Anda di halaman 1dari 85

PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI PRODUKSI KEDELAI EDAMAME


DI PT MITRATANI DUA TUJUH,
JEMBER, JAWA TIMUR

ANGGI NOFIAN PRATIWI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendapatan Usahatani


dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi Kedelai Edamame di PT Mitratani
Dua Tujuh, Jember, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2018

Anggi Nofian Pratiwi


NIM H34140035
ABSTRAK
ANGGI NOFIAN PRATIWI. Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Produksi Kedelai Edamame di PT Mitratani Dua Tujuh, Jember,
Jawa Timur. Dibimbing oleh RITA NURMALINA.

Kedelai edamame merupakan salah satu komoditas ekspor Kabupaten


Jember. PT Mitratani Dua Tujuh (PT MT 27) merupakan perusahaan agroindustri
yang mengolah kedelai edamame menjadi edamame beku untuk pasar ekspor
khususnya negara Jepang. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pendapatan
usahatani dan faktor-faktor yang memengaruhi produksi kedelai edamame, serta
mengkaji pelaksanaan contract farming. Alat analisis yang digunakan adalah
analisis pendapatan usahatani, rasio R/C dan fungsi produksi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa usahatani kedelai edamame yang dilakukan petani adalah
menguntungkan dan efisien dengan nilai R/C lebih dari satu. Hasil analisis dari
fungsi produksi menunjukkan bahwa benih, pestisida, dan pupuk urea berpengaruh
nyata terhadap produktivitas kedelai edamame. Pelaksanaan contract farming
antara petani dan PT MT 27 adalah tipe sinergis dengan intermediary model yang
melibatkan perantara dalam penyediaan bahan baku.

Kata kunci: kedelai edamame, pendapatan, produksi

ABSTRACT

ANGGI NOFIAN PRATIWI. Farm Income and Factors that Influence the
Production of Edamame Soybean at PT Mitratani Dua Tujuh, Jember, East Java.
Supervised by RITA NURMALINA.

Edamame soybean is one of the export commodity in Jember regency. PT


Mitratani Dua Tujuh (PT MT 27) is an agroindustry company that process edamame
soybean to become frozen edamame for export market especially in Japan. The aim
of this research is to analyze farm income, and the factors that influence edamame
soybean production, as well as examine the implementation of contract farming.
The research methods used are farm income analysis, R/C ratio, and production
function. The results showed that edamame soybean farming carried out by farmer
is profitable and efficient with R/C value equals to more than one. The result of
production function showed that seeds, pesticide, and urea fertilizer had obvious
effects to edamame soybean productivity. Implementation of contract farming that
had been done between farmers and PT MT 27 was synergistic type with a
intermediary model that involves intermediaries in the supply of raw materials.

Keywords: edamame soybean, farm income, production


ABSTRAK
ANGGI NOFIAN PRATIWI. Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Produksi Kedelai Edamame di PT Mitratani Dua Tujuh, Jember,
Jawa Timur. Dibimbing oleh RITA NURMALINA.
Kedelai edamame merupakan salah satu komoditas ekspor Kabupaten
Jember. PT Mitratani Dua Tujuh (PT MT 27) merupakan perusahaan agroindustri
yang mengolah kedelai edamame menjadi edamame beku untuk pasar ekspor
khususnya negara Jepang. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pendapatan
usahatani dan faktor-faktor yang memengaruhi produksi kedelai edamame, serta
mengkaji pelaksanaan contract farming. Alat analisis yang digunakan adalah
analisis pendapatan usahatani, rasio R/C dan fungsi produksi. Berdasarkan analisis
pendapatan usahatani, petani memperoleh pendapatan atas biaya tunai yaitu sebesar
Rp24 175 899 dan atas biaya total sebesar Rp17 098 087.85. Nilai R/C lebih dari
satu menunjukkan bahwa usahatani kedelai edamame menguntungkan untuk
dilakukan. Hasil analisis dari fungsi produksi menunjukkan bahwa faktor yang
berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai edamame adalah benih dan pestisida.
Pelaksanaan contract farming antara petani dan PT MT 27 adalah tipe sinergis
dengan model terpusat. Perusahaan menyediakan modal, bimbingan, dan jaminan
pasar, serta akan melakukan pembelian, pengolahan, pengemasan, hingga
pemasaran produk kedelai edamame.

Kata kunci: kedelai edamame, pendapatan, produksi

ABSTRACT

ANGGI NOFIAN PRATIWI. Farm Income and Factors that Influence the
Production of Edamame Soybean at PT Mitratani Dua Tujuh, Jember, East Java.
Supervised by RITA NURMALINA.

Edamame soybean is one of the export commodity in Jember regency. PT


Mitratani Dua Tujuh (PT MT 27) is an agroindustry company that process edamame
soybean become frozen edamame for export market especially in Japan. The aim
of this research is to analyze farm income, analyze the factors that influence of
edamame soybean production, and examine implementation of contract farming.
The research method are used farm income, R/C ratio, and production function.
According to farm income, the farmers obtain income based on cast cost is Rp24
175 899 and income based on total cost is Rp17 098 087.85. The value of R/C is
more than one and showed that edamame soybean farming is feasible to be
cultivated. The result of production function showed that seeds and pesticide had
obvious affect to edamame soybean production. Implementation of contract
farming that had been done between farmers and PT MT 27 was synergistic type
with a centralized model. The company provides capital, technical guidance, and
market guarantees, and also will make purchase, processing, packaging, and
marketing of edamame soybean product.

Keywords: edamame soybean, farm income, production


PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI PRODUKSI KEDELAI EDAMAME
DI PT MITRATANI DUA TUJUH,
JEMBER, JAWA TIMUR

ANGGI NOFIAN PRATIWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
Sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya yang telah
menjadi suri tauladan bagi penulis. Tema yang dipilih dalam penelitian ini berjudul
Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi Kedelai
Edamame di PT Mitratani Dua Tujuh, Jember, Jawa Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS
selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan saran, arahan, dan waktu
selama penyelesaian skripsi ini. Terima kasih kepada Ibu Tintin Sarianti, SP, MM
dan Ibu Tursina Andita Putri, SE, MSi selaku dosen penguji sidang yang telah
memberikan saran dan perbaikan dalam penyelesaian skripsi. Terima kasih kepada
Ibu Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberi dukungan dan ilmu selama masa perkuliahan. Selain itu, penghargaan dan
ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada PT Mitratani Dua Tujuh, Pak Arif,
Pak Ali, Pak Eko, para koordinator, dan para petani responden atas bantuannya
selama penulis melakukan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada orang tua tercinta Ayah, Ibu, serta kedua adik tersayang yaitu Celsya dan
Atha atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Terakhir penulis sampaikan
terima kasih kepada teman-teman yang selalu memberikan dukungan dan kenangan
semasa kuliah. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, November 2018

Anggi Nofian Pratiwi


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii


DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 5
Ruang Lingkup Penelitian 5
TINJAUAN PUSTAKA 5
Contract Farming 5
Analisis Pendapatan Usahatani 6
Analisis Faktor Produksi 7
KERANGKA PEMIKIRAN 8
Kerangka Pemikiran Teoritis 8
Kerangka Pemikiran Operasional 15
METODE PENELITIAN 17
Lokasi dan Waktu Penelitian 17
Jenis dan Sumber Data 17
Metode Penentuan Responden 17
Metode Pengolahan Data 17
Definisi Operasional 24
GAMBARAN UMUM 25
Gambaran Umum Kabupaten Jember 25
Gambaran Umum PT Mitratani Dua Tujuh 26
Karakteristik Petani Responden 28
Budidaya Usahatani Kedelai Edamame 31
HASIL DAN PEMBAHASAN 38
Usaha Pertanian Kontrak (Contract Farming) 38
Pendapatan Usahatani Kedelai Edamame 44
Faktor Produksi Kedelai Edamame 51
SIMPULAN DAN SARAN 56
Simpulan 56
Saran 56
DAFTAR PUSTAKA 57
LAMPIRAN 59
RIWAYAT HIDUP 69
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan ekspor kelompok sayuran beku 1
2 Volume dan nilai ekspor Kabupaten Jember tahun 2016 2
3 Produksi dan produktivitas kedelai edamame tahun 2013-2017 4
4 Tipologi contract farming 19
5 Perhitungan pendapatan usahatani kedelai edamame 21
6 Penggunaan lahan Kabupaten Jember 25
7 Sebaran petani responden berdasarkan umur 28
8 Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan 29
9 Sebaran petani responden berdasarkan hasil produksi 29
10 Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman 30
11 Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan 30
12 Sebaran petani responden berdasarkan status lahan 31
13 Sebaran petani responden berdasarkan alasan mengikuti contract
farming 31
14 Penerimaan usahatani kedelai edamame petani mitra dan petani inti
per hektar pada musim tanam pertama 45
15 Penggunaan tenaga kerja usahatani kedelai edamame per hektar
pada musim tanam pertama 47
16 Penyusutan peralatan usahatani kedelai edamame 48
17 Pengeluaran usahatani kedelai edamame petani mitra per hektar
pada musim tanam pertama 49
18 Pengeluaran usahatani kedelai edamame petani inti per hektar
pada musim tanam pertama 50
19 Perhitungan pendapatan usahatani kedelai edamame petani mitra
dan inti per hektar pada musim tanam pertama 50
20 Pendugaan parameter produktivitas kedelai edamame PT Mitratani
Dua Tujuh 52

DAFTAR GAMBAR
1 Contract farming models 10
2 Kurva produksi 14
3 Kerangka pemikiran operasional 16
4 Benih kedelai edamame 32
5 Pengolahan tanah 33
6 Tanaman kedelai edamame 34
7 Panen kedelai edamame 37
8 Pengarahan kepada petani kedelai edamame 42

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nota kesepakatan kerja sama PT Mitratani Dua Tujuh dengan petani 59
2 Penerimaan, pengeluaran tunai, pengeluaran total, pendapatan
tunai, pendapatan total, R/C tunai, R/C total petani responden 66
3 Pendugaan parameter produktivitas kedelai edamame PT Mitratani
Dua Tujuh 67
4 Analisis varian (ANOVA) 67
5 Hasil uji autokorelasi (uji Breusch-Godfrey) 67
6 Hasil uji heteroskedastisitas (uji Glejser) 67
7 Hasil output grafik Minitab 15 68
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sumber pangan bagi manusia. Pemenuhan


kebutuhan pangan merupakan salah satu peran dari sektor pertanian, sehingga
kebutuhan terhadap jenis dan kualitas produk makanan harus cukup, bergizi, dan
aman. Kecukupan pangan akan terwujud bila ketahanan pangan telah berhasil
dicapai. Permasalahan yang dihadapi dalam hal konsumsi pangan berupa
ketidakseimbangan komposisi pangan dan masih belum terpenuhinya kecukupan
gizi (Bappenas Jember 2015). Kecukupan gizi yang baik ditunjukkan oleh keadaan
tidak adanya kelaparan dan gizi kurang. Penganekaragaman konsumsi pangan
bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi sehingga kualitas sumber daya manusia
juga dapat membaik.
Komoditas pertanian yang dijadikan sebagai bahan konsumsi dan pemenuhan
gizi masyarakat adalah sayuran. Sayuran menjadi makanan penting yang
dibutuhkan bagi manusia. Hal tersebut dikarenakan adanya tuntutan masyarakat
akan makanan sehat dan bergizi tinggi. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
gaya hidup sehat mendorong trend yang positif dalam perkembangan kelompok
sayuran terutama sayuran beku sebagai salah satu bentuk diversifikasi pangan.
Kondisi ini menandakan bahwa masyarakat mulai peduli dengan kesehatan dan
memperhatikan jenis makanan yang dikonsumsinya. Salah satu alternatif untuk
makanan sehat dan bergizi tinggi adalah menggunakan teknologi pengawetan beku,
sehingga kesegaran, gizi, dan rasa dapat dipertahankan serta dapat dikonsumsi
setiap waktu tanpa bergantung musim.

Tabel 1 Perkembangan ekspor kelompok sayuran beku


Komoditas Nilai ekspor (US $) Trend
(%)
2012 2013 2014 2015 2016
Other leguminous 7 805.3 8 474.2 7 774.0 8 325 9 487.5 3.80
vegetables,
steamed, frozen.
Sweet potatoes, 5 024.7 6 154.4 6 430.5 9 128 5 586.3 6.25
frozen.
Sweet corn, 798.9 991.2 6 348.9 18 899 2 317.5 66.16
steamed, frozen.
Beans, 668.7 87.2 345.5 312 646.8 12.84
shelled/unshelled,
uncooked, frozen.
Sumber: BPS (2017) (diolah)

Tabel 1 menunjukkan perkembangan ekspor sayuran beku di Indonesia


mengalami kenaikan atau memiliki trend positif. Kesadaran masyarakat untuk
menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi sayuran juga berdampak pada
permintaan terhadap sayuran beku. Beberapa kelompok sayuran beku sudah
2

diproduksi di Indonesia dan telah berhasil memasuki perdagangan luar negeri atau
ekspor. Salah satu komoditas tersebut adalah kedelai edamame dengan kode HS
0710.29.000 Leguminous vegetables frozen. Kedelai edamame dalam bahasa
Jepang berarti kacang yang memiliki ranting. Komoditas ini termasuk tanaman
subtropis dan dijadikan sebagai makanan kesehatan. Kedelai edamame biasa
dipasarkan dalam bentuk segar (fresh edamame) dan dalam keadaan beku (frozen
edamame) baik untuk ekspor maupun pasar dalam negeri.
Indonesia menjadi salah satu negara penghasil dan pengekspor kedelai
edamame khususnya untuk negara Jepang. Berdasarkan Kemendag (2013), lima
negara pengekspor produk HS 0710.29.000 ke Jepang adalah Taiwan dengan
pangsa pasar sebesar 44.1 persen, Thailand sebesar 27.6 persen, China sebesar 24.4
persen, Indonesia sebesar 3.8 persen, dan Vietnam sebesar 0.1 persen. Kapasitas
ekspor Indonesia masih sangat kecil, namun produk Indonesia masih dapat bersaing
dengan harga jual lebih mahal yaitu 250 yen per 500 gram dibandingkan produk
Vietnam dan China sebesar 118 yen sampai 217 yen per 500 gram. Usaha untuk
meningkatkan kapasitas produksi perlu disertai dengan peningkatan kualitas
produksi sehingga dapat meningkatkan ekspor.
Daerah produksi terbesar kedelai edamame Indonesia untuk pasar ekspor
berada di Jawa Timur yaitu Kabupaten Jember. Hal ini dapat dilihat dari volume
dan nilai ekspor yang dihasilkannya. Penetapan komoditas unggulan tersebut
mempertimbangkan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan
kelembagaan. Kedelai edamame memiliki karakteristik berbeda dengan kedelai
biasa baik dari segi ukuran polong, rasa, dan kandungan gizi. Kedelai edamame
termasuk tanaman yang mempunyai kandungan rendah lemak dan tinggi protein,
sehingga dapat dijadikan pilihan untuk makanan kesehatan.

Tabel 2 Volume dan nilai ekspor Kabupaten Jember tahun 2016


No. Jenis komoditas Volume ekspor (kg) Nilai ekspor (US $)
1 Karet 7 768 396 12 038 047.00
2 Kopi 83 220 247 571.40
3 Coklat 90 188 547 582.13
4 Tembakau 17 908 066 113 516 671.00
5 Edamame 4 995 780 9 907 494.00
6 Okra 1 634 250 3 193 088.90
7 Buncis 282 350 533 961.00
Sumber: BPS Kabupaten Jember (2017)

Tabel 2 memperlihatkan bahwa kedelai edamame termasuk salah satu


komoditas ekspor Kabupaten Jember dengan volume ekspornya mencapai hampir
5 000 ton. Negara Jepang merupakan konsumen dan pasar terbesar kedelai
edamame di dunia, sehingga tujuan ekspor utama kedelai edamame Indonesia
adalah negara Jepang (Samsu 2001). Pasokan kedelai edamame ke Jepang tidak
hanya berasal dari Indonesia saja, akan tetapi berasal dari negara lain yaitu Taiwan,
China, Thailand, dan Vietnam. Menurut Kemendag (2013) umumnya restoran-
restoran di Jepang menggunakan produk frozen edamame impor. Oleh sebab itu,
potensi Indonesia untuk produk kedelai edamame di Jepang masih terbuka.
3

Pengembangan kedelai edamame di Indonesia dipelopori oleh PT Saung


Mirwan milik Theo Hadinata di Gadog, Bogor pada tahun 1990. Pada awal
pengembangannya, kedelai edamame dipasarkan dalam bentuk segar di pasar
dalam negeri. Setelah itu, mulai tahun 1992 kedelai edamame mulai dikembangkan
sebagai bahan baku agroindustri di Kabupaten Jember tepatnya oleh PT Mitratani
Dua Tujuh. Oleh sebab itu, kedelai edamame menjadi salah satu komoditas
unggulan Kabupaten Jember (Soewanto et al. 2007).
Menurut BPS Kabupaten Jember (2017), volume ekspor kedelai edamame
mengalami peningkatan dari tahun 2014 yaitu sebesar 4 096.18 ton dengan nilai
ekspor mencapai US$ 5 923 025 dan pada tahun 2016 volume ekspornya sudah
mencapai hampir 5 000 ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 9 907 949.
Peningkatan nilai ekspor tersebut mendorong petani untuk melakukan usahatani
kedelai edamame. Kementan (2016) menyatakan bahwa rata-rata ekspor kedelai
edamame Indonesia mencapai sebesar 7 930 ton per tahun, sehingga Kabupaten
Jember menyumbang lebih dari 50 persen dari jumlah rata-rata ekspor kedelai
edamame Indonesia. Permintaan kedelai edamame berasal dari pasar luar negeri
dan memberikan kesempatan bagi petani untuk melakukan usahatani, karena
kedelai edamame memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Hal tersebut dapat memberi
rangsangan terhadap petani untuk melakukan kegiatan produksi. Oleh sebab itu,
kedelai edamame menjadi salah satu komoditas agribisnis potensial untuk
dikembangkan baik dalam aktivitas agroindustri nasional maupun internasional.

Perumusan Masalah

Kedelai edamame merupakan salah satu komoditas ekspor Kabupaten Jember


selain tembakau dan karet. Perusahaan yang bergerak dalam bidang agroindustri
komoditas kedelai edamame di Kabupaten Jember adalah PT Mitratani Dua Tujuh
(PT MT 27). Kedelai edamame produksi PT MT 27 telah berhasil memasuki pasar
luar negeri dengan ekspor utama ke negara Jepang. PT MT 27 telah memberi
inovasi teknologi untuk meningkatkan nilai tambah kedelai edamame yaitu
mengolahnya menjadi kedelai edamame beku siap makan atau frozen edamame.
Tuntutan masyarakat terhadap makanan sehat dan bergizi memengaruhi permintaan
kedelai edamame baik dalam maupun luar negeri. Berdasarkan wawancara dengan
divisi pemasaran PT MT 27, perusahaan juga mendistribusikan kedelai edamame
untuk pasar dalam negeri antara lain di kota-kota besar seperti Surabaya, Malang,
Jakarta, Bali, dan Kalimantan melalui koperasi, supermarket, hotel, dan restoran.
Perusahaan dalam memenuhi pasokan bahan baku kedelai edamame melakukan
budidaya sendiri dan melakukan kerja sama dengan petani sekitar. Budidaya yang
dilakukan perusahaan melalui karyawan khusus yang sudah terlatih dan
berpengalaman dalam usahatani kedelai edamame. Perusahaan tidak memiliki
lahan sendiri untuk budidaya sehingga melakukan sewa lahan di sekitar lokasi
perusahaan.
Menurut Samsu (2001) terkait pemenuhan jumlah pasokan, dan kontinuitas
pasokan kedelai edamame dalam sistem pertanian berskala industri juga sangat
bergantung dari kemampuan petani dalam menguasai dan menerapkan teknis
budidaya. Perusahaan menyadari bahwa perlu dilakukan suatu usaha pertanian
kontrak dengan petani supaya mampu memenuhi kebutuhan pasar. Selain itu,
4

perusahaan belum memiliki lahan tanam sendiri yang luas. Hubungan kerja sama
yang terbentuk adalah usaha pertanian kontrak (contract farming) yang terjalin
antara petani sebagai pemasok kedelai edamame, serta PT MT 27 sebagai penerima
hasil panen. Kedelai edamame yang diterima dari petani akan disortir, diproses, dan
didistribusikan baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Berdasarkan Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Jember (2015),
bahwa pengusahaan komoditas unggulan mempunyai kendala terutama dari segi
pemupukan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Pemupukan
dan pengendalian organisme pengganggu tanaman akan menimbulkan risiko jika
tidak dilakukan dengan benar, sehingga petani akan mengalami kesulitan apabila
melakukan budidaya kedelai edamame tanpa disertai bimbingan teknis. PT
Miitratani Dua Tujuh juga akan memberikan bimbingan terhadap petani mitranya.
Kebutuhan bahan baku perusahaan dipenuhi dari hasil produksi petani inti yaitu
petani khusus dari perusahaan dan petani mitra yaitu yang melakukan kerja sama
kontrak dengan perusahaan. Hal tersebut disebabkan perusahaan tidak memiliki
lahan yang luas untuk melakukan budidaya kedelai edamame. Lahan yang
digunakan adalah lahan hasil sewa dari petani setempat.

Tabel 3 Produksi dan produktivitas kedelai edamame tahun 2013-2017


Tahun Luas lahan (ha) Produksi (ton) Produktivitas
(ton/ha)
2013 858.07 8 139.45 9.49
2014 1 113.32 7 752.02 6.96
2015 1 146.05 9 533.18 8.32
2016 1 046.32 9 712.96 9.28
2017 1 416.83 11 202.18 7.91
Sumber: PT Mitratani Dua Tujuh (2017)

Berdasarkan data Tabel 3, luas lahan dan produksi mengalami peningkatan


namun produktivitas kedelai edamame PT Mitratani Dua Tujuh menunjukkan
penurunan pada tahun 2017. Menurut hasil wawancara dengan perwakilan divisi
budidaya, penurunan produktivitas kedelai edamame disebabkan oleh faktor alam
dan serangan hama dan penyakit tanaman pada tahun tersebut. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Kurniasanti et at. (2014) bahwa budidaya kedelai edamame di
lahan tropis menghadapi kendala yaitu tanaman mudah terserang hama dan
penyakit. Selain itu, penyebab lain yang memengaruhi produksi adalah berkaitan
dengan penggunaan faktor produksi (input) pada budidaya kedelai edamame.
Kondisi lapang menunjukkan bahwa sebagian petani menghadapi keterbatasan
modal sehingga penggunaan faktor produksi juga harus disesuaikan, sehingga
terdapat beberapa input yang tidak terpenuhi. Hal tersebut dapat memengaruhi hasil
produksi (output) yang dapat diperoleh petani. Komoditas kedelai edamame yang
bernilai tinggi juga menjadi pendorong bagi petani untuk dapat melakukan kegiatan
usahatani karena mengharapkan keuntungan dan tambahan pendapatan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti
antara lain:
1. Bagaimana pelaksanaan contract farming di PT Mitratani Dua Tujuh?
5

2. Bagaimana pendapatan usahatani kedelai edamame di PT Mitratani Dua


Tujuh?
3. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi produksi kedelai edamame di PT
Mitratani Dua Tujuh?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari


penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan pelaksanaan contract farming kedelai edamame di PT
Mitratani Dua Tujuh.
2. Menganalisis pendapatan usahatani kedelai edamame di PT Mitratani Dua
Tujuh.
3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi produksi kedelai edamame di
PT Mitratani Dua Tujuh.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:


1. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan bagi petani dan
perusahaan dalam pengambilan keputusan usahatani kedelai edamame.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak yang
membutuhkan serta sebagai rujukan bagi penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang


memengaruhi produksi kedelai edamame di PT Mitratani Dua Tujuh, serta
pelaksanaan kerja sama antara petani dan perusahaan. Petani responden yang
menjadi objek penelitian adalah petani yang melakukan contract farming dengan
perusahaan dan menanam kedelai edamame.

TINJAUAN PUSTAKA

Contract Farming

Sistem pertanian kontrak (contract farming) merupakan salah satu upaya


perusahaan untuk mendapatkan pasokan bahan baku dari petani. Melalui contract
farming, petani dapat beralih dari usahatani yang bersifat subsisten ke usahatani
komersial yang berorientasi pasar (Rustiani et al. 1997). Contract farming
diharapkan menjadi salah satu upaya dalam mengatasi ketimpangan ekonomi usaha
skala besar (perusahaan) dengan skala usaha kecil (petani). Oleh sebab itu,
diperlukan pemahaman yang baik antara petani dan perusahaan untuk merumuskan
perjanjian di bidang pertanian.
6

Penelitian mengenai contract farming dilakukan oleh Erfit (2011) untuk


melihat pola kemitraan pada agribisnis hortikultura khususnya komoditas sayuran
di Sumatera. Penelitian ini menggunakan metode multi studi kasus. Indikator yang
digunakan untuk melihat pola contract farming antara lain pembinaan dari
perusahaan, pembinaan dari pemerintah, kondisi internal dan eksternal. Pada
penelitian Maliki et al. (2013) juga mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan dalam
bentuk contract farming menggunakan analisis deskriptif, sedangkan penelitian
Sari (2017) menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif.
Maliki et al. (2013) memaparkan bahwa kemitraan yang dilakukan oleh
petani cabai dengan PT Mitratani Agro Unggul didasari dengan adanya kebutuhan
dari masing-masing pihak yaitu petani membutuhkan modal dan teknologi,
sedangkan perusahaan membutuhkan pasokan bahan baku. Kerja sama antara
petani mitra dengan PT Mitratani Agro Unggul bersifat formal dan tertulis dalam
suatu kontrak perjanjian yang memuat hak dan kewajiban, serta sanksi yang
diberikan apabila salah satu pihak melakukan pelanggaran. Walau demikian masih
saja menghadapi kendala seperti belum sesuai dengan pelaksanaan kemitraan yang
saling menguntungkan. Pelaksanaan kemitraan contract farming dapat dianalisis
deskriptif melalui kerja sama di bidang permodalan, produksi, pemasaran, dan
pendampingan teknis. Berbeda dengan penelitian Sari (2017) yang menganalisis
kemitraan contract farming menggunakan pengukuran skala likert dengan 9
indikator yang menjelaskan atribut kinerja rantai pasok. Hasilnya menunjukkan
bahwa model kemitraan pertanian yang cocok bagi PT Bimandiri Agro Sedaya
adalah model kemitraan terpusat (centralized model).
Pada penelitian ini akan digunakan yaitu analisis deskriptif untuk mengetahui
pelaksanaan contract farming di PT Mitratani Dua Tujuh. Penelitian ini
menggunakan typology of contract farming oleh Prowse (2012) berdasarkan empat
kriteria sehingga dapat mengidentifikasi model contract farming secara umum yang
dilakukan oleh PT Mitratani Dua Tujuh. Perbedaan penelitian ini terletak pada
metode analisis dan objek penelitian. Penelitian ini dilakukan di perusahaan
agroindustri dengan produk kedelai edamame yaitu PT Mitratani Dua Tujuh,
Jember, Jawa Timur.

Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui besarnya


pendapatan yang diterima oleh petani melalui selisih penerimaan dan biaya. Selain
itu juga dapat melihat seberapa besar keuntungan atau kerugian dalam menjalankan
suatu kegiatan usahatani. Perhitungan analisis pendapatan dan rasio R/C digunakan
untuk mengetahui manfaaat secara ekonomi yang diterima oleh petani. Salah satu
penelitian terdahulu yang melakukan analisis pendapatan usahatani kedelai
edamame adalah Zein (2011) dan Irsyadi (2011). Penelitian Zein (2011)
menghitung pendapatan usahatani berdasarkan petani mitra dan non mitra,
sedangkan Irsyadi (2011) hanya menghitung pendapatan petani mitra saja.
Sementara Silalahi (2013) dan Winahyu (2014) sama-sama meneliti pendapatan
usahatani untuk perbedaan jenis kedelai yang dipanen yaitu polong tua dan polong
muda.
Menurut Zein (2011), pengukuran keberhasilan kegiatan usahatani kedelai
edamame dapat dihitung menggunakan analisis pendapatan. Pendapatan atas biaya
7

total petani mitra lebih rendah dibandingkan dengan petani non mitra yaitu sebesar
Rp 10 445 627 dan Rp 16 623 031. Berdasarkan nilai R/C terlihat perbedaan yang
cukup signifikan yang mana nilai R/C atas biaya tunai petani non mitra lebih besar
dibandingkan dengan petani mitra yaitu 2.4 dan 2.21. Nilai R/C atas biaya total
petani non mitra lebih besar dibandingkan petani mitra yaitu sebesar 2.21 dan 1.79.
Hal ini berarti usahatani petani non mitra lebih efisien dibandingkan dengan
usahatani petani mitra, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemitraan belum bisa
meningkatkan pendapatan dan efisiensi petani mitra.
Penelitian terhadap pendapatan usahatani kedelai edamame petani mitra PT
Saung Mirwan dilakukan oleh Irsyadi pada tahun 2011 menyebutkan bahwa harga
kedelai edamame dibedakan menjadi kedelai edamame berkualitas dan afkir atau
cacat. Harga jual kedelai edamame yang berkualitas sebesar Rp 6 750 per kilogram
dengan rata-rata produksi 3 735.99 kg/ha maka menghasilkan penerimaan tunai
sebesar Rp 25 217 932.50. Pada umumnya kedelai edamame yang afkir atau cacat
mempunyai harga sebesar Rp 1 500 dan rata-rata produksi 460.75 kg/ha, sehingga
menghasilkan penerimaan tunai sebesar Rp 691 125. Hasil perhitungan akan
diperoleh penerimaan tunai total petani sebesar Rp 25 909 057.50. Selanjutnya
biaya tunai yang dikeluarkan selama kegiatan usahatani adalah Rp 11 604 540.07
dan biaya total yang dikeluarkan adalah Rp 16 289 405.07. Sehingga hasil
pendapatan atas biaya tunai dan biaya total per luasan lahan satu hektar adalah Rp
14 304 517 dan Rp 9 619 652.43. Nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total adalah
2.23 dan 1.59 menunjukkan bahwa kegiatan usahatani tersebut efisien.
Silalahi (2013) menyatakan bahwa perbedaan jenis kedelai yang dipanen
akan berpengaruh pada harga jual kedelai. Harga jual kedelai polong muda lebih
rendah jika dibandingkan dengan kedelai polong tua. Pendapatan dari hasil panen
kedelai polong tua bernilai negatif atau mengalami kerugian sebesar Rp 79 604
disebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani. Salah satu penyebab biaya
yang besar adalah penggunaan tenaga kerja. Nilai Rasio R/C atas biaya tunai dan
total adalah 0.982 dan 0.715 berarti usahatani tidak efisien. Berbeda dengan
penelitian Winahyu (2014) yang menyatakan bahwa pendapatan kedelai polong tua
menguntungkan yaitu sebesar Rp 578 796.95. Sebaliknya pendapatan polong muda
bernilai negatif disebabkan penerimaan yang didapat belum mampu menutupi biaya
yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Berikutnya nilai R/C atas biaya total
kedelai polong tua dan polong muda sebesar 1.11 dan 0.97. Pemilihan usahatani
kedelai polong muda dipengaruhi beberapa faktor antara lain periode produksi yang
singkat, risiko yang kecil, dan biaya yang dikeluarkan kecil.

Analisis Faktor Produksi

Penggunaan dan alokasi faktor produksi secara efisien diperlukan untuk


memperoleh produksi yang maksimal. Faktor produksi dalam usahatani sebagai
peubah penjelas atau bebas (independent) yang akan berpengaruh terhadap peubah
respon atau terikat (dependent). Faktor-faktor yang dianggap memberikan pengaruh
nyata pada hasil produksi antara lain luas lahan, benih, pupuk, dan tenaga kerja.
Walau demikian setiap penelitian memiliki faktor produksi yang berbeda-beda dan
dapat memberikan pengaruh yang positif maupun negatif jika dilakukan
penambahan satuan faktor.
8

Penelitian yang dilakukan oleh Silalahi (2013) dan Apriliana (2017) memiliki
kesamaan yaitu menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi usahatani kedelai.
Penelitian Silalahi (2013) menggunakan model regresi linear berganda. Fungsi
produksi dibentuk dari faktor produksi antara lain benih, urea, KCl, phonska, pupuk
cair, MOL, tenaga kerja, dan insektisida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
seluruh peubah penjelas berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai. Pada
umumnya penggunaan benih kedelai dikatakan sudah optimal, sehingga jika
dilakukan penambahan benih akan menyebabkan penurunan produksi. Menurut
Apriliana (2017), faktor-faktor yang diduga memengaruhi produksi kedelai antara
lain tenaga kerja, pupuk kimia, insektisida, dan benih. Hasil penelitian Apriliana
(2017) berbeda dengan Silalahi (2013) yaitu tenaga kerja dan pupuk kimia tidak
memiliki pengaruh nyata terhadap produksi kedelai, sedangkan penggunaan
insektisida dan benih berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi kedelai.
Penelitian mengenai faktor produksi kedelai edamame juga dilakukan oleh Menurut
Handayani (2011) menyatakan bahwa faktor produksi berpengaruh secara nyata
terhadap produksi kedelai edamame adalah faktor benih, sedangkan faktor yang
tidak berpengaruh nyata antara lain faktor luas lahan, pupuk, obat-obatan, dan
tenaga kerja.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Usaha Pertanian Kontrak (Contract Farming)


Usaha pertanian kontrak merupakan terjemahan dari contract farming yang
digunakan untuk menjelaskan mengenai sistem pertanian kontrak yang dianalogkan
kemitraan dalam pertanian (Rustiani et al. 1997). Sistem contract farming
dilakukan untuk memberdayakan petani khususnya dalam proses produksi dan
pemasaran. Contract farming merupakan kerja sama antara petani dan perusahaan
untuk menghasilkan produk pertanian yang diatur dalam suatu kontrak. Kontrak
merupakan suatu kesepakatan antara pihak-pihak yang menyetujui untuk
melakukan kerja sama. Menurut Eaton dan Shepherd (2001), kontrak harus memuat
durasi kontrak, standar kualitas, jumlah produksi, praktek kultivasi, pengaturan
harga, hingga prosedur pembayaran. Melalui kontrak diharapkan petani dapat
beralih dari usaha bersifat tradisional atau subsisten menjadi berorientasi pasar yang
bernilai lebih tinggi.
Berdasarkan Bijman (2008), contract farming akan menjamin perusahaan
mendapatkan pasokan bahan baku dari petani, begitu juga petani akan mendapat
keuntungan seperti kepastian harga dari perusahaan. Selain itu, contract farming
juga sebagai mekanisme pembagian risiko produksi dan pemasaran melalui
penyediaan sarana produksi dan lembaga pemasaran. Contract farming dijalankan
secara formal dapat memberikan manfaat dan peluang yaitu dapat meningkatkan
diversifikasi di pertanian, bantuan teknis, dan pengetahuan. Menurut Sumardjo et
al. (2004), contract farming merupakan salah satu konsep kemitraan agribisnis
yang paling banyak diterapkan di Indonesia terdiri atas dua tipe yaitu tipe dispersal
dan tipe sinergis.
9

1. Tipe Dispersal
Tipe dispersal adalah hubungan yang terjalin antara dua pihak tidak
memiliki hubungan atau ikatan kerja sama yang kuat. Tipe dispersal memiliki
ciri-ciri antara lain tidak ada hubungan organisasi fungsional antara setiap
tingkatan usaha pertanian hulu dan hilir, jaringan agribisnis hanya terikat
pada mekanisme pasar, dan setiap pelakunya hanya memikirkan kepentingan
diri sendiri. Kondisi ini mengakibatkan kesenjangan berupa informasi mutu,
harga, teknologi, dan akses permodalan. Pihak pengusaha mempunyai posisi
lebih kuat dibandingkan dengan produsen.
2. Tipe Sinergis
Tipe sinergis adalah hubungan kerja sama berbasis pada ikatan saling
membutuhkan, saling mendukung, dan saling ketergantungan pada masing-
masing pihak yang bekerja sama. Sinergi yang dimaksud yaitu saling
menguntungkan dalam bentuk petani menyediakan lahan, sarana, dan tenaga
kerja, sedangkan pihak perusahaan menyediakan modal, bimbingan teknis,
dan jaminan pasar. Hubungan dalam usaha pertanian kontrak terbentuk
karena adanya kebutuhan yang saling mengisi dan saling menguntungkan
kedua belah pihak. Hal terpenting dalam kontrak kerja sama di bidang
pertanian adalah pembeli (perusahaan) mendapatkan jaminan pasokan produk
dari petani, sedangkan bagi petani mendapatkan jaminan pemasaran dan
kepastian harga jual atas produk yang dihasilkan.
Pada umumnya contract farming menjadi salah satu bentuk kerja sama dalam
hubungan produksi untuk waktu tertentu yang diatur dalam kesepakatan tertulis
maupun lisan. Pihak-pihak yang terlibat terdiri atas unit pengolah atau unit
pemasaran dan para petani. Dilihat dari status kepemilikannya, unit pengolah
dibedakan menjadi perusahaan negara, perusahaan swasta, atau perusahaan asing.
Unit pengolah bertindak sebagai perusahaan yang menguasai sumber daya seperti
permodalan, merek dagang, sedangkan petani sebagai satelit mempunyai sumber
daya lahan dan tenaga kerja (Rustiani et al. 1997).
Menurut Rehber (2007) dalam Prowse (2012), contract farming dapat
didefinisikan sebagai sebuah perjanjian kontrak antara petani dan perusahaan baik
secara lisan maupun tulisan yang menentukan satu atau lebih kondisi produksi dan
pemasaran produk pertanian. Definisi tersebut menempatkan contract farming
dalam tiga hal antara lain kontrak ketentuan pasar, kontrak penyediaan sumber daya,
dan kontrak manajemen produksi. Hal pertama adalah kontrak ketentuan pasar yang
menjamin petani dalam pemasaran produk, waktu penjualan, harga, hingga tingkat
kualitas produk yang harus dipenuhi. Hal yang kedua adalah kontrak penyediaan
sumber daya, terutama untuk komoditas yang membutuhkan standar kualitas
tertentu. Pada kontrak yang kedua ini pihak perusahaan bersedia menyediakan
faktor produksi tertentu dengan persyaratan hasil produksi petani dipasarkan
melalui perusahaan yang sama. Hal terakhir adalah kontrak manajemen produksi,
yang mana perusahaan menetapkan dan memberlakukan syarat-syarat produksi dan
pengolahannya.
Prowse (2012) mendefinisikan contract farming sebagai bentuk kelembagaan
pertanian yang di dalamnya terdapat integrasi vertikal yang mana perusahaan
menyediakan sarana produksi (benih, pupuk, dan bimbingan) kepada petani.
Perusahaan memiliki wewenang dalam penentuan dan pengendalian produksi
10

terutama kuantitas, kualitas, karakteristik, dan waktu produksi. Pada awal


ditetapkannya contract farming telah disepakati beberapa hal antara lain aspek
produksi meliputi jenis komoditas, kuantitas, kualitas, serta penggunaan input
produksi. Selanjutnya pemasaran meliputi harga dan jaminan pembelian dari
perusahaan terhadap produksi petani. Pihak perusahaan juga memberikan fasilitas
supervisi, input produksi, serta bantuan teknis. Manfaat contract farming bagi
petani adalah untuk memudahkan petani untuk akses pasar, permodalan, dan
manajemen risiko.
Menurut Eaton dan Shepherd (2001), contract farming merupakan jalinan
kerja sama yang berkesinambungan antara dua atau lebih pelaku agribisnis.
Contract farming dikatakan ideal apabila memuat hal-hal antara lain penetapan
harga di awal kontrak, penentuan kualitas produksi, adanya bimbingan teknis,
tersedianya pasar, hingga penyelesaian sengketa. Komitmen dari pihak-pihak yang
terlibat menentukan berlangsungnya suatu kerja sama. Menurut Eaton dan
Shepherd (2001), contract farming dapat dikelompokan menjadi lima model antara
lain:
1. Centralized model, yaitu model yang terkoordinasi secara vertikal yang mana
pihak perusahaan membeli produk dari para petani, kemudian mengolah,
mengemas, dan memasarkan produknya.
2. Nucleus estate model, yaitu variasi dari model terpusat, yang mana dalam
model ini perusahaan juga memiliki dan mengatur tanah perkebunan yang
biasanya lokasi dekat dengan pabrik pengolahan.
3. Multipartite model, yaitu model yang melibatkan berbagai organisasi seperti
pemerintah, badan hukum dan perusahaan swasta yang secara bersama
berpartisipasi dengan para petani. Model ini memungkinkan adanya
organisasi yang bertanggung jawab dalam penyediaan kredit, produksi,
pengolahan, dan pemasaran.
4. Informal model, yaitu model yang umumnya diterapkan oleh pengusaha
perseorangan atau perusahaan kecil yang biasanya membuat kontrak produksi
secara informal yang mudah dengan para petani berdasarkan musiman.
5. Intermediary model, yaitu model yang melibatkan perusahaan dalam
hubungan subkontrak dengan petani perantara. Model ini merupakan
kombinasi dari centralized dan informal model.

Gambar 1 Contract farming models


Sumber : Eaton dan Shepherd (2001)
11

Usahatani
Menurut Soekartawi (1995), ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari
pengalokasian sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan
memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani dikatakan
efektif apabila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang dimiliki sebaik-
baiknya, dan efisien apabila pemanfaatan sumber daya menghasilkan output yang
lebih banyak dari input. Pendapat Mosher (1968) dalam Mubyarto (1995) juga
menegaskan bahwa usahatani merupakan suatu tempat atau bagian dari permukaan
bumi yang digunakan untuk pertanian oleh seorang petani. Usahatani berdasarkan
skala usaha dapat dibedakan menjadi dua yaitu skala luas dan skala kecil. Usahatani
skala luas mempunyai ciri-ciri diantaranya perlu modal yang besar, teknologi tinggi,
manajemen modern, dan bersifat komersial. Usahatani skala kecil mempunyai ciri-
ciri yaitu bermodal kecil, teknologi sederhana, bersifat subsisten atau hanya untuk
memenuhi kebutuhan sendiri (Soekartawi 1995).
Menurut Kadarsan dalam Shinta (2011), usahatani merupakan suatu tempat
ketika seseorang atau sekelompok orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi
seperti alam, tenaga kerja, modal dan keterampilan dengan tujuan berproduksi
untuk menghasilkan produk pertanian. Secara umum, terdapat empat faktor
produksi dalam usahatani meliputi lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen
(pengelolaan).
a. Lahan
Lahan merupakan luasan tanah yang mempunyai potensi untuk dapat
dipakai sebagai usaha pertanian. Di Indonesia luas lahan digunakan untuk
menggambarkan skala usahatani. Lahan menjadi salah satu syarat kegiatan
usahatani yang harus tersedia karena tanpa lahan usahatani tidak dapat
dilakukan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam usahatani yang
berkaitan dengan lahan adalah status penggunaan lahan, fragmentasi lahan,
topografi lahan, dan tingkat kesuburan lahan.
b. Tenaga Kerja
Tenaga kerja pasti dibutuhkan dalam setiap kegiatan usaha pertanian.
Tenaga kerja dapat dibedakan menjadi tenaga kerja manusia, hewan, dan
mesin. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria dan tenaga
kerja wanita, serta tenaga kerja dapat berasal dari dalam keluarga maupun
dari luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja disesuaikan dengan luas lahan
dan kegiatan usahataninya. Tenaga kerja memiliki ukuran satuan kerja dalam
menyelesaikan suatu kegiatan usahatani. Satuan kerja biasa dihitung sebagai
satu hari kerja yaitu 8 jam kerja. Tenaga kerja pria dan wanita mempunyai
perbedaan dari jenis pekerjaan yang dilakukan, keahlian, dan kekuatan,
sehingga terdapat faktor konversi untuk menghitung hari kerja wanita sebesar
0.8 dari ukuran jam kerja pria (Soekartawi et al. 1986).
c. Modal
Modal merupakan sumber pembiayaan untuk memulai kegiatan
usahatani. Modal dalam usahatani dapat berupa kepemilikan tanah, bangunan,
alat-alat pertanian, tanaman, dan uang tunai. Sumber modal dapat berasal dari
milik pribadi maupun pinjaman dari pihak/orang lain. Menurut Soekartawi
(1986), modal dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu barang yang
tidak habis pakai (peralatan pertanian dan bangunan) dan barang yang
12

langsung habis dalam sekali proses produksi seperti benih, pupuk, obat-
obatan, dan upah tenaga kerja.
d. Pengelolaan
Pengelolaan atau manajemen merupakan kemampuan petani dalam
melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
terhadap faktor produksi yang dimiliki (Shinta 2011). Sehingga petani dapat
dikatakan sebagai pengelola atau manajer dari usahanya terkait pengambilan
keputusan. Pengelolaan yang baik terhadap faktor produksi memengaruhi
hasil produksi. Menurut Daniel (2002) semakin baik pengelolaan suatu usaha
pertanian, maka akan semakin tinggi produksi yang diperoleh.
1. Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani dapat diartikan sebagai keuntungan material yang
diperoleh seorang petani dari pemakaian barang modal yang dimiliki dalam
mengelola kegiatan usahatani (Suminartika et al. 2017). Menurut Soekartawi
(1995), penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual. Sebelum menghitung penerimaan usahatani, perlu
memerhatikan beberapa hal antara lain menghitung produksi pertanian yang dapat
dipanen tidak dalam satu waktu atau beberapa kali panen, frekuensi penjualan
beserta harga jual yang berbeda-beda, dan penggunaan teknik wawancara yang baik
untuk membantu responden dalam menjawab pertanyaan. Penerimaan tunai
usahatani merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani.
Pinjaman uang untuk mendukung kegiatan usahatani tidak termasuk dalam
penerimaan tunai usahatani. Penerimaan tunai usahatani juga tidak mencakup yang
berbentuk benda (Soekartawi et al. 1986).
2. Pengeluaran Usahatani
Soekartawi et al. (1986) menyebutkan bahwa pengeluaran total usahatani
adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi
tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani
dibedakan menjadi dua yaitu pengeluaran tunai dan tidak tunai. Pengeluaran tunai
usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa,
sedangkan pengeluaran tidak tunai adalah nilai barang dan jasa untuk keperluan
usahatani tidak dalam bentuk uang seperti mesin-mesin pertanian yang mempunyai
biaya penyusutan. Biaya yang digunakan dalam kegiatan usahatani dibedakan
menjadi dua yaitu biaya tetap (fix cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya
tetap merupakan biaya yang jumlahnya relatif tetap dan terus dikeluarkan meskipun
produksinya banyak atau sedikit, sedangkan biaya peubah adalah biaya yang
jumlahnya bergantung pada besar kecilnya produksi.
3. Analisis Pendapatan Usahatani
Menurut Soekartawi (1995), pendapatan usahatani adalah selisih antara
penerimaan dan semua biaya. Suminartika et al. (2017) menyatakan bahwa
pendapatan usahatani adalah ukuran penghasilan yang diterima oleh petani dari
kegiatan usahatani. Sehingga keberhasilan suatu kegiatan usahatani dapat dilihat
melalui analisis pendapatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani bertujuan
untuk mengetahui gambaran keadaan kegiatan usahatani dan keadaan di masa yang
akan datang. Petani dalam menjalankan kegiatan usahatani mengharapkan adanya
peningkatan pendapatan, namun produksi yang banyak belum tentu akan
meningkatkan pendapatan. Pendapatan yang besar belum tentu menunjukkan
bahwa usahatani tersebut menguntungkan karena dipengaruhi oleh besarnya biaya
13

total yang dikeluarkan dan harga jual suatu komoditas yang tidak pasti. Oleh karena
itu, analisis pendapatan usahatani dapat sekaligus menghitung rasio imbangan
penerimaan dan biaya supaya dapat mengetahui besar penerimaan yang diperoleh
petani untuk setiap biaya yang dikeluarkan selama proses produksi.
4. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Rasio R/C)
Analisis imbangan penerimaan dan biaya adalah perbandingan antara total
penerimaan dan total biaya dalam satu periode produksi usahatani (Soekartawi et
al. 1986). Analisis ini digunakan untuk mengetahui suatu kegiatan usahatani efisien
atau tidak. Rasio penerimaan atas biaya menunjukan besarnya penerimaan yang
diperoleh dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan. Analisis imbangan dapat
dibedakan atas biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai yaitu membandingkan antara
penerimaan tunai dan biaya tunai. Untuk biaya total yaitu membandingkan antara
penerimaan total dan biaya total. Jika nilai R/C kurang dari satu berarti usahatani
yang dilakukan tidak efisien karena menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih
kecil daripada tambahan biaya. Apabila nilai R/C lebih dari satu berarti usahatani
yang dijalankan efisien karena tambahan penerimaan lebih besar daripada
tambahan biaya. Nilai R/C sama dengan satu berarti usahatani tidak mengalami
untung maupun rugi, karena penerimaan dan tambahan biaya yang sama.

Fungsi Produksi
Fungsi produksi merupakan fungsi yang menunjukkan hubungan antara
berbagai jumlah sumber daya atau input yang dapat digunakan untuk menghasilkan
produk (output). Besar kecilnya produksi dipengaruhi oleh faktor produksi.
Menurut Soekartawi (1991), yang dimaksud dengan faktor produksi adalah semua
korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan
menghasilkan dengan baik. Faktor produksi tersebut seperti lahan, pupuk, obat-
obatan, tenaga kerja, modal, dan aspek manajemen. Fungsi produksi dapat diartikan
sebagai hubungan antara hasil produksi atau output (Y) dengan faktor produksi atau
input (X). Secara matematis, hubungan Y dan X dari fungsi produksi ditulis sebagai
berikut:

Y = f (X1, X2, X3, ..., Xn) .......................................................(1)

Keterangan:
Y = produksi (output)
X1, X2, X3, ..., Xn = faktor produksi (input)

Menurut Soekartawi (2002), fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan salah


satu model fungsi produksi yang digunakan dalam analisis usahatani yang
mengikuti kaidah kenaikan hasil yang semakin berkurang (law of diminishing
returns). Kaidah tersebut berarti bahwa setiap tambahan unit masukan akan
mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi atau marginal product yang
semakin menurun. Fungsi ini melibatkan dua atau lebih peubah yaitu peubah respon
atau dependent (Y) dan peubah penjelas atau independent (X). Dalam fungsi ini,
peubah respon adalah hasil produksi (Y), sedangkan peubah penjelas yaitu faktor-
faktor produksi (X). Persamaan matematis dari fungsi produksi Cobb-Douglas
secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut:
14

Y = b0 Xb1 b2 b3 bi u
1 X2 X3 …Xi e ..................................................... (2)

Keterangan:
Y = peubah yang dijelaskan
X = peubah yang menjelaskan
b0, b1 = besaran yang akan diduga
u = kesalahan (disturbance term)
e = logaritma natural (e = 2.718)

Fungsi produksi tersebut dapat ditransformasikan dalam bentuk logaritma


natural agar memudahkan pendugaan sebagai berikut:

Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 …+ bi ln Xi + u . (3)

Pada persamaan tersebut, nilai koefisien produksi menunjukkan hubungan


antara peubah X dan Y. Menurut Soekartawi (2002), penjumlahan nilai koefisien
produksi tersebut akan menghasilkan tiga alternatif kemungkinan returns to scale
yaitu decreasing returns to scale, constant returns to scale, dan increasing returns
to scale. Decreasing returns to scale terjadi jika (b1+b2) < 1 maka berarti bahwa
proporsi penambahan input melebihi proporsi penambahan output. Constant
returns to scale terjadi jika (b1+b2) = 1 maka berarti bahwa penambahan input akan
proporsional dengan penambahan output. Increasing returns to scale terjadi jika
(b1+b2) > 1 maka berarti bahwa proporsi penambahan output lebih besar dari
penambahan input.

Gambar 2 Kurva produksi


Sumber : Soekartawi (2002)
15

Pada kurva produksi (Gambar 2) membentuk tiga daerah produksi yaitu


daerah I, daerah II, dan daerah III. Daerah I yang dibatasi oleh titik AP maksimum
disebut daerah tidak rasional (irrasional) karena setiap tambahan satu satuan input
peubah akan memberikan tambahan hasil atau output yang lebih besar dari satu
dengan nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu ( Ep > 1). Pada daerah I,
pendapatan masih dapat ditingkatkan apabila pemakaian input peubah dinaikkan.
Daerah II berada diantara AP maksimum dan MP sama dengan nol, sehingga
disebut daerah rasional karena setiap tambahan satu satuan input peubah akan
mendapat tambahan output paling tinggi satu satuan dan paling rendah nol satuan.
Nilai elastisitas produksi daerah II antara satu dan nol (0 < Ep < 1). Pada daerah II
mencapai keuntungan maksimum dengan tingkat penggunaan faktor produksi
tertentu. Untuk daerah III berada di sebelah kanan MP sama dengan nol, dan disebut
daerah tidak rasional (irrasional) karena setiap penambahan satu satuan input
peubah akan memberikan penurunan produksi. Nilai elastisitas produksinya adalah
negatif (Ep < 0).

Kerangka Pemikiran Operasional

Kedelai edamame merupakan salah satu komoditas ekspor yang


dikembangkan di Indonesia. Hal ini disebabkan kedelai edamame bernilai tinggi
dibandingkan dengan kedelai biasa. Permintaan kedelai edamame berasal dari pasar
dalam negeri dan luar negeri. PT Mitratani Dua Tujuh (PT MT 27) merupakan
perusahaan agroindustri yang bergerak di bidang budidaya kedelai edamame.
Perusahaan telah menerapkan kebijakan mutu untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen. PT MT 27 telah memiliki pemasaran khusus yang cukup
potensial antara lain restoran Jepang, hotel berbintang, supermarket, hingga pasar
ekspor. Produksi kedelai edamame mengalami peningkatan, akan tetapi
produktivitasnya mengalami penurunan. Produksi kedelai edamame menghadapi
kendala di faktor produksi yaitu keterbatasan luas lahan. Di sisi lain, setiap petani
memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menerapkan teknis budidaya
kedelai edamame, sehingga menghasilkan produksi yang berbeda-beda. Perbedaan
perlakuan petani muncul karena keputusan dari setiap petani dalam mengalokasikan
setiap faktor-faktor produksi juga berbeda-beda dan memerlukan waktu dalam
mengadopsi teknis budidaya, serta mempersiapkan sumber daya manusia. Hal-hal
tersebut tentunya memengaruhi tingkat produksi kedelai edamame di PT MT 27.
Petani akan melakukan kegiatan usahatani yang dapat menghasilkan
tambahan pendapatan dari hasil produksinya. Penggunaan faktor produksi perlu
diperhatikan dalam kegiatan usahatani supaya menghasilkan hasil produksi sesuai
yang diharapkan. Penggunaan faktor produksi yang berlebihan dapat memengaruhi
pengeluaran petani, sedangkan penggunaan faktor produksi yang kurang dapat
memengaruhi hasil produksi. Pengalokasian faktor-faktor produksi tersebut akan
berdampak pada tingkat produksi kedelai edamame yang dihasilkan petani.
Analisis pendapatan usahatani dilakukan dengan cara menghitung besarnya
penerimaan, biaya, dan pendapatan yang dihasilkan selama satu periode tanam.
Kemudian dilakukan perhitungan rasio penerimaan atas biaya untuk melihat efisien
atau tidaknya suatu kegiatan usahatani. Faktor-faktor produksi yang dianggap
berpengaruh terhadap tingkat produksi kedelai edamame diduga dengan
16

menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Adapun faktor-faktor


produksi tersebut adalah luas lahan, benih, tenaga kerja, pestisida, dan pupuk kimia.
Penentuan faktor-faktor yang diduga dapat memengaruhi produksi kedelai
edamame tersebut berdasarkan studi penelitian terdahulu. Penelitian ini dilakukan
untuk menganalisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang memengaruhi
produksi kedelai edamame. Penelitian ini diharapkan dapat memberi saran bagi
petani dan perusahaan, agar produksi kedelai edamame dan pendapatan petani dapat
meningkat. Penjelasan di atas secara ringkas dapat dilihat dalam kerangka
pemikiran operasional pada Gambar 3.

1. Produksi kedelai edamame mengalami peningkatan.


2. Peningkatan produktivitas kedelai edamame masih diperlukan.
3. Hasil produksi kedelai edamame dipengaruhi oleh faktor-faktor
produksi.

Keragaan Usahatani dan Usaha Pertanian Kontrak

Hasil Output Penggunaan Faktor Input:


1. Luas Lahan
2. Benih
3. Tenaga Kerja
Pendapatan Usahatani Kedelai 4. Pestisida
Edamame 5. Pupuk Urea
6. Pupuk ZA
7. Pupuk KCl

Rasio R/C Analisis Fungsi Produksi


Kedelai Edamamae

Rekomendasi dan informasi untuk meningkatkan produksi


dan pendapatan usahatani kedelai edamame.

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional


17

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Mitratani Dua Tujuh yang terletak di


Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Penentuan lokasi penelitian dilakukan
secara sengaja (purposive). Pertimbangan dari penentuan lokasi adalah PT
Mitratani Dua Tujuh menjadi salah satu perusahaan agroindustri dengan produk
utama kedelai edamame beku dan Kabupaten Jember menjadi tempat budidaya
kedelai edamame di Provinsi Jawa Timur. Waktu untuk pengumpulan data dan
observasi di lapang adalah mulai bulan Mei sampai Juli 2018.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara
pengamatan dan melakukan wawancara langsung dengan narasumber atau objek
penelitian. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur dan studi pustaka
yang masih memiliki hubungan dengan penelitian. Data sekunder diperoleh dari
Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan
Kabupaten Jember, jurnal, buku, internet, dan sumber data lain yang berkaitan
dengan penelitian. Jenis data yang diambil merupakan data cross section yaitu data
diambil pada satu waktu tertentu (periode tanam pertama tahun 2018).

Metode Penentuan Responden

Responden pada penelitian ini adalah petani kedelai edamame yang


melakukan contract farming pada periode tanam pertama dengan PT Mitratani Dua
Tujuh. Penentuan petani responden diperoleh melalui informasi dari perusahaan
pada divisi kemitraan. Lokasi wilayah kerja meliputi Kecamatan Wuluhan,
Mumbulsari, Semboro, Kalisat, Ledokombo, Sukowono, dan Jelbuk. Selanjutnya
metode yang digunakan yaitu dengan sensus. Semua petani yang terdaftar dalam
contract farming pada periode tanam pertama yaitu bulan Januari-April 2018
dijadikan responden dalam penelitian ini berjumlah 30 orang. Metode ini dilakukan
karena menyesuaikan ketersediaan data petani mitra yang melakukan budidaya
kedelai edamame dengan perusahaan. Penelitian dilakukan dengan mendatangi para
petani responden yang lokasinya saling berpencar.

Metode Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh akan diolah dan dianalisis menggunakan dua jenis
metode yaitu metode analisis kualitatif dan kuantitatif berdasarkan data primer dan
data sekunder. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran usahatani
kedelai edamame dan contract farming di PT Mitratani Dua Tujuh. Analisis
kuantitatif dilakukan dengan menggunakan perhitungan penerimaan usahatani,
pengeluaran usahatani, pendapatan usahatani, rasio R/C, dan fungsi produksi.
18

Analisis Contract Farming


Sistem contract farming dapat dilihat sebagai kemitraan agribisnis dengan
petani. Menurut Bijman (2008), studi tentang contract farming menunjukkan
bahwa pengaturan contract farming yang dilakukan petani memungkinkan untuk
mencapai hasil yang lebih tinggi, sehingga meningkatkan pendapatan petani.
Melalui contract farming dapat mengurangi risiko yang dihadapi oleh petani.
Risiko tersebut antara lain kegagalan pemasaran produk hasil pertanian, fluktuasi
harga produk, dan kesulitan mendapatkan input atau sumber daya produksi yang
penting (Rustiani et al. 1997). Berdasarkan Bijman (2008), kontrak dalam bidang
pertanian mempunyai tiga fungsi nyata. Pertama adalah sebagai alat koordinasi
yang mengizinkan pelaku untuk membuat keputusan dengan menyamakan
keputusan pihak lain. Koordinasi berarti untuk menjamin produk dalam kualitas
dan kuantitas yang baik, dan dihasilkan pada waktu dan tempat yang tepat. Kedua
adalah kontrak digunakan untuk menyediakan insentif. Ketiga adalah kontrak
menjamin pembagian risiko keuangan. Setiap kontrak paling tidak memuat empat
spesifikasi yaitu harga, kualitas, kuantitas, dan waktu. Namun, menurut Singh
(2002) dalam Bijman (2008), dalam suatu kontrak dapat memuat lebih banyak
ketentuan daripada empat spesifikasi tersebut.
Penentuan model contract farming pada penelitian ini menggunakan
penggolongan/tipologi contract farming yang dikemukakan oleh Prowse (2012)
dan untuk model contract farming mengacu pada pendapat Eaton dan Shepherd
(2001) yang mengelompokkan menjadi lima model antara lain centralized model,
nucleus-estate model, multipartite model, informal model, dan intermediary model.
Penggolongan tersebut berdasarkan kriteria antara lain tanaman khas (typical crops),
karakteristik produk (product characteristics), karakteristik perusahaan (firm
characteristics), dan ukuran usahatani (size of farm). Penentuan model contract
farming disesuaikan dengan kondisi nyata yang terjadi di lapang selama penelitian
ini dilakukan. Setelah itu, dipilih model yang mempunyai kondisi yang sesuai
dengan kriteria yang ada sehingga dapat dilakukan penarikan kesimpulan secara
umum dari kelima model contract farming tersebut mana yang diterapkan oleh PT
Mitratani Dua Tujuh. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Will (2013), bahwa
untuk menentukan model contract farming perlu melihat secara deskriptif
pengaturan contract farming yang disesuaikan dengan kondisi lokal yaitu
pelaksanaan kerja sama antara perusahaan (pembeli) dan petani.
Dasar pengaturan contract farming adalah komitmen dari kedua belah pihak
yang memengaruhi proses berlangsungnya usaha pertanian tersebut. Komitmen
tersebut berdasarkan pada hasil produksi guna menjamin pasokan dan kualitas
produk pada suatu harga dan waktu yang telah disepakati. Implikasi ekonomi dari
kontrak usahatani dengan perusahaan dapat dilihat dari beberapa hal seperti
kesinambungan usahatani dan peningkatan produktivitas. Manfaat yang diperoleh
petani dapat dalam bentuk pertambahan keuntungan maupun penerimaan
pendapatan. Pada umumnya, manfaat kontrak diperoleh dari semakin baiknya akses
terhadap pemasaran, teknologi, pembagian risiko, penggunaan tenaga kerja, dan
pengembangan budidaya secara komersial (Eaton dan Shepherd 2001).
Penggolongan model kontrak pertanian tersebut dapat dilakukan melalui tipologi
contract farming melalui pengamatan yang dilakukan selama penelitian dengan
ditunjukkan pada Tabel 4.
19

Tabel 4 Tipologi contract farming


Kriteria Typical Product Firm Size of Farm
Crops Characteristics Characteristics
Centralized Tanaman Tingkat variasi Perusahaan Usahatani
model pangan. kualitas tinggi, milik negara baik skala
bersifat atau swasta. kecil dan
perishable, Terdapat staf skala besar,
teknis produksi teknis atau serta dapat
sulit, dan penyuluh melibatkan
bernilai tinggi. lapang. organisasi
petani.
Nucleus- Tanaman Tingkat variasi Perusahaan Usahatani
estate model tahunan kualitas tinggi, milik negara baik skala
(perennial). bersifat atau swasta. kecil dan
perishable, Terdapat staf skala besar,
teknis produksi teknis atau serta dapat
sulit, dan penyuluh melibatkan
bernilai tinggi. lapang. organisasi
petani.
Multipartite Tanaman Tingkat variasi Perusahaan Sebagian
model komersial. kualitas milik negara besar
rendah, dan atau swasta. usahatani
teknis produksi berskala kecil
tergolong dan dapat
mudah. melibatkan
organisasi
petani.
Informal Tanaman Tingkat variasi Pengusaha Sebagian
Model semusim. kualitas perseorangan besar
rendah. atau tergolong
perusahaan. usahatani
berskala
kecil.
Intermediary Tanaman Tingkat variasi Pengusaha Usahatani
Model pangan dan kualitas perseorangan baik berskala
hortikultura. rendah. atau kecil dan
perusahaan. skala besar.
Sumber: Prowse (2012)

Analisis Pendapatan Usahatani


Menurut Soekartawi (2002), untuk dapat melakukan analisis usahatani maka
perlu diketahui data penerimaan, pengeluaran biaya dan pendapatan usahatani. Pada
penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usahatani secara parsial yaitu
hanya meneliti satu komoditas yang diusahakan oleh petani. Penerimaan usahatani
adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan
usahatani didapatkan dari nilai penjualan produksi total yang dihasilkan. Untuk
menghitung penerimaan usahatani dapat digunakan rumus sebagai berikut:
20

TR = Py . Y ............................................................................ (4)

keterangan:
TR : total penerimaan usahatani (Rp)
Py : harga output (Rp)
Y : jumlah output (kg)

Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang digunakan dalam usahatani


baik biaya tunai maupun biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan). Untuk
menghitung struktur biaya usahatani digunakan rumus:

TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan ................................ (5)

keterangan:
TC : total biaya usahatani (Rp)

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya atau
hasil pengurangan antara penerimaan dengan pengeluaran. Untuk menghitung
pendapatan digunakan rumus:

Pd = TR – TC ........................................................................... (6)

keterangan:
Pd : pendapatan usahatani (Rp)
TR : total penerimaan usahatani (Rp)
TC : total biaya usahatani (Rp)

Dalam kegiatan usahatani kedelai edamame tentu membutuhkan alat-alat


pertanian yang mendukung selama kegiatan budidaya. Peralatan pertanian yang
dibeli dan digunakan oleh petani harus dihitung biaya penyusutannya. Biaya
penyusutan alat-alat pertanian dihitung menggunakan metode garis lurus yaitu
membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang diperkirakan dengan
lamanya pemakaian. Melalui metode garis lurus dapat diperoleh nilai yang sama
untuk setiap tahunnya. Rumus matematis biaya penyusutan adalah sebagai berikut:

(Nb - Ns)
Biaya Penyusutan = ................................................... (7)
t

keterangan:
Nb = nilai pembelian (Rp)
Ns = nilai sisa (Rp)
t = umur ekonomis (tahun)

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Rasio R/C)


Menurut Soekartawi (1995), R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio
atau dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya. Nilai R/C dapat
diperoleh dengan menghitung penerimaan dan biaya terlebih dahulu. Imbangan
penerimaan dan biaya (Rasio R/C) dapat diinterpretasikan dengan setiap kenaikan
biaya sebesar satu satuan, maka penerimaan akan meningkat sebesar nilai R/C. Jika
21

nilai R/C > 1, maka usahatani tersebut dikatakan efisien untuk dilaksanakan. Jika
nilai R/C < 1, maka usahatani tersebut dikatakan tidak efisien. Jika nilai R/C = 1,
maka usahatani tersebut dikatakan tidak mengalami untung dan tidak rugi. Untuk
melihat perbedaan keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan petani baik secara
tunai dan biaya total, maka dapat dirumuskan:

total penerimaan tunai


R/C atas biaya tunai = ......................... (8)
total biaya tunai

penerimaan total
R/C atas biaya total = biaya total
.................................... (9)

Perhitungan pendapatan dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (rasio R/C)
usahatani kedelai edamame pada penelitian ini dapat dilihat Tabel 5.

Tabel 5 Perhitungan pendapatan usahatani kedelai edamame


Komponen Jumlah Harga (Rp) Total
(satuan) (Rp)
A Penerimaan
1. Penerimaan tunai
2. Penerimaan
diperhitungkan
Total penerimaan
B Biaya tunai
1. Biaya sarana produksi
Benih
Pupuk
Pestisida
2. Tenaga kerja luar keluarga
3. Sewa alat
4. Pajak
5. Sewa lahan
Total biaya tunai
C Biaya yang diperhitungkan
1. Penyusutan peralatan
pertanian
2. Tenaga kerja dalam
keluarga
3. Nilai lahan sendiri
Total biaya diperhitungkan
D Total pengeluaran (B+C)
E Pendapatan atas biaya tunai (A-B)
F Pendapatan atas biaya total (A-D)
G R/C atas biaya tunai (A/B)
H R/C atas biaya total (A/D)
22

Analisis Fungsi Produksi


Kegiatan usahatani kedelai edamame yang dilakukan oleh petani dipengaruhi
oleh beberapa faktor produksi. Pengaruh penggunaan faktor produksi dapat
dianalisis dengan model fungsi produksi Cobb-Douglas, yang mana terdapat
peubah respon (Y) dan peubah penjelas (X). Analisis ini dapat digunakan untuk
mengetahui besar perubahan produksi kedelai edamame sebagai respon terhadap
perubahan salah satu faktor produksi. Perbedaan penggunaan faktor produksi oleh
petani dapat memengaruhi hasil produksi kedelai edamame. Beberapa faktor yang
diduga memengaruhi produksi kedelai edamame adalah luas lahan, benih, tenaga
kerja, pestisida, pupuk urea, pupuk ZA, dan pupuk KCl. Penentuan peubah tersebut
merujuk pada penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Handayani (2011)
dan dengan melakukan penyesuaian terhadap kondisi lapang. Adapun model fungsi
produksi Cobb-Douglas untuk usahatani kedelai edamame secara matematis dapat
ditulis sebagai berikut:

Y = b0 Xb1 b2 b3 b4 b5 b6 b7 u
1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 e ................................. (10)

Untuk memudahkan pendugaan terhadap fungsi produksi maka Fungsi Cobb-


Douglas tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural sebagai
berikut:

Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6
+ b7 ln X7 + u ....................................................................... (11)

Keterangan:
Y = produksi kedelai edamame (kg)
b0 = koefisien intersep
bi = koefisien parameter penduga, dengan i = 1,2,...,7
X1 = luas lahan (ha)
X2 = benih (kg)
X3 = tenaga kerja (HOK)
X4 = pestisida (liter)
X5 = pupuk urea (kg)
X6 = pupuk ZA (kg)
X7 = pupuk KCl (kg)
u = error

Model pendugaan parameter menggunakan metode kuadrat terkecil atau


Ordinary Least Square (OLS) untuk mendapatkan analisis regresi yang baik.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara eksploratif. Pemeriksaan nilai harapan
sisaan sama dengan nol dan pemeriksaan ragam sisaan homogen menggunakan plot
sisaan dengan dugaan peubah respon. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi antara
lain multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas. Uji
pertama adalah uji multikolinearitas yang dapat diukur dengan Variance Inflation
Factor (VIF). Jika hasil menunjukkan peubah memiliki nilai VIF lebih kecil dari
10, maka model dugaan tidak memiliki multikolinearitas. Selanjutnya, uji
autokorelasi dapat menggunakan uji Breusch-Godfrey atau uji Durbin-Watson
untuk mengetahui kondisi antar sisaan pada peubah penjelas. Uji
23

heteroskedastisitas dapat diketahui dengan menggunakan uji Glejser. Uji ini untuk
menentukan ada atau tidaknya keragaman varians pada peubah dalam model.
Penelitian ini juga dilakukan pengujian normalitas data dengan menggunakan
grafik plot normal (Normal Probability Plot) atau menggunakan uji Jarque-Bera.

Pengujian Hipotesis
Pengujian terhadap model penduga dilakukan untuk mengetahui faktor
produksi yang akan digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak
terhadap produksi kedelai edamame.
Hipotesis:
H0 : penggunaan ketujuh peubah penjelas secara bersama-sama tidak
berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai edamame.
H1 : minimal ada satu peubah penjelas yang berpengaruh nyata terhadap
produksi usahatani kedelai edamame.
Uji statistik yang digunakan adalah uji F sebagai berikut:
2
(R /k-1)
F-hitung = ................................................... (12)
(1-R2 )/(n-k)

Keterangan:
R2 = koefisien determinasi
k = jumlah peubah penjelas
n = jumlah pengamatan

Kriteria uji:
F-hitung > F-tabel(k-1, n-k) pada taraf nyata α ; tolak H0, berarti secara bersama-sama
peubah penjelas berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai edamame.
F-hitung < F-tabel(k-1, n-k) pada taraf nyata α ; terima H0, berarti secara bersama-
sama peubah penjelas tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai edamame.
Kemudian dilanjutkan dengan pengujian untuk masing-masing peubah yaitu
uji t. Pengujian ini mempunyai tujuan yaitu mengetahui tiap-tiap faktor produksi
(X) secara parsial berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai edamame (Y).
Hipotesis:
H0 : peubah penjelas secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap produksi
kedelai edamame.
H1 : peubah penjelas secara parsial berpengaruh nyata terhadap produksi
kedelai edamame.

Uji statistik yang digunakan adalah uji t sebagai berikut:

bi - βi
t-hitung = StDev(bi ......................................................... (13)
)

Keterangan:
bi = koefisien model dugaan untuk peubah Xi
βi = nilai koefisien model untuk peubah Xi
StDev = standar deviasi dari bi
24

Kriteria uji:
t-hitung > t-tabel(α/2, n-k) pada taraf nyata α ; tolak H0 maka peubah penjelas yang
diuji berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai edamame.
t-hitung < t-tabel(α/2, n-k) pada taraf nyata α ; terima H0 maka peubah penjelas yang
diuji tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai edamame.
Keterangan:
k = jumlah peubah penjelas
n = jumlah pengamatan

Untuk mengukur tingkat kesesuaian model dugaan dapat dilihat dari besarnya
koefisien determinasi (R2). Nilai R2 yang semakin tinggi, berarti model dugaan
yang diperoleh makin akurat untuk meramalkan hasil produksi kedelai edamame.
Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut:

jumlah kuadrat regresi


R2 = jumlah kuadrat total ............................................ (14)

Definisi Operasional
Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Produksi kedelai edamame adalah kedelai edamame segar yang dihasilkan
oleh petani dalam satu musim tanam. Satuan yang digunakan adalah
kilogram (kg).
2. Luas lahan adalah luas lahan yang digunakan untuk kegiatan usahatani
kedelai edamame dalam satuan hektar (ha).
3. Benih adalah jumlah benih kedelai edamame yang digunakan oleh petani
untuk satu kali musim tanam dengan satuan kilogram (kg).
4. Tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja manusia yang digunakan selama
proses produksi untuk kegiatan usahatani kedelai edamame selama satu
musim tanam. Untuk mengukur tenaga kerja digunakan satuan hari orang
kerja (HOK).
5. Pestisida adalah jumlah obat-obatan yang digunakan oleh petani untuk
pengendalian hama dan penyakit dalam usahatani kedelai edamame selama
satu musim tanam. Satuan yang digunakan adalah liter.
6. Pupuk urea adalah jumlah pupuk yang digunakan oleh petani untuk memupuk
tanaman kedelai edamame selama satu kali musim tanam. Satuan yang
digunakan adalah kilogram (kg).
7. Pupuk ZA adalah jumlah pupuk yang digunakan oleh petani untuk memupuk
tanaman kedelai edamame selama satu kali musim tanam. Satuan yang
digunakan adalah kilogram (kg).
8. Pupuk KCl adalah jumlah pupuk yang digunakan oleh petani untuk memupuk
tanaman kedelai edamame selama satu kali musim tanam. Satuan yang
digunakan adalah kilogram (kg).
25

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum Kabupaten Jember

Kabupaten Jember merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Timur dan
berjarak sekitar 200 km ke arah timur dari Surabaya. Kabupaten Jember berada di
kaki gunung Argopuro dan gunung Raung, terletak pada posisi antara 113°16’28”
sampai 114°03’42” bujur timur dan 7°59’6” sampai 8°33’56” lintang selatan.
Wilayah Kabupaten Jember berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan
Kabupaten Probolinggo di sebelah utara, Kabupaten Banyuwangi di sebelah timur,
Samudra Indonesia di sebelah selatan, dan Kabupaten Lumajang di sebelah barat.
Secara administratif, wilayah Kabupaten Jember terdiri atas 31 Kecamatan, 22
Kelurahan, dan 226 Desa dengan luas wilayah mencapai 3 293.34 km2 (329 334
ha). Jumlah penduduk Kabupaten Jember adalah sebesar 2 419 000 jiwa yang terdiri
atas 1 188 866 jiwa penduduk laki-laki dan 1 230 134 jiwa penduduk perempuan
(BPS Kabupaten Jember 2017). Komoditas yang ada di Kabupaten Jember antara
lain perkebunan kopi, tembakau, kakao, tebu, jagung, kacang tanah, dan kedelai
serta industri.

Tabel 6 Penggunaan lahan Kabupaten Jember


Luas
No. Penggunaan Lahan
Ha Persentase
1. Hutan 121 039 36.75
2. Sawah 86 568 26.29
3. Tegal 43 522 13.22
4. Perkebunan 34 590 10.50
5. Lain-lain 43 615 13.24
Jumlah 329 334 100.00
Sumber: BPS Kabupaten Jember (2017)

Berdasarkan Tabel 6, penggunaan lahan di Kabupaten Jember sebagian besar


adalah kawasan hijau yang terdiri atas hutan, sawah, tegal, dan perkebunan. Lahan-
lahan tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya pertanian, sehingga
membentuk kawasan pertanian produktif. Penduduk yang bekerja di sektor
pertanian sebanyak 516 911 jiwa, hal tersebut menjadikan sektor pertanian menjadi
mata pencaharian utama bagi penduduk Kabupaten Jember.
Kabupaten Jember mempunyai iklim tropis dengan suhu antara 23°C-31°C.
Secara umum, kondisi iklim ideal bagi tanaman kedelai adalah daerah yang
mempunyai suhu antara 25°C-30°C, sehingga Kabupaten Jember memenuhi untuk
menjadi tempat budidaya kedelai (Samsu 2001). Indonesia mempunyai dua musim
yaitu musim hujan dan musim kemarau atau kering. Musim kemarau biasa terjadi
pada bulan Mei hingga Oktober, sedangkan musim hujan terjadi pada bulan
November hingga April. Penyesuaian budidaya kedelai edamame disesuaikan
dengan musim agar pertumbuhannya baik. Penanaman pada musim kering
dilakukan pada jenis tanah sedang sampai berat, sedangkan pada musim hujan
26

dilakukan pada jenis tanah ringan sampai sedang. Penentuan jenis tanah tersebut
mempertimbangkan dari sifat menahan air pada tanah.
Jenis tanah di wilayah Kabupaten Jember sangat beragam antara lain aluvial,
latosol, regosol, andosol, dan gley, sedangkan tekstur tanah didominasi oleh tekstur
sedang (lempung). Kondisi tersebut mendukung untuk dilakukan kegiatan
usahatani terutama tanaman kedelai. Menurut Samsu (2001), tanaman kedelai
mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis tanah seperti aluvial,
regosol, latosol, dan andosol, serta tanah berstruktur ringan, sedang, sampai berat
dengan drainase yang baik dan jaminan kecukupan air. Tingkat kemasaman tanah
(pH) juga memengaruhi pertumbuhan tanaman. Secara umum, unsur hara tanaman
tersedia pada tanah netral dengan pH 6.5-7.5, dan tanaman kedelai dapat tumbuh
pada kisaran pH tanah 4.5-8.5. Secara umum, sungai-sungai di wilayah Jember
berasal dari gunung Argopuro dan gunung Raung yang keberadaannya dapat
dimanfaatkan untuk pertanian.
Topografi wilayah Kabupaten Jember terdiri dari dataran rendah, sedang,
hingga dataran tinggi dengan ketinggian wilayah antara 0-3 300 meter di atas
permukaan laut. Sebagian besar wilayah Jember berada pada ketinggian antara 100-
500 meter di atas permukaan laut. Tanaman kedelai dapat tumbuh dan berproduksi
di Indonesia dengan baik di dataran rendah, namun untuk jenis kedelai introduksi
seperti kedelai edamame beradaptasi dengan baik di dataran tinggi yaitu lebih
kurang 1 200 meter di atas permukaan laut. Hasil penelitian Samsu (2001)
menyatakan bahwa pengembangan kedelai edamame dapat dilakukan di Jember
dengan wilayah dataran rendah selama memenuhi syarat-syarat produksinya.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember (2017), sebagian besar
wilayah Kabupaten Jember yaitu sebesar 36.6 persen berada di wilayah datar
dengan kemiringan lahan 0-2 persen, sehingga daerah tersebut baik untuk kegiatan
pertanian tanaman semusim karena mempunyai tingkat erosi cukup rendah.

Gambaran Umum PT Mitratani Dua Tujuh

PT Mitratani Dua Tujuh (PT MT 27) didirikan pada tanggal 17 November


1994, berlokasi di Jalan Brawijaya No.83 Mangli, Kecamatan Kaliwates,
Kabupaten Jember, Jawa Timur. Perusahaan ini merupakan perusahaan pasangan
usaha modal ventura agribisnis tanaman pangan yang bergerak dalam budidaya dan
proses olah beku kedelai edamame. PT MT 27 merupakan anak perusahaan dari PT
Perkebunan Nusantara X dengan kepemilikan sahamnya terdiri atas 75 persen atau
sebesar 14 033 lembar saham dan sisanya 25 persen atau sebesar 7 557 lembar
saham dimiliki oleh PT Kelola Mina Laut.
Cikal bakal berdirinya perusahaan berawal dari kegiatan proyek
pengembangan kedelai yang dicetuskan oleh Sigit H. Samsu bersama Theo
Hadinata. Proyek tersebut mempunyai misi untuk meningkatkan produktivitas
kedelai nasional (KENAS) melalui adopsi teknologi, agar produktivitas kedelai
mempunyai hasil di atas dua ton per hektar. Konsep dari proyek ini adalah
pembangunan usaha pertanian agroindustri. Kemudian dilakukan pelatihan khusus
sumber daya manusia untuk menunjang kegiatan agroindustri di Jember pada tahun
1992 sampai 1993. Pelatihan tersebut atas kerja sama perusahaan (PT Mitratani
Terpadu) dengan PT Perkebunan XXVII Persero atau yang dikenal dengan PTPN
27

X. Pemberian nama PT Mitratani Dua Tujuh berasal dari perpaduan PT Mitratani


Terpadu yang bekerja sama dengan PT Perkebunan XXVII pada saat itu.
Usaha pengembangan kedelai edamame berupa uji coba tanaman yang
dilakukan sejak akhir tahun 1992 sampai awal tahun 1993 menunjukkan bahwa
Kabupaten Jember dapat menjadi tempat budidaya yang baik bagi kedelai edamame.
Uji coba tersebut memberikan hasil produksi kedelai edamame dalam polong segar
adalah enam ton per hektar. Setelah dilakukan pelatihan sumber daya manusia,
maka pada awal tahun 1995 dibangunlah sebuah fasilitas proses olah beku di
Kabupaten Jember. Pembangunan pabrik pengolahan tersebut didukung dengan
infrastruktur dan tersedianya tenaga kerja yang cukup di Kabupaten Jember.
Perusahaan mulai melakukan kegiatan produksi dan melakukan ekspor perdana
kedelai edamame ke Jepang secara komersial pada tahun 1995. Negara Jepang
menjadi negara tujuan ekspor kedelai edamame, karena masyarakat Jepang
menyukai kedelai edamame sebagai makanan atau camilan sehat terutama pada saat
musim panas.
Perusahaan bekerja sama dengan Pemerintah Jepang melalui Japan External
Trading Organization (JETRO) yang membantu dalam bidang teknologi dan akses
pemasaran. Hasil wawancara dengan divisi pemasaran menyatakan bahwa
perusahaan mampu mengekspor kurang lebih 5 000 ton kedelai edamame dan 1 000
ton untuk memenuhi pasar dalam negeri. Tujuan ekspor perusahaan antara lain
Jepang, Australia, Amerika, Singapura, hingga Mesir dengan proporsi pengiriman
ke Jepang sebesar 80 persen dan sisanya untuk negara-negara lain serta pasar dalam
negeri.
Perusahaan menerapkan strategi bisnis yaitu good product, good market, dan
good cooperation atau dikenal dengan sebutan 3G. Good product adalah upaya
perusahaan untuk senantiasa meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang
dihasilkan melalui pengembangan teknologi pangan. Good market memiliki arti
bahwa perusahaan ingin mengembangkan dan meluaskan pasar baik dalam negeri
maupun luar negeri dalam bidang makanan frozen vegetable. Good cooperation
berarti perusahaan tetap menjaga hubungan baik antara stakeholder dan
shareholder. PT Mitratani Dua Tujuh mempunyai visi yaitu “menjadi produsen
sayuran beku terdepan, berkualitas tinggi, dan berorientasi pada standar makanan
sehat”. Visi tersebut dapat terwujud melalui beberapa misi antara lain:
1. menyediakan produk sayuran beku sehat, berkualitas tinggi, dan dapat
dipertanggungjawabkan setiap proses produksinya,
2. menghasilkan produk sayuran beku dari hasil pertanian Indonesia untuk
konsumsi ekspor dan lokal,
3. berkontribusi mewujudkan pertanian Indonesia yang ramah lingkungan,
4. membantu masyarakat meningkatkan kualitas hidup melalui asupan makanan
sehat,
5. melakukan edukasi kepada masyarakat Indonesia untuk konsumsi sayuran
sehat dan berkualitas.
PT Mitratani Dua Tujuh memiliki kebijakan mutu yang tinggi dalam
menghasilkan sayuran beku siap saji sehingga aman untuk dikonsumsi. Semua
produk tersebut diproses menggunakan Individual Quick Frozen (IQF) Freezer
dengan kontrol kuaitas yang ketat. Hal ini disebabkan sebagian besar produk-
produk perusahaan dikirim untuk tujuan pasar ekspor. Untuk mencapai kebijakan
keamanan pangan maka perusahaan menerapkan sistem manajemen keamanan
28

pangan, memenuhi standar pelanggan, dan menjamin bahan baku (raw material)
yang diproses adalah asli atau original.
Kedelai edamame merupakan tanaman introduksi yang telah lama
dikembangkan di Kabupaten Jember. Tanaman ini berasal dari negara Jepang.
Kedelai edamame awalnya hanya bisa tumbuh pada iklim subtropis seperti di
negara asalnya, namun setelah dilakukan penelitian oleh Samsu (2001) terbukti
bahwa kedelai edamame dapat tumbuh pada iklim tropis. Tanaman tersebut
merupakan tanaman berumur pendek (lebih kurang 70 hari), sehingga cocok untuk
dijadikan rotasi tanaman. Kedelai edamame termasuk jenis kedelai berbiji besar,
dipanen dalam bentuk polong segar dan dipasarkan dalam bentuk segar (fresh
edamame) maupun dalam bentuk beku (frozen edamame). Kedelai edamame
sebagai bahan baku agroindustri harus memenuhi kriteria yang diinginkan pasar.
Kualitas kedelai edamame dapat dilihat dari penampilan warna polong. Perubahan
warna kulit kedelai edamame berkaitan dengan lama penyimpanan, sehingga
kedelai edamame harus segera diproses untuk mempertahankan kualitasnya dengan
cara pendinginan atau proses olah beku.
Perusahaan mempunyai keterbatasan terutama dalam hal perluasan lahan
guna memenuhi kebutuhan pasar dan kontinuitas produksi. Hal tersebut
melatarbelakangi perusahaan untuk membuat usaha pertanian kontrak atau contract
farming dengan petani setempat pada tahun 2016. Kegiatan budidaya kedelai
edamame bagi petani merupakan hal yang baru dan mempunyai perlakuan yang
berbeda dengan tanaman kedelai biasa. Pendampingan terhadap petani sangat
diperlukan terutama pada awal petani melakukan contract farming, sehingga
perusahaan menyediakan koordinator atau petugas lapang.

Karakteristik Petani Responden

Umur
Petani yang menjadi responden adalah laki-laki, dengan rentang umur antara
23-60 tahun. Umur dapat menjadi salah satu indikator untuk melihat kemampuan
fisik seseorang. Tabel 7 menunjukkan bahwa kelompok umur petani responden
sebagian besar berada di antara 31-40 tahun yaitu 33.33 persen. Petani pada
kelompok umur tersebut telah memiliki pengalaman dan masih mampu melakukan
kegiatan usahatani baik secara manajerial maupun teknis di lahan. Menurut Irsyadi
(2011), petani pada kelompok umur tersebut lebih giat dalam melakukan kegiatan
usahatani sehingga dapat meningkatkan efisiensi teknis dan mencapai hasil
produksi. Sebaran petani responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran petani responden berdasarkan umur


Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
21 - 30 8 26.67
31 - 40 10 33.33
41 - 50 8 26.67
51 - 60 4 13.33
Jumlah 30 100.00
29

Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat dari pendidikan formal yang telah
ditempuhnya. Tingkat pendidikan petani responden didominasi pada tingkat
pendidikan SD sebesar 40 persen. Menurut salah satu petani responden, hal tersebut
disebabkan adanya keterbatasan faktor ekonomi keluarga petani sehingga tidak ada
pilihan selain bekerja atau membantu orang tua di bidang pertanian. Tingkat
pendidikan juga menentukan kemampuan petani dalam proses pengambilan
keputusan usahatani dan teknis budidaya. Sebaran tingkat pendidikan petani
responden dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan


Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
SD 12 40.00
SMP 04 13.33
SMA 09 30.00
Perguruan Tinggi 05 16.67
Jumlah 30 100.00

Hasil Produksi Usahatani Kedelai Edamame


Hasil produksi kedelai edamame petani responden adalah banyaknya hasil
produksi kedelai edamame yang dipanen oleh petani selama satu musim tanam.
Hasil panen diukur dalam satuan kilogram. Petani responden mencapai hasil
produksi lebih dari 10 000 kg sebesar 46.67 persen. Hasil produksi rata-rata kedelai
edamame petani responden adalah 11 266 kg. Beragamnya hasil produksi milik
petani responden dipengaruhi luas lahan masing-masing. Selain itu faktor lain
seperti tingkat kesuburan tanah dan penggunaan faktor produksi juga memengaruhi
hasil yang diperoleh petani. Hasil produksi kedelai edamame dapat dilihat pada
Tabel 9 di bawah ini.

Tabel 9 Sebaran petani responden berdasarkan hasil produksi


Hasil Produksi (kg) Jumlah (orang) Persentase (%)
< 8 000 010 33.33
8 000 – 10 000 6 20.00
> 10 000 14 46.67
Jumlah 30 100.00

Pengalaman Usahatani Kedelai Edamame


Pengalaman petani responden dalam kegiatan budidaya kedelai edamame
berbeda-beda. Mayoritas petani responden telah melaksanakan usahatani kedelai
edamame selama 1-2 tahun yaitu sebesar 70 persen. Petani responden mengaku
masih memerlukan bimbingan mengenai teknis budidaya kedelai edamame dari
koordinator. Pengalaman petani responden dalam melakukan kegiatan budidaya
kedelai edamame akan menjadi pengetahuan baru dan pembelajaran yang berguna
30

untuk melakukan kegiatan budidaya pada musim tanam selanjutnya. Sebaran petani
responden berdasarkan pengalamannya dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman


Pengalaman Bertani (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)
<1 05 16.67
1-2 21 70.00
>2 04 13.33
Jumlah 30 100.00

Luas Lahan
Lahan merupakan salah satu modal dalam usaha di bidang pertanian yang
menjadi media untuk melakukan berbagai kegiatan usahatani. Petani responden
melakukan kegiatan usahatani pada luasan lahan yang bervariasi yang diukur
dengan satuan hektar. Menurut Soekartawi (2002), luas lahan yang dikelola oleh
petani akan memengaruhi skala usahatani. Pengelompokkan berdasarkan luas lahan
usahatani tersebut dibagi menjadi tiga yaitu skala kecil, skala menengah, dan skala
besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas petani responden tergolong
skala menengah dengan luas lahan antara 0.5-1 ha sebesar 50 persen. Lahan yang
digunakan oleh petani responden adalah lahan sawah dengan rata-rata luas lahannya
adalah 1.06 hektar. Luas lahan memengaruhi keputusan petani dalam menjalankan
kegiatan usahatani. Jika luas lahan terlalu kecil atau terlalu luas maka petani akan
menghadapi kendala dalam hal pengawasan dan mengelola faktor produksinya.
Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan


Luas Lahan (hektar) Jumlah (orang) Persentase (%)
< 0.5 05 16.67
0.5-1 15 50.00
>1 10 33.33
Jumlah 30 100.00

Status Lahan
Status lahan merupakan luas lahan yang dikuasai petani untuk melakukan
kegiatan usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status kepemilikan lahan
petani responden adalah lahan milik sendiri dan lahan sewa. Status lahan akan
memengaruhi jumlah biaya yang akan dikeluarkan oleh petani. Petani yang
melakukan kegiatan usahatani di lahan milik sendiri sebesar 80 persen, hal ini
menunjukkan bahwa petani telah mempunyai modal utama untuk kegiatan
usahatani. Berdasarkan hasil wawancara, mayoritas petani responden mendapatkan
lahan milik sendiri karena pembagian kembali dari orang tua atau pewarisan. Bagi
petani yang tidak mempunyai lahan sendiri, dapat menyewa lahan pada setiap
musim tanam atau setiap tahun agar dapat melakukan kegiatan usahatani. Adanya
pewarisan maupun sewa lahan menyebabkan fragmentasi lahan atau lahan
berpencar-pencar. Petani tidak dapat mengawasi sekaligus lahan yang digunakan
31

untuk kegiatan budidaya, dan memerlukan waktu, tenaga, dan biaya untuk dapat
berpindah ke lahan yang lain. Sebaran petani responden berdasarkan status lahan
dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Sebaran petani responden berdasarkan status lahan


Status Lahan Jumlah (orang) Persentase (%)
Milik sendiri 24 80.00
Sewa 06 20.00
Jumlah 30 100.00

Alasan Petani Mengikuti Contract Farming


Petani responden mempunyai alasan masing-masing dalam melakukan kerja
sama dengan PT Mitratani Dua Tujuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar petani melakukan contract farming dengan perusahaan karena
adanya kepastian pasar. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan petani responden
yang menyatakan tidak lagi merasa bingung untuk menjual hasil produksinya
karena seluruh hasil panen milik petani akan dibeli oleh perusahaan. Perusahaan
akan menampung seluruh hasil produksi milik petani selama petani mematuhi
kesepakatan. Selain itu, petani juga mendapat kepastian harga sesuai dengan
kesepakatan awal, karena harga produk menjadi faktor yang sangat menentukan
pendapatan petani. Pengaruh orang-orang terdekat juga turut menentukan
keputusan petani responden untuk mengikuti contract farming. Petani dapat melihat
keberhasilan petani lain sehingga tertarik untuk bergabung. Sebaran petani
responden berdasarkan alasan mengikuti contract farming dapat dilihat pada Tabel
13.

Tabel 13 Sebaran petani responden berdasarkan alasan mengikuti contract


farming
Alasan bermitra Jumlah (orang) Persentase (%)
Jaminan pasar 12 40.00
Kepastian harga 08 26.67
Diajak petani atau koordinator 06 20.00
Umur tanaman relatif singkat 04 13.33
Jumlah 30 100.00

Budidaya Usahatani Kedelai Edamame

Budidaya kedelai edamame adalah kegiatan menanam kedelai edamame


mulai dari persiapan tanam, tanam, pemeliharaan, hingga panen. Para petani
responden melakukan budidaya kedelai edamame di lahan persawahan. Selama satu
tahun, para petani dapat menanam kedelai edamame sebanyak satu sampai dua kali
dengan sistem rotasi tanaman. Rotasi tanaman biasanya diselingi dengan menanam
tanaman padi, jagung, dan tembakau. Periode tanam dalam satu tahun terbagi
32

menjadi 3 yaitu periode I (Januari-April), Periode II (Mei-Agustus), dan Periode III


(September-Desember).

Pengadaan Benih
Pada awal perusahaan mulai beroperasi, kegiatan budidaya kedelai edamame
masih menggunakan benih impor asal Jepang. Varietas kedelai edamame yang
pernah diadaptasikan di Indonesia antara lain Ryokkoh, Taiso, Tsurunoko, dan
Tsurumidori. Ketergantungan perusahaan terhadap benih impor membutuhkan
biaya yang cukup besar, sehingga perusahaan melakukan rekayasa teknologi untuk
membuat kedelai jumbo varietas unggul. Varietas tersebut adalah Seed Production
Mitratani (SPM) atau sering dikenal sebagai kedelai edamame. Pengembangan
benih varietas baru ditanam pada petak pertanaman khusus yang berlokasi di
Bondowoso, Jawa Timur. Daerah ini sesuai untuk multiplikasi pembenihan karena
memiliki ketinggian lebih dari 600 mdpl. Multiplikasi atau perbanyakan sekaligus
adalah cara pemurnian tanaman, sehingga benih yang dihasilkan terjamin
kualitasnya. Tanaman kedelai edamame yang dikhususkan untuk pembenihaan
akan dipanen pada umur 85-95 hari setelah tanam.
Ciri-ciri tanaman kedelai edamame yang siap dipanen untuk pembenihan
antara lain seluruh polong berubah warna menjadi cokelat, daun-daun berwarna
kuning dan rontok, serta biji-biji tidak melekat lagi di bagian dalam polong.
Tanaman yang sudah dipanen tersebut dijemur sampai kering, sehingga kandungan
air pada biji berkurang menjadi kurang dari 12 persen. Setelah proses penjemuran,
maka sebelum disimpan sebagai stok benih harus dilakukan sortasi benih terlebih
dahulu. Biji yang cacat akan dipisahkan dengan biji yang bagus. Biji yang lolos
sortasi disimpan dalam plastik tertutup rapat pada ruang penyimpanan bersuhu
rendah antara 10°C-20°C. Benih kedelai edamame yang diproduksi perusahaan
mempunyai kualitas baik dengan kemampuan daya tumbuh (germinasi) mencapai
80-95 persen. Cuaca saat panen juga memengaruhi mutu benih, sebaiknya benih
edamame tidak diproduksi di musim hujan.

Gambar 4 Benih kedelai edamame


33

Benih yang digunakan oleh petani di lokasi penelitian adalah benih hasil
produksi dari PT Mitratani Dua Tujuh dengan varietas Seed Production Mitratani
(SPM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 100 persen petani responden
menggunaakan benih dengan varietas yang telah ditentukan oleh perusahaan. Petani
mendapatkan benih kedelai edamame melalui koordinator perusahaan dengan
sistem pembayaran dilakukan setelah panen (yarnen). Pembayaran dilakukan
dengan mengurangi penerimaan hasil panen petani sesuai dengan jumlah benih
yang digunakan, sehingga petani harus menjual hasil panen kepada PT Mitratani
Dua Tujuh. Harga benih kedelai edamame untuk para petani mitra per kilogram
yaitu sebesar Rp 44 000 dan petani inti sebesar Rp 56 000 per kilogram.

Persiapan Lahan
Persiapan lahan menjadi hal penting dalam budidaya kedelai edamame.
Sebelum melakukan persiapan, pemilihan lahan perlu diperhatikan diantaranya
memilih lahan yang bebas banjir dan mudah pengaliran airnya. Lahan diupayakan
bukan lahan bekas tanaman satu famili seperti kedelai dan kacang hijau karena
memungkinkan penularan penyakit tanaman. Pemilihan lahan sebaiknya ditunjang
dengan infrastruktur yang baik seperti akses jalan yang memudahkan kendaraan
pada saat panen.
Pengolahan tanah dilakukan untuk memperbaiki kondisi tanah agar sesuai
bagi pertumbuhan tanaman. Petani di lokasi penelitian melakukan pembersihan
lahan dari gulma maupun sisa-sisa tanaman dari kegiatan usahatani sebelumnya
yang biasa dilakukan 30 hari sebelum memulai kegiatan tanam. Setelah itu,
dilakukan pengolahan tanah dengan cara dicangkul atau dibajak supaya tanah
membentuk bongkahan-bongkahan kecil. Sebelum bedengan dibuat, biasanya
saluran air dibuat terlebih dahulu untuk memudahkan pemasukan dan pengeluaran
air. Selanjutnya, bedengan dibuat dengan ukuran panjang 11 meter, lebar 110 cm
atau 1.1 m, dan tinggi 15-25 cm. Jarak antar bedeng antara 25-40 cm menyesuaikan
kondisi bedeng. Ukuran bedeng dan jarak antar bedeng mengikuti ketetapan dari
perusahaan. Menurut petani responden, pada musim hujan bedengan dibuat lebih
tinggi supaya tanaman tidak tergenang air.

Gambar 5 Pengolahan tanah


34

Permukaan tanah pada bedeng harus rata dan gembur. Setelah pembuatan
bedeng selesai, berdasarkan literatur perlu dilakukan pemberian pupuk dasar pada
tiga hari sebelum tanam. Di lokasi penelitian tidak ditemukan petani yang
menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk dasar, dan sebanyak 90 persen petani
responden memberikan pupuk kimia. Menurut penuturan salah satu petani
responden, alasan tidak menggunakan pupuk kandang adalah menambah biaya
pengeluaran saja. Pemberian pupuk kimia tersebut mempunyai tujuan untuk
menambah nutrisi yang diperlukan tanaman di dalam tanah. Pemberian pupuk
tersebut dilakukan dengan cara disebar secara merata di atas permukaan bedeng dan
disertai penggaruan agar tercampur dengan tanah. Kegiatan persiapan lahan di
lokasi penelitian dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki.

Penanaman
Kegiatan penanaman benih kedelai edamame dilakukan pada bedengan yang
sudah siap tanam. Jarak tanam yang digunakan oleh petani adalah 10 cm x 20 cm
atau 10 cm x 25 cm. Penanaman dilakukan dengan cara meletakkan satu benih ke
setiap lubang tanam dengan kedalaman tidak lebih dari 3 cm atau satu ruas jari
telunjuk, kemudian lubang ditutup dengan tanah secara merata. Setelah kegiatan
penanaman selesai, maka permukaan bedeng harus ditutup dengan mulsa plastik
selama lebih kurang empat hari. Pemberian mulsa bertujuan untuk menghindari
penguapan sehingga kelembaban tanah terjaga, mengurangi pertumbuhan gulma,
dan mencegah erosi akibat percikan air hujan. Kegiatan tanam membutuhkan lebih
banyak tenaga kerja perempuan dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki.
Penggunaan tenaga kerja perempuan dalam kegiatan ini disebabkan oleh tenaga
kerja perempuan lebih terampil dan telaten dalam menanam satu per satu benih pada
bedengan.

Gambar 6 Tanaman kedelai edamame


35

Pemupukan
Pemberian pupuk susulan yang dilakukan oleh petani sebanyak dua kali
sesuai kondisi tanaman. Pemupukan susulan dilakukan untuk memberikan nutrisi
pada tanaman. Selain itu, pemupukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
produktivitas atau hasil panen. Pemupukan terdiri atas dua tahap yaitu pupuk
susulan I dan pupuk susulan II. Pupuk susulan I dilakukan pada saat tanaman
berumur 9-11 hari setelah tanam dan pupuk susulan II dilakukan pada tanaman
berumur 19-21 hari setelah tanam. Pemupukan hanya menggunakan pupuk kimia
saja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas petani responden
menggunakan pupuk kimia yang terdiri dari urea, ZA, dan KCl. Namun terdapat
petani yang menambahkan pupuk lain seperti NPK Phonska jika kesuburan tanah
kurang yaitu ditandai dengan pertumbuhan tanaman yang kerdil dan daun yang tipis.
Penambahan pupuk NPK Phonska oleh petani dapat dilakukan sebelum dan
sesudah pemupukan susulan. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara disebar
merata di antara barisan tanaman dan ditutup dengan tanah. Tutup blok merupakan
kegiatan menutup pangkal batang tanaman dengan cara menaikkan tanah dari
sebelah kanan dan kiri bedengan, sekaligus membersihkan dan mencegah
tumbuhnya gulma di permukaan bedengan.

Pengairan
Pengairan adalah kegiatan membasahi tanaman sesuai dengan kebutuhan
tanaman. Kebutuhan air untuk tanaman kedelai edamame dimulai dari
perkecambahan. Pengairan pada musim kemarau harus sering dilakukan mengingat
tidak ada hujan yang turun. Berbeda pada saat musim hujan, pengairan cukup
dilakukan sesekali dan bergantung pada turunnya air hujan. Menurut koordinator,
apabila tanaman mengalami kekeringan, maka akan menyebabkan pertumbuhan
daun terhambat, bunga banyak yang rontok, dan polong tidak berisi. Pengairan
dilakukan dengan sistem memasukkan air ke areal pertanaman (lep) melalui alur-
alur antar baris atau sela-sela bedengan sampai dengan 2/3 tinggi bedengan. Air
dibiarkan menggenang selama dua sampai tiga jam, setelah itu air dibuang.
Koordinator menekankan bahwa pada intinya tanaman kedelai edamame
membutuhkan media tanam atau tanah yang basah/lembab namun tidak becek atau
berair. Oleh sebab itu, saluran irigasi dan drainase harus dibuat dengan baik.

Penyiangan
Penyiangan merupakan kegiatan membersihkan rumput atau gulma di atas
permukaan bedeng. Kegiatan penyiangan ini dapat dilakukan atau tidak dilakukan
sesuai dengan kondisi tanaman atau bersifat kondisional. Praktek penyiangan yang
dilakukan oleh petani responden dalam satu musim tanam dilakukan sebanyak dua
kali. Penyiangan biasa dilakukan pada saat umur tanaman mencapai 35 hari dan
pada saat tanaman berumur 40-45 hari. Selain untuk mencegah pertumbuhan gulma,
penyiangan juga dapat memberikan kondisi aerasi yang baik. Adapun jenis gulma
yang biasa ditemui di lahan milik petani responden adalah jenis krokot, bayam
berduri (Amaranthus sp.), dan rumput teki (Ciperus rotundus).

Proteksi
Tanaman kedelai edamame di Indonesia merupakan tanaman introduksi
sehingga iklim subtropis paling ideal bagi pertumbuhan optimal kedelai edamame.
36

Perbedaan iklim dapat memengaruhi intensitas serangan hama dan penyakit


tanaman, sehingga perlu dilakukan pengendalian terhadap hama dan penyakit
tanaman. Kerusakan tanaman akibat serangan hama dan penyakit dapat
menurunkan produksi dan produktivitas, selain itu dapat memengaruhi penampilan
fisik dari polong kedelai edamame. Jika terdapat polong yang cacat maka hasil
produksi dikelompokkan ke dalam kualitas non ekspor. Penggunaan pestisida untuk
pengendalian hama dan penyakit tanaman harus berhati-hati supaya pada saat panen
tidak ada residu pestisida.
Proteksi atau pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan mulai
tanaman berumur 8 hari hingga tanaman berumur 50 hari setelah tanam.
Penyemprotan pada tanaman kedelai edamame dilakukan supaya terhindar dari
hama dan penyakit tanaman. Menurut petani responden, hama dan penyakit yang
sering menyerang tanaman kedelai edamame antara lain Heliopthis amigera
(pengerek polong), Aphis glycines (aphids), Bimesia tabaci, Spodoptera litura (ulat
grayak), dan rust (karat daun). Hama dan penyakit tersebut dapat diatasi dengan
penyemprotan pestisida. Secara umum petani melakukan kegiatan penyemprotan
setiap lima sampai tujuh hari sekali bergantung pada kondisi tanaman. Intensitas
dan penggunaan pestisida yang dilakukan petani berbeda-beda karena dipengaruhi
oleh kebutuhan dan pertimbangan ekonomis seperti ketersediaan modal.
Penggunaan pestisida harus dilakukan secara hati-hati. Hal ini dimaksudkan agar
pada saat panen, hasil produksi tidak melebihi ambang batas residu yang telah
ditetapkan oleh perusahaan. Kegiatan penyemprotan biasa dilakukan pada pagi hari.
Proteksi sangat penting dilakukan oleh petani supaya hasil produksi sesuai dengan
yang diharapkan dan tidak mengalami kerugian atau gagal panen.

Panen
Panen dilakukan pada saat tanaman kedelai edamame telah berumur 70 hari
setelah tanam dengan kondisi polong siap petik. Kegiatan panen dilakukan dengan
cara tebas (rit) yaitu memangkas tanaman dalam sekali panen. Kemudian pekerja
akan memetik hasil tanaman kedelai edamame (panen petik) berupa polong
edamame segar. Saat petik harus dilakukan dengan hati-hati, karena pemetikan
akan berpengaruh pada hasil kualitas kedelai edamame. Apabila pemetikan
dilakukan dengan ceroboh, maka hasil panen akan mengalami cacat fisik seperti
polong patah atau sobek. Polong kedelai edamame yang telah dipetik akan
dimasukkan ke dalam karung atau sak waring dan dikirim ke pabrik pada hari itu
juga. Pemetikan biasa dilakukan di pagi hari. Seluruh hasil panen kedelai edamame
milik petani akan dikirim ke perusahaan.
Penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan panen di lokasi penelitian
dikelompokkan menjadi dua cara yaitu tenaga kerja harian dan borongan. Tenaga
kerja harian berarti pemberian upah dihitung sesuai dengan hari kerja, sedangkan
borongan berarti pemberian upah dihitung dari jumlah yang berhasil dipanen.
Jumlah tenaga kerja perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki.
Tenaga kerja perempuan digunakan untuk memetik polong kedelai edamame segar
dan tenaga kerja laki-laki dibutuhkan untuk memangkas tanaman, menimbang, dan
mengangkut hasil panen.
Pengangkutan hasil panen dari areal pertanaman ke lokasi pengolahan
(pabrik) menggunakan mobil angkut bak terbuka akan diterima sebagai raw
material. Pabrik akan menerima hasil panen mulai pukul 09.00 hingga pukul 15.00.
37

Jika hasil panen tiba di pabrik setelah pukul 15.00, maka hasil panen akan
mengalami proses tunda (chiller) dan menunggu hari esok untuk dapat disortir dan
diproses selanjutnya. Setiap pengiriman hasil panen akan diberikan kartu panen
yang memuat nama dan lokasi petani, umur tanaman dan tanggal panen, kualitas,
serta jumlah panen. Persyaratan mutu bahan baku dari kegiatan panen sebelum
diproses dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kualitas ekspor dan non ekspor.
Ketentuan kedelai edamame untuk kualitas ekspor antara lain:
1. Polong berbiji dua atau lebih.
2. Jumlah polong per 500 gr maks. 165 polong.
3. Tidak terdapat polong biji satu dan abnormal.
4. Aroma khas edamame.
5. Warna hijau relatif seragam.
6. Besar polong relatif seragam.
7. Tidak terdapat ulat pada polong.
8. Jamur tidak tampak jelas.
9. Karat tidak tampak jelas.
10. Tidak terdapat polong patah.
11. Batas panjang serat terkelupas tidak melebihi satu biji, maks. 8 polong per
500 gr.
12. Tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda.
13. Bebas residu pestisida
Ketentuan kedelai edamame untuk kualitas non ekspor yaitu:
1. Bersih dari tanah/lumpur, daun, ranting dan batang tanaman.
2. Tidak tercampur bahan lain (hanya edamame).
3. Warna edamame hijau segar dan seragam.
4. Kondisi bahan baku segar (tidak layu atau busuk).
5. Tidak mengandung hama dan penyakit.

Gambar 7 Panen kedelai edamame


38

Setelah bahan baku berupa kedelai edamame disortasi sesuai kelompok


kualitasnya, maka dilakukan proses pengolahan oleh perusahaan. Pengolahan
merupakan suatu proses pengawetan produk yang bertujuan untuk
mempertahankan kualitas produk hingga diterima oleh konsumen. Pengolahan
untuk frozen edamame dilakukan proses antara lain pencucian, grading, blanching,
pendinginan, pembekuan, dan pengemasan.
Pertama bahan baku dibersihkan dengan menggunakan mesin blower untuk
menghilangkan kotoran berupa daun dan ranting. Penyemprotan air dilakukan
untuk menghilangkan kotoran berupa debu dan tanah. Pencucian berfungsi untuk
mengurangi jumlah mikroba pada kedelai edamame. Setelah itu grading yaitu
proses memisahkan kedelai edamame sesuai dengan kelompok ukuran, berat,
bentuk, densitas, dan tekstur warna. Pemilihan produk dilakukan secara manual
guna memisahkan produk abnomal, kerusakan mekanik, warna lain, dan penyebab
lain yang luput dari sortasi awal. Selanjutnya blanching atau proses perebusan
adalah proses pemanasan secara cepat dengan suhu yang telah ditentukan. Tujuan
dari proses ini yaitu untuk menginaktivasi enzim yang dapat menyebabkan
penurunan kualitas, menyeragamkan warna, mengurangi jumlah mikroba, dan
memasak produk.
Proses pendinginan dilakukan secara bertahap yang bertujuan untuk
menghindari pemanasan berlebihan. Setelah itu, produk akan ditiriskan sebelum
dibekukan. Proses pembekuan menggunakan mesin Individual Quick Frozen (IQF)
dan dilakukan cepat supaya tekstur kedelai edamame tetap terjaga. Hal tersebut
penting untuk mengawetkan produk dengan cara menonaktifkan metabolisme sel,
tanpa mengurangi nilai gizi, warna, dan aroma yang terkandung dalam produk.
Terakhir adalah proses pengemasan. Produk yang sudah dibekukan perlu dikemas
sebelum dikirim kepada buyer atau konsumen. Proses pengemasan meliputi
penimbangan, pembungkusan, pencantuman nomor kode batch, metal detecting,
dan pengemasan dengan karton.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Usaha Pertanian Kontrak (Contract Farming)

Suatu perusahaan pertanian berskala industri sangat bergantung pada


kemampuan petani dalam memenuhi pasokan bahan baku, sehingga diperlukan
suatu kontrak kerja sama antara perusahaan dan petani supaya kontinuitas pasokan
terjamin. Pada awal perusahaan beroperasi, perusahaan sangat bergantung pada
hasil produksi dari petani inti yaitu orang yang sudah terlatih dan secara khusus
dipersiapkan oleh perusahaan untuk melakukan kegiatan budidaya kedelai
edamame. Hal ini disebabkan oleh penguasaan baku teknis dan teknologi budidaya
kedelai edamame membutuhkan waktu dan serangkaian proses dalam
mempersiapkan sumber daya manusianya. Sehingga perusahaan tidak dapat
langsung menerapkannya kepada petani yang tidak memiliki pengetahuan
mengenai budidaya kedelai edamame.
39

Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan terhadap konsumsi kedelai


edamame semakin meningkat baik pasar ekspor maupun dalam negeri. Hal tersebut
mendorong perusahaan melakukan kerja sama dengan petani sekitar untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku. Salah satu bentuk kerja sama tersebut adalah
usaha pertanian kontrak atau contract farming yang baru dilaksanakan pada tahun
2016. Contract farming merupakan persetujuan antara petani dan perusahaan untuk
menghasilkan produk pertanian yang diatur dalam suatu kontrak. PT Mitratani Dua
Tujuh sebagai perusahaan penghasil kedelai edamame mengembangkan kerja sama
dengan petani sekitar dalam bentuk contract farming. Terbentuknya contract
farming ini memberikan peluang kepada petani untuk dapat membudidayakan
kedelai edamame dengan didampingi oleh petugas khusus yang disebut koordinator
mitra.
Koordinator merupakan petugas atau penyuluh lapang yang disediakan
khusus oleh perusahaan untuk mendampingi petani. Koordinator mempunyai tugas
untuk mencari dan membina petani yang ingin bermitra dengan perusahaan, serta
melaporkan secara berkala seluruh aktivitas kemitraan. Koordinator bukan
tergolong karyawan tetap PT Mitratani Dua Tujuh. Perusahaan memberikan biaya
pembinaan koordinator sebesar Rp 400 per kilogram kualitas ekspor. Masing-
masing koordinator mitra mempunyai wilayah kerja dan petani-petani mitra.
Pengadaan koordinator mitra bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan
pembinaan terhadap petani mitra, terlebih jika lokasi tanamnya jauh dari PT
Mitratani Dua Tujuh. Apabila koordinator merasa kesulitan dalam menyelesaikan
suatu permasalahan yang dihadapi oleh petani, maka koordinator akan
menyampaikan kepada asisten manajer atau asisten divisi. Untuk itu diperlukan
hubungan baik, dan rasa saling percaya antara petani mitra, koordinator, dan
perusahaan.
Pelaksanaan contract farming dijalankan secara formal dalam bentuk tertulis
berupa nota kesepakatan kerja sama PT Mitratani Dua Tujuh dengan petani.
Adanya kontrak tertulis dalam bentuk nota kesepakatan kerja sama tersebut
merupakan ciri utama dari suatu contract farming (Erfit, 2011). Nota kesepakatan
kerja sama tersebut memuat masa perjanjian, standar kualitas hasil panen,
penetapan harga, pembayaran, serta hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Kontrak kerja sama tersebut telah memuat ketentuan sesuai pendapat Singh (2002)
dalam Bijman (2008) dan juga Eaton dan Shepherd (2001). Dasar dari kesepakatan
tersebut adalah komitmen petani untuk menyediakan kedelai edamame dengan
kualitas sesuai standar yang telah ditentukan perusahaan, serta komitmen
perusahaan untuk mendukung kegiatan produksi dan membeli hasil panen berupa
kedelai edamame segar milik petani.
Kerjasama yang dilakukan antara perusahaan dengan petani mitra
mempunyai hak dan kewajiban masing-masing yang tertulis dalam nota
kesepakatan kerjasama kemitraan PT Mitratani Dua Tujuh dengan petani. Masa
perjanjian berlaku untuk satu periode tanam, yaitu sejak ditandatangani dan
berakhir setelah semua kewajiban kedua belah pihak selesai. Perusahaan sebagai
pihak pertama mempunyai hak dan kewajiban.
Perusahaan berhak untuk:
1. Mengatur jadwal tanam yang akan dilaksanakan oleh petani.
2. Menolak hasil produksi kedelai edamame yang dilaksanakan di luar
pengawasan/kontrak.
40

3. Melakukan sortasi atau grade atas hasil panen dari petani mitra sesuai
dengan standar kualitas produk ekspor dan non ekspor.
Perusahaan berkewajiban untuk :
1. Mengadakan kontrak kerjasama kemitraan penanaman kedelai edamame
dengan koordinator mitra yang beranggotakan para petani.
2. Melakukan verifikasi atas pengajuan rencana kemitraan meliputi
kepesertaan petani dan luasan yang akan dikelola.
3. Memberikan bantuan sarana produksi tanaman benih, pestisida, dan mulsa
berupa pinjaman yang akan dibayarkan saat panen.
4. Menyiapkan petugas untuk melakukan supervisi dan bimbingan teknis
untuk penanaman kedelai edamame.
5. Menyediakan sarana panen berupa sak waring.
6. Melakukan analisa residu pestisida terhadap kedelai edamame yang ditanam
oleh petani.
7. Menerima hasil produksi edamame dengan harga beli sesuai ketetapan
perusahaan.
Persyaratan yang dibutuhkan petani dari PT Mitratani Dua Tujuh untuk dapat
melakukan contract farming adalah menyerahkan fotokopi identitas diri, kemudian
melaporkan luas lahan dan lokasi lahan yang akan ditanami kedelai edamame
kepada koordinator dari perusahaan. Setelah itu, koordinator sebagai pihak yang
mewakili petani dalam melakukan kesepakatan kerja sama. Kewajiban dan hak
masing-masing pihak telah tercantum dalam nota kesepakatan yang ada di
Lampiran 1. Pihak kedua berhak untuk:
1. Mendapatkan perjanjian kerja sama antara PT Mitratani Dua Tujuh dan
koordinator mitra dengan durasi perjanjian kerja sama selama 1 tahun dan
dapat diperpanjang pada tahun berikutnya.
2. Mendapatkan kontrak kerja sama kemitraan penanaman kedelai edamame
dengan koordinator atau kelompok petani yang beranggotakan para petani.
3. Mendapatkan mulsa plastik dari Pihak Kesatu dengan sistem sewa.
4. Mendapatkan pinjaman karung untuk keperluan panen.
5. Mendapatkan informasi hasil sortasi atas hasil panen maksimal dua hari
setelah panen.
6. Mendapatkan informasi hasil analisis residu pestisida.
7. Menerima pembayaran hasil produk sesuai kesepakatan.
8. Mendapatkan supervisi dan bimbingan teknis dari Pihak Kesatu.
Pihak kedua berkewajiban untuk:
1. Membuat kontrak kerjasama pembentukan kelompok antara koordinator
dengan anggota kelompok yang berisikan kesediaan pembentukan kelompok
dan luasan lahan yang akan dikelola.
2. Melakukan penanaman edamame sesuai dengan jadwal tanam yang
ditetapkan Pihak Kesatu.
3. Mengambil saprotan berupa benih dan pestisida di gudang PT. Mitratani
Dua Tujuh dan mendistribusikan kepada anggota kelompok.
4. Masa penanaman dalam satu dasarian dengan luasan minimal 2,0 ha
maksimal 2 hari tanam.
5. Pihak Kedua wajib mengembalikan kelebihan pemakaian benih.
6. Memenuhi ketentuan standar baku teknis yang diberikan oleh Pihak Kesatu.
41

7. Menyetorkan seluruh hasil produksi edamame yang memenuhi syarat kepada


Pihak Kesatu.
8. Melakukan bimbingan teknis pengelolaan tanaman kepada anggota kelompok.
9. Melakukan pengawasan, pembinaan dan pencatatan pemakaian pupuk dan
pestisida pada anggota kelompok.
10. Bersedia mengikuti ketentuan kelengkapan identitas lahan berupa patok petak,
plang tanam, patok proteksi untuk diterapkan pada anggota kelompok.
11. Pihak Kedua menyiapkan tempat untuk penampungan persediaan benih dan
pestisida.
12. Pihak Kedua berkewajiban untuk bersama-sama mengamankan saprotan yang
berkaitan dengan budidaya edamame, seperti benih dan pestisida.
13. Melaporkan secara berkala seluruh aktifitas kemitraan.
Hal yang perlu diketahui adalah petani tidak mendapatkan pinjaman berupa
uang tunai. Pada awal kesepakatan telah dijelaskan bahwa seluruh biaya atau modal
usahatani disediakan oleh petani sendiri. Lokasi petani dalam melakukan
penanaman kedelai edamame tersebar di Kabupaten Jember antara lain Kecamatan
Wuluhan, Mumbulsari, Semboro, Kalisat, Ledokombo, Sukowono, dan Jelbuk.
Sarana produksi seperti benih dan pestisida akan disalurkan melalui koordinator
mitra. Koordinator akan memberikan laporan mengenai jumlah petani beserta luas
dan lokasi lahan pada setiap musim tanam sehingga koordinator dapat
memperkirakan dan mengambil benih kedelai edamame dan pestisida sesuai
kebutuhan petani nantinya. Jika terjadi kelebihan benih, maka koordinator yang
akan bertanggung jawab kepada perusahaan. Hal ini dilakukan agar benih kedelai
edamame tidak dapat diperjualbelikan secara bebas dan tetap terkontrol. Lahan
milik petani ditandai dengan adanya patok kayu berwarna kuning. Ini memudahkan
untuk melakukan pengawasan baik dari perusahaan maupun dari koordinator.
Koordinator juga membantu petani dalam mengatur jadwal tanam antar petani mitra
lainnya. Hal tersebut dilakukan agar saat panen tidak bersamaan sehingga tenaga
kerja tidak mengalami kekurangan dan untuk menyesuaikan total pasokan kedelai
edamame dengan permintaan yang ada.
PT Mitratani Dua Tujuh menyediakan benih dengan harga Rp 44 000 per
kilogram untuk petani mitra dan Rp 56 000 untuk petani inti. Pembayaran benih
dilakukan setelah petani menyerahkan hasil panen. Hasil panen kedelai edamame
segar untuk kualitas ekspor adalah Rp 6 500 per kilogram. Kualitas non ekspor
adalah Rp 3 000 per kilogram. Pembayaran hasil panen petani biasanya 7-10 hari
setelah penyerahan hasil panen. Uang hasil panen yang diterima petani tentu sudah
dilakukan pemotongan dari perusahaan mengenai pinjaman benih dan sarana
produksi lain pada saat melakukan budidaya kedelai edamame. Selama pelaksanaan
contract farming dengan perusahaan, petani juga mendapatkan supervisi,
bimbingan teknis, dan diberikan pengarahan langsung dari perwakilan perusahaan.
Petani dapat menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan kerja sama, kendala
yang dihadapi, dan informasi lainnya mengenai kedelai edamame. Melalui kegiatan
tersebut diharapkan menjalin hubungan baik antara petani dengan perusahaan.
Pertemuan dengan pihak perusahaan merupakan kesempatan bagi petani
untuk dapat menyampaikan keluhan-keluhan yang dihadapi. Petani mengatakan
bahwa tiap tahun upah tenaga kerja, sewa lahan dan biaya irigasi semakin
meningkat. Namun harga beli kedelai edamame tidak mengalami perubahan,
sehingga petani mengajukan kenaikan harga beli produk kepada perusahaan. Proses
42

pengajuan harga baru tersebut tidak langsung diterima oleh pihak perusahaan.
Apabila petani ingin mengajukan kenaikan harga beli kedelai edamame kepada
perusahaan, maka petani dibantu oleh koordinator akan membuat dokumen
pendukung yang berisi data pembanding dengan tanaman lain dan besarnya biaya
yang dikeluarkan. Perusahaan akan meninjau ulang kondisi di lapang, kemudian
baru dapat memberikan keputusan. Jika perusahaan telah menyetujui dan
menyanggupi kenaikan harga beli, maka perubahan tersebut akan segera diterapkan
pada musim tanam berikutnya.

Gambar 8 Pengarahan kepada petani kedelai edamame

Penentuan model contract farming mengacu pada tipologi Prowse (2012)


berdasarkan empat kriteria antara lain tanaman khas (typical crops), karakteristik
produk (product characteristics), karakteristik perusahaan (firm characteristics),
dan ukuran usahatani (size of farm). Setelah diketahui empat kriteria tersebut maka
dapat ditentukan dari kelima model contract farming, mana yang sesuai dengan
kondisi di lapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT Mitratani Dua Tujuh
adalah perusahaan agroindustri yang menghasilkan kedelai edamame. Tanaman
kedelai edamame menjadi tanaman yang dibudidayakan oleh PT Mitratani Dua
Tujuh karena menjadi komoditas ekspor unggulan di Kabupaten Jember. Kedelai
edamame membutuhkan proses pengolahan supaya menjadi produk kedelai
edamame beku yang siap dikonsumsi dan didistribusikan ke konsumen. Penjelasan
tersebut menerangkan tentang kriteria tanaman khas (typical crops).
Kriteria kedua adalah karakteristik produk dari PT Mitratani Dua Tujuh.
Kedelai edamame dalam teknis produksi atau cara budidaya tergolong sulit karena
kedelai edamame merupakan komoditas baru bagi petani, sehingga petani belum
mempunyai pengalaman dalam membudidayakannya. Hal menarik bagi petani
dalam melakukan budidaya kedelai edamame adalah komoditas tersebut bernilai
tinggi, terlebih sudah memasuki pasar ekspor. Hasil produk kedelai edamame
memiliki tingkat variasi kualitas, sehingga perlu dilakukan sortasi terlebih dahulu.
Pada saat kegiatan panen, hasil kedelai edamame segar akan disortasi dengan
43

membagi ke dalam dua kelompok yaitu kualitas ekspor dan kualitas non ekspor.
Kedelai edamame yang termasuk kualitas ekspor mempunyai ketentuan seperti
yang tertulis dalam nota kesepakatan kerja sama. Ketentuannya antara lain polong
berbiji dua atau lebih, jumlah polong per 500 gr maksimal 165 polong, tidak
terdapat polong berbiji satu dan abnormal, aroma khas kedelai edamame, warna
hijau dan besar polong relatif seragam, tidak terdapat ulat maupun polong yang
patah, jamur dan karat tidak tampak jelas, serta bebas residu pestisida. Selain
ketentuan tersebut maka termasuk ke dalam kualitas non ekspor. Produk kedelai
edamame bersifat tahan lama karena telah melalui sejumlah proses pengolahan
sampai menjadi kedelai edamame beku yang siap dikonsumsi.
Kriteria ketiga adalah karakteristik perusahaan. PT Mitratani Dua Tujuh
merupakan salah satu anak perusahaan PTPN X yang bergerak secara khusus dalam
agroindustri terutama komoditas kedelai edamame. Kriteria selanjutnya adalah
ukuran usahatani (size of farm). Skala atau ukuran usahatani dapat dilihat
berdasarkan luas lahan. Petani dapat bekerja sama dengan perusahaan, baik petani
berskala kecil maupun besar selama petani tersebut dapat berkomitmen dengan
menaati isi nota kesepakatan kerja sama. Hal tersebut disebabkan perusahaan
membutuhkan banyak pasokan kedelai edamame sehingga memerlukan petani
untuk mendapatkan bahan baku.
Hasil penelitian berdasarkan tipologi contract farming dan mengacu pada
pembagian model contract farming dari Eaton dan Shepherd (2001) menunjukkan
model contract farming yang diterapkan adalah intermediary model. Intermediary
model merupakan model antara perusahaan yang berinteraksi dengan petani
melibatkan perantara baik secara formal dan informal dalam melakukan suatu kerja
sama. Peran koordinator adalah sebagai perantara bagi perusahaan dan petani
sehingga model ini merupakan kombinasi dari centralized model dan informal
model. Petani menyediakan modal sendiri untuk pengelolaan budidaya tanaman
kedelai edamame mulai dari tanam sampai dengan panen, sedangkan perusahaan
hanya memberikan pinjaman benih, memberikan bimbingan teknis, dan adanya
jaminan pasar. Kelebihan dari intermediary model adalah mengurangi risiko pada
saat melakukan budidaya dan menurunkan tingkat kendali atau kontrol yang
berlebihan dari perusahaan untuk proses dan produk. Kelemahan model ini adalah
membutuhkan modal yang besar untuk melakukan kegiatan pra dan pasca panen.
Menurut Eaton dan Shepherd (2001) bahwa model ini populer diterapkan di
Indonesia dan Thailand.
Hasil wawancara yang telah dilakukan dengan petani responden, diperoleh
gambaran mengenai hubungan kerja sama antara petani dan perusahaan. Pihak
petani harus menyediakan lahan, tenaga kerja, dan sarana pendukung untuk
kegiatan budidaya kedelai edamame. PT Mitratani Dua Tujuh sebagai pihak
pengusaha eksportir menyediakan modal berupa pinjaman benih, memberikan
bimbingan teknis, dan adanya jaminan pasar. Oleh karena itu, konsep kemitraan
berdasarkan tipe struktur yang dilakukan oleh PT Mitratani Dua Tujuh dengan
petani di sekitarnya untuk komoditas kedelai edamame adalah tipe sinergis.
Menurut Daryanto (2007), usaha pertanian kontrak (contract farming)
menjadi salah satu mekanisme kontrak yang memperkuat posisi tawar-menawar
petani. Adanya kerja sama secara kontrak membantu petani dalam penyediaan
sarana produksi dan meminimalisir risiko harga yang diterima petani karena
ditentukan di awal kontrak. Kontrak inilah yang membuat kedua belah pihak saling
44

berkomitmen dan percaya satu sama lain. Secara umum, pasar luar negeri menuntut
produk kedelai edamame memenuhi standar kualitas dan keamanan pangan yang
tinggi, sehingga dengan menggunakan contract farming perusahaan dapat
memantau proses produksi secara ketat dan menjamin kualitas produk.

Pendapatan Usahatani Kedelai Edamame

Penerimaan Usahatani Kedelai Edamame


Penerimaan usahatani kedelai edamame petani dapat dihitung dari hasil
penjualan kedelai edamame dalam bentuk uang tunai. Seluruh hasil panen milik
petani responden akan diterima dan ditampung oleh perusahaan, sehingga petani
tidak dapat menyimpan dan menjual di tempat lain sesuai dengan yang tertulis di
dalam kontrak yaitu nota kesepakatan kerja sama (Lampiran 1). Penjualan kedelai
edamame terdiri dari dua kategori harga yang berbeda. Hal tersebut berdasarkan
kualitas hasil produksi yang dihasilkan dari tiap-tiap petani, sehingga tiap petani
mempunyai hasil kualitas yang berbeda-beda. Hasil penelitian di lapang
menunjukkan bahwa hasil produksi kedelai edamame yang tinggi belum tentu
mempunyai kualitas yang baik, sehingga akan memengaruhi penerimaan petani.
Sebaliknya, hasil produksi kedelai edamame yang rendah dapat mempunyai
kualitas yang baik dan memberikan penerimaan. Menurut koordinator yang
menjadi salah satu faktor penyebabnya adalah serangan hama dan penyakit saat
kegiatan budidaya. Hal ini juga dijelaskan oleh Zein (2011) yang menyatakan
bahwa sumber risiko dalam produksi kedelai edamame adalah hama dan penyakit
tanaman dan upaya yang dilakukan adalah penyemprotan obat-obatan.
Hasil produksi kedelai edamame dibedakan menjadi dua jenis yaitu kualitas
ekspor atau standart quality (SQ) dan kualitas non ekspor. Kedelai edamame
dengan kualitas SQ akan diolah menjadi bahan baku ekspor, sedangkan kualitas
non ekspor akan diolah dan dipasarkan di dalam negeri. Penerimaan pada penelitian
ini akan dibandingkan dengan penerimaan usahatani yang dilakukan oleh petani inti
yaitu karyawan dari perusahaan yang secara khusus melakukan budidaya kedelai
edamame sebagai produksi utama. Petani inti melakukan budidaya kedelai
edamame dengan menyewa lahan setiap musim tanam. Perbedaan petani inti
dengan petani mitra adalah petani inti mendapatkan bantuan modal untuk
melakukan kegiatan budidaya sedangkan petani mitra menggunakan modal sendiri.
Kedelai edamame kualitas ekspor mempunyai harga lebih tinggi
dibandingkan kualitas non ekspor yaitu sebesar Rp 6 500 per kg dan kualitas non
ekspor sebesar Rp 3 000 per kg. Hasil produksi tiap petani responden mempunyai
kualitas yang berbeda-beda dan secara langsung memengaruhi tingkat harga yang
diterima oleh petani, sehingga penerimaan usahatani kedelai edamame juga
berbeda-beda. Menurut hasil wawancara dengan koordinator di lapang,
penggolongan kualitas berdasarkan pada proses sortasi yang ketat dari perusahaan.
Kualitas produksi tersebut dipengaruhi oleh cara petani selama menanam kedelai
edamame, seperti penanganan ketika terjadi serangan hama dan penyakit serta
penanganan saat kegiatan panen. Dampak tanaman terkena hama dan penyakit serta
proses pemetikan saat kegiatan panen dapat memengaruhi penampilan fisik polong.
Hal tersebut menyebabkan hasil kualitas ekspor lebih rendah dibandingkan kualitas
non ekspor. Penerimaan usahatani kedelai edamame ditunjukkan pada Tabel 14.
45

Tabel 14 Penerimaan usahatani kedelai edamame petani mitra dan petani inti per
hektar pada musim tanam pertama
Penerimaan Jumlah (kg) Harga (Rp/kg) Nilai (Rp)
Petani mitra
Kedelai edamame 5 278.58 6 500 34 310 770
kualitas ekspor
Kedelai edamame 5 741.42 3 000 17 224 260
kualitas non ekspor
Total penerimaan 51 535 030
Petani inti
Kedelai edamame 4 727.4 6 500 30 728 100
kualitas ekspor
Kedelai edamame 5 395.6 3 000 16 186 800
kualitas non ekspor
Total penerimaan 46 914 900

Hasil produksi kedelai edamame antara petani mitra dengan petani inti tidak
berbeda jauh. Perbedaan antara petani mitra dengan petani inti yaitu pada hasil
kualitas ekspor dan non ekspor. Petani mitra memiliki jumlah hasil ekspor lebih
banyak dibandingkan petani inti. Sehingga penerimaan petani mitra juga lebih
banyak dibandingkan petani inti yaitu sebesar Rp 51 535 030 dan Rp 46 914 900.
Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan dalam kegiatan budidaya yang
dilakukan petani mitra dan petani inti. Petani inti melakukan budidaya diawasi
langsung oleh perusahaan, sedangkan petani mitra melakukan budidaya didampingi
oleh koordinator mitra.

Pengeluaran Usahatani Kedelai Edamame


Pengeluaran usahatani kedelai edamame dibedakan menjadi dua bagian yaitu
biaya tunai yang dikeluarkan petani dan biaya non tunai yang diperhitungkan. Biaya
tunai yang dikeluarkan oleh petani responden secara tunai meliputi pembelian
faktor produksi seperti benih, pupuk kimia, pestisida, biaya tenaga kerja luar
keluarga (TKLK), pajak lahan, biaya irigasi, sewa mulsa, biaya angkut hasil panen,
dan sewa lahan. Biaya diperhitungkan adalah biaya yang tidak secara tunai
dikeluarkan oleh petani. Biaya diperhitungkan meliputi biaya tenaga kerja dalam
keluarga (TKDK), biaya penyusutan peralatan, dan biaya terhadap penggunaan
lahan milik sendiri.
1. Benih
Pada penelitian ini, seluruh petani responden menggunakan benih kedelai
edamame yang diperoleh dari perusahaan yaitu varietas Seed Production Mitratani
(SPM). Petani memperoleh benih kedelai edamame melalui koordinator.
Kebutuhan benih tersebut disesuaikan dengan luas lahan yang akan ditanami
kedelai edamame. Rata-rata petani responden membutuhkan kurang lebih sebesar
104.39 kg benih kedelai edamame untuk luas lahan satu hektar. Hal tersebut sesuai
dengan anjuran perusahaan untuk kebutuhan benih kedelai edamame adalah 105 kg
per hektar. Harga pengadaan benih sebesar Rp 44 000 per kg bagi petani mitra.
46

Petani inti membutuhkan benih sebanyak 120 kg untuk luas lahan satu hektar dan
harga pengadaan benihny adalah sebesar Rp 56 000 per kg. Rata-rata biaya yang
dikeluarkan untuk membeli benih kedelai edamame petani responden adalah
sebesar Rp 4 593 160 atau 23 persen dari total biaya tunai. Sedangkan petani inti
mengeluarkan biaya untuk benih sebesar Rp 6 720 000 atau 20.76 persen.
2. Pupuk Kimia dan Pestisida
Pupuk yang digunakan oleh petani responden adalah pupuk kimia yang terdiri
dari urea, ZA, KCl, TSP, dan NPK Phonska. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
petani responden tidak menggunakan pupuk organik atau pupuk kandang. Para
petani berpendapat bahwa penggunaan pupuk organik tidak banyak berpengaruh
pada hasil produksi, namun menambah biaya produksi. Petani responden lebih
memilih untuk membeli pupuk kimia di toko obat pertanian karena mendapatkan
harga pupuk bersubsidi yang lebih terjangkau. Penggunaan obat-obatan seperti
pestisida dapat diperoleh dari perusahaan karena obat-obatan tersebut sudah jelas
kandungan dan dosis pemakaiannya. Walau demikian beberapa petani juga pernah
membelinya di toko obat pertanian. Petani mengikuti rekomendasi dari perusahaan
supaya hasil panen kedelai edamame tidak mengandung residu pestisida yang
terlalu tinggi. Nama jenis dan dosis penggunaan obat-obatan tersebut adalah rahasia
perusahaan. Rata-rata jumlah pupuk kimia yang digunakan oleh petani adalah
787.91 kg dan untuk pestisida sebanyak 6.38 liter. Rata-rata pengeluaran tunai
petani responden untuk membeli pupuk kimia adalah Rp 2 131 476.25 atau 10.67
persen. Komponen biaya lain yang dikeluarkan untuk membeli pestisida adalah
sebesar Rp 1 042 485 atau 5.22 persen. Petani inti menghabiskan jumlah pupuk
kimia sebesar 800 kg dan pestisida sebesar 4.73 liter. Biaya yang dikeluarkan untuk
pupuk kimia adalah Rp 2 751 900 atau 8.5 persen dan pestisida sebesar Rp 747 270
atau 2.31 persen. Biaya yang dikeluarkan petani responden lebih rendah karena
petani membeli pupuk bersubsidi dari pemerintah dibandingkan petani inti.
3. Tenaga Kerja
Setiap kegiatan usahatani pasti membutuhkan tenaga kerja. Tenaga kerja luar
keluarga dibutuhkan terutama pada kegiatan pengolahan lahan, pemupukan dasar,
penanaman, dan panen. Tenaga kerja luar keluarga biasanya tidak hanya berasal
dari daerah petani setempat namun juga daerah yang berjauhan. Berdasarkan
informasi dari koordinator, tenaga kerja dapat didatangkan dari desa-desa lain yang
memang telah berpengalaman dalam kegiatan usahatani kedelai edamame,
sehingga tenaga kerja sangat terampil dalam pekerjaan. Beberapa petani juga ada
yang menggunakan tenaga kerja yang berasal dari daerah setempat, namun belum
berpengalaman dalam melakukan kegiatan budidaya kedelai edamame. Hasil dari
tenaga kerja luar keluarga yang berpengalaman adalah rapi dan sesuai standar
perusahaan. Hasil penelitian di lapang yaitu penggunaan tenaga kerja pria untuk
melakukan kegiatan yang berat seperti pengolahan lahan, penyemprotan, dan
pengangkutan hasil panen. Penggunaan tenaga kerja wanita untuk melakukan
kegiatan seperti penanaman, penyiangan, dan pemanenan.
Pada Tabel 15 menunjukkan rata-rata penggunaan tenaga kerja pada
usahatani kedelai edamame tiap kegiatan. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga
hanya membutuhkan sedikit yaitu 10.04 HOK dan tenaga kerja luar keluarga yaitu
269.97 HOK. Tenaga kerja dalam kegiatan usahatani kedelai edamame dapat
menggunakan tenaga kerja harian dan borongan bergantung pada kebutuhan
kegiatannya. Upah tenaga kerja harian antara laki-laki dan perempuan adalah
47

sebesar Rp 25 000 – Rp 35 000 untuk waktu kerja antara 5-7 jam per hari. Upah
tersebut berbeda-beda bergantung pada lokasi tanam dari masing-masing petani.
Biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 9 952 456.67
dan biaya tenaga kerja dalam keluarga sebesar Rp 62 652.78.

Tabel 15 Penggunaan tenaga kerja usahatani kedelai edamame per hektar pada
musim tanam pertama
Tahapan Kegiatan TKLK (HOK) TKDK (HOK)
Pengolahan Lahan 117.66 3.05
Pemupukan Dasar 016.00 0.89
Penanaman 043.10 0.98
Pemupukan Susulan 1 008.73 1.03
Pemupukan Susulan 2 009.26 0.88
Penyiangan 009.63 0.79
Penyemprotan 003.01 0.87
Pengairan 001.69 0.29
Panen 060.89 1.26
Total 269.97 10.04

Penggunaan tenaga kerja untuk petani inti adalah berasal dari tenaga kerja
luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga tersebut merupakan tenaga kerja yang
telah berpengalaman dalam melakukan kegiatan budidaya kedelai edamame,
sehingga hasil kerjanya sesuai dengan standar perusahaan. Jumlah tenaga kerja
petani inti adalah sebesar 460.2 HOK. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan
petani mitra karena tidak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga.
4. Biaya Lahan
Lahan yang digunakan oleh petani responden sebagian besar berasal dari
lahan milik sendiri. Hasil wawancara dengan petani menyebutkan bahwa lahan
milik sendiri merupakan hasil pewarisan dari orang tua petani atau hasil dari
membeli sendiri. Petani responden rata-rata mengeluarkan biaya pajak lahan yaitu
sebesar Rp 71 473.35. Harga lahan biasanya ditentukan dari lokasi lahan seperti
kemudahan akses jalan, irigasi memadai meskipun di musim kemarau, dan
kesuburan tanah. Penggunaan lahan milik sendiri juga dapat diperhitungkan sebagai
biaya peluang yang seharusnya diterima petani jika lahan disewakan. Besaran biaya
nilai lahan sendiri yang diperhitungkan tiap musim tanam yaitu Rp 7 312 500 untuk
luas lahan satu hektar. Biaya nilai lahan sendiri termasuk biaya yang diperhitungkan
dalam pengeluaran rata-rata usahatani kedelai edamame. Untuk petani inti
mengeluarkan biaya sewa lahan sebesar Rp 9 000 000 per hektar untuk tiap musim
tanam.
5. Biaya Peralatan dan Lain-Lain
Peralatan lain yang dibutuhkan dalam kegiatan budidaya kedelai edamame
adalah mulsa. Biaya yang dikeluarkan untuk sewa mulsa baik petani mitra dan
petani inti adalah Rp 600 000 untuk 600 lembar dalam luas lahan satu hektar. Biaya
lain-lain yang harus dikeluarkan secara tunai oleh petani mitra adalah biaya angkut
hasil panen dan biaya irigasi. Biaya angkut hasil panen sebesar Rp 893 000 untuk
mengirim hasil panen kedelai edamame segar ke pabrik pengolahan. Petani juga
48

menanggung biaya irigasi atau pengairan yaitu sebesar Rp 685 000. Pengeluaran
untuk biaya irigasi dipengaruhi oleh musim. Pada musim kering atau kemarau,
petani responden akan mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan pengairan
pada lahan kedelai edamame, sehingga beberapa petani responden melakukan
kegiatan budidaya kedelai edamame pada peralihan musim kemarau ke musim
hujan supaya biaya irigasi dapat dihemat. Petani inti tidak mengeluarkan biaya
untuk angkut hasil panen karena telah disediakan oleh perusahaan, sedangkan biaya
irigasi yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp 400 000.
6. Penyusutan Alat Pertanian
Alat-alat pertanian yang digunakan dalam budidaya kedelai edamame antara
lain cangkul, sprayer atau alat semprot, ember, sabit, dan koret. Alat-alat tersebut
pada umumnya milik petani sendiri, namun terdapat beberapa petani yang
meminjam alat semprot kepada tetangga atau saudaranya. Pembelian alat-alat
pertanian diperoleh dari pasar atau toko pertanian yang ada di daerah tempat tinggal
petani. Penggunaan peralatan pertanian menyebabkan nilai dari peralatan
mengalami penyusutan sehingga diperlukan perhitungan biaya terhadap
penyusutan peralatan. Perhitungan biaya penyusutan peralatan menggunakan
metode garis lurus dengan mengasumsikan nilai sisa peralatan adalah nol rupiah.
Pada usahatani kedelai edamame, biaya penyusutan terbesar adalah sprayer dan
diikuti dengan cangkul serta sabit. Secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Penyusutan peralatan usahatani kedelai edamame


Alat Jumlah Harga (Rp) Umur ekonomis Biaya penyusutan
(unit) (tahun) (Rp)
Cangkul 2.0 63 000 5 6 075.00
Sprayer 2.0 627 500 5 75 875.00
Ember 2.6 6 100 3 1 383.33
Sabit 1.3 31 500 5 2 058.33
Koret 0.6 8 000 5 600.00
Total biaya penyusutan 85 991.67

Tingginya biaya disebabkan kebutuhan peralatan pada kegiatan


penyemprotan yang paling sering dilakukan pada budidaya kedelai edamame.
Perhitungan penyusutan didasarkan pada musim tanam kedelai edamame. Biaya
penyusutan petani inti adalah sebesar Rp 213 000. Biaya tersebut lebih besar
dibandingkan milik petani mitra karena jumlah peralatan yang digunakan lebih
banyak. Petani tidak melakukan pembelian peralatan setiap musim tanam, namun
akan melakukan pembelian jika peralatan tersebut mengalami kerusakan dan sudah
tidak dapat digunakan.
Struktur biaya usahatani kedelai edamame di PT Mitratani Dua Tujuh baik
petani mitra dan inti meliputi benih, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lain. Hasil
perhitungannya untuk luas lahan satu hektar pada musim tanam pertama tahun 2018.
Berdasarkan Tabel 17, biaya pengeluaran tunai terbesar yang harus dibayar oleh
petani kedelai edamame adalah biaya tenaga kerja sebesar 49.84 persen dari total
biaya tunai. Hal serupa juga dikemukakan oleh Irsyadi (2011) bahwa pengeluaran
terbesar dari total biaya tunai usahatani kedelai edamame adalah biaya tenaga kerja
luar keluarga. Menurutnya, kebutuhan tenaga kerja usahatani kedelai edamame
49

memang cenderung besar terutama untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Keterbatasan


jumlah anggota keluarga yang membantu dalam kegiatan usahatani, menyebabkan
penggunaan tenaga kerja lebih banyak berasal dari luar keluarga atau buruh. Selain
itu penggunaan tenaga mesin masih jarang dilakukan sehingga membutuhkan
penggunaan tenaga kerja manusia yang lebih banyak. Jumlah penggunaan tenaga
kerja juga berbeda-beda tergantung dari kegiatan pertanian yang akan dilakukan.
Biaya kedua terbesar adalah benih yaitu Rp 4 593 160 atau sebesar 23 persen. Benih
kedelai edamame didapatkan petani dari PT Mitratani Dua Tujuh. Komponen biaya
terbesar lainnya adalah untuk pemupukan, penyemprotan, dan pengangkutan hasil
panen. Pemupukan menggunakan pupuk kimia sebesar 10.67 persen atas biaya
tunai. Penyemprotan menggunakan pestisida sebesar 5.22 persen dan biaya angkut
panen sebesar 4.47 persen atas biaya tunai.

Tabel 17 Pengeluaran usahatani kedelai edamame petani mitra per hektar pada
musim tanam pertama
Pengeluaran Satuan Jumlah Nilai (Rp) Persentase
(%)
Biaya tunai
1. Benih kg 104.39 4 593 160.00 23.00
2. Pupuk kimia kg 787.91 2 131 476.25 10.67
3. Pestisida liter 6.38 1 042 485.00 5.22
4. TKLK HOK 269.97 9 952 456.67 49.84
5. Mulsa lembar 600.00 600 000.00 3.00
6. Pajak lahan Rp 71 473.35 0.36
7. Biaya angkut Rp 893 000.00 4.47
panen
8. Biaya irigasi Rp 685 000.00 3.43
Total biaya tunai 19 969 051.27 100.00
Biaya yang
diperhitungkan
1. Penyusutan Rp 85 991.67 1.15
peralatan pertanian
2. TKDK HOK 10.04 62 652.78 0.84
3. Nilai lahan Rp 7 312 500.00 98.01
sendiri
Total biaya 7 461 144.45 100.00
diperhitungkan
Total biaya 27 430 195.72

Tabel 18 menunjukkan pengeluaran usahatani kedelai edamame milik petani


inti. Perbedaan antara petani mitra dan inti ditunjukkan pada pengeluaran petani inti
tidak memasukkan komponen biaya angkut panen dan pajak lahan. Perusahaan
telah menyediakan kendaraan operasional khusus untuk mengangkut hasil panen
kedelai edamame milik petani inti. Pengeluaran terbesar dari total biaya tunai
usahatani kedelai edamame adalah biaya tenaga kerja luar keluarga, sewa lahan,
dan benih.
50

Tabel 18 Pengeluaran usahatani kedelai edamame petani inti per hektar pada
musim tanam pertama
Pengeluaran Satuan Jumlah Nilai (Rp) Persentase
(%)
Biaya tunai
1. Benih kg 120.00 6 720 000.00 20.76
2. Pupuk kimia kg 800.00 2 751 900.00 8.50
3. Pestisida liter 4.73 747 270.00 2.31
4. TKLK HOK 460.20 12 156 900.00 37.55
5. Mulsa lembar 600.00 600 000.00 1.85
6. Sewa lahan Rp 9 000 000.00 27.80
8. Biaya irigasi Rp 400 000.00 1.24
Total biaya tunai 32 376 070.00 100.00
Biaya yang
diperhitungkan
1. Penyusutan Rp 213 000 100,00
peralatan pertanian
Total biaya 213 000 100.00
diperhitungkan
Total biaya 32 589 070.00

Pendapatan Usahatani Kedelai Edamame


Pendapatan usahatani kedelai edamame merupakan selisih antara penerimaan
dan pengeluaran usahatani. Perhitungan pendapatan merupakan salah satu tolak
ukur keberhasilan petani dalam menghasilkan keuntungan atau kerugian dalam
kegiatan usahatani. Rasio penerimaan dan biaya (R/C) digunakan untuk menilai
usahatani efisien atau tidak untuk dijalankan.

Tabel 19 Perhitungan pendapatan usahatani kedelai edamame petani mitra dan inti
per hektar pada musim tanam pertama
Komponen Petani mitra (Rp) Petani inti (Rp)
A. Penerimaan total 51 535 030.00 46 914 900.00
B. Biaya tunai 19 969 051.27 32 376 070.00
C. Biaya diperhitungkan 7 461 144.45 213 000.00
D. Total pengeluaran (B+C) 27 430 195.72 32 589 070.00
E. Pendapatan atas biaya tunai (A-B) 31 565 978.73 14 538 830.00
F. Pendapatan atas biaya total (A-D) 24 104 834.28 14 325 830.00
G. R/C atas biaya tunai 2.58 1.45
H. R/C atas biaya total 1.87 1.43

Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa hasil pendapatan baik milik petani
mitra maupun petani inti adalah bernilai positif yang berarti sama-sama
menghasilkan keuntungan. Pendapatan tersebut diterima oleh petani tiap satu
periode tanam yaitu bulan Januari-April. Pendapatan tunai yang dihasilkan petani
mitra lebih besar dibandingkan petani inti. Hal tersebut dikarenakan penerimaan
51

petani mitra lebih besar dipengaruhi oleh hasil sortasi kualitas ekspor. Hasil
penelitian menunjukkan rata-rata petani responden mampu menghasilkan kedelai
edamame kualitas ekspor sebesar 47.9 persen, serta produktivitas rata-rata adalah
10.63 ton/ha. Selain itu juga dipengaruhi oleh total pengeluaran. Total pengeluaran
petani mitra lebih rendah dibandingkan petani inti karena petani mitra cenderung
cost minimization dan menghadapi keterbatasan modal. Petani mitra akan membeli
faktor-faktor produksi dengan harga sesuai modal yang dimiliki. Petani mitra dapat
membeli pupuk bersubsidi dari Pemerintah sehingga biaya untuk pembelian pupuk
dapat dihemat, sedangkan perusahaan membeli pupuk tanpa subsidi sehingga biaya
yang dikeluarkan lebih besar.
Perhitungan nilai rasio penerimaan terhadap biaya (R/C) atas biaya total milik
petani mitra bernilai lebih dari satu. Nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1.87 yang
berarti bahwa setiap Rp 1 000 yang dikeluarkan petani dalam kegiatan usahatani
kedelai edamame akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1 870. Berdasarkan
nilai R/C baik petani mitra dan petani inti dapat disimpulkan bahwa kegiatan
usahatani yang dilakukan adalah efisien. Usahatani yang efisien adalah usahatani
yang secara ekonomis menguntungkan dalam penggunaan biaya untuk berproduksi.

Faktor Produksi Kedelai Edamame

Faktor-faktor yang memengaruhi terhadap produksi kedelai edamame di PT


Mitratani Dua Tujuh terdiri dari luas lahan, benih, tenaga kerja, pestisida, pupuk
urea, pupuk ZA, dan pupuk KCl. Penentuan faktor-faktor tersebut merujuk pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Irsyadi (2011), kemudian disesuaikan
dengan kondisi di lapang. Model fungsi produksi kedelai edamame yang dibentuk
menggunakan pendugaan parameter Ordinary Least Square (OLS). Asumsi-asumsi
yang harus dipenuhi ialah uji multikolinearitas, autokorelasi, heteroskedastisitas,
dan normalitas.
Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan antar peubah penjelas. Pemodelan pertama dengan tujuh peubah
ditemukan masalah multikolinearitas yang ditunjukkan dengan adanya nilai VIF
lebih dari 10 pada peubah luas lahan, benih, dan pestisida. Masalah
multikolinearitas pada penelitian ini diperbaiki dengan mengeluarkan salah satu
peubah penjelas. Peubah luas lahan dipilih untuk menghilangkan multikolinearitas,
sehingga peubah responnya menjadi hasil produktivitas kedelai edamame (Y).
Perbaikan multikolinearitas tersebut merujuk pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Irsyadi (2011) dan Silalahi (2013). Pertimbangan lainnya adalah
luas lahan bersifat tetap karena untuk menambah luas lahan dibutuhkan waktu,
sedangkan jumlah benih dan pestisida dapat ditingkatkan dengan cara pengaturan
jarak tanam dan pengaturan dosis pemakaian. Implikasi dari dikeluarkannya peubah
luas lahan dari model adalah mengubah model fungsi produksi awal menjadi fungsi
produktivitas. Setelah diperbaiki, maka model selanjutnya dinyatakan terbebas dari
masalah multikolinearitas, ditunjukkan dengan nilai VIF kurang dari 10.
Pengujian selanjutnya adalah uji autokorelasi yang bertujuan untuk melihat
ada atau tidaknya korelasi pada sisaan. Hasil uji autokorelasi dengan Breusch-
Godfrey (Lampiran 5) menunjukkan tidak terdapat autokorelasi pada model,
52

ditunjukkan dengan nilai probabilitas F hitung (0.30) lebih besar dari taraf nyata
sebesar lima persen. Uji heteroskedastisitas dapat ditunjukkan dengan melihat
grafik plot antara nilai prediksi peubah respon dengan sisaannya. Hal ini dapat
dilihat dari gambar grafik pada Lampiran 7 yang menunjukkan sisaan tidak
memiliki pola yang jelas atau plot data menyebar acak. Cara lain untuk uji
heteroskedastisitas adalah dengan uji Glejser pada Lampiran 6 dengan melihat nilai
probabilitas F hitung (0.20) lebih besar dari taraf nyata lima persen, sehingga tidak
ada heteroskedastisitas.
Uji yang terakhir adalah uji normalitas untuk melihat sisaan menyebar normal
atau tidak. Uji ini menggunakan uji Jarque-Bera dengan nilai probabilitas Jarque-
Bera (0.58) lebih besar dari taraf nyata lima persen, sehingga sisaan menyebar
normal (Lampiran 3). Selain itu dapat dilihat dari grafik plot normal (Normal
Probability Plot) yang menunjukkan bahwa titik-titik data menyebar di sekitar garis
diagonal mengarah ke kanan atas dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal,
sehingga dapat disimpulkan bahwa data mempunyai sebaran normal (Lampiran 7).
Berdasarkan hasil pengujian tersebut, model fungsi produktivitas telah memenuhi
asumsi OLS sehingga model dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh peubah
penjelas.

Tabel 20 Pendugaan parameter produktivitas kedelai edamame PT Mitratani Dua


Tujuh
Penduga Koefisien Standar Error Nilai P VIF
Konstanta 1.22 0.42 0.009
Benih 0.33* 0.08 0.001 1.17
Tenaga kerja 0.04 0.06 0.534 1.66
Pestisida -0.27* 0.07 0.001 1.62
Urea -0.13** 0.06 0.060 2.42
ZA 0.07 0.04 0.117 2.07
KCl 0.04 0.04 0.339 1.57
R-sq : 0.57
F-hitung : 4.99
*) berpengaruh nyata pada taraf nyata sebesar 5 persen
**) berpengaruh nyata pada taraf nyata sebesar 10 persen

Tabel 20 memperlihatkan bahwa nilai F hitung sebesar 4.99 dan nilai F tabel
sebesar 2.76 pada taraf nyata lima persen. Maka nilai F hitung (4.99) lebih besar
daripada nilai F tabel (2.53), sehingga cukup bukti untuk menyatakan bahwa
minimal ada satu faktor produksi berpengaruh nyata terhadap produktivitas kedelai
edamame pada taraf nyata sebesar lima persen. Selain itu untuk mengetahui adanya
pengaruh nyata dari setiap faktor-faktor produksi dapat melihat nilai P dari setiap
peubah penjelas. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa peubah penjelas yang
secara parsial berpengaruh nyata terhadap produktivitas kedelai edamame pada
taraf nyata lima persen adalah benih dan pestisida, serta pupuk urea pada taraf nyata
sepuluh persen.
Akurasi model dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi. Nilai koefisien
determinasi (R-square) pada pendugaan model sebesar 0.57. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa sebesar 57 persen produktivitas kedelai edamame dapat
53

dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya sebesar 43 persen dapat dijelaskan oleh
faktor-faktor lain di luar model. Faktor-faktor lain di luar model yang diduga
berpengaruh antara lain tingkat kesuburan tanah, serangan hama dan penyakit, serta
pengaruh iklim dan cuaca. Menurut Gujarati (2003) dalam Basuki (2016), nilai dari
R-square dikatakan masih baik untuk suatu model karena R-square merupakan
besaran non negatif dan nilai tersebut masih terletak di antara 0 ≤ R2 ≤ 1 atau
memiliki nilai lebih dari 50 persen. Berdasarkan Tabel 20 di atas, maka persamaan
model dapat dituliskan sebagai berikut:

Ln Y = 1.22 + 0.33 Ln X1 + 0.04 Ln X2 - 0.27 Ln X3 - 0.13 Ln X4 + 0.07 Ln X5


+ 0.04 Ln X6 + u

Koefisien regresi dalam model tersebut menunjukkan elastisitas produksi.


Penjumlahan nilai koefisien regresi pada model adalah kurang dari satu sehingga
berada di kondisi decreasing returns to scale terhadap penggunaan faktor-faktor
produksi kedelai edamame. Tahap produksi usahatani kedelai edamame di PT
Mitratani Dua Tujuh berada pada daerah II atau daerah rasional dalam kurva
produksi. Hal tersebut berarti bahwa penambahan faktor-faktor produksi secara
terus-menerus pada kegiatan usahatani kedelai edamame akan menyebabkan
penurunan hasil produksi kedelai edamame.

Benih
Koefisien dari peubah benih bernilai positif sebesar 0.33, sehingga dapat
diperoleh informasi bahwa setiap penambahan benih sebesar satu persen akan
meningkatkan produktivitas kedelai edamame sebesar 0.33 persen dengan asumsi
peubah lain tetap (ceteris paribus). Penggunaan benih dalam kegiatan usahatani
kedelai edamame berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen terhadap
produktivitas kedelai edamame. Berdasarkan data di lapang bahwa rata-rata
penggunaan benih petani responden adalah 104.39 kg untuk luas lahan satu hektar.
Jumlah tersebut mendekati jumlah benih yang dianjurkan oleh perusahaan yaitu 105
kg per hektar, sehingga petani responden sudah mampu menyesuaikan kebutuhan
benih yang akan ditanam dengan luas lahan yang tersedia. Daya tumbuhnya
(germinasi) dapat mencapai 80-95 persen sehingga benih yang ditanam dapat
berkecambah dan tumbuh normal. Benih kedelai edamame diproduksi sendiri oleh
perusahaan dengan varietas benih Seed Production Mitratani (SPM), sehingga
terjamin kualitasnya.
Kebutuhan benih tergantung pada areal, jarak tanam, dan cara tanam. Jarak
tanam yang dianjurkan perusahaan adalah 10 cm x 25 cm. Penelitian Handayani
(2011) juga menyatakan bahwa benih berpengaruh secara nyata terhadap produksi
kedelai edamame, sehingga penambahan jumlah benih akan meningkatkan
produktivitas. Penambahan jumlah benih tergantung dari pengaturan jarak tanam
yang digunakan saat melakukan budidaya kedelai edamame. Penggunaan benih
kedelai edamame oleh petani inti lebih banyak yaitu mencapai 120 kg per hektar.
Kebutuhan benih petani inti lebih banyak dibandingkan petani mitra, namun
hasilnya tidak jauh berbeda. Hal tersebut dikarenakan jumlah kebutuhan benih
ditentukan oleh besar kecilnya ukuran benih yang digunakan. Pengaturan kerapatan
populasi tanaman dapat meningkatkan produktivitas. Kondisi di lapang
menunjukkan penurunan produktivitas disebabkan adanya kompetisi antar tanaman
54

kedelai edamame dalam memanfaatkan lingkungannya termasuk kompetisi untuk


mendapatkan kebutuhan atas unsur hara, air, dan penyinaran matahari.

Tenaga Kerja
Koefisien dari peubah tenaga kerja bernilai positif sebesar 0.04. Hal tersebut
menandakan bahwa setiap penambahan peubah tenaga kerja sebesar satu persen
akan meningkatkan produktivitas kedelai edamame sebesar 0.04 persen, dengan
asumsi peubah lain tetap (ceteris paribus). Penambahan tenaga kerja dalam
kegiatan usahatani kedelai edamame tidak berpengaruh nyata terhadap
produktivitas kedelai edamame. Hasil penelitian Handayani (2011) menyatakan
bahwa tenaga kerja berpengaruh tidak nyata karena penggunaan tenaga kerja yang
kurang menguasai teknis budidaya kedelai edamame.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan usahatani kedelai edamame
membutuhkan banyak tenaga kerja (labour intensive) terutama pada kegiatan
seperti penanaman dan pemananen. Tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja
harian dan borongan. Perbedaannya adalah penggunaan tenaga kerja harian yang
berasal dari daerah tempat tinggal petani kurang terampil dibandingkan tenaga kerja
borongan dari luar daerah tempat tinggal. Menurut hasil wawancara dengan petani
responden, tenaga kerja harian kurang menguasai teknis budidaya kedelai edamame
karena masih tergolong baru sehingga membutuhkan waktu yang relatif lebih lama
dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Hal tersebut berdampak pada pengeluaran
biaya untuk tenaga kerja menjadi semakin lebih besar.

Pestisida
Koefisien dari peubah pestisida bernilai negatif yaitu sebesar 0.27 dan
mempunyai pengaruh nyata pada taraf nyata lima persen. Nilai tersebut memiliki
arti bahwa setiap penambahan pestisida sebesar satu persen akan menurunkan
produktivitas kedelai edamame sebesar 0.27 persen dengan asumsi peubah lain
tetap. Perlindungan tanaman kedelai edamame atau proteksi terhadap serangan
hama dan penyakit dapat dimulai dari tanaman berusia lima hari setelah tanam
sampai menjelang panen. Pestisida yang digunakan harus disesuaikan dengan hama
dan penyakit tanaman dan waktu penyemprotan. Penggunaan jenis pestisida oleh
petani diatur dan menjadi rahasia perusahaan sehingga tidak dapat menyebutkan
nama jenis dan dosis penggunaan pestisida.
Kondisi di lapang menunjukkan bahwa kerusakan tanaman kedelai edamame
yang disebabkan oleh hama dan penyakit dapat menyebabkan penurunan
produktivitas. Penggunaan pestisida harus dilakukan secara hati-hati supaya tidak
melebihi ambang batas residu yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pada kondisi
di tempat penelitian, tanaman kedelai edamame mempunyai risiko tinggi terhadap
serangan hama dan penyakit seperti Heliopthis amigera , Aphis glycines, Bimesia
tabaci, Spodoptera litura, dan rust. Kelemahan petani responden adalah belum
dapat mengidentifikasi hama beserta gejala serangannya sehingga masih sangat
memerlukan bantuan dan peran koordinator.

Pupuk Urea
Koefisien dari peubah pupuk urea bernilai negatif sebesar 0.13, sehingga
dapat diperoleh informasi bahwa setiap penambahan pupuk urea sebesar satu persen
akan menurunkan produktivitas kedelai edamame sebesar 0.13 persen dengan
55

asumsi semua peubah tetap (ceteris paribus). Penggunaan pupuk urea dalam
kegiatan usahatani kedelai edamame berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen
terhadap produktivitas kedelai edamame. Pemupukan menjadi salah satu upaya
meningkatkan produktivitas tanaman. Hasil tersebut berbeda dengan hasil
penelitian Irsyadi (2011) dan Apriliana (2017) yang menyatakan bahwa
penggunaan pupuk urea memberikan pengaruh positif dan tidak memiliki pengaruh
nyata.
Penggunaan rata-rata pupuk urea petani responden adalah sebesar 222.14 kg
untuk luas lahan satu hektar tiap musim tanam. Pada masa pertumbuhan baik
vegetatif atau sebelum fase pembungaan perlu pemupukan untuk mencukupi
kebutuhan hara. Unsur hara yang diperlukan tanah adalah unsur N yang diperoleh
dari pupuk urea. Takaran pupuk perlu diperhitungkan dengan kondisi tanaman,
cuaca, dan waktu serap pupuk. Berdasarkan standar dari perusahaan, pupuk susulan
pertama membutuhkan sebanyak 100 kg per hektar dan pupuk susulan kedua
membutuhkan sebanyak 100 kg per hektar. Hasil penelitian menunjukkan
penggunaan pupuk urea petani responsen melebihi yang dianjurkan oleh
perusahaan.

Pupuk ZA
Koefisien dari peubah pupuk ZA bernilai positif sebesar 0.07, sehingga dapat
diperoleh informasi bahwa setiap penambahan pupuk ZA sebesar satu persen akan
meningkatkan produktivitas kedelai edamame sebesar 0.07 persen dengan asumsi
semua peubah tetap (ceteris paribus). Penggunaan pupuk ZA dalam kegiatan
usahatani kedelai edamame tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kedelai
edamame. Unsur hara yang diperlukan tanah adalah unsur N yang dapat juga
diperoleh dari pupuk ZA. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemberian pupuk
adalah bedengan bersih dari gulma atau setelah dilakukan penyiangan. Penelitian
di lapang menunjukkan bahwa sebagian petani responden ada yang melakukan
penyiangan dan ada yang tidak melakukan. Petani responden menyatakan bahwa
penyiangan tidak dilakukan untuk menghemat biaya tenaga kerja. Menurut hasil
penelitian, rata-rata pupuk ZA yang digunakan oleh petani responden dalam satu
musim tanam adalah 275.36 kg untuk luas lahan satu hektar, sedangkan
rekomendasi yang diberikan adalah sebesar 300 kg per hektar. Cara pemupukannya
adalah ditebar merata di antara tanaman, kemudian dilakukan penyiraman supaya
pupuk dapat meresap ke dalam tanah dengan baik.

Pupuk KCl
Koefisien dari peubah pupuk KCl bernilai positif sebesar 0.04, sehingga dapat
diperoleh informasi bahwa setiap penambahan pupuk KCl sebesar satu persen akan
meningkatkan produktivitas kedelai edamame sebesar 0.04 persen dengan asumsi
semua peubah tetap (ceteris paribus). Penggunaan pupuk adalah untuk
meningkatkan unsur-unsur tanah yang berguna bagi pertumbuhan tanaman kedelai
edamame. Kondisi ini sama dengan penggunaan pupuk ZA, sehingga hal tersebut
mungkin disebabkan penggunaan pupuk KCl oleh petani responden tidak
bervariasi, dan telah melebihi dosis yang direkomendasikan oleh perusahaan.
Penelitian sebelumnya oleh Irsyadi (2011) dan Apriliana (2017) juga menyatakan
tidak memiliki pengaruh. Menurut hasil penelitian, rata-rata pupuk KCl yang
digunakan oleh petani responden dalam satu musim tanam adalah 170.89 kg,
56

sedangkan penggunaan pupuk KCl yang dianjurkan perusahaan adalah 150 kg per
hektar. Penggunaannya tersebut pada musim hujan menyebabkan instensitas
penggunaan pupuk lebih tinggi karena air hujan dapat membawa lapisan tanah yang
mengandung pupuk. Penggunaan pupuk KCl mempunyai kandungan unsur K yang
dibutuhkan bagi tanah. Cara pemupukan yang dilakukan oleh petani responden
adalah ditebar merata di antara tanaman, kemudian dilakukan penyiraman supaya
pupuk dapat meresap ke dalam tanah dengan baik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Usahatani kedelai edamame di PT Mitratani Dua Tujuh dapat dilakukan baik


oleh petani inti maupun petani mitra. Kegiatan budidaya kedelai edamame meliputi
pengadaan benih, persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pengairan,
penyiangan, proteksi, dan panen. Hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa pelaksanaan usaha pertanian kontrak (contract farming)
antara petani mitra dan PT Mitratani Dua Tujuh adalah tipe sinergis dengan
intermediary model yang melibatkan perantara dalam penyediaan bahan baku bagi
perusahaan. Perantara dalam penyediaan bahan baku tersebut adalah koordinator
mitra.
Secara keseluruhan pendapatan usahatani dan rasio R/C menunjukkan bahwa
usahatani kedelai edamame yang dilakukan oleh petani di PT Mitratani Dua Tujuh
menguntungkan dan efisien. Pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani
responden dalam satu periode tanam kedelai edamame yaitu Rp 24 104 834.28 per
hektar dan nilai rasio R/C atas biaya total adalah 1.87. Berdasarkan hasil analisis
faktor-faktor produksi kedelai edamame menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
berpengaruh nyata terhadap produktivitas kedelai edamame adalah penggunaan
benih, pestisida, dan pupuk urea. Sementara itu penggunaan tenaga kerja, pupuk
ZA dan KCl tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kedelai edamame.

Saran

Berdasarkan simpulan dari penelitian, beberapa saran yang dapat diberikan


antara lain:
1. Pelaksanaan usaha pertanian kontrak dalam membuat kesepakatan atau
kontrak kerja sama perlu melibatkan petani, terutama mengenai perincian
harga beli produk.
2. Produktivitas kedelai edamame dapat ditingkatkan. Sebaiknya petani
menggunakan masukan (input) sesuai anjuran yaitu meningkatkan jumlah
benih, serta mengurangi penggunaan baik untuk pestisida maupun pupuk
urea.
3. Penelitian terkait usahatani kedelai edamame dapat dikembangkan kembali
pada penelitian selanjutnya dengan membandingkan antara petani mitra dan
petani inti dari perusahaan.
57

DAFTAR PUSTAKA

Apriliana H. 2017. Faktor-faktor yang memengaruhi produksi dan analisis


pendapatan usahatani kedelai di Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk,
Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Basuki AT. 2016. Pengantar Ekonometrika (Dilengkapi Penggunaan Eviews).
Sleman (ID): Danisa Media.
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2014. Analisis Rumah
Tangga, Lahan, dan Usaha Pertanian di Indonesia: Sensus Pertanian 2013.
Jakarta.
[Bappenas Jember] Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Jember. 2015.
Penyusunan Masterplan Pertanian. Jember.
Bijman J. 2008. Contract Farming in Developing Countries. Netherlands:
Wageningen University.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Laporan Hasil Sensus Pertanian 2013. Jakarta
(ID): Badan Pusat Statistik
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2016.
Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Produk Domestik Bruto Indonesia Triwulanan
2013-2017. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
[BPS Jember] Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember. 2017. Kabupaten Jember
dalam Angka 2017. Jember (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember.
Daniel M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.
Daryanto A. 2007. Contract Farming sebagai Sumber Pertumbuhan Baru dalam
Bidang Peternakan. http:www.mb.ipb.ac.id. [diakses 2018 Mei 29]
Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan
Petani Kecil. Soekartawi, Soeharjo A, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr.
Terjemahan dari: Farm Management Research for Small Development.
Eaton C dan Shepherd AW. 2001. Contract Farming-Partnerships for Growth : A
Guide. Rome. FAO Agricultural Services Bulletin 145.
Erfit. 2011. Pemberdayaan petani dengan kemitraan pada agribisnis hortikultura.
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora. 13(1):47-58.
Handayani Rr. 2011. Analisis trend produksi dan faktor-faktor yang memengaruhi
produksi kedelai edamame serta pola kemitraan petani edamame pada PT
Mitratani Dua Tujuh di Kabupaten Jember [skripsi]. Jember (ID): Universitas
Jember.
Irsyadi I. 2011. Analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani kedelai edamame
petani mitra PT Saung Mirwan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2013. Laporan Akhir Analisis Dinamika
Konsumsi Pangan Masyarakat Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian
Perdagangan.
[Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2013. Market Intelligence: Processed
Vegetables. Jakarta (ID): Kementerian Perdagangan.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2013. Analisis Penduduk dan Kemiskinan
Sektor Pertanian. Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2016. Outlook Komoditas Pertanian Tanaman
Pangan Kedelai. Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
58

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2017. Buletin Konsumsi Pangan. Jakarta (ID):


Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Kurniasanti SA, Sumarwan U, Kurniawan BPY. 2014. Analisis dan model strategi
peningkatan daya saing produk edamame beku. Jurnal Manajemen &
Agribisnis. 11(3): 154-163.
Maliki A, Ismono RH, Yanfika H. 2013. Pola kemitraan contract farming antara
petani cluster dan PT Mitratani Agro Unggul (PT MAU) di Kabupaten
Lampung Selatan. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis. 1(3): 187-194.
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): PT Pustaka LP3ES.
Prowse M. 2012. Contract Farming in Developing Countries-A Review. France:
University of Antwerp.
Rustiani F, Sjaifudian H, Gunawan R. 1997. Mengenal Usaha Pertanian Kontrak
(Contract Farming). Bandung (ID): Yayasan AKATIGA.
Samsu SH. 2001. Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor Edamame
Vegetable Soybean. Jakarta: Mitratani Dua Tujuh.
Sari IRM. 2017. Rantai pasok sayuran di PT Bimandiri Agro Sedaya [tesis]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Shinta A. 2011. Ilmu Usahatani. Malang (ID): UB Press.
Silalahi AA. 2013. Analisis pendapatan dan faktor-faktor yang memengaruhi
produksi usahatani kedelai di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi,
Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Soekartawi. 1991. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Jakarta (ID): CV Rajawali.
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): UI Press.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Jakarta
(ID): PT RajaGrafindo Persada.
Soewanto H, Prasongko A, Sumarno. 2007. Kedelai: Teknik Produksi dan
Pengembangan. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan.
Sumardjo, Sulaksana J, Darmono WA. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan
Agribisnis. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Suminartika E, Budiman MA, Nursyamsiyah, Kusno K. 2017. Kontribusi usaha
tumpangsari kedelai terhadap pendapatan keluarga petani kedelai di sentra
produksi Jawa Barat. Agricore-Jurnal Agribisnis dan Sosial Ekonomi
Pertanian. 2(2):348-353.
Will M. 2013. Contract Farming Handbook. Germany: Deutsche Gesellschaft fur
Internationale Zusammenarbeit (GIZ).
Winahyu N. 2014. Pendapatan usahatani kedelai di Desa Sukasirna Kecamatan
Sukaluyu Kabupaten Cianjur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Zein H. 2011. Peranan kemitraan terhadap pengelolaan risiko usaha petani kedelai
edamame, kasus: petani kedelai edamame di Desa Sukamanah Kecamatan
Megamendung, Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
59

LAMPIRAN

Lampiran 1 Nota kesepakatan kerja sama PT Mitratani Dua Tujuh dengan petani

NOTA KESEPAKATAN KERJASAMA KEMITRAAN


PT. MITRATANI DUA TUJUH
DENGAN
PETANI
No: ……/PJ-Mitra/M27/…../…

Pada hari ini,…tahun dua ribu…(….-201…), kami yang bertanda tangan di


bawah ini:
I. Nama : Ngadiyanto
Jabatan : Direktur
Alamat : Jl. Brawijaya 83 Mangli, Jember
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama PT. Mitratani Dua Tujuh,
selanjutnya dalam Nota Kesepakatan ini disebut sebagai Pihak Kesatu.
II. Nama :
Alamat :
No. KTP :
Telp. :
Dalam hal ini mewakili petani, selanjutnya dalam Nota Kesepakatan ini
disebut sebagai Pihak Kedua.
Para Pihak dengan ini menerangkan terlebih dahulu:
1. Bahwa PT. Mitratani Dua Tujuh selaku Pihak Kesatu adalah perusahaan
swasta nasional bergerak dalam bidang bisnis sayuran beku.
2. Bahwa………selaku Pihak Kedua adalah Koordinator Mitra yang
menanam/membudidayakan edamame.
3. Bahwa yang dimaksud Budidaya Edamame adalah usaha/kegiatan untuk
menanam kedelai edamame yang diawali persiapan tanam, tanam,
pemeliharan dan panen.
4. Bahwa yang dimaksud periode tanam adalah masa tanam selama waktu
tertentu. Periode tanam dalam satu tahun terbagi menjadi 3 yaitu Periode I
(Januari-April), Periode II (Mei-Agustus), dan Periode III (September-
Desember).
5. Bahwa yang dimaksud Verifikasi Lahan adalah memeriksa kesesuaian lahan
yang diajukan baik luasan maupun waktu tanam.
6. Bahwa yang dimaksud Standar Baku Tehnis adalah cara/aturan yang telah
ditentukan untuk budidaya edamame.
7. Bahwa yang dimaksud Benih Edamame adalah biji dari kedelai edamame
yang layak digunakan untuk budidaya edamame.
8. Bahwa yang dimaksud Pestisida adalah bahan/zat beracun yang digunakan
untuk membunuh/membasmi hama penyakit pada tanaman.
9. Bahwa yang dimaksud Supervisi adalah kunjungan ke lapangan untuk
pemantauan kesesuaian seluruh persyaratan pelaksanaan kemitraan.
60

10. Bahwa yang dimaksud Grading adalah kegiatan memilih/memisahkan


edamame (ekspor, non ekspor dan sampah).
11. Bahwa yang dimaksud Kualitas Ekspor adalah standar edamame yang
memiliki ketentuan sebagai berikut:
a. Polong berbiji dua atau lebih.
b. Jumlah polong per 500 gr maks. 165 polong.
c. Tidak terdapat polong biji satu, 3-1, 2-1, dan abnormal.
d. Aroma khas edamame.
e. Warna hijau relatif seragam.
f. Besar polong relatif seragam.
g. Tidak terdapat ulat pada polong.
h. Jamur tidak tampak jelas.
i. Karat tidak tampak jelas.
j. Tidak terdapat polong patah.
k. Batas panjang serat terkelupas tidak melebihi satu biji, maks. 8 polong
per 500 gr.
l. Tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda.
m. Bebas residu pestisida
12. Bahwa yang dimaksud Kualitas Non Ekspor adalah standar edamame yang
memiliki ketentuan sebagai berikut:
a. Bersih dari tanah/lumpur, daun, ranting dan batang tanaman.
b. Tidak tercampur bahan lain (hanya edamame).
c. Warna edamame hijau segar dan seragam.
d. Kondisi bahan baku segar (tidak layu atau busuk).
e. Tidak mengandung hama dan penyakit.
13. Bahwa yang dimaksud Residu Pestisida adalah kandungan bahan aktif
pestisida yang tersisa di dalam produk.
14. Batas Maksimum Residu (BMR) adalah batas kandungan residu pestisida
yang bisa ditoleransi dengan menggunakan standar Jepang.
15. Bahwa yang dimaksud Mulsa Plastik adalah bahan penutup tanah yang terbuat
dari plastik
16. Bahwa yang dimaksud Sak Waring adalah wadah/tempat penampungan hasil
panen yang terbuat dari jaring berupa karung.
17. Bahwa yang dimaksud Kawasan Penanaman adalah lokasi/daerah penanaman
yang dibatasi oleh suatu aturan/ketentuan.
18. Bahwa yang dimaksud Contoh/Sample tanaman adalah contoh/sampel 1
(satu) tanaman yang mewakili luas 0,05 ha.
19. Bahwa yang dimaksud Laboratorium adalah suatu tempat yang dilengkapi
dengan perlengkapan tertentu untuk melakukan analisa residu pestisida dan
sudah mendapatkan legalitas surat rekomendasi dari buyer.
Kedua belah pihak bersepakat untuk mengadakan perjanjian kerja sama usaha
budidaya edamame, dengan persyaratan sesuai pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 1
Maksud dan Tujuan
Pihak Kesatu memberi kesempatan kepada Pihak Kedua yang bertindak
sebagai koordinator mitra dan atau kelompok petani, untuk mengusahakan
budidaya edamame. Pihak Kedua akan menyetorkan seluruh hasil produksi
61

tanaman edamame kepada Pihak Kesatu. Pihak Kesatu akan membeli seluruh hasil
produksi yang memenuhi syarat sesuai dengan pasal 10.

Pasal 2
Luas Tanam
Pihak Kedua akan melakukan kerjasama kemitraan penanaman edamame
seluas ........... hektar, yang akan ditanam pada bulan ................., dasarian ...........

Pasal 3
Hak dan Kewajiban
Pihak Kesatu berhak untuk:
1. Mengatur jadwal tanam yang akan dilaksanakan oleh Pihak Kedua.
2. Menolak hasil produksi edamame yang dilaksanakan diluar
pengawasan/kontrak.
3. Melakukan sortasi/grade atas hasil panen dari Pihak Kedua sesuai dengan
standar kualitas produk ekspor dan non ekspor.
Pihak Kesatu Berkewajiban untuk:
1. Mengadakan perjanjian kerjasama antara PT. Mitratani Dua Tujuh dan
koordinator mitra dengan durasi perjanjian kerjasama selama 1 tahun dan
dapat diperpanjang pada tahun berikutnya.
2. Mengadakan kontrak kerjasama kemitraan penanaman edamame dengan
koordinator mitra yang beranggotakan para petani.
3. Melakukan verifikasi atas pengajuan rencana kemitraan oleh koordinator
mitra yang meliputi kepesertaan petani sebagai anggota kelompok dan areal
serta luasan yang akan dikelola.
4. Memberikan bantuan sarana produksi tanaman benih, pestisida dan mulsa
berupa pinjaman yang akan dibayarkan saat panen.
5. Menyiapkan petugas untuk melakukan supervise dan bimbingan teknis untuk
penanaman edamame.
6. Menyediakan sarana panen berupa sak waring.
7. Melakukan analisa residu pestisida terhadap edamame yang ditanam oleh
Pihak Kedua.
8. Menerima hasil produksi edamame dengan harga beli sesuai Pasal 12.

Pihak Kedua berhak untuk :


1. Mendapatkan perjanjian kerjasama antara PT. Mitratani Dua Tujuh dan
koordinator mitra dengan durasi perjanjian kerjasama selama 1 tahun dan
dapat diperpanjang pada tahun berikutnya.
2. Mendapatkan kontrak kerjasama kemitraan penanaman edamame dengan
koordinator mitra dan atau kelompok petani yang beranggotakan para petani.
3. Mendapatkan mulsa plastik dari Pihak Kesatu dengan sistem sewa.
4. Mendapatkan pinjaman karung/sak waring untuk keperluan panen.
5. Mendapatkan informasi hasil sortasi/grading atas hasil panen maksimal 2
(dua) hari setelah panen.
6. Mendapatkan informasi hasil analisa residu pestisida.
7. Menerima pembayaran hasil produk sesuai pasal 12.
8. Mendapatkan supervisi dan bimbingan teknis dari Pihak Kesatu.
62

Pihak Kedua berkewajiban untuk:


14. Membuat kontrak kerjasama pembentukan kelompok antara koordinator
dengan anggota kelompok yang berisikan kesediaan pembentukan kelompok
dan luasan lahan yang akan dikelola.
15. Melakukan penanaman edamame sesuai dengan jadwal tanam yang
ditetapkan Pihak Kesatu.
16. Mengambil saprotan berupa benih dan pestisida di gudang PT. Mitratani
Dua Tujuh dan mendistribusikan kepada anggota kelompok.
17. Masa penanaman dalam satu dasarian dengan luasan minimal 2.0 ha
maksimal 2 hari tanam.
18. Pihak Kedua wajib mengembalikan kelebihan pemakaian benih.
19. Memenuhi ketentuan standar baku teknis yang diberikan oleh Pihak Kesatu.
20. Menyetorkan seluruh hasil produksi edamame yang memenuhi syarat kepada
Pihak Kesatu.
21. Melakukan bimbingan teknis pengelolaan tanaman kepada anggota kelompok.
22. Melakukan pengawasan, pembinaan dan pencatatan pemakaian pupuk dan
pestisida pada anggota kelompok.
23. Bersedia mengikuti ketentuan kelengkapan identitas lahan berupa patok petak,
plang tanam, patok proteksi untuk diterapkan pada anggota kelompok.
24. Pihak Kedua menyiapkan tempat untuk penampungan persediaan benih dan
pestisida.
25. Pihak Kedua berkewajiban untuk bersama-sama mengamankan saprotan yang
berkaitan dengan budidaya edamame, seperti benih dan pestisida.
26. Melaporkan secara berkala seluruh aktifitas kemitraan.

Pasal 4
Luas Lahan
1. Luasan lahan koordinator mitra dalam satu masa kontrak per periode tanam
minimal 8 ha maksimal 15 ha.
2. Luasan lahan untuk kelompok petani dalam satu kontrak penanaman minimal
2,0 ha maksimal 5 ha.
3. Durasi penanaman dalam 1 kelompok tanam adalah 2 hari tanam dengan total
luasan penanaman minimal 2,0 ha.
4. Lahan yang digunakan untuk penanaman edamame tidak berstatus
bermasalah atau sengketa. Dan apabila dikemudian hari lahan tersebut
diketahui sengketa maka Pihak Kesatu tidak menerima semua hasil panen
serta tidak menanggung segala resiko.

Pasal 5
Petani Anggota Kelompok
1. Koordinator mitra membuat perjanjian kerjasama pembentukan kelompok
antara koordinator dengan anggota kelompok yang berisikan kesediaan
pembentukan kelompok, luasan lahan yang akan dikelola, dan menerima
pinjaman saprotan, dan menerima pembayaran melalui Koordinator Mitra.
2. Petani anggota kelompok koordinator mitra dan atau kelompok petani dengan
luasan masing-masing petani minimal 0,2 ha.
3. Bersedia mengikuti ketentuan kelengkapan identitas lahan berupa patok petak,
plang tanam, patok proteksi.
63

Pasal 6
Biaya Penggarapan
Petani mitra anggota kelompok menyediakan biaya sendiri untuk pengelolaan
budidaya tanaman edamame dari persiapan tanam sampai dengan panen.

Pasal 7
Supervisi dan Bimbingan Teknis
1. Pihak Kesatu melakukan verifikasi atas pengajuan lahan yang akan dikelola
dan pelaksanaan penanaman serta data yang disampaikan.
2. Pihak Kesatu menyiapkan petugas untuk melakukan supervisi dan bimbingan
teknis kepada Pihak Kedua dan anggota kelompok.

Pasal 8
Pemakaian Benih, Pestisida dan Mulsa Plastik
1. Benih, pestisida dan mulsa plastik akan disiapkan oleh Pihak Kesatu sesuai
dengan kebutuhan Pihak Kedua.
2. Biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan benih, pestisida dan sewa mulsa
plastik menjadi beban Pihak Kedua.
3. Harga pengadaan benih senilai Rp 44 000 (empat puluh empat ribu rupiah)
per kg dan untuk pestisida sesuai dengan harga perolehan Pihak Kesatu.
4. Biaya sewa mulsa sebesar Rp 600 000 (enam ratus ribu rupiah) sejumlah 600
lembar per Ha. Mulsa plastik dikembalikan 1 (satu) minggu setelah tanam.
5. Apabila terjadi kehilangan mulsa plastik maka Pihak ke dua wajib mengganti
sebesar Rp 12 500 (dua belas ribu lima ratus rupiah) per lembar.
6. Pihak Kedua membayar beban biaya benih, pestisida dan sewa mulsa plastik
dengan cara diperhitungkan pada saat pembayaran hasil produksi.

Pasal 9
Analisa Residu Pestisida
1. Pihak Kesatu akan melakukan pengambilan sampel/contoh untuk analisa
residu pestisida bersamaan dengan pelaksanaan panen.
2. Analisa residu pestisida sesuai dengan standar Jepang.
3. Hasil analisa residu pestisida akan keluar selambat-lambatnya 10 (sepuluh)
hari kerja setelah pengiriman contoh/sampel ke laboratorium.
4. Pihak Kesatu akan menyampaikan hasil analisa residu pestisida pada Pihak
Kedua.
5. Biaya analisa residu menjadi beban Pihak Kesatu dengan syarat luasan tanam
minimal 2.0 Ha.

Pasal 10
Panen / Pemetikan
1. Pihak Kedua menyampaikan rencana waktu, luasan dan volume panen per
hari selama periode panen kepada Pihak Kesatu selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari sebelum pelaksanaan panen.
2. Pihak Kesatu akan meminjamkan sarana panen berupa karung/sak waring
sesuai dengan rencana panen yang akan digunakan Pihak Kedua.
3. Pihak Kedua wajib menyetorkan seluruh hasil panen edamame kepada Pihak
Kesatu.
64

4. Apabila terjadi kehilangan sak waring maka Pihak ke dua wajib mengganti
sebesar Rp 2 500 (dua ribu lima ratus rupiah) per sak.
5. Pengiriman hasil panen edamame diterima Pihak Kesatu di Pabrik
Pengolahan PT Mitratani Dua Tujuh paling lambat jam 15.00 WIB.
6. Apabila hasil panen diterima Pihak Kesatu lebih dari jam 15.00 WIB, Pihak
Kesatu akan melakukan proses grading/sortasi pada hari berikutnya.

Pasal 11
Grading / Sortasi
1. Pihak Kesatu akan melakukan sortasi pada bahan baku yang dihasilkan Pihak
Kedua.
2. Pihak Kesatu akan melakukan analisa ulat dalam polong/etiella setiap 500 kg
Raw Material (RM) diambil 1 (satu) sampel. Apabila ditemukan ulat lebih
dari 3 polong 500 gr maka produk masuk kategori non ekspor.
3. Pihak Kedua diperbolehkan mengikuti proses sortasi
4. Pihak Kesatu akan memberikan informasi hasil sortasi.

Pasal 12
Pembayaran
1. Pihak Kesatu wajib membayar hasil budidaya edamame yang disetor Pihak
Kedua dengan harga yang telah disepakati bersama, serta kualitas yang telah
ditentukan oleh Pihak Kesatu dan telah dipahami oleh Pihak Kedua yaitu:
a. Harga pembelian edamame kualitas ekspor sebesar Rp 6 500 (enam ribu lima
ratus rupiah)/kg.
b. Apabila rendemen produksi edamame kualitas Ekspor diatas 50%, maka akan
ada tambahan harga pembelian setiap kg-nya sebesar Rp 500 (lima ratus
rupiah).
c. Harga pembelian kualitas non ekspor sebesar Rp 3 000 (tiga ribu rupiah)/kg.
2. Kualitas Ekspor yang mengandung residu pestisida sama atau diatas ambang
Batas Maksimum Residu (BMR) yang telah ditentukan oleh Pihak Kesatu
akan dimasukkan dalam kategori Kualitas Non Ekspor.
3. Pembayaran dilakukan Pihak Kesatu setelah panen Pihak Kedua selesai
sesuai luasan kontrak.
4. Pihak Kesatu membayar jumlah harga tersebut dengan cara 2 (dua) tahap
sebagai berikut :
I. Pembayaran tahap I (pertama) adalah jumlah Non Ekspor dikalikan dengan
Rp 3 000 (tiga ribu rupiah) dikurangi beban biaya yang ditanggung Pihak
Kedua (pasal 4).
II. Pembayaran tahap II (kedua) dilakukan setelah hasil analisa residu pestisida
dinyatakan memenuhi persyaratan oleh Pihak Kesatu.
Dengan perhitungan sebagai berikut:
Jumlah kualitas ekspor dikalikan Rp 6 500 (enam ribu lima ratus rupiah).

Pasal 13
Biaya Pembinaan Koordinator
Pihak Kesatu memberikan biaya pembinaan yang dilakukan oleh koordinator
pada anggota kelompok. Besaran biaya pembinaan Rp 400 per kg kualitas ekspor.
65

Pasal 14
Masa Perjanjian
Perjanjian ini berlaku 1 (satu) periode tanam, yaitu sejak ditandatangani
kedua belah pihak dan akan berakhir setelah semua kewajiban kedua belah pihak
selesai.

Pasal 15
Lain-lain
Ketentuan-ketentuan lainnya yaitu : Surat Pernyataan Pembentukan
Kelompok, Hasil Verifikasi Lahan, Nota Kesepahaman Kemitraan, menjadi
lampiran yang tidak terpisahkan dalam kontrak kerjasama ini (menjadi satu
kesatuan dengan kontrak ini).

Pasal 16
Wan Prestasi
Apabila terdapat penyimpangan baku teknis pemakaian pestisida yang
dilakukan Pihak Kedua, maka Pihak Kesatu akan membeli hasil produksi Pihak
Kedua sebagai kriteria Non Ekspor.

Pasal 17
Addendum
Apabila terdapat perubahan-perubahan atas perjanjian ini dan atas
kesepakatan kedua belah pihak, akan dibuatkan Addendum.

Pasal 18
Perselisihan
Apabila terjadi perselisihan akibat perjanjian ini, kedua pihak akan
melakukan musyawarah. Namun apabila tidak didapat kesepakatan, akan
diselesaikan melalui Pengadilan Negeri di Jember.

Pasal 19
Penutup
Perjanjian ini dibuat rangkap dua, masing-masing bermaterai cukup dan
memiliki kekuatan hukum yang sama, dan ditandatangani di Jember.

Pihak Kesatu Pihak Kedua

Ngadiyanto ……………
Direktur
66

Lampiran 2 Penerimaan, pengeluaran tunai, pengeluaran total, pendapatan tunai,


pendapatan total, R/C tunai, R/C total petani responden
No. Penerimaan Pengeluaran Pengeluaran Pendapatan Pendapatan R/C R/C
tunai tunai total tunai total tunai total

1. 27 590 600 11 286 200 18 563 450 16 304 400 9 027 150 2.45 1.49
2. 21 024 960 9 959 800 14 350 800 11 065 160 6 674 160 2.11 1.47
3. 91 345 320 46 929 200 56 129 950 44 416 120 35 215 370 1.95 1.63
4. 41 988 570 23 442 580 23 478 955 18 545 990 18 509 615 1.79 1.79
5. 83 283 220 46 901 800 51 330 050 36 381 420 31 953 170 1.78 1.62
6. 19 446 250 9 319 750 11 333 000 10 126 500 8 113 250 2.09 1.72
7. 121 031 280 49 970 820 61 113 507 71 060 460 59 917 772 2.42 1.98
8. 102 165 945 46 714 850 57 257 850 55 451 095 44 908 095 2.19 1.78
9. 40 899 060 21 271 100 24 613 350 19 627 960 16 285 710 1.92 1.66
10. 83 772 575 39 345 700 48 454 450 44 426 875 35 318 125 2.13 1.73
11. 74 967 705 29 344 300 36 215 800 45 623 405 38 751 905 2.55 2.07
12. 30 556 500 11 063 500 20 968 625 19 493 000 9 587 875 2.76 1.46
13. 37 937 070 12 079 800 21 607 050 25 857 270 16 330 020 3.14 1.76
14. 19 086 060 6 764 700 9 769 825 12 321 360 9 316 235 2.82 1.95
15. 13 632 900 5 896 700 8 001 575 7 736 200 5 631 325 2.31 1.70
16. 22 564 800 8 572 720 12 497 595 13 992 080 10 067 205 2.63 1.81
17. 55 462 725 20 389 100 30 885 350 35 073 625 24 577 375 2.72 1.79
18. 71 266 715 24 046 620 36 141 995 47 220 095 35 124 720 2.96 1.97
19. 32 143 950 9 828 420 16 303 545 22 315 530 15 840 405 3.27 1.97
20. 77 683 500 28 748 600 39 373 350 48 934 900 38 310 150 2.70 1.97
21. 28 941 450 11 155 300 15 652 800 17 786 150 13 288 650 2.59 1.85
22. 35 502 000 13 148 500 18 973 500 22 353 500 16 528 500 2.70 1.87
23. 38 832 480 18 140 700 21 693 950 20 691 780 17 138 530 2.14 1.79
24. 40 082 040 13 643 200 20 514 450 26 438 840 19 567 590 2.94 1.95
25. 50 757 000 26 312 000 31 572 125 24 445 000 19 184 875 1.93 1.61
26. 58 248 720 18 183 700 31 981 825 40 065 020 26 266 895 3.20 1.82
27. 38 832 480 11 917 800 18 003 237 26 914 680 20 829 242 3.26 2.16
28. 51 024 140 25 873 900 26 004 150 25 150 240 25 019 990 1.97 1.96
29. 89 635 280 38 076 200 51 243 450 51 559 080 38 391 830 2.35 1.75
30. 86 822 010 40 925 000 53 142 750 45 897 010 33 679 260 2.12 1.63
67

Lampiran 3 Pendugaan parameter produktivitas kedelai edamame PT Mitratani


Dua Tujuh
Penduga Koefisien Standar t-hitung Nilai P VIF
error
Konstanta 1.22 0.42 2.87 0.009
Ln X1 0.33 0.08 3.95 0.001 1.17
Ln X2 0.04 0.06 0.63 0.534 1.66
Ln X3 -0.27 0.07 -3.84 0.001 1.62
Ln X4 -0.13 0.06 -1.98 0.060 2.42
Ln X5 0.07 0.04 1.63 0.117 2.07
Ln X6 0.04 0.04 0.98 0.339 1.57
R-Square 0.57 P 0.002
F hitung 4.99
Probabilitas Jarque-Bera 0.58

Lampiran 4 Analisis varian (ANOVA)


Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah
Keragaman (DF) (SS) (MS)
Regresi 06 0.21 0.04
Sisaan 23 0.16 0.01
Total 29 0.37

Lampiran 5 Hasil uji autokorelasi (uji Breusch-Godfrey)


Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 1.271480 Prob. F(2,21) 0.3011
Obs*R-squared 3.240407 Prob. Chi-Square(2) 0.1979

Lampiran 6 Hasil uji heteroskedastisitas (uji Glejser)


Heteroskedasticity Test: Glejser
F-statistic 1.572656 Prob. F(6,23) 0.2001
Obs*R-squared 8.727299 Prob. Chi-Square(6) 0.1895
Scaled explained SS 6.104681 Prob. Chi-Square(6) 0.4116
68

Lampiran 7 Hasil output grafik Minitab 15


69

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Malang pada tanggal 16 November 1995. Penulis merupakan
putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Markum dan Ibu Sulikah.
Tahun 2014 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jember. Pada tahun yang sama,
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen
Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama perkuliahan, penulis aktif
dalam berbagai organisasi dan kegiatan. Penulis pernah mengikuti organisasi
Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam FEM (FORMASI) di tahun 2015-2016
dan Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) di tahun 2016-
2017.
Penulis juga mengikuti beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB. Kegiatan tersebut antara lain
IPB Goes to Field 2016 dan Six University Initiative Japan-Indonesia Service
Learning Program (SUIJI-SLP) tahun 2017 baik yang dilaksanakan di Indonesia
maupun di Jepang. Selama masa kuliah penulis juga mendapatkan beasiswa yaitu
beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari pemerintah melalui Direktorat
Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kemristekdikti pada tahun 2015 dan beasiswa
PLN pada tahun 2016 sampai 2018.

Anda mungkin juga menyukai