Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL PENELITIAN

Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Wonotejo, Poncokusumo, Malang.


Dosen Pengampu: Ahmad Zaki Fadlur Rohman, S.IP., M.A.

Disusun oleh:
Ajeng Putri Ayu Winaryati
205120607111032
B-6 Ilmu Pemerintahan

PRODI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemerintahan desa merupakan sistem pemerintahan dengan tingkat paling rendah dalam
sistem pemerintahan Indonesia. Pemerintah desa diberikan keistimewaan dalam mengelola
otonomi daerahnya sendiri yang berbeda dengan otonomi daerah. Otonomi desa merupakan
otonomi asli dan utuh yang bukan merupakan pemberian pemerintah. Otonomi yang dimiliki
desa berdasar pada asal-usul dan adat-istiadatnya bukan atas dasar penyerahan wewenang
dari pemerintah provinsi maupun kabupaten. Hal tersebut didasarkan pada konstitusi yang
tertuang dalam Undang-Undang nomor 6 Tahun 2014 mengenai Desa.

Sebagaimana desa diberikan hak secara istimewa untuk mengatur sendiri daerahnya bahkan
untuk mengakui dan menjalankan berbagai kewenangan sesuai dengan konteks, kebutuhan
dan kapasitas lokal dari desa tersebut. Kewenangan yang dimiliki oleh desa antara lain
adalah:
1. Kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan desa,
2. Pelaksanaan pembangunan desa,
3. Pembinaan kemasyarakatan desa,
4. Pemberdayaan masyarakat desa.

Kewenangan tersebut meliputi kewenangan desa berdasarkan hak asal usul desa,
kewenangan lokal berskala desa, kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan kewenangan lain yang
ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.

Dalam kekuatan otonomi desa terdapat dua asas, di antaranya asas rekognisi dan asas
subsidiaritas. Asas rekognisi sendiri berarti pengakuan terhadap hak asal usul tanpa adanya
intervensi dan hak asas subsidiaritas yang mana berarti adanya penetapan kewenangan lokal
berskala desa, dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa.
Kedua asas tersebut mengubah pendekatan kontrol atau pengendalian negara terhadap desa
yang berakibat penempatan posisi desa sebagai subyek pembangunan. Asas rekognisi yang
dimiliki oleh pemerintahan desa sendiri menunjukkan posisi desa sebagai pemerintahan yang
mandiri dimana tidak lagi dikontrol oleh negara secara penuh, sehingga desa harus sanggup
mengelola pemerintahannya sendiri.

Apa yang dimaksudkan sebagai pemerintah desa sendiri tertera pada Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa pasal 23 yaitu, Kepala Desa atau yang disebut
dengan nama lain dan yang dibantu oleh Perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain.
Pemerintah desa memegang peranan vital di wilayah desa, khususnya bagi masyarakat desa.
Sehingga, pemerintah desa dituntut untuk mampu mewujudkan tujuan dari otonomi desa,
mengutamakan keberhasilan pembangunan desa, mewujudkan good governance dalam
pemerintahan desa, menghimpun dan memenuhi harapan serta aspirasi masyarakat desa, serta
menyediakan solusi atas permasalahan yang terjadi di desa. Hal tersebut sesuai dengan fungsi
dari pemerintah desa sendiri yakni sebagai administrator penyelenggara utama aktivitas
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, maupun sebagai pembina ketentraman dan
ketertiban di wilayah kekuasaannya (Tarmizi, 2016) 1. Oleh karena itu, untuk dapat
menciptakan aparatur desa yang berkualitas dan terwujudnya pelaksanaan pembangunan
desa, kepala desa sebagai pemimpin pemerintahan desa memegang peranan yang amat vital.

Kepemimpinan adalah suatu kemampuan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dikarenakan


oleh adanya suatu limitasi dan kelebihan-kelebihan tertentu yang dimiliki oleh setiap
individu maka dibutuhkan seorang pemimpin yang dapat mempengaruhi moral, kepuasan
kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan tingkat prestasi suatu organisasi (Sumeru,
2016). Kepemimpinan berdasarkan pada kata “pemimpin”. Pemimpin merupakan seorang
individu dengan kemampuan dan kelebihan khusus pada satu bidang, hal tersebut
mengakibatkan seorang pemimpin dapat mempengaruhi individu lain secara Bersama-sama
untuk melakukan aktivitas tertentu, sehingga daapt mencapai satu tujuan yang telah
ditetapkan (Kartini Kartono 1994:33)

Setiap pemimpin memiliki tipe ataupun gaya kepemimpinannya sendiri. Gaya kepemimpinan
tersebut memiliki korelasi yang sangat erat dengan bagaimana lingkungan kerja dapat
tercipta serta bagaimana output yang diberikan dalam periode kepemimpinan seorang
pemimpin. Gaya kepemimpinan adalah strategi kolektif yang dimiliki oleh seorang
1
Nabella. 2019. Analisis Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Kualitas Aparatur Desa Angkasa
Pura Kecamatan Sitinjau Laut Kabupaten Kerinci. Jurnal Teori dan Riset Administrasi Publik, Vol. 3 (2).
pemimpin untuk memberikan pengaruh terhadap anggotanya agar dapat mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, selain itu gaya kepemimpinan juga bisa dijelaskan sebagai bentuk
strategi atau perilaku yang sering diimplementasikan oleh seorang pemimpin (Rivai, 2014)
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan gaya kepemimpinan dari kerangka
pemikiran Astryanty (2016).

Empat gaya kepemimpinan menurut Astryanty antara lain adalah, supportive leadership,
dimana dalam gaya kepemimpinan ini pemimpin mengutamakan kesejahteraan dan
pemenuhan kebutuhan anggotanya. Pemimpin dengan gaya kepemimpina ini bersikap
terbuka, bersahabat dan pendekatan terhadap pemimpin dinilai lebih mudah. Gaya
kepemimpinan kedua merupakan directive leadership, pemimpin dengan gaya
kepemimpinan ini secara ketat dan dominan dalam mengarahkan, mengatur dan melakukan
pengawasan terhadap anggota. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan direktif cenderung
menentukan perencanaan, jadwal kerja, tujuan, dan standar perilaku anggota, serta secara
ketat menjalankan kepemimpinan dengan menekankan pada aturan yang ada tertera dalam
organisasi. Gaya kepemimpinan ketiga adalah gaya kepemimpinan partisipatif, pemimpin
dengan gaya kepemimpinan ini digambarkan dengan pemimpin yang lebih sering melakukan
konsultasi dan diskusi dengan anggotanya terkait keputusan yang akan ditentukan. Gaya
kepemimpinan ke-empat adalah gaya kepemimpinan achievement-oriented, dimana
pemimpin yang dimaksudkan memiliki orientasi yang jelas terhadap tujuan yang akan diraih.
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan achievement-oriented cenderung memiliki
kepercayaan yang tinggi terhadap anggotanya dimana pemimpin tersebut percaya bahwa
anggotanya dapat meraih tujuan yang tinggi.

Desa Wonorejo terletak di Kecamatan Poncokusumo yang merupakan salah satu dari empat
kecamatan yang dinilai paling maju se-Kabupaten Malang. Namun, sayangnya penulis belum
dapat menemukan pembangunan secara signifikan di Desa Wonorejo sendiri. Sehingga,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait kualitas pembangunan desa Wonorejo dan
kaitannya dengan gaya kepemimpinan kepala desa Wonorejo. Penulis beranggapan bahwa
gaya kepemimpinan Kepala Desa memiliki andil yang sangat besar dalam pembentukan
kualitas aparatur desa, serta dapat dinilai dari wujud pembangunan desa tersebut. Penelitian
ini mengacu pada penelitian terdahulu berjudul “Analisis Gaya Kepemimpinan Kepala Desa
Dalam Meningkatkan Kualitas Aparatur Desa Angkasa Pura Kecamatan Sitinjau Laut
Kabupaten Kerinci”. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka diambillah tema
“Korelasi Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Kinerja Aparatur Desa dan
Dampaknya Dalam Pelaksanaan Pembangunan Desa (Studi Kasus di Desa Wonorejo,
Poncokusumo, Malang)”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penilitian tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Apakah variabel gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel
kinerja aparatur desa dan kualitas pembangunan desa di Desa Wonorejo, Malang.
2. Diantara tipe-tipe gaya kepemimpinan yang terdiri dari supportive, directive,
participative, dan achievement-oriented manakah yang dimiliki oleh objek penelitian dan
bagaimana pengaruhnya terhadap variabel kinerja aparatur desa dan kualitas
pembangunan desa
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan tujuan dan rumusan masalah yang tertera, maka dapat dituliskan tujuan dari
penelitian yang dilakukan oleh peneliti antara lain:
1. Memahami gaya kepemimpinan seperti apa yang diterapkan oleh Kepala Desa Wonorejo,
Poncokusumo, Malang.
2. Memahami korelasi antara gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Kepala Desa
Wonorejo, Poncokusumo, Malang terhadap kinerja aparat Desa Wonorejo dan
dampaknya terhadap pembangunan desa Wonorejo.
1.4 Penelitian Terdahulu
Literatur Review dilakukan oleh penulis guna menganalisis penelitian-penelitian terdahulu,
sehingga dapat mengetahui tentang uraian teori, temuan dan bahan penelitian lain sebagai
acuan untuk dijadikan landasan dalam penelitian saat ini. Adapun literatur review yang
dilakukan oleh penulis juga sebagai gambaran terkait penelitian sebelumnya yang dapat
membantu penelitian penulis saat ini. Berikut adalah sejumlah penelitian terdahulu dalam
bentuk jurnal yang dijadikan penulis sebagai acuan:
1. Analisis Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Kualitas Aparatur
Desa Angkasa Pura Kecamatan Sitinjau Laut Kabupaten Kerinci (2019) dalam jurnal
Teori dan Riset Administrasi Publik oleh Nabella.
Pembahasan : Penulis, dalam penelitian ini, bertujuan untuk mencari tahu
bagaimana gaya kepemimpinan kepala desa berpengaruh dalam peningkatan kualitas
apparat desa di Angkasa Pura. Hasil dari penelitian ini memnunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan kepala desa berpengaruh terhadap peningkatan kualitas aparat desa,
namun tidak berjalan dengan optimal akibat ketidakterbukaan dari kepala desa
terhadap bawahan. Sehingga, menimbulkan kesalahpahaman antara pemimpin dengan
anggota yang menyebabkan terjadinya tidak optimalnya kinerja perangkat desa. Hal
tersebut disebabkan oleh kepala desa yang tidak menjalankan regulasi secara tertib
seperti, inkonsistensi dalam pembentukan keputusan dan kurang tegasnya kepala desa
terhadap bawahan, sehingga beberapa tugas tidak terselesaikan dengan baik.
2. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja
Perangkat Desa di Kecamatan Madukara Kabupaten Banjarnegara (2020) dalam
Jurnal DERIVATIF: Jurnal Manajemen oleh Yudhistira Pradhipta Aryoko, Purnadi,
dan Akhmad Darmawan.
Pembahasan : Dalam penelitian ini, penulis meneliti tentang pengaruh gay
kepemimpinan transformasional dan disiplin kerja terhadap kinerja perangkat desa di
Kecamatan Madukara Kabupaten Banjarnegara. Penulis menarik kesimpulan,
bahwa Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Disiplin Kerja berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan. Disiplin Kerja memiliki pengaruh yang paling
besar terhadap Kinerja Perangkat Desa. Karena dengan disiplin yang baik, dengan
mengikuti aturan yang ada, tenaga kerja dapat melakukan tugasnya tepat waktu dan
tidak menghalangi bidang kerja lain dalam satu tempat kerja yang sama. Selain itu,
perangkat desa di Kecamatan Mandiraja Kabupaten Banjarnegara juga memiliki
disiplin kerja yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya tingkat absensi. Dapat
disimpulkan bahwa tingkat kesadaran kerja perangkat desa Kecamatan Madukara
Kabupaten Banjarnegara sudah lumayan tinggi untuk ukuran aparatur sipil negara.
3. Tipe dan Gaya Kepemimpinan: Suatu Tinjauan Teoritis (2019) dalam JEMMA:
Jurnal of Economic Management and Accounting oleh Besse Mattayang.
Pembahasan : Dalam penelitian ini penulis membahas mengenai tipe dan gaya
kepemimpinan secara teoritis. Penelitian ini merupakan kajian pustaka yang merujuk
pada beberapa referensi utama penulis. Penulis menarik kesimpulan bahwa terdapat
beberapa tipe kepemimpinan di antaranya adalah tipe peternalistik, tipe kharismatik,
tipe kepemimpinan demokratik. Sementara, beberapa gaya kepemimpinan menurut
penulis antara lain ialah gaya kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan
delagatif, gaya kepemimpinan birokratis, gaya kepemimpinan laissez faire, gaya
kepemimpinan analitis, gaya kepemimpinan otoriter, gaya kepemimpinan
kharismatik, gaya kepemimpinan diplomatis, gaya kepemimpinan moralis, gaya
kepemimpinan administrative, gaya kepemimpinan analitis, gaya kepemimpinan
entrepreneur, gaya kepemimpinan visioner, gaya kepempinan situasional, dan gaya
kepemimpinan militeristik. Penulis beranggapan bahwa tipe dan gaya kepemimpinan
bersifat dinamis dimana dapat berubah-ubah seiring berjalannya waktu. Dalam
penelitian ini, penulis menyertakan beberapa contoh kasus yang penulis temukan
dalam berbagai tempat dan kondisi sesuai dengan teori yang penulis jadikan acuan.

4. Tipe-Tipe Kepemimpinan di Lembaga Pemasyarakatan (2021) dalam NUSANTARA:


Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial oleh Andi Muhammad Alifsa Mahendra dan Andhika
Marjaya.
Pembahasan : Penulis dalam artikel tipe-tipe kepemimpinan di Lembaga
pemasyarakatan, menjelaskan mengenai tipe-tipe kepemimpinan yang berada di
Lembaga pemasyarakatan. Di antaranya ialah Kepemimpinan Otokratis yang
merupakan pemimpin dengan sifat seenaknya segala keputusan di putuskan tanpa
berkonsultasi dengan orang lain atau rekan kerja. Kepemimpinan demokratis yang
melibatkan pengikut dalam pengambilan keputusan. Kepemimpinan Laissez-Faire
yang merupakan gaya kepemimpinan dengan embebasakan oleh bawahan namun
tetap bertanggung jawab, pemimpin seperti ini memberikan kebebasan kepada
bawahannya untuk melaksanakan tugas dan bekerja sesuai keinginan bawahannya.
Menurut penulis tipe kepemimpinan Demokratis situasional merupakan tipe
kepemimpinan yang paling cocok untuk diterapkan di Lembaga pemasyarakatan
karena diperlukan adanya keseimbangan dalam penentuan kebijakan atau dalam
pelaksanaan kerja baik antara atasan dengan bawahan maupun bawahan dengan
atasan.
5. Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Pembangunan Infrastruktur Desa (2022)
dalam Indonesian Journal of Public Policy Review oleh Danny Kusuma Wijaya dan
Ilmi Usrotin Choiriyah.
Pembahasan : Penulis dalam penelitian ini membahas tentang peran gaya
kepemimpinan dalam pembangunan infrastruktur desa di Desa Plabuhanrejo. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis gaya
kepemimpinan dari kepala desa dan pengaruhnya dalam pembangunan infrastruktur
Desa Plabuhanrejo. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan kepala
desa untuk menentukan keputusan sangat berpengaruh dalam proses pengambilan
keputusan. Kepala desa masih dinilai kurang dalam proses berkomunikasi dengan
para pemuda di Desa Plabuhanrejo. Dalam hal mengontrol bawahan, Kepala Desa
telah dengan tegas menerapkan sanksi bagi para anggota yang tidak disiplin dalam
bekerja. Dan cara seorang kepala desa untuk mengendalikan bawahannya yaitu
memberikan beberapa motivasi. Agar bawahan tersebut terus memiliki semangat
dalam melaksanakan tugasnya dengan baik. Dalam memenuhi tanggung jawab,
pemimpin atau kepala desa kurang cakap dalam melakukan kewajiban dan tanggung
jawabnya. Sehingga hal tersebut mempengaruhi rencana pembangunan desa.
6. Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Pembangunan Fisik Desa, Studi di Desa
Denok Kecamatan Lumajang Kabupaten Lumajang (2015) dalam Jurnal Administrasi
Publik oleh Mukhamad Fathoni, Suryadi, dan Stefanus Pani Rengu.
Pembahasan : Dalam penelitian ini, peneliti me,bahas tentang peran gaya
kepemimpinan kepala desa dalam pembangunan fisik desa. Kepala desa merupakan
kepala pemerintahan di tingkatan desa yang melakukan proses regulasi adminstrasi
desa dan dapat memberikan pelayanan terbaik pada warga desa. Menurut penulis, jika
kepala desa dapat menunjukkan kinerja baik dalam menjalankan administrasi desa,
hal tersebut akan berpengaruh secara baik pula terhadap kualitas des aitu sendiri.
Kepala desa sendiri memiliki beberapa gaya kepemimpinan sesuai dengan indicator
karakteristik atau gaya kepemimpinan yang dapat membantu untuk menjalankan
hubungan baik dengan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu gaya
kepemimpinan kepala desa dalam pembangunan fisik desa. Menurut penulis,
penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Gaya kepemimpinan kepala desa
merupakan salah satu faktor penting dan berpengaruh terhadap keberhasilan
pembangunan desa.Dan adanya partisipasi masyarakat desa merupakan salah satu ciri
dari pembangunan desa dan merupakan unsur utama yang berpengaruh terhadap
berhasil tidaknya pembangunan desa.

No Peneliti dan Judul Jurnal Rumusan Metode Hasil


Masalah Penelitian

1. Nabella (2019) Analisis Bagaimana Gaya Kualitatif Artikel ini menunjukkan


Gaya Kepemimpinan kepemimpinan Deskriptif. bahwa Kepala Desa
Kepala Desa Dalam kepala desa Angkara Pura dalam
Meningkatkan Kualitas dalam kepemimpinannya memiliki
Aparatur Desa Angkasa meningkatkan gaya kepemimpinan
Pura Kecamatan Sitinjau kualitas aparatur Partisipatif dan Gaya
Laut Kabupaten Kerinci desa angkasa kepemimpinan kepala desa
pura kecamatan berpengaruh secara
sitinjau laut signifikan terhadap
Kabupaten peningkatan kualitas
kerinci. perangkat desa.
2. Yudhistira Pradhipta Gaya Kuantitatif Berdasarkan hasil penelitian
Aryoko, Purnadi, dan Kepemimpinan dapat ditarik kesimpulan
Akhmad Darmawan. Transformasional bahwa Gaya Kepemimpinan
(2020) Pengaruh Gaya (X1) dan Transformasional dan
Kepemimpinan Disiplin Kerja Disiplin Kerja berpengaruh
Transformasional dan (X2). Dengan signifikan terhadap kinerja
Disiplin Kerja terhadap variabel karyawan.
Kinerja Perangkat Desa di dependen
Kecamatan Madukara Kinerja (Y)
Kabupaten Banjarnegara
3. Andi Muhammad Alifsa Tipe-tipe Kualitatif Menurut penulis terdapat
Mahendra dan Andhika kepemimpinan di tiga tipe-tipe kepemimpinan
Marjaya. (2021) Tipe-Tipe Lembaga yang dapat diterapkan di
Kepemimpinan di Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan,
Lembaga Pemasyarakatan yaitu Kepemimpinan
Otokratis, Demokratis dan
situasional, dan Laissez-
Faire. Penulis mengambil
kesimpulan bahwa tipe
kepemimpinan demokratis
dan situasional merupakan
tipe kepemimpinan yang
terbaik untuk diterapkan di
Lembaga Pemasyarakatan
4. Danny Kusuma Wijaya Gaya Penelitian Hasil penelitian ini
dan Ilmi Usrotin Kepemimpinan Deskriptif menunjukkan gaya
Choiriyah. (2022) Gaya Kepala Desa dan dengan kepemimpinan kepala desa
Kepemimpinan Kepala Pembangunan pendekatan dalam sejumlah proses
Desa Dalam Pembangunan Infrastruktur Kualitatif. pembangunan fisik desa, di
Infrastruktur Desa. Desa antaranya ialah pengarahan,
koordinasi dan komunikasi,
pengambilan keputusan, dan
pengawasan.
5. Mukhamad Fathoni, Pemerintahan Penelitian Penelitian ini menunjukkan
Suryadi, dan Stefanus Pani Desa, Gaya Deskriptif hasil bahwa gaya
Rengu. (2015) Gaya Kepemimpinan dengan kepemimpinan kepala desa
Kepemimpinan Kepala dan pendekatan secara signifikan
Desa Dalam Pembangunan Pembangunan kualitatif. berpengaruh terhadap proses
Fisik Desa, Studi di Desa Desa. pengambilan keputusan
Denok Kecamatan yang merupakan faktor
Lumajang Kabupaten esensial dalam proses
Lumajang pembangunan desa.
BAB II
KERANGKA TEORI

2.1 Teori Gaya Kepemimpinan


Gaya kepemimpinan atau style of leadership merupakan cara seorang pemimpin
melaksanakan fungsi kepemimpinannya atau menjalankan fungsi managemennya dalam
memimpin bawahanannya. Adapun gaya-gaya kepemimpinan yaitu sebagai berikut :
a. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain
agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan berbagai
cara atau kegiatan yang dapat dilakukan, yang ditentukan bersama oleh bawahan dan
pimpinan. Gaya ini kadang-kadang disebut sebagai kepemimpinan yang berpusat
pada bawahan, kepemimpinan rekan, kepemimpinan partisipatif atau konsultatif.
Pemimpin meminta masukan dari bawahan saat membuat keputusan bersama.
Ciri kepemimpinan demokratis ini adalah kekuasaan kepemimpinan tidak terbatas,
pemimpin bersedia mendelegasikan sebagian kekuasaan kepada bawahan, kebijakan
dan pengambilan keputusan dirumuskan bersama oleh bawahan dan pemimpin, serta
komunikasi dapat dilakukan. di kedua arah di mana pemimpin adalah bawahan dan
sebaliknya. (sikap, tindakan, perilaku, atau aktivitas) kepada bawahan (sikap,
tindakan, perilaku, atau aktivitas) dilakukan dengan baik, inisiatif dapat datang dari
bawahan atau pimpinan, bawahan memiliki banyak kesempatan untuk menyampaikan
saran atau pendapat, tugas yang diberikan kepada bawahan bersifat sifat meminta,
mengabaikan sifat direktif, pemimpin bertindak dan berperilaku dengan hati-hati
untuk membangun rasa saling percaya dan saling menghormati.
b. Gaya Kepemimpinan Delegatif
Gaya kepemimpinan pendelegasian dicirikan oleh pemimpin yang jarang mengambil
keputusan, menyerahkan pembuat keputusan kepada bawahan, dan mengharapkan
anggota organisasi menyelesaikan semua masalah sendiri. Gaya kepemimpinan
pendelegasian ini merupakan ciri dari perilaku seorang pemimpin dalam memenuhi
tanggung jawab kepemimpinan. Dapat dilihat bahwa gaya kepemimpinan seorang
pemimpin sangat dipengaruhi oleh kepribadiannya. Delegated leadership adalah gaya
kepemimpinan pemimpin terhadap bawahan yang cakap, memungkinkan bawahan
untuk melakukan kegiatan yang karena berbagai alasan tidak dapat dilakukan oleh
pemimpin untuk sementara waktu.
c. Gaya Kepemimpinan Birokratis
Gaya kepemimpinan birokratis ini dilukiskan dengan pernyataan "Memimpin
berdasarkan adanya peraturan". Perilaku kepemimpinan ditandai dengan penegakan
prosedur yang ketat yang telah diterapkan pada pemimpin dan bawahannya.
Umumnya, pimpinan birokrasi membuat semua keputusan sesuai dengan aturan yang
sudah berlaku, tidak ada lagi fleksibilitas. Semua aktivitas harus berpusat pada
pimpinan, dan lainnya harus diberi sedikit kebebasan berkreasi dan bertindak, serta
tidak boleh menyimpang dari aturan yang telah diterapkan. Beberapa ciri dari gaya
kepemimpinan birokrasi adalah pemimpin akan membuat semua keputusan yang
berkaitan dengan semua pekerjaan dan memerintahkan semua bawahan untuk dapat
melaksanakannya; pemimpin akan menetapkan semua standar bagaimana seharusnya
bawahan melakukan tugas; jika bawahan tidak dapat melakukan sesuai dengan
tanggung jawab standar kinerja yang telah ditentukan, ada hukuman yang sangat
jelas.
d. Gaya Kepemimpinan Otoriter
Gaya seorang pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang
ingin diambilnya sepenuhnya dari dirinya sendiri. Pembagian semua tugas dan
tanggung jawab adalah tanggung jawab pemimpin dengan gaya otoriter, dan bawahan
hanya melakukan tugas yang diberikan. Tipe kepemimpinan otoriter sering mengarah
pada distribusi. Artinya, agar mandat yang diberikan kepada suatu lembaga atau
organisasi, maka kebijakan lembaga tersebut harus diproyeksikan ke dalam
bagaimana mengatur bawahannya, sehingga kebijakan tersebut dapat dilaksanakan
dengan baik. Di sini, bawahan hanyalah sebuah mesin yang hanya bisa digerakkan
menurut kemauannya sendiri, dan inisiatif dari bawahan tidak pernah diperhatikan.
e. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
Gaya ini akan mendorong kemampuan anggota untuk berinisiatif. Pemimpin kurang
interaksi dan kontrol, sehingga gaya ini hanya dapat berhasil jika pengikut dapat
menunjukkan tingkat kompetensi dan kepercayaan diri yang tinggi dalam mengejar
tujuan mereka. Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin jarang menggunakan
kekuasaannya atau membiarkan pengikutnya berbuat semau mereka.
f. Gaya Kepemimpinan Kharismatik
Keunggulan dari gaya kepemimpinan karismatik ini adalah kemampuannya untuk
menarik perhatian orang. Mereka akan terpikat oleh cara bicaranya yang
membangkitkan semangat. Pemimpin dengan gaya kepribadian ini seringkali
visioner. Mereka sangat menyukai perubahan dan tantangan. Mungkin kelemahan
terbesar dari model kepemimpinan ini bisa disamakan dengan peribahasa, "Ember
kosong itu nyaring." Mereka hanya bisa menarik orang kepada mereka. Setelah
beberapa saat, mereka yang datang kecewa dengan ketidakkonsistenan tersebut. Apa
yang dikatakan tidak dilakukan. Saat dimintai pertanggungjawaban, pemimpin selalu
menawarkan alasan, permintaan maaf, dan janji.
g. Gaya Kepemimpinan Moralis
Keunggulan dari gaya kepemimpinan moralistik ini adalah mereka biasanya bersikap
hangat dan sopan kepada semua orang. Mereka sangat berempati, sabar, dan murah
hati dengan semua masalah bawahan mereka. Para pemimpin ini memiliki berbagai
kebajikan. Untuk semua kekurangannya, orang datang untuk kehangatannya.
Kelemahan dari tipe kepemimpinan ini adalah emosi. Rata-rata orang seperti ini
sangat labil, kadang terlihat sedih dan menakutkan, dan lucu serta ramah di lain
waktu.
2.2 Teori Pemerintahan Desa
Menurut HAW. Widjaja (2001 h.64) Pemerintahan desa adalah kesatuan organisasi
pemerintahan terendah dibawah kecamatan yang memiliki kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah
kabupaten. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 Tahun 2005
tentang Desa tugas Kepala Desa menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan,
dan kemasyarakatan yang dimana pada penjelasannya disebutkan bahwa:
1) Urusan Pemerintahan antara lain pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan
kewenangan desa seperti pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga
kemasyarakatan, pembentukan Badan Usaha Milik Desa, dan kerjasama antar desa.
2) Urusan Pembangunan antara lain
pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana dan prasarana fasilitas umum desa
seperti jalan desa, jembatan desa, irigasi desa, pasar desa.
3) Urusan kemasyarakatan antara lain pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan
kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, adat istiadat.
2.3 Kinerja
Kinerja berdasarkan Afrizal et al. (2014) adalah hasil yang diperoleh dari sebuah fungsi
indikator pekerjaan pada suatu bidang waktu tertentu. Menurut Ma’ruf et al. (2019),
Kinerja merupakan hasil berdasarkan kuantitas yang telah dilakukan dalam sebuah
pekerjaan, kualitas kerja yang telah dilakukan, kerja sama yang sudah terbina selama
bekerja serta layanan dan pengetahuan yang berhubungan dengan sebuah pekerjaan
dalam melaksanakan pekerjaan. Hasil dari kinerja yang baik tersebut pada umumnya
dapat dinilai dengan melihat taraf kehadiran karyawan, kemandirian dalam melakukan
pekerjaan, kesetiaan kepada tempat dimana karyawan bekerja, inisiatif dalam melakukan
sebuah pekerjaan, kepercayaan pada pekerjaan dan antusiasme ketika menyelesaikan
pekerjaan. Untuk menghasilkan sebuah feedback yang tepat yang mengacu kepada
peningkatan produktivitas dan kinerja yang diharapkan akan lebih baik, dibutuhkan
sebuah penilaian kinerja yang obyektif.
2.4 Teori Pembangunan
Menurut Mubyarto (1992, h.39) yang dimaksud pembangunan desa adalah
“pembangunan yang dilakukan di desa berlandaskan kepada potensi wilayah seperti
sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) setempat, serta disesuaikan
dengan kondisi dan situasi setempat.”. Pembangunan perdesaan dalam arti luas meliputi
segala bidang kehidupan seperti ekonomi, sosial, budaya, politik, dan keamanan melalui
pendayagunaan sumber daya pembangunan secara efektif dan keterpaduan peran
pengelolaan pemerintah dan masyarakat, kualitas hidup rakyat dan kesejahteraan rakyat.
kesejahteraan dapat ditingkatkan. secara berkelanjutan. Pembangunan desa merupakan
strategi yang ditujukan untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat
tertentu. Pembangunan perdesaan juga dapat dilihat sebagai suatu program pembangunan
yang dilaksanakan secara sistematis yang ditujukan untuk meningkatkan produksi,
pendapatan, dan kesejahteraan dalam arti meningkatkan kualitas hidup di bidang
pendidikan, kesehatan, dan perumahan.2 Pasal 78 (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa mengenai Pembangunan desa menjelaskan bahwa pembangunan desa
bertujuan untuk mengembangkan potensi ekonomi lokal melalui pemenuhan kebutuhan
dasar, pengembangan sarana dan prasarana desa, serta pemanfaatan sumber daya alam,
alam, dan lingkungan secara berkelanjutan.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini maka peneliti menggunakan metode Survey. Dengan tingkat
Eksplanasi deskriptif dan analisa data kualitatif. Menurut Sugiyono (2016:6) metode
Survey adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang
alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data,
dengan melakukan test wawancara terstruktur. Eksplanasi deskriptif menurut Sugiyono
(2016: 35) adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap
keberadaan variabel mandiri, baik hanya satu variable atau lebih (variabel yang berdiri
sendiri) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara varibel satu dengan
varibel yang lainnya. Menurut Arikunto (2010: 282) deskriptif adalah membandingkan
dengan kenyataan yang sebenarnya dengan teori- teori yang ada hubungannnya dengan
permasalahan guna menarik suatu kesimpulan dan di tabulasikan dalam bentuk tabel-
yang mengambil sampel dari populasi yang ada.

3.2 Wawancara
Wawancara merupakan pembicaraan yang dilakukan dengan maksud dan tujuan
tersembunyi, komunikasi dilakukan oleh dua atau lebih orang yaitu antara yang
mewawancarai dengan informan atau narasumber yang kemudian memiliki pengetahuan
serta jawaban yang diperlukan atau yang diinginkan. Wawancara juga dapat diartikan
teknik untuk mengumpulkan data dari sumber informasi secara langsung melalui proses
tanya jawab secara mendalam kepada informan. Sebelum melakukan wawancara, agar

2
1Ginandjar Kartasasmita, Pembangunan Untuk Rakyat, (Jakarta : PT. Pustaka Cidesindo,1996). hlm. 392
proses berjalan sesuai dengan baik, maka peneliti akan menyiapkan poin-poin pertanyaan
terlebih dahulu yang disusun menjadi susunan daftar wawancara.
Terdapat 2 jenis teknik wawancara yaitu : wawancara terstruktur dan tidak terstruktur,
dalam hal ini wawancara terstruktur akan sering melibatkan pada subyek atau komponen
yang terlibat secara intensif. Sedangkan untuk wawancara tidak terstruktur, dilakukan
dengan menyesuiaikan keadaan/situasi dilapangan. Wawancara seperti ini dilakukan
apabila ada kesempatan di lapangan, data yang diperoleh lebih tidak beraturan, karena
wawancara tidak terstruktur tidak memiliki susunan daftar wawancara. Dalam hal ini
peneliti akan menetapkan jenis informan dalam penelitian yaitu :
1. Informan Kunci (Key Informan) adalah mereka yang mengetahui dan memiliki
berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.
2. Informan Utama merupakan mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial
yang diteliti. Informan utama yang akan didapatkan dalam penelitian ini adalah
fasilitator/pendamping, yaitu kepala bidang bagian hubungan masyarakat serta para staf
terkait.
3. Informan Tambahan merupakan mereka yang dapat memberikan informasi
walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan tambahan
adalah dari masyarakat luas daerah kecamatan Batu serta anggota organisasi mitra terkait
dan Pesantren. Informan ini didapatkan ketika peneliti menerapkan teknik snowball
sampling di lapangan.

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive


sampling dan snowball sampling. Teknik purposive sampling yaitu informan dipilih
secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya. Pada teknik purposive sampling ini
penentuan informan tidak dilihat berdasarkan strata, kedudukan, pedoman, maupun
wilayah akan tetapi lebih didasarkan pada tujuan dan pertimbangan tertentu namun tetap
berhubungan dengan penelitian. Teknik snowball sampling adalah teknik dimana peneliti
menentukan narasumber pertama, yang kemudian narasumber pertama ini dapat
memberikan rekomendasi untuk narasumber pertama, kedua, ketiga dan selanjutnya
hingga peneliti merasa cukup dalam mendapatkan data-data. Informan yang akan peneliti
wawancarai adalah jenis informan kunci (Key Informan) yaitu yang mengetahui dan
memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.

3.3 Informan
Menentukan informan digunakan dua teknik. Yaitu teknik “Purposive Sampling” dan
“Sampling Jenuh”. Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan informan secara
subjektif dengan maksud, tujuan dan pertimbangan tertentu, yang mana menganggap
bahwa informan yang dijadikan sampel tersebut memiliki informasi yang dibutuhkan atau
diperlukan dalam penelitian nantinya. Sedangkan Sampling Jenuh adalah teknik
penentuan sampel bila semua anggota populasi dijadikan atau digunakan sebagai sampel
karna juga jumlah populasi yang relatif kecil, kurang dari 30 orang atau penelitian yang
ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Adapun data informan
sebagai berikut:

No Nama/Instansi Jabatan/Peran
.
1. Sokeh Kepala Desa Wonorejo
2. M. Bagus Mukmin Sekretaris Desa Wonorejo
3. Moch. Yusron Abdilah Kaur Perencanaan
4. Bahrul Ulum Kasi Kesejahteraan Rakyat
5. Nurul Aini Kamituwo
6. Siti Khotimah Kasi Pelayanan
7. Dian Maya Andriana Kasi Pemerintahan
Tabel 1.2 Data Informan Wawancara

3.4 Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis dan sumer data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.3.1 Data Primer:


Data yang diperolah langsung dari informan dengan menggunakan teknik
pengumpulan data berupa interview (wawancara) dan observasi langsung
dilapangan. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data- data
terkait tentang Struktural Organisasi Desa Pemabatang yang akan didapat dari
hasil wawancara yang dilakukan kepada informan dengan menggunakan panduan
wawancara. Menurut M. Iqbal Hasan (2002: 82) data primer adalah data yang
diperolah langsung dari lapangan.
3.3.2 Data Sekunder:
Yaitu data yang diperoleh dnega melihat dokumen- dokumen dan laporan –
laporan mengenai objek penelitian. Menurut M. Iqbal Hasan (2002: 82) data
Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dengan melihat dokumen-
dokumen dan laporan- laporan dan diperpustakaan, seperti buku, jurnal, atau
literatur lain yang berguna bagi penelitian ini.

3.5 Fokus Penelitian

Dari paparan diatas dan berdasarkan masalah yang diteliti serta tujuan penelitian maka
yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah Gaya Kepemimpinan Kepala Desa
Wonorejo kemudian pemeliharaan hubungan anatara atasan dan bawahan

3.6 Lokasi Penelitian.

Penelitian ini dilakukan di Desa Wonorejo, Poncokusumo, Kabupaten Malang.


Pertimbangan yang diambil adalah lokasi penelitian lebih dekat, tidak banyak
mengeluarkan biaya, dan datanya lebih mudah untuk didapatkan serta Desa Wonorejo
baru saja melakukan pergantian kepala desa dan merupakan desa dengan beragam
potensi.
3.7 Metode Pengumpulan Data
3.7.1 Wawancara
Interview atau wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui tanya jawab
langsung antara informan dengan peniliti yang berlangsung secara lisan antara
dua orang atau lebih, bertatap muka, mendengarkan secara langsung informasi
atau keterangan sehubungan dengan rumusan masaalah penelitian. Proses
wawancara dilakukan secara terstrukur, yaitu peneliti memberikan batasan
pertanyaan terhadap informan dengan sudah mempersiapkan pertanyaan secara
tertulis, sehingga proses wawancara dan apa yang ditanyakan tidak menyimpang
dari fokus tujuan dari penelitian.
3.7.2 Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2007: 240) menyatakan bahwa dokumentasi merupakan
catatn
peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya- karya
momuntal dari seseorang. Sedangkan menurut G.J Renier (dalam Sugiyono 2007:
240) menjelaskan istilah dokumantasi dalam tiga pengertian, pertama dalam arti
luas yaitu yang meliputi semua sumber, baik tertulis maupun lisan; kedua dalam
arti sempit yaitu meliputi semua sumber data tertulis saja; ketiga dalam arti
spesifik, yaitu hanya meliputi surat- surat konsnsi, hibah dan sebagainya. Sumber
data tertulis yang berkaitan dengan penelitian ini adalah: Website Desa Wonorejo.
3.8 Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode desktiptif dengan pendekatan kualitatif
menurut Miles dan Hubberman yang membagi analisis data kualitatif menjadi
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau
verifikasi. Berikut penjelasannya :
a. Pengumpulan Data (Data Collection)
Proses pengumpulan data dilakukan sebelum melakukan penelitian, pada saat
penelitian dan diakhir penelitian. Tidak ada waktu yang spesifik dan khusus yang
disediakan untuk proses pengumpulan data dalam penelitian kualitatif.
Sebelumnya peneliti telah mengumpulkan data melalui kegiatan pra-penelitian
yang dilakukan di lokasi Desa Wonorejo, Poncokusumo, Kabupaten Malang.
b. Reduksi Data (Data Reduction)
Istilah reduksi data dalam penelitian kualitatif dapat diartikan dengan istilah
pengolahan data (mulai dari editing, koding, hingga tabulasi data) dalam
penelitian kualitatif. Reduksi data merupakan proses penggabungan dan
penyeragaman segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan
yang akan dianalisis. Peneliti akan melakukan reduksi data setelah mendapatkan
data wawancara dari informan/narasumber. Peneliti juga akan melakukan reduksi
data setelah mendapat data dokumentasi dari lokasi-lokasi tempat penelitian
dilakukan.
c. Penyajian Data (Display Data)
Pada tahap penyajian data, akan dilakukan pengolahan data setengah jadi yang
sudah seragam dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang jelas
kedalam suatu matriks kategorsasi sesuai tema yang sudah dikategorikan. Pada
tahap ini peneliti telah menampilkan hasil reduksi data.
d. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing and
Verifying)
Pada tahap verifikasi dan penarikan kesimpulan yang merupakan tahap akhir dari
penelitian, lebih pada mengungkap jawaban dari pertanyaan penelitian yang
diajukan dan menyajikan temuan penelitian. Kesimpulan data merupakan hasil
proses gabungan data yang telah dimaknai dan telah melewati proses pemilahan
data.

Anda mungkin juga menyukai