Agama Islam
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
NIM : L1B021110
UNIVERSITAS MATARAM
2021
DAFTAR ISI
1
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
1. PENGERTIAN 3
2. KONSEP 4
3. DALIL-DALIL 7
1. DALIL-DALIL 10
2. PENJELASAN 12
3. CONTOH KASUS 13
1. Pengertian
2
Istidraj adalah nikmat yang diberikan Allah kepada orang-orang yang
membangkang terhadap-Nya. Ini merupakan hukuman dari Allah agar orang tersebut
terus terjerumus dalam kesesatan. Istidraj bisa disebut sebagai jebakan bagi umat
muslim yang bertujuan untuk menguji keimanan pribadi tersebut.
Nikmat yang diberikan bukanlah bentuk kasih sayang Allah, melainkan murka
Allah terhadap mereka. Nikmat tersebut hanyalah alat untuk menghukum mereka,
baik di dunia maupun di akhirat kelak. Ia mengatakan bahwa saat orang melakukan
kemaksiatan, seketika itu pula Allah memberikan mereka nikmat sebagai hukuman.
Allah SWT berfirman bahwa orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya akan
dibinasakan, yaitu dibinasakan dengan cara istidraj.
Dalam tafsir Al Ahzar jilid 3, istidraj menurut surat Al An’am ayat 44 artinya
dikeluarkan dari garis lurus kebenaran tanpa disadari. Allah SWT memperlakukan
apa yang dia kehendaki, dibukakan segala pintu, hingga orang tersebut lupa diri.
Ibaratnya tidak ingat bahwa sesudah panas pasti ada hujan, sesudah lautan tenang
gelombang pasti datang. Mereka dibiarkan berbuat maksiat dengan hawa nafsunya
hingga tersesat jauh. Lalu, siksaan Allah datang sekonyong-konyong.
Malik Al-Mughis dalam bukunya yang berjudul Demi Masa menjelaskan, istidraj
adalah pemberian kesenangan untuk orang-orang yang dimurkai Allah agar mereka
terus menerus lalai. Hingga pada suatu ketika semua kesenangan itu dicabut oleh
Allah, mereka akan termangu dalam penyesalan yang terlambat.
2. Konsep-konsep
3
“Hendaklah engkau takut jika selalu mendapat karunia Allah, sementara engkau
tetap dalam perbuatan maksiat kepada-Nya, jangan sampai karunia itu semata-
mata istidraj oleh Allah”
b. Kita Melakukan Maksiat, Tapi Malah Makin Banyak Kesenangan
Ali Bin Abi Thalib r.a. berkata :
“Hai anak Adam ingat dan waspadalah bila kau lihat Tuhanmu terus menerus
melimpahkan nikmat atas dirimu sementara engkau terus-menerus melakukan
maksiat kepadaNya” (Mutiara Nahjul Balaghoh Hal 121)
c. Semakin Kita Kikir, Namun Harta Semakin Banyak
Sebagaimana kita ketahui bahwa sebetulnya Sodaqoh dapat membuat harta kita
semakin banyak. Ketika kita dihinggapi sifat kikir, tak pernah zakat, infak,
shadaqah ataupun mengulurkan bantuan orang lain. Namun justru harta semakin
melimpah ruah. itulah menjadi salah satu ciri pengertian istidraj dalam islam.
d. Jarang Sakit
Imam Syafi’I pernah mengatakan:Setiap orang pasti pernah mengalami sakit
suatu ketika dalam hidupnya, jika engkau tidak pernah sakit maka tengoklah ke
belakang mungkin ada yang salah dengan dirimu.
3. Macam-macam
Siapapun tentu tahu, shalat adalah kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan.
Kewajiban melaksanakan shalat bahkan tidak bisa digantikan oleh siapapun.
Quran sendiri telah menentukan waktu-waktu yang digunakan untuk shalat dan
memerintahkan shalat pada waktunya.
4
Tentu menjadi pertanyaan jika dengan meninggalkan kewajiban yang demikian,
badan tetap diberi kesehatan, bahka rizki juga semakin lancar. Bisa jadi, itu
menjadi semacam pengingat untuk lebih giat melaksanakan shalat. Tetapi, bisa
jadi itu menjadi jalan untuk lebih jauh dari Allah dengan terus menerus
meninggalkan shalat.
Tentu saja, bukan orang lain yang bisa menyebut yang demikian sebagai istidraj
atau bukan. Sebab, yang lebih tahu hal itu adalah diri orang yang mendapat
nikmat dan meninggalkan kewajiban shalat.
Secara naluri, jika seseorang melakukan maksiat, maka dia akan merasa bersalah
atau menyesali perbuatannya. Ini berbeda dengan orang yang cenderung
menganggap maksiat yang dilakukannya tersebut adalah maksiat biasa. Atau,
bisa jadi orang tersebut menganggap maksiat yang dilakukannya adalah maksiat
kecil dan bukan merupakan dosa besar. Anggapan demikian ini lah yang justru
menggiring seseorang pada rasa meremehkan maksiat yang sudah dilakukan.
Dari meremehkan inilah, dosa kecil menumpuk hingga akhirnya menggunung.
5
Ini adalah bagian dari istidraj. Ini merupakan bagian dari tipudaya syaitan.
Seseorang ditipu dengan menyebut dosa yang dilakukan hanya dosa kecil
sehingga tidak perlu sesal jika dilakukan. Atau tipu dayanya adalah, menyebut
rahmat Allah begitu besar sehingga bebas bermaksiat kapan saja tanpa rasa
sesal. Padahal tidak sepatutnya karena rahmat Allah amat luas, seorang hamba
bebas bermaksiat, bukan?.
Menutup aurat adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang. Tentu
saja, membuka aurat adalah bagian dari sesuatu yang dilarang. Hukum membuka
aurat sendiri adalah boleh jika dilakukan di tempat yang tidak memungkinkan
orang lain bisa melihatnya. Itu pun dalam keadaan darurat, seperti ingin buang
air besar atau semacamnya. Dalam ruangan yang sama, yang tertutup atau tidak
memungkinkan orang lain melihat aurat, membuka aurat dihukumi makruh jika
tanpa ada hajat tertentu. Dengan demikian, hukum apa yang dikenakan jika aurat
dibuka di tempat umum atau tempat yang memungkinkan orang lain untuk
melihatnya.
4. Ciri Istidraj
Istidraj adalah hal yang sebenarnya harus diteliti sendiri oleh seseorang. Sebab,
yang paling bisa merasakan hal itu adalah diri si orang yang mendapat nikmat tersebut.
Dengan demikian, orang lain tidak bisa seenaknya menunjuk bahwa yang terjadi pada
seseorang adalah istidraj.
Berikut ini adalah beberapa patokan ciri yang mungkin bisa membantu untuk mengenali
istidraj. Tapi begitu, sekali lagi, ciri ini bukan untuk menunjuk hal yang terjadi pada
orang lain, sebaliknya hanya untuk introspeksi diri.
6
Banyaknya nikmat sebenarnya bisa menjadi pemicu dari tambahnya keimanan.
Sebab, orang yang diberi sesuatu, tentu akan tambah rasa cintanya kepada orang
yang memberi. Tapi, jika kenikmatan yang diberikan justru menjauhkan, tentu
hal itu patut dipertanyakan.
Sudah menjadi hal lumrah, rizki yang diberikan adalah hal yang digunakan
untuk beribadah. Sebab, pada dasarnya perintah Allah adalah perintah beribadah,
bukan perintah mengumpulkan atau mengais rizki. Maka titik poinnya adalah
ibadah itu. Sehingga apa-apa yang didapat dalam hidup haruslah dilarikan pada
ibadah. Jika hal yang terjadi adalah sebaliknya, tentu inilah yang dimaksud
dengan istidraj.
5. Dalil-dalil
"Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami
pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka
bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara
tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa."(QS. Al-An'am 6: 44)
7
Surat Ali Imran ayat 178 :
"Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang
Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang
Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; dan
mereka akan mendapat azab yang menghinakan."
"Bila kamu melihat Allah memberi hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya,
padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal
itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah."
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir ra, Rasulullah saw bersabda: “Bila kamu melihat Allah memberi
pada hamba (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam
kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan
berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” Kemudian Rasulullah saw membaca ayat
yang berbunyi, “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan
8
kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka;
sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka,
Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam
berputus asa (Qs Al-An’am: 44).” (HR. Ahmad)
Artinya: “Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu
yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu
yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa semakin bertambah, dan mereka
akan mendapat azab yang menghinakan.”
Artinya: “Nanti Kami akan menghukum mereka dengan berangsurangsur (ke arah
kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui.” (QS. Al-Qalam: 44).
Artinya: “Apabila Anda melihat Allah SWT memberikan kenikmatan dunia kepada
seorang hamba, sementara dia masih bergelimang dengan maksiat, maka itu hakikatnya
adalah Istidraj dari Allah SWT.”
Al Mu’minun: 55-56
“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada
mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada
mereka tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (Al Mu’minun: 55-56)
9
B. DALIL-DALIL HADITS QUDSI TENTANG HUKUMAN YANG
DISEGERAKAN SEBAGAI BENTUK KASIH SAYANG ALLAH
TERHADAP HAMBANYA., (DALIL, TERJEMAHAN, PENJELASAN,
SERTA CONTOH KASUS).
Hal ini sesuai dalam hadist dari Abu Bakrah RA, Rasulullah SAW bersabda,”
Setiap dosa akan di akhirkan (ditunda) balasannya oleh Allah SWT hingga hari
kiamat, kecuali al-baghy (zalim), durhaka kepada orang tua dan memutuskan
silaturahim, Allah akan menyegerakan di dunia sebelum kematian menjemput.”
(HR Al Hakim, Al Mustadrak No 7345).
Manusia yang zalim akan mendapatkan balasan di dunia dan siksa pedih di
akhirat. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Alquran:
10
Allah SWT juga menjelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 153:
Artinya: "Barang siapa tidak menyayangi maka tidak akan disayangi." (HR Bukhari dan
Muslim)
Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada seorang Muslim pun yang ditusuk oleh duri
atau lebih dari itu, kecuali Allah pasti akan menghilangkan kesalahan-kesalahannya.
Sebagaimana pohon yang menggugurkan daunnya." (HR. Bukhari).
Sehingga Islam mengajarkan kepada manusia agar sabar seperti lima nabi yang
memiliki keteguhan yang kuat. Kelima nabi yang sabar itu adalah Nabi Nuh, Ibrahim,
Musa, Isa dan Muhammad.
"Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari
rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan azab bagi mereka."
(QS Al-Ahqaf: 35).
َ Nُه َحتَّى يNِ Nِهُ بِ َذ ْنبNه ْال َخي َْر َع َّج َل لَهُ ْال ُعقُوبَةَ فِى ال ُّد ْنيَا َوإِ َذا أَ َرا َد هَّللا ُ بِ َع ْب ِد ِه ال َّش َّر أَ ْم َسكَ َع ْنNِ إِ َذا أَ َرا َد هَّللا ُ بِ َع ْب ِد
ِهNِوفَّى بN
يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة
11
“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di
dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas
dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi no.
2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani).
Juga dari hadits Anas bin Malik, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ُضا َو َم ْن َس ِخطَ فَلَهُ السَّخَ ط ِ إِ َّن ِعظَ َم ْال َجزَا ِء َم َع ِعظَ ِم ْالبَالَ ِء َوإِ َّن هَّللا َ إِ َذا أَ َحبَّ قَوْ ًما ا ْبتَالَهُ ْم فَ َم ْن َر
َ ض َى فَلَهُ ال ِّر
“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah
mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa
yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka,
maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan kata Syaikh Al Albani).
1) Musibah yang berat (dari segi kualitas dan kuantitas) akan mendapat balasan
pahala yang besar.
2) Tanda Allah cinta, Allah akan menguji hamba-Nya. Dan Allah yang lebih
mengetahui keadaan hamba-Nya. Kata Lukman -seorang sholih- pada anaknya,
“Wahai anakku, ketahuilah bahwa emas dan perak diuji keampuhannya dengan api
sedangkan seorang mukmin diuji dengan ditimpakan musibah.”
3) Siapa yang ridho dengan ketetapan Allah, ia akan meraih ridho Allah dengan
mendapat pahala yang besar.
4) Siapa yang tidak suka dengan ketetapan Allah, ia akan mendapat siksa yang
pedih.
5) Cobaan dan musibah dinilai sebagai ujian bagi wali Allah yang beriman.
6) Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan
hukumannya di dunia dengan diberikan musibah yang ia tidak suka sehingga ia
keluar dari dunia dalam keadaan bersih dari dosa.
12
7) Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan
atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak. Ath
Thibiy berkata, “Hamba yang tidak dikehendaki baik, maka kelak dosanya akan
dibalas hingga ia datang di akhirat penuh dosa sehingga ia pun akan disiksa
karenanya.” (Lihat Faidhul Qodir, 2: 583, Mirqotul Mafatih, 5: 287, Tuhfatul
Ahwadzi, 7: 65)
8) Dalam Tuhfatul Ahwadzi disebutkan, “Hadits di atas adalah dorongan untuk
bersikap sabar dalam menghadapi musibah setelah terjadi dan bukan
maksudnya untuk meminta musibah datang karena ada larangan meminta
semacam ini.”
''Dua dosa yang dipercepat balasannya di dunia oleh Allah SWT, yaitu berlaku zalim
dan berlaku kasar kepada kedua orang tua. (HR Thabrani dari Ibn Asakirah).
Hadits di atas memberikan gambaran yang sangat jelas, sekaligus peringatan kepada
orang-orang yang beriman, bahwa berlaku zalim dan aniaya kepada orang atau pihak
lain dan berlaku buruk kepada kedua orang tua, adalah sama halnya dengan
mengundang azab dan malapetaka bagi diri sendiri, baik dalam kehidupan di dunia ini
maupun di akhirat hanti. Kezaliman yang pengejawantahannya sangat bervariasi, dalam
praktiknya bisa terjadi dan bisa dilakukan oleh orang atau kelompok manapun. Seorang
suami yang tidak bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya, yang tidak
memberikan nafkah lahiriyah maupun batiniyah, dan tidak mengayomi serta mendidik
mereka, bahkan berlaku kasar dan kejam kepada mereka, adalah suami yang zalim.
Seorang istri yang tidak mempedulikan kewajiban kepada suami dan anak-anaknya
bahkan membangkang kepadanya, adalah istri yang zalim.
Demikian pula memfitnah, mengadu domba, mengambil hak orang lain, adalah
perbuatan zalim, yang apabila tidak segera disadari oleh para pelakunya akan
13
mengundang kemurkaan Allah SWT di dunia ini, dan di akhirat akan berada dalam
kegelapan yang teramat dahsyat dan menakutkan. Rasulullah saw bersabda:
''Takutlah kalian terhadap perbuatan menzalimi orang lain, karena kezaliman tersebut
akan menyebabkan kegelapan pada Hari Kiamat.''
Sikap buruk dan tidak menghormati serta tidak menyayangi kedua orang tua, adalah
sikap yang sangat tercela, karena merekalah penyebab keberadaan kita di dunia ini. Jika
sikap ini dilakukan, maka akan mengundang kemurkaan dari Allah SWT di dunia ini,
antara lain dalam bentuk pembangkangan sikap yang dilakukan oleh anak-anak mereka.
Karena itu, sikap ihsan (baik dalam ucapan maupun perbuatan) merupakan suatu
kewajiban agama sekaligus merupakan suatu kebutuhan. Allah SWT berfirman:
سانًا ۚ إِ َّما يَ ْبلُ َغنَّ ِع ْندَكَ ا ْل ِكبَ\ َر أَ َح\ ُد ُه َما أَ ْو ِكاَل ُه َم\\ا فَاَل تَقُ\ ْل لَ ُه َم\\ا
َ ض ٰى َربُّ َك أَاَّل تَ ْعبُدُوا إِاَّل إِيَّاهُ َوبِا ْل َوالِ َد ْي ِن إِ ْح
َ ََوق
أُفٍّ َواَل تَ ْن َه ْر ُه َما َوقُ ْل لَ ُه َما قَ ْواًل َك ِري ًما
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-
baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka, dan ucapkanlah kepada mereka ucapan yang mulia.” (QS 17: 23).
Hal ini sesuai dalam hadist dari Abu Bakrh RA, Rasulullah SAW bersabda,” Setiap
dosa akan di akhirkan (ditunda) balasannya oleh Allah SWT hingga hari kiamat, kecuali
al-baghy (zalim), durhaka kepada orang tua dan memutuskan silaturahim, Allah akan
menyegerakan di dunia sebelum kematian menjemput.” (HR Al Hakim, Al Mustadrak
No 7345).
14
Pertama, dosa orang yang berbuat zalim balasannya akan disegerakan. Zalim adalah
perbuatan melampaui batas dalam melakukan keburukan. Perbuatan zalim dapat
mengotori hati, seperti sombong, dengki, ghibah, fitnah, dusta, dan lain sebagainya.
Karena itu zalim termasuk dari dosa besar. Manusia yang zalim akan mendapatkan
balasan di dunia dan siksa pedih di akhirat. Sebagaimana yang dijelaskan dalam
Alquran:
ميأل باذع مهل كئلوأ ۚق حال ريغب ضراْل يف نوغبيو سانال نوملظي نيذال ىلع ليبسال امنإ
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan
melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.” (QS
Asy-Syura: 42)
Kedua, orang yang durhaka kepada orang tua. Sikap buruk dan tidak menghormati serta
tidak menyayangi kedua orang tua, adalah sikap yang sangat tercela, karena merekalah
penyebab keberadaan kita di dunia ini. Jika sikap ini dilakukan, maka akan mengundang
kemurkaan dari Allah SWT di dunia ini, antara lain dalam bentuk pembangkangan sikap
yang dilakukan anak-anak mereka.
Karena itu, sikap ihsan baik dalam ucapan maupun perbuatan merupakan suatu
kewajiban agama sekaligus merupakan suatu kebutuhan. Seperti yang dijelaskan dalam
firman Allah SWT:
قو ركNNبر ىضNNإ الإ اودبعت الأ كNN هايNدالوالبوNNالو فأ امهل لقت لَف امهلَك وأ امهدحأ ربكال كدنع نغلبي امإ ۚا ناسحإ ني
الوق امهل لقو امهرهنت
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka
ucapan yang mulia.” (QS Al-Isra: 23).
Ketiga, dosa orang yang memutuskan silaturahim. Islam tidak menyukai orangorang
yang memutuskan tali persaudaraan. Islam mengancam dan mengecam secara tegas
15
orang-orang yang memutuskan tali persaudaraan. Dalam hal ini, Rasulullah SAW
bersabda dari Abu Muhammad Jubiar bin Muth’im RA:
ال الق ﷺ ال َل لوسر نأ هنع هللا يضر معطم نب ريبج دمحم يبأ نع: عطاق ةنجال لخدي
“Tidak akan masuk surga orang yang memutus (silaturahim)." (HR Bukhari dan
Muslim).
Islam begitu tegas terhadap hubungan baik sesama manusia. Oleh karena itu, orang
yang tidak mau berbuat baik dan justru memutus persaudaraan, Islam pun memberikan
ancaman yang keras, yakni tidak akan masuk surga sebagai balasannya. Sungguh
mengerikan.
Penjelasannya:
َّل دارأN موي هب ىفوي ىتح هبنذب هنع كسمأ رشال هدبعب ال َّل دارأ اذإو ايندال ىف ةبوقعال هل لجع ريخال هدبعب ال
اذإ ةمايقال
Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di
dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas
dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR Tirmidzi no.
2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani
Juga dari hadits Anas bin Malik, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طخسال هلف طخس نمو اضرال هلف ىضر نمف مهالتبا اموق بحأ اذإ ال َّل نإو ءالبال مظع عم ءازجال مظع نإ
Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika
Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka
Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang
tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan kata.
(Syaikh Al Albani).
16
Penjelasan dari dua hadits di atas:
1) Musibah yang berat (dari segi kualitas dan kuantitas) akan mendapat balasan
pahala yang besar.
2) Tanda Allah cinta, Allah akan menguji hamba-Nya. Dan Allah yang lebih
mengetahui keadaan hamba-Nya. Kata Lukman -seorang sholih- pada anaknya,
“Wahai anakku, ketahuilah bahwa emas dan perak diuji keampuhannya dengan
api sedangkan seorang mukmin diuji dengan ditimpakan musibah.”
3) Siapa yang ridho dengan ketetapan Allah, ia akan meraih ridho Allah dengan
mendapat pahala yang besar.
4) Siapa yang tidak suka dengan ketetapan Allah, ia akan mendapat siksa yang
pedih.
5) Cobaan dan musibah dinilai sebagai ujian bagi wali Allah yang beriman.
17
8) Dalam Tuhfatul Ahwadzi disebutkan, “Hadits di atas adalah dorongan untuk
bersikap sabar dalam menghadapi musibah setelah terjadi dan bukan maksudnya
untuk meminta musibah datang karena ada larangan meminta semacam ini.”
Contoh kasus:
Saya mengambil contoh dari seseorang yang pernah mengalami masalah hidup
yang sangat berat,terlilit hutang, sakit yang sangat langka dengan kwmungkinan hidup
yang sangat tipis,namun Allah begitu mencintainya. Entah dia pernah berbuat dosa atau
apa pun sebelumnya ,hanya Allah yang tahu namun setelah semua kejadian yang sulit
itu dia menjadi sangat dekat dengan Allah SWT. Begitu hebatnya kepiawaian Dewa Eka
Prayoga dalam bidang pemasaran digital hingga ia mendapat julukan 'Dewa Selling'.
Namun, pria yang juga akrab disapa Kang Dewa ini mengalami serentetan ujian yang
mungkin membuat banyak orang menyerah. Keterpurukan pertama sudah dirasakan saat
usia muda, tepatnya ketika ia masih menjalani semester tujuh perkuliahan. Nilai utang
yang harus ditanggung pun tidak sepele, yakni mencapai Rp7,7 miliar.
Ya, nilai uang yang besar memang sudah didapatkannya sejak kuliah karena saat
itu sudah bisa membentuk personal branding yang cukup terkenal. "Waktu itu saya
bawa uang banyak karena saya sudah punya personal branding lantaran sering diundang
seminar di luar kampus. Sampai sampai ada teman yang nawarin saya proyek
pengadaan laptop dan lain-lain untuk keperluan kantor," papar Dewa yang kala itu
berhasil mengumpulkan puluhan investor Nahas, teman yang dipercaya nyatanya hanya
penipu yang menjual proyek bodong. Saat mengetahui sang teman kabur, Dewa yang
saat itu merupakan mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia segera melapor ke
polisi. Meski dengan kasus itu pada awalnya masih ada 40 investor bertahan, kemudian
hanya tersisa dua orang.
Untuk membayar utang, Dewa yang kala itu baru beberapa hari menikah pun
mencoba berjualan jajanan dari berkeliling menjual ceker pedas, krupuk, hingga seblak.
Ia beruntung karena sang istri, Wiwin Supiyah, rela membanting tulang bersama meski
masih menjadi pengantin baru. Kemudian jalan mulai membaik saat ia ditawari menulis
18
buku oleh seorang teman. Berbekal laptop jadul, Dewa berhasil menulis kisahnya hanya
dalam tujuh hari ke dalam buku berjudul 7 Kesalahan Pengusaha Pemula. Buku itu
tidak disangka laris hingga Dewa bisa berpendapatan Rp120 juta per bulan. Namun, di
tengah masa perbaikan dalam melunasi utangnya, ujian baru datang lagi. Dewa
terdiagnosis menderita GBS (guillain barre syndrome), yaitu sebuah gangguan saraf
yang mengakibatkan seluruh badanya lumpuh total. Ia pun terpaksa harus dirawat secara
intensif selama dua bulan akibat penyakit tersebut hingga menelan biaya perawatan
sebesar Rp700 juta. Meski terpuruk, Dewa tetap bersyukur karena dapat sembuh dalam
waktu empat bulan. Penulis buku Melawan Kemustahilan itu juga merasa ujian yang ia
alami telah menjadikannya sebagai pribadi yang lebih baik. Kini, pada usia 30 tahun,
Dewa tidak hanya tetap gencar berbisnis dan menjadi motivator, tetapi juga berbagi
kepada sesama dengan mendirikan pesantren bagi kalangan tidak mampu.
1. Pengertian
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang-
piutang dan riba jual-beli. Riba utang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba
jahiliah. Sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasi’ah.
19
mengembalikannya.
Riba Fadhl: Riba ini merupakan jual beli dengan cara tukar barang sejenis
namun dengan kadar atau takaran yang berbeda untuk tujuan mencari
keuntungan. Misalnya cincin emas 24 karat seberat 10 gram ditukar dengan
emas 24 karat namun seberat 8 gram. Kelebihannya itulah yang termasuk
riba.
Riba Nasi’ah: Ini merupakan riba yang terjadi karena adanya pembayaran
yang tertunda pada transaksi jual beli dengan tukar menukar barang baik
untuk satu jenis atau berlainan jenis dengan menunda penyerahan salah satu
barang yang dipertukarkan atau kedua-duanya. Misalnya membeli buah-
buahan yang masih kecil-kecil di pohonnya, kemudian diserahkan setelah
buah-buahan tersebut besar atau layak dipetik.
20
Selain adzab di akhirat, Allah SWT juga memberikan adzab di
dunia bagi pemakan harta riba. Salah satunya adalah doa pelaku
riba tidak akan dikabulkan oleh Allah SWT. Betapa merugi
ketika setiap hari sholat menjalankan Perintah-Nya justru doa
tidak akan diterima dan dikabulkan Allah SWT.
21
Radliallahu’anhu). Hadist tersebut menjelaskan bahwa kita
disuruh untuk bersedekah dengan harta yang kita dapat dari jalan
yang baik dan diridhoi Allah SWT.
4. Dalil-dalil
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (Al Baqarah: 275).
َٰۤيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا هّٰللا َ َو َذر ُۡوا َما بَقِ َى ِمنَ الرِّ ٰبٓوا اِ ۡن ُك ۡنتُمۡ ُّم ۡؤ ِمنِ ۡين
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang beIum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman" (Al Baqarah 278).
"Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa
Allah dan RasulNya akan memerangimu." (QS Al Baqarah 279).
Atas ayat ini, Imam Al Qurthubi menjelaskan, ketika Imam Malik ditanya
seseorang yang mengatakan, "Istri saya tertalak jika ada yang masuk ke dalam rongga
22
anak Adam lebih buruk daripada khamr." Dia berkata," Pulanglah, aku cari dulu
jawaban pertanyaanmu! Keesokan harinya orang tersebut datang dan Imam Malik
mengatakan hal serupa. Setelah beberapa hari orang itu datang kembali dan imam Malik
berkata, "Istrimu tertalak. Aku telah mencari dalam seluruh ayat Alquran dan hadits
Nabi tidak aku temukan yang paling buruk yang masuk ke rongga anak Adam selain
riba, karena Allah memberikan sanksi pelakunya dengan berperang melawanNya."
َكNِولٓ ِٕٕٮ
ٰ ُ ا َد فَاNَ ر ُٗۤه اِلَى هّٰللا ِؕ َو َم ۡن عNۡلَفَ ؕ َواَمNا َسNهٗ َمNَانتَ ٰهى فَلN
ۡ َةٌ ِّم ۡن َّرب ِّٖه فNَ ٓا َء ٗه َم ۡو ِعظN وا ؕ فَ َم ۡن َجN َّر َم الرِّ ٰبNَواَ َح َّل هّٰللا ُ ۡالبَ ۡي َع َو َح
َار هُمۡ فِ ۡيهَا ٰخلِد ُۡون ِۚ َّص ٰحبُ الن ۡ َا
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya Iarangan dari Tuhannya, laIu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang Iarangan) dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang
itu adalah penghuni-penghuni neraka mereka kekaI di dalamnya (QS Al Baqarah 275).
ٓ
كَ هُ ُمNNِ هَ ٱهَّلل ِ فَأ ُ ۟و ٰلَئN ْ ُدونَ َوجN و ٍة تُ ِريNٰ Nٓا َءاتَ ْيتُم ِّمن َز َكNN َد ٱهَّلل ِ ۖ َو َمN وا ِعنN
۟ Nُ ٰ َو ِل ٱلنَّاس فَاَل يَرْ بN َو ۟ا فِ ٓى أَ ْمN ُا لِّيَرْ بNNًٓا َءاتَ ْيتُم ِّمن رِّ بNNَوم
ِ َ
َْٱل ُمضْ ِعفُون
Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang
berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
ٍ ْيَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َو َذرُوا َما بَقِ َي ِمنَ الرِّ بَاإِن ُكنتُم ُّم ْؤ ِمنِينَفَإِن لَّ ْم تَ ْف َعلُوا فَأْ َذنُوا بِ َحر
ب ِّمنَ هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه ۖ َوإِن تُ ْبتُ ْم
َ َر ٍة ۚ َوأَن تN َرةٌ إِلَ ٰى َمي َْسN َر ٍة فَنَ ِظNُس
ٌر لَّ ُك ْم ۖ إِن ُكنتُ ْمN َّدقُوا َخ ْيNَص ْ انَ ُذو عNN َوإِن َكNَظلَ ُمون ْ َُظلِ ُمونَ َواَل ت
ْ فَلَ ُك ْم ُر ُءوسُ أَ ْم َوالِ ُك ْم اَل ت
َتَ ْعلَ ُمون
23
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang yang
berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
هُ َوأَ ْكلِ ِه ْمN ص ِّد ِه ْم عَن َسبِي ِل هَّللا ِ َكثِيرًا َوأَ ْخ ِذ ِه ُم الرِّ بَا َوقَ ْد نُهُوا َع ْن ْ َّت أُ ِحل
َ ِت لَهُ ْم َوب ٍ فَبِظُ ْل ٍم ِّمنَ الَّ ِذينَ هَادُوا َح َّر ْمنَا َعلَ ْي ِه ْم طَيِّبَا
اط ِل ۚ َوأَ ْعتَ ْدنَا لِ ْل َكافِ ِرينَ ِم ْنهُ ْم َع َذابًا أَلِي ًما
ِ َاس بِ ْالب
ِ َّأَ ْم َوا َل الن
Artinya: Maka disebabkan kedhaliman orang Yahudi, maka kami haramkan atas mereka
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka. Dan
karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan disebabkan mereka
memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka
memakan harta orang dengan jalan yang batil. Dan Kami telah menjadikan untuk orang-
orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
Artinya: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
24
D. KEUTAMAAN SHODAQOH
Jika kita melakukan sedekah, hal tersebut tidak akan mengurangi harta atau rezeki kita.
Justru Allah akan menggantinya dengan rezeki yang sebaik-baiknya.
Seperti dalam firman Allah pada Alquran surat Saba ayat 39 yang berbunyi:
Dai hadits tersebut dijelaskan bahwa bersedekah justru akan membuka pintu rezeki
yang baru.
25
Allah hanya akan mengampuni dosa-dosa seseorang yang telah bersedekah dengan
syarat orang tersebut mengikutinya dengan taubat. Dan jika seseorang melakukan
sedekah dengan niat agar dosa-dosanya dianggap impas, maka sesungguhnya hal ini
tidaklah dibenarkan.
Sedekah merupakan salah satu amal jariyah yang pahalanya tidak akan
pernah putus, bahkan saat kita sudah meninggal. Rasulullah bersabda, "Jauhilah neraka
walupun hanya dengan (sedekah) sebiji kurma, kalau kamu tidak menemukan sesuatu,
maka dengan omongan yang baik." (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim.)
Keutamaan sedekah yang pertama, ia pasti akan diganti dan dibalas oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah akan mengganti sedekah itu segera di dunia. Dan
Allah akan memberikan balasan dan ganjaran di akhirat kelak.
7. Dilipatgandakan
Tak sekedar diganti, tak sekedar dibalas. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
melipatgandakan balasan sedekah hingga 700 kali lipat. Sebagaimana firman-Nya:
ا ُءNاعفُ ِل َم ْن يَ َش ِ Nُض ْ َمثَ ُل الَّ ِذينَ يُ ْنفِقُونَ أَ ْم َوالَهُ ْم فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة أَ ْنبَت
َ ةُ َحبَّ ٍة َوهَّللا ُ يNَ ْنبُلَ ٍة ِمئN ِّل ُسNنَابِ َل فِي ُكNَت َس ْب َع َس
ِ َوهَّللا ُ َو
اس ٌع َعلِي ٌم
26
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261)
8. Diberkahi Allah
9. Didoakan Malaikat
َويَقُو ُل اآل َخ ُر اللَّهُ َّم أَ ْع ِط ُم ْم ِس ًكا تَلَفًا، َما ِم ْن يَوْ ٍم يُصْ بِ ُح ْال ِعبَا ُد فِي ِه إِالَّ َملَ َكا ِن يَ ْن ِزالَ ِن فَيَقُو ُل أَ َح ُدهُ َما اللَّهُ َّم أَ ْع ِط ُم ْنفِقًا خَ لَفًا
Tidaklah ada suatu hari pun di mana hamba-hamba Allah masuk pada waktu pagi
harinya, kecuali ada dua malaikat yang turun. Maka salah satu di antara mereka berdoa,
“Ya Allah berikanlah ganti kepada orang-orang yang berinfak.” Dan malaikat yang
lainnya berdoa, “Ya Allah berikanlah kerugian kepada orang-orang yang menahan
hartanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
10. Memperlancar Rezeki
27
ِ الَ تُو ِكي فَيُوكى َعلَ ْي
ك
“Janganlah engkau menyimpan harta (tanpa mensedekahkannya). Jika tidak, maka
Allah akan menahan rizki untukmu.” (HR. Bukhari)
ٍ ص َدقَةٌ ِم ْن َم
ال ْ ص
َ ت َ ََما نَق
harta yang disedekahkan akan menjadi investasi abadi. Itulah harta yang
sesungguhnya. Harta yang akan dipanen di akhirat nanti.
Dari Al Harits bin Suwaid, Abdullah berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
ا ُلNN َو َم، َّد َمNَا قNNهُ َمNَإ ِ َّن َمالNَا َل فNNَ ق. ِهN قَالُوا يَا َرسُو َل هَّللا ِ َما ِمنَّا أَ َح ٌد إِالَّ َمالُهُ أَ َحبُّ إِلَ ْي. ارثِ ِه أَ َحبُّ إِلَ ْي ِه ِم ْن َمالِ ِه
ِ أَيُّ ُك ْم َما ُل َو
ارثِ ِه َما أَ َّخ َر
ِ َو
“Siapakah di antara kalian yang harta warisnya lebih dicintainya daripada hartanya
sendiri?” Mereka menjawab, “Ya Rasulullah, tidak ada seorang pun di antara kami
melainkan hartanya lebih dicintainya.” Beliau lantas bersabda, “Sesungguhnya hartanya
28
adalah sesuatu yang telah disedekahkan, dan harta ahli warisnya adalah sesuatu yang
ditinggalkannya.” (HR. Bukhari)
13. Menjadi Naungan di Akhirat
Orang yang beriman kelak akan masuk surga. Amal-amal terbaik menjadi
penghantar untuk segera masuk surga. Salah satunya adalah sedekah.
29
Bahkan, orang yang ahli sedekah akan dipanggil untuk masuk surga dari pintu khusus.
Yakni Baab Ash Shadaqah. Pintu sedekah.
ص َدقَ ِة َّ َو َم ْن َكانَ ِم ْن أَ ْه ِل ال
ِ ص َدقَ ِة ُد ِع َى ِم ْن بَا
َّ ب ال
“Barangsiapa yang termasuk ahli sedekah, niscaya ia dipanggil (masuk surga) dari pintu
sedekah.” (HR. Bukhari).
E. KEMATIAN
1. Pengertian
Kematian adalah suatu hal yang pasti akan terjadi tetapi sering kita lupakan.
Kematian menjadi hal yang sangat menakutkan bagi sebagian orang. Tetapi
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita senantiasa
mengingat kematian. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
2. Sifat-sifatnya
a. Pasti
Artinya, “ Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (QS. Al-Anbiya: 35)
30
b. Tiba-tiba
Tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan dan dimana dia akan
mati. Kematian datang secara tiba-tiba dan tidak ada yang dapat menduganya.
Kematian itu pasti tetapi tidak banyak diantara kita yang benar-benar siap dalam
meghadapinya.
c. Memaksa
Artinya, “Katakanlah, sekiranya kalian dalam rumah kalian, niscaya orang-orang yang
telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.
Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada pada hati kalian dan untuk
membersihkan apa yang ada dalam hati kalian. Allah Maha Mengetahui isi hati .” (QS.
Ali Imran:154)
d. Mengejar
e. Ghaib
31
Kematian adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari. Waktu terjadinya
adalah perkara yang ghaib, namun kejadiaannya adalah kenyataan yang bisa dilihat.
Allah ta’ala berfirman,
ي ِّ َ أNNِ ْد ِري نَ ْفسٌ بN َْث َويَ ْعلَ ُم َما فِي األرْ َح ِام َو َما تَ ْد ِري نَ ْفسٌ َما َذا تَ ْك ِسبُ َغدًا َو َما ت
َ ة َويُنز ُل ْال َغيNِ ِع ْل ُم السَّا َعNُإِ َّن هَّللا َ ِع ْن َده
وت إِ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم َخبِي ٌر
ُ ض تَ ُم ٍ ْأَر
Artinya, “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari
kiamat, dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam
rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui secara pasti apa yang akan
diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia
akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal .” (QS.
Luqman: 34)
Nَ ُ َجآ َء أَ َجلُهَا َوهللا ُ َخبِي ٌر بِ َما تَ ْع َملN نَ ْفسًا إِ َذاNَُولَن يُ َؤ ِّخ َر هللا
ون
Nَ َولِ ُك ِّل أ ُ َّم ٍة أَ َج ٌل فَإ ِ َذا َجاء أَ َجلُهُ ْم الَ يَ ْستَأْ ِخ ُرونَ َسا َعةً َوالَ يَ ْستَ ْق ِد ُم
ون
Artinya, “Apabila sampai ajal maut mereka itu, mereka tidak dapat menunda atau
mempercepat(nya) walau sesaat pun.” (QS. Al-A’raf: 34)
Jasad manusia bisa saja hancur setelah nyawa dicabut darinya. Tetapi jiwa dan ruh
akan tetap ada dan kembali kepada pencipta-Nya. Kematian sama saja dengan kembali
kepada Allah. Ia bukanlah kebinasaan , melainkan hanya perpindahan dari satu fase
kehidupan di dunia ke fase kehidupan sesudah mati.
32
3. Dalil-dalil
هّٰلل َۤ َۤ
ِ هُ ْم يَظُنُّوْ نَ بِاN ْد اَهَ َّم ْتهُ ْم اَ ْنفُ ُسNَةٌ قNَفNِا ِٕٕىNَةً ِّم ْن ُك ْم ۙ َوۤطNَفNِا ِٕٕىNَثُ َّم اَ ْن َز َل َعلَ ْي ُك ْم ِّم ۢ ْن بَ ْع ِد ْال َغ ِّم اَ َمنَةً نُّ َعاسًا يَّ ْغ ٰشى ۤط
وْ نَ فِ ْٓيNNُ َر ُكلَّهٗ هّٰلِل ِ ۗ ي ُْخفNلْ اِ َّن ااْل َ ْمNNُ ْي ٍء ۗ قNر ِم ْن َشN ِ Nا ِمنَ ااْل َ ْمNNَلْ لَّنNNَوْ نَ هNNُق ظَ َّن ْال َجا ِهلِيَّ ِة ۗ يَقُوْ ل ِّ َغي َْر ْال َح
وْ تِ ُك ْمNNُلْ لَّوْ ُك ْنتُ ْم فِ ْي بُيNNُا ۗ قNNَا ٰههُنNNَ ْي ٌء َّما قُتِ ْلنNر َشN
ِ Nك ۗ يَقُوْ لُوْ نَ لَوْ َكانَ لَنَا ِمنَ ااْل َ ْم َ َاَ ْنفُ ِس ِه ْم َّما اَل يُ ْب ُدوْ نَ ل
ۗ ص َما فِ ْي قُلُوْ بِ ُك ْم َ ِّص ُدوْ ِر ُك ْم َولِيُ َمحُ اج ِع ِه ْم ۚ َولِيَ ْبتَلِ َي هّٰللا ُ َما فِ ْي
ِ ضَ ب َعلَ ْي ِه ُم ْالقَ ْت ُل اِ ٰلى َم
َ ِلَبَ َرزَ الَّ ِذ ْينَ ُكت
هّٰللا
ت الصُّ ُدوْ ِر ِ َو ُ َعلِ ْي ٌم ۢبِ َذا
Artinya: "Kemudian setelah kamu ditimpa kesedihan, Dia menurunkan rasa aman
kepadamu (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu, sedangkan segolongan
lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar
terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata, “Adakah sesuatu yang dapat
kita perbuat dalam urusan ini?” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya segala
urusan itu di tangan Allah.” Mereka menyembunyikan dalam hatinya apa yang tidak
mereka terangkan kepadamu. Mereka berkata, “Sekiranya ada sesuatu yang dapat kita
perbuat dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini.”
Katakanlah (Muhammad), “Meskipun kamu ada di rumahmu, niscaya orang-orang yang
telah ditetapkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.” Allah
(berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk
membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Dan Allah Maha Mengetahui isi hati." (Q.S.
Ali 'Imran: 154)
33
F. KEWAJIBAN AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
Allah subhanahu wata’ala memberikan julukan umat terbaik bagi umat Islam, karena
sifat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia ini melekat pada mereka.
Allah berfirman,
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran:
110)
َاةNNونَ ال َّز َكNNُصاَل ةَ َوي ُْؤت ِ ْض يَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر
َّ ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َويُقِي ُمونَ ال ٍ ضهُ ْم أَوْ لِيَا ُء بَع ُ َو ْال ُم ْؤ ِمنُونَ َو ْال ُم ْؤ ِمن
ُ َات بَ ْع
ُ
َزي ٌز َح ِكي ٌمِ َويُ ِطيعُونَ هَّللا َ َو َرسُولَهُ أولَئِكَ َسيَرْ َح ُمهُ ُم هَّللا ُ إِ َّن هَّللا َ ع
34
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka
taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah: 71)
Allah mewajibkan amar ma’ruf nahi munkar atas umat Islam, Ia berfirman,
ِ َو ْلتَ ُك ْن ِم ْن ُك ْم أُ َّمةٌ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْالخَ ي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر
َ ُِوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُم ْن َك ِر َوأُولَئ
َك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون
“Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)
Allah ta’ala melaknat Bani Israel, menjauhkan mereka dari rahmatNya karena satu sama
lain selalu tidak melarang tindakan keji & salah yang diperbuat, mereka membiarkan
kejahatan dan kemaksiatan yang terjadi di sekitar mereka. Allah berfirman,
“Telah dila’nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera
Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.
Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat.
Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (QS. Al Maidah: 78-
79)
mar ma’ruf nahi mungkar merupakan kekhususan dan keistimewaan umat Islam
yang akan mempengaruhi kemulian umat Islam. Sehingga Allah kedepankan
penyebutannya dari iman dalam firman-Nya,
35
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang
beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik“. [Ali Imron :110]
Demikian pula, Allah membedakan kaum mukminin dari kaum munafikin dengan hal
ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
َصالَةَ َوي ُْؤتُونَ ال َّز َكاة ِ ْض يَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر
َّ ُوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُمن َك ِر َويُقِي ُمونَ ال ٍ ضهُ ْم أَوْ لِيَآ ُء بَع ُ َو ْال ُم ْؤ ِمنُونَ َو ْال ُم ْؤ ِمن
ُ َات بَ ْع
َزي ٌز َح ِكي ُُم َ َِويُ ِطيعُونَ هللاَ َو َرسُولَهُ أُوْ الَئ
ِ ك َسيَرْ َح ُمهُ ُم هللاُ إِ َّن هللاَ ع
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf,
mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana“.[At-Taubah:71]
خَاس ِرينَ قَالُوا يَا ُمو َسى إِ َّن فِيهَا قَوْ ًما ِ ََب هللاُ لَ ُك ْم َوالَ تَرْ تَ ُّدوا َعلَى أَ ْدب
ِ ار ُك ْم فَتَنقَلِبُوا َ ض ْال ُمقَ َّد َسةَ الَّتِي َكت
َ ْيَاقَوْ ِم ا ْد ُخلُوا ْاألَر
ُ افُونَ أَ ْن َع َم هللاN َا َل َر ُجالَ ِن ِمنَ الَّ ِذينَ يَخNNَونَ قNNَُاخل
ِ ا فَإِنَّا دNNَوا ِم ْنهNNإِن يَ ْخ ُر ُجN َا فNNَوا ِم ْنهNNَّارينَ َوإِنَّا لَن نَّ ْد ُخلَهَا َحتَّى يَ ْخ ُر ُج
ِ َجب
َ الُوا يَا ُمNNَاب فَإِذاَ َدخَ ْلتُ ُموهُ فَإِنَّ ُك ْم غَالِبُونَ َو َعلَى هللاِ فَتَ َو َّكلُوا إِن ُكنتُم ُّم ْؤ ِمنِينَ ق
ى إِنَّا لَن نَّ ْد ُخلَهَآN وس َ ََعلَ ْي ِه َما ا ْد ُخلُوا َعلَ ْي ِه ُم ْالب
ِ َأَبَدًا َما دَا ُموا فِيهَا فَ ْاذهَبْ أَنتَ َو َربُّكَ فَقَاتِآلَ إِنَّا هَاهُنَا ق
َاع ُدون
36
“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu,
dan janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu
menjadi orang-orang yang merugi. Mereka berkata,”Hai Musa, sesungguhnya dalam
negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa. Sesungguhnya kami sekali-kali tidak
akan memasukinya sebelum mereka keluar daripadanya. Jika mereka keluar
daripadanya, pasti kami akan memasukinya”. Berkatalah dua orang diantara orang-
orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas
keduanya,”Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu. Maka bila kamu
memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu
bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. Mereka berkata,”Hai Musa,
kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di
dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua,
sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. [Al-Maidah : 21-24]
ال هَلْ َع َس ْيتُ ْم إِن َ َث لَنَا َملِ ًكا نُّقَاتِلْ فِي َسبِي ِل هللاِ ق ْ إل ِمن بَنِى إِ ْس َرا ِءي َل ِمن بَ ْع ِد ُمو َسى إِ ْذ قَالُوا لِنَبِ ٍّي لَّهُ ُم ا ْب َع ِ أَلَ ْم تَ َر إِلَى ْال َم
ا ُلNَب َعلَ ْي ِه ُم ْالقِت
َ ِا فَلَ َّما ُكتNَا َوأَ ْبنَآئِنNَارن ُ
ِ َا ِمن ِديNَب َعلَ ْي ُك ُم ْالقِتَا ُل أَالَّ تُقَاتِلُوا قَالُوا َو َمالَنَآ أَالَّ نُقَاتِ َل فِي َسبِي ِل هللاِ َوقَ ْد أ ْخ ِرجْ ن
َ ُِكت
َت ََولَّوْ ا إِالَّ قَلِيالً ِّم ْنهُ ْم َوهللاُ َعلِي ُُم بِالظَّالِ ِمين
“Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil (sesudah Nabi Musa
wafat) ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka, “Angkatlah untuk kami
seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi
mereka menjawab,”Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak
akan berperang”. Mereka menjawab,”Mengapa kami tidak mau berperang di jalan
Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari
anak-anak kami”. Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun
berpaling, kecuali beberapa orang saja diantara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui
orang-orang yang dzalim“. [Al-Baqarah:246]
Mereka berperang lantaran diusir dari tanah air beserta anak-anak mereka. Sudah
demikian ini, mereka pun masih melanggar perintah. Sehingga tidak dihalalkan begi
mereka harta rampasan perang. Demikan juga tidak boleh mengambil budak-budak
37
tawanan perang. [1] Demikianlah anugerah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umat
Islam. Dia menjadikan amar ma’ruf nahi mungkar sebagai salah satu tugas penting
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan beliau diutus untuk itu, sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
اهُ ْم َع ِنNNَف َويَ ْنه ِ ْي األُ ِّمي ال ِذيْ يَ ِج ُدوْ نَهُ َم ْكتُوْ بًا ِع ْن َدهُ ْم فِ ْي التَّوْ َرا ِة َو ْا ِإل ْن ِج ْي ِل يَأْ ُم ُرهُ ْم بِ ْال َم ْعرُو َّ ِن ال َّرسُوْ َل النَّبNَ ْال ِذ ْينَ يَتَّبِعُو
ْ انNN َرهُ ْم َو ْاألَ ْغالَ َل الَّتِي َكNص
وْ اNNَُت َعلَ ْي ِه ْم فَالَّ ِذ ْينَ َءا َمن ْ ِ ُع َع ْنهُ ْم إNض َ َث َوي َ ِائNNَ ِّر ُم َعلَ ْي ِه ُم ْال َخبNت َويُ َح
ِ اNNَ لُّ لَهُ ُم الطَّيِّبNْال ُم ْن َك ِر َويُ ِح
َك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُوْ ن َ ِصرُوْ هُ َواتَّبَعُوْ ا النُّوْ َر الَّ ِذيْ أَ ْن َز َل َم َعهُ أُوْ لَئ َ ََو َع َزرُوْ هُ َون
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka
dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka
mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada
pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya,
menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-
Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung“. [Al- A’raaf : 157).
ِ َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْالخَ ي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر
َ ُِوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ الَئ
َك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-
orang yang beruntung“. [Al-Imron:104]
ِ َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْالخَ ي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر
َ ُِوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ الَئ
َك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون
38
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-
orang yang beruntung“.[Al-Imran:104]. Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat
ini,”Maksud dari ayat ini, hendaklah ada sebagian umat ini yang menegakkan perkata
ini”. Dan firman-Nya.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah“. [Al-
Imran :110]. Umar bin Khathab berkata ketika memahami ayat ini,”Wahai sekalian
manusia, barang siapa yang ingin termasuk umat tersebut, hendaklah menunaikan syarat
Allah darinya”.Dalil Sunnah Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika
tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu
selemah-lemahnya iman“. [HR Muslim].
Sedangkan Ijma’ kaum muslimin, telah dijelaskan oleh para ulama, diantaranya: Ibnu
Hazm Adz Dzahiriy, beliau berkata, “Seluruh umat telah bersepakat mengenai
kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar, tidak ada perselisihan diantara mereka
sedikitpun”.
Abu Bakr al- Jashshash, beliau berkata,”Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan
kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar melalui beberapa ayat dalam Al Qur’an, lalu
dijelaskan Rasulullah n dalam hadits yang mutawatir. Dan para salaf serta ahli fiqih
Islam telah berkonsensus atas kewajibannya”.
An-Nawawi berkata,”telah banyak dalil-dalil Al Qur’an dan Sunnah serta Ijma yang
menunjukkan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar”
39
3. DERAJAT KEWAJIBAN AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR
Amar ma’ruf nahi mungkar sebagai satu kewajiban atas umat Islam,
bagaimanakah derajat kewajibannya? Apakah fardhu ‘ain ataukah fardhu kifayah? Para
ulama berselisih tentang hal ini. Pendapat pertama memandang kewajiban tersebut
adalah fardhu ‘Ain. Ini merupakan pendapat sejumlah ulama, diantaranya Ibnu Katsir,
Az Zujaaj, Ibnu Hazm .Mereka berhujjah dengan dalil-dalil syar’i, diantaranya:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-
orang yang beruntung“. [Ali Imran:104] Mereka mengatakan bahwa kata ن
ْ ِمdalam ayat
ُم
ْ ِم ْنكuntuk penjelas dan bukan untuk menunjukkan sebagian. Sehingga makna ayat,
jadilah kalian semua umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar.
َ َِوأُوْ الَئ
َك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون
ٌَما الَ يَتِ ُّّم ْال َوا ِجبُ ِإالَّ بِ ِه فَهُ َو َوا ِجب
Satu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu
hukumnya wajib.
40
رًاNْب لَ َكانَ خَ ي ِ اس تَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر
ِ ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوتُ ْؤ ِمنُونَ بِاهللِ َولَوْ َءا َمنَ أَ ْه ُل ْال ِكتَا ْ ُكنتُ ْم َخ ْي َر أُ َّم ٍة أُ ْخ ِر َج
ِ َّت لِلن
َلَّهُ ْم ِّم ْنهُ ُم ْال ُم ْؤ ِمنُونَ َوأَ ْكثَ َرهُ ُم ْالفَا ِسقُون
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang
beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik“. [Ali Imran :110]
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang shaleh dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang berserah diri.” [Fushilat :33] Sehingga memiliki sifat-sifat tersebut menjadi fardhu
‘ain. Sebagaimana Umar bin Al Khathab menganggapnya sebagai syarat Allah bagi
orang yang bergabung ke dalam barisan umat Islam.
”Wahai sekalian manusia, barang siapa yang ingin termasuk umat tersebut, hendaklah
menunaikan syarat Allah darinya” Sedangkan pendapat kedua memandang amar ma’ruf
nahi mungkar fardhu kifayah. Ini merupakan pendapat jumhur ulama. Diantara mereka
yang menyatakan secara tegas adalah Abu Bakr Al-Jashash , Al-Mawardiy, Abu Ya’la
Al-Hambaliy, Al Ghozaliy, Ibnul Arabi, Al Qurthubiy, Ibnu Qudamah, An-Nawawiy ,
Ibnu Taimiyah, Asy-Syathibiy dan Asy-Syaukaniy. Mereka berhujjah dengan dalil-dalil
berikut ini:
41
ِ َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةُُ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْالخَ ي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر
َ ُِوف َويَ ْنهَوْ نَ ع َِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ الَئ
َك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-
orang yang beruntung“. [Ali Imran:104] Mereka mengatakan bahwa kata ن
ْ ِمdalam ayat
ُم
ْ ِم ْنكuntuk menunjukkan sebagian. Sehingga menunjukkan hukumnya fardhu kifayah.
Imam Al Jashash menyatakan,”Ayat ini mengandung dua makna. Pertama, kewajiban
amar ma’ruf nahi mungkar. Kedua, yaitu fardu kifayah. Jika telah dilaksanakan oleh
sebagian, maka yang lain tidak terkena kewajiban”.[19] Ibnu Qudamah berkata,”Dalam
ayat ini terdapat penjelasan hukum amar ma’ruf nahi mungkar yaitu fardhu kifayah,
bukan fardhu ‘ain”.[20]
ِ َو َما َكانَ ْال ُم ْؤ ِمنُونَ لِيَ ْنفِرُوا َكآفَةً فَلَوْ الَ نَفَ َر ِمن ُك ِّل فِرْ قَ ٍة ِمنهُ ْم طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الد
وا إِلَ ْي ِه ْمNNوْ َمهُ ْم إِ َذا َر َج ُعNNَِّين َولِيُن ِذرُوا ق
َلَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذرُون
Penggunaan Kekerasan Dalam Mengingkari Para Pelopor Bid'ah Tidak Berarti Loyal
Terhadap Kaum Kafir “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya“. [At-Taubah : 122] Hukum tafaquh fiddin
(memperdalam ilmu agama) adalah fardhu kifayah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala
memerintahkan sekelompok kaum mukminin dan tidak semuanya untuk menuntut ilmu.
Oleh karena itu orang yang belajar dan menuntut ilmu tersebut yang bertanggung jawab
memberi peringatan, bukan seluruh kaum muslimin. Demikian juga jihad, hukumnya
fardhu kifayah. Syeikh Abdurrahman As Sa’diy menyatakan,”Sepatutnya kaum
muslimin mempersiapkan orang yang menegakkan setiap kemaslahatan umum mereka.
Orang yang meluangkan seluruh waktunya dan bersungguh-sungguh serta tidak
bercabang, untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemanfatan mereka. Hendaklah arah
dan tujuan mereka semuanya satu, yaitu menegakkan kemaslahatan agama dan
dunianya”. Tidak semua orang dapat menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Karena
orang yang menegakkannya harus memiliki syarat-syarat tertentu. Seperti mengetahui
42
hukum-hukum syari’at, tingkatan amar makruf nahi mungkar, cara menegakkannya,
kemampuan melaksanakannya.
Demikian juga dikhawatirkan bagi orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar bila
tanpa ilmu akan berbuat salah. Mereka memerintahkan kemungkaran dan mencegah
kema’rufan atau berbuat keras pada saat harus lembut dan sebaliknya.
Demikian juga fardhu ‘ain jika ditinggalkan, maka hanya dia saja yang berdosa,
sedangkan fardhu kifayah jika ditinggalkan akan berdosa seluruhnya. Pendapat ini Insya
Allah pendapat yang rajih. Wallahu a’lam. Amar makruf nahi mungkar dapat menjadi
fardhu ‘ain, menurut kedua pendapat diatas, apabila :
43
Pertama : Ditugaskan oleh pemerintah. Al Mawardi menyatakan,”Sesungguhnya
hukum amar makruf nahi mungkar fardhu ‘ain dengan perintah penguasa.”
Kedua : Hanya dia yang mengetahui kema’rufan dan kemungkaran yang terjadi. An
Nawawiy berkata,”Sesungguhnya amar makruf nahi mungkar fardhu kifayah.
Kemudian menjadi fardhu ‘ain, jika dia berada ditempat yang tidak mengetahuinya
kecuali dia.”
Ketiga: Kemampuan amar makruf nahi mungkar hanya dimiliki orang tertentu. Jika
kemampuan menegakkan amar makruf nahi mungkar terbatas pada sejumlah orang
tertentu saja, maka amar makruf nahi mungkar menjadi fardhu ‘ain bagi mereka. An
Nawawi berkata,”Terkadang amar makruf nahi mungkar menjadi fardhu ‘ain, jika
berada di tempat yang tidak mungkin menghilangkannya kecuali dia. Seperti seorang
yang melihat istri atau anak atau budaknya berbuat kemungkaran atau tidak berbuat
kema’rufan.” Keempat : Perubahan keadaan dan kondisi. Syeikh Abdul Aziz bin Baaz
memandang amar makruf nahi mungkar menjadi fardhu ‘ain dengan sebab perubahan
kondisi dan keadaan, ketika beliau berkata, “Ketika sedikitnya para da’i. Banyaknya
kemungkaran dan kebodohan yang merata, seperti keadaan kita sekarang ini, maka
dakwah menjadi fardhu ‘ain atas setiap orang sesuai dengan kemampuannya
44
DAFTAR PUSTAKA
https://www.popbela.com
https://news.detik.com
https://www.idntimes.com
https://kumparan.com
https://www.republika.co.id
https://bdkaceh.kemenag.go.id
https://rumaysho.com
https://www.hidayatullah.com
https://ejournal.kopertais4.or.id
https://core.ac.uk
https://id.scribd.com
45