Anda di halaman 1dari 2

Diskusi Penyelidikan Georadar & Konsep Penanganan, 26 Juli 2023

PROYEK
JARINGAN IRIGASI
DI. RENGRANG
SUMEDANG – JAWA BARAT

Perjalanan yang Menjadi Saksi


WEEKLY MEETING-6
Deskripsi Indentifikasi & Mitigasi Bawah Permukaan

Senin, 26 Juni 2023


Diskusi Penyelidikan Georadar & Konsep Penanganan, 26 Juli 2023

ABSTRAK

Jaringan Irigasi Rengrang dibangun sebagai bentuk salah satu kompensasi lahan sawah yang terampak pembangunan
Waduk Jatigede seluas 1.500 Ha di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Perjalanan Panjang telah dilalui dengan berbagai
dinamikanya dalam proses pelaksanaan fisik konstruksi, sejak Tgl 24 November 2014 s/d 10 Januari 2020. Pada TA 2023,

PROYEK
dimulailah pelaksanaan fisik konstruksi dengan nama pekerjaan “Rehabitasi / Peningkatan Jaringan Rengrang”. Semua
Pihak yang ikut serta dalam proses pelaksanaan pekerjaan tersebut, berharap agar pekerjaan saat ini, dapat menjadi
solusi komprehensif terhadap berbagi dinamika yang telah terjadi. Keberadaan batuan lunak, Formasi Subang yang
tersebar secara luas di areal eksisting lokasi pekerjaan. Batuan lunak tersebut berupa kandungan batu lempung dan

JARINGAN IRIGASI
serpih (clay shale) dengan sisipan batu pasir. Pada beberapa kasus, potensi kembang susut yang dimiliki oeh batuan
lunak mempunya nilai tekanan pengembangan (swelling pressure) sebesar 0,138 – 0,295 kg/cm2, dengan kata lain,
material ini mampu untuk mengembang dengan kekuatan 2,9 ton meter persegi, sehingga akan dapat merusak bangunan
yang ada di atasnya. Berbagai kegagalan pembangunan infrastruktur dapat dijumpai pada batuan lunak, yang telah

DI. RENGRANG
meyebabkan batuan ini mendapatkan perhatian khusus akhir-akhir ini. Perhatian diberikan berkaitan dengan
kecenderungan akan peristiwa degradasi fisik atau dikenal dalam isitilah slaking. Karena peristiwa slaking ini, maka
batuan lunak akan kehilangan kekuatannya yang biasanya terjadi akibat aktifitas penggalian atau pemotongan lereng.
Kegagalan dalam mengidentifikasi secara detail keberadaan dan perilaku batuan lunak, menjadi kontributor utama
pembengkakan biaya dan waktu pelaksanaan konstruksi. Mayoritas kegagalan konstruksi pada batuan lunak (clay shale),
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penyelidikan standart geoteknik yang ada selama ini dan tingginya tingkat
subjektifitas interprestasi statigrafi bawah permukaan. Untuk meminimalisir potensi terjadinya dinamika yang sama
dibelakang hari, maka dilakukan inovasi penyelidikan yang mampu menangkap berbagi faktor variabilitas dan
kompleksitas bawah permukaan, berupa sinergisitas penyelidikan tiga cabang keilmuan, secara geologi (geological
mapping) berupa peta geologi eksisting Tahun 2021, geofisika (georadar) dan geoteknik (dry borring). Sehingga data
dan analisis yang didapatkan akan lebih komprehensif. Sekaligus sebagai upaya untuk menyurat pesan tersirat dari alam,
karena bagaimanapun infrastruktur yang dibangun juga merupakan bagian dari alam, dimana konstruksi tersebut
didirikan.

Senin, 26 Juni 2023

Anda mungkin juga menyukai