Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM ORGANOLEPTIK

EVALUASI SENSORIS
Pembedaan Pasangan

DISUSUN OLEH:
Ajeng Kurniawati 5515161251
Annisa Rachmawati 5515162268
Dina Amalia 5515160229
Gita Astika 5515160441
Irwan 5515162320
Nathania Melati 5515161399
Nur Fitri M. 5515162296
Sarah Azhari H. 5515160884

PENDIDIKAN VOKASI SENI DAN KULINER


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk melakukan suatu penilaian pada pengujian inderawi diperlukan panel yang
harus bertindak sebagai instrumen atau alat. Pengujian ini biasa dilakukan oleh para expert
(orang yang memiliki kemampuan khusus dalam indera perasa). Namun, dengan
mempelajari prinsip-prinsip yang dipakai dalam penilaian, mengatur suasana lingkungan
dan persyaratan lain yang diperlukan, saat ini pengujian dengan indera mulai
dikembangkan, dibakukan dan diterapkan sehingga kedudukan seorang expert dapat
digantikan oleh sekelompok penguji (panel). Orang yang menjadi anggota panel disebut
panelis.
Dalam pengujian yang cenderung kepenentuan mutu dan pengujian bersifat
deskriptif, seleksi panelis perlu dilakukan. Seleksi ini diperlukan karena jarang seorang
yang ahli dalam menilai mutu bermacam-macam bahan pangan. Panelis dapat dipilih dari
orang-orang yang dianggap mampu dan tersedia di industri/laboratorium yang
bersangkutan sebagai bagian dari tugasnya sehari-hari kecuali mereka yang terlibat secara
langsung pada objek yang diuji, seperti orang yang selalu menyajikan sampel dan lain-
lain. Dalam pengujian yang cenderung kepenentuan mutu dan pengujian bersifat
deskriptif, seleksi panelis perlu dilakukan. Seleksi ini diperlukan karena jarang seorang
yang ahli dalam menilai mutu bermacam-macam bahan pangan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mendeteksi adanya sampel yang
berbeda.
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah konsumen atau panelis dapat mendeteksi
adanya sampel yang berbeda.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 UJI PEMBEDAAN PASANGAN


Uji diskriminatif (pembedaan) terdiri atas dua jenis, yaitu uji difference
test (uji pembedaan) yang dimaksudkan untuk melihat secara statistik
adanya perbedaan diantara contoh dan sensitifity test, yang mengukur
kemampuan panelis untuk mendeteksi suatu sifat sensori. Diantara uji
pembedaan adalah uji perbandingan pasangan (paired comparation test)
dimana para panelis diminta untuk menyatakan apakah ada perbedaan
antara dua contoh yang disajikan; dan uji duo-trio (duo-trio test) dimana
ada 3 jenis contoh (dua sama, satu berbeda) disajikan dan para penelis
diminta untuk memilih contoh yang sama dengan standar. Uji lainnya
adalah uji segitiga (traingle test), yang sama seperti uji duo-trio tetapi tidak
ada standar yang telah ditentukan dan panelis harus memilih satu produk
yang berbada. Berikutnya adalah uji rangking (ranking test) yang meminta
para panelis untuk merangking sampel-sampel berkode sesuai urutannya
untuk suatu sifat sensori tertentu. (Anonim, 2006)
Pengujian pembedaan digunakan untuk menetapkan apakah ada
perbedaan sifat sensorik atau organoleptik antara dua sampel. Meskipun
dapat saja disajikan sejumlah sampel, tetapi selalu ada dua sampel yang
dipertentangkan. Uji ini juga dipergunakan untuk menilai pengaruh
beberapa macam perlakuan modifikasi proses atau bahan dalam
pengolahan pangan suatu industri, atau untuk mengetahui adanya
perbedaan atau persamaan antara dua produk dari komoditi yang sama.
Jadi agar efektif sifat atau kriteria yang diujikan harus jelas dan dipahami
panelis. Keunggulan (reliabilitas) dari uji pembedaan ini tergantung dari
pengenalan sifat mutu yang diinginkan, tingkat latihan panelis dan
kepekaan masing-masing panelis (Susiwi S, 2009).
Menurut Soekarto (1985), jumlah anggota panelis mempengaruhi
derajat keandalan hasil pengujian. Meskipun demikian uji pembedaan
yang dilakukan secara saksama dengan menggunakan panelis yang
terlatih akan memberikan hasil pembedaan yang jauh lebih baik daripada
yang dilakukan tanpa menggunakan panelis terlatih meskipun dengan
anggota panelis yang besar jumlahnya. Uji pembedaan biasanya
menggunakan anggota panelis yang ber jumlah 15-30 orang yang terlatih.

2
Dengan panelis demikian biaya penyelenggaraan lebih kecil dan hasil
pengujiannya cukup peka. Sedangkan kelemahannya ialah bahwa hasil
pengujiannya tidak dapat memberi petunjuk apakah perbedaan itu
dikehendaki atau tidak.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi penilaian. Faktor yang
mempengaruhi ada dua, yaitu internal dan eksternal. Faktor eksternal
adalah faktor luar yang mempengaruhi proses inderawi. Faktor internal
yaitu kondisi kesehatan serta kondisi kejiwaan panelis dapat
mempengaruhi proses pengukuran sifat inderawi. Faktor eksternal disini
bisa saat pengujian, ruangan kurang kondusif dan bising. Untuk faktor
internal misalnya sakit. Saat sakit maka organ indera kita tidak bekerja
secara efektif. Rasa yang dihasilkan saat seseorang sakit akan berbeda
jika orang itu sehat. Sensitifitas panelis yang berbeda juga mempengaruhi
penilaian (Lawless, 1999).

Uji pembedaan pasangan juga disebut paired comparison, paired test


atau dual corn paration. Ada dua cara uji pasangan yaitu dengan dan
tanpa bahan pembanding (reference). Dari dua contoh yang disajikan
yang satu dapat merupakan bahan pembanding atau sebagai kontrol
sedangkan yang lain sebagai yang dibandingkan, dinilai atau yang diuji.
Ini dilakukan misalnya membandingkan hasil cara pengolahan lama
sebagai contoh baku atau pembanding dan hasil cara pengolahan baru
yang dibandingkan atau dinilai. Dalam uji pasangan, pengujian dapat
dianggap cukup jika panelis telah dapat menyatakan ada atau tidak
adanya perbedaan. Karena hanya dua contoh yang disajikan bersama-
sama maka change of probability dari masing-masing contoh untuk dipilih
adalah ½ atau 50%. Kesimpulan tidak dapat diambil jika panelisnya
sedikit. Jumlah panelis yang dibutuhkan biasanya diatas 10 orang
(Soekarto,1985).

2.2 PANELIS
Untuk pengujian segitiga, panelis yang cocok adalah, sebagai berikut:
1. Panel Perseorangan
Penel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi
yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan
sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai

3
metode-metode analisis organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis
ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien.
2. Panel Terbatas
Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih dapat
dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan
mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.
3. Panel Terlatih
Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi
panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai
beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.
4. Panel Agak Terlatih
Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat
tertentu.

2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUJIAN ORGANOLEPTIK


Urutan penyajian contoh juga dapat mempengaruhi penilaian panelis terhadap contoh.
Dalam uji organoleptik dikenal beberapa pengaruh pengujian seperti tersebut di bawah ini.
a. Adaptasi
Adaptasi adalah perubahan terhadap rangsangan yang diterima seseorang. Pada uji
oraganoleptik, adaptasi dapat memberikan pengaruh yang nyata bagi panelis dalam menilai
intensitas suatu atribut. Sebagai contoh : panelis yang baru mengkonsumsi makanan dengan
rasa manis (kondisi B) cenderung memberikan penilaian kurang manis untuk produk
berikutnya dibandingkan jika panelis sebelumnya diberikan produk dengan rasa
netral/tawar (kondisi B)
b. Expectation error
Terjadi karena panelis telah menerima informasi tentang pengujian. Oleh karena itu
sebaiknya panel tidak diberikan informasi yang mendetail tentang pengujian dan sampel
diberi kode 3 digit agar tidak dapat dikenali oleh panelis.
c. Error of habituation
Ekspos terhadap sampel yang sama dan jangka waktu yang lama, misalnya pada staf quality
control yang harus melakukan pengujian terhadap sampel yang sama dari hari ke hari.
Kesalahan ini dihasilkan dari adanya kecenderungan panelis untuk terus memberikan
respon yang sama ketika panelis diberikan sampel yang sama dalam jangka waktu yang
lama.
4
d. Stimulus error
Terjadi karena penampakan sampel yang tidak seragam sehingga panel ragu-ragu dalam
memberikan penilaian.
e. Logical error
Mirip dengan stimulus error, di mana panelis memberikan penilaiannya berdasarkan
karakteristik tertentu menurut logikanya. Karakteristik tersebut akan berhubungan dengan
karakteristik lainnya.
f. Contrast effect
Kesalahan ini terjadi karena urutan penyajian yang ekstrim, yaitu menyajikan sampel yang
berkualitas terbaik atau intensitas tertinggi selanjutnya disajikan sampel dengan kualitas
terjelek atau intensitas terendah atau sebalinya. Dengan demikian skor yang diberikan akan
terlalu rendah atau terlalu tinggi
g. Error of central tendency
Sampel yang diletakkan di tengah cenderung lebih disukai dibandingkan sampel lain yang
di kedua sisinya, misalnya pada uji segitiga, sampel berbeda cenderung lebih sering
dideteksi sebagai sampel yang berada di posisi tengah.
h. Pattern Effect
Panelis cenderung untuk menggunakan tanda-tanda yang terlihat berbeda dalam urutan
penyajian. Tanda-tanda yang terlihat seperti ukuran sampel yang tidak seragam, jumlah
sampel yang tidak sama, warna yang berbeda akan memepengaruhi hasil penilaian oleh
panelis.
i. Mutual Sugestion
Respons dari seorang panelis akan mempengaruhi panelis lainnya. Oleh karena itu,
pengujian dilakukan secara individual. Oleh karena itu panelis dipisahkan dalam bilik
individual untuk menghindari terlihatnya ekspreasi wajah panelis lain. Reaksi vokal juga
tidak diperbolehkan selama pengujian. Area pengujian juga harus bebas dari suara,
gangguan dan terpisah dari ruang penyiapan
j. Time error/Posisi bias
Dalam beberapa uji terutama uji segitiga. Gejala ini terjadi akibat kecilnya perbedaan
antarsampel sehingga panelis cenderung memilih sampel yang di tengah sebagai sampel
paling berbeda.

5
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat
- Sendok kecil
- Piring kertas
- Label
- Alat tulis
- Lembar kerja

3.2 Bahan
- Cracker munchy
- Cracker malkist
- Air minum

1
3.3 Prosedur Kerja

Dibuat dua sampel, satu sambel berisi cracker dengan merk


munchy, dan satu sampel lagi berisi crackers dengan merk

Diberikan kode tiga digit angka acak

Diletakkan pada piring kertas dan diberi label

Disiapkan sendok penyajian untuk membantu panelis dalam


penyicipan sampel

Penyajian sampel secara acak

Pencicipan oleh panelis dilakukan secara acak dari


kiri ke kanan

Sampel didiamkan di dalam mulut selama 3 detik


sebelum ditelan

Pencatatan respon rasa, jika terdeteksi sampel berbeda


maka diberi tanda 1, dan jika sama diberi tanda 0 pada
kuisioner yang tersedia

Diistirahatkan indera pencicip selama 30 detik


sebelum melakukan pengujian sampel berikutnya

Pengolahan data

2
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Bahan yang digunakan untuk uji pasangan adalah sirup. Hasil pratikum untuk uji
pasangan
dapat dilihat pada Tabel 1, sebagai berikut:
Tabel 1. Data Hasil Uji Pasangan
Kode (312 dan 313)
Panelis
Warna Rasa Aroma Tekstur
Afif 0 1 1 1
Putri 1 1 1 0
Rofi 1 1 0 0
Azmi 1 1 0 1
Meita 1 1 1 0
Syara 1 1 1 0
Clarisa 1 1 1 1
Hawa 1 1 1 1
Tasya 1 1 1 1
Akmal 1 1 1 1
Sarsal 1 1 1 1
Dina. S 1 1 1 1
Lulu 1 1 1 1
Yoman 1 1 1 1
Syanab 1 1 1 1
Jumlah 14 15 13 11

Keterangan :
 Kode 312 : cracker munchy
 Kode 313 : cracker malkist
Tabel untuk menentukan Beda Nyata Uji Berpasangan
jumlah penguji Jumlah terkecil untuk beda nyata tin
5% 1%
15 8 10

3
4.2 Pembahasan
Panelis adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau
mutu benda berdasarkan kesan subyektif. Penilaian yang dihasilkan dari setiap panelis
memiliki hasil yang berbeda-beda. Jadi, penilaian makanan secara panel adalah
berdasarkan kesan subyektif dari para panelis dengan prosedur sensorik tertentu yang
harus dituruti.
Deskripsi metode yang digunakan dalam uji pembedaan pasangan adalah penyaji
menyajikan 2 sampel kepada masing-masing panelis,lalu panelis diminta untuk memberi
tanda 1 apabila kedua sampel dirasa sama, dan tanda 0 jika sampel berbeda.
Uji pembedaan pasangan yang juga disebut dengan paired comperation test merupakan uji yang
sederhana dan berfungsi untuk menilai ada tidaknya perbedaan antara dua macam produk. Pada
praktikum uji pasangan, dilakukan uji rasa, tekstur kerenyahan, dan warna. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan crackers sebagai mediannya. Cracker yang digunakan terdiri
dari dua merk (Khong Guan dan Roma). Panelis yang digunakan merupakan panelis semi
terlatih yang diambul dari 15 praktikan untuk sekali pengujian.

Mahasiswa dapat digolongkan panelis semi terlatih karena mampu membedakan sampel dan
dalam menilainnya dapat diarahkan terlebih dahulu. Untuk uji pembeda, sebaiknya terlebih
dahulu panelis dikenalkan dengan sifat inderawi yang diujikan dari pasangan contoh yang
disajikan. Hal ini sangat penting untuk disadari oleh pengelola uji, karena apabila panelis belum
mengenal betul sifat inderawi yang diujikaan maka memungkinkan diperoleh respon beda yang
tidak sah. Data respon menjadi tidak bernilai tanpa panelis sadar betul sifat inderawi apa yang
dibedakan (Pastiniasih, 2011).

Penyajian berpasangan ini dilakukan pengkombinasian terhadap sampel yang disajikan bisa
disajikan sejenis maupun berbeda dalam satu wadah sehingga kemampuan panelis diuji dalam
membedakan. Pengujian pembedaan berpasangan juga banyak dilakukan sebagai sarana
pemilihan panelis terlatih. Keandalan dari uji pembedaan ini tergantung daripengenalan sifat
mutu yang diinginkan, tingkat latihan panelis dan kepekaan panelis.

Panelis diminta untuk menilai adakah perbedaan pada crackers berdasarkan rasa,
telstur/kerenyahan, aroma dan warna. Pada setiap pengujian, panelis disediakan satu kali
penyajian yang disajikan secara acak. Kemudian panelis membandingkan rasanya dengan cara
memakannya. Cara memberikan penilaian dengan tanda (1) jika terdapat perbedaan berbeda

4
dan tanda (0) jika tidak ada perbedaan atau sama. erdasarkan hasil pengujian uji pasangan yang
dilakukan terhadap panelis.

Pada uji rasa, panelis yang menyatakan berbeda sebanyak 15. Pada uji kerenyahan, sebanyak
11 panelis menyatakan adanya perbedaan dan 4 panelis menyatakan tidak adanya perbedaaan.
Pada uji warna, sebanyak 14 panelis menyatakan adanya perbedaan dan 1 panelis menyatakan
tidak adanya perbedaan.

Untuk menyatakan adanya perbedaan dari kedua contoh uji dibutuhkan minimal sebanyak 8
respon tepat untuk tingkat 5%, 10 respon tepat untuk tingkat 1%.. Jika jumlah respon tepat
kurang dari 8 maka kesimpulannya tidak ada perbedaan yang dapat dideteksi dari kedua
sampel. Penilaian panelis terhadap uji pasangan pada uji rasa, aroma, tekstur/kerenyahan, dan
warna menyatakan berbeda sangat nyata. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kedua sampel
memiliki karakteristik yang berbeda. Selain itu, berdasarkan pengujian dalam membedakan
rasa panelispun mampu membedakan rasa dari kedua sampel karena hasil perhitungan jumlah
benar melebihi jumlah standar pengujian.

5
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Uji perbedaan berpasangan merupakan pengujian yang dilakukan terhadap dua sampel
dengan yang dilakukan dengan mengkombinasikan penyajian agar panelis mampu
membedakan sampel yang disajikan.

Pengujian dua sampel dikatakan berbeda setelah secara kuanitiatif di bandingkan degan tabel
pengujian dan hasilnya berbeda sangat nyata.

Panelis mampu membedakan dua sampel malkis yang berbeda dan perbedaannya signifikan.

5.2 Saran
1. Pada saat akan melakukan uji sensoris sebaiknya panelis tdak dalam keadaan lapar dan
tidak merokok dua jam sebelum melakukan uji sensoris
2. Pada saat pengujian sampel panelis dianjurkan untuk minum air putih terlebih dahulu
dan beristirahat setidaknya 15 menit sebelum beralih ke sampel berikutnya (jika waktu
memadai)
3. Sampel tidak disajikan dengan konsentrasi yang berurutan dan atau tidak diurutkan
terlalu ekstrem untuk mencegah terjadinya logical error.

6
DAFTAR PUSTAKA

Kartika, B, dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta: Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi
Rahayu, Winiati P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Soekarto, Soewarno T.1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta: Bhratara Karya Aksara
Soekarto, Soewarno T.1985. Dasar-Dasar Pengawasan Standarisasi Mutu Pangan. Jakarta:
Bhratara Karya Aksara.
Wagiyono. 2003. Menguji Kesukaan secara Organoleptik. Bagian Proyek Pengembangan
Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional

7
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai