Anda di halaman 1dari 3

Cerpen ; Cerita Legenda, Ramayana

Trishanku

Dahulu kala berkuasalah seorang raja masyhur dari dinasti titisan Dewa Surya, Raja
Satyabrata. Ia berkuasa di kerajaan Ayodya, dan merupakan nenek moyang Ramadewa, salah satu
awatara Dewa Wisnu pada cerita Ramayana. Raja Satyabrata memerintah dengan sombong dan
tidak peduli terhadap rakyatnya. Ia memiliki postur tubuh tampan dan gagah, hingga terbuai sendiri
oleh ketampanannya sendiri dan cenderung tidak ingin berpisah dengan raga kasarnya. Ia ingin naik
ke surga dengan raganya yang penuh pesona itu.

Pada suatu hari, Raja Satyabrata memerintah kerajaan Ayodya sangat buruk, sehingga dalam
ambang kemiskinan. Raja Satyabrata pun terkena dampaknya sendiri, raja tersebut menderita
kelaparan dalam jangka waktu cukup lama karena tak adanya pasokan makanan dari para petani. Ia
pun mencuri sapi Rsi Wasistha, lalu sapi yang dicurinya itu disembelihnya kemudian dimakan. Rsi
Wasistha yang mengetahui hal itu menjadi marah dan memberi kutukan berupa sebuah nama
Trishanku kepada raja tersebut. Trishanku sendiri berarti tiga dosa, dosa pertama Satyabrata
memerintah tidak becus, kedua Satyabrata mencuri sapi Rsi, ketiga Satyabrata memakan daging sapi
(hewan sapi disucikan pada masa tersebut). Bergantilah Satyabrata menjadi Trishanku.

Amat mencintai raga tampannya, Raja Trishanku ingin ke surga dengan badan kasarnya pada
ajalnya. Untuk memenuhi keinginannya, Trishanku memohon pada Rsi Wasistha untuk mewujudkan
keinginannya. Sang Rsi menasihati raja sombong itu untuk melupakan keinginan yang tidak mungkin
terwujud itu. Tidak puas dengan jawaban sang guru, ia dekati putra-putra Rsi Wasistha dan sekali
lagi mengutarakan keinginannya. Alhasil mereka menertawakan kegilaan sang raja dan mengusirnya.

Walau ditolak Rsi Wasistha dan putra-putranya, Raja Trishanku tetap bersikeras dengan
keinginannya. Sang raja pun berkata“ Biarkanlah putra seorang rsi yang tak memiliki kesaktian, lebih
baik aku mencari seseorang yang lebih hebat diluar sana”. Tentu saja, mendengar ucapan tersebut,
putra-putra Wasistha naik pitam dengan perkataan raja muda itu. Mereka pun mengutuk sang raja
“Semoga Tuanku Raja menjadi seorang yang sangat hina-dina”.

Kutukan tersebut menjadi kenyataan. Esok paginya ketika bangun dari tidurnya, Raja
Trishanku berubah menjadi seorang yang buruk rupa dengan pakaian yang kumuh.

Para menteri dan rakyatnya tidak bisa mengenalnya. Sehingga, ia pun diusir dari kerajaan.
Setelah kejadian itu, ia mengembara tak tentu arah, menjadi gembel yang kotor dengan wajah buruk
rupa. Kelaparan hampir merenggut nyawanya, sampai takdir membawanya ke asrama Rsi
Wiswamitra,

Rsi Wiswamitra jatuh kasihan kepada raja yang dikutuk itu, dan ingin membantu Trishanku
pergi ke surga dengan badan kasarnya. Wiswamitra melakukan ini karena ingin bersaing kekuatan
dengan Rsi Wasistha yang dianggapnya lemah itu.

Lalu, sang rsi mulai mempersiapkan upacara korban agung; paling agung yang pernah
diselenggarakan
Mereka mengundang para rsi beserta muridnya untuk ikut serta dalam upacara korban
besar itu. Dan, semua rsi pun datang kecuali putra-putra Wasistha, justru mereka menertawakan
upacara yang tidak mungkin itu.

Mendengar jawaban putra-putra Wasistha, amarah Wiswamitra meledak. “Amat hinanya


kalian sehingga mengejek upacara yang agung ini!!, aku kutuk kalian....” ucap Wiswamitra
mengeluarkan kata-kata kutukan. Putra-putra Wasistha mati seketika itu juga dan akan terlahir
selama tujuh generasi di sebuah suku kanibal.

Kemudian, upacara agung dimulai. Wiswamitra memuji-muji keagungan tubuh Trishanku


supaya para rsi yang hadir mau membantu mengantarkan Trishanku bersama raganya ke surga.

Takut pada kesaktian dan temperamen Rsi Wiswamitra yang mudah naik darah, para tamu
undangan ikut memberikan bantuan dan upacara pun dapat berjalan lancar. Ketika upacara tiba
pada bagian memohon para dewa supaya sudi turun ke tempat itu guna menerima korban
persembahan, ternyata tidak satu pun dewa yang menampakkan diri. Itu berarti upacara
persembahan korban Wiswamitra gagal. Dalam hati, para rsi yang hadir menertawakan
kegagalannya.

Wiswamitra marah besar ketika menyadari para dewa tidak berkenan dengan korban
persembahannya. Dengan mantra komat-kamit keluar dari mulutnya ia berkata, “Yang Mulia
Trishanku, lihatlah kekuatanku selama ini. Aku akan berikan semua kebaikan yang telah aku lakukan
untukmu. Jika tapa brataku memang berhasil membawa kekuatan, engkau akan terangkat ke surga
bersama badan watag-mu. Aku tidak peduli jika para dewa tidak berkenan menerima korban
persembahanku. YANG MULIA TRISHANKU, NAIKLAH KE SURGA!!”

Tak lama, terjadilah keajaiban itu. Trishanku dengan raganya terangkat ke surga. Dunia
menyaksikan kekuatan tapa brata Wiswamitra.

Sayangnya, ketika Trishanku mencapai gerbang surga, Dewa Indra memerintahkannya untuk
turun kembali ke bumi. “Siapakah dirimu, masuk ke surga dengan badan kasar, buruk rupa ini?.
Wahai manusia bodoh yang dikutuk Rsi-nya sendiri, KEMBALILAH KE BUMI!!!”.

Trishanku pun meluncur turun dari surga dengan kepala di bawah. Ia berseru minta tolong,
“Wiswamitra, TOLOOONG...!!, SELAMATKAN AKU!!!”

Melihat Trishanku ditolak masuk surga, Wiswamitra semakin murka. Ia bertekad memberi
pelajaran kepada para dewa. Teriaknya kepada Trishanku, “BERHENTI..., BERHENTI DI SANA!!” Ajaib,
Trishanku yang meluncur turun ke bumi tiba-tiba berhenti dan tidak bergerak di udara, bersinar-
sinar seperti layaknya bintang. Seperti Dewa Brahma yang kedua, Wiswamitra kemudian
menciptakan angkasa langit penuh bintang di langit selatan , menciptakan Dewa Indra kedua, dan
para dewa baru.

Karena khawatir kekuasaannya akan guncang, para dewa mengalah dan memohon supaya
Rsi Wiswamitra berhenti unjuk kekuatan. “Biarlah Trishanku tetap berada disana. Biarlah cahaya
bintang gemilang ciptaanmu menggantung di langit untuk selamanya, seperti kemasyhuran dan
kehormatanmu. Kendalikan amarahmu dan marilah berdamai.” Raja Trishanku pun tetap disana
bagai bintang suci bersama ciptaan Wiswamitra lainnya.

Amarah, kesombongan, dan keras kepala hanyalah beban pikiran yang diberikan
kesempatan untuk bertindak sehingga berdampak seperti cerita diatas.*. Tamat. *
OLEH : CANDRA ADI VIIB

Anda mungkin juga menyukai