Anda di halaman 1dari 35

Arsitektur adalah dimensi makna dan menjadi tolak ukur

tinggi rendahnya budaya manusia. Kebudayaan arsitektur


nusantara yang memiliki keunggulan dan berpijak pada
kearifan lokal sehingga dapat memberi makna bagi
kehidupan manusia.

Arsitektur Nusantara identik dengan arsitektur Indonesia


adalah suatu unsur kebudayaan yang tumbuh dan
berkembang bersamaan dengan pertumbuhan suatu
suku bangsa atau bangsa.

Sedangkan Budaya terbentuk karena adat istiadat


dan tradisi yang berkesinambungan dan
mengalami titik tumbuhnya sendiri-sendiri.

Dan Arsitektur Indonesia / Nusantara yang


secara berabad-abad telah menciptakan
struktur luar dan struktur dalam bidang
bangunan.
"Architecture is an expression of values,
the way we build is a reflection of the way we live."
Norman Foster
FAKTOR – FAKTOR
NON FISIK
SEJARAH
PEMBENTUK
ASAL MULA RUMAH SUKU BAJO

GEOGRAFIS & GEOLOGI


ARSITEKTUR
TEKNIK REKLAMASI ALA SUKU BAJO SUKU BAJO
IKLIM
RELIGI
BUDAYA
BUDAYA ARSITEKTUR SUKU BAJO

SOSIAL
POLITIK & PEMERINTAHAN
EKONOMI
Mereka pelaut tertangguh di nusantara. Berabad –
abad mengarungi samudera, mereka tersebar di
wilayah segitiga terumbu karang asia tenggara,
menghuni perairan tepi pantai dengan rumah
berfondasi batu dan material kayu.

Mereka adalah orang Bajo atau kerap juga disebut


“Orang Laut”, “sama bajau”, atau “Gipsi Laut”. Suku
bajo sejak dulu tersebar di timur Kalimantan,
Sulawesi, Nusa tenggara, hingga Filipina bagian
selatan.

Selama puluhan tahun ilmuwan beratanya-tanya


tentang asal usul orang bajo. “Mereka memang orang
nomaden, tetapi dimana asal usul mereka”? Namun
tidak ada yang tahu pasti asal mula suku bajo menjadi
nomaden.

Karena sejak dulu terbiasa hidup di rumah kapal yang terletak di laut, mereka agak kesulitan jika
tinggal di daratan yang jauh dari laut. Hal ini membuat kebanyakan suku bajo memilih untuk membuat
pemukiman di atas laut. Perbedaan pola tinggal mereka membuat kita bisa mempelajari lebih dalam
mengenai kehidupan mereka yang secara tidak langsung mempengaruhi arsitekturnya.

Rumah suku Bajo mempunyai ciri khas yang mencolok, yaitu tempatnya yang tidak berada didaratan,
melainkan berada diatas laut atau perairan. Rumah suku Bajo sekarang memang sudah mengalami
banyak perubahan. Misalnya rumah mereka sebagian sudah dibangun bangunan permanen.
ASAL MULA RUMAH SUKU BAJO
Untuk mengatasi gelombang, terutama
pada malam hari, ada kalanya mereka
Dalam membentuk huniannya, suku bajo
menempatkan dua buah sampan secara
melalui beberapa proses perkembangan.
berdampingan untuk menjaga kestabilan
Pada awalnya, suku bajo bertempat tinggal
di atas perahu (sampan). Untuk mengatasi dan kekuatan perahu mereka.
gelombang, terutama pada malam hari, ada
kalanya mereka menempatkan dua buah
sampan secara
berdampingan untuk
menjaga kestabilan
dan kekuatan
perahu mereka.
Lalu seiring berjalannya waktu,
mereka mulai mendirikan rumah
tinggal di atas permukaan air laut
dengan mengikat tiang-tiang secara
tidak permanen, untuk memudahkan
mobilisasi ke tempat tinggal yang
baru.

Pada fase ini mereka sudah mulai


memikirkan modal pengadaan alat,
namun belum membutuhkan adanya
perabot rumah tangga, seperti kursi,
meja, tempat tidur, dsb.
 Persebaran Hunian Suku Bajo
meliputi wilayah pesisir, perairan
dangkal di laut, parangtritis dan
beberapa tempat di pulau pasir atau
dataran rendah yang di reklamasi.
08º57’57.53” LU  Struktur tanah : tanah pasiran
123º01’94.84 BT berair garam, tanah regosal basah,
lempeng karang, hingga endapan
lumpur.
01º60’92.63” LS  Secara regional, persebaran
116º36’75.38 BT mayoritas suku bajo berada di
Indonesia bagian tengah. Dengan
titik persebaran pada garis
khatulistiwa
08º60’53.64” LS
119º07’19.89 BT 01º09’67.09” LU
126º19’75.89 BT
Persebaran permukiman Suku Bajo di Indonesia tahun 2000,persebaran Suku
Bajo di Kepulauan Wakatobi ditandai dengan kotak (Kazufumi, 2013).

16 – 36 ºC

2000-3000 mm
/tahun

Di wilayah persebaran Suku Bajo, beriklim Tropis.


Temperatur udara, radiasi matahari, angin, kelembaban, serta curah hujan di wilayah
beriklim tropis, juga memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap bentuk
bangunan rumah mereka.
Masyarakat suku Bajo mayoritas mengaku
telah memeluk agama Islam. Namun adat
istiadat Suku Bajo masih sangat kental dengan
kepercayaan Animisme & Dinamisme. Hal
sejalan hasil penelitian Musdalifa (1988).
BUDAYA ARSITEKTUR SUKU BAJO

BUDAYA APPABOLANG
Terciptanya bentuk arsitektur rumah (hunian) Bajo dilatarbelakangi oleh
Budaya Appabolang. Dimana dalam budaya ini, terdapat prinsip-prinsip
yang harus dipenuhi dalam pembuatan Rumah Bajo.
 Ulu berarti Kepala. Sebagai tempat yang teratas karena melambangkan
kesucian.
 Watang, berarti Badan. Sebagai suatu penghidupan yang harus
dilindungi.
 Aje, yang berarti Kaki. Merupakan tempat kotor yang dipenuhi roh jahat
yang berfungsi untuk melindungi Watang.
MAPATETTONG BOLA (UPACARA MENDIRIKAN RUMAH)

Upacara ini adalah suatu acara yang berarti mendirikan rumah. Sudah menjadi kepercayaan
masyarakat bajo dalam membangun rumah harus berhati-hati. Mereka meyakini adanya waktu, dan
hari baik untuk dapat membangun setiap elemen dari rumah bajo.

Dapureng yang berarti dapur.

Watang pola yang berarti Badan rumah.


Pada badan rumah harus ada Pocci Bola, Arah horizontal ditandai dengan Lego-lego,
yang berarti pusar rumah, yang berfungsi atau paselo, yang berarti teras.
sebagai tempat berkumpul keluarga /
ruang keluarga.
Suku bajo percaya arah barat merupakan arah kiblat yang harus
disucikan, tidak boleh di tempatkan sebagai area rumah yang jorok,
seperti toilet. Serta penggunaan jumlah anak tangga yang ganjil.
Mereka percaya jika ini dialanggar, akan mendatangkan musibah,
ataupun menyurutkan rejeki ke dalam rumah.
SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL PADA
MASYARAKAT BAJO

Rumah besar (umak)


Lolo Same (bangsawan tertinggi)
Yaitu rumah besar yang tiangnya terdiri dari enam belas
buah, empat berderet kesamping dan empat berderet
Ponggawa Same (bangsawan
kedepan. Rumah semacam ini dimiliki oleh golongan Lolo
campuran) Bajo (bangsawan).

Gallarang (golongan Rumah kecil (babarok)


masyarakat biasa) Yaitu rumah kecil yang tiangnya berjumlah Sembilan buah,
masing-masing tiga berderet kesamping dan kedepan,
Ate/Ata (golongan sosial paling bentuknya bujursangkar dan ditempati oleh orang Bajo
rendah) secara umum

Di masa lalu, kedua golongan pertama menjadi pemimpin dan tidak terlibat dalam
kegiatan melaut yang hanya dilakukan oleh para Gallarang dan Ate.
Ketika sistem negara kerajaan berhenti maka mulailah mereka ikut ke laut dan
mengembara bersama dengan kedua lapisan di bawahnya.

Sistem stratifikasi sosial ini mengatur peran dan fungsi dari masing-masing lapisan
termasuk dalam hal pelaksanaan ritual adat dan perkawinan. Dahulu, suku Bajo dari
atas jarang diperbolehkan menikah dengan lapisan yang lebih rendah karena akan
mengakibatkan turunnya kasta orang tersebut.

Selain itu, dilarang pula menikah dengan suku lain (kawin-mawin). Pada masa itu
sistem perkawinan yang dianggap ideal adalah sistem perkawinan yang berdasarkan
prinsip endogami.
Pada awalnya, Suku Bajo hidup dan berlayar secara
berkelompok, di mana sekelompok perahu yang
berlayar bersama-sama dan berlabuh bersamasama
pula. Di antara mereka ada hubungan
kekeluargaan yang sangat dekat.

Pada beberapa kelompok besar berupa Perkampungan,


pengembaraan Suku Bajo dipimpin oleh seorang
Panglima yang merupakan tokoh adat. Setelah
mulai menetap, kini Suku Bajo mulai tinggal
menetap dengan membentuk komunitas yang lebih
besar membentuk masyarakat, menjadi satu desa
bahkan kecamatan.
Mata pencaharian utama suku Bajo adalah mencari ikan dengan cara yang
masih terbilang tradisional, seperti memancing, memanah, dan menjaring
ikan. Ikan-ikan tersebut nantinya dijual kepada penduduk sekitar pesisir atau
pulau terdekat. Hubungan ekonomi antara orang Bajo – orang darat yang
saling timbal balik dan membutuhkan, namun pola hubungan sosial maupun
kultural orang Bajo dengan orang darat tidak sesimetris hubungan ekonomi
diantara keduanya.
FAKTOR-FAKTOR FISIK
RUMAH SUKU BAJO

 LOKASI TAPAK
TEKNIK REKLAMASI ALA SUKU BAJO

 KLASIFIKASI RUMAH SUKU BAJO


ANALISIS PERKEMBANGAN STRUKTUR

VTOKOH ARSITEK

 BANGUNAN YANG MEWAKILI

 APLIKASI KEKINIAN YANG RELEVAN


LOKASI TAPAK
TEKNIK REKLAMASI ALA SUKU BAJO
(Studi kasus di Pulau Bungin, Kab. Sumbawa NTB)
LOKASI
DIMAKSUD

KONDISI EKSISTING

Orang-orang dari suku Bajo Butuh waktu 200 tahun untuk mengubah pemukiman
mempunyai teknik reklamasi seluas 3 hektar menjadi seluas 12 hektar (sumber:
sendiri, yakni dengan cara
mengumpulkan karang mati. reklamasi ala suku bajo di pulau bungin –Ekspedisi
Dalam budaya orang bajo, Indonesia Biru)
seorang pria muda yang hendak
menikah harus mengumpulkan
karang mati untuk talasa atau
pondasi pembangunan
rumahnya.

Sehingga ketika tasala telah


terbentuk maka pemuda tersebut
diakui mampu dan boleh
menikah.

Namun seiring berkembangnya


zaman, pengumpulan karang
mati sebagai talasa, mulai
digantikan dengan jasa pekerja
seiring perkembangan ekonomi
berbasis uang.
KLASIFIKASI RUMAH SUKU BAJO
Berdasarkan bentuk strukturnya, rumah suku bajo dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:

Rumah besar (umak)


Yaitu rumah besar yang tiangnya terdiri dari
enam belas buah, empat berderet kesamping dan
empat berderet kedepan. Rumah semacam ini
dimiliki oleh golongan Lolo Bajo (bangsawan).

Rumah kecil (babarok)


Yaitu rumah kecil yang tiangnya berjumlah Sembilan
buah, masing-masing tiga berderet kesamping dan
kedepan, bentuknya bujursangkar dan ditempati oleh
orang Bajo secara umum
ANALISIS PERKEMBANGAN STRUKTUR

Rumah suku bajo dapat di kelompokkan dalam tiga tipe yaitu:

Tipe 1 adalah rumah panggung yang berbahan lokal,

Tipe 2 adalah rumah panggung dengan tiang beton cetak,

Tipe 3 rumah tidak panggung dan berdinding beton.


RUMAH SUKU BAJO TIPE 1

Type 1 ini adalah bangunan rumah tinggal suku bajo yang umumnya berada di pesisir pantai
dan berbentuk rumah panggung. Bangunan ini didirikan dengan struktur utama yaitu berupa
kayu berjenis Posi-posi yang merupakan kayu lokal daerah tersebut dengan sistem
sambungan berupa takikan kayu yang dipaku pada bagian bawah rumah dan ikatan tali enau
pada bagian struktur atap.
TIANG
Pola tiang rumah
berbentuk grid kubus
dengan jarak bentang 5
x 6 meter

Tiang penyangga
kuda-kuda atap
(biasa berukuran Ditancapkan
panjang ±4m) langsung ke
dalam pasir
sedalam ± 50
5.0
centimeter

6.0
Tiang yang menjadi
menjadi penyangga tiang
lantai (biasa berukuran
panjang ±1,5m)

Semua tiang yang digunakan berbahan kayu ( kayu posi-posi sejenis kayu bakau
yang tahan terhadap air laut). Kayu Posi-posi merupakan kayu lokal yang
banyak terdapat di daerah tersebut, diameter kayu yang digunakan untuk tiang
adalah sekitar 15-20 cm. Kayu batangan tersebut langsung digunakan utuh
karena jenis kayu tersebut tumbuh lurus tegak sehingga sangat ideal digunakan
sebagai tiang bangunan.
LANTAI
Papan kayu digunakan sebagai
penutup bahan lantai

Batangan kayu utuh sebagai penopang


lantai (berfungsi sebagai
Balok lantai kedua disusun dengan penyangga/balok lantai) Balok lantai
rapat berjarak ± 40 cm dan pertama ditakik dan di pakukan ke tiang
dipakukan ke penopang lantai.

Sebelum papan digunakan sebagai penutup lantai, masyarakat


suku Bajo menggunakan kayu nibong yang dicacah hingga
menjadi datar. Pohon Nibong sejenis pohon pinang yang
banyak tumbuh daerah tersebut, kemudian masyarakat suku
Bajo beralih ke papan yang berasal dari kayu posi-posi.
DINDING

Bentuk struktur dinding menggunakan batang pohon


nibong yang digunakan sebagai bahan dinding dengan
bentuk sambungan ikat. Bahan dinding tersebut telah
mengalami perubahan, sebagai pengganti adalah bahan Sambungan
dinding
dari kayu (papan) dengan bentuk sambungan menggunakan
kayu nibong
yang menggunakan paku. dengan diikat

ATAP

Untuk Bentuk atap yang digunakan masih


berbentuk asli yaitu atap pelana dengan sistem
struktur menggunakan sistem sambungan ikat.
Penutup atap menggunakan bahan rumbia yang
dikenal juga sebagai atap nipah.
RUMAH SUKU BAJO TIPE 2

Bangunan ini didirikan dari perpaduan konstruksi beton dan kayu, dimana tiang utama dari bahan
beton dan upper struktur dari bahan kayu, yang merupakan hasil program pembangunan dari
pemerintah untuk pemenuhan hunian bagi warga suku Bajo.
TIANG / PONDASI

Besi/tulangan
Tiang/Pondasi merupakan
struktur utama bangunan, Beton cor

didirikan langsung ke dalam


pasir sedalam ± 1 meter. Pasir dasar laut

LANTAI

Pola Lantai diatur dengan lebih baik, struktur


lantai disusun dengan balok Lantai kayu dan
papan sebagai penututp Lantainya. Balok lantai
pertama ditakik dan dipakukan ke tiang. Balok
lantai kedua disusun dengan rapat berjarak ± 40
cm dan dipakukan ke tiang pertama, kemudian
Papan lantai
ditutup dengan papan yang di pakukan ke balok
kedua, papan sebagai penutup lantai. Balok lantai atas
DINDING

Struktur dinding menggunakan bahan dari


kayu (papan) dengan bentuk sambungan
Sambungan
yang menggunakan paku. papan yang
dipaku

A T A P

Berbentuk atap pelana dengan sistim struktur


menggunakan kuda-kuda dan bahan atap seng
gelombang sebagai penutup atap. Terdapat Tiang raja
sebagai struktur utama, dan balok kaki kuda-kuda
serta balok gording sebagai penyangga Penutup
berupa seng
RUMAH BAJO TIPE 3
c

Rumah type 3 ini sudah tidak berbentuk panggung,


umumnya tipe tersebut berada di pesisr pantai tatapi
bukan di area pasang surut air laut, dan mengalami
banyak perubahan dibandingkan dengan rumah-rumah
yang berada di area pasang surut. Perubahan ini akibat
kondisi tapaknya sudah berubah dari area pasang surut
air laut menjadi daratan. Teknologi struktur yang
digunakan merupakan teknologi struktur konvensional
seperti rumah-rumah didarat pada umumnya dengan
bahan bangunan yang ada di pasaran.

PONDASI DAN KOLOM

Sambungan yang Mengunakan pondasi batu kali yang


di takik merupakan jenis konvensional karena
telah biasa digunakan pada rumah-
rumah masyarakat Indonesia pada
umumnya, sedangkan struktur kolom
mengunakan balok kayu.dengan sistem
Pondasi (Batu
karang mati atau sampungan konvensional (takik).
batu kali)
LANTAI

Menggunakan lantai dengan cor beton, dan sebagian rumah lainnya mengunakan lantai dari
bahan papan.

DINDING

Merupakan konstruksi dinding konvensional yang


banyak terdapat pada rumah-rumah sejenis di darat
dan bahan penutup yang digunakan adalah papan
dari kayu lokal atau daerah yang telah di pabrikasi
yang berukuran 2x20.

ATAP

Struktur kuda-kuda seperti ini merupakan struktur yang biasa ada pada
rumah tipe 2, Kuda-kuda yang ada merupakan satu bagian dari struktur
dinding secara keseluruhan, karena kaki tiang raja pada kaki kuda-kuda
berfungsi juga menjadi kolom bangunan.
APLIKASI KEKINIAN YANG RELEVAN
Pulo Cinta Eco Resort, Kab. Boalemo,
Gorontalo
Desa Bajo Indah – Rumah Bantuan Pemerintah Rumah makan Kampoeng Empang
Kab. Konawe Kec. Poasia

Rumah Makan Kampung Bakau


Teluk Kendari Rumah Warga Bungkutoko
Kota Kendari
DAFTAR PUSTAKA
Andi Jiba Rifai B. 2010. “Perkembangan Struktur Dan Konstruksi Rumah Tradisional
Tradisional Suku
Suku Bajo
Bajo Di
Di Pesisir
Pesisir Pantai
Pantai
Parigi Moutong”. Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur. Universitas Tadulako;Palu.

Ammar Muhammad. 2018. “Sistem Kekerabatan dan Perkawinan Suku Bajo”. Universitas Yoyakarta:Yogyakarta.

“Dari Laut Ke Laut”.wordpress.com. 2013.


2013. 11
11 Mei
Mei 2020.
2020. https://ekskursiarsitekturui.wordpress.com/category/materi/

Ekspedisi Indonesia Biru. 2018”Reklamasi Ala Suku Bajo-Ekspedisi Indonesia Biru”. 2019. youtube.com

“Mengungkap Teka-teki Sejarah Suku Bajo”. National Geographic Indonesia. 11 Maret 2015. 12 Mei 2020.
https://national geographic.grid.id/amp/13297612/mengungkap-teka-teki-sejarah-suku-bajo?page=2

Rico. 2015. “Ilmu budaya dasar rumah adat suku bajo”. Universitas gunadarma:Depok
gunadarma:Depok

Sitti Wardiningsih. 2015. “Arsitektur Nusantara Mempengaruhi Bentuk Bangunan Yang Berkembang Di Indonesia”.
Program Studi Arsitektur Lanskap. Institut Sains Dan Teknologi Nasional Jakarta:Jakarta.

”Suku Bajo di Wakatobi yang Terkenal Ramah”. kabare.id. 19 Nopember 2018. 11 Mei
2020. http://kabare.id/berita/suku-bajo-di-wakatobi-yang-terkenal-ramah

Suryanegara dkk.2015. “Perubahan Sosial Pada Kehidupan Suku Bajo Studi Kasus Di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi
Tenggara”. Badan Informasi Geospasial:Jakarta.

Syukur Muhammad. 2007. “Attoriolong Vol. IV, No. 1”. Universitas Padjajaran:Bandung.

Tahara Tasrifin. 2013. “Antropologi Indonesia Vol.34- Kebangkitan Identitas Orang Bajo di Kepulauan Wakatobi”.
Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Universitas Indonesia:Jakarta

Sumber Lainnya:
www.instagram.com
www.google.com
SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH

“Analisis ini di buat sebagai tugas Mata Kuliah Arsitektur Nusantara dan Asia dari Bapak Muhammad Zakaria Umar – Dosen Program
Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Nahdlatul Ulama Sulawesi Tenggara tahun 2020”. Disusun oleh Muh. Rajab Hafid A219009

Anda mungkin juga menyukai