Anda di halaman 1dari 5

e-Journal Hukum Pidana Adat Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Hukum dan

Kewarganegaraan
STUDI KASUS HUKUM
(Studi Kasus Putusan Nomor 997/Pid.Sus/2019/PN Dps)

Fiqi Nialul Izzah

Program Studi Ilmu Hukum


Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: fiqi@undiksha.ac.id

Abstrak
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui, menganalisis, serta mengkaji delik adat lokika
sanggraha pada hukum positif Indonesia atau ius constitutum dan memberikan penjelasan mengenai
perspektif ius constituendum atau hukum yang dicita-citakan terkait penyerapan delik adat
sebagaimana unsur-unsur Lokika Sanggraha dalam pembaharuan hukum positif atau pidana nasional
yang akan datang serta pengaturan sanksi yang diberikan terhadap pelaku. Penulisan artikel ini
menggunakan metode penelitian hukum normatif melalui pendekatan perundang-undangan dan
konseptual serta menerapkan teknik argumentasi hukum dalam penyajiannya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa di Bali mengenal adanya delik adat Lokika Sanggraha yang mana dalam
ketentuan hukum positif di Indonesia tidak mengatur mengenai unsur-unsur delik adat Lokika
Sanggraha. Hukum adat merupakan hukum yang tumbuh dan berkembang dalam keidupan masyarakat
sehingga penting untuk dilakukan pembaharuan hukum nasional dengan memasukkan delik adat
Lokika Sanggraha sebagai bentuk eksistensi hukum adat dalam hukum nasional. Bahwa delik adat
Lokika Sanggraha akan diadopsi ke dalam rancangan undang-undang kitab hukum pidana (RUU
KUHP) dalam Pasal 483 ayat (1) huruf e yang penerapan sanksi pidananya juga harus disesuaikan
dengan delik pidana adat yang akan dimuat dalam RUU KUHP. Pembaharuan hukum nasional masih
diperlukan dengan mengaitkan teori kebijakan hukum pidana serta penjatuhan sanksi harus mengacu
dengan teori pemidanaan gabungan.

Kata Kunci: Pembaharuan Hukum Pidana, Delik Adat, Lokika Sanggraha.


e-Journal Hukum Pidana Adat Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Hukum dan
Kewarganegaraan
PENDAHULUAN keputusan yaitu Terdakwa meminta untuk
dilakukannya tes DNA dan hasilnya yaitu
Terdapat sebuah kasus terkait dengan bahwa benar anak yang dikandung Saksi Ni
delik Lokika Sanggraha hingga masuk ke ranah Putu Dwik Supartini adalah anak kandung
Pengadilan Denpasar dengan Putusan perkara Terdakwa dan Terdakwa adalah ayah
Nomor 997/Pid.Sus/2019/PN Dps. Dimana biologisnya. Dan setelah ada hasil DNA
Bahwa Terdakwa I Dewa Gede Ardana pada tersebut kemudian dilaksanakannya mediasi
hari Senin tanggal 27 Agustus 2018 sekira pada tanggal 27 Agustus 2018 di Kantor Desa
pukul 10.00 Wita atau pada waktu lain dalam Taman, namun Terdakwa tetap tidak mau
bulan Mei tahun 2017 sampai dengan Agustus bertanggung jawab sehingga Saksi Ni Putu
tahun 2018 bertempat di Kantor Desa Taman Dwik Supartini melaporkan kejadian ini ke
Kec Abiansemal Kab Badung atau Hotel Ijo di Polres Badung.
daerah Bringkit atau setidak-tidaknya di suatu
tempat yang masih termasuk dalam Daerah Perbuatan Terdakwa sebagaimana
Hukum Pengadilan Negeri Denpasar, dengan diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat
yaitu barang siapa melakukan hubungan badan (3) Sub b UU Darurat No.1 tahun 1951 Jo Pasal
atas dasar suka sama suka menjanjikan 359 Kitab Adhigama tentang Lokika
pernikahan jika hamil namun mengingkari Sanggraha. Akan tetapi Hukum positif di
terhadap Saksi Ni Putu Dwik Supartini. Indonesia tidak mengatur mengenai hubungan
Perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa dengan suami-istri atau seksual di luar perkawinan oleh
cara-cara sebagai berikut: Bahwa pada mulanya meraka yang sama-sama dewasa dan masing-
Saksi Ni Putu Dwik Supartini dengan Terdakwa masing berstatus belum kawin.
memiliki hubungan pacaran yang dimulai pada
tanggal 13 Maret 2015, pada saat pacaran METODE
antara Saksi Ni Putu Dwik Supartini dan
Terdakwa ada beberapa kali melakukan Penelitian hukum berpedoman dengan metode
hubungan badan dengna Terdakwa dan penelitian hukum bersifat normatif.
dijanjikan akan dinikahi apabila terjadi
kehamilan dan seingat Saksi Ni Putu Dwik HASIL DAN PEMBAHASAN
Supartini terakhir pada tanggal 30 Juni 2017,
A. Pengaturan Delik Adat Lokika
kemudian hubungan Saksi Ni Putu Dwik
Sanggraha
Supartini dan Terdakwa berakhir atau putus dan
Hukum adat di Indonesia
yang memutuskan hubungan pacaran pada saat
mengenal istilah delik adat Lokika
itu adalah Terdakwa yaitu pada tanggal 7 Juli
Sanggraha. Lokika Sanggraha secara
2018, kemudian Terdakwa pergi bekerja di
etimologi berasal dari dua kata, yaitu
Kapal Pesiar. Kemudian setelah berapa bulan
Lokika dan Sanggraha. Lokika dalam
Saksi Ni Putu Dwik Supartini baru menyadari
bahasa sansekerta adalah “laukika”
bahwa dirinya telah hamil 6 bulan dan berusaha
yang artinya orang umum, sedangkan
meminta pertanggung jawaban Terdakwa
“Sanggraha” berasal dari kata
karena Terdakwa masih bekerja di kapal pesiar
“Sanggra” yang artinya pegang,
dan belum datang, maka Saksi Ni Putu Dwik
hubungan jadi Lokika Sanggraha
Supartini menunggu kedatangan Terdakwa
berarti dipegang orang banyak
sampai anak tersebut lahir pada tanggal 21
(Widnyana, I Made,hal 35). Menurut
Maret 2018, dan kemudian Terdakwa datang
Prof. Widnyana seperti yang dijelaskan
kerja di kapal pesiar pada bulan Juni
sebelumnnya dalam delik “Lokika
2018.Mengetahui Terdakwa pulang Saksi Ni
Sanggraha ditandai adanya hubungan
Putu Dwik Supartini dan keluarga pun datang
percintaan antara laki-laki dengan
kerumah Terdakwa dan meminta pertanggung
wanita yang keduanya tidak ada terikat
jawaban lalu dilanjutkan dengan mediasi di
perkawinan, kemudian dilanjutkan
Kantor Desa pada tanggal 16 Juli 2018 dengan
dengan hubungan suami-istri/seksual
e-Journal Hukum Pidana Adat Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Hukum dan
Kewarganegaraan
atas dasar suka dengan suka, namun seorang perempuan di luar
setelah si wanita hamil si laki-laki perkawinan dengan janji akan
meninggalkan si wanita dan mengawini tetapi ternyata tidak
memutuskan hubungan cintanya tanpa mengawini. Delik hukum Lokika
alasan apapun. Beberapa unsur yang Sanggraha tersebut diatur pada
dapat diuraikan dari delik Lokika Pasal 359 Kitab Adhigama, dimana
Sanggraha yaitu: delik tersebut saat ini masih diakui
1. Terdapat hubungan/ikatan cinta dan dipergunakan dalam penerapan
antara seorang laki-laki dan seorang hukum nasional Indonesia. Adapun
wanita yang mana masing-masing unsur-unsur yang terkandung dalam
tidak terikat sebuah perkawinan. delik Pasal 359 Kitab Adhigama
2. Bahwa antara laki-laki dan wanita tentang Lokika Sanggraha antara
telah melakukan hubungan lain: hamil di luar nikah, janji untuk
seksual/suami-istri didasarkan rasa mengawini, dan tidak ada
suka sama suka. perkawinan.
3. Adanya janji perkawinan oleh salah 2. Bahwa perbuatan Terdakwa
satu pihak. terhadap Saksi tersebut sangat dapat
4. Adanya janji yang tidak ditepati dikategorikan melakukan perbuatan
oleh salah satu pihak. sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Perkembangan mengenai delik adat 359 Kitab Adhigama tentang
Lokika Sanggraha membuat adanya Lokika Sanggraha karena telah
beberapa pandangan, yang pertama memenuhi unsur-unsur perbuatan
Lokika Sanggraha dikatakan delik sebagaimana memenuhi unsur delik
formal karena syarat adanya kehamilan Lokika Sanggraha.
bukanlah esensi yang utama, tetapi 3. Bahwa menurut Ahli pada
disisi lain Lokika Sanggraha dikatakan ketentuan Kitab Adigama yang
delik materiil karena harus adanya berkaitan dengan hukum adat tetap
akibat dari delik tersebut yaitu diterapkan dalam kasus hukum di
kehamilan. Namun jika diperhatikan, Indonesia khususnya di Bali karena
permasalahan yang muncul sebenarnya ketentuan-ketentuan dalam KUHP
ada pada unsur janji, ini dibuktikan maupun peraturan perundang-
karena terdapat pengaduan dari pihak undangan nasional lainnya belum
wanita yang mengatakan pihak laki-laki dapat dipakai dasar hukum
telah mengingkari janji. Oleh karena menindak Terdakwa Lokika
itu, delik adat Lokika Sanggraha Sanggraha tersebut.
tergolong sebagai delik aduan. B. Eksistensi Delik Adat Lokika
Berlakunya hukum pidana adat dapat Sanggraha dalam Masyarakat Adat
bertitik tolak atau di dasarkan pada Eksistensi Delik Adat Lokika
ketentuan Pasal 5 ayat (3) sub b UU Sanggraha adalah suatu bentuk pidana
Darurat. No. Tahun 1951, yang pada adat dimana laki-laki tidak mau
intinya menyebutkan masih bertanggungjawab atas kehamilan yang
memberlakukan hukum pidana adat terjadi pada pasangannya, sementara
dengan membandingkan juga dalam diantara mereka belum teri- kat
KUHP. perkawinan. Lokika Sanggraha
Pada kasus diatas dapat dianalisis/ merupakan hukuman tradisonal dalam
memenuhi dari unsur-unsur delik masyarakat adat Bali, Indonesia. Ini
Lokika Sanggraha yakni: merupakan salah satu bentuk kejahatan
1. Bahwa yang dimaksud dengan delik serta terdapat saksi pidana yang akan
Lokika Sanggraha adalah dimana diberikan oleh seseorang yang
seorang laki-laki menghamili melakukan tindakan kejahatan tersebut
e-Journal Hukum Pidana Adat Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Hukum dan
Kewarganegaraan
oleh masyarakat adat. Bagi masyarakat Tindak Pidana Kesusilaan, pasal 483
Bali Delik Adat Lokika Sanggraha ayat (1) huruf e menyatakan E-ISSN:
merupakan perbuatan pidana yang Nomor 2303-0569 Jurnal Kertha
mengganggu perasaan hukum dan Semaya, Vol. 9 No. 6 Tahun 2021, hlm.
perasaan keadilan dalam masyarakat 986-996 993 bahwa “laki-laki dan
adat yakni mengganggu keseimbangan perempuan yang masing-masing tidak
kosmos baik alam lahir dan alam gaib. terikat dalam perkawinan yang sah
Apabila kalau dikorelatifkan ke dalam melakukan persetubuhan dikatagorikan
KUHP ternyata perbuatan tersebut tidak perzinahan”. Jelas sekali dalam pasal
diatur di dalamnya. Hal ini merupakan tersebut mengadopsi dari delik pidana
konsekuensi logis berlakunya asas adat Lokika Sanggraha, sehingga
konkordasi. Dalam KUHP berdasarkan nantinya jika RUU KUHP telah berlaku
pasal 10 maka jenis pemidanaan berupa diharapkan tidak ada lagi kekosongan
“pemulihan kewajiban adat” tidak norma hukum.
dikenal di dalamnya. Kalau seorang Di samping itu, dalam RUU
pelaku Delik Adat lokika Sanggraha KUHP memberikan ruang mengenai
telah dijatuhi pidana penjara, ternyata berlakunya delik pidana adat yang
bagi masyarakat adat kuranglah lainnya, diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo.
sempurna tanpa diikuti pemulihan Ayat (2) yang pada intinya menyatakan
kewajiban adat guna mengembalikan jika ketentuan asas legalitas menjadi
keadaan kosmos yang terganggu. penting tetapi tidak mutlak dengan tidak
Sehingga bagi masyarakat adat Bali serta-merta mengesampingkan
menghendaki penyelesaian bersifat berlakunya hukum adat di masyarakat
materiil juga hendaknya diikuti pula yang menjadikan seseorang
penyelesaian bersifat immateriil serta kemungkinan bisa dipidana walaupun
berorientasi bersifat keagamaan. perbuatannya belum diatur dengan
Penjatuhan pidana dalam hukum adat beberapa batasan yakni tidak
Bali bertujuan mengembalikan bertentangan dengan nilai-nilai
keseimbangan alam kosmos yakni alam Pancasila serta prinsip umum hukum.
lahir (“sekala”) dengan alam gaib Pencantuman delik adat Lokika
(“niskala”) yang telah terganggu, oleh Sanggraha pada pembaharuan hukum
karena itu aspek agama Hindu berupa pidana di masa mendatang harus diikuti
tata upacara keagamaan merupakan hal dengan perumusan sanksi yang tepat
fundamental di dalamnya (Evelyna yang akan dijatuhkan kepada pelaku
Hasibuan,2021;212) delik Lokika Sanggraha. Sanksi adat di
C. Relevansi Delik Adat Sanggraha Bali begitu beragam di mulai dari denda
Dengan Pembentukan Hukum Pidana ringan hingga dikucilkan bahkan
Nasional ditenggelamkan. Penerapan sanksi adat
Pada era implementasi hukum di masa sekarang tidak lagi sama pada
pidana nasional masa mendatang, delik masa dahulu dimana selalu mengikuti
pidana adat Lokika Sanggraha harus perkembangan masyarakat dan
diberikan ruang sebagai salah satu perkembangan hukum tertulis sehingga
unsur tindak pidana karena fakta yang sanksi adat seperti mapulang ke pasih
terjadi masih seringnya delik pidana yang dianggap tidak manusiawi tidak
adat Lokika Sanggraha terjadi dalam lagi diterapkan (Lailah,
kehidupan bermasyarakat. Sejalan Izzatul,2014;19).
dengan pandangan di atas, ternyata Oleh karena itu, apabila
hukum pidana nasional tela mengalami seseorang melanggar delik pidana adat
perkembangan delik, dilihat dalam khususnya Lokika Sanggraha
dalam BAB XVI RUU KUHP tentang disamping dikenakan sanksi oleh
e-Journal Hukum Pidana Adat Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Hukum dan
Kewarganegaraan
Peradilan Umum juga akan dikenakan Lailah, Izzatul,”Sanksi Bagi Pelaku Tindak
sanksi oleh masyarakat adatnya sendiri Pidana Kesusilaan (Lokika Sanggraha)
misalnya mengadakan upacara Pada Masyarakat Bali Perspektif
pembersihan. Dengan dicantumkannya Hukum Pidana Islam”, Universitas
delik pidana adat Lokika Sanggraha Islam Negeri Syarif Hidayatullah
nanti dalam KUHP pemberian Jakarta, (2014).
sanksinya juga harus disesuaikan agar
mencerminkan rasa keadilan. Tujuan Dewi, Ratna Winahyu Lestari, “Peranan
pemidanaan pada RUU KUHP Hukum Adat Dalam Pembangunan
mendatang telah sejalan dengan Dan
pandangan hukum adat yakni Evelyna Hasibuan,Eksistensi Pidana Adat
mendatangkan rasa damai dalam Dalam Rangka Pembaharuan Hukum
masyarakat ( Dewi, Ratna Winahyu Pidana Nasional, (Bandung, 2021).
Lestari,2005;271).
Pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum
KESIMPULAN Pidana Nasional”, Perspektif: Kajian
Delik adat Lokika Sanggraha Masalah Hukum dan Pembangunan 10, No. 3
merupakan delik pidana adat yang masih hidup (2005).
di masyarakat namun tidak terdapat satu pasal
pun yang mengatur delik pidana adat Lokika Putusan Nomor 997/Pid.Sus/2019/PN Dps
Sanggraha baik dalam hukum pidana nasional Mulyadi, Lilik, “Eksistensi Hukum Pidana
baik dalam KUHP maupun hukum positif Adat di Indonesia” (2010),
lainnya di Indonesia. Namun Konstitusi Negara http://gagasanhukum.wordpress.com/2
Republik Indonesia mengakui eksistensi 010/06/21/eksistensi-hukum-pidana-
hukum adat sebagai hukum yang tumbuh dan adat-di indonesia-bagian-v, diakses
berkembang dari nilai-nilai asli yang hidup tanggal 10 November 2023.
dalam masyarakat Indonesia. Urgensi
memasukan delik hukum pidana adat seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lokika Sanggraha dalam hukum nasional Indonesia Tahun 1945
tentunya karena hukum adat merupakan hukum
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
yang hidup dan berdampingan dengan
(Lembaran Negara Republik Indonesia
masyarakat yang hukum nasional juga telah
Tahun)
mengakui keberadaan dan eksistensi hukum
adat. Hal ini juga berkaitan dengan usaha untuk
mengangkat nilai sosial dan nilai budaya yang
berkembang di masyarakat sebagai pedoman
dalam pembangunan hukum pidana nasional.
Ditandai dengan diadopsinya unsur-unsur delik
dari Lokika Sanggraha dalam RUU KUHP
Pasal 483 ayat (1) huruf e, walaupun masih
dalam sebuah rancangan tetapi sudah terlihat
eksistensi delik pidana adat masih diperlukan
dalam pembentukan hukum nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Widnyana, I Made, Kapita Selekta Hukum
Pidana Adat, (Bandung, PT. Eresco
Bandung,1993).

Anda mungkin juga menyukai