1281 3963 1 PB
1281 3963 1 PB
Usman Mulbar
Jurusan Matematika FMIPA UNM Makassar
E-mail: u_mulbar@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meihat keterlaksanaan disain pembelajaran matematika realistik yang
melibatkan metakognisi siswa pada pokok bahasan aritmetika sosialdi SMP. Hasil yang diperoleh,
yaitu: Pertama, kemampuan guru mengelola pembelajaran termasuk dalam kategori cukup baik.
Kedua,siswa memberikan penilaian positif terhadap buku siswa dan LKS, sehingga dapat
digunakan dengan baik dalam proses pembelajaran. Selain itu, siswa senang terhadap suasana
pembelajaran dan cara guru mengajar di kelas dan pendekatan pembelajaran tersebut termasuk baru
bagi siswa. Ketiga, tes hasil belajar matematika diperoleh bahwa 87,64% siswa yang memperoleh
skor 65 ke atas. Selain itu, terdapat: 12,36% siswa yang memperoleh skor rendah (belum mencapai
ketuntasan belajar); 31,24% siswa yang memperoleh skor sedang; 35,53% siswa yang memperoleh
skor baik; dan 20,87% siswa yang memperoleh skor sangat baik.
Kata Kunci: Pembelajaran Matematika Realistik yang Melibatkan Metakognisi Siswa
untuk merevisi Taksonomi Bloom tentang dimensi kognitif. Anderson & Krathwohl (2001)
merevisi Taksonomi Bloom tentang aspek kognitif menjadi dua dimensi, yaitu: dimensi proses
kognitif dan dimensi pengetahuan. Hasil revisi yang menonjol tentang dimensi proses kognitif
adalah ditiadakannya aspek sintesis di antara aspek analisis dengan aspek evaluasi, kemudian
ditambahkannya aspek kreativitas sesudah aspek evaluasi. Sedangkan aspek-aspek dari dimensi
pengetahuan yang dikemukakan adalah: (1) Pengetahuan faktual (factual knowledge); (2)
Pengetahuan konseptual (conceptual knowledge); (3) Pengetahuan prosedural (procedural
knowledge); dan (4) Pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge). Oleh karena itu,
salah satu aspek dimensi pengetahuan yang menarik untuk dikaji lebih mendalam, khususnya
dalam pembelajaran matematika realistik adalah aspek metakognisi.
Brown (dalam Gama, 2004) membagi metakognisi ke dalam dua komponen, yaitu: (1)
Pengetahuan tentang kognisi (knowledge about cognition); dan (2) Regulasi tentang kognisi
(regulation of cognition). Kedua komponen tersebut, masing-masing berkaitan satu sama lain.
Hacker (1998) menggolongkan metakognisi kedalam tiga komponen, yaitu: (1) Pengetahuan
metakognitif (metacognitive knowledge); (2) keterampilan metakognitif (metacognitive skill);
dan (3) Pengalaman metakognitif (metacognitive experience). Sedangkan Tobias & Everson
(1998) menyatakan bahwa metakognisi sebagai gabungan dari pengetahuan metakognitif dan
keterampilan metakognitif. Pengetahuan metakognitif berkaitan dengan pengetahuan seseorang
tentang apa yang diketahuinya, sedang keterampilan metakognitif berkaitan dengan apa yang
akan dilakukan seseorang pada saat itu.
Pengetahuan deklaratif mengacu kepada pengetahuan tentang fakta dan konsep-konsep
matematika yang dimiliki siswa atau faktor-faktor yang mempengaruhi pemikirannya dan
perhatiannya dalam pembelajaran. Pengetahuan prosedural mengacu kepada kesadaran
seseorang tentang bagaimana cara melakukan sesuatu (menggunakan suatu strategi) dalam
pembelajaran. Sedangkan pengetahuan kondisional mengacu kepada kesadaran seseorang akan
kondisi yang mempengaruhi belajarnya, yaitu: kapan suatu strategi seharusnya diterapkan,
mengapa menerapkan strategi tersebut, dan kapan strategi yang diterapkan itu tepat dalam
pembelajaran.
Desoete (2001) secara sederhana menggambarkan keterampilan metakognif sebagai
kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengendalikan ketrampilan kognitif yang
dimilikinya. Selanjutnya Desoete secara substansial membedakan keterampilan metakognisi
menjadi empat komponen, yaitu: keterampilan prediksi, keterampilan perencanaan, keterampilan
monitoring, dan keterampilan evaluasi. Keterampilan prediksi adalah kegiatan pengklasifikasian
yang dilakukan oleh seseorang terhadap suatu permasalahan (tugas), yaitu: melakukan suatu
prediksi tentang waktu yang akan dipergunakannya untuk menyelesaikan suatu permasalahan
(tugas) dalam pembelajaran. Keterampilan perencanaan mengacu kepada kegiatan berpikir awal
seseorang tentang bagaimana, kapan, dan mengapa melakukan tindakan guna mencapai tujuan
melalui serangkaian tujuan khusus menuju kepada tujuan utama permasalahan.Keterampilan
monitoring mengacu kepada kegiatan pengawasan seseorang terhadap strategi kognitif yang
dipergunakannya selama kegiatan pembelajaran berlangsung, guna mengenali masalah dan
memodifikasi rencana. Sedangkan keterampilan evaluasi dapat didefinisikan sebagai verbalisasi
mundur (retrospective) yang dilakukannya setelah kejadian berlangsung, dimana seseorang
melihat kembali strategi yang telah ia gunakan dan apakah strategi tersebut mengarahkannya
pada hasil yang diinginkan atau tidak.
Berdasarkan uraian secara teoretis tentang metakognisi, dapat dikatakan bahwa
metakognisi memiliki peranan penting dalam pembelajaran matematika, khususnya dalam
Usman Mulbar, Disain Pembelajaran Matematika Realistik… 75
mengatur dan mengontrol aktivitas kognitif siswa dalam belajar dan berpikir, sehingga belajar
dan berpikir yang dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran matematika realistik dapat
mengakibatkan lebih efektif dan efisien.
Pembelajaran matematika realistik dimulai dengan masalah kontekstual, selanjut-nya
masalah kontekstual diuraikan agar unsur-unsur matematika yang terkandung di dalamnya
dapat dikenali.Melalui pengenalan unsur-unsur matematika di dalamnya, siswa dapat
menerjemahkannya ke dalam model matematika yang mereka hasilkan sendiri, sehingga siswa
dapat menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah kontekstual.Penyelesaian
matematis yang diperoleh siswa, kemudian diterjemahkan kembali, sehingga diperoleh
jawaban dari masalah kontekstual yang sebenarnya. Proses tersebut secara implisit melibatkan
kemampuan metakognitif siswa. Penelitian ini adalah penelitian multi-tahun (2009-2011), serta
rangkaian penelitian pengembangan perangkat pembelajaran matematika realistik yang
melibatkan metakognisi siswa yang berkualitas baik. Selanjutnya akan dilakukan suatu
pengkajian secara mendalam tentang keterlaksanaan disainpembelajaran matematika realistik
yang melibatkan metakognisi siswapada pokok bahasan aritmetika sosialdiSekolah
Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Makassar.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah kombinasi penelitian kuantitatif dan kualitatif yang bertujuan untuk
mengungkap secara mendalam keterlaksanaan disainpembelajaran matematika realistik yang
melibatkan metakognisi siswapada pokok bahasan aritmetika sosialdiSekolah Menengah
Pertama (SMP) Negeri di Kota Makassar.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri di Kota Makassar. Pemilihan
subjek dilakukan dengan langkah-langkah: (1)Memilih satu SMP secara purposif di daerah
pusat dan daerah pinggiran Kota. (2) Memilih kelas VII secara random dari sejumlah kelas
yang ada sebagai tempat pelaksanaan penelitian. (3) Memilih tiga orang siswa secara purposif
pada kelas yang terpilih di langkah kedua sebagai subjek penelitian. Selain itu, pemilihan
subjek observasi dilakukan dengan memperhatikan kemampuan matematika dan jenis kelamin,
sehingga siswa yang terpilih merupakan representasi karakteristik siswa di kelas penelitian.
Prosedur Penelitian
Prosedur pengumpulan data untuk mengungkap keterlaksanaan disain pembelajaran,
yaitu: (1) Melakukan observasi dan merekam gambar pelaksanaan pembelajaran di kelas.
Observasi yang dimaksud adalah kemampuan guru mengelola pembelajaran ditinjau dari
aspek: kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, kegiatan penutup, kesesuaian pembelajaran dengan
RPP, dan suasana kelas; (2) Angket keterlaksanaan:buku siswa, Lembar Kegiatan Siswa
(LKS), pelaksanaan pembelajaran, dan cara guru mengajar.
Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Instrumen penelitian adalah lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, angket
keterlaksanaan buku siswa dan LKS, dan intrumen elektronika.Analisis data untuk meng-
ungkap keterlaksanaan pembelajaran, yaitu: menganalisis hasil observasidan hasil rekaman
76 AKSIOMA, Volume 01 Nomor 01 Maret 2012
Kegiatan inti
• Menjelaskan petunjuk penyelesaian masalah kontekstual (aspek metakognitif) yang
akan digunakan oleh siswa untuk menyelesaikan masalah dalam pembelajaran.
Aspek tersebut, secara keseluruhan dapat dilaksanakan oleh guru, kecuali pada
pertemuan pertama (RPP-I). Sedangkan pada pertemuan kedua (RPP-II, walaupun
terlaksana namun masih dalam kategori kurang baik. Hal ini dapat dimaklumi, karena
guru memiliki keraguan untuk menjelaskan petunjuk penyelesaian masalah kontekstual
dalam pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan aspek metakognisi siswa.
Alasan yang dikemukakan oleh guru, yaitu:
• “… saya masih ragu menjelaskannya pak, karena belum memahami dengan baik
apa yang dimaksud metakognisi siswa …”.
• Mengarahkan siswa untuk memahami, menemukan jawaban, dan cara menjawab
masalah kontekstual dengan memberikan bantuan terbatas.Aspek tersebut, secara
keseluruhan dapat dilaksanakan oleh guru, kecuali pada pertemuan pertama (RPP-I).
Sedangkan pada pertemuan kedua (RPP-II) walaupun terlaksana namun masih dalam
kategori kurang baik.
• Kemampuan mengamati cara siswa menyelesaikan masalah kontekstual. Aspek
tersebut, secara keseluruhan dapat dilaksanakan oleh guru, namun pada pertemuan
kedua (RPP-II), ketiga (RPP-III), termasuk dalam kategori kurang baik.
• Kemampuan guru memimpin diskusi kelas/menguasai kelas. Aspek tersebut, secara
keseluruhan dapat dilaksanakan oleh guru, kecuali pada pertemuan pertama (RPP-I).
Sedangkan pada pertemuan kedua (RPP-II), walaupun terlaksana namun masih dalam
kategori kurang baik.Aspek yang belum memenuhi kriteria disebabkan “karena guru
belum terbiasa dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik”. Misalnya
dalam memberikan bantuan terbatas kepada siswa, guru menjelaskan secara tuntas
penyelesaiannya. Sedang pada saat dilakukan diskusi kelas, guru menjelaskan secara
klasikal penyelesaiannya yang seharusnya dijelaskan oleh siswa.
Kegiatan penutup
Kegiatan menutup pembelajaran, khususnya pada pertemuan awal (RPP-I dan II) belum
memenuhi kriteria.Hal ini disebabkan karena guru tidak memiliki waktu yang cukup untuk
menjelaskan intisari pembelajaran dengan baik.
Kesesuaian pembelajaran dengan rencana pelaksanaan pembelajaran
Kesesuaian pembelajaran dengan RPP belum memenuhi kriteria, khususnya pada
pertemuan awal (RPP-I &II).Hal ini dapat dimaklumi, karena guru kelihatannya belum
terbiasa dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik, khususnya dengan
memanfaatkan disain tersebut. Pada pertemuan-pertemuan awal guru cenderung mengikuti
pola pembelajaran konvensional, yaitu: menjelaskan konsep atau prosedur matematika
disertai tanya-jawab, kemudian memberikan contoh soal dan soal latihan. Guru kurang
mengikuti tahapan pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan alokasi waktu yang
ditetapkan pada RPP.
Suasana kelas
Antusiasme guru, khususnya pada pertemuan pertama (RPP-I dan II) walaupun
terlaksana namun masih dalam kategori kurang baik.
78 AKSIOMA, Volume 01 Nomor 01 Maret 2012
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, berikut disajikan simpulan berupa disain (fase-
fase) pembelajaran matematika realistik yang melibatkan metakognisi siswa pada pokok
bahasan aritmetika sosial di sekolah menengah pertama, yaitu:
1. Model, Strategi, Pendekatan, dan Metode Pembelajaran
Model : Kooperatif
Strategi : Siswa aktif belajar
Pendekatan : Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).
Metode : Pemberian tugas disertai tanya jawab, diskusi, dan ceramah
• Menjelaskan hal-hal yang perlu diingat untuk • Mendengarkan 3 menit • Seperti yang tertulis di
menyelesaikan masalah kontekstual dengan penjelasan guru. Buku Petunjuk Guru
baik. Misalnya pengetahuan matematika yang (BPG)
dimiliki siswa (materi prasyarat), melakukan
prediksi dan perencanaan sebelum menyele-
saikan masalah kontekstual, dan sebagainya.
80 AKSIOMA, Volume 01 Nomor 01 Maret 2012
• Meminta siswa membaca dan memahami • Membaca dan 7 menit • Langkah-1 PMR
masalah kontekstual di buku siswa, kemudian memahami masalah (Memahami masalah
menuliskan: pengetahuan matematika yang kontekstual, kontekstual).
dimilikinya yang berkaitan dengan masalah kemudian Karakteristik ke-1 dan
kontekstual (misalnya materi prasyarat/rumus menuliskan: penge- ke-4 PMR (penggunaan
yang akan digunakan, dan sebagainya), tahuan matematika konteks nyata dan
memprediksi apakah masalah kontekstual yang dimilikinya adanya interaksi).
termasuk mudah atau susah dan lamanya (materi prasyarat),
waktu yang akan digunakan dalam memprediksi masalah
menyelesaikan masalah kontekstual tersebut, kontekstual apakah
apa yang diketahui dan ditanyakan pada termasuk mudah atau
masalah kontekstual di LKS-1. Selanjutnya susah dan lamanya
memberikan kesempatan kepada siswa yang waktu yang ia guna-
belum memahami masalah kontekstual untuk kan dalam menyele-
bertanya. saikan masalah kon-
tekstual, apa yang
diketahui dan ditanya-
kan pada masalah
kontekstual di LKS-1.
Selain itu, bertanya
kepada guru jika
belum memahami
masalah kontekstual.
• Meminta siswa melakukan perencanaan • Siswa melakukan 40 menit • Langkah-2 PMR
(misalnya memikirkan langkah-langkah perencanaan (me- (menyelesaikan
penyelesaian) sebelum menyelesaikan mikirkan langkah- masalah).
masalah kontekstual secara mandiri di LKS- langkah penyelesaian) • Karakteristik ke-2 PMR
1. Selama siswa bekerja, guru berkeliling di sebelum menyelesai- (menggunakan model).
kelas untuk melihat pekerjaan siswa. kan masalah kon-
tekstual secara man-
diri di LKS-1.
• Setelah siswa menemukan jawaban dari • Siswa 7 menit • Langkah ke-3 PMR
masalah yang diberikan, selanjutnya meminta membandingkan dan (membandingkan dan
siswa untuk mendiskusikan atau mendiskusikan hasil mendiskusikan
membandingkan jawaban dengan teman pekerjaan dengan jawaban).
sekelompoknya. Guru memfasilitasidiskusi teman sekelompok- • Karakteristik ke-3 dan
kelompok dengan mengarahkan siswa untuk nya. Selain itu siswa ke-4 PMR (konstribusi
melakukan monitoring dan evaluasi dalam melakukan monitor- siswa dan interaksi).
memilih jawaban yang paling tepat. ing dan evaluasi hasil
pekerjaannya dengan
memberi tanda (√).
• Memfasilitasi diskusi kelas dengan meminta • Menyampaikan 8 menit • Langkah ke-3 PMR
beberapa siswa mewakili kelompoknya untuk jawaban kelompok, (membandingkan dan
maju ke depan kelas menyampaikan jawaban melakukan mendiskusikan
berdasarkan hasil diskusi kelompok. Sedang- monitoring dan jawaban).
kan kelompok lain yang memiliki jawaban evaluasi dengan • Karakteristik ke-3 dan
berbeda diminta untuk melakukan monitoring menanggapi jawaban ke-4 PMR (konstribusi
dan evaluasi dengan memberikan tanggapan. kelompok lain. siswa dan interaksi).
• Mengarahkan siswa untuk menyimpulkan • Menyimpulkan hasil 5 menit • Langkah ke-4 PMR
hasil diskusi. diskusi kelas. (menarik kesimpulan).
• Karakteristik ke-3 dan
ke-4 PMR (konstribusi
siswa dan interaksi).
Usman Mulbar, Disain Pembelajaran Matematika Realistik… 81
Saran
1. Disain pembelajaran yang dihasilkan, belum diimplementasikan secara luas di sekolah-
sekolah, khususnya di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Karena itu, untuk mengetahui
keefektifan disain, disarankan kepada para guru dan peneliti lainnya untuk
mengimplementasikannya pada ruang lingkup yang lebih luas di sekolah-sekolah,
khususnya di SMP. Selain itu, hasil-hasil penelitian yang terkait dengan perangkat disain
pembelajaran ini dapat dijadikan referensi untuk mengembangkan disain pembelajaran
lainnya dan tetap melibatkan metakognisi siswa.
2. Bagi guru matematika yang berkeinginan menerapkan perangkat disain ini pada materi
yang lain, dapat mengembangkan sendiri dengan memperhatikan keterkaitan aspek
metakognisi dan karakteristik dari materi pelajaran yang akan dikembangkan.
3. Guru yang berupaya untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan siswa
menyelesaikan masalah, serta meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika,
penerapan disain ini dapat dijadikan salah satu alternatif jawaban permasalahan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, O.W. & Krathwohl, D.R., 2001.A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing
(A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives). New York: Addision
Wesley Longman, Inc.
Depdiknas., 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. http:/www.
puskur.net/
Desoete, A., 2001. Off-Line Metacognition in Children with Mathematics Learning
Disabilities.Faculteit Psychologies en Pedagogische Wetenschappen. Universiteit-
Gent., https:/archive.ugent.be/retrieve/917/ 801001505476.pdf
Freudenthal, H., 1991. Revisiting Mathematics Education.China Lectures. Dordrecht: Kluwer
Academic Publishers. http://www.fi.ruu.nl/
Gama, C., 2004. Integrating Metacognition Instruction in Interactive Learning Environments.
Submitted for the degree of D. Phil. http://www.dcc.utba. br/~claudiag/thesis/
indexGama.pdf.
Gravemeijer., 1994. Developing Realistics Mathematics Education. Utrecht: Freudenthal
Institute.
82 AKSIOMA, Volume 01 Nomor 01 Maret 2012
Hacker, DJ., 1998. Definitions and Empirical Foundations. In DJ Hacker, J. Dunlosky, & AC
Graesser (Eds.), Metacognition in educational theory and practice (pp. 1-24). Mahwah,
NJ: Erlbaum. Retrieved Sept. 25, 2005 from http://www.psyc. memphis.edu/trg/meta.htm
Halmos, P., (1980). The Heart of Mathematics. American Mathematical Monthly, 87, 519-
524. http://www-gse.berkeley.edu/
Slettenhaar., 2000. Adapting Realistic Mathematics Education in the Indonesian Context.
Dalam Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia. Bandung: Prosiding Konperensi
Nasional Matematika X ITB, 17-20 Juli 2000.
Tobias, S., & Everson, H.T., 1998. Research on the Assessment of Metacognitive Knowledge
Monitoring. Paper presented at a symposium on "Metacognition: Assessment and
Training," at the annual convention of the American Educational Research Association,
San Diego CA. www.fordham.edu/gse/faculty/tobias/SSSR.html