sampel yang sesuai dengan syarat pokok sampel yang

baik,

3) Dilakukan perhitungan jumlah tandan yang masak pada pokok sampel,

4) Dilakukan perhitungan nilai AKP dengan membagi jumlah tanda yang

masak dengan jumlah pokok periksa dan dikalikan 100%,


5) Didapati nilai AKP yang berati menerangkan banyaknya tandan masak per

pokok kelapa sawit.

3.3.2 Taksasi

1) Diperlukan data mengenai luas areal yang akan dipanen, angka Standar

Pokok per Hektar (SPH) yang digunakan, nilai Bobot Janjang Rata-rata

(BJR) dan nilai AKP,

2) Dilakukan perhitungan terhadap bunga dan tandan buah yang ada pada

pokok,

3) Dilakukan perhitungan nilai taksasi dengan mengalikan luasan areal yang

akan dipanen dengan nilai SPH dengan nilai BJR, dan dengan nilai AKP

yang telah diperoleh sebelumnya,

4) Didapati nilai taksasi yang berati menerangkan banyaknya tonase tandan

masak yang akan dipanen dalam 3-6 bulan kedepan.

3.3.3 LSU

1) Ditentukan pokok sampel yang sesuai dengan syarat pokok sampel yang

baik,

2) Ditentukan spiral pelepah,

3) Ditentukan nomor pelepah, dengan ditentukan pelepah no.1 yang berada

pada spiral paling atas dan paling pertama mekar didekat daun tombak.

Dicari pelepah ke-17, ditentukan dari pelepah ke-1, dibawahnya adalah

pelepah ke-9 dan dibawahnya adalah pelepah ke-17 (karena spiral

berjumlah 8),

4) Dipotong pelepah dengan parang, ditentukan dengan melihat ujung “ekor

kadal” pada pelepah,


5) Diambil daun untuk dianalisis, diambil masing-masing 3 helai daun tiap

sisi, dan dipotong sekitar ±25 cm dibagian tengah daun,

6) Diambil pula rachis (tulang pelepah),

7) Dibersihkan bahan sampel daun dan rachis dengan akuades streli dan

kapas,

8) Dimasukkan sampel ke dalam amplop,

9) Diberikan label pada amplop, (yaitu kode/nama kebun, nomor pelepah,

tahun tanam, tanggal pengambilan, nomor blok),

10) Dikirim sampel ke laboratorium untuk dianalisis


IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Umur Muncul Tunas

Tabel 1. Pengamatan hari muncul tunas kelapa terhadap perlakuan sayatan


Perlakuan Sayatan (cm) Umur Muncul Tunas (hst)
Sayatan 0a -
Sayatan 0b -
Sayatan 0c -
Sayatan 0d -
Sayatan 0e -
Sayatan 3a -
Sayatan 3b -
Sayatan 3c -
Sayatan 3d -
Sayatan 3e -
Sayatan 5a -
Sayatan 5b -
Sayatan 5c -
Sayatan 5d -
Sayatan 5e -
Sayatan 7a 17
Sayatan 7b -
Sayatan 7c -
Sayatan 7d 23
Sayatan 7e -

Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh dan disajikan pada Tabel 1

bahwa bibit perlakuan sayatan 7a menunjukkan tumbuh tunas yaitu pada 17 hari

setelah penanaman dan sayatan 7d menunjukkan tumbuh tunas pada hari ke-23

setelah tanam. Menurut Oktavia dan Miftahorrachman (2012) bahwa benih

mencapai kemampuan tumbuh maksimum pada saat matang fisiologi. Benih yang

matang fisiologis memiliki kemampuan tumbuh yang relatif lebih tinggi, sehingga

menghasilkan tanaman yang lebih baik. Tunas kelapa mengalami peningkatan

berat maupun ukuran selama germinasi. Tunas mulai muncul pada hari ke 15

germinasi (Su’i et al., 2010).


4.2 Tinggi Tunas

Tabel 2. Pengamatan tinggi tunas kelapa terhadap perlakuan sayatan


Perlakuan Sayatan (cm) Tinggi Tunas (cm)
Sayatan 0a -
Sayatan 0b -
Sayatan 0c -
Sayatan 0d -
Sayatan 0e -
Sayatan 3a -
Sayatan 3b -
Sayatan 3c -
Sayatan 3d -
Sayatan 3e -
Sayatan 5a -
Sayatan 5b -
Sayatan 5c -
Sayatan 5d -
Sayatan 5e -
Sayatan 7a 11,0
Sayatan 7b -
Sayatan 7c -
Sayatan 7d 2,5
Sayatan 7e -

Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh dan disajikan pada Tabel 2

bahwa pada saat pengamatan di 27 hst, didapati bibit pada perlakuan sayatan 7a

menunjukkan tinggi tunas 2 cm dan bibit pada perlakuan 7d menunjukkan tinggi

tunas 2,5 cm.

4.3 Diameter Tunas

Tabel 3. Pengamatan diameter tunas kelapa terhadap perlakuan sayatan


Perlakuan Sayatan (cm) Diameter Tunas (cm)
Sayatan 0a -
Sayatan 0b -
Sayatan 0c -
Sayatan 0d -
Sayatan 0e -
Sayatan 3a -
Sayatan 3b -
Sayatan 3c -
Sayatan 3d -
Sayatan 3e -
Sayatan 5a -
Sayatan 5b -
Sayatan 5c -
Sayatan 5d -
Sayatan 5e -
Sayatan 7a 5,0
Sayatan 7b -
Sayatan 7c -
Sayatan 7d 1,5
Sayatan 7e -

Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh dan disajikan pada Tabel 3

bahwa pada saat pengamatan di 27 hst, didapati bibit pada perlakuan sayatan 7a

menunjukkan diameter tunas 5,0 cm dan bibit pada perlakuan 7d menunjukkan

diameter tunas 1,5 cm.

4.4 Jumlah Daun

Tabel 4. Pengamatan jumlah daun kelapa terhadap perlakuan sayatan


Perlakuan Sayatan (cm) Jumlah Daun
Sayatan 0a -
Sayatan 0b -
Sayatan 0c -
Sayatan 0d -
Sayatan 0e -
Sayatan 3a -
Sayatan 3b -
Sayatan 3c -
Sayatan 3d -
Sayatan 3e -
Sayatan 5a -
Sayatan 5b -
Sayatan 5c -
Sayatan 5d -
Sayatan 5e -
Sayatan 7a -
Sayatan 7b -
Sayatan 7c -
Sayatan 7d -
Sayatan 7e -

Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh dan disajikan pada Tabel 4

bahwa pada saat pengamatan di 27 hst, didapati bibit pada perlakuan sayatan 7a
dan bibit pada perlakuan 7d masih belum menunjukkan adanya daun, sehingga

pengukuran terhadap jumlah daun belum dapat dilakukan. Diantaranya penyebab

benih kelapa masih belum muncul tunas atau plumule dapat disebabkan kondisi

lingkungan yang belum sesuai untuk perkecambahannya. Benih kelapa mudah

berkecambah dalam kondisi hangat, lembab dan tumbuh secara alami di mana pun

mereka jatuh.
V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapatkan dari kegiatan praktikum ini adalah

Angka Kerapatan Panen (AKP) adalah persentase jumlah tandan matang terhadap

jumlah tanaman yang diamati pada areal yang akan dipanen besok. Nilai AKP

memperkirakan jumlah produksi, kebutuhan tenaga panen, dan kebutuhan

transportasi angkut hasil panen esok hari. Taksasi produksi adalah kegiatan dalam

meramalkan produksi tanaman kelapa sawit. Ketepatan dalam perhitungan taksasi

sangat diperlukan oleh perusahaan agar kegiatan pemanenan dapat berjalan

dengan lancar dan produksi maksimal. Analisis daun merupakan salah satu

indikator dalam mengetahui apakah suatu unsur dalam keadaan optimal atau tidak,

sehingga diketahui kesesuaian unsur hara dengan kebutuhan tanaman kelapa sawit

serta sebagai acuan untuk menentukan dosis pemupukan periode selanjutnya.

Pengamatan pertumbuhan kelapa terhadap perlakuan sayatan diamati

melalui empat parameter, yaitu umur muncul tunas, tinggi tunas, diameter tunas

dan jumlah daun. bibit perlakuan sayatan 7a menunjukkan tumbuh tunas yaitu

pada 17 hari setelah penanaman, dengan tinggi tunas 11,0 cm dan diameter 5,0 cm

dan sayatan 7d menunjukkan tumbuh tunas pada hari ke-23 setelah tanam dengan

tinggi tunas,2,5 cm dan diameter 1,5 cm, namun keduanya masih belum

menunjukkan munculnya daun.


5.2 Saran

Saran yang dapat saya berikan adalah agar praktikan dapat mengikuti

praktikum dengan baik dan melakukan perawatan tanaman kelapa seperti

penyiraman dan penyiangan dengan rutin.


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Riau. 2023. Riau Dalam Angka 2023. MN Grafika.
Pekanbaru.

Fauzi Y., EW Yustina, I Satyawibawa, RH Paeru . 2008. Kelapa Sawit Budidaya


dan Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha dan Pemasaran.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Fauzi, Y. 2012. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hadi, M. M., 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Adicita Karya Nusa.
Yogyakarta.
Lubis , R.E. dan Agus W. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. Agro Media Pustaka.
Jakarta.

Lubis A. U. 1992. Kelapa Sawit di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan


Marihat-Bandar Kuala, Pematang Siantar.

Mangoensoekarjo S. dan Haryono S. 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit.


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Mukherjee, S., dan A. Mitra. 2009. Health Effects of Palm Oil. J Hum Ecol. 26
(3): 197-203.

Oktavia, F., & Miftahorrachman. (2012). Pengaruh lama penyimpanan terhadap


kecepatan dan daya kecambah benih pinang (Areca catechu L.). Buletin
Palma, 13(2), 127-130.

Saragih, F. H., Darwanto, D. H., dan Masyhuri, M, 2013. Analisis daya saing
ekspor minyak kelapa sawit (CPO) Sumatera Utara di Indonesia. Agro
Ekonomi. 24(1): 37-49. 3.

Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka: Jakarta.

Su’i, Harijono, Yunianta, Aulanniam. 2010. Aktivitas Hidrolisis Enzim Lipase


dari Kentos Kelapa terhadap Minyak Kelapa. Jurnal Agritech Teknologi
Pertanian. 2 (2):164-167.

Sulistianawati. Strategi dan Kelayakan Pengembangan Usaha Perkebunan Kelapa


Sawit Pola Kemitraan PT. Anugerah Tani Bersama Dengan Masyarakat
(Kasus Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Banyuasin, Sumatera
Selatan). Tesis. Program Studi Industri Kecil Menengah. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 2010

Sunarko, 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Penggelolaan Kelapa Sawit. Agro
Media Pustaka. Jakarta.
Syahputra, E., 2011. Aktivitas dan keefektifan insektisida berbahan aktif majemuk
thiodicarb dan triflumuron terhadap hama ulat kantong Metisa plana pada
tanaman kelapa sawit. Perkebunan dan Lahan Tropika 1:1-8.
LAMPIRAN

1. Dokumentasi

Gambar 1. Penggemburan dan Gambar 2. Penyiraman Bedengan


Pembersihan Gulma

Gambar 3. Pengukuran Sampel Gambar 4. Pengamatan Sampel


Bibit Kelapa Bibit Kelapa

Anda mungkin juga menyukai