BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan permasalahan atau topik yang akan dilaporkan dalam
penulisan tugas akhir berisi tentang konsep dasa rkecemasan (ansietas), konsep dasar
Craniotomy, dan konsep dasar teknik relaksasi benson, serta kuesioner HADS.
7
8
d) Panik
Individu yang mengalami panik sulit untuk memahami kejadian di
lingkungan sekitar dan kehilangan rangsangan pada kenyataan. Kebiasaan yang
muncul yaitu mondar-mandir, mengamuk, teriak, atau adanya penarikan dari
lingkungan sekitar. Adanya halusinasi dan persepsi sensorik yang palsu (melihat
seseorang atau objek yang tidak nyata). Tidak terkoordinasinya fisiologis dan
adanya gerakan impulsif. Pada tahap panik ini individu dapat mengalami
kelelahan.
80). ZSAS mempunyai nilai minimal 0 dan maksimal 80 (berat) (Kusumawati, Keliat
dan Nursasi, 2015).
B. Konsep Craniotomy
1. Definisi
Craniotomy adalah perbaikan pembedahan, reseksi, atau pengangkatan pertumbuhan
atau abnormalitas di dalam cranium, terdiri atas pengangkatan dan penggantian tulang
tengkorak untuk memberikan pencapaian pada struktur intracranial.(Satyanegara,2018).
Craniotomy adalah operasi pengangkatan sebagian tengkorak. Menurut Chesnut RM (2006),
Craniotomy adalah prosedur untuk menghapus luka di otak melalui lubang di tengkorak
(kranium). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
Craniotomy adalah operasi membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan
memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak
2. Etiologi
Etiologi yang pasti terjadi Craniotomy sampai saat ini belum diketahui.Walaupun
sudah banyak penelitian yang di lakukan. Adapun factor yang perlu di tinjau, Yaitu :
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu keluarga jarang di temukan kecuali pada meningioma,
astrocytoma, dan neurofibroma dapat di jumpai pada anggota anggota sekeluarga,
Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat di anggap sebagai
manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan factor familial yang jelas. Selain jenis
jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti bukti yang kuat untuk memikirkan adanya
factor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma
b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian
dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan
di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma,
teratoma intrakranial dan kordoma.
c. Substansi-substansi karsinogenik
14
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah
diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-
ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
3. Klasifikasi
Salah satu klasifikasi Craniotomy yaitu Orbitozygomatic Craniotomy.
Orbitozygomatic Craniotomy adalah salah satu tindakan operasi Neurosurgery yang
bertujuan untuk mengangkat tumor otak yang berada pada posisi yang sulit,
(Satyanegara, 2017). Kemudian menurut Satyanegara (2018), berdasarkan lokasi dan
luas tumor otak , tindakan Craniotomy dapat dikategorikan menjadi 4 jenis:
a. Extended Bifrontal Craniotomy yaitu insisi yang dilakukan dengan membuat
sayatan pada kulit belakang belakang hairline .
b. Minimally Invasive supra-orbital Craniotomy yaitu Insisi di lakukan dengan
membuat sayatan didalam alis .
c. Retro sigmoid Craniotomy yaitu insisi yang dilakukan dengan membuat sayatan
pada belakang telinga.
4. Manifestasi Klinis
Menurut (Briedite, et.al , 2014 dalam Tukan 2017)
1. Sakit kepala
2. Muntah proyektil
3. Perubahan mental
5. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologic progresif. Gangguan
neurologic pada tumor otak biasanya di anggap di sebabkan oleh dua faktor yaitu
gangguan fokal di sebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial. Gangguan
fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi
langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang di timbukan tumor yang bertumbuh
menyebabkan nekrosis pada jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat di
kacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai gejala perubahan kepekaan neuron di hubungkan
dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor
membentuk kista yang juga menekan parenkim otak dan sekitarnya sehingga
memperberat gangguan neurologist fokal.
Peningkatan tekanan intracranial dapat di akibatkan oleh beberapa faktor yaitu
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan
perubahan sirkulasi cairan serebrospinal. Beberapa tumor dapat menyebabkan
pendarahan. Obstruksi vena dan edema yang di sebabkan oleh kerusakan sawar darah
otak. Semuanya menimbulkan kenaikan volume intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan
cerebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid sehingga menimbulkan
hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak
berguna apabila tekanan intracranial timbuil cepat
16
6. Pathway
CRANIOTOMI
7. Komplikasi
a) Hemoragik
Keadaan hilangnya cairan dari pembuluh darah yang biasanya terjadi
dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak. Keadaan ini diklasifikasikan dalam
sejumlah cara yaitu, berdasarkan tipe pembuluh darah arterial, venus atau kapiler,
berdasarkan waktu sejak dilakukan pembedahan atau terjadi cidera primer, dalam
waktu 24 jam ketika tekanan darah naik reaksioner, sekitar 7-10 hari sesudah
kejadian dengan disertai sepsis sekunder, perdarahan bisa interna dan eksterna.
b) Hidrosefalus
Komplikasi Craniotomy yang lebih jarang terjadi tetapi membahayakan
jiwa adalah Hidrocefalus. Hidrosefalus terjadi karena adanya penumpukan cairan
di rongga dalam otak. Kelebihan cairan ini meningkatkan ukuran ventrikel dan
member tekanan kepada otak,
c) Infeksi
Infeksi oleh karena adanya mikroorganisme pathogen, antitoksinnya
didalam darah atau jaringan lain membentuk pus.
d) Gangguan perfusi jaringan
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan tromboplebitis,
tromboplebitisd biasanya timbul 7 – 14 hari post operasi. Bahaya besar
tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari pembuluh darah vena
dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru paru,hati dan otak
19
8. Penatalaksanaan medis
Ada dua hal yang harus di persiapkan pada pasien dengan prosedur ini menurut
Satyanegara (2015), yakni:
1. Persiapan Fisik
Sebelum di lakukan tindakan craniotomy penting sekali untuk mempersiapkan
kondisi klien,yang bertujuan untuk mengurangi resiko kecacatan atau kematian pada
pasien. Hal yang perlu di persiapkan adalah seperti status vital sign
pasien,electrocardiogram, rontgen thorax dan ct scan kepala.
2. Persiapan Psikologis
Sebelum di lakukan tindakan craniotomy perlu sekali untuk mengetahui tingkat
kecemasan pasien, karena apabila pasien cemas dapat mempengaruhi proses
hemodinaka pada pasein sehingga bisa mempengaruhi vital sign pasien.
20
Edukasi merupakan salah satu peran keperawatan yang penting. Edukasi akan
lebih baik di lakukan sejak 1 atau 2 hari sebelum pembedahan, karena pasien akan
dapat mempelajarinya dengan baik (Potter & Perry, 2015). Rasa cemas dan takut
adalah hambatan belajar, kedua emosi ini akan semakin meningkat jika waktu
pembedahan semakin dekat (Potter & Perry, 2015). Beberapa ahli telah melakukan
penelitian tentang edukasi preoperasi dengan variasi materi,metode, media maupun
waktu belajar.
Kecemasan dialami oleh seluruh pasien yang akan dilakukan tindakan operasi
sehingga selain terapi farmakologi, terapi non farmakologi juga diperlukan untuk
mengurangi tingkat kecemasan pasien pre operasi. Salah satu terapi non farmakologi
yang akan diterapkan antara lain yaitu Preoperatif Teaching menggunakan media
kartu. Anaesthesia Education Card merupakan pengembangan metode preoperatif
teaching, yang dapat memberikan informasi sehingga dapat membantu pasien
mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi. (Amanda, dkk 2017).
Kemudian hasil penelitian menurut Mary, dkk diperoleh nilai p-value pre post
Preoperatif teaching menggunakan kartu edukasi 0,005 (p < 0,05) hal ini menunjukan
bahwa secara statistik terdapat pengaruh tindakan preoperatif teaching menggunakan
media kartu terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amanda (2015) menunjukan bahwa
ada pengaruh yang signifikan penggunaan kartu edukasi terhadap tingkat kecemasan
pasien pre opersi p-value = 0,02 (p < 0,05) hal ini juga menunjukan bahwa secara
statistik terdapat pengaruh properatif teaching menggunakan media kartu terhadap
penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi