Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Topik: Saham

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bisnis Internasional

Dosen Pengampu: Muhd. Mu’azamsyah, S.Sos., M.M.

Disusun Oleh:

Indra Agustriansyah (21612054)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PEMBANGUNAN
TANJUNG PINANG
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................4
1.3 Tujuan..........................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5
2.1 Sejarah Saham.............................................................................................................5
2.2 Pengertian Saham Menurut Para Ahli.......................................................................11
2.3 Bentuk dan Jenis Saham............................................................................................13
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Saham...........................................................................14
2.5 Risiko Saham.............................................................................................................15
2.6 Tahapan Dalam Pengambilan Keputusan Berinvestasi Saham.................................18
2.7 Strategi Bersaham......................................................................................................19
BAB III PENUTUP..................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan................................................................................................................22
3.2 Saran..........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saham menjadi salah satu alternatif untuk investasi di pasar modal yang paling
banyak digunakan oleh para investor karena keuntungan yang diperolehnya lebih besar.
Tujuan dari perusahaan melakukan investasi saham adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan pemegang saham dengan cara memaksimalkan nilai saham perusahaan
yang pada akhirnya akan mencerminkan harga saham tersebut (Fama, 1970).
Saham merupakan surat berharga yang menunjukkan bukti kepemilikan invidu
maupun institusi dalam suatu perusahaan. Seorang investor dapat memilih jenis investasi
ini karena dapat memberikan keuntungan ekonomis dan non ekonomis bagi pemegang
saham. Saham merupakan salah satu instrumen keuangan jangka panjang yang
diperdagangkan di pasar modal Indonesia. Saham dapat didefinisikan sebagai tanda
penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan usaha dalam suatu perusahaan atau
perseroan terbatas (Darmadji dan Fakhruddin, 2001:5). Selembar kertas yang berisi
mengenai bukti kepemilikan atas perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut
merupakan wujud dari saham. Posisi permintaan dan penawaran atas saham yang ada di
pasar modal Indonesia, membuat saham memiliki harga untuk diperjualbelikan. Semakin
tinggi tingkat permintaan dan penawaran terhadap lembar saham, maka harga saham pun
akan tinggi dan juga sebaliknya.
Saham merupakan tanda penyertaan modal sepihak (badan usaha) atau seorang
dalam sebuah perusahaan. Dengan disertainya modal tersebut, maka pihak yang
bersangkutan memiliki hak atas pendapatan perusahaan, berhak hadir di dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dan hak atas aset perusahaan (Bursa Efek Indonesia,
2018).
Dalam analisis pergerakan harga saham terdapat analisis fundamental dimana
mencakup aspek ekonomi, aspek industri, dan aspek perusahaan. Menurut Harianto dan
Sudono (1998:475), analisis terhadap aspek perusahaan penting untuk dilakukan oleh
investor, karena analisis perusahaan ini menyangkut penilaian keadaan keuangan
perusahaan, dimana dapat dilihat pendapatan atau laba yang diperoleh perusahaan.
Apabila pendapatan atau laba yang diperoleh perusahaan tinggi, hal ini akan dapat
membuat harga saham juga tinggi (Harianto dan Sudono, 1998:476).
Tingginya pendapatan atau laba yang diperoleh perusahaan membuat kepercayaan
investor terhadap perusahaan akan pengembalian yang diharapkan investor. Kepercayaan
investor inilah yang akan memberikan keputusan investasi untuk membeli saham
perusahaan tersebut. Tingkat pembelian saham perusahaan merupakan permintaan yang
nantinya akan mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut. Namun, dalam menilai
harga saham para investor tidak hanya melihat dari dalam perusahaannya saja, tetapi
faktor lain seperti tingkat suku bunga juga perlu dipertimbangkan. Tingkat suku bunga
memberikan pilihan bagi investor untuk menanamkan modal mereka. Jika tingkat suku
bunga tinggi maka investor akan menyimpan modal mereka di bank. Sedangkan, apabila
tingkat suku bunga rendah investor akan menanamkan modal mereka di pasar modal
dengan harapan pengembalian yang tinggi meski dengan resiko yang tinggi pula.
Investasi akan memberikan hasil jika hal tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang
panjang. Investor dapat menilai bagaimana kinerja perusahaan melalui laporan keuangan
perusahaan, maupun faktor eksternal perusahaan seperti tingkat suku bunga untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap harga saham sebagai landasan para investor dalam
berinvestasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah saham?
2. Bagaimana pengertian saham menurut para ahli?
3. Bagaimana bentuk dan jenis saham?
4. Bagaimana kelebihan dan kekurangan saham?
5. Bagaimana risiko saham?
6. Bagaimana tahapan dalam pengambilan keputusan berinvestasi saham?
7. Bagaimana strategi bersaham?

1.3 Tujuan
1. Untuk menganalisis sejarah saham.
2. Untuk menganalisis pengertian saham menurut para ahli.
3. Untuk menganalisis bentuk dan jenis saham.
4. Untuk menganalisis kelebihan dan kekurangan saham.
5. Untuk menganalisis risiko saham.
6. Untuk menganalisis tahapan dalam pengambilan keputusan berinvestasi saham.
7. Untuk menganalisis strategi bersaham.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Saham


Pasar modal adalah tempat jual beli surat-surat berharga atau efek. Kata efek
berasal dari bahasa Belanda effecten. Menurut pengarang Belanda, B.de Smalen, istilah
effecten berasal dari bahasa Latin effectus. Kata effectus ini berarti pelaksanaan,
pengalaman, hal mempraktekan, pekerjaan, dan penyelesaian; kalau dianggap sebagai
kata sifat, artinya ”sempurna”. Definisi tentang efek digunakan secara resmi pada tahun
1947 dalam Beschikking Beursverkeer dd 27 Maart 1947 art.1. Menurut definisi ini efek
adalah saham, obligasi, surat gadai, bukti fraksi depot, bukti keuntungan dan bukti
pendiri, bukti opsi dan surat berharga serupa.
Efek tertua yang dikenal sampai dengan saat ini adalah saham tertanggal 16 Juni
1288, atas nama perusahaan pertambangan tembaga milik Swedia, storakopparberg.
Tahun 1400, di Venesia, beredar saham Bank Venesia dan di Genoa beredar saham Bank
St. George. Tahun 1600 saham The East India Company mulai diperdagangkan di
Inggris. Tidak lama kemudian pada tahun 1602, saham Camere der Oost-Indische
Compagnie atau COIC, kemudian lebih dikenal dengan nama VOC, diperdagangkan di
Belanda. Apabila dilihat dari efek tertua diatas, kegiatan jual beli surat berharga sudah
berlangsung di Eropa sejak awal abad ke 14. Tetapi jual beli tersebut belum melalui
suatu lembaga, tanpa catatan resmi, dan hanya melalui sedikit aturan. Bursa tertua adalah
Amsterdamse Effektenbeurs atau bursa Amsterdam di Belanda, yang didirikan di Dam
Square tahun 1611. Saat itu yang diperdagangkan adalah saham-saham dan obligasi
COIC, karena dibutuhkan banyak uang untuk ekspedisi ke Kepulauan Indonesia.
Sejarah perkembangan pasar modal Indonesia dapat dibagi dalam beberapa
periode.
1. Periode Permulaan (1878 - 1912)
Di Indonesia, menurut buku Effectengids yang dikeluarkan Verreniging voor
den Effectenhandel, jual beli efek telah dilakukan sejak tahun 1880. Perdagangan
saham dan obligasi dilakukan tanpa organisasi resmi sehingga catatan tentang
transaksi tersebut tidak lengkap. Tahun 1892 perusahaan perkebunan
“Cultuurmaatschappij Goalpara” yang berkantor di Batavia mengeluarkan
prospektus penjualan 400 saham dengan harga 500 gulden per saham. Beberapa
tahun kemudian, harian Het Centrum dari Yogyakarta juga mengeluarkan prospektus
penjualan saham senilai 105 ribu gulden dengan harga perdana 100 gulden per
saham. Disamping kedua perusahaan itu, ada beberapa perusahaan perkebunan juga
mengeluarkan prospektus untuk mendapatkan dana dari masyarakat. Tetapi tidak ada
keterangan apakah saham-saham itu diperjualbelikan.
Menurut perkiraan, yang diperjualbelikan waktu itu adalah saham atau
obligasi yang terdaftar di bursa Amsterdam yang dimiliki oleh investor yang ada di
Batavia, Surabaya, dan Semarang. Periode ini disebut periode permulaan sejarah
pasar modal Indonesia karena belum ada bursa resmi.
2. Periode Pembentukan Bursa (1912 – 1925)
Perkembangan transaksi efek semakin meningkat, tetapi bursa yang resmi
belum ada. Akhirnya pemerintahan kolonial Belanda mendirikan Amsterdamse
Effectenbuerurs di Batavia. Pada 14 Desember 1912, suatu asosiasi 13 broker
dibentuk di Jakarta. Asosiasi ini diberi nama “Vereniging voor Effectenhandel” yang
merupakan cikal bakal pasar modal pertama di Indonesia. Bursa efek ini didirikan
dalam rangka untuk mendorong perekonomian dan menjaring dana-dana investor
untuk membiayai industri perkebunan milik Belanda yang bertumbuh dengan pesat
di Indonesia. Dalam waktu singkat, bursa tadi tumbuh sebagai bursa internasional
yang sangat menguntungkan. Di tingkat Asia, Bursa Batavia ini merupakan yang
keempat tertua, setelah Bombay, Hongkong, dan Tokyo. Efek yang diperjualbelikan
berupa saham dan obligasi perusahaanperusahaan Belanda yang beroperasi di
Indonesia, obligasi yang diterbitkan pemerintah Hindia Belanda baik pemerintah
pusat, provinsi dan kota praja, serta efek-efek perusahaan di negeri Belanda.
3. Periode Awal Kemerdekaan (1925 – 1952)
Dengan hadirnya tiga bursa efek sampai tahun 1952, kondisi perekonomian
berkembang dengan cepat. Melihat perkembangan yang menggembirakan itu, tiga
bank besar milik Belanda yaitu NHM, Escompto, dan NIHB ikut masuk bursa pada
tahun 1928, sehingga anggota bursa resmi sampai tahun 1928 menjadi 16 anggota.
Perkembangan perdagangan efek pada periode ini tidak bertahan lama karena
dihadapkan pada resesi ekonomi pada tahun 1929 dan pecahnya Perang Dunia II
(PD II). Pada saat PD II, bursa efek di negeri Belanda dirampas oleh Jerman. Hal ini
sangat berpengaruh terhadap bursa efek di Indonesia. Keadaan makin memburuk
dan tidak memungkinkan lagi Bursa Efek Jakarta untuk terus beroperasi, sehingga
pada tanggal 10 Mei 1940 Bursa Efek Jakarta resmi ditutup. Bursa Efek Surabaya
dan Semarang telah lebih dulu ditutup. Pada tanggal 23 Desember 1940, Bursa Efek
Jakarta kembali diaktifkan, karena selama PD II Bursa Efek Paris tetap berjalan,
demikian pula halnya dengan Bursa Efek London yang ditutup beberapa hari saja.
Akan tetapi, aktifnya Bursa Efek Jakarta tidak berlangsung lama, karena Jepang
masuk ke Indonesia pada tahun 1942, Bursa Efek Jakarta kembali ditutup. Setelah
PD II, kegiatan investasi tidak banyak dilakukan karena peraturan pada saat itu
memaksa uang investor tetap di dalam negeri. Pemilik efek yang membutuhkan
likuiditas harus mengirimkan efeknya ke luar negeri. Sarana transportasi yang masih
terbatas mengakibatkan proses pengiriman memakan waktu yang cukup lama.
Setelah proklamasi kemerdekaan keadaan ekonomi Indonesia berada dalam
kondisi keuangan yang amat memprihatinkan, sementara di sisi lain, operasionalisasi
pemerintahan tidak dapat ditunda. Kesulitan itu masih ditambah dengan persoalan
moneter. Pemerintah RI meminta persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat (BPKNIP) untuk melakukan pinjaman nasional. Dengan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1946, pinjaman dari masyarakat mulai dihimpun. Dana ini
sangat membantu pemerintah. Untuk itu pemerintah mengeluarkan surat pengakuan
utang. Surat pengakuan utang itu dapat diperjualbelikan, tetapi karena tidak aktifnya
bursa efek, maka tidak diketahui catatan tentang kursnya.
Berdasarkan alasan itu, pada tahun 1947 pemerintah berencana untuk
membuka kembali Bursa Efek Jakarta. Rencana ini tertunda karena terhambat oleh
situasi ekonomi yang amat buruk. Sejak penyerahan kedaulatan dari pemerintah
Belanda ke pemerintah Indonesia pada tahun 1949, beban utang luar negeri dan
dalam negeri kian membengkak sehingga menyebabkan defisit yang sangat besar.
Keadaan tersebut membuat pemerintah Indonesia memprioritaskan pembukaan
kembali Bursa Efek Jakarta dalam program kerjanya agar masyarakat tidak
dirugikan.
Dalam rangka mendukung tujuan tersebut, pemerintah Indonesia
mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 13 Tahun 1953 yang kemudian
ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1952 yang mengatur Bursa
Efek. Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
289737/Undang-Undang tanggal 1 November 1951 penyelenggaraan bursa
diserahkan kepada Perserikatan Uang dan EfekEfek (PPUE). Bank Indonesia
ditunjuk sebagai penasihat dan selanjutnya dipilih pengurus. Pengurus tersebut
bertugas menyiapkan rapat umum pertama para anggota, rencana Anggaran Dasar
dan Peraturan Rumah Tangga, peraturan-peraturan yang diperlukan, serta
penyediaan fasilitas kantor dan bursa untuk perdagangan efek.
4. Periode Kebangkitan (1952 – 1976)
Tanggal 3 Juni 1952 seperti yang telah diputuskan oleh rapat umum PPUE,
Bursa Efek Jakarta kembali dibuka secara resmi oleh Menteri Keuangan Sumitro
Djojohadikusumo. Bursa Efek Jakarta berlokasi di gedung De Javasche Bank (Bank
Indonesia), Jakarta Kota. Perdagangan efek baru dimulai pada 4 Juni 1952.
Operasional bursa pada waktu itu dilakukan oleh PPUE yang beranggotakan
beberapa bank negara, bank swasta nasional, dan para pialang efek. Yang
diperdagangkan di Bursa Efek Jakarta pada saat itu adalah obligasi pemerintah RI,
obligasi kota praja Bogor, serta obligasi dan efek dari perusahaan Belanda. Pada 26
September 1952 merupakan salah satu tonggak sejarah pasar modal Indonesia,
ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1952 sebagai
Undang-Undang Darurat yang kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Bursa.
Hal ini diikuti dengan penyempurnaan peraturan-peraturan pelaksana agar
penyelenggaraan dan aktivitas perdagangan dapat berjalan dengan baik. Memasuki
tahun 1958 keadaan perdagangan efek menjadi lesu yang disebabkan oleh:
a. Banyaknya warga negara Belanda yang meninggalkan Indonesia.
b. Adanya nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda oleh Pemerintah RI
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang
Nasionalisasi.
c. Tahun 1960 Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda (BANAS)
melakukan larangan memperdagangkan efek-efek yang diterbitkan oleh
perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia termasuk efek-efek
dengan nilai mata uang Belanda.
Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya sengketa antara Irian Barat
dengan Belanda (1962) dan tingginya inflasi menjelang akhir pemerintahan Orde
Lama (1966) yang mencapai 650%. Keadaan itu mengguncang sendi perekonomian
dan kepercayaan masyarakat menjadi berkurang terhadap pasar modal. Akibatnya,
Bursa Efek Jakarta tutup dengan sendirinya. Kondisi ini berlangsung sampai tahun
1977.
5. Periode Pengaktifan Kembali (1977 – 1987)
Pasar modal tidak menjalankan aktivitasnya sampai tahun 1977. Penutupan
pasar modal Indonesia tersebut tidak lepas dari orientasi politik Pemerintah Orde
Lama yang menolak modal asing dan kebijakan nasionalisasi. Setelah pemerintahan
berganti kepada Pemerintahan Orde Baru, kebijakan politik dan ekonomi Indonesia
tidak lagi konfrontatif dengan dunia Barat. Pemerintahan Orde Baru segera
mencanangkan pembangunan ekonomi secara sistematis dengan pola target lima
tahunan. Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan negara Barat untuk membangun
dan berencana mengaktifkan kembali pasar modal. Sebelum pembukaan kembali
pada 1977, pemerintah melakukan beberapa upaya dalam rangka pembukaan
kembali pasar modal. Beberapa persiapan yang dilakukan pemerintah Indonesia
adalah :
a. Pada tahun 1972 membentuk lembaga yang disebut Badan Pembina Pasar
Uang dan Modal (BAPEPUM). Tugasnya adalah membantu menteri
keuangan dalam kegiatan-kegiatan diantaranya melaksanakan pembinaan
pasar uang dan modal tahap demi tahap menurut situasi serta kebutuhan,
mempersiapkan pembentukan lembaga pasar uang dan modal, dan
melaksanakan pengawasan atas aktivitas Bursa Efek.
b. Pada tanggal 28 Desember 1976 dikeluarkan seperangkat peraturan yang isi
pokoknya :
1) Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1976 ditetapkan tentang
pendirian Pasar Modal, membentuk Badan Pembina Pasar Modal,
membentuk Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM).
2) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1976 ditetapkan PT
Danareksa BUMN pertama yang melakukan go public dengan
penyertaan modal negara Republik Indonesia sebanyak Rp.50 miliar.
3) Pemberian keringanan perpajakan kepada perusahaan yang go public
dan kepada pembeli saham atau bukti penyertaan modal.
4) Peraturan permainan di pasar modal
c. Kemudian dikeluarkan beberapa keputusan Menteri Keuangan yang
mengatur lebih rinci dan lebih operasional tentang pelaksanaan Bursa Efek,
antara lain :
1) Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1670 Tahun 1976
tentang Penyelenggaraan Bursa
2) Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1672 Tahun 1976
tentang Tata Cara Menawarkan Efek Kepada Masyarakat Melalui
Bursa
3) Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1673 Tahun 1976 20
tentang Peraturan Perdagangan Efek di Bursa
4) Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1674 Tahun 1976
tentang Perantara Perdagangan Efek.
Pada tanggal 10 Agustus 1977, Presiden Soeharto meresmikan pasar modal di
zaman Orde Baru. Unsur menonjol pada awal pengaktifan kembali pasar modal
adalah asas pemerataan kepemilikan saham kepada masyarakat luas, agar saham
statu preusan tidak hanya terkonsentrasi pada keluarga tertentu atau sekelompok
orang tertentu. Adanya bursa saham diharapkan dapat mendorong masyarakat umum
untuk ikut aktif melakukan investasi sehingga kemakmuran yang dihasilkan oleh
pembangunan dapat dinikmati secara lebih merata.
Pengaktifan kembali pasar modal tidak menyebabkan kegiatan di bidang pasar
modal menjadi giat, namun timbul sejumlah kendala di dalam kegiatan di bidang
pasar modal. Perjalanan pasar modal Indonesia ternyata masih memerlukan waktu
dan proses yang cukup panjang untuk mencapai pasar modal yang maju dan modern.
Pasar modal Indonesia kurang diminati oleh perusahaan dan investor. Masyarakat
lebih suka menanamkan uangnya di bank dalam bentuk tabungan dan deposito.
Akibatnya pasar menjadi sepi, harga saham dan indeks cenderung status pada angka
yang kecil karena tidak adanya transaksi.
6. Periode Deregulasi (1987 – 1995)
Pemerintah melakukan perombakan peraturan yang nyata-nyata menghambat
minat perusahaan untuk masuk pasar modal dan investor untuk melakukan investasi
pada pasar modal Indonesia. Pada tahun 1987, sejalan dengan perkembangan
ekonomi dan semakin besarnya kebutuhan dana untuk menggerakkan roda
perekonomian, pemerintah meluncurkan sejumlah paket deregulasi dan kebijakan
penting di bidang pasar modal. Deregulasi pada intinya adalah melakukan
penyederhanaan dan merangsang minat perusahaan untuk masuk ke bursa serta
menyediakan kemudahan-kemudahan bagi investor. Kebijakan tersebut terlihat dari :
a. Paket Desember 1987 (PAKDES 1987)
Isi penting dari PAKDES 1987 adalah :
1) Menghapuskan persyaratan laba minimun 10% dari modal sendiri
2) Dibukanya kesempatan bagi investor asing untuk berpartisipasi di
Pasar Modal Indonesia dengan pemilikan saham-saham
perusahaan sampai dengan 40% dari saham yang tercatat di Bursa
3) Diperkenalkannya instrumen Pasar Modal saham atas tunjuk
4) Dibukanya bursa pararel sebagai arena perdagangan efek bagi
perusahaan-perusahaan kecil dan menengah
5) Menghapus batas maksimum fluktuasi harga 4%
b. Paket Oktober 1988 (PAKTO 1988)
Melalui paket ini pemerintah telah melakukan terobosan yaitu :
1) Pengenaan pajak penghasilan atas bunga deposito berjangka dan
sertifikat deposito tabungan
2) Pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberian kredit bank kepada
nasabah perorangan dari nasabah grup, yaitu secara berturut-turut
tidak melebihi 20% dan 50% dari modal sendiri bank pemberi
kredit
3) Penetapan persyaratan modal minimum untuk mendirikan Bank
Umum Swasta Nasional, Bank Pembangunan Swasta Nasional,
dan Bank Campuran
4) Pemerintah memberi kesempatan kepada swasta untuk membuka
dan menyelenggarakan bursa di beberapa kora besar di luar Jakarta
c. Paket Desember 1988 (PAKDES 1988)
Isi dari PAKDES 1988 adalah :
1) Pemerintah memberi kesempatan kepada swasta untuk mendirikan
dan menyelenggarakan bursa di luar Jakarta
2) Pemerintah memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk
mencatatkan seluruh saham yang ditempatkan atau disetor penuh
di bursa
3) Dibukanya izin bagi investor asing untuk membeli saham di bursa
Indonesia. Kebijakan ini dituangkan dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1055/KMK.013/1989 tentang Pembelian Saham
oleh Pemodal Asing melalui Pasar Modal. Selanjutnya Keputusan
ini dicabut oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor
455/KMK.01/1997
4) Kebijakan ini disusul dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 1548/KMK.013/1990. Kemudian diubah lagi
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
1199/KMK.010/1991. Dalam keputusan terakhir ini, dijelaskan
bahwa tugas BAPEPAM yang mulanya bertindak juga sebagai
penyelenggara bursa, kini hanya bertindak sebagai badan regulator.
Selain itu pemerintah membentuk lembaga-lembaga baru seperti
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Kliring dan Penjaminan
Efek Indonesia (KPEI), reksa dana, dan manajer investasi. Selama
tahun 1989 terdapat 37 perusahaan go public dan sahamnya
tercatat (listed) di BEJ. Sedemikian banyaknya perusahaan-
perusahaan yang mencari dana lewat pasar modal, sehingga pada
masa itu masyarakat luas pun berduyun-duyun untuk menjadi
investor. Pasar modal mengalami kemajuan yang pesat.
7. Periode Kepastian Hukum (1955 – sekarang)
Dampak positif dari kebijakan deregulasi telah menebalkan kepercayaan
investor dan perusahaan terhadap pasar modal Indonesia. Puncak kepercayaan itu
ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal yang berlaku efektif sejak 1 Januari 1996. Undang-Undang ini dilengkapi
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan di Bidang Pasar Modal dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995
tentang Tata Cara Pemeriksaaan di Bidang Pasar Modal.
Undang-Undang ini dengan tegas memberi amanat kepada BAPEPAM untuk
melakukan penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap kejahatan yang
terjadi di bidang pasar modal. Selain itu, BAPEPAM merupakan Self Regulation
Organization (SRO) yang menjadikan BAPEPAM mudah untuk bergerak dan
menegakkan hukum, sehingga menjamin kepastian hukum. Pasar modal Indonesia
belum mendapatkan kepercayaan dari publik internasional sebagai pasar modal yang
aman bagi investor. Pasar modal tidak pernah lepas dari para perilaku pelaku
ekonomi. Tahun 1997 Indonesia menuai akibat yang dashyat dari moral hazard
pelaku ekonomi, yaitu krisis moneter. Krisis ini menghancurkan sendi-sendi
perekonomian bangsa. Perekonomian masih belum pulih, pasar modal kembali
mendapatkan ujian yang tak kalah berat, yaitu gedung Bursa Efek Jakarta dibom
pada tanggal 13 September 2000. Kegiatan bursa dihentikan untuk beberapa hari.
Kejadian ini kian memburamkan wajah bangsa ini, tetapi dengan langkah yang
optimis dan melakukan reformasi yang sungguh-sungguh, pihak-pihak yang terkait
dengan pasar modal dapat bertahan dan keluar dari krisis yang sangat menyesakkan
ini.

2.2 Pengertian Saham Menurut Para Ahli


Menurut Fahmi (2013:324) Saham merupakan anda bukti penyertaan
kepemilikan modal/dana pada perusahaan kertas yang tercantum dengan nilai nominal,
nama perusahaan dan diikuti dengan hak dan kewajiban yang dijelaskan kepada setiap
pemegangnya, persediaan yang siap untuk dijual.
Menurut (Abi, 2016:17) saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan
modal seseorang atau pihak (beban usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan
terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas
pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS).
Saham adalah surat berharga yang menunjukkan bagian kepemilikan atas suatu
perusahaan. Jika anda membeli saham berarti anda membeli sebagian kepemilikan atas
perusahaan tersebut.Dan anda berhak atas keuntungan perusahaan dalam bentuk dividen,
jika perusahaan mebukukan keuntungan. Anda juga bisa mengambil keuntungan dari
naiknya harga saham tersebut dari waktu ke waktu.pengertian saham menurut para ahli
sebagai berikut : Harga saham adalah nilai suatu saham yang mencerminkan kekayaan
perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut, dimana perubahan atau fluktuasinya
sangat ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar bursa
(pasar sekunder). Semakin banyak investor yang ingin membeli atau menyimpan saham,
harganya semakin naik. Sebaliknya semakin banyak investor yang ingin menjual atau
melepaskan suatu saham, maka harganya semakin bergerak turun. (Setiawan, 2009)
dalam (Lasmi, 2017: 23).
Menurut Anoraga (2001: 100), harga saham adalah uang yang dikeluarkan untuk
memperoleh bukti penyertaan atau pemilikan suatu perusahaan. Harga saham juga dapat
dikatakan bahwa interaksi antara penjual dengan pembeli saham yang dilatarbelakangi
oleh harapan mereka terhadap profit yang dapat dihasilkan oleh perusahaan tersebut.
Untuk itu investor memerlukan informasi terkait dengan harga saham perusahaan yang
akan diberikan dana oleh investor. Dengan kata lain, harga saham dapat diartikan sebagai
harga per lembar saham yang terjadi didalam pasar modal dan ditentukan oleh pelaku
pasar yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dalam jangka waktu yang akan
datang.
Sartono (2008: 9), harga saham terbentuk dipasar modal dan ditentukan oleh
beberapa faktor seperti laba per lembar saham, rasio laba terhadap harga per
lembarsaham, tingkat bunga bebas risiko yang diukur dari tingkat bunga deposito
pemerintah dan tingkat kepastian operasi perusahaan. Selain faktor-faktor tersebut, harga
saham juga dapat dipengaruhi oleh kondisi perusahaan. Semakin baik kinerja keuangan
suatu perusahaan akan berdampak pada laba yang diperoleh perusahaan dan keuntungan
yang didapat oleh investor, sehingga akan mempengaruhi peningkatan harga saham.
Definisi saham menurut Darmadji dan Fakhurddin (2012:5) adalah sebagai tanda
penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau
perseroan terbatas. Ditinjau dari banyak aspek, menurut Darmadji dan Fakhruddin
(2012:6), saham terbagi dalam beberapa jenis yaitu:
1. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim:
a. Saham Biasa (Common Stock), yaitu saham yang menempatkan
pemiliknya paling junior terhadap pembagian dividen, dan hak atas harta
kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
b. Saham Preferen (Preferred Stock), yaitu saham yang memiliki
karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa
menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa
tidak mendatangkan hasil seperti ini dikehendaki oleh investor.
2. Ditinjau dari cara pemeliharaannya:
a. Saham atas Unjuk (Bearer Stock), merupakan saham yang tidak tertulis
nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke
investor lain.
b. Saham atas Nama (Registered Stock), merupakan saham yang ditulis
dengan jelas siapa pemiliknya, dan dimana cara peralihannya harus
melalui prosedur tertentu.
3. Ditinjau dari kinerja perdagangannya:
a. Saham Unggulan (Blue-Chips Stock), yaitu saham biasa dari suatu
perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri
sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar
dividen.
b. Saham Pendapatan (Income Stock), yaitu saham biasa dari suatu emiten
yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata
dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya.
c. Saham Pertumbuhan (Growth Stock-Well Known), yaitu saham-saham
dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai
leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu
terdapat juga Growth Stock-Lesser Known, yaitu saham dari emiten
yang tidak sebagai leader dalam industri namun memiliki ciri growth
stock.
d. Saham Spekulatif (Spekulative Stock), yaitu saham suatu perusahaan
yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan yang tinggi di
masa mendatang, meskipun belum pasti.
e. Saham Sklikal (Counter Cyclical Stock), yaitu saham yang tidak
terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara
umum

2.3 Bentuk dan Jenis Saham


Dalam pasar modal ada dua jenis saham yang paling umum dikenal oleh publik,
yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preference stock).Kedua jenis
saham ini memiliki arti dan aturannya masing-masing.
1. Saham Biasa
Saham biasa (common stock) adalah surat harga yang dijual oleh suatu
perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupiah, dolar, yen, dan
sebagainya). Pemegang saham biasa diberi hak untuk mengikuti Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar
Biasa (RUPSLB), serta berhak untuk menentukan apakah akan membeli right
issue (penjualan saham terbatas) atau tidak. Pada akhirtahun, pemegang
saham biasa akan memperoleh keuntungan dalam bentuk deviden. Jenis-jenis
saham biasa:
a. Blue chip-stock (Saham unggulan) merupakan saham dari
perusahaan yang dikenal secara nasional dan memiliki sejarah laba,
pertumbuhan, dan manajemen yang berkualitas.
b. Growth stock adalah saham-saham yang diharapkan memberikan
pertumbuhan laba yang lebih dari rata-rata saham-saham lain,
sehingga mempunyai PER yang tinggi.
c. Defensive stock (Saham-saham defensif)adalah saham yang
cenderung lebih stabil dalam masa resesi atau perekonomian yang
tidak menentu berkaitan dengan dividen, pendapatan, dan kinerja
pasar.
d. Cyclical stock (Saham siklikal) adalah sekuritas yang nilainya
cenderung naik secara cepat saat perekonomian mengalami
peningkatan dan jatuh secara cepat saat perekonomian lesu.
e. Seasonal stock (Saham musiman) adalah saham perusahaan yang
penjualannya bervariasi karena dampak musiman.
f. Speculative stock (Saham spekulatif) adalah saham yang kondisinya
memiliki tingkat spekulaisi yang tinggi dan kemungkinan tingkat
imbal hasilnya rendah atau negatif.
2. Saham Preferen
Saham preferen (preferred stock) adalah suatu surat berharga yang
dijual oleh suatu perusahaan yang menjelaskan nilai nominal (rupiah, dolar,
yen, dan sebagainya) yang memberi pemegangnya pendapatan tetap dalam
bentuk deviden yang akan diterima setiap kuartal (tiga bulanan). Jenis-jenis
saham preferen antara lain saham saham preferen yang dapat dikonversikan
ke saham biasa (convertible preferred stock), saham preferen callable
(callable preference stock) saham preferen dengan tingkat deviden yang
mengambang (floating atau adjustable-rate preferred stock).
Ada beberapa jenis harga saham di BEI. Menurut (Lee, 2015) Terdapat
4 jenis harga saham didalam candle stick yaitu :
a. Harga pembukaan (open) adalah harga yang pertama kali terjadi
pada suatu saham di waktu awal pembukaan bursa. Awal waktu
pembukaan saham di Bursa Efek Indonesia dimulai pukul 09.00
WIB.
b. Harga tertinggi (high) adalah harga tertinggi yang pernah terjadi
dalam satu hari perdagangan saham di bursa saham.
c. Harga terendah (low) adalah harga terendah yang pernah terjadi
dalam satu hari perdagangan saham di bursa saham.
d. Harga penutupan (close) adalah harga terakhir kali terjadi pada
suatu saham di waktu akhir menjelang penutupan bursa saham.
Bursa Efek Indonesia berakhir pukul 16.00 WIB.
Berdasarkan dari pernyataan diatas dapat disimpulkan terdapat jenis-
jenis harga saham yaitu harga pembukaan (open), harga tertinggi (high), harga
terendah (low), dan yang terakhir harga penutupan dari suatu saham (close).
Penelitian ini menggunakan harga penutupan.

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Saham


Menurut Hidayat (2010) dijelaskan kelebihan dan kekurangan dari berinvestasi di
saham.
a) Kelebihan
Kelebihan berinvestasi di saham yaitu :
1. Capital Gain
Yaitu keuntungan dari hasil jual beli saham berupa kelebihan nilai jual
dari nilai beli saham.
2. Dividen
Merupakan keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang
saham. Biasanya tidak seluruh keuntungan perusahaan dibagikan kepada
pemagang saham,tetapi ada bagian yang di investasikan kembali. Besarnya
deviden yang diterima tergantung dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) perusahaan tersebut, serta tergantung kepada kondisi perusahaan itu
sendiri.
b) Kekurangan
Kekurangan berinvestasi di saham yaitu :
1. Capital loss
Capital loss kebalikan dari capital gain, yaitu suatu kondisi dimana harga
jual dibawahharga beli.
2. Tidak mendapat dividen
Keuntungan yang diperoleh perusahaan tidak selamanya dibagikan
sebagai deviden kepada masyarakat, tergantung kepada situasi kondisi
perusahaan. Apabila kondisi perusahaan sedang tidak fit maka keuntungan yang
diperoleh ditanamkan kembali untuk memajukan perusahaan ataupun ketika
perusahaan mengalami kerugian maka tidak ada dividen yng dibagikan.
3. Risiko likuidasi
Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh
pengadilan atau perusahaan itu dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari
pemegang saham mendapat prioritas terakhir seteleh seluruh kewajiban
perusahaan tersebut dapat dilunasi. Jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan
tersebut, maka pemegang saham tidak akan mendapat apa-apa.

2.5 Risiko Saham


Dalam aktivitas investasi di pasar modal, risiko akan selalu melekat didalamnya.
Risiko sering didefinisikan sebagai penyimpangan antara apa yang menjadi harapan dan
apa yang menjadi kenyataan. Risiko adalah tingkat potensi kerugian yang timbul karena
perolehan hasil investasi yang diharapkan tidak sesuai dengan harapan (Fahmi, 2012:36).
Pendapat lain mengemukakan bahwa risiko adalah kemungkinan terjadinya
penyimpangan dari harapan yang dapat memunculkan kerugian (Kasidi, 2013:32).
Menurut Brigham dan Houston (2011:98), risiko merupakan peluang akan terjadinya
suatu peristiwa yang tidak menguntungkan.
a. Risiko Sistematis
Risiko ini merupakan risiko dimana variabilitas dari total return suatu
investasi berhubungan langsung dengan perubahan dari pasar atau kondisi
perekonomian secara keseluruhan. Risiko ini akan memengaruhi sekuritas
dan tidak dapat dihindari oleh investor meskipun dengan melakukan
diversifikasi. Lebih jelasnya,risiko ini berlaku untuk seluruh investor.
Menurut Syahyunan (2013:30), risiko yang relevan dipertimbangkan
oleh investor dalam pengambilan keputusan investasi adalah risiko
sistematis, karena investor bisa mengeliminasi risiko tidak sistematis melalui
pembentukan portofolio investasi. Sedangkan risiko sistematis tidak bisa
dihindari karena memiliki sifat dimana pengaruhnya relatif sama terhadap
semua saham di pasar, sehingga risiko ini disebut juga risiko pasar (market
risk).
Secara definisi beta merupakan pengukur volatilitas antara return suatu
sekuritas ke-i dengan return pasar adalah sebesar σiM. Jika kovarian ini
dihubungkan dengan relatif terhadap risiko pasar yaitu dibagi dengan varian
return pasar σM2, maka hasil ini akan mengukur rasio sekuritas ke-i relatif
terhadap risiko pasar atau disebut dengan beta. Dengan demikian beta juga
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Dengan demikian koefisien beta yang mengukur pengaruh perubahan
pasar terhadap sebuah sekuritas dapat dihitung dengan meregresikan tingkat
keuntungan sekuritas dengan tingkat keuntungan pasar portofolio yang
efisien. Koefisien beta yang diperoleh dengan meregresikan return sebuah
saham masa lalu dengan return pasar disebut dengan historical beta.
Sementara itu dapat pula koefisien beta dicari dengan meregresikan
accounting return dengan market return. Koefisien beta yang dihasilkan
disebut dengan accounting beta.
b. Risiko Tidak Sistematis
Risiko ini merupakan risiko dimana variabilitas dari total return suatu
investasi tidak berkaitan dengan variabilitas perubahan pasar secara
keseluruhan. Risiko ini bersifat unik untuk suatu sekuritas dan berkaitan
langsung dengan faktor-faktor seperti risiko bisnis, risiko keuangan dan
risiko likuiditas.
1. Risiko Bisnis
Business risk adalah risiko atau tingkat ketidakpastian yang
berhubungan dengan pendapatan dan kemampuan dari suatu
investasi dalam membayar sejumlah return (bunga, pokok, dividen)
kepada para investor (Gitman, 2010:526). Ketidakpastian atas
pengembalian investasi yang dilakukan oleh investor dapat dihitung
dengan mencari standar deviasi dari Return On Equity (ROE).
Dengan kata lain, parameter yang digunakan untuk menghitung
business risk adalah standar deviasi dari Return On Equity (Brigham
dan Houston, 2011). Risiko bisnis dapat diukur dengan rumus
berikut:
EAT
Return On Equity (ROE) =
Total Equity
2. Risiko Finansial
Risiko finansial atau financial risk adalah risiko tambahan pada
perusahaan akibat keputusan menggunakan hutang atau risiko yang
ditimbulkan dari penggunaan hutang (financial leverage) (Pramana,
2011:119).
Parameter yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya
financial risk suatu perusahaan dapat ditunjukkan dengan
menggunakan Debt to Equity Ratio (DER). Debt to Equity Ratio
merupakan rasio utang yang menunjukkan sejauh mana perusahaan
dibiayai oleh utang. Debt to Equity Ratio dihitung hanya dengan
membagi total utang perusahaan dengan ekuitas pemegang saham
(Horne, dkk, 2005: 112). Adapun rumus DER adalah (Suharli,
2005:233) :
Total Debt
Debt Equity To Ratio (DER) =
Total Equity
c. Ukuran perusahaan
Ukuran perusahaan besar kecilnya perusahaan yang dilihat dari
besarnya nilai equity, nilai penjualan atau nilai aktiva (Riyanto, 2010). Teori
lain mengemukakan bahwa ukuran perusahaan didefinisikan sebagai suatu
variabel konteks yang mengukur tuntutan pelayanan atau produk organisasi
(Torang, 2013).
UU No. 20 Tahun 2008 mengklasifikasikan ukuran perusahaan ke
dalam 4 kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha
besar. Adapun kriteria perusahaan yang diatur dalam UU No. 20 tahun 2008
diuraikan dalam tabel berikut:

Ukuran Perusahaan Kriteria

Aset (Tidak termasuk Penjualan Tahunan


tanah dan bangunan)

Usaha Mikro Maksimal 50 juta Maksimal 300 juta

Usaha Kecil >50 juta - 500 juta >300 juta – 2,5M

Usaha Menengah >500 juta - 10M >2,5M – 50M

Usaha Besar >10M >50M

Sumber: UU No. 20 Tahun 2008


Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk menentukan ukuran
perusahaan digunakan ukuran aktiva. Ukuran aktiva tersebut diukur sebagai
logaritma dari total aktiva. Logaritma digunakan untuk memperhalus aset
karena nilai dari aset tersebut yang sangat besar dibanding variabel keuangan
lainnya. Ukuran perusahaan juga dapat di hitung dengan:
Size = Log n x total Asset
d. Saham
Saham merupakan sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan
suatu perusahaan, dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan
dan aktiva dari perusahaan tersebut (Husnan, 2005:29). Teori lain
menyatakan bahwa saham adalah surat bukti kepemilikan atas aset-aset
perusahaan yang menerbitkan saham (Hartono, 2013:29). Saham dibedakan
menjadi dua yaitu saham biasa dan saham preferen. Saham Biasa (common
stock) merupakan bukti kepemilikan suatu perusahaan (Tandelilin, 2010:32).
Jika perusahaan hanya mengeluarkan satu kelas saham saja, saham ini
biasanya dalam bentuk saham biasa (common stock).
e. Return
Return adalah keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, individu,
dan institusi dari hasil kebijakan investasi yang dilakukannya (Fahmi,
2012:189). Ada tiga bentuk return saham, yaitu realized return, expected
return dan required return. Ekspresi untuk menghitung return saham yang
diterima selama periode tertentu t atas aset i berdasarkan data historis
(persentase harga saham), sebagai berikut:
Pit −Pit −1
Rit =
Pit
Rit = return saham periode t
Pit = harga saham penutupan periode t
𝑃𝑖𝑡 1 = harga saham penutupan periode t-1

2.6 Tahapan Dalam Pengambilan Keputusan Berinvestasi Saham


Para investor dalam mengambil keputusan investasi, sebelumnya pasti
menganalisis nilai saham terlebih dahulu. Analisis nilai saham secara umum dapat dibagi
menjadi dua, yaitu analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis fundamental
merupakan analisis yang pendekatannya didasari pada informasi–informasi yang
diterbitkan oleh perusahaan maupun administrator bursa efek. Analisis ini menganggap
bahwa setiap saham memiliki nilai intrinsik, yaitu fungsi dari variabel perusahaan yang
dikombinasikan untuk menghasilkan return yangdiharapkan dan risiko yang melekat
pada saham tersebut. Keakuratan data merupakan faktor yang penting di dalam
melakukan analisis ini. Oleh karena itu, analisis ini dapat digunakan sebagai barometer
jangka panjang dengan melihat perkembangan rasio keuangan perusahaan. Analisis
teknikal merupakan analisis yang pendekatannya berdasarkan atas data (perubahan)
harga saham di masa lalu untuk memperkirakan harga saham di masa yang akan datang.
Analisis ini ditentukan oleh besarnya permintaan (demand) dan penawaran (supply) pada
jangka pendek, tetapi bagi mereka yang menggunakan pendekatan ini cenderung tidak
memperhitungkan risiko dan pertumbuhan laba sebagai barometer dari permintaan dan
penawaran. Oleh karena itu, analisis yang relevan dalam menganalisis saham terutama
untuk investasi jangka panjang adalah analisis fundamental.
Analisis fundamental adalah analisis sekuritas yang menggunakan data–data
internal (fundamen) dan faktor–faktor eksternal yang berhubungan dengan perusahaan/
badan usaha tersebut. Data fundamental yang dimaksud adalah data keuangan, data
pangsa pasar, siklus bisnis, dan sejenisnya sementara data faktor eksternal yang
berhubungan dengan badan usaha adalah kebijakan pemerintah, tingkat suku bunga,
inflasi, dan sejenisnya. Melalui pertimbangan data–data seperti tersebut di atas, analisis
fundamental menghasilkan berupa analisis penilaian badan usaha dengan kesimpulan
bahwa perusahaan yang dianalisis sahamnya layak di beli atau tidak.
Pendekatan yang lazim digunakan dalam analisis fundamental, yaitu pendekatan
Price Earning Ratio (PER). Price Earning Ratio (PER) menunjukkan hubungan antara
pasar saham biasa dengan Earning Per Share (EPS). Earning Per Share merupakan hasil
yang diperoleh pemegang saham untuk setiap lembar saham yang beredar. Semakin
besar Price Earning Ratio suatu saham maka harga saham tersebut akan semakin mahal
terhadap pendapatan bersih per sahamnya. Angka rasio ini biasanya digunakan investor
untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba di masa yang akan
datang (Prastowo, 2002:96).
Keunggulan pendekatan ini adalah kesederhanaan dalam penerapannya, dengan
mengetahui harga di pasar dan laba bersih per saham maka investor bisa menghitung
nilai dari Price Earning Ratio. Semakin besar earning maka akan semakin rendah Price
Earning Ratio saham tersebut, begitu pula sebaliknya, semakin kecil earning maka akan
semakin tinggi Price Earning Ratio.

2.7 Strategi Bersaham


Investasi saham memiliki resiko kerugian tinggi di antara investasi lainnya.
Karena itu perlu strategi dalam bermain saham.
a. Pahami dengan baik apa itu saham, karena dengan pemahaman yang baik
mengenai saham perusahaan bisa menentukan strategi investasi saham yang
paling tepat.
b. Lakukan diversifikasi investasi dengan tidak menempatkan semua uang di
saham tetapi membagi ke instrumen lain supaya jika terjadi gejolak di pasar
saham bisa bertalian.
c. Fokus ke saham blue-chip jika masih pemula karena saham blue-chip
memiliki resiko paling terukur dan kinerja lebih bagus dibandingkan jenis
saliam lainnya.
d. Butuh kesabaran dalam investasi saham karena keuntungan datang dalam
jangka panjang dan hati-hati dengan iming-iming cepat untung (cepat nagi)
dalam jangka pendek.
Bermain saham jika dilakukan dengan benar, disiplin dan sabar akan memberikan
return keuntungan terbaik. Itulah kenapa sebelum memutuskan berinvestasi di saham
sebaiknya mengenal aturan main, berhati-hati, tak emosional. Jangan semata memandang
investasi saham menjanjikan keuntungan yang berlipat- lipat saja tapi juga mengenal
lebih dalam risikonya.
Pelaku ekonomi yang selanjutnya disebut sebagai investor, berupaya untuk
memaksimalkan hasil yang diinvestasikan dengan berbagai instrumen seperti analisis
laporan keuangan dan teknik yang digunakan untuk melakukan tindakan investasi.
Secara umum, banyak cara yang digunakan dan bersifat universal dalam investasi yang
berlaku sepanjang masa. Dengan analisis laporan keuangan dan teknik yang digunakan,
para pelaku pasar dapat memaksimalkan hasil investasi yang diharapkan. Banyak strategi
yang digunakan untuk menghasilkan tingkat pengembalian maksimal dengan teknik yang
dipakai seperti teknik January Effect. Teknik itu digunakan untuk menyiasati aspek
perpajakan yang berlaku di Amerika namun tidak berlaku di Indonesia.
Untuk memperoleh hasil maksimal, harus dilihat berbagai segi baik
perkembangan ekonomi maupun politik dalam dan luar negeri. Terdapat beberapa cara
untuk memperoleh hasil yang maksimal seperti membeli saham di pasar primer dan
dijual di pasar sekunder. Artinya, saham dibeli sebagai sindikat penjamin dan
menjualnya melalui para pialang kepada masyarakat. Dengan cara itu, diperoleh
keuntungan yang cukup besar melalui negosiasi dengan perusahaanyang akan
meluncurkan saham IPO hingga 35%. Untuk itu, diperlukan dana yang besar. Bila dana
tidak memadai, dapat membeli saham di pasar sekunder dengan jumlah pembelian
minimal 1 lot atau 500 lembar saham. Untuk membeli, harus diketahui kapan akan dibeli
dan dijual. Oleh karena itu, perlu menggunakan data terdahulu untuk mendapatkan nilai
pembelian yang paling menguntungkan (paling rendah) dengan melihat kondisi
pertumbuhan ekonomi yang diprediksi akan mengalami pertumbuhan dan kenaikan
harga yang cukup memuaskan sesuai dengan margin yang diharapkan. Untuk
mendapatkan hasil yang maksimal, harus bermain di sektor yang perkembangan berita
maupun rumornya dapat menjanjikan hasil yang maksimal.
Terdapat 3 strategi dalam membeli saham yaitu:
a. Buy On Weakness yaitu membeli ketika harga saham sudah turun ke level
tertentu yang aman untuk dibeli.
b. Buy If/On Breakout yaitu membeli ketika harga saham berhasil menembus
level tertentu atau naik menembus resistance (level tertingginya).
c. Buy on Retracement yaitu membeli saham setelah terjadi breakout atau harga
bawah. Saham yang berhasil breakout pada umumnya akan langsung
mengalami kenaikan yang kencang,
Keuntungan (capital gain) dan kerugian (capital loss) bagi investor sangat
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam menganalisis keadaan harga saham dan
kemungkinan turun naiknya harga di Bursa. Beberapa strategi dalam melakukan
investasi di Bursa Efek (khususnya dalam bentuk saham) sebagai berikut.
a. Mengumpulkan beberapa jenis saham dalam satu portofolio. Strategi ini
dapat memperkecil risiko investasi karena risiko akan disebar ke beberapa
jenis saham. Peluang untuk mendapatkan keuntungan cukup besar. Kerugjan
pada salah satu jenis saham dapat tertutupi oleh keuntungan pada jenis saham
lainnya.
b. Beli di pasar perdana dan dijual begitu dicatatkan di bursa.
c. Beli dan simpan. Strategi ini dapat digunakan apabila investor memiliki
keyakinan berdasarkan analisis bahwa perusahaan yang bersangkutan
memiliki prospek untuk berkembang yang cukup pesat beberapa tahun
mendatang sehingga sahamnya diharapkan akan mengalami kenaikan yang
cukup besar. Keuntungan yang dapat diperoleh dari strategi ini di samping
dividen juga capital gain.
d. Beli saham tidur. Saham tidur adalah saham yang jarang atau tidak pernah
ada transaksi. Saham tidur ini dapat disebabkan karena jumlah saham yang
dicatatkan terlalu sedikit atau dikuasai oleh investor institusi dan pemilik
saham lama (pendiri perusahaan). Atau dapat pula disebabkan oleh kinerja
perusahaan yang bersangkutan kurang baik atau prospek usahanya masih
kurang cerah sehingga kurang mendapat perhatian pemodal.
e. Strategi berpindah dari saham yang satu ke saham yang lain. Investor yang
memilih strategi ini cenderung bersifat lebih spekulatif. Investor seperti ini
harus senantiasa mengikuti pergerakan atau perubahan harga-harga saham di
Bursa.
f. Konsentrasi pada industri tertentu. Strategi ini lebih cocok bagi investor yang
benar-benar menguasai kondisi suatu jenis industri sehingga mengetahui
prospek perkembangannya di masa yang akan datang. Investor dapat memilih
beberapa saham perusahaan yang bank yang memiliki bisnis dalam sektor
industri yang bersangkutan.
g. Reksa dana. Melakukan investasi dengan membeli unit penyertaan atau
saham yang diterbitkan oleh reksa dana. Strategi ini cocok bagi investor yang
tidak memiliki cukup waktu melakukan analisis pasar atau tidak ada akses
informasi. Biasanya investor pemula cenderung memilih jenis investasi ini.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Investasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan
memanfaatkan saham karena keuntungan yang diperolehnya lebih besar. Tujuan dari
perusahaan melakukan investasi saham adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
pemegang saham dengan cara memaksimalkan nilai saham perusahaan yang pada
akhirnya akan mencerminkan harga saham tersebut. Tingginya pendapatan atau laba
yang diperoleh perusahaan membuat kepercayaan investor terhadap perusahaan akan
pengembalian yang diharapkan investor. Kepercayaan investor inilah yang akan
memberikan keputusan investasi untuk membeli saham perusahaan tersebut.

3.2 Saran
Dengan menentukan tujuan investasi yang baik, membuat aktivitas investasi lebih
mudah. Keputusan untuk membeli atau menjual saham menjadi lebih mudah Karena
hanya perlu mencocokkan apakah saham tertentu cocok dengan tujuan. Jika tidak cocok,
jangan dibeli. Jika saham yang dibeli mempunyai kinerja di bawah target atau tolok ukur,
investor dapat menjual saham tersebut dan membeli saham lain. Memilih satu atau
beberapa ratusan saham merupakan pekerjaan yang melelahkan, memakan waktu,
tenaga, dan biaya. Begitu pula halnya dengan proses pemantauan dan evaluasi portofolio.
Jika investor tidak mempunyai waktu yang cukup, sebaiknya diserahkan kepada manajer
investasi professional atau melakukan investasi melalui unit penyertaan reksadana
saham.
DAFTAR PUSTAKA

Abi, F. P. P. (2016). Semakin Dekat Dengan Pasar Modal Indonesia (H. Rahmadhani & H.
A. Susanto, Eds.). Yogyakarta: Deepublish.

Anoraga, Pandji. (2001). Manajemen Bisnis. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Brigham, Eugene F. dan Houston, Joel F. (2011). Dasar-dasar Manajemen Keuangan


Terjemahan. Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat.

Darmadji, M. Dan M. Fakhrudin. (2001). Pasar Modal Di Indonesia. Jakarta: Salemba


Empat.

Fama, E. (1970). Efficient Capital Markets: A Review Of Theory And Empirical Work.
Journal Finance, 383–417.

Fahmi, I. (2013). Analisis Laporan Keuangan. Bandung: Alfabeta.

Harianto, Farid dan Siswanto, Sudomo. (1998). Perangkat dan Teknik Analisis Investasi di
Pasar Modal Indonesia. Jakarta: PT Bursa Efek Jakarta.

Hidayat, Taufik. (2010). Buku Pintar Investasi Reksa Dana, Saham, Opsi Saham, Valas dan
Emas. Jakarta: PT. Transmedia.

Kasidi. (2013). Manajemen Risiko. Edisi Kedua. Bogor: Ghalia Indonesia.

Lasmi, Mia Wardiyah. (2017). Analisis Laporan Keuangan. Bandung: CV Pustaka Setia.

Lee, L. (2015). In Love With Fibonacci: Menguasai Perdagangan Saham Dengan


Menggunakan Fibonacci (S. Rachmatika (Ed.). Menuju Insan Cemerlang.

Pramana, Tony. (2011). Manajemen Risiko Bisnis. Jakarta: Sinar Ilmu.

Riyanto, Bambang. (2010). Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan Edisi Kelima. Jakarta:


BPFE.

Sartono, A. (2012). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE.

Anda mungkin juga menyukai