Anda di halaman 1dari 3

Analisis Lafadz (Tidur) dalam Al-Qur’an

Oleh: Siti Nur Lailatul Azizah (21102030)


Al-Qur’an sebagai penyempurna kitab-kitab terdahulu yang mengandung pedoman
hidup bagi seluruh umat manusia. Salah satu hal yang membedakan Al-Qur’an dengan kitab
atau buku lainnya ialah metode pengungkapan maknanya yang bersifat universal. Bahkan,
kerapkali memunculkan permasalahan dalam prinsip-prinsip pokok saja. Kemudian, seiring
dengan perkembangan zaman, maka muncullah perkembangan ilmu pengetahuan, salah satu
diantaranya seperti metode semantik yang menggunakan kajian kontekstual. Maka, disini yang
penulis ingin sedikit kaji yaitu makna “Tidur” dalam Al-Qur’an.

Di dalam Al-Qur’an sendiri, ada beberapa lafadz yang merujuk pada makna tidur,
diantara seperti lafadz sinah, naum, ruqud, nu’as, huju’, dan qailulah.

Pertama, pada lafadz sinah (ngantuk) ada hanya ada satu tempat di QS. Al-Baqarah:
255. Sedangkan lafadz naum (tidur) ada tiga tempat yaitu QS. Al-Baqarah: 255, Q.S. Al-
Furqan: 47, dan Q.S. An-Naba’:9. Namun, disini penulis hanya mengkhususkan satu ayat Al-
Qur’an yang menggunakan lafadz sinah (ngantuk) dan naum (tidur), sebagaimana dalam
firman-Nya:

Makna: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup
kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur”. (QS. Al-
Baqarah: 255)

Pada lafadz sinah yang berarti ngantuk, merupakan gambaran dari sifat manusia yang
tidak bisa menghindar darinya. Sedangkan Allah Swt. senantiasa berjaga setiap waktu dan jauh
dari sifat ngantuk. Adapun orang yang dalam keadaan mengantuk otomatis dia akan hilang
kesadaran, sedangkan jika dibandingkan dengan Allah Swt. yang selalu memelihara dan
mengurus makhluknya dengan baik, jauh dari sifat lalai dan hilang kesadaran. Nah, dari sifat
ngantuk dapat kita pahami bahwa sifat itu tidak mungkin disandarkan pada Allah Swt., karena
Allah Swt. tidak pernah tidur, sedangkan rasa ngantuk sendiri merupakan permulaan dari tidur.

Kedua, lafadz nu’as terdapat pada dua tempat yaitu Q.S. Ali ‘Imran: 154 dan Q.S. Al-
Anfal: 11. Keduanya sama-sama merujuk pada makna awal dimulanya tidur, salah satunya
terdapat dalam firman Allah Swt.:

﴾١١﴿
Makna: “(ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu
penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk
mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan
syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu). (QS.
Al-Anfal: 11)

Lafadz nu’as bermakna kantuk, yang dimaksudkan kantuk disini adalah sebuah
keadaan yang sulit dihentikan dan tidak mungkin bisa terjadi atas kehendak manusia. Seperti
halnya pada konteks ayat tersebut, bahwa rasa kantuk ialah bentuk sebuah penentraman dari
Allah Swt. untuk kaum muslimin. Sebab jikalau perasaan batin, risau atau takut maka rasa
kantuk akan menjauh darinya.

Ketiga, lafadz huju’ hanya terdapat pada satu tempat yaitu Q.S. Adz-Dzariyat yang
menunjukkan arti tidur di sebagian waktu malam. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah
Swt.:

Makna: “di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam”. (QS. Ad-Dzariyat: 17)

Dalam ayat tersebut, Allah telah menggambarkan tentang sifat orang-orang bertaqwa,
seperti pada lafadz yahja’una yang maknanya sedikit tidur di waktu malam, karena mereka
mengisi waktu mereka dengan shalat tahajud.

Keempat, lafadz ruqud terdapat pada satu tempat yaitu Q.S. Al-Kahfi: 18 yang
bermakna tidur panjang, seperti dalam Al-Qur’an:

ۚ ۚ

Makna: “dan kamu mengira mereka itu bangun, Padahal mereka tidur; dan Kami
balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri. (QS. Al-Kahfi: 18)

Adapun dalam ayat tersebut, mengkisahkan tentang pemuda ashabul kahfi, pada saat
posisi mereka sedang tidur. Lafadz ruqud tersebut, menunjukkan makna tidur yang panjang.
Ternyata, fakta dari tidur yang panjang yang dimaksud bisa dipahami dengan informasi yang
datang setelahnya. Yakni Allah Swt. membolak-balikkan tubuh mereka ke arah kanan dan kiri,
supaya angin dan matahari bisa menyinari tubuh mereka, sehingga tubuh mereka tidak rusak
atas pengaruh tanah. Perihal ini telah ditegaskan dengan konteks situasi, bahwa lafadz ruqud
tersebut bermakna tidur dengan masa yang panjang.

Kelima, lafadz qailulah hanya ada pada satu tempat yaitu QS. Al-A’raf: 4 yang
menunjukkan makna tidur pada waktu siang, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
Makna: “betapa banyaknya negeri yang telah Kami binasakan, Maka datanglah
siksaan Kami (menimpa penduduk)nya di waktu mereka berada di malam hari, atau di waktu
mereka beristirahat di tengah hari”. (QS. Al-A’raf: 4)

Pada kata qailuna berasal dari kata qailulah, yakni waktu antara tengah hari dan waktu
asar. Umumnya, waktu-waktu tersebut digunakan umat manusia untuk beristirahat. Sedangkan,
dalam konteks ayat ini, seakan-akan Allah hendak menjelaskan bahwa siksa atau kebinasaan
bisa datang tanpa dugaan, karena jika siksa atau kebinasaan itu terduga, maka mereka tidak
akan tidur, baik di waktu malam ataupun siang.

Demikian, pandangan Al-Qur’an yang menjelaskan tentang makna tidur dengan


berbagai lafadz dan konteks yang berbeda. Hal ini membuktikan salah satu kemukjizatan Al-
Qur’an dari kacamata bahasa dan makna. Sesunguhnya masih banyak kemukjizatan dan
keindahan Al-Qur’an yang masih belum terungkap. Namun, tentunya diantara kalangan para
peneliti mereka banyak yang berlomba-lomba mengungkap mukjizat Al-Qur’an yang masih
tersirat lainnya.

Wallahu A’lam

Anda mungkin juga menyukai