Anda di halaman 1dari 9

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9

PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

STUDI SISTEM REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING GUNUNG KROMONG


DALAM HUBUNGANNYA DENGAN FRAGMENTASI HASIL PELEDAKAN

Siti Rofikoh1*
Ir. Dwiyanto JS, MT1
Najib, ST., M. Eng., Ph. D1
Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Jl. Prof Soedartho SH Tembalang Semarang
*Email : rofikohsiti@gmail.com teknikgeologi11@gmail.com

SARI
Setiap fasies litologi memiliki respon yang berbeda terhadap struktur geologi yang berkembang
padanya. Pada industri pertambangan, fasies dan sistem rekahan memegang peranan yang cukup
penting terkait dengan penentuan arah dan geometri peledakan jenjang yang akan berpengaruh
terhadap fragmentasi hasil peledakan. Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan fragmentasi hasil
peledakan yang optimal pada batugamping kompleks Gunung Kromong. Perhitungan fragmentasi
dilakukan dengan meneliti karakteristik massa batuan masing-masing fasies batugamping
menggunakan blastibility index. Pengelompokan batugamping menjadi beberapa fasies ditujukan untuk
mengetahui faktor pengontrol nilai fragmentasi dari kelompok batuan yang sama. Selanjutnya,
perhitungan distribusi fragmentasi dilakukan menggunakan persamaan Kuz Ram. Berdasarkan hasil
penelitian, didapatkan joint intensity untuk masing-masing fasies adalah 1.63 kekar/m dengan
fragmentasi 5.7 % pada fasies boundstone, 3.21 kekar/m dengan fragmentasi 1.61 % pada fasies
packstone, 3.1 kekar/m dengan fragmentasi 1.62 % pada fasies wackestone, dan 4.54 kekar/meter
dengan fragmentasi 0.83% pada fasies grainstone.

Kata kunci : Rekahan, Fasies batugamping, Fragmentasi

I. PENDAHULUAN penelitian ini menggunakan persamaan Kuz-


Ram (Cunningham 1987, dalam Faramarzi,
Fragmentasi batuan hasil peledakan 2013) dengan faktor massa batuan
merupakan petunjuk yang sangat penting menggunakan persamaan Blastibility Index
dalam menilai keberhasilan suatu kegiatan (Lilly, 1986). Diharapkan dengan adanya
peledakan (Sanchidrian et al., 2007) dimana penelitian ini diketahui faktor-faktor
material dengan ukuran seragam lebih pengontrol fragmentasi hasil peledakan pada
diharapkan daripada material banyak jenis batuan yang sama.
berukuran bongkah. Fragmentasi batuan hasil
peledakan menjadi penting karena akan II. LOKASI PENELITIAN
mempengaruhi biaya pemboran, peledakan,
dan efisiensi seluruh kegiatan pada operasi Lokasi penelitian berada di Kompleks
penambangan meliputi pemuatan, Gunung Kromong, sebelah utara Gunung
pengangkutan, dan penghancuran. Terdapat Ciremai sekitar 23 km barat daya Kota
beberapa sifat massa batuan yang Cirebon. Daerah penelitian hanya difokuskan
mempengaruhi rancangan dan fragmentasi pada luasan 3 km x 2.5 km di sisi tenggara
hasil peledakan, yaitu kekuatan dinamik Gunung Kromong.
batuan, sifat elastisitas dan kecepatan III. TINJAUAN PUSTAKA
propagasi gelombang batuan, litologi,
ketebalan perlapisan sedimen, serta aspek III.1 Geologi Regional
geologi struktur (Koesnaryo, 2012).
Daerah penelitian termasuk kedalam
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kompleks Gunung Kromong dengan
hubungan sistem rekahan dan karakteristik stratigrafi yang dapat dikelompokkan
litologi terhadap distribusi fragmentasi hasil menjadi Formasi Cibulakan Atas, Formasi
peledakan. Perhitungan fragmentasi dalam Parigi dan Formasi Cisubuh. Formasi
654
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
Cibulakan merupakan batuan tertua yang lainnya. Dengan adanya bidang diskontinu,
tersingkap, terdiri dari lapisan-lapisan energi gelombang tekan dari bahan peledak
batugamping dan ditutupi batulempung akan menurun karena adanya gas-gas reaksi
bersisipan lapisan tipis batugamping di peledakan yang menerobos rekahan (Lownds,
bagian atas. Berdasarkan fosil foraminifera, 1995). Penurunan daya tekan pada batuan ini
umur Formasi Cibulakan ditafsirkan Miosen mengakibatkan terjadinya bongkah pada
Tengah. batuan hasil peledakan sehingga
meningkatkan persentase oversized
Formasi Parigi menutup selaras Formasi fragmentasi.
Cibulakan. Tersusun oleh batugamping masif
tebal berumur Miosen Atas. Di atas Formasi Untuk mengatasi hal tersebut, Ash (1967)
Parigi diendapkan Formasi Cisubuh yang memberikan usulan arah peledakan
tersusun oleh batulempung bersisipan menyesuaikan orientasi diskontinuitas, yaitu
batupasir berlapis tipis. Batulempung mengarah kepada sudut tumpul perpotongan
Formasi Cisubuh berumur MioPliosen dua bidang kekar. Hal ini dikarenakan
(Pringgoprawiro dkk., 1977). Formasi pecahnya batuan yang diledakan akan
Cisubuh secara tidak selaras ditutupi oleh mengikuti perpotongan bidang kekar.
breksi, batupasir, dan endapan lahar yang Dengan mengikuti sudut tumpul perpotongan
diperkirakan berumur Pleistosen. Struktur kekar, penggunaan energi bahan peledak
geologi yang terdapat di Kompleks Gunung menjadi lebih baik karena tidak ada
Kromong berupa antiklin dengan sumbu penerobosan energi. Jika arah peledakan
tenggara-baratlaut yang telah mengalami menuju sudut lancip, maka akan terjadi
patahan di beberapa tempat. penerobosan energi melalui rekahan sehingga
mengakibatkan ukuran material menjadi
III.2 Peledakan (Blasting) tidak seragam, menghasilkan banyak
Peledakan adalah salah satu kegiatan bongkah, overbreak dan retakan-retakan
penambangan yang bertujuan untuk pada jenjang, ground vibration, airblast, dan
menghancurkan batuan guna mempermudah flying rock yang besar.
dan mempercepat proses pemuatan. Energi III.4 Perhitungan Fragmentasi
peledakan yang dihasilkan akan tercermin
kedalam lima komponen utama, yaitu Dalam kegiatan penambangan dengan
fragmentasi, flying rock, air blast, getaran metode peledakan, fragmentasi merupakan
tanah, dan panas (Sanchidrian, 2007 dalam aspek yang paling penting, karena akan
Lusk, 2014). Dapat disimpulkan untuk mempengaruhi biaya produksi. Fragmentasi
membuat peledakan optimal dibutuhkan yang buruk menyebabkan adanya secondary
perancangan peledakan yang blasting, penghancuran kembali dengan mata
memaksimalkan distribusi energi dalam bor, keausan pada mesin penghancur dan
batuan sehingga dihasilkan fragmentasi yang menambah biaya pemuatan.
diinginkan dengan flying rock, air blast,
panas, dan getaran tanah yang tidak Fragmentasi merupakan istilah yang
berlebihan (Calnan, 2015). digunakan sebagai petunjuk ukuran setiap
bongkah batuan hasil peledakan. Fragmentasi
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi dikatakan optimal apabila mudah digali,
kegiatan peledakan yaitu faktor yang dapat muckpile tidak rata, distribusi ukuran
dikendalikan (terkait rancangan peledakan material rata, dan tidak terdapat boulder
dan jenis bahan peledak yang digunakan) dalam jumlah yang banyak (Jimeno, 1995).
serta faktor yang tidak dapat dikendalikan Prediksi distribusi ukuran fragmentasi
(terkait sifat fisik dan geomekanika batuan). merupakan langkah awal dalam optimalisasi
perancangan peledakan. Dalam
III.3 Struktur Geologi memperkirakan fragmentasi dapat digunakan
Salah satu faktor yang harus diperhatikan beberapa cara, salah satunya adalah model
dalam perencanaan peledakan adalah struktur Kuz-Ram. Model Kuz-Ram merupakan
geologi. Struktur geologi yang berpengaruh metode empiris yang menggabungkan
yaitu semua bidang diskontinuitas yang dapat persamaan Kuznetsov (1973) untuk
berupa kekar, sesar, atau bidang lemah menentukan ukuran fragmentasi rata-rata,
655
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
dan persamaan Rossin-Rammler untuk V. DATA DAN ANALISA
menentukan distribusi fragmentasi.
V.1 Litologi Daerah Penelitian

Persamaan Kuznetsov (1973): Pada daerah penelitian terdapat tiga litologi


yang dijumpai, yaitu batugamping sebagai
Xm = AK0.8 Qe0.167 (SANFO / 115)-0.633 litologi dominan, batulempung, dan sisipan
batupasir. Dalam bahasan selanjutnya
Dimana:
mengenai massa batuan dan perhitungan
Xm = fragmentasi rata-rata (cm).
fragmentasi hanya akan dibahas tentang
A = Blastibility Index.
batugamping saja.
K = powder factor (kg/m3).
Sanfo = kekuatan bahan peledak. Batugamping pada Quarry A dapat
QE = jumlah bahan (kg) dibedakan menjadi empat fasies, yaitu fasies
boundstone, fasies grainstone, packstone,
dan wackestone, sehingga penelitian
Blastibility Index (Lily, 1986)
karakteristik massa batuan dibagi menjadi 4
A= 0.06x(RMD+JPS+JPO+SGI+H) sesuai dengan fasiesnya. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui respon masing-masing
Dimana: fasies batugamping terhadap densitas,
RMD = Rock Mass Description kekuatan, intensitas, serta orientasi bidang
JPS = Joint Plane Spacing diskontinu yang akan mempengaruhi
JPO = Joint Plane Orientation besarnya nilai fragmentasi. Penelitian ini
SGI = Specific Gravity Influence mengacu pada klasifikasi Lilly, (1986) yang
H = Hardness melakukan pembobotan massa batuan untuk
peledakan yang dapat dilihat pada tabel 1.
Persamaan Rosin Rammler: Nilai JPS, RMD dan JPO didapatkan melalui
data lapangan, sedangkan hardness dan SGI
Xc = Xm / (0.693)1/n
melalui pengujian laboratorium. Nilai SGI
S
1+( )
B W L dalam penelitian ini menggunakan nilai yang
n = [2.2–14(B/D)][ ]0.5(1- ) ( ) sama untuk semua fasies batugamping, yaitu
2 B H
X n
23,165 ton/m3. Sedangkan nilai UCS
Rx = e−(Xc) menggunakan uji mekanika batuan pada
masing-masing fasies yaitu 59 MPa untuk
Dimana: boundstone, 50 MPa untuk grainstone, 52
Xc = Karakteristik ukuran MPa untuk packstone, dan 55 MPa untuk
n = Indeks keseragaman wackestone. Pengukuran spasi bidang
B = Burden diskontinu untuk mendapatkan nilai JPS, JPO
D = Diameter lubang ledak dan RMD pada setiap fasies dilakukan
W = Standar deviasi menggunakan metode scanline mapping.
L = Tinggi jenjang
H = Kedalaman lubang ledak V.2 Fasies Boundstone
Rx = Prosentase material yang
Secara megaskopis batugamping ini tersusun
tertahan pada ayakan x (%)
oleh koral yang terisi lumpur karbonat dan
X = Ukuran ayakan (cm)
komponen butiran bioklastik seperti molusca,
IV. METODE PENELITIAN algae, dan foraminifera besar. Koral yang
ditemukan berupa potongan koral bercabang
Metode yang digunakan pada penelitian ini yang berlimpah, koral tube, dan koral massif.
dimulai dengan pengamatan litologi yang
kemudian dikelompokan kedalam beberapa Pengukuran joint spacing dilakukan pada dua
fasies. Masing-masing fasies litologi ini titik. Titik pertama dengan bentangan 13 m
kemudian dilakukan pengambilan data massa ke arah N46ºE dan kemiringan scanline 9º.
batuan yang meliputi joint spacing, joint Titik kedua dengan bentangan 21 m arah
orientation, rock mass description, densitas N54ºE dengan kemiringan 4º. Didapatkan
dan nilai UCS. spasi bidang diskontinu pada boundstone 1
656
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
yaitu 0,67 m dan boundstone 2 0,64 m, atau bentangan 12 m ke arah N42ºE, kemiringan
spasi diskontinu pada fasies boundstone 5º dan lokasi kedua dengan bentangan 15 m
adalah 0,65 m yang termasuk kedalam kelas ke arah N45ºE dengan kemiringan scanline 7º.
intermediate dengan rating 20. Setiap 1 m Didapatkan spasi bidang diskontinu
fasies ini terpotong oleh 1,52 bidang wackestone 1 adalah 0,357 m dan wackestone
diskontinu yang berarti massa batuan fasies 2 adalah 0,347 atau spasi diskontinu fasies ini
ini tergolong totally massive dengan rating adalah 0,352 m yang termasuk intermediate
50. Orientasi diskontinuitas pada fasies ini dengan rating 20. Berdasarkan spasi
memiliki arah menuju muka lereng atau dip diskontinuitas 0,352 m didapatkan intensitas
out face dengan rating 20. kekar sebesar 2,8 sehingga fasies ini
tergolong blocky dengan rating 20. Orientasi
V.3 Fasies Grainstone diskontinuitas fasies ini memiliki arah
Batugamping fasies ini tersusun atas fragmen menuju muka lereng atau dip out face dengan
kerangka organik berupa platy coral, rating 20.
foraminifera, molusca, dan ganggang dengan V.6 Pembobotan Faktor Massa Batuan
komposisi matriks yang sedikit. Pengukuran
joint spacing dilakukan dengan bentangan Berdasarkan tabel 2, pembobotan Blastibility
10,5 m ke arah N72ºE dengan kemiringan 4º. Index menunjukkan nilai yang berbeda untuk
Hasil pengukuran didapatkan spasi 0,221 m setiap fasies. Nilai terbesar pada fasies
yang termasuk kedalam kelas intermediate boundstone dan nilai terkecil pada fasies
dengan rating 20. grainstone, sedangkan packstone dan
wackestone memiliki nilai yang tidak jauh
Berdasarkan spasi diskontinuitas 0,221 m berbeda. Perbedaan nilai Blastibility Index ini
didapatkan intensitas kekar per meter sebesar dipengaruhi oleh Joint Spacing, Rock Mass
4,5 yang berarti massa batuan fasies Description yang dipengaruhi oleh spasi
grainstone termasuk kedalam friable dengan diskontinuitas, dan hardness yang
rating 10. Orientasi bidang diskontinu yang dipengaruhi oleh nilai UCS.
memotong fasies grainstone memiliki arah
menuju muka lereng atau dip out face dengan Fasies boundstone dengan blastibility index
rating 20. terbesar memiliki spasi diskontinu yang besar,
artinya massa batuan ini tidak banyak
V.4 Fasies Packstone memiliki kekar. Selain itu, nilai UCS fasies
Secara megaskopis fasies litologi ini mirip boundstone juga besar, yaitu 59 MPa. Hal ini
dengan grainstone, yang membedakannya menunjukkan boundstone lebih masif
adalah matriksnya, dimana grainstone dibanding fasies lain yang memiliki jumlah
memiliki lebih banyak fragmen cangkang kekar lebih banyak. Lain halnya dengan
sedangkan packstone memiliki matriks grainstone yang memiliki spasi diskontinu
lumpur karbonat lebih banyak. Pengukuran kecil yang menandakan massa batuan ini
joint spacing dilakukan dengan bentangan terpotong banyak kekar. Terdapat kesamaan
8,5 m ke arah N34ºE dengan kemiringan pada fasies packstone dan wackestone
scanline 6º. Didapatkan spasi 0,311 m yang dimana kedua fasies ini memiliki nilai spasi
termasuk kelas intermediate dengan rating 20. diskontinuitas dan nilai UCS yang tidak jauh
Intensitas kekar per meter didapatkan nilai berbeda yaitu 52 MPa untuk fasies packstone
3,215 yang berarti massa batuan fasies ini dan 55 MPa fasies wackestone.
termasuk blocky dengan rating 20. Orientasi Adanya perbedaan spasi diskontinu dapat
bidang diskontinu fasies packstone mengarah diakibatkan oleh dua hal, yaitu kontrol
ke muka lereng atau dip out face dengan struktur geologi yang berbeda di setiap lokasi
rating 20. pengukuran atau material penyusun
V.5 Fasies Wackestone litologinya yang berbeda. Pada daerah
penelitian, pengukuran dilakukan pada
Fasies ini utamanya tersusun oleh material daerah yang memiliki kontrol struktur
organik halus (mud supported) dengan geologi yang sama, yaitu lipatan. Sehingga
fragmen organik sangat sedikit. Pengukuran perbedaan nilai spasi diskontinu dan
dilakukan pada dua lokasi. Pertama dengan kekuatan batuan diinterpretasikan lebih
657
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
dipengaruhi oleh material penyusun fasies itu diskontinu N110ºE/71 pada wackestone 1 dan
sendiri. Grainstone yang memiliki spasi N122ºE/68 pada wackestone 2. Untuk
diskontinuitas paling kecil utamanya tersusun menghasilkan fragmentasi yang optimal
oleh fragmen butiran kerangka organik dengan mengikuti arah peledakan sesuai teori
dengan perbandingan butiran lebih banyak Ash, maka peledakan seharusnya mengarah
dibandingkan dengan matriksnya. ke N168ºE pada wackestone 1 dan N169ºE
Kelimpahan butir material organik inilah pada wackestone 2. Perbedaan arah
yang menjadikan grainstone kurang resisten peledakan sebesar 8-9º ternyata cukup
dibandingkan dengan fasies lain yang berpengaruh terhadap bongkah yang
mendapatkan kontrol struktur yang sama. dihasilkan. Hal ini sesuai dengan teori Ash
(1967) dalam Roberts (1981) dimana
V.7 Perhitungan Fragmentasi dikatakan untuk menghasilkan fragmentasi
Perhitungan fragmentasi dilakukan pada 4 yang baik dan mengurangi overhang serta toe
fasies batugamping menggunakan model pada lantai jenjang, peledakan yang diizinkan
Kuz-Ram (Cunningham, 1983 dalam hanya berbeda 2-3º dari perpotongan sudut
Faramarzi, 2013) dengan persentase material tumpul kekar mayor dan kekar minor.
yang dihitung pada X20, X25, X50 , dan X100 Arah peledakan yang melebihi 2-3º dari sudut
sebagai material terbesarnya atau dianggap tumpul perpotongan bidang kekar akan
sebagai oversized fragmentasi. Adapun banyak menghasilkan ukuran fragmen yang
geometri yang digunakan dalam perhitungan besar dan menimbulkan masalah lainnya. Hal
ini yaitu burden 3 m, spacing 3.5 m, ini dikarenakan adanya penghilangan energi
stemming 3 m, subdrilling 1 m, kedalaman peledakan yang menerobos kekar pada
lubang 11 m, dan diameter lubang 3.5 inch. batuan, sehingga energi yang seharusnya
Hasil perhitungan per-fasies didapatkan digunakan untuk menghancurkan batuan
oversized fragmentasi yaitu 5,7% pada fasies justru akan hilang dan diteruskan pada lantai
boundstone, 0,83% pada grainstone, 1,61% jenjang. Penerobosan energi ini akan
pada packstone, dan 1,62% pada wackestone. menghasilkan toe pada lantai jenjang, ground
V.8 Orientasi Diskontinuitas vibration yang berlebihan, serta overhang
akibat batuan belum hancur seluruhnya
Secara teoritis, jika batuan yang diledakkan namun energi peledakan telah habis.
terdapat banyak bidang diskontinu, hasil
peledakannya akan membentuk blok-blok VI. KESIMPULAN
mengikuti arah diskontinuitasnya sehingga
1. Daerah penelitian tersusun oleh
fragmentasi batuan yang dihasilkan menjadi
batulempung, batugamping, dan sisipan
tidak seragam. Ketidakseragaman ini dapat
batupasir dengan litologi dominan
diatasi dengan menyesuaikan arah peledakan
berupa batugamping yang dapat
dengan arah umum bidang diskontinu yang
dibedakan menjadi 4 fasies, yaitu fasies
memotong massa batuan.
boundstone, grainstone, packstone, dan
Dalam percobaan di lapangan dilakukan wackestone.
peledakan pada fasies wackestone dengan 2. Hasil perhitungan fragmentasi ≥ 100 cm
geometri peledakan yang sama seperti pada didapatkan 5,7% pada fasies boundstone,
perhitungan fragmentasi teoritis. Peledakan 0,83% pada fasies grainstone, 1,61%
yang mengarah ke N160ºE menghasilkan pada fasies packstone, dan 1,62% pada
oversized fragmentasi sebesar 10%. Lebih fasies wackestone
banyak 8,38% dibandingkan dengan 3. Hasil percobaan peledakan dengan
fragmentasi teoritis. Kemudian dilakukan geometri yang sama namun arah
pengukuran 102 pasang kekar pada peledakan tidak mengikuti orientasi
wackestone 1 dan 88 pasang kekar pada bidang diskontinuitas pada fasies
wackestone 2 untuk mengetahui arah umum wackestone menghasilkan persentase
diskontinuitas yang memotong massa batuan oversized fragmentasi yang lebih besar
fasies tersebut. 8,38% dari hasil perhitungan.
4. Usulan arah peledakan berdasarkan
Berdasarkan proyeksi stereografis, orientasi bidang diskontinuitasnya yaitu
didapatkan arah dan kemiringan bidang
658
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
mengarah ke N168ºE pada wackestone 1 Prakarsa Tbk. yang telah memberikan
dan N169ºE pada wackestone 2. kesempatan kepada penulis untuk melakukan
penelitian tugas akhir mengenai peledakan.
VII. ACKNOWLEDGEMENT Demikian juga kepada Bapak Dwiyanto dan
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Najib.
pihak manajemen PT. Indocement Tunggal

DAFTAR PUSTAKA
Bowa, Victor Mwango. 2015. Optimization of Blasting Design Parameters on Open Pit Bench A Case
Study of Nchanga Open Pits. International Journal of Scientific and Technology Research
Volume 4 Issue 09, 45-51.
Calnan, Joshua. 2015. Determination of Explosive Energy Partition Values in Rock Blasting Through
Small-Scale Testing. Lexington, Kentucky: University of Kentucky.
Djuri. 1995. Peta Geologi Lembar Arjawinangun Skala 1:100.000. Bandung: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi.
Faramarzi, Farhad., Hamid Mansouri., dan Mohammad Ali Ebrahimi Farsangi. 2013. A Rock
Engineering Systems Based Model to Predict Rock Fragmentation by Blasting. International
Journal of Rock Mechanics and Mining Sciences Vol. 60, 82-94.
Jimeno, Carlos Lopez. 1995. Drilling and Blasting of Rocks. Rotterdam: A. A. Balkema.
Koesnaryo. 2012. Beberapa Penyelidikan Geoteknik yang Mudah Untuk Mendukung Rancangan
Peledakan. Prosiding Simposium dan Seminar Geomekanika ke-1 Tahun 2012, 1-5.
Kramadibrata, Suseno. 2011. Rancangan Peledakan Jenjang. Materi Kuliah Teknik Pertambangan ITB.
Tidak dipublikasikan.
Kramadibrata, Suseno., Singgih Saptono., Sulistiyanto., dan Masyhur Irsyam. 2012. Studi Jarak Kekar
Berdasarkan Pengukuran Pada Singkapan Masssa Batuan Sedimen di Lokasi Tambang Batubara.
Prosiding Simposium dan Seminar Geomekanika ke-1 Tahun 2012.
Lilly, Peter. 1986. An Empirical Method of Assessing Rock Mass Blastibility. The Aus IMM/IE Aust
Newman Combine Group, Large Open Pit Mining Conference, 89-92.
Lownds. 1995. Prediction of Fragmentation Based on Distribution of Explosives Energy. Proceedings
of the 11th annual conference of explosives and blasting research. Orlando, Florida, USA, 286-
96.
Lusk, Braden. 2011. Blast Design Basics. Kentucky: University of Kentucky Mining Engineering Dept.
Praptisih., Safei Siregar., Kamtono., Marfasran Hendrizan., dan Purna Sulastya Putra. 2012. Fasies dan
Lingkungan Pengendapan Batuan Karbonat Formasi Parigi di Daerah Palimanan, Cirebon. Riset
Geologi dan Pertambangan Vol. 22 No. 1, 33-43.
Pringgoprawiro, Harsono., Suwito, dan Roskamil. 1977. The Kromong Cabonate Rocks and Their
Relationship with The Cibulakan and Parigi Formation. Proceeding Indonesian Petroleum
Association, 6th Annual Convention.
Sanchidrian, Jose Angel., Pablo Segarra., Finn Ouchterlony. 2007. Energy Components in Rock
Blasting. Int J Rock Mech Min Sci Vol. 44, 130-147.

659
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA
Ulmer-Scholle, Dana., and Peter Scholle. 2003. A Color Guide to the Petrography of Carbonate Rocks:
Grain, Textures, Porosity, Diagenesis. The American Association of Petroleum Geologist. Tusla,
Oklahoma, USA.

TABEL

Tabel 1. Pembobotan massa batuan untuk peledakan (Lilly, 1986)

Geomechanical Parameters Rating

1. Rock Mass Description (RMD)


Powdery/Friable 10
Blocky 20
Totally Massive 50
2. Joint Plane Spacing (JPS)
Intermediate (0,1 – 1 m) 10
Close (< 0,1 m) 20
Wide (< 1 m) 50
3. Joint Plane Orientation (JPO)
Horizontal 10
Strike Normal to Face 20
Dip Out Face 30
Dip Into Face 40
4. Specific Gravity Influence (SGI) 25 x SG – 50 (ton / m3)
5. Hardness (H) H = 0.05 x UCS

660
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Tabel 2. Pembobotan Blastibility Index masing-masing fasies batugamping

Total
Fasies JPS JPO RMD SGI H
Rating

0.65 Dip Out Face Massive 23,165 2,95


Boundstone 126,11
20 30 50 23,165 2,95
0.211 Dip Out Face Friable 23,165 2,5
Grainstone 85,66
20 30 10 23,165 2,5
Packstone 0.311 Dip Out Face Blocky 23,165 2,6
95,76
20 30 20 23,165 2,6
Wackstone 0.352 Dip Out Face Blocky 23,165 2,75
95,91
20 30 20 23,165 2,75

GAMBAR

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

661
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
6 - 7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 2. Analisis Stereografis Boundstone 1

Gambar 3. Analisis Stereografis Boundstone 2

662

Anda mungkin juga menyukai