Anda di halaman 1dari 15

Abdul Halik : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

ILMU PENDIDIKAN ISLAM:


PERSPEKTIF ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI
(Islamic Education Science: Ontological, Epistemology, and Actionology Perspective)

Abdul Halik
abdulhaliknas@gmail.com
Institut Agama Islam Negeri Parepare

Abstract
Islamic education is holistic and universal. Islamic education is based on Islamic normativism and historicalism, has
a deep meaning and message and includes all aspects. The role of Islamic education is to build a humanist
civilization and carry out a prophetic mandate. Therefore, urgently studied continuously and creatively Islamic
education in the perspective of ontology, epistemology, and axiology. Islamic education continues to experience
dynamics with the times, it has become a necessity to realign back ontologically, epistemologically, and axiologically.
The normative expectation of Islamic education always carries the values of Prophethood and Humanity, so that it
can contribute to the civilized social cultural construct. The conception of Islamic education becomes a demand to be
studied in its entirety, synergistically, and systemically, so that it can become a more dynamic and humanistic
inspiration and locomotive of life.
Keywords: Islamic education, science, ontology, epistemology, axiology
Pendidikan Islam bersifat holistic dan universal. Pendidikan Islam berbasis kepada normativisme
dan historisisme Islam, memiliki kandungan makna dan pesan yang mendalam dan mencakup
segala aspek. Peran pendidikan Islam membangun peradaban yang humanis dan mengemban
amanah profetik. Oleh sebab itu, urgen dikaji secara kontiniu dan kreatif pendidikan Islam dalam
perspektif ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Pendidikan Islam senantiasa mengalami dinamika
seiring perkembangan zaman, sudah menjadi sebuah keharusan meluruskan kembali esensi secara
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ekspektasi normatif pendidikan Islam senantiasa mengusung
nilai-nilai kenabian dan kemanusiaan, agar dapat memberikan kontribusi bagi konstruk social
budaya yang berkeadaban. Konsepsi pendidikan Islam menjadi tuntutan ditelaah secara utuh,
sinergis, dan sistemik, sehingga dapat menjadi inspirator dan lokomotif kehidupan yang lebih
dinamis dan humanis.
Kata kunci: pendidikan Islam, ilmu, ontologi, epistemologi, aksiologi.

PENDAHULUAN pendidikan Islam. Kerangka filosofis yang


Pendidikan Islam merupakan bagian berbertuk gagasan ini kemudian menjadi
dari kehidupan dan kemanusiaan. Setiap landasan dasar dan penunjuk arah bagaimana
aktivitas kehidupan manusia selalu terkait kontsruksi sistem pendidikan Islam tersebut
dengan pendidikan Islam. Manusia tanpa dibentuk.1 Dalam ranah filosofis, hal ini dapat
pendidikan maka dia tidak lebih dari makhluk dilihat dari tiga aspek yakni ontologi,
lain seperti binatang. Urgensi manusia epistimologi, dan aksiologi.2
mewujudkan dirinya dapat aktualisasi diri dan
fungsinal,maka harus didukung oleh
pendidikan Islam. Oleh sebab itu, pendidikan
Islam bersikap luas dan universal serta 1Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam:Telaah
mencakup segala bidang kehidupan manusia. sejarah dan pemikirannya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011),
Sebagai sebuah sistem, pendidikan h. 121.
Islam tidak dapat dilepaskan dari kerangka 2Habib, “Pengantar Editor”, dalam Mahmud

filosofis yang mengkaji tentang masalah Arif, Involusi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: IDEA
PRESS, 2006), h. v
10
ISTIQRA’ Vol 7 No 2 Maret 2020
Abdul Halik : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

Kajian ontologi mengacu pada adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang
hakikat yang dikaji.3 Epistimologi keberadaan.8 Sederhananya ontologi
berhubungan dengan prosesnya,4 yang merupakan teori tentang ada sebagai objek
meliputi sumber-sumber, karakteristik, sifat, kajian filsafat, baik yang pasti ada maupun
dan kebenarannya.5 Sementara aksiologi yang mungkin ada.
berkaitan dengan nilai gunanya.6 Perspektif Namun pada dasarnya term ontologi
filosofis ini dapat memperkaya horison kita pertama kali diperkenalkan oleh
dalam memandang pendidikan Islam. RudolfGoclenius pada tahun 1636 M. untuk
Artinya, kita akan menyadari bahwa menamai teori tentang hakikat yang ada yang
pendidikan Islam tidak hanya berkaitan bersifat metafisis. Dalam perkembanganya
dengan persoalan Fiqih, tetapi juga mencakup Cristian Wolff membagi metafisika menjadi
segala cabang pengetahuan yang diajarkan dua, yaitu metafisika umum dan metafisika
dari sudut pandang Islam.7 khusus. Metafisika umum dimaksudkan
Pendidikan Islam sampai saat ini sebagai istilah lain dari ontologi.9
belum ada kata sepakat (konsensus) tentang Bidang pembicaraan teori hakikat luas
makna dan batasannya. Tampak pendidikan sekali, segala yang ada yang mungkin ada,
Islam masih bersifat simbolik atau belum yang boleh juga mencakup pengetahuan dan
sampai pada substansi dan esensi dalam nilai (yang dicarinya ialah hakikat
memberdayakan manusia untuk menjadi pengetahuan dan hakikat nilai). Nama lain
fungsional. Hal tersebut urgen dan relevan untuk teori hakikat ialah teori tentang
dikaji pendidikan Islam dari perspektif filsafat keadaan. Hakikat ialah realitas, realitas ialah
ilmu untuk melihat kembali esensi pendidikan kerealan, real artinya kenyataan yang
Islam dalam kehidupan manusia. Berdasarkan sebenarnya, jadi hakikat adalah kenyataan
pembahasan di atas, maka permasalahan yang yang sebenarnya, keadaan sebenarnya
dikaji dalam penelitian ini adalah: hakikat sesuatu, bukan keadaan sementara atau
pendidikan Islam dalam tinjauan ontology, keadaan yang menipu, bukan keadaan yang
epistemology, dan aksiologi. meberubah.10
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari
HASIL PENELITIAN DAN apa yang nyata secara fundamental dan cara
PEMBAHASAN yang berbeda dimana entitas (wujud) dari
1. Hakikat ontologi dalam kategori-kategori yang logis yang berlainan
pendidikan Islam (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi)
Istilah ontologi berasal dari bahasa dapat dikatakan ada dalam rangka tradisional.
Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu ta ontologi dianggap sebagai teori mengenai
onta berarti “yang berada”, dan logi berarti prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan
ilmu pengetahuan atau ajaran. Maka ontologi dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini
ontologi dipandang sebagai teori mengenai
apa yang ada.
3Jujun S. Suriasumantri, “Tentang Hakekat
Ontologi sering diindetikan dengan
Ilmu: Sebuah Pengantar Redaksi”, dalam Jujun S.
Suriasumantri (ed), Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah metafisika yang juga disebut proto-filsafia
Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, (Jakarta: atau filsafat yang pertama, atau filsafat
Yayasan Obor Indonesia, 2006), h. 3 ketuhanan yang bahasanya adalah hakikat
4Jujun, Jujun S. Suriasumantri, “Tentang
sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab akibat,
Hakekat Ilmu: Sebuah Pengantar…, h. 9.
5A. Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam

Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis, (Jakarta: 8Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu
Bumi Aksara, 2011), h. 135. Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h.118-119
6Jujun, Jujun S. Suriasumantri, “Tentang 9A. Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi
Hakekat Ilmu: Sebuah Pengantar…, h. 35. Aksara: 2001), h. 91
7Ali Ashraf, Horison baru pendidikan Islam, terj. 10Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung:

Sori Siregar (Pustaka Firdaus, 1996), h. 86. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 28


11
ISTIQRA’ Vol 7 No 2 Maret 2020
Abdul Halik : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

realita, atau Tuhan dengan segala adanya sesuatu. Namun filsafat tidak
11
sifatnya Dengan demikian, metafisika umum memberikan jawaban secara pasti terhadap
atau ontologi adalah cabang filsafat yang persoalan apa dan bagaimana causa
membicarakan prinsip paling dasar atau prima tersebut. Dan tidak demikian halnya
dalam dari segala sesuatu yang ada. dengan Islam yang telah menegaskan
Para ahli memberikan pendapatnya bahwa Causa prima tersebut adalah Dzat yang
tentang realita itu sendiri, diantaranya Bramel. mengciptakan alam (Khlaq al-‘Alam), dan
Ia mengatakan bahwa ontologi ialah sekaligus mengembangkannya (Rabb al-
interpretasi tentang suatu realita dapat ‘Alam), Dia adalah Dzat Yang Maha Esa,
bervariasi, misalnya apakah bentuk dari suatu tiada sekutu bagi-Nya.15 Sehingga dalam
meja, pasti setiap orang berbeda-beda konteks pendidikan Islam, kajian ontologi ini
pendapat mengenai bentuknya, tetapi jika tidak dapat dipisakan dengan Sang Pencipta-
ditanyakan bahanya pastilah meja itu Nya. Dengan demikian, masalah hakekat
substansi dengan kualitas materi, inilah yang pendidikan haruslah mengacu pada pemikiran
dimaksud dari setiap orang bahwa suatu meja yang bersumber dari wahyu.
itu suatu realita yang kongkrit. Plato Dengan merujuk pada
mengatakan jika berada di dua dunia yang wahyu,16 pendidikan Islam kemudian
kita lihat dan kita hayati dengan kelima panca mengenalkan tiga term, yakni ta’lim, tarbiyah,
indra kita nampaknya cukup nyata atau real. dan ta’dib. Namun dalam implementasinya,
Adapun mengenai terjadi silang pendapat antar para tokoh. Al-
objek material ontologi ialah yang ada, yaitu Ghazali cenderung menggunakan
ada individu, ada umum, ada terbatas, ada istilah ta’lim dari pada tarbiyah atau
tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, ta’dib. Sementara Syed Muhammad Naquib
termasuk kosmologi dan metafisika dan ada al-Attas lebih condong pada konsep ta’dib. Ia
sesudah kematian maupun sumber segala berpendapat bahwa istilah tarbiyaah memiliki
yang ada. Objek formal ontologi adalah obyek yang sangat luas, termasuk juga hewan
hakikat seluruh realitas, bagi pendekatan di dalamnya. Sedangkan ta’dib, mencakup
kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau pengertian pendidikan untuk
17
jumlah, telaahnya menjadi telaah monism, manusia. Dalam identifikasi Abdur Rahman
paralerisme atau plurarisme.12 Assegaf, ta’lim lebih cenderung pada pola
Ontologi mengkaji hakekat yang ada, pengajaran yang lebih menekankan pada
yang tidak terikat oleh satu perwujudan proses transfer ilmu, sementara tarbiyah dan
tertentu. Ia membahas tentang yang ada ta’dib adalah aktivitas pendidikan yang
universal dan berusaha mencari inti yang menekankan pada interaksi edukatif antara
terkandung dalam setiap kenyataan.13 Dengan guru dan murid.18
kata lain, ontologi adalah teori tentang ada, Ketiga konsep ini sebenarnya saling
yang membahas apa yang ingin kita ketahui.14 mengakomodasi satu sama lain dan harus
Secara ontologis, filsafat telah dijalankan secara bersamaan dengan porsi
mengantarkan kita pada kesimpulan tentang yang seimbang. Dengan konsep ta’lim, peserta
adanya sebab pertama (causa prime) dari didik akan sampai pada aspek pengetahuan
dengan nalar kognitif. Sementara
konsep tarbiyahdan ta’dib akan mengarahkan
11Jalaluddin Abdullah Idi, Filsafat
Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h.
104-105 15Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam…, h.
12A. Susanto, Filsafat Ilmu…, h. 92 123.
13Noeng Muhajir, Filsafat Ilmu, Positivisme, Post 16Q.S. al-Baqarah (2): 31, QS. Al-Israa’: 24.
Positivisme, dan Post Modernisme, (Yogyakarta: Rakersan, 17Jalaluddin, Filsafat Pendidikan
200), h. 57. Islam…, h. 125.
14Jujun S. Suriasumantri, “Tentang Hakekat 18Abdur Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan

Ilmu: Sebuah Pengantar…, h. 6 Islam…, h. 22


12
ISTIQRA’ Vol 7 No 2 Maret 2020
Abdul Halik : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

peserta didik pada dimensi afektif dan membangun kesadaran krtis peserta didik.
psikomotorik.19 Menghilangkan satu aspek, Karena dalam habitus sosial, seringkali
sama halnya dengan mengebiri pendidikan muncul pertarungan pelbagai kepentingan
Islam itu sendiri. Selanjutnya, cita luhur untuk dan idiologi tertentu. Dan idiologi
mewujudkan manusia yang memiliki dominanlah yang akan mempengaruhi wajah
kompetensi kesalehan individual dan sosial sosial masyarakat.
hampir bisa dipastikan tidak akan tercapai. Konteks kesadaran kritis di sini tidak
Dengan demikian, dalam analisa hanya berbentuk pada penguatan ketrampilan
ontologis, pendidikan Islam tdak dapat berpikir semata, tetapi juga mampu
dipisahkan dari dimensi ilahiah (wahyu). menstransformasikannya dalam kehidupan
Semua komponen yang terkandung dalam sosial dan kultural. Dengan demikian, peserta
sistem pendidikan akan disarikan dari wahyu didik akan mampu mengatasi situasi-batas
ilahi. Selain dari lahirnya term-term tertentu (limit situation) dan aksi batas (limit action),
dalam pendidikan Islam, hal itu juga dapat yakni kemampuan untuk membentuk dan
dilihat dari beberapa pembahasan tentang mengontrol kehidupan mereka, sehingga
persoalan-persoalan pendidikan yang dapat terlepas dari segala bentuk penindasan
mengacu teks ilahiah. yang semena-mena.21
Pertama, rumusan tujuan pendidikan Implikasi lain dari konsepsi tujuan
Islam yang secara umum diorientasikan untuk tersebut menuntut para praktisi pendidikan
membentuk insan kamil (abdullah dan khalifah Islam agar membuka ruang pada daya nalar
Allah). Konsepsi tujuan ini adalah untuk merokonstruksi khazanah klasik yang
konsekwensi logis dari al-Qur’an yang sementara ini hanya diamini secara dogmatif.
memproyeksikan manusia untuk mengabdi Sikap dogmatif adalah bertentangan dengan
kepada Allah dan menjadi khalifah- konsepsi tujuan pendidikan Islam yang
Nya. Tujuan ini tidak hanya mengandung menyiratkan bahwa manusia sebagai khalifah
dimensi normatif pada pembetukan religious Allahmengandung proses dinamisasi yang
beings, tetapi juga mencakup pada tidak terjebak pada waktu tertentu. Sementara
pembentukan manusia sebagai historical tradisi dogmatif adalah bentuk pelanggenan
beings yang memiliki kesadaran dalam konteks sesuatu dan tidak mengapresiasi keniscayaan
sosial yang berhadapan dengan dimensi- perubahan.
dimensi multikultural, seperti gender, ras, Kedua, analisa ontologis terhadap
agama, politik, dan budaya.20 Oleh karenanya, pendidikan Islam tampak pada lahirnya teori
pendidikan Islam seyogyanya tidak menafikan fitrah dalam pendidikan. Fitrah berarti potensi
dimensi-dimensi kehidupan yang membentuk yang dimiliki manusia untuk menerima
habitus sosial ini. agama, iman, dan tauhid serta perilaku
Implikasi dari fenomena di atas adalah suci.22 Meski semua manusia memiliki potensi
bahwa konstruksi kegiatan pendidikan Islam ini tidak serta merta secara aktual tewujud
tidak hanya menekankan pada pembangunan dalam kenyataan. Dalam perkembangannya,
moral semata, tetapi juga perlu melihat aspek- potensi yang berwujud fitrah dapat tertutupi
aspek lain yang cukup dominan dalam oleh polusi jika tidak mendaptkan perhatian
mengarahkan peserta didik dalam menjalani secara seksama, karena fitrah bisa bertambah
aktivittas sosialnya. Dalam hal ini, perlu atau berkurang. Dan di sinilah arti penting
adanya pembelajaran yang juga mampu pendidikan Islam.
Konsep fitrah dalam Islam berbeda
19Abdur Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan dengan teori tabula rasa Jhon Locke, sebab
Islam…, h. 23.
20M. Agus Nuryanto, “Isu-Isu Kritis dalam 21M. Agus Nuryanto, “Isu-Isu Kritis dalam

Pendidikan Islam” dalam Nizar Ali & Sumedi Pendidikan Islam”…, h. 114.
(ed), Antologi pendidikn Islam (Yogyakarta: PPS UIN 22Abdur Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan

Suka, 2010), h. 121. Islam…, h. 46.


13
ISTIQRA’ Vol 7 No 2 Maret 2020
Abdul Halik : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

dalam teori tabula rasa, manusia dipandang fitrah, yaitu; berkhitan, mencukur bulu
sebagai kertas putih bersih yang terbebas dari kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong
coretan. Lingkunganlah yang mengisi coretan kuku dan mencukur kumis.” (HR.
dalam kertas putih tersebut. Artinya, manusia BUKHARI - 5439).25
terlahir dalam keadaan pasif. Sebaliknya, Dari hadis ini, jelas kiranya bahwa
fitrah memandang manusia lebih dari ibarat konsespi Fitrah juga menekankan
kertas putih dan bersih, karena dalam diri perhatiannya pada aspek fisik-matriil
manusia terdapat potensi yang terbawa sejak manusia. Maka, tanpa pemenuhan aspek ini,
lahir, yakni daya untuk menerima agama sama halnya dengan mereduksi nilai fitrah
atau tauhid.23 manusia. Dengan kata lain, fitrah tidak
Perbedaan yang signifikan antara mengenal dikotomi antara pemenuhan
konsep fitrah dan teori tabula rasa terletak kebuthan jasmani dan kebutuhan rohani,
pada konsepsi manusia, apakah ia pasif atau nilai-nilai yang terkandung dalam keduanya
memiliki potensi aktif sejak lahir. sama-sama penting untuk diakomodasi dalam
Dalamtabularasa,manusia adalah pasif dalam sistem pendidikan Islam.
kelahirannya, sementara fitrah mengakui Adapun konsepsi fitrah yang
bahwa manusia memiliki potensi aktif dalam menyangkut dimensi sosial dapat dilihat dari
kelahirannya. Meski demikian, ajaran Islam yang mewajibkan umat Islam
konsepsifitrahtidak menafikan pada setiap untuk memberikan sebagian
pengaruhlingkungan terhadap pembentuk rizkinya pada orang miskin
karakter manusia. Lingkungan hanya dan mustahiq lainya, yang diistilahkan dengan
dianggap salah satu faktor yang bisa menjadi zakat fitrah. Dalam hal ini, dengan
bertambah atau berkurangnya fitrah tersebut. konsep fitrah, Islam telah mengajarkan umat
Lingkungan yang biasa disebut intervensi Islam untuk memiliki kepekaan dan
pendidikan memiliki andil dan kontribusi solidaritas sosial, tidak sepatutnya seorang
besar dalam mewujudkan cita-cita fitrah muslim hanya menikmati reizkinya seorang
dalam diri peserta didik. diri tanpa peduli dengan kondisi muslim
Dalam implementasinya, lainnya yang sedang kesulitan.
konsepsi fitrah tidak hanya mengandung Dengan konsepsi fitrah yang multi
dimensi spritual-religius untuk dimensi ini, sistem pendidikan Islam sudah
bertauhid.Fitrahjuga aspek fisik-materiil dan semestinya melakukan shift paradigma dari
sosial.24 Hadis berikut mengindikasikan orientasi religius semata, menuju pada
dimensi fisik-matriil dal fitrah: keseimbangan orientasi sosio-religius.
ْ‫ﺣَ ﺪﱠﺛ َﻨَﺎ ﻋَ ﻠ ﱞِﻲ ﺣَ ﺪﱠﺛ َﻨَﺎ ﺳ ُﻔْ ﯿ َﺎنُ ﻗَﺎلَ اﻟﺰﱡ ھ ِْﺮيﱡ ﺣَ ﺪﱠﺛ َﻨَﺎ ﻋَﻦ‬ Pendidikan yang tidak hanya menitikberatkan
ُ ‫ﺳَ ﻌِﯿ ِﺪ ﺑ ِْﻦ اﻟْﻤُﺴَ ﯿﱠﺐ ِ ﻋَﻦْ أ َﺑ ِﻲ ھ َُﺮﯾ َْﺮة َ ِر َواﯾ َﺔ ًْاﻟﻔِﻄ َْﺮة‬ pada pembangunan akhlak dan persoalan
ُ‫ﺧَﻤْ ﺲٌ أ َْو ﺧَﻤْ ﺲٌ ﻣِﻦْ ْاﻟﻔِﻄ َْﺮ ة ِ اﻟْﺨِ ﺘَﺎنُ َو ِاﻻ ْﺳﺘ ِﺤْ ﺪ َاد‬ ritual semata, tetapi juga memberikan ruang
‫ب‬ِ ‫َﺺ اﻟﺸ ِﱠﺎر‬ ‫ْﻒ ْاﻹِ ﺑْﻂِ َوﺗ َﻘْ ﻠِﯿﻢُ ْاﻷ َْظﻔ َِﺎر َوﻗ ﱡ‬
ُ ‫َوﻧَﺘ‬ pada pada pengembangan daya nalar kritis
yang mampu ditransformasikan dalam
Artinya: aktivitas sosial masyarakat. Dengan demikian,
“Telah menceritakan kepada kami Ali telah sistem pendidikan Islam akan mengandung
menceritakan kepada kami Sufyan, Az nilai universal selaras dengan jaran Islam
Zuhri mengatakan; telah menceritakan yang rahmatan li al-‘alamin.
kepada kami dari Sa'id bin Musayyab dari 2. Hakikat epistemologi dalam
Abu Hurairah secara periwayatan, fitrah itu pendidikan Islam
ada lima, atau lima dari sunnah-sunnah Dalam belajar filsafat, kita akan
menemui banyak cabang kajian yang akan
23Abdur Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan membawa kita pada fakta dan betapa kaya
Islam…, h. 47
24Abdur Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan

Islam…, h. 49. 25Aplikasi Software hadis sembilan imam.


14
ISTIQRA’ Vol 7 No 2 Maret 2020
Abdul Halik : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

dan beragam kajian filsafat itu. Sebenarnya orang memiliki pengetahuan.32 Dagobert D.
yang terpenting adalah bagaimana kita semua Runes. Seperti yang di tulis Mujamil Qomar,
memahami apa saja yan menjadi kajan beliau memaparkan bahwa epistemologi
filsafat, cabang-cabang filsafat.26 Albuerey adalah cabang filsafat yang membahas,
Castel membagi masalah filsafat menjadi sumber, struktur, metode-metode, dan
enam bagian yaitu, teologis, metafisika, validitas pengetahuan.33 Sedangkan menurut
epistemologi, etika, plitik dan sejarah.27 Azyumardi Azra, beliau menambahkan
Epistemologi adalah cabang filsafat bahwa epistemologi sebagai ilmu yang
yang mempelajari benar atau tidaknya suatu membahas keaslian, pengertian, struktur,
pengetahuan.28 Sebagai sub sistem filsafat, metode, dan validitas ilmu
epistemologi mempunyai banyak sekali pengetahuan.34 Walaupun dari kedua
pemaknaan atau pengertian yang kadang sulit pemaparan di atas terdapat sedikit perbedaan,
untuk dipahami. Dalam memberikan namun keduanya memberikan pengertian
pemaknaan terhadap epistemologi, para ahli yang sederhana dan relatif mudah di pahami.
memiliki sudut pandang yang berbeda, Mudhlor ahmad merinci menadi enam aspek
sehingga memberikan pemaknaan yang yaitu, hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas
berbeda ketika mngungkapkannya.29Akan dan saran pengetahuan.35
tetapi, untuk lebih mudah dalam memahami A.M. Syaifudin menyebutkan bahwa
pengertian epistemologi, maka perlu epistemologi mencakup pertanyaan yang
diketahui pengertian dasarnya terlebih harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana
dahulu. Epistemologi berdasarkan akar asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya,
katanya episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu bagaimana membangun ilmu yang tepat dan
yang sistematis, teori).30Secara terminologi, benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita
epistemologi adalah teori atau ilmu mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat
pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar kita ketahui, dan sampai manakah
pengetahuan, khususnya yang berhubungan batassannya. Semua pertanyaan itu dapat
dengan batas-batas pengetahuan dan validitas diringkas menjadi dua masalah pokok,
atau sah berlakunya pengetahuan itu.31 masalah sumber ilmu dan masalah benarnya
Tokoh lain yang mencoba ilmu.36
mendefinisikan epistemologi adalah D.W Konsep epistemologi dalam Islam
Hamlyin, beliau mengatakan bahwa pada hakikatnya tidak terlepas dari dimensi
epistemologi sebagai cabang filsafat yang teologisnya yang bercorak tauhid. Dalam al-
berurusan dengan hakikat dan lingkup Qur’an digambarkan bahwa Allah adalah
pengetahuan, dasar dan pengandaian – pencipta dan pemelihara alam semesta.
pengandaian serta secara umum hal itu dapat Kekuasaan Allah sebagai pencipta, kelihatan
diandalkannya sebagai penegasan bahwa menempu proses yang memperlihatkan
konsistensi dan keteraturan. Dalam proses
pemeliharaan, Allah mengurus, memelihara,
26Nuraini Soyomukti, Pengantar Filsafat dan menumbuhkembangkan alam secara
Umum, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 111
27Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, (Jakarta, PT
Rineka Cipta: 2010), h. 26 32Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan
28Nina W. Syam, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Islam..., h. 3.
Komunikasi (Bandung: Simbiosa Rekatama, 2010), cet 33Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan
1, h. 229. Islam..., h. 4.
29Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan 34Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan
Islam: dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik(Jakarta: Islam..., h. 4.
Erlangga, 2005), h. 2 35Mudlor Ahmad, Ilmu Dan Keinginan Tabu
30Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan (Bandung: (Epistemologi Dalam Filsafat), (Bandung: Trigenda Karya.
Refika Aditama, 2011), h. 78 1994), h. 61
31Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan 36Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan
Islam..., h. 3. Islam..., h. 4
15
ISTIQRA’ Vol 7 No 2 Maret 2020
Abdul Halik : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

bertahap dan berangsur-angsur. Dalam ciptaan-Nya. Dalama dimensi ini prinsip


konteks yang terakhir ini Allah tidak lain kebenaran itu pada hakekatnya bersifat
adalah pendidik yang sebenarnya. tunggal, dan mejadi landasan untuk
Jika dalam uraian ontology menyatukan kajian-kajian ilmu yang
pendidikan Islam menolak adanya dikotomi berkembang kea rah lebih spesialis dan
pendidikan Islam, maka persoalan selanjutnya parsial, karena tanpa landasan integrative,
adalah implementasinya dalam konsep ilmu- spesialisasi ilmu akan mengakibatkan
ilmu yang akan dikembangkan dalam hilangnya dimensi transenden.39 Oleh karena
penyelenggaraan pendidikan. Tanpa adanya itu dalam visi tauhid, ilmu, filsafat, dan agama
penegasan konsep ilmu-ilmu, maka lembaga pada hakikatnya merupakan kesatuan yang
pendidikan Islam sebagai pusat saling melengkapi, kesemuanya berhubungan
pengembangan dan kajian ilmu akan makin dengan kebenaran-kebenaran yang menjadi
sulit berhadapan dengan tantangan dan penjelmaan dari tanda-tanda kebesaran-Nya.
tuntutan adanya kecenderungan spesialisasi Persoalan selanjutnya dalam kajian
ilmu-ilmu yang makin menyempit dan epistemology pendidikan Islam adalah
parsial.37 pengembangan teori. Dalam
Dalam konsep epistemologi Islam mengembangkan sebuah disiplin ilmu dapat
yang berdimenasi tauhid, tercermin pada dilakukan dengan cara mengembangkan
pandangan bahwa ilmu-ilmu pada hakekatnya teori-teori ilmu tersebut, begitu pula dalam
merupakan perpanjangan dari ayat-ayat Allah mengembangkan ilmu pendidikan Islam.
yang terkandung dalam semua ciptaan-Nya, Mengembangkan teori berarti merevisi teori
serta ayat-ayat Allah yang tersurat dalam al- yang ada, memahami teori yang lama atau
Qur’an. Ayat-ayat Allah dalam alam besar, membuat teori baru. Merevisi teori yang ada
termasuk manusia dalam alam, ilmu pasti dalam pendidikan Islam berarti
termasuk teknologi. Ayat-ayat Allah dalam menyempurnakan teori yang telah ada agar
diri manusia dan sejarah dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, sedangkan
dalam ilmu-ilmu social dan humaniora. membuat teori berarti merancang teori yang
Sedangkan ayat-ayat Allah dalam Al-Qur’an sama sekali baru.40
dikembangkan dalam ilmu agama.38 Cara mengembangkan teori dalam
Ilmu dibangun atas dasaar pendidikan Islam sangat tergantung pada
kemampuan membaca dan mengenal ayat- karakteristik materinya, apakah materi itu
ayat, baik ayat kauniyah (alam semesta dan berada dalam pengalaman yang empiris,
manusia) atapun ayat qauliyah. Ketika rasional, hermeneutis. Jika karakteristik
seseorang ingin menyingkap rahasia Tuhan adalah empiris maka metode yang digunakan
lewat ayat-ayat kauniyah, maka lahirlah adalah observasi, eksperimen, dan induktif
berbagai disiplin ilmu eksakta dan ilmu social. inferensial. Jika karakteristik materinya adalah
Ketika seseorang ingin menyingkap rahasia rasional maka metode analisis yang digunakan
Tuhan lewat ayat-ayat qauliyah maka lahirlah adalah metode deduktif. Jika karakteristik
ilmu-ilmu agama. materinya hermeneutis, maka metode yang
Dalam kaitan itu, sehingga konsep digunakan adalah vestehen yakni untuk
ilmu-ilmu dalam Islam pada hakekatnya menangkap makna lebih dalam, sehingga
bercorak integraif, yaitu pada pandangan diperoleh kesimpulan kasus, atau metode
filosofiknya yang melihat kajian ilmu-ilmu itu yang reflektif, yakni metode analisis yang
pada dasarnya bermuara dari prinsip
kebenaran Allah yang ditetapkan dalam setiap
39Musa Asy’arie, Filsafat Islam tentang
37Musa Asy’arie, Filsafat Islam tentang Kebudayaan…, h. 94-95.
Kebudayaan (Cet. I; Yogyakarta: LESFI, 1999), h. 91. 40Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi
38Musa Asy’arie, Filsafat Islam tentang Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h.
Kebudayaan…, h. 93. 3.
16
ISTIQRA’ Vol 7 No 2 Maret 2020
Abdul Halik : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

prosesnya mondari-mandir antara yang Kedua cara atau metode keilmuan di


empiric dengan yang abstrak.41 atas, merupakan modifikasi dan kombinasi
Cara pengembangan ilmu pendidikan dari paradigm keilmuan Islam dan paradigm
Islam bisa digunakan metode penelitian keilmuan di Barat. Dalam pengembangan
ilmiah, metode penelitian filosofis, dan ilmu pendidikan Islam diperlukan beberapa
menggunakan metode penelitian sufistik. Hal hal, antara lain:
ini tergantung pada apa yang diteliti. Agaknya a. Landasan atau basis filsafat yang akan
ilmu pendidikan Islam tidak mungkin hanya dijadikan dasar pengembangan ilmu
berisi ilmu pendidikan Islam. Pada bagian- pendidikan Islam;
bagian tertentu memerlukan teori-teori b. Paradigm bagi penyusunan
filosofis, sehingga pengembangannya metodologi pengembangan ilmu
menggunakan metode penelitian filosofis. pendidikan Islam. Paradigm yang
Kadang-kadang juga memerlukan teori-teori dimaksud disini adalah kerangka
yang non-empirik atau tidak terjangkau oleh logika pengembangan ilmu
logika, sehingga perlu menggunakan metode pendidikan Islam;
penelitian mistik atau sufistik.42 c. Metodologi pengembangan ilmu
Secara epistemologis, pendidikan pendidikan Islam. Metodologi
Islam sebagai ilmu dapat dikembangkan tersebut merupakan cara membangun
melalui metode keilmuan Islam. Metode dan mengembangkan ilmu
pengembangan ilmu dalam Islam yang pendidikan Islam;
tentunya memiliki kekhasan dan berbeda d. Model-model penelitian untuk
dalam sudut pandang positivisme (paradigm digunakan dalam penelitian
keilmuan di Barat). Kemudian, cara pendidikan Islam. Teori-teori ilmu
membangun ilmu pendidikan Islam bisa pendidikan Islam secara berangsur-
dilakukan dengan cara: asngsur dapat diperoleh melalui
a. Cara deduksi, yakni dimulai dari teks penelitian-penelitian.44
wahyu atau sabda Rasul, kemudian Epistemology pendidikan Islam yang
ditafsirkan, dari sini muncul teori dikembangkan oleh berbagai pakar ada yang
pendidikan pada tingkat filsafat, teori melakukan dengan tiga fase, yaitu fase
itu dieksperimenkan, dari sini akan penelitian, fase epistemology I (penalaran
muncul teori pendidikan pada tingkat rasional), fase epistemology II (kasyf) melalui
ilmu, selanjutnya diuraikan secara riyadhah, mujahadah, tazkiyah, termasuk zikir
operasional, sehingga langsung dapat dan meditasi. Fase ini dilakukan oleh Imam
dijadikan petunjuk teknis. al-Ghazali, yang berbeda dengan Faslur
b. Cara induksi, yaitu dengan cara Rahman yang lebih cenderung kepada
seseorang mengambil teori yang epistemology burhani, yang memiliki
sudah ada, kemudian dikonsultasikan metodologi berorientasi kepada metode kritik
ke Al-Qur’an dan hadis, jika tidak sejarah, metode penafsiran sistematis, dan
berlawanan, maka teori ini metode suatu gerakan ganda. Kedua tokoh
didaftarkan ke dalam khazanah ilmu ini dapat dilihat perbedaan mendasar, yaitu
pendidikan Islam.43 Imam Al-Ghazali memilih menggunakan
epistemology bayani dan irfani, sedangkan
Faslur Rahman lebih mengarah kepada
41Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam:
Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan Islam (Cet. I;
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 34
42Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam…,

h. 34 44Ahmad Tafsir, Epistemologi Untuk Ilmu


43Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam…, Pendidikan Islam (Cet. I; Bandung: Sunan Gunung Jati,
h. 34. 1995), h. 11-12.
17
ISTIQRA’ Vol 7 No 2 Maret 2020
Abdul Halik : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

epistemology burhani, tetapi tetap tidak arti bahwa yang dipermasalahkan secara
menafikan bayani dan irfani.45 esensial adalah pengindraan atau persepsi
yang menimbulkan rasa senang dan nyaman
3. Hakikat aksiologi dalam pada suatu pihak, rasa tidak senang dan tidak
pendidikan Islam nyaman pada pihak lainnya. Aksiologi
Aksiologi membahas tentang masalah memberikan manfaat untuk mengantisipasi
nilai. Istilah aksiologi berasal dari kata axio perkembangan kehidupan manusia yang
dan logos, axios artinya nilai atau sesuatu negatif sehingga ilmu pengetahuan dan
yang berharga, dan logos artinya akal, teori, teknologi tetap berjalan pada jalur
axiologi artinya teori nilai, penyelidikan kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja
mengenai kodrat, kriteria dan status metafisik aksiologi ialah :
dari nilai.46Aksiologi sebagai cabang filsafat a. Menjaga dan memberi arah agar proses
ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki keilmuan dapat menemukan kebenaran
hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari yang hakiki, maka prilaku keilmuan
sudut pandangan kefilsafatan.47 perlu dilakukan dengan penuh
Nilai Intrinsik, contohnya pisau kejujuran dan tidak berorientasi pada
dikatakan baik karena mengandung kualitas- kepentingan langsung.
kualitas pengirisan didalam dirinya, b. Dalam pemilihan objek penelahaan
sedangkan nilai instrumentalnya ialah pisau dapat dilakukan secara etis yang tidak
yang baik adalah pisau yang dapat digunakan mengubah kodrat manusia, tidak
untuk mengiris,48 jadi dapat menyimpulkan merendahkan martabat manusia, tidak
bahwa nilai Instrinsik ialah nilai yang yang mencampuri masalah kehidupan dan
dikandung pisau itu sendiri atau sesuatu itu netral dari nilai-nilai yang bersifat
sendiri, sedangkan Nilai Instrumental ialah dogmatik, arogansi kekuasaan dan
Nilai sesuatu yang bermanfaat atau dapat kepentingan politik.
dikatakan Niai guna. c. Pengembangan pengetahuan diarahkan
Aksiologi terdiri dari dua hal utama, untuk meningkatkan taraf hidup yang
yaitu: memperhatikan kodrat dan martabat
Etika : bagian filsafat nilai dan manusia serta keseimbangan,
penilaian yang membicarakan perilaku orang. kelestarian alam lewat pemanfaatan
Semua prilaku mempunyai nilai dan tidak ilmu dan temuan-temuan universal.49
bebas dari penilaian. Jadi, tidak benar suatu Upaya pendidikan dalam konsep
prilaku dikatakan tidak etis dan etis. Lebih ajaran Islam pada hakekatnya merupakan
tepat, prilaku adalah beretika baik atau suatu amanah dari Tuhan. Oleh sebab itu,
beretika tidak baik. manusia harus mempertanggungjawabkan
Estetika : bagian filsafat tentang nilai semua upaya pendidikan kepada-Nya. Setiap
dan penilaian yang memandang karya upaya pendidikan tidak hanya dilandasi oleh
manusia dari sudut indah dan jelek. Indah nilai-nilai yang dihasilkan manusia sebagai
dan jelek adalah pasangan dikhotomis, dalam hasil renungna dari pengalamannya, lebih
jauh nilai-nilai ketauhidan dan nilai-nilai yang
45Lihat Roziq Syaifuddin, “Epistemologi bersumber dari Tuhan harus dijadikan
Pendidikan Islam dalam Kacamata Al-Ghazali dan Fazlur landasan untuk menilai pendidikan, dan
Rahman”, Jurnal Episteme, Vol. 8, No. 2 Desember untuk menentukan nilai mana yang baik dan
2013. tidak baik dalam pendidikan.
46Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat

Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 26


47Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat

Louis O.Kattsoff. (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 49Anwar Hidayat, Ruang Lingkup Filsafat Ilmu:

1986), h. 327 Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi, (7 Januari


48Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat 2014), https://plus.google.com/111276199303520579
Louis O.Kattsoff…, h. 328 310, diakses pada tanggal 9 Oktober 2015
18
ISTIQRA’ Vol 7 No 2 Maret 2020
Abdul Halik : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

Dalam pengembangan dan penerapan menyampaikan kebenaran Islam (QS.


ilmu pendidikan Islam diperlukan etika Fushshilat/41: 33);
profetik, yakni etika yang dikembangkan atas g. Nilai tabsyir, yakni pemangku ilmu
dasar nilai-nilai Ilahiyah. Ada beberapa butir pendidikan Islam senantiasa
nilai, hasil deduksi dari Al-Qur’an yang dapat memberikan harapan baik kepada
dikembangkan untuk etika profetik umat manusia tentang masa depan
pengembangan dan penerapan ilmu, yaitu: mereka, termasuk menjaga
a. Nilai ibadah, yakni bagi pemangku keseimbangan atau kelestarian alam
ilmu pendidikan Islam. (QS. Al-Baqarah/2: 119).50
Pengembangan dan penerapannya Persoalan pendidikan adalah
merupakan ibadah (QS. Al- persoalan yang menyangkut hidup dan
Dzariyat/51: 56; Ali Imran/3: 190- kehidupan manusia yang senantiasa terus
191); berproses dalam perkembangan
b. Nilai ikhsan, yakni ilmu pendidikan kehidupannya. Di antara persoalan
Islam hendaknya dikembangkan pendidikan yang cukup penting dan
untuk berbuat baik kepada semua mendasar adalah mengenai tujuan
pihak pada setiap generasi, pendidikan. Tujuan pendidikan termasuk
disebabkan karena Allah telah masalah sentral dalam pendidikan, sebab
berbuat baik kepada manusia dengan tanpa perumusan tujuan pendidikan yang
nikmat-Nya, dan dilarang berbuat baik, maka perbuatan mendidik bisa menjadi
kerusakan dalam bentuk apapun (QS. tidak jelas tanpa arah dan bahkan bisa tersesat
Al-Qashash/28: 77); atau salah langkah.51 Oleh sebab itu, tujuan
c. Nilai masa depan, yakni ilmu pendidikan merupakan problem inti dalam
pendidikan Islam hendaknya aktivitas pendidikan. Dengan demikian,
ditujukan untuk mengantisipasi masa tujuan pendidikan merupakan factor yang
depan yang lebih baik, karena sangat penting dan menentukan jalannya
mendidik berarti menyiapkan generasi aktivitas pendidikan.
yang akan hidup dan akan Tujuan pendidikan pada dasarnya
menghadapi tantangan-tantangan adalah tujuan tertinggi yaitu tujuan akhir dari
masa depan yang jauh berbeda pelaksanaan pendidikan Islam. Omar
dengan periode sebelumnya (QS. Al- Mohammad al-Toumy al-Syaibani
Hasyr/59: 18); menjelaskan, kalau kita pandang tentang
d. Nilai kerahmatan, yakni ilmu bentuk yang digambarkan oleh ungkapan
pendidikan Islam hendaknya tentang tujuan terakhir pendidikan dengan
ditujukan bagi kepentingan dan pandangan Islam, maka kita dapatkan tidak
kemaslahatan seluruh umat manusia ada pertentangan dalam makna dan tidak
dan alam semesta (QS. Al- didapati di dalamnya apa yang bertentangan
Anbiya’/21: 107); dengan jiwa Islam. Pandangan ini akan
e. Nilai amanah, yakni ilmu pendidikan mengajak kita mengembalikan semua kepada
Islam itu adalah amanah Allah bagi tujuan terakhir, yaitu persiapan untuk
pemangkunya, sehingga kehidupan dunia dan akhirat.52tujuan terakhir
pengembangan penerapannya
dilakukan dengan niat, cara, dan
tujuan sebagaimana dikehendaki-Nya 50Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam…,
(QS. Al-Ahzab/33: 72); h. 35-36
f. Nilai dakwah, yakni pengembangan 51Abd. Rahman Abdullah, Aktualisasi Konsep

dan penerapan ilmu pendidikan Islam Dasar Pendidikan Islam (Cet. I; Yogyakarta: UII Press,
merupakan wujud dialog dakwah 2002), h. 40.
52Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani,

Filsafat al-Tarbiyah al-Islamiyah, Terj. Hasan Langgulung,


19
ISTIQRA’ Vol 7 No 2 Maret 2020
Abdul Halik : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

dengan pengertian ini tidak terbatas hakekat pendidikan yang meliputi beberapa
pelaksanaannya pada insitusi-institusi aspek, seperti:
pendidikan, tetapi wajib dilaksanakan oleh a. Tujuan dan tugas hidup manusia,
semua institusi yang ada di masyarakat. yakni manusia tidak diciptakan secara
Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi kebetulan melainkan mempunyai
merumuskan tujuan pendidikan Islam secara tujuan dan tugas hidup tertentu;
umum ke dalam lima tujuan, yakni: b. Memperhatikan sifat dasar (nature)
a. Untuk membentuk akhlak mulia. manusia yaitu konsep penciptaan
Kaum muslimin dari dulu sepakat manusia dengan bermacam fitrah,
bahwa pendidikan akhlak yang mempunyai kemampuan untuk
sempurna adalah tujuan pendidikan beribadah dan mentaati khalifah di
yang sebenarnya; bumi;
b. Persiapan untuk kehidupan dunia dan c. Tuntutan masyarakat baik berupa
akhirat. Pendidikan Islam bukan pelestarian nilai budaya, pemenuhan
hanya menitikberatkan pada kebutuhan hidup maupun antisipasi
keagamaan atau keduniaan saja, perkembangan dan tuntutan modern;
melainkan pada keduanya dan d. Dimensi-dimensi kehidupan ideal
memandang kesiapan keduanya Islam. Dalam hal ini terkandung nilai
sebagai tujuan yang asasi; dalam mengelola kehidupan bagi
c. Persiapan untuk mencari rezeki dan kesejahteraan di dunia dan akhirat,
pemeliharaan segi kemanfaatan. keseimbangan dan keserasian
Pendidikan Islam tidak saja segi keduanya.54
agama, akhlak dan spiritual semata, Dengan demikian, jelas sekali
tetapi juga menyeluruh bagi perumusan tujuan pendidikan Islam harus
kesempurnaan kehidupan atau yang sesuai dengan hakekat kemanusiaan dan
lebih dikenal sekarang ini dengan tugas-tugas kehidupan, sesuai dengan sifat-
nama tujuan-tujuan vokasional dan sifat dasar manusia yang tumbuh dan
professional; berkembang dalam kehidupan dan sesuai
d. Menumbuhkan semangat ilmiah pula dengan tuntutan masyarakat yang harus
(scientific spirit) pada para pelajar, dan mengalami kemajuan serta sesuai dengan
memuaskan rasa ingin tahu (curiosity), nilai-nilai ideal ajaran Islam bagi kehidupan
serta memungkinkan mereka mansuia. Abuddin Nata menyatakan tujuan
mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri; pendidikan Islam itu memiliki ciri-ciri sebagai
dan berikut:
e. Menyiapkan pelajar dari segi profesi, a. Mengarahkan manusia agar menjadi
teknik, dan perusahaan supaya dapat khalifah Tuhan di muka bumi dengan
menguasai profesi tertentu dan sebaik-baiknya, yaitu melaksanakan
keterampilan pekerjaan tertentu, agar tugas-tugas kemakmuran dan
dapat mencari rezeki dalam hidup, di mengolah bumi sesuai kehendak
samping memelihara dari segi Tuhan;
kerohanian atau keagamaan.53 b. Mengarahkan manusia agar seluruh
tugas kekhalifahannya di muka bumi
Muhaimin dan Abdullah Mujib dilaskanakan dalam rangka beribadah
menyatakan bahwa perumusan tujuan kepada Allah, sehingga tugas tersebut
pendidikan Islam itu harus berorientasi pada terasa ringan dilaksanakan;

Filsafat Pendidikan Islam (Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang, 54Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran

1983), h. 416. Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar


53Lihat Omar Mohammad al-Toumy al- Operasionalnya (Cet. I; Bandung: Trigenda Karya, 1993),
Syaibani, Filsafat al-Tarbiyah al-Islamiyah…, h. 416-417. h. 153-154.
20
ISTIQRA’ Vol 7 No 2 Maret 2020
Abdul Halik : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

c. Mengarahkan manusia agar berakhlak a. Ibadah mendidik diri untuk selalu


mulia, sehingga ia tidak berkesadaran berpikir;
menyalahgunakan fungsi b. Ibadah menanamkan hubungan
kekhalifahannya; jamaah muslim;
d. Membina dan mengarahkan potensi c. Menanamkan kemuliaan diri;
akal, jiwa dan jasmaninya, sehingga ia d. Mendidik keutuhan selaku umat
memiliki ilmu, akhlak, dan Islam yang berserah diri kepada
keterampilan. Semua ini dapat Allah;
digunakan guna mendukung tugas e. Keutamaan mendidik;
pengabdian dan kekhalifahannya; dan f. Membekali manusia dengan kekuatan
e. Mengarahkan manusia agar dapat rohaniah;
mencapai kebahagiaan di dunia dan g. Memperbaharui dengan taubat.57
akhirat.55 Aksiologi pendidikan Islam lebih
Semakin jelas bahwa tujuan mengarah kepada orientasi, tujuan, dan nilai
pendidikan Islam bukan saja diarahkan pendidikan Islam. Islam mengajarkan tujuan
menjadi mansuia dalam bentuk mengamalkan hidup manusia untuk beribadah, menjalankan
ajaran beragama dan berakhlak mulia, tugas sebagai abid dan sekaligus sebagai
melainkan juga mampu mengembangkan khalifah fil ardh. Kedua tugas utama manusia
seluruh potensi yang dimilikinya terutama tersebut dapat terealisasi dengan optimal
aspek fisik, psikis, intelektual, kepribadian, apabila pendidikan Islam dapat mengambil
dan social sesuai dengan tuntutan dalam peran yang efektif. Kedua tugas utama
menjadikannya mampu menunaikan tugas tersebut dapat terealisasi apabila pendidikan
sebagai khalifah dan insan yang mengabdi Islam mensinergikan program-program
kepada Allah Swt. pendidikan Islam yang dimaksud. Oleh
Karena tujuan yang telah karena itu, pendidikan Islam dalam dimensi
dikemukakan itu, dapat dikatakan bahwa aksiologi mengantarkan peserta didik agar
tujuan pendidikan Islam mengarah kepada dapat menjalankan kehidupan yang lebih baik
tujuan hidup manusia ialah beribadah kepada dan bahagia, baik kehidupan di dunia
Allah. Abdul Fatah Jalal menjelaskan, ibadah maupun di akhirat.
itu mencakup segala amal, pikiran atau
perasaan manusia, selama semua itu PENUTUP
dihadapkan kepada Allah Swt., dia 1. Dalam ajaran Islam realitas tidak
menambahkan, bahwa ibadah adalah jalan hanya terbatas pada yang lahiriah
hidup yang mencakup seluruh aspek dalam bentuk alam nyata, melainkan
kehidupan serta segala yang dilakukan menyangkut realitas yang gaib.
manusia berupa perkataaan, perbuatan, Realitas yang lahiriah dan yang gaib
perasaan bahkan seluruh perilaku yang itu berawal dari yang tunggal, yakni
dikaitkan dengan Allah Swt.56 Allah Swt. Dalam pemahaman seperti
Ibadah kepada Allah dalam arti luas ini maka dapat dikatakan objek
mempunyai dampak edukatif yang sangat pendidikan Islam itu tidak hanya
signifikansi dalam membentuk insan yang terbatas pada alam fisik (alam dan
bertaqwa (muttaqin). Dampak edukatif dari manusia), melainkan menyangkut
ibadah, di antaranya: transenden (Tuhan dan makhluk
gaib). Berbicara seputar Tuhan, alam,
55Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, dan manusia dalam keterkaitan denga
Jilid I (Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.
53-54. 57Abd. Rahman al-Nahlawi, Us}u>l al-
56Abdul Fatah Jalal, Min Us}u>l al-Tarbiyah fi Tarbiyah al-Isla>miyyah wa Asalibuha, terj. Henry Nur
al-Isla>m, terj. Henry Nur Ali, Azas-azas Pendidikan Ali, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidkan Islam (Cet. I;
Islam (Cet. I; Bandung: Diponegoro, 1988), h. 123-124. Bandung: Diponegoro, 1989).
21
ISTIQRA’ Vol 7 No 2 Maret 2020
Abdul Halik : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

ontology pendidikan Islam tidak menjadi esensi aksiologi pendidikan


terlepas dari kajian teologi, Islam.
kosmologi, dan antropologi. Objek
kajian di atas menjadi esensi dari DAFTAR PUSTAKA
aspek ontology pendidikan Islam.
2. Dalam konsep epistemology Islam Abdullah, Abd. Rahman.Aktualisasi Konsep
yang berdimensi Tauhid, tercermin Dasar Pendidikan Islam. Cet. I;
pada pandangan bahwa ilmu-ilmu Yogyakarta: UII Press, 2002.
pada hakekatnya merupakan Ahmad, Mudlor. Ilmu Dan Keinginan Tabu
perpanjangan dari ayat-ayat Allah (Epistemologi Dalam Filsafat)Bandung:
yang terkandung dalam semua Trigenda Karya. 1994.
ciptaan-Nya, serta ayat-ayat Allah Aplikasi Software hadis sembilan imam
yang tersurat dalam al-Qur’an. Ilmu Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi
dibangun atas dasar kemampuan Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta:
membaca dan mengenal ayat-ayat, Ciputat Pers, 2002.
baik ayat kauniyah (alam dan manusia) Ashraf, Ali. Horison baru pendidikan Islam, terj.
maupun ayat qauliyah. Ketika Sori Siregar. Jakarta: Pustaka Firdaus,
seseorang ingin menyingkap rahasia 1996.
Tuhan lewat ayat-ayat kauniyah maka Asy’arie, Musa. Filsafat Islam tentang
lahirlah berbagai disiplin ilmu eksakta Kebudayaan. Cet. I; Yogyakarta:
dan ilmu social. Ketika seseorang LESFI, 1999.
ingin menyingkap rahasia Tuhan Das, Siti Wardah Hanafie. "The Character
lewat ayat-ayat qauliyah maka lahirlah Education of Early Childhood: Brain-
ilmu-ilmu agama. Proses asal mula Based Teaching Approach." 2018 3rd
dan pengembangannya merupakan International Conference on Education,
deskripsi epistemology pendidikan Sports, Arts and Management Engineering
Islam. (ICESAME 2018). Atlantis Press,
3. Tujuan pendidikan termasuk masalah 2018.
sentral dalam pendidikan, sebab tanpa Habib, “Pengantar Editor”, dalam Mahmud
perumusan tujuan pendidikan yang Arif, Involusi Pendidikan Islam.
baik, maka perbuatan mendidik bisa Yogyakarta: IDEA PRESS, 2006.
menjadi tidak jelas tanpa arah dan Halik, Abdul, and Juliadi Juliadi. "PAI
bahkan bisa tersesat atau salah Learning Design Based on 2013
langkah. Semakin jelas bahwa tujuan Curriculum and Implications for
pendidikan Islam bukan saja Learning Motivation of Students in
diarahkan menjadi manusia dalam State Senior High School 10 of
bentuk mengamalkan ajaran Enrekang." International Conference on
beragama dan berakhlak mulia, Natural and Social Sciences (ICONSS)
melainkan juga mampu Proceeding Series. 2019.
mengembangkan seluruh potensi Halik, Abdul, Zulfianah Zulfianah, and Muh
yang dimilikinya terutama aspek fisik, Naim. "Strategies of Islamic
psikis, intelektual, kepribadian dan Education Teachers to Increase
social sesuai dengan tuntutan Students’ Interest In Learning and
kehidupan, perkembangan masyarakat Practicing in State Junior High School
serta harapan ajaran Islam itu sendiri, Lanrisang (SMPN) 1 Lanrisang,
terutama dalam menjadikannya Pinrang." MADANIA: Jurnal Kajian
mampu menunaikan tugas sebagai Keislaman 22.2 (2018): 253-264.
khalifah, dan insan yang mengabdi
kepada Allah Swt. Hal inilah yang
22
ISTIQRA’ Vol 7 No 2 Maret 2020
Abdul Halik : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

Halik, Abdul. "Dialektika Filsafat Pendidikan Muhajir, Noeng. Filsafat Ilmu, Positivisme, Post
Islam." Istiqra: Jurnal Pendidikan dan Positivisme, dan Post Modernisme.
Pemikiran Islam 1.1 (2013). Yogyakarta: Rakersan, 2000.
Halik, Abdul. "Paradigm of Islamic Muhmidayeli. Filsafat Pendidikan. Bandung:
Education in the Future: The Refika Aditama, 2011.
Integration of Islamic Boarding Mustansyir, Rizal. dan Misnal Munir. Filsafat
School and Favorite Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
School." Information Management and 2001.
Business Review 8.4 (2016): 24-32. Nahlawi, Abd. Rahman al-. Us}u>l al-
Halik, Abdul. "Paradigma Pendidikan Islam Tarbiyah al-Islamiyyah wa Asalibuha,
dalam Transformasi Sistem terj. Henry Nur Ali, Prinsip-prinsip dan
Kepercayaan Tradisional." AL- Metode Pendidkan Islam. Cet. I;
ISHLAH: Jurnal Pendidikan Islam 14.2 Bandung: Diponegoro, 1989.
(2016). Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam I, Jilid
Hanafie, St Wardah, et al. "Problems of I. Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
Educators and Students in Learning 1997.
Islamic Religious Education at MTs Nuryanto, M. Agus. “Isu-Isu Kritis dalam
Pondok Darren Modern Darul Falah, Pendidikan Islam” dalam Nizar Ali &
Enrekang District." Al-Ulum 19.2 Sumedi (ed), Antologi pendidikn Islam.
(2019): 360-386. Yogyakarta: PPS UIN Suka, 2010.
Hidayat, Anwar. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu: Qomar, Mujamil.Epistemologi Pendidikan Islam:
Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi, (7 dari Metode Rasional Hingga Metode
Januari Kritik. Jakarta: Erlangga, 2005.
2014), https://plus.google.com/1112 Soyomukti, Nuraini.Pengantar Filsafat Umum.
76199303520579310, diakses pada Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
tanggal 9 Oktober 2015 Surajiyo. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta:
Idi, Jalaluddin Abdullah.Filsafat Pendidikan. Bumi Aksara, 2005.
Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997. Suriasumantri (ed), Jujun S. Ilmu Dalam
Ihsan, Fuad. Filsafat Ilmu. Jakarta, PT Rineka Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan
Cipta: 2010. Tentang Hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan
Jalal, Abdul Fatah. Min Us}u>l al-Tarbiyah fi Obor Indonesia, 2006.
al-Isla>m, terj. Henry Nur Ali, Azas- Susanto, A. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam
azas Pendidikan Islam. Cet. I; Bandung: Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan
Diponegoro, 1988. Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Jalaluddin. Filsafat Pendidikan Islam:Telaah Syaibani, Omar Mohammad al-Toumy al-.
sejarah dan pemikirannya. Jakarta: Filsafat al-Tarbiyah al-Islamiyah, Terj.
Kalam Mulia, 2011. Hasan Langgulung, Filsafat Pendidikan
Margono. Soejono Soe. Pengantar Filsafat Islam. Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang,
Louis O.Kattsoff. Yogyakarta: Tiara 1983.
Wacana Yogya, 1986. Syaifuddin, Roziq. “Epistemologi Pendidikan
Muhaimin dan Abdul Mujib. Pemikiran Islam dalam Kacamata Al-Ghazali dan
Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Fazlur Rahman”, Jurnal Episteme, Vol.
Kerangka Dasar Operasionalnya. Cet. I; 8, No. 2 Desember 2013
Bandung: Trigenda Karya, 1993. Syam, Nina W. Filsafat Sebagai Akar Ilmu
Muhaimin. Nuansa Baru Pendidikan Islam: Komunikasi. Bandung: Simbiosa
Mengurai Benang Kusut Dunia Rekatama, 2010.
Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Raja Tafsir, Ahmad. Epistemologi Untuk Ilmu
Grafindo Persada, 2006. Pendidikan Islam. Cet. I; Bandung:
Sunan Gunung Jati, 1995.
23
ISTIQRA’ Vol 7 No 2 Maret 2020
Abdul Halik : Ilmu Pendidikan Islam: Perspektif Ontologi, Epistemologi, Aksiologi

Tafsir, Ahmad.Filsafat Umum. Bandung:


Remaja Rosdakarya, 2003.

24
ISTIQRA’ Vol 7 No 2 Maret 2020

Anda mungkin juga menyukai