Anda di halaman 1dari 25

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/336768903

STUDI PROVENAN, IKLIM PURBA, DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN


FORMASI KEBO BUTAK DAERAH TEGALREJO, GEDANG SARI, KABUPATEN
GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

Conference Paper · October 2019

CITATIONS READS

0 600

6 authors, including:

Muchamad Ocky Bayu Nugroho


Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta
20 PUBLICATIONS   3 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Muchamad Ocky Bayu Nugroho on 19 June 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

STUDI PROVENAN, IKLIM PURBA, DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN


FORMASI KEBO BUTAK DAERAH TEGALREJO, GEDANG SARI,
KABUPATEN GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA
Amanda Cintya R1*, Maulani Rukya1, Dwi Aji Disastra1, Panji Surya1, Muchamad Ocky Bayu
Nugroho1
1Teknik Geologi, UPN “Veteran” Yogyakarta

*Corresponding Author: amandacintyar@gmail.com

ABSTRAK. Daerah Penelitian terletak di Tegalrejo, Gedang Sari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada Formasi Kebo Butak yang berumur Oligosen
Akhir. Litologi penyusun yang ditemukan berupa batupasir, batupasir krikilan, breksi polimik,
perselingan batulempung-batulanau, tuff, dan serpih. Penelitian ini bertujuan untuk megetahui
provenan, iklim purba, dan lingkungan pengendapan Formasi Kebo Butak. Metodologi yang
dilakukan berupa survey lapangan, analisis stratigrafi terukur, pengamatan litologi secara
megaskopis dan mikroskopis, penentuan fasies berdasarkan model Walker dan Mutti (1973) dan
Bouma (1962), serta pengamatan petrografis batupasir. Dari hasil penelitiandidapatkan fasies C.T
(Clasical Turbidite), M.S (Massive Sandstone), S.L (Slump), C.G.L (Conglomerate) dan P.S (Pebbly
Sandstone). Struktur sedimen yang berkembang pada daerah penelitian berupa graded bedding,
reverse graded bedding, lamination,dan convolute. Jika dilihat dari fasiesnya daerah telitian berada di
Alluvial fanchanneled - smooth (Walker, 1973). Dari hasil Plot diagram QFL dan QmFLt, batupasir
Formasi Kebo Butak termasuk dalam tatanan tektonik continental block, subzona transitional
continental & magmatic arc, subzona dissected arc, dan diendapkan pada iklim purba humid (diagram
QFL, Nelson 2007).

Kata kunci: Kebo-Butak, provenan, fasies, iklim purba, lingkungan pengendapan.

I. PENDAHULUAN
Zona Pegunungan Selatan merupakan area geologi yang sangat kompleks dan
menarik untuk diteliti. Salah satu formasi di Zona Pegunungan Selatan yang masih
menarik untuk diteliti adalah Formasi Kebo Butak dikarenakan singkapannya yang
tersebar cukup luas dan baik. Salah satu daerah yang terdapat singkapan Formasi Kebo
Butak dengan baik adalah daerah Tegalrejo, Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul.
Pada formasi ini terjadi pembagian satuan, yang lebih rinci lagi dibagi menjadi
Kebo Beds dan Butak Beds. Pada dasarnya pemisahan tersebut berdasarkan batuan yang
mendominasi kedua satuan yang bersangkutan. Pada bagian Kebo Beds didominasi oleh
batuan klastika yang terdiri atas serpih, batupasir, konglomerat halus, dengan sisipan
retas-lempeng (sill) diabas. Sedangkan diatasnya menindih secara selaras Butak Beds, yang
didominasi oleh batuan gunung api yang terdiri atas aglomerat dengan selingan batupasir
dan serpih. Pendugaan umur dari formasi Kebo Butak diperkirakan berumur N2 –N5 atau
mulai dari Oligosen akhir – Miosen Awal (Sumarso dan Ismoyowati; 1975).

1525
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Untuk mengetahui proses terbentuknya batuan sedimen pada suatu formasi dapat
diketahui dengan melakukan analisis lingkungan pengendapan serta asal material
sedimennya (provenan). Untuk melihat sumber suplai sedimen yang diendapakan pada
daerah tersebut dapat didekati dengan melihat kandungan mineral penyusun litologi
sebagai komposisi material sedimennya (Boggs, 2006 dalam Masy’al Bafas, 2018).
Identifikasi provenan ini bertujuan untuk mengetahui sumber endapan tertentu baik dari
benua, dalam busur vulkanik yang terkait dengan zona subduksi, atau dalam seting
tektonik lainnya diantaranya : continental block provenance, recycled orogen, dan magmatic arc
(Sam Boggs, 1987).
Pettijohn dkk (1987) mengemukakan bahwa studi provenan merupakan studi
mengenai asal-usul atau kemunculan sedimen yang menggunakan hubungan dari
beberapa mineral seperti kuarsa, feldspar, dan fragmen batuan (litik). Persentase ketiga
parameter tersebut dapat menunjukan seting tektonik batuan sedimen tersebut
diendapkan. Studi provenan dibagi menjadi subzona berdasarkan asal detritus yang
dihasilkan serta tempat cekungan detritus diendapkan seperti hal nya basement uplift, craton
interior, transitional continental, dissected arc, undissected arc, dan transitional arc (Dickinson &
Suczek, 1979). Dickinson (1979) juga mengemukakan sebuah konsep mengenai korelasi
antar batuan sumber dan cekungan yang dikontrol oleh seting tektonik yang mengontrol
persebaran jenis batupasir. Dalam analisa provenan dibutuhkan beberapa komponen
butiran QFL yang dimasukkan ke dalam diagram QFL dan QmFLt (Dickinson dan Suczek,
1979).
Beberapa hasil penelitian sebelumnya menunjukan bahwa Formasi Kebo-Butak
diendapkan di lingkungan laut dalam yang dipengaruhi oleh arus turbidit dan kegiatan
vulkanisme yang terjadi di magmatic arc. Walker dan Mutti (1973) merinci pembagian fasies
turbidit dari Mutti dan Ricci Lucci (1972) dengan mengemukakan suatu model, yaitu
model kipas laut dalam dan hubungannya dengan fasies turbidit. Menurut Walker (1978)
model kipas ini terdiri dari fedder channel, slope, kipas atas (upper fan), kipas tengah (middle
fan) yang terdiri dari channeled portion of suprafan lobes, kipas bawah (lower fan) dan dasar
cekungan (basin pain). Walker (1978) kemudian menyederhanakan kembali klasifikasi
tersebut menjadi 5 fasies yaitu fasies Classical Turbidite (C.T), M.S.(Massive Sandstone), S.L
(Slump), C.G.L ( Conglomerate) dan P.S (Pebbly Sandstone).

II. GEOLOGI REGIONAL


Daerah penelitian termasuk ke dalam wilayah Gunungkidul, Yogyakarta. Secara
fisiografis termasuk ke dalam fisiografi Jawa Tengah Zona Selatan Bagian Timur
(berdasarkan sketsa peta fisiografi Van Bammelen, 1949). Disekitar daerah penelitian
terdapat perbukitan yaitu perbukitan Jiwo Timur dan perbukitan Jiwo Barat, yang
dipisahkan oleh Kali Dengkeng. Perbukitan Jiwo Barat terdiri dari Bukit Kampak, Bukit
Sari, Bukit Tugu, Bukit Kebo, Bukit Cakaran dan Bukit Jabalkat. Sedangkan Perbukitan
Jiwo Timur terdiri dari Bukit Konang, Bukit Semangu, Bukit Pendul, Bukit Temas, Bukit
Jeto dan Bukit Lanang. (Lihat gambar 1)

2.1 Formasi Kebo-Butak

Formasi Kebo dan Formasi Butak tersebar di bagian lereng utara Pegunungan
Baturagung, memanjang barat-timur sepanjang sekitar 20 km utara – selatan 0,2-5 km.

1526
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Formasi ini menyebar mulai dari kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah ke
barat sampai Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, DIY.

a. Formasi Kebo

Formasi Kebo merupakan perselingan antara batupasir dan batupasir kerikilan,


dengan sisipan batulanau, batulempung, tuf, dan serpih. Sebagian dari batupasir dan
batulempung bersifat gampingan dan setempat ditemukan konglomerat dan breksi aneka
bahan (polimik). Bagian tengah formasi ini didominasi oleh batupasir kerikilan (Surono,
2008).
Struktur sedimen yang ditemukan dalam Formasi Kebo adalah perlapisan
bersusunan normal, perarian sejajar, perarian bergelombang, permukaan erosi, tikas suling
dan penendatan (slump). Bioturbasi, foraminifera, kepingan koral, dan kepingan arang
ditemukan di beberapa tempat (Surono, 2008).

b. Formasi Butak

Formasi Butak diendapkan selaras di atas Formasi Kebo terdiri atas breksi polimik
dengan selingan batupasir, batupasir kerikilan, batulempung, dan batulanau/serpih. Breksi
polimik mempunyai fragmen yang berukuran kerikil sampai bongkah, berupa andesit,
basal, batuan sedimen karbonan, dan kuarsa.
Struktur sedimen yang ditemukan pada formasi ini adalah perlapisan bersusunan
normal, permukaan erosi, perarian sejajar, pergentengan (imbrikasi) fragmen, dan burrow.
Butiran arang banyak ditemukan terutama pada bagian atas formasi ini, sedangkan fosil
foraminifera banyak dijumpai pada klastika halus, terutama di bagian atas formasi
(Surono, 2008).

2.2 Umur dan Stratigrafi

Penelitian terakhir oleh Surono (2008) menyebutkan Bothe (1929) menduga Formasi
Kebo dan Formasi Butak berumur Miosen Awal (?) – Miosen Tengah. Sumarso dan
Ismoyowati (1975) menganalisis foraminifera dalam Formasi Kebo dan Butak dan
mendapatkan umur N2 – N5 atau Oligosen Akhir – Miosen Awal. Kemudian Rahardjo
(2007) mengulangi melakukan analisis foraminifera pada tiga percontoh dari Gunung
Pegat, Watugajah dan Pututputri, dan menemukan Globigerina cipero-ensis, Catapsydrax
dissimilis dan Globigerinoides primordius, yang menunjukkan umur P22 - N4 (Oligosen Akhir
– Miosen Awal). Surono drr. (2006) menganalisis kandungan fosil nano dalam contoh dari
Perbukitan Jiwo Timur, yang diduga merupakan bagian Formasi Kebo atau Formasi Butak.
Fosil nano tersebut terdiri atas Sphenolithus moriformis, S. heteromorphus, S. conicus, S.
belemnos, Coccolithus miopelagicus, Helicosphaera carteri dan H. euphratis. Himpunan spesies
nanno tersebut menunjukkan umur Miosen Awal (NN3).
Penarikan umur mutlak Formasi Kebo telah dilakukan oleh beberapa penulis, di
antaranya Soeria-Atmadja drr. (1994), Sutanto drr. (1994), Soesilo (2003), Sutanto (2003),
dan Smyth (2005) semuanya dalam Surono (2008). Dengan metode KAr, Soeria-Atmadja
drr. (1994) melakukan penarikhan satu contoh retas-lempeng basal di Bayat serta dua
contoh retas (dyke) dari Parangtritis yang semuanya dalam Formasi Kebo dan Butak.
Perhatikan gambar 2 dan gambar 3.

1527
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

2.3 Struktur Regional

Aktivitas tektonik yang terjadi di Pulau Jawa akan mengakibatkan pola-pola


struktur utama sebagai pencerminan dari pola tegasan utama Pulau Jawa memiliki
sejumlah pola struktur utama. Struktur utama Pulau Jawa terdiri dari struktur Meratus
yang berarah timurlaut - baratdaya, Struktur Sumatra berarah baratlaut - tenggara, dan
struktur Sunda berarah utara - sselatan dan struktur Jawa yang berarah barat - timur.
(Pulonggono dan Martodjoyo, 1994 pada Gambar 4). Struktur yang berkembang di daerah
telitian berupa struktur Meratus yang memiliki arah barat daya-timurlaut.

III. METODOLOGI
Metode penelitian yang digunakan di antaranya:

3.1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data berupa studi pustaka beberapa referensi yang terkait
dengan bahasan telitian, seperti studi geologi regional dan kaitannya dengan studi
provenan, lingkungan pengendapan, dan fasies Formasi Kebo Butak.

3.2. Metode Pengambilan Sampel Batuan

Pengambilan sampel batuan dilakukan di daerah telitian yang terletak di Sungai


Tegalrejo, Gedangsari. Sampel diambil untuk analisa megaskopis, sayatan petrografi.
Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan litologi dan posisi stratigrafi

3.3. Metode Analisa Petrografi (Sayatan Tipis)

Analisa petrografi menggunakan sayatan tipis batuan yang dilakukan point


counting pada komposisi batuan yang bertujuan untuk mengetahui jenis batupasir dan
provenan serta lingkungan pengendapannya.
Pada deskripsi dan penamaan batuan sedimen klastik secara petrografi
menggunakan klasifikasi menurut Pettijohn (1975) dan Nichols (2009) berdasarkan
persentase tiga komponen dan komposisi batupasir yang digabungkan dengan persentase
matriksnya. Ketiga komponen tersebut adalah Kuarsa (Q), Feldspar (F), dan Rock / Lithic
Fragmen (L).

3.4. Metode Measuring Section (Pengamatan stratigrafi terukur)

Metode M.S (Measuring Section) dilakukan pada lapisan batuan Formasi Kebo-
Butak pada Sungai Tegalrejo, Gedangsari dengan mengukur ketebalan pasti setiap litologi,
tekstur dan struktur sedimen yang bertujuan untuk mengetahui perubahan
fasies/lingkungan pengendapan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Analisis Fasies dan Lingkungan Pengendapan
Pengamatan stratigrafi terukur/measuring section dilakukan pada 2 lintasan yang
berada di Sungai Tegarejo, dengan panjang masing-masing lintasan adalah 100 m. Dari
kedua lintasan didapatkan litologi berupa batulempung, batulanau, batupasir, batupasir
kerikilan , dan breksi ddengan struktur sedimen berupa perlapisan, laminasi, convolute,

1528
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

graded bedding, reverse graded bedding, dish and pillar, dll. Hasil dari pengamatan stratigrafi
terukur pada Lintasan 1 dan Lintasan 2 dapat dilihat pada Gambar 5, Gambar 6. Gambar
7.
Pembagian fasies turbidit Formasi Kebo-Butak dilakukan berdasarkan data yang
didapatkan dari pengamatan stratigrafi terukur/measuring section pada Lintasan 1 dan
Lintasan 2. Klasifikasi fasies turbidit yang digunakan dalam penelitian ini adalah
klasifikasi Walker (1978). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Formasi Kebo-Butak di
Sungai Tegalrejo, Kecamatan Gedangsari ini dapat dibagi menjadi beberapa fasies.

1. Classical Turbidite (C.T)


Fasies ini tersusun atas litologi berupa perselingan batulempung, batulanau serta
batupasir. Struktur sedimen yang ditemukan berupa perlapisan sejajar, convolute, dan
laminasi, terkadang juga ditemukan rip up clasts (gambar 9). Convolute merupakan hasil
dari pengendapan suspensi (Walker, 1978). Pada fasies ini juga ditemukan sikuen bouma
(1962) baik lengkap maupun tidak (gambar 8). Fasies ini terbentuk dari hasil pengendapan
yang bersifat suspensi. Fasies C.T dapat ditemukan pada kedua lintasan.

2. Massive Sandstone (M.S)


Pada fasies ini ditemukan batupasir dengan ukuran butir sedang hingga
kasar/sangat kasar serta ditemukan litologi berupa batupasir karbonatan. Umumnya
batupasir pada fasies ini memiliki tebal > 0,5 m. Struktur sedimen yang ditemukan berupa
struktur masif (gambar 11), graded bedding, serta dish structure (gambar 10). Fasies M.S
hanya ditemukan pada Lintasan 2 yang litologinya lebih muda dibandingkan dengan
litologi pada Lintasan 1.

3. Pebbly Sandstone (P.S)


Fasies ini dicirikan dengan hadirnya batupasir krikilan dengan ukuran butir
mencapai krakal dengan struktur masif dan bergradasi buruk. Pada fasies ini sikuen
bouma sudah tidak lagi berlaku, serta endapannya menyerupai endapan channel dengan
penyebaran yang tidak luas. Pada batupasir kerikilan (gambar 12) fragmen yang
ditemukan cukup beragam seperti batuan beku andesit, tuff, batulempung, dan rijang.
Fasies pebbly sandstone ini dapat ditemukan pada kedua lintasan.

4. Conglomerates (CGL)
Fasies conglomerates dicirikan dengan kehadiran breksi atau konglomerat dengan
derajat pembundaran angular-subrounded, pemilahan buruk dan butirannya relatif
menghalus ke atas. Struktur yang ditemukan berupa struktur masif, serta adanya slump
pada bagian bawah formasi CGL. Litologi breksi yang ditemukan berupa breksi polimik
dengan fragmen andesit, batulempung, rijang, tuff, serta pecahan terumbu (gambar 13).
Breksi yang ditemukan pada fasies ini memiliki sifat karbonatan.
Sebagian litologi di Sungai Tegalrejo didapatkan litologi mengandung material
berupa percampuran antara material klastik dan vulkaniklastik. Hal tersebut menandakan
bahwa batuan penyusun Formasi Kebo-Butak terbentuk karena adanya letusan gunung
api yang cukup intensif yang kemudian materialnya tercampur dengan endapan darat.
Sumber erupsi gunung api bisa terjadi di beberapa tempat.
Struktur sedimen yang ditemukan pada lokasi pengamatan berupa perlapisan
sejajar, masif, graded bedding, laminasi, convolute, dish and pillar, rip up clasts, dan load cast.

1529
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Beberapa struktur sedimen seperti rip up clast dan convolute mencirikan adanya aktivitas
turbidit dalam pengendapan litologi Formasi Kebo-Butak. Sedangkan struktur sedimen
seperti dish and pillar, load cast, serta adanya bidang erosi hasil penggerusan material yang
lebih kasar mencirikan bahwa transportasi yang berlangsung dipengaruhi oleh adanya
gaya berat. Ditemukannya bioturbasi, fragmen terumbu, serta batuan yang memiliki sifat
karbonatan, menandakan bahwa formasi ini diendapkan di laut. Sehingga dapat diketahui
bahwa lingkungan pengendapan formasi ini adalah lingkungan laut (marine) yang dekat
dengan aktivitas gunung api, mulai dari laut dangkal dimana terbentuk bioturbasi hingga
laut dalam.
Berdasarkan klasifikasi Walker (1978), Lintasan 1 (di sebelah utara) didominasi oleh
Fasies Classical Turbidite (C.T) dengan litologi berupa perselingan batupasir, batulanau dan
batulempung, serta hadirnya sikuen bouma. Selain itu pada Lintasan 1 juga ditemukan
fasies Pebbly Sandstone (P.S) dan Conglomerates (CGL) dengan jumlah yang lebih sedikit.
Pada Lintasan 2 (di selatan) didominasi oleh Fasies Classical Turbidite (C.T) dan Massive
Sandstone (M.S). Fasies Pebbly Sandstone dan Conglomerates juga ditemukan pada Lintasan 2
dengan jumlah yang sedikit.
Berdasarkan data-data tersebut, dilihat dari fasies yang ditemukan pada kedua
lintasan serta dari struktur sedimen yang berkembang, daerah telitian didominasi oleh
fasies C.T (Classical Turbidites) yang banyak terdapat di bagian smooth, selain itu juga sudah
muncul fasies M.S ( Massive sandstone) dan P.S. (Pebbly Sandstone) yang berada pada
channeled, maka lokasi penelitian berada pada mekanisme arus turbid pada kipas bawah
laut tepatnya terletak pada Channeled - Smooth Suprafan Lobes on Mid Fan (Walker, 1978).
Perhatikan gambar (14, 15, 16, 17, dan 18).

4.2 Analisis Petrografi

Batupasir Formasi Kebo-Butak tersusun atas kuarsa, feldspar, litik, mineral opak,
dan mineral mafik seperti hornblende dan piroksen dalam jumlah yang sedikit. Dari hasil
pengamatan stratigrafi terukur diketahui bahwa daerah telitian dpengaruhi oleh arus
turbidit dengan tekstur berukuran pasir halus-kasar dengan bentuk butir angular-
subrounded. Material kuarsa, feldspar, dan lithik terdistribusi dlam jumlah yang bervariasi
dalam setiap sayatan (Tabel 1). Hasil analisa petrografi dapat dilihat pada Gambar 18.
Dari hasil perhitungan komposisi mineral pada tabel 1 didapatkan batupasir
memiliki matriks dengan presentase 2% dan 22%-36%. Berdasarkan klasifikasi Pettijohn
(1975) (Gambar 19), sampel batupasir di daerah telitian termasuk dalam kelompok arenite
dan kelompok wacke. Hasil perhitungan presentase QFL didapatkan presentase kuarsa
sebesar 41,3%-69,7%, feldspar sebesar 26,4%-41,8%, serta lithik sebesar 3,9%-23,6%.
Presentase QFL pada sayatan batuan dapat dilihat pada Tabel 2, yang kemudian
presentase tersebut diplotkan pada ternary diagram Pettijohn (1975) untuk mendapatkan
nama batuan. Dari hasil pengeplotan didapatkan hasil sampel batuan No.1-4 merupakan
Feldsphatic wacke, sedangkan sampel No.5 merupakan Lithic arkose.

4.3 Analisis Provenan Berdasarkan Tatanan Tektonik

Untuk melakukan analisis provenan digunakan dua diagram yaitu diagram QFL
dan diagram QmFLt. Pada diagram QFL parameter yang digunakan adalah total kuarsa,

1530
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Feldspar (Plagioklas+K feldspar) serta Lithik. Sedangkan untuk diagram QmFLt parameter
yang digunakan adalah kuarsa monokristalin, feldspar (plagioklas+K feldspar), dan lithik
( lithik+kuarsa polikristalin). Parameter tersebut kemudian diplotkan pada diagram QFL
dan QmFLt Dickinson dan Suczek (1979).
Hasil point counting pada lima sampel batuan didapatkan presentase kuarsa sebesar
41,3%-69,7%, feldspar sebesar 26,4%-41,8%, lithik sebesar 3,9%-23,6%, dan kuarsa
monokristalin sebesar 28,5%-69,7%. Presentase QFL dan QmFLt seluruh sampel dapat
dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3, kemudian hasil presentase tersebut diplotkan pada
diagram QFL dan QmFLt, hasilnya menunjukkan bahwa empat sampel batuan (sampel
No.2-5) berasal dari magmatic arc sub zona dissected arc, sedangkan 1 sampel batuan (sampel
No.1) berasal dari continental block sub zona transitional continental (Gambar 20).
Batupasir yang berasal dari continental block sub zona transitional continental memiliki
presentase kuarsa yang lebih tinggi dari komponen lainnya. Sedangkan batupasir yang
berasal dari magmatic arc sub zona dissected arc dicirikan dengan kehadiran fragmen litik
yang lebih sedikit dari rombakan material vulkanik (Dickinson dan Suczek, 1949) seperti
feldspar, dimana feldspar terdiri atas plagioklas dan kalium feldspar yang jumlahnya
hampir sama.

4.4 Analisis Iklim Purba

Analisis iklim purba dilakukan dengan melakukan plotting persentase kuarsa,


feldspar, dan lithik pada diagram paleo climate menurut Nelson (2007). Berdasarkan hasil
ploting (Gambar 21) seluruh sampel batupasir diendapkan pada iklim humid. Iklim humid
menurut Kloppen (1918) adalah iklim sedang yang terbagi menjadi 3 yaitu, iklim sedang
panas (Cs), iklim sedang dingin (Cw) dan iklim sedang lembab (Cf). Posisi iklim sedang
yang berada pada lintang sub-tropis tentu akan memberikan dampak pelapukan yang
cukup intensif (Gambar 22). Hal tersebut yang menyebabkan mineral kuarsa pada batuan
menjadi cukup dominan mengingat kuarsa adalah mineral yang cukup resisten
dibandingkan feldspar. Berdasarkan analisa tersebut menunjukan bahwa Zona
Pegunungan Selatan pada saat umur Oligosen - Miosen hingga sekarang mengalami
pergeseran dari lintang sub-tropis menjadi tropis.

V. KESIMPULAN
• Berdasarkan klasifikasi Walker (1978), Lintasan 1 didominasi oleh Fasies Classical
Turbidite (C.T), Pebbly Sandstone (P.S) dan Conglomerates (CGL) dengan jumlah yang lebih
sedikit. Pada Lintasan 2 (di selatan) didominasi oleh Fasies Classical Turbidite (C.T) dan
Massive Sandstone (M.S). Fasies Pebbly Sandstone dan Conglomerates juga ditemukan
dengan jumlah yang sedikit.

• Daerah telitian didominasi oleh fasies C.T (Classical Turbidites) yang banyak terdapat di
bagian Smooth, selain itu juga sudah muncul fasies M.S (Massive sandstone) dan P.S.
(Pebbly Sandstone) yang berada pada Channeled, maka lokasi penelitian berada pada
mekanisme arus turbid pada kipas bawah laut (subaqueous fan) tepatnya terletak pada
Channeled - Smooth Suprafan Lobes on Mid Fan (Walker, 1978).

1531
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

• Presentase QFL dan QmFLt hasilnya menunjukkan bahwa empat sampel batuan
(sampel No.2-5) berasal dari magmatic arc sub zona dissected arc, dan 1 sampel batuan
(sampel No.1) berasal dari continental block sub zona transitional continental.

• Iklim purba pada daerah telitian berdasarkan pengeplotan QFL pada diagram Nelson,
2007 didapatkan iklim humid. Pelapukan yang intensif dapat terlihat dari presentase
kuarsa yang lebih banyak dibandingkan presentase komponen lainnya, hal ini
dikarenakan mineral kuarsa merupakan mineral yang lebih resisten dibandingkan
dengan material penyusun lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Balfas, M & Abdurrokhim. Provenance Batupasir Lintasan Sungai Cilutung, Formasi Halang,
Majalengka Jawa Barat. Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 2, No.1, Februari 2018.
Boggs, Sam. 1987. Principles of Sedimentology and Stratigraphy 4th-ed. United States of America.
Pearson Education, Inc. Upper Saddle River, NJ 07458.
Dandy, Muhammad., Budianta, Wawan., Imam Setiawan, Nugroho. 2015. Petrologi Dan Sifat
Keteknikan Breksi Dan Batupasir Di Gedangsari, Gunung Kidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta. PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8, Departemen Teknik
Geologi Universitas Gadjah Mada
Dickinson WR., 1970. Interpreting Detrital Modes of Greywacke and Arkose, Journal of Sedimentary
Petrography, Vol. 40, pp. 695- 707.
Dickinson, W.R., &, Suczek, C.,. 1979. Plate Tectonic and Sandstone Compositions. America : The
American Association of Petroleum Geologists, V. 63., No. 12, pp. 2164-2182.
Mulyaningsih, S. 2016. Volcanostratigraphic Sequences of Kebo-Butak Formation at Bayat
Geological Field Complex, Central Java Province and Yogyakarta Special Province,
Indonesia, Indonesian Journal on Geoscience, Vol. 3 No. 2 August 2016: 77-94
Nelson, S.A. 2007. Petrology: Sandstone
http://www.tulane.edu/~sanelson/eens212/sandst&cong.htm, and download
Conglomerate. pada 20 Juli 2019
Pettijohn FJ. (1975). Sedimentary Rocks, 3rd ed. New York: Harper & Row. 1975:165.
Pulunggono dan Martodjojo, S. (1994), Perubahan Tektonik Paleogen-Neogen merupakan Peristiwa
Tektonik terpenting di Jawa, Prosiding Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa, NAFIRI,
Yogyakarta
Surono. 2008. Litostratigrafi dan sedimentasi Formasi Kebo dan Formasi Butak di Pegunungan
Baturagung, Jawa Tengah Bagian Selatan. Bandung. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 3 No. 4
Desember 2008: 183-193
Van Bemmelen, R.W., (1949). The Geology of Indonesia, Vol 1A. General Geology of Indonesia and Adjacent
Archipelago. Martinus Nijjhoff: The Hague.
Widyastuti, Sari., Abdurrokhim., Sendjaja, Yoga A. 2016. Asal Sedimen Batupasir Formasi Jatiluhur
Dan Formasi Cantayan Daerah, Tanjungsari Dan Sekitarnya, Kecamatan Cariu, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Bandung. Bulletin of Scientific Contribution, Volume 14, Nomor
1, April 2016 : 25 – 32

1532
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Tabel 1. Presentase Komposisi Batupasir

No.
Q F L Opak Hb Px M Total
Sampel

83 32 4 31 36 0 114 300
1
(27,7%) (10,7%) (1,3%) (10%) (12%) (0%) (38%) (100%)

91 66 16 51 6 2 68 300
2
(30%) (22%) (5%) (17%) (2%) (1%) (23%) (100%)

68 69 28 54 7 0 74 300
3
(23%) (23%) (9%) (18%) (2%) (0%) (25%) (100%)

300
58 43 15 69 6 2 107
4 (100%)
(19%) (14%) (5%) (23%) (2%) (1%) (36%)

123 97 68 5 0 0 7 300
5
(41%) (32%) (23%) (2%) (0%) (0%) (2%) (100%)

Tabel 2. Presentase QFL Batupasir

No. Sampel Q (%) F (%) L (%) Total (%)

1 69,7 26,8 3,5 100

2 52,6 38,1 9,3 100

3 41,3 41,8 16,9 100

4 50 37,1 12,9 100

5 42,7 33,7 23,6 100

1533
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Tabel 3. Presentase QmFLt batupasir

No. Sampel Qm (%) F (%) L t(%) Total (%)

1 69,7 26,4 3,9 100

2 43,9 38,2 17,9 100

3 28,5 41,8 29,7 100

4 31,9 37,1 31 100

5 42,7 33,7 23,6 100

1534
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Gambar 1. Sketsa peta fisiografi Pulau Jawa (Van Bemmelen, 1949) dan lokasi daerah telitian
(Kotak Merah)

Gambar 2. Peta geologi Pegunungan Baturagung dan Perbukitan Jiwo (Surono, 2008)

1535
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Gambar 3. Stratigrafi Pegunungan Selatan, Jawa Tengah (Sudarno, 1997, dalam Surono, 2008.)

1536
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Gambar 4. Pola Struktur Utama Pulau Jawa (Martodjojo dan Pulinggono, 1994)

1537
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Gambar 5 . Penampang Stratigrafi Lintasan 1 Sungai Tegalrejo, Kecamatan Gedangsari Fasies


Endapan Turbidit disebandingkan dengan Model Kipas Bawah Laut Walker (1978). Keterangan
struktur lihat gambar (8,9,10,11 )

1538
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Gambar 6 . Penampang Stratigrafi Lintasan 2 Sungai Tegalrejo, Kecamatan Gedangsari Fasies


Endapan Turbidit disebandingkan dengan Model Kipas Bawah Laut Walker (1978). Keterangan
struktur lihat gambar (8,9,10,11)

1539
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Gambar 7 . Simbol Struktur Sedimen

Gambar 8 . Sikuen Bouma Ta-Te pada fasies Classical Turbidite

1540
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Gambar 9 . Rip Up Clast pada Litologi Batupasir

Gambar 10. Struktur Dish and Pillar pada Fasies Massive Sandstone

1541
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Gambar 11. Struktur Masif pada Fasies Massive Sandstone

Gambar 12. Litologi Batupasir kerikilan

1542
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Gambar 13 . Breksi polimik pada Fasies Conglomerates

Gambar 14. Model Pengendapan Kipas Bawah Laut (Walker, 1978)

1543
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Gambar 15 . Sikuen Progradasi Kipas Bawah Laut (Walker, 1978) CT = Classical Turbidite, MS =
Massive Sandstone, PS = Pebble Sandstone, CGL = Conglomerates, DF = Debris Flow, SL = Slump

Gambar 16. Hasil Interpretasi Lingkungan Pengendapan Formasi Kebo-Butak pada Rekonstruksi
Kipas Bawah Laut (Walker, 1978)

1544
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Gambar 17. Model Pengendapan subaqueous fan Formasi Kebo-Butak pada Rekonstruksi Kipas
Bawah Laut pada MS lintasan 2 (Walker, 1978)

1545
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Gambar 18. Sayatan Batupasir Formasi Kebo-Butak Nikol Silang ((a) Sampel No.1, (b) Sampel No.2,
(c) Sampel No.3, (d) Sampel No.4, (e) Sampel No.5)

1546
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Gambar 19. Klasifikasi Batupasir menurut Pettijohn (1975)

Gambar 20. Diagram Provenan Batupasir (Dickinson dan Suczek (1979).

1547
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 K005UNP
TEKNIK GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA
5-6 September 2019; Hotel Alana Yogyakarta

Gambar 21. Diagram Analisa Iklim Purba pada Batupasir, Nelson (2007)

Gambar 22. Pembagian Iklim menurut W Kloppen (1918)

1548
Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata, Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof. Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai