Anda di halaman 1dari 3

Antara Pahala dan Dosa: Konsep Manajemen Potensi dan Resiko

Dari sekian banyak nilai agama yang manusia menjadikannya sebagi pondasi dalam
bertingkahlaku, dapat dikerucutkan menjadi dua hal yang dikotomis. Sebut saja pahala dan dosa.

Tidak bisa kita pungkiri, pahala dan dosa merupakan salah satu motif terbesar seseorang
menjalankan ajaran agama dalam upayanya menyempurnakan hidup untuk mencapai kedudukan
yang agung di alam keabadian kelak atau yang sering kita sebut akhirat.

Cerita-cerita masa kecil oleh guru-guru ngaji kita, tentang neraka yang begitu mengerikan itu,
memang tak bisa hilang begitu saja dari kepala kita. Sebagai dorongan awal supaya kita taat
dalam menjalankan ajaran agama, tidak masalah.

Permasalahannya adalah semakin dewasa seseorang banyak yang masih belum mengerti, bahwa
pahala dan dosa hanyalah semacam pintu masuk saja. Dua instrumen pahala dan dosa sebenarnya
merupakan manifestasi pendidikan untuk melatih kedewasaan berpikir kita dalam memahami
dan mengukur dampak atas tindakan yang telah kita lakukan.

Dahulu mungkin kita mendapatkan pengetahuan tentang pahala shalat berjamaah 27 derajat dan
pahala salat munfarid hanya satu derajat. Tetapi, apakah sampai berumur 60 tahun (kalau bisa
hidup selama itu) motif dalam menjalankan salat berjamaah sekedar supaya mendapat pahala 27
derajat?

Sebagai manusia yang setiap waktu berkembang kedewasaannya, perihal hitung-hitungan pahala
semacam itu seharusnya bukan menjadi alasan utama dalam menjalankan ajaran agama.

Bahwa apa yang diajarkan agama, pastinya membawa dampak kemaslahatan bukan hanya untuk
diri sendiri, namun juga orang lain. Tentang salat berjamaah di masjid misalnya, tidak hanya
urusan pahala 27 derajat saja. Di dalamnya ada nilai silaturahmi yang kita dapatkan. Kita jadi
sering bertemu banyak orang. Dari pertemuan-pertemuan itu kita menjadi akrab dengan jamaah
lain. Keakraban-keakraban itulah yang menimbulkan rasa empati untuk saling tolong-menolong
satu sama lain. Kalau ada yang sakit kita mengunjunginya, kalau ada yang kesusahan dibantu
dan lain sebagainya.
Pahala sebagai manajemen potensi untuk kebaikan-kebaikan yang berlanjut. Begitu pula
sebaliknya dengan dosa yang merupakan manajemen resiko. Karena kita sebagai manusia dalam
berbuat cenderung tidak mengenal batas atau resiko, mestilah dosa sebagai rem agar kita tidak
lepas kendali dalam bertindak.

Mengutip Gus Candra Malik dari kajian 'Humor Sufi' bahwa kita tidak perlu terlalu ketat
terhadap diri dengan takut dosa atau khawatir akan pengurangan pahala karena mau
bagaimanapun kita manusia yang tempatnya salah dan dosa. Sehingga dosa dan pahala tetap kita
sadari, namun itu bukan menjadi tujuan kita beribadah.

Pertanyaannya tadi belanjut lagi, ”Apakah dicantumkannya sanksi bertujuan


untuk bisa menghukum manusia dengan sebanyak-banyaknya? Juga tidak!
Bukankah di dalam keluarga, orang tua mengadakan sanksi hukuman kepada
anak-anak yang dicintai dan disayangi? Apakah sanksi orang tua kepada
anak bertujuan agar sang ayah atau ibu bisa menghukum anak?”

PAHALA dan dosa sering menjadi perdebatan di kalangan pemikir. Untuk apa dua unsur
itu Allah Azza Wajalla ciptakan? Untuk apa juga ada ganjaran dan hukuman dalam
menjalani hidup? Perlu diketahui bahwa pertanyaan ini berbahaya jika tidak didasari oleh
iman.
Ada juga pendapat sesat yang mengatakan bahwa Allah Ta’ala
menghendaki agar orang-orang melakukan perbuatan dosa supaya bisa
dihukum. Pendapat seperti ini adalah sangat tidak benar. Allah sama
sekali tidak bermaksud memberi ganjaran berupa hukuman bagi
hambaNya.

Gus Candra lebih lanjut lagi menuturkan bahwa kalau kita semakin mentadabburi mengkaji kitab
pedoman umat manusia (al-Qur`an), ukuran mizan di akhirat nanti bukan semata persoalan
berapa banyak pahala ibadah seseorang, berapa banyak harta yang dikeluarkan untuk fakir
miskin, berapa banyak ayat suci yang dideres atau dihafal dan lain sebagainya. Namun ukuran
berat ringannya timbangan di alam keabadian nanti, yang akan menentukan siapa diantara
hambaNya yang beruntung dan selamat adalah mereka yang ahsanu 'amala.
Allah dalam QS. al-Mulk:2 berfirman, "Dia menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji
kalian, siapa yang paling baik amalnya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun"

Catat ya! Di ayat tersebut tidak disebutkan siapa yang paling banyak amalnya, namun
menegaskan bahwa ujian diturunkan dalam kehidupan di muka bumi adalah untuk mengetahui
man ahsanu 'amala (yang terbaik amalnya) diantara hamba-hambaNya.

Merujuk pendapat Sayyid Quthub dalam tafsirnya bahwa salah satu tujuan dibalik penciptaan
hidup dan mati tidak lain untuk menguji manusia. Sehingga akan tertanam pada diri mereka sifat
selalu awas, waspada dan selalu penuh kesadaran dalam melakukan perbuatan baik yang kecil
ataupun yang besar, baik itu berupa niat yang terpendam dalam hati maupun berupa pengamalan
yang tampak di alam nyata sehingga menjadikan manusia tidak lengah atau lalai dan tidak juga
menjadikan mereka merasa tenang sehingga membuat mereka beristirahat tidak usaha apapun.

Sebagaimana juga diturunkannya punishment sebagai manajemen resiko supaya manusia lebih
waspada dan menjaga diri dari perkara yang diharamkan oleh Allah sehingga tidak jatuh
terjeremus dalam perbuatan yang dimurkaiNya. Sebaliknya lebih bersegera dalam mengerjakan
ketaatan dan selalu mengupayakan potensi kebaikan-kebaikan yang ada dalam dirinya.

Seperti hal yang diutarakan Quraisy Shihab dalam tafsirnya, yang perlu diketahui lagi adalah
ayat di atas tidak menyebutkan ‘siapa yang terburuk amalnya’ karena bertujuan untuk
mengisyaratkan pada manusia bahwa sebenarnya berlomba-lomba dalam kebaikan itulah yang
seharusnya menjadi perhatian kita.

Yang menarik adalah Allah menutup ayat tersebut dengan asmaNya al-Ghafur untuk memberi
kabar gembira pada hambaNya, meskipun jelas kita masih sering jatuh dalam jurang
kemaksiatan namun pintu ampunan dan rahmat Allah akan senantiasa terbuka bagi siapa saja
yang sungguh-sungguh taubat dan ingin kembali kepadaNya. Jadi dibalik ditakdirkannya dosa di
muka bumi ada Allah yang sangat luas ampunanNya dan kasih sayangNya.[]

Wallahu a'lam bishhowab.

Anda mungkin juga menyukai