Anda di halaman 1dari 9

Formulasi Makanan

1. Pangan fungsional
Istilah pangan fungsional pertama kali diciptakan di Jepang pada tahun 1984, saat
pemerintah Jepang menginvestasikan Yen dalam jumlah yang besar, pangan fungsional
dikenal dengan FOSHU (Food for specified health used). The International Food
Information Council (IFIC) mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang
memberikan manfaat kesehatan di luar zat-zat dasar. Menurut konsensus pada The First
International Conference on East-West Perspective on Functional Foods tahun 1996,
pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat
memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi
yang terkandung di dalamnya. Dalam peraturan Badan POM No.HK.00.05.52.0685 tahun
2005 pasal 1 ayat 3 : Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu
atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi
fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Kalau
obat fungsinya terhadap penyakit bersifat kuratif, maka pangan fungsional hanya bersifat
membantu pencegahan suatu penyakit. Contoh : produk yang diperkaya kalsium dan
makanan yang ditingkatkan kandungan serat. Dalam peraturan Badan POM
No.HK.00.05.52.0685 tahun 2005 Pada pasal 5 merinci terdapat 14 kelompok kandungan
bioaktif dalam suatu bahan pangan sehingga dapat dikategorikan sebagai pangan
fungsional.
Para ilmuwan Jepang menekankan pada tiga fungsi dasar pangan fungsional, yaitu:
 sensory (warna dan penampilannya yang menarik dan cita rasanya yang enak)
 nutritional (bernilai gizi tinggi)
 Physiological (memberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan bagi tubuh).
Suatu produk agar dapat dikatakatan pangan fungsional yaitu bukan berbentuk kapsul,
tablet, atau bubuk, dapat dikonsumsi sbgai bagian dari diet atau menu sehari-hari, dan
mempunyai fungsi tertentu pada saat dicerna. Kategori pangan fungsional yaitu memliki
komponen bioaktif dan relative. Secara umum ada 5 kelompok besar kategori yaitu bahan
pangan yang kandungan nutrisi dasarnya dikurangi atau ditingkatkan, produk yang secara
alamiah tidak memiliki nutrisi tertentu lalu ditambahkan ke dalamnya, Produk berbahan
dasar susu difermentasi dengan probiotik yang diseleksi berdasarkan kemampuan
fungsionalnya untuk membantu proses pencernaan dan mencegah infeksi, Produk yang
secara khusus diformulasikan untuk kebutuhan tertentu misalnya minuman untuk
olahragawan, Bahan pangan yang mengandung bahan herbal untuk membantu mengatasi
beragam masalah kesehatan.
Substansi penting dalam pangan fungsional :
 Kesehatan gastrointestinal ( prebiotic, probiotik, simbotik dan serat)
 Kognitif dan penyakit neurodegenerative (flavonoid, omega-3 dan selenium)
 Kardiometabolic syndrome (polifenol dan serat)
 Kardiovaskuler (polifenol, omega-3 dan sterol)
 Pencegahan kanker (karotenoid organosulfur dan senyawa fenol)
Persepsi dan kebiasaan masyarakat dalam pemenuhan pangan fungsional :
 Permintaan konsumen yang beragam
 Prevalensi suatu penyakit
 Kenyamanan terhadap pangan tertentu
Pengembangan pengolahan produk pangan baru = ketersediaan bahan panga naman dan
sehat Keputusan konsumen dalam memilih produk pangan dan melibatkan bayak faktor
yaitu: Awareness + Attitude = pemilihan produk pangan. FBDGs (food based dietary
guidelines). Produk peternakan yang menjadi konsumsi utama adalah daging, susu dan telur,
memiliki kandungan gizi yang berpotensi untuk diolah menjadi pangan fungsional.
Teknologi dan modifikasi budidaya ternak :
 Karkas daging = Menurunkan kandungan lemak, kolesterol, kalori dan nitrat.
 Telur = meningkatkan kandungan omega-3
 Susu = menurunkan kadar laktosa

2. Metode Analisis Sensori


Pengujian dapat menggunakan 1 jenis atau penggabungan beberapa metode yg
dirancana sesuai tujuan. Dirancang berdasarkan sasaran konsumen dengan
memperhatikan: gender, usia, jumlah, dan frekuensi pemakaian. 3 jenis metode analisi
sensori (uji pembedaan/discriminative test, uji deskripsi/description test, uji
afeksi/affective test).
A. Uji pembedaan / descriminatif
uji yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
karakteristik/sifat sensori antara 2 atau lebih contoh/sampel. Digunakan untuk
menilai pengaruh perubahan proses produksi atau penggantian bahan dalam
pengolahan pangan.

Uji ini paling banyak digunakan :


 Uji perbandingan pasangan (paired comparison test)
 Uji segitiga (triangrel test)
 Uji duo trio
 Pembandingan antara banyak contoh serhadap control = multiple
omparison test
 Mengukur kesamaan atau tidak 2 pasang = uji pembanding ganda
(dual standar)
 Uji pembedaan relative mudah dilakukan = dilakukan oleh panelis
terlatih atau tidak. Dibutuhkan jumlah panelis yg banyak agar
kesimpulan akurat.
Berbagai jenis uji pembedaan telah dirancang berdasarkan tujuan yang
lebih spesifik sesuai dengan jumlah contoh, cara penyajian contoh, ada
atau tidaknya contoh baku dan analisis statistik untuk penarikan
kesimpulan.
a) Uji A – Bukan A (ransangan tunggal)
Dilakukan ketika tujuan pengujian : untuk mengetahui apakah ada
perbedaan sensori diantara 2 produk, khususnya apabila tidak
dimungkinkan adanya 3 kali penyajian/kondisi ketika uji segitiga/uji
duo trio tidak bisa digunakan. Efektif dilakukan pada situasi terdapat
pebedaan pada produk dan terdapat perbedaan secara keselurahan.
Contoh disajikan secara bergantia dan acak.
b) Uji perbandingan pasangan (paired comparison test)
Dilakukan untuk menilai ada atau tidaknya perbedaan antara 2 produk.
Dapat menggunakan contoh baku ataupun tidak, jumlah contoh pada
setiap penyajian terdiri dari 2 contoh atau 1 contoh uji dengan 1
contoh baku. contoh mana yang lebih keras atau contoh mana yg lebih
pahit. Jumlah panelis : minimal 20 org. Analisis : uji statistik one-
tailed paired-difference test.
c) Uji segitiga (triangle test)
Dilakukan utk mengetahui apakah ada perbedaan yang kecil diantara
2 produk yg telah diberi perlakuan tertentu = lebih peka dari uji
pasangan. Panelis disajikan 3 buah contoh, diberitahukan bahwa
terdapat 1 contoh yg berbeda dari 2 contoh yg lain. Jumlah panelis
dibagi 6 dengan minimal panelis sebanyak 18 org. Terdapat 2
pendekatan panelis untuk mendapatkan hasil uji : opsi harus memilih
(forced-choice) dan opsi boleh tidak memilih (no-perceivable-
difference). Panelis terlatih sehingga hasil akurat.
d) Uji duo-trio
Uji duo-trio mirip dengan uji segitiga. Panelis disajikan 3 contoh
dengan 1 contoh adalah contoh baku (A) dan 2 lainnya adalah contoh
yang akan diuji (X dan Y). Analisis : uji statistik one-tailed paired-
difference test.
e) Uji pembanding ganda (dual standard)
Uji pembedaan yg menggunakan 2 contoh baku. Menyerupai uji duo
trio yg menggunakan 1contoh baku.
f) Uji pembanding jamak (multiple comparison test)
Digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan diantara satu atau
lebih contoh dengan contoh baku dan untuk memperkirakan besarnya
perbedaan yang ada. Panelis disajikan 1 buah contoh baku sebagai
kontrol. Skala yg diterapkan mulai dari “tidak ada perbedaan” sampai
“amat sangat berbeda”. Analisis : ANOVA (Analysis of Variance).
g) Uji dua dari lima (two out of five test)
Contoh uji dengan contoh jamak (multiple sample) yg digunakan
untuk
menentukan perbedaan diantara 2 perlakuan. Prinsip : sama dengan uji
segitiga, hanya saja melibatkan 5 contoh dalam kombinasi 2+3,
sedangkan uji segitiga menggunakan 3 contoh dengan kombinasi 1+2.
Panelis : 20 org atau kelipatannya. Bertujuan : mengetahui apakah ada
perbedaan sensori diantara 2 contoh dan khususnya ketika jumlah
panelis sangat terbatas (misalnya 10 org).

Uji Dua dari Lima lebih tepat digunakan pada situasi :


 Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pada produk ketika
dilakukan perubahan bahan baku, proses, kemasan atau
metode penyimpanan
 mengetahui apakah terdapat perbedaan secara keseluruhan,
ketika tidak ditemukan atribut tertentu yang mengakibatkan
perbedaan tersebut.
 Untuk memilih dan memonitor kemampuan panelis dalam hal
membedakan atribut atau produk.
Analisis : Chi squared atau distribusi binomial.
h) Uji rangking
Uji dapat diterapkan untuk memecahkan permasalahan : keinginan
konsumen yang selalu menghendaki produk dengan mutu yang terbaik
harus dapat dipenuhi. Uji rangking : uji yg meminta panelis untuk
mengurutkan contoh yg telah diberi kode sesuai urutannya untuk suatu
atribut sensori tertentu. Misalnya atribut kekerasan, kemanisan atau
intensitas aroma. Batas maksimal yg dujikan dalam 1 waktu adalah 5-
7 contoh. Panelis minimal 30 org. Analisis : Friedman rank test.

B. Uji Afeksi
Metode yang digunakan untuk mengukur sikap subyektif konsumen terhadap
produk berdasarkan sifat-sifat sensori. Hasil yang diperoleh : penerimaan
(diterima atau ditolak), kesukaan (tingkat suka atau tidak suka) dan pilihan
(pilih satu dari yang lain) terhadap produk. Dalam uji afeksi : pilihan
(preferensi) tidak sama dengan penerimaan. 3 metode uji afeksi :
1) Monadic (semua contoh disajikan dalam 1 waktu)
2) Sequential monadic (contoh disajikan dalam rangkaian untuk diujikan
pada waktu yang sama)
3) Berpasangan (paired presentation) : contoh disajikan sebanyak 2 buah/
sepasang pada waktu yg sama.
Tujuan utama : mengetahui respon individu berupa penerimaan atau
kesukaan dari konsumen terhadap produk yang sudah ada, produk yang baru
ataupun karakteristik khusus dari produk yang diuji. Uji afeksi bersifat
kualitatif (untuk mengukur respon subjektif dari sebuah contoh oleh konsumen
sesuai karakteristik sensori produk) dan kuantitatif (untuk mengetahui respon
konsumen dalam sebuah kelompok besar (50-beberapa ratus org). uji kualitatif
moderator berinteraksi langsug dengan panelis. Uji kuantitatif berdasarkan
tugas utama uji. Uji afeksi terdiri dari uji penerimaan (acceptance test) dan uji
kesukaan (preference test).
a) Uji penerimaan
berkaitan penilaian seseorang/kesan akan suatu sifat atau kualitas
suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi (senang atau
tidaknya terhadap sifat sensori atau kualitas yg dinilai). Uji
penerimaan lebih subjektif daripada uji pembedaan. Uji penerimaan
tidak ada contoh pembanding/contoh baku. Tanggapan diberikan
segera dan secara spontan tidak boleh ditarik kembali. Tujuan uji
penerimaan : mengetahui suatu komoditas atau suatu sifat sensorik
tertentu apa dapat diterima masyarakat. Uji penerimaan :
 Uji kesukaan (uji hedonic)
Dilakukan apabila uji didesain untuk memilih satu produk di
antara produk lain secara langsung. Panelis harus memilih
satu pilihan diantara yg lain. Panelis mengemukakan
kesukaan/ketidaksukaan dengan tingkat kesukaannya yang
disebut skala Hedonik. Uji hedonik banyak digunakan untuk
menilai produk akhir. Data yg diperoleh dari hasil uji hedonik
biasanya dianalisis menggunakan ANOVA (Analysis of
Variance) dan jika ada perbedaan digunakan uji lanjut seperti
Duncan.
 Uji mutu hedonic
Berbeda dengan uji kesukaan, uji mutu hedonic tidak
menyatakan suka atau tidak suka melainkan menyatakan
kesan tentang baik atau buruk = kesan mutu hedonic. Mutu
hedonic bersifa spesifik (empuk, keras, pulen, keras) dan
bersifat umum (baik atau buruk).
 Uji mutu scalar
Skala hedonik pada uji mutu hedonik sesuai dengan tingkat
mutu hedonik. Jumlah tingkat skala juga bervariasi tergantung
dari rentangan mutu yang diinginkan dan sensitivitas antar
skala.

C. Analisis Sensori Deskriptif


Metode analisis sensori dimana atribut sensori suatu produk atau bahan
pangan diidentifikasi, dideskripsikan, dan dikuantifikasi dengan menggunakan
panelis yg dilatih khusus untuk tujuan. Jenis uji deskripsi sensori :
 Metode profil flavor
 Analisis atribut profil
 Analisis Deskripsi Kuantitatif (QDA)
 Analisis deskripsi spektrum
 Metode profil tekstur
Analisis deskriptif digunakan :
 Mendefinisikan sifat sensori dari suatu produk target dalam
pengembangan produk baru
 Mendefinisikan karakter dan spesifikasi dari kontrol atau standar
dalam penjaminan mutu (quality assurance), pengawasan
mutu/aplikasi dari hasil litbang (R&D)
 Dokumentasi atribut dari suatu produk sebelum uji penerimaan
konsumen guna membantu dalam pemilihan atribut yang akan
dimasukkan dalam kuesioner.
 Melacak perubahan sensori suatu produk dari waktu ke waktu guna
memahami problema selama masa simpan
 Pemetaan atribut yang diamati dengan tujuan menghubungkannya
dengan sifat-sifat instrumental, kimia dan fisika.

Metode kualitatif untuk pengembangan deskripsi sensori. Dalam memulai


pendekatan sistematik untuk meningkatkan daya terima konsumen terhadap
produk = penelitian kulitatif. Bentuk penelitian kualitatif :
 Grup focus : terdiri kelompok kecil 10-20 org
 Wawancara (inddepth interviews) : dilakukan secara satu persatu
(individual).
 Grup mini : terdiri 2-5 responden
 Grup maksi : terdiri 15-30 responden guna untuk rangkaian
pertanyaan yg lebih terstruktur dan bersifat segera dan fleksibel.
 Grup ganda dengan moderator (dual moderator groups) : terdiri 2
grup yaitu perwakilan klien / yg berasal dari R&D dan kelompok
konsumen.
 Grup responden plus klien : untuk memperoleh latar belakang dan
informasi lebih dalam (tingkah laku/kebiasaan dan perbendaharaan
kata-kata.

3. Nutrifikasi Pangan
Penambahan satu atau lebih zat gizi ke dalam produk pangan untuk menjaga
atau meningkatkan nilai gizi suatu produk pangan. Food fortification : trough the
addition of micronutrients to already consumed staple products. Tujuan nutrifikasi
yaitu Upaya untuk menghambat/ mengatasi masalah kekurangan gizi (nutritional
disorder), meningkatkan status gizi masyarakat atau populasi, dan sebagai kelebihan
produk. Jenis jenis nutrifikasi ialah restorasi, pengkayaan, standarisasi, substitusi, dan
fortifikasi.
1) Restorasi = Penambahan zat gizi ke dalam produk pangan untuk
mengembalikan suatu gizi tertentu ke jumlah / konsentrasi semula
(sebelum terjadi penurunan). Dilakukan untuk menggantikan zat gizi
yang hilang/rusak selama proses pengolahan. Ciri khas utama : Vit c
untuk jeruk, vit b untuk terigu, dan vit a untuk minyak sawit.
2) Pengkayaan = Penambahan zat gizi tertentu ke dalam produk pangan
untuk memenuhi standar identitas produk sesuai peraturan perundang-
undangan (FDA di Amerika dan BPOM di Indonesia). Susu
pertumbuhan 1 -3 tahun, harus memenuhi → energy 1000 Kkal,
Protein 25 g, Vitamin A 400 RE, Zat Besi 8 mg danYodium 90 mcg.
3) Standarisasi = Penambahan zat gizi tertentu ke dalam produk pangan
untuk mengurangi variasi komposisi gizi bahan baku (umumnya untuk
memenuhi standar / label yang ditentukan). Perbedaan kandungan gizi
bahan baku akibat varisai musim → sehingga tidak menghasilkan
kualitas produk yang sama/ standart. Untuk memenuhi “janji”yang
tertera pada kemasan produk → dilakukan penambahan nutrisi hingga
standar yang telah ditentukan.
4) Subsitusi = Penambahan zat gizi tertentu ke dalam produk pangan
yang dibuat menyerupai atau pengganti produk pangan yang asli.
Merupakan produk pangan “alternatif”. Zat gizi yang ditambahkan
biasanya merupakan zat“penciri” dari produk yang ditiru.
5) Fortifikasi = Penambahan satu atau lebih zat gizi ke dalam produk
pangan sehingga produk tersebut menjadi sumber yang baik bagi zat
gizi yang ditambahkan (umumnya target telah ditentukan). Umumnya
menyebabkan produk pangan menjadi “kaya” akan zat gizi tertentu
yang ditambahkan. Memiliki target pasar yang jelas → sebagai
“kelebihan” produk. Jenis fortifikasi : fortifikasi sukarela (voluntary),
fortifikasi wajib (mandated), fortifikasi sasaran khusus (targeted).

a. Fortifikasi sukarela (voluntary)


Diprakarsai oleh Industri pangan. Tujuan nilai tambah produk
pangan. Zat Gizi Mikro yg dipilih : sesuka produsen. Sasaran :
siapa yang mau dan dapat membeli produk tsb.
b. Fortifikasi wajib (mandated)
Diwajibkan oleh undang‐undang/peraturan pemerintah. Tujuan:
bagian dari program perbaikan Gizi masyarakat‐menanggulangi
masalah gizi masyarakat. Zat Gizi (Fortifikan) Yang dipilih
disesuaikan dengan Masalah Gizi Masyarakat yang ada
(Kurang Iodium, Vitamin A, Fe, Zn, Asam Folat). Komoditi :
Memenuhi Kriteria Forti Wajib. Prasyarat pilihan komiditi :
Dikonsumsi sebagian besar rakyat kaya, miskin, kota, desa dll.
Diproduksi oleh unit produksi yang terbatas jumlahnya.
Dibuktikan secara ilmiah (studi Efikasi) memperbaiki Status
gizi sasaran.
c. Fortifikasi sasaran khusus (targeted)
Makanan Pendamping ASI (MPASI) Untuk Balita (VIT.A, Fe,
Zn). Fortifikasi Rumahan (Home Fortification) – makanan
balita dengan “Taburia”– bubuk vitamin dan mineral
ditaburkan di makanan.

Komiditi yang memenuhi syarat waib nasional 2004-2015. Urutan prioritas :


1) Bumbu penyedap vetsin (untuk vit a) -1980an
2) Garam (untuk iodium) – 1994-sekarang
3) Tepung terigu (fe, zn, asam folat, vit b1, vit b2)
4) Minyak goreng sait (vit a)
5) Beras (targeted-miskin, dengan fe, zn, asam folat, vit b1,b2)

Prinsip nutrifikasi : aman, efektif, menguntungkan, dapat memperbaiki status gizi,


regulasi pangan yang berlaku (BPOM).
i. Participal of nutrification by codex (1994)
Dalam jumlah yang“cukup” → tidak lebih tidak kurang → penambahannya harus
sesuai dengan tujuan nutrifikasi. Tidak menyebabkan efek merugikan terhadap
metabolism zat gizi yang lain. Zat gizi yang ditambahkan harus cukup stabil. Zat gizi
yang ditambahkan memiliki ketersediaan yang tinggi. Tidak merubah karakteristik
produk. Fasilitas nutrifikasi tersedia → menjadi pertimbangan pada biaya produksi.
ii. Pedoman nutrifikasi
Zat gizi yang ditambahkan adalah zat gizi yang tidak cukup dikonsumsi oleh Sebagian
populasi masyarakat, Produk yang difortifikasi dikonsumsi oleh sebagian besar
masyarakat, Kelebihan asupan zat gizi tersebut tidak menyebabkan dampak negative,
Mempertimbangkan biaya produksi → harga produk tetap terjangkau.
Zat gizi yang ditambahkan : vitamin, mineral, asam amino, serat pangan dan prebiotic, asam
lemak, kholin, L-karatin. Nutrition needed : reseferensi kebutuhan gizi yaitu RDA
(recommended daily allowances) dan AKG (angka kecukupan gizi).

Nutrition stability = Zat gizi yang ditambahkan pada proses nutrifikasi harus bersifat
STABIL dengan tujuan penambahan yang dilakukan tidak berbeda jauh dengan kadar
yang diinginkan pada produk akhir. Beberapa kondisi yang dapat merusak nutrifikan :
panas, Cahaya, oksidasi, perubahan ph, dan berinteraksi dengan komponen lain. Vitamin
dapat dipengaruhi oleh oksigen, kelembapan, panas, asam, agen redoks, dan cahaya.
Teknologi ada untuk mencegah kerugian, tetapi kerugian tidak dapat sepenuhnya
dihindari, untuk memastikan bahwa makanan tersebut mengandung tingkat vitamin yang
dinyatakan saat dicerna.
Microencapsulation = Teknik ini memungkinakan nutrifikan (vitamin, mineral,dll.)
terlindung dari kerusakan kimiawi karena tersalut oleh enkapsulan yang berukuran
mikron.
Liposom = Nutrifikan dibuat dalam bentuk emulsi. Cocok untuk produk yang bersifat cair
karena liposom juga cair,sehingga mampu terdispersi dengan baik. Contoh
penambahanVitaminA dan D ke dalam susu.

Anda mungkin juga menyukai