Anda di halaman 1dari 41

ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN KONTRAPRODUKTIF

APARAT DESA OMBOLATA KECAMATAN


LAHEWAKABUPATENNIAS UTARA

Oleh :

ENDUAR GRES NAZARA


NIM. 2318118

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NIAS
2022
ABSTRAK
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kepemimpinan adalah hubungan dimana seseorang (pemimpin)
mempengaruhi orang lain untuk mau bekerja sama melaksanakan tugas-
tugas yang saling berkaitan guna mencapai tujuan bersama yang
diinginkan pemimpin dan bawahannya. Definisi tersebut menekankan
pada permasalahan hubungan antara orang yang mempengaruhi
(pemimpin) dengan orang yang dipengaruhi (bawahan). Dari definisi
tersebut maka dapat diartikan kepemimpinan dalam konteks struktural
tidak hanya terikat pada bidang atau sub bidang yang menjadi tugas dan
fungsinya, tetapi juga oleh rumusan tujuan dan program pencapaian yang
telah ditetapkan oleh pemimpin yang lebih tinggi posisinya.
Seorang pemimpin dituntut agar dapat memenuhi suatu persyaratan dalam
melaksanakan suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun
swasta. Lebih dari pada itu, seorang pemimpin juga dituntut untuk
memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan bawahannya,
berdedikasi baik, serta pengalaman yang luas. Untuk dapat memenuhi
kriteria tersebut, maka dipandang penting seorang pemimpin untuk
senantiasa meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kepribadiannya,
supaya dapat memotivasi orang-orang yang dipimpin agar melakukan
kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan program yang telah ditetapkannya.
Di dalam pemerintah yang terkait dari berbagai tingkat mulai dari
kecamatan,aparat dan pemerintah desa. Desa sebagai unit pemerintahan
terendah di bawah kecamatan dalam prakteknya berhubungan langsung
dengan masyarakat. Kepala desa mempunyai peran penting secara aktif
membina dan menempatkan para aparatur desa untuk meningkatkan
produktivitas. Kepala desa merupakan komponen yang berpengaruh dalam
meningkatkan produktivitas kinerja. Serta bertanggung jawab atas
penyelenggaraan kegiatan kantor desa, administrasi, pembinaan aparatur
desa dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana desa.
Hal tersebut menjadi lebih penting sejalan dengan semakin kompleksnya
tuntutan tugas kepala desa, yang menghendaki dukungan kinerja yang
semakin efektif dan efisien.
Munurut KBBI kata kontraproduktif memiliki arti bersifat tidak mampu,
tidak menguntungkan (KBBI, 2019). Perilaku kerja kontraproduktif merupakan
istilah umum yang mengacu pada tindakan pekerja yang lebih mementingkan diri
sendiri yang dilakukan dengan sengaja atau sadar yang menyebabkan kerugian
bagi perusahaan
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam
melakukanpenelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang
digunakan dalammengkaji penelitian yang dilakukan.
Pemerintah desa beserta aparatnya adalah sebagai administrator
penyelenggara utama aktivitas pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan serta sebagai pembina ketentraman dan ketertiban di
wilayahnya. Peranan mereka demikian penting dan menentukan maju
mundurnya suatu unit pemerintahan. Maka diperlukan aparat desa yang
benar-benar mampu dan dapat bekerja sama dalam pelaksanaan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya. Aparat desa dalam pelaksanaan tugasnya
sehari-hari, terutama yang berhubungan dengan penyajian data dan
informasi yang dibutuhkan, semakin dituntut adanya kerja keras dan
kemampuan yang optimal guna memperlancar pelaksanaan tugas
pemerintahan. Kepala desa sebagai seorang pemimpin di lingkungan suatu
masyarakat harus mampu mewujudkan tujuan-tujuan yang telah
ditentukan. Kepemimpinan dalam lingkungan satuan desa harus
melibatkan upaya seorang kepala desa untuk mempengaruhi perilaku para
perangkat desa dalam suatu situasi.
Fenomena perilaku kontraproduktif kerap terjadi saat bekerja.
Perilaku kontraproduktif yang dimaksud antara lain bergosip,
memperpanjang waktu istirahat, hingga berselancar di dunia maya
untuk mencari informasi yang tidak ada kaitannya dengan
pekerjaan. Perlu dilakukan upaya yang efektif untuk mengatasi
sekaligus meningkatkan produktivitas dalam pekerjaan.
Kepala desa dapat melaksanakan fungsi kepemimpinannya, kepala
desa bukan saja harus memiliki wibawa tetapi harus memiliki
kesanggupan untuk menggunakan wibawanya terhadap para perangkat
supaya diperoleh atau memunculkan kinerja perangkat yang baik. Azas-
azas yang perlu ditetapkan dalam sebuah lembaga adalah pembagian
tugas. Indikator yang harus diperhatikan dalam azas pembagian tugas ini
adalah kemampuan dari individu-individu yang diserakan tugas. Maka
dalam suatu lembaga perlu adanya manajemen efektif yang mampu
mengarahkan dan membina perilaku lembaga dan administrasi.

1.2. Rumusan Masalah


Analisis gaya kepemimpinanan kontraproduktif aparat di Desa
Ombolata dalam melayani masyarakat Kecamatan Lahewa, Kabupaten
Nias Utara.

1.3. Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui tentang gaya kepemimpinan kontraproduktif dalam
melayani masyarakat di Desa Ombolata, Kecamatan Lahewa, Kabupaten
Nias Utara.

1.4. Manfaat Penelitian


Menurut Nazir, manfaat penelitian adalah untuk menyelidiki
keadaan dari, alasan untuk, dan konsekuensi terhadap suatu set keadaan
khusus. Penelitian tersebut dilakukan untuk meningkatkan pemahaman
kita.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya maupun secara langsung yang terkait di dalamnya. Adapun
manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Penulis
Sebagai pengetahuan tentang Analisis Tindakan Aparat Desa dalam
meningkatkan Produktifitas kepemimpinan di Desa Ombolata
2. Bagi perpustakaan
Dapat di jadikan acuan atau bahan perbandingan untuk melakukan
penelitian yang relevan selanjutnya

3 Bagi masyarakat Hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi masyarakat


agar pelayanan publik di pemerintahan Desa Ombolata dapat
meningkat seiring dengan kebutuhan masyarakat

4 Peneliti lanjutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Kepemimpinan


2.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Pemimpin adalah seseorang yang mampu mempengaruhi orang lain
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang diinginkan sesuai
yang diinginkan. Dan kepemimpinan adalah suatu proses dalam
mempengaruhi orang lain agar mau atau tidak melakukan sesuatu yang
diinginkan.
Menurut Greenberg dan Baron dalam buku Wibowo perilaku dalam
organisasi kepemimpinan sebagai proses di mana satu individu
memengaruhi anggota kelompok menuju pencapaian tujuan kelompok
atau organisasional yang didefinisikan. Sedangkan pemimpin adalah
individu dalam kelompok atau organisasi yang paling berpengaruh
terhadap orang lain.27 Sedangkan Ricky W. Griffin dalam buku Irham
Fahmi menjelaskan bahwa pemimpin adalah individu yang mampu
mempengaruhi perilaku orang lain tanpa harus mengandalkan
kekerasan, pemimpin adalah individu yang diterima oleh orang lain
sebagai pemimpin.

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan


Faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan mencakup
kepribadian, pengalaman masa lampau, dan harapan dari atasan,
kepribadian dan perilaku atasan, karakteristik, harapan, dan perilaku
bawahan, persyaratan tugas, kultur dan kebijakan organisasi, harapan
serta perilaku rekan sekerja.
1. Kepribadian, Pengalaman Masa lampau, dan harapan
Pemimpin Kepribadian dan pengalaman masa lampau manajer
membantu membentuk kepemimpinannya, tetapi bukan berarti
bahwa kepemimpinannya tidak dapat diubah. Manajer belajar
bahwa kepemimpinan tertentu memberikan hasil lebih baik
bagi mereka daripada kepemimpinan lainnya. Apabila
kepemimpinannya itu cocok, mereka dapat mengubahnya.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa manajer yang mencoba
memilih pemimpin yang sangat tidak sesuai dengan
kepribadian dasarnya, mustahil menggunakan kepemimpinan
tersebut secara efektif. Demikian pula harapan manajer
mengenai pemimpin seperti apa yang diperlukan agar
bawahannya bekerja secara efektif memengaruhi pilihan
kepemimpinannya.
2. Kepribadian dan Perilaku Atasan Kepemimpinan yang disetujui
atasan seorang manajer sangat penting dalam penentuan
orientasi yang akan dipilih manajer. Karena otoritas untuk
menentukan besarnya kompensasi ada pada atasan, hal itu
memengaruhi perilaku manajer tingkat yang lebih rendah. Di
samping itu, manajer tingkat yang lebih rendah cenderung
menjadikan atasan sebagai model.
3. Karakteristik, Harapan, dan Perilaku Bawahan Karakteristik
bawahan mempengaruhi kepemimpinan manajer dengan
beberapa cara. Pertama, keterampilan dan pelatihan bawahan
mempengaruhi pilihan manajer. Bawahan yang aktivitasnya
tinggi biasanya kurang memerlukan pendekatan yang bersifat
perintah. Kedua, sikap bawahan juga akan menjadi determinasi
yang mempengaruhi.
4. Persyaratan Tugas Sifat tanggung jawab pekerjaan bawahan
akan mempengaruhi kepemimpinan yang akan dilakukan
manajer. Pekerjaan yang memerlukan instruksi yang tepat
menuntut suatu pemimpin yang berorientasi pada tugas
daripada pekerjaan yang prosedur operasinya sebagian besar
diserahkan kepada serikat kerja tertentu.
5. Kultur dan Kebijakan Organisasi Kebudayaan organisasi, baik
langsung maupun tidak langsung akan membentuk perilaku
manajer maupun harapan bawahan. Kebijakan organisasi yang
sudah ditentukan juga mempengaruhi kepemimpinan manajer.
6. Harapan dan Perilaku Rekan Rekan manajer adalah kelompok
referensi yang penting. Manajer membina persahabatan dengan
rekan-rekannya di dalam organisasi, dan pendapat rekan-rekan
tersebut sangat berarti bagi manajer yang bersangkutan. Sikap
rekan manajer seringkali dapat mempengaruhi efektivitas
tindakan manajer. Rekan memusuhi manajer dapat bersaing
secara agresif memperebutkan sumber daya organisasi,
menjatuhkan reputasi manajer yang bersangkutan, dan
memperlihatkan sikap tidak mau bekerja sama dengan berbagai
cara.

2.1.3 Fungsi Kepemimpinan


Kepemimpinan memiliki peranan yang sangat penting
dalam keberhasilan dan ketercapaian satu tujuan yang diharapkan.
Peran kepemimpinan menurut Sedarmayanti dalam buku Mu’iz
Raharjo terdiri dari dua fungsi yakni:
1. Fungsi Utama, yang penting bagi proses kepemimpinan, yaitu:
a) Pemimpin sebagai pemadang
b) Pemimpin sebagai eksekutif
c) Pemimpin sebagai perencana
d) Pemimpin sebagai pembuat kebijakan
e) Pemimpin sebagai tenaga ahli
f) Pemimpin sebegai pengendali hubungan dalam kelompok
g) Pemimpin sebagai pemberi penghargaan dan hukuman
2. Fungsi hiasan, yang mungkin dilakukan atau ditugaskan kepada
pemimpin karena jabatan kepemimpinannya, yaitu:
a. Pemimpin sebagai panutan
b. Pemimpin sebagai simbol kelompok
c. Pemimpin sebagai ayah angkat Selain itu, seorang
pemimpin yang baik harus melaksanakan empat peran
penting, yaitu:
a) Menjadi Panutan (Moral Personal)
b) Menjadi Perintis (Moral Visioner)
c) Menjadi Penyelaras (Moral Institusional)
d) Menjadi Pembudaya (Moral Cultural)

2.1.4 Gaya Kepemimpinan


penyebab perilaku kontraproduktif yaitu faktor individu dan
faktor organisasi. Faktor individu yakni kesadaran,
efektivitasnegatif, keramahan, filsafat moral, umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, senioritas, status perkawinan dan kecerdasan
emosi.

2.2. Kontraproduktif
2.2.1 Pengertian kontraproduktif
kontraproduktif adalah perilaku yang memiliki efek
merusak bagi organisasi beserta anggotanya. Termasuk contoh
perilaku kontraproduktif adalah tindakan-tindakan agresif,
pencurian atau tindakan pasif, seperti sengaja tidak mengikuti
instruksi atau sengaja melakukan pekerjaan dengan cara yang
salah.
2.2.2 Defenisi Perilaku kerja kontraproduktif
Munurut KBBI kata kontraproduktif memiliki arti bersifat
tidakmampu, tidak menguntungkan (KBBI, 2019). Perilaku kerja
kontraproduktif merupakan istilah umum yang mengacu pada
tindakan pekerja yang lebih mementingkan diri sendiri yang
dilakukan dengan sengaja atau sadar yang menyebabkan kerugian
bagi perusahaan (Budiman, 2015; Hanidah, 2018). Sackett dan
DeVore (2002) mengartikan perilaku kerja kontraproduktif sebagai
segala bentuk dari perilaku anggota yang bertentangan dengan
tujuan organisasi dan dilakukan dalam keadaan sadar. Sementara,
Gruys dan Sackett (2003) berpendapat perilaku kerja
kontraproduktif merupakan tindakan yang sengaja dilakukan
anggota untuk melanggar aturan, menentang kepentingan dan
mengabaikan nilai-nilai sah organisasi. Selain itu Spector, dkk,
(2006) memandang perilaku kerja kontraproduktif membawa
dampak negatif bagi organisasi dan anggota organisasi. Perilaku
kerja kontraproduktif akan mengganggu organisasi karena hal
tersebut berdampak langsung pada fungsi organisasi dan
menimbulkankerugian yang sangat tinggi (Nugraheni & Wahyuni,
2016). Perilaku kerja kontraproduktif merupakan suatu masalah
yang serius, perilaku membahayakan dan mahal bagi organisasi
dan anggota itu sendiri (Spector, 18 Bauer, & Fox, 2010; Oge,
Ifeanyi, dan Gozie, 2015). Perilaku kontraproduktif merupakan
masalah utama di tempat kerja yang memiliki kecenderungan
mengganggu dan membahayakan organisasi (Uche, George &
Abiola., 2017). Perilaku kerja kontraproduktif itu sendiri
diklasifikasikan kedalam limadimensi, antara lain
1) pelecehan terhadap orang lain; 2) penyimpangan produksi;
3) sabotase;
4) Pencurian; dan
5) Penarikan diri (Spector, dkk, 2006).

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa


perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku karyawan yang
dilakukan dalam keadaan sadar dan membawa dampak buruk bagi
organisasi maupun anggota organisasi. Perilaku kerja
kontraproduktif adalah perilaku karyawan yang tidak sesuai
dengan aturan, nilai, dan tujuan organisasi.
2.2.3 Faktor-Faktor kontraproduktif
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentukanya perilaku kerja
kontraproduktif
yaitu:
a. Faktor kepribadian (personality)
Salah satu faktor yang mempengaruhi karyawan berperilaku
kerjakontraproduktif adalah kepribadian. Pernyataan tersebut
didukung beberapahasil penelitian mengenai kepribadian yang
dikaitan dengan perilaku kerja kontraproduktif, seperti:
kestabilan emosi, ektroversi, agreeableness, Big FivePersonality,
keterbukaan dan kesadaran membangnun pengalaman.
Penelitian-penelitian tersebut memiliki kesamaan hasil yaitu,
menunjukan adanya hubungan yang konsisten dengan perilaku
kerja kontraproduktif yang dilakukan di lingkungan kerja.
b. Karakteristik pekerjaan (job characteristic)
Karakterisitik pekerjaan yang dimiliki berpengaruh pada
keahlian yangdibutuhkan, jenis tugas yang diberikan, dan cara
kerja pada organisasi akan mempengaruhi karyawan dalam
menyelesaikan tugas dengan sempurna, perasaan
bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan, dan
pengetahuan terhadap pencapaian hasil kerja. Sackett dan De
Vore (2002) berpendapat karakter pekerjaan mempengaruhi
perilaku kerja individu yang tertuang dalam kinerja yang
diberikan, kepuasan kerja, motivasi kerja, kehadiran dan tingkat
turnover.
c. Karakteristik kelompok kerja (work group characteristic)
Hal ini dapat mengpengaruhi karena segala yang terjadi dalam
sebuahkelompok kerja hal tersebut akan berpengaruh terhadap
individu yang menjadi anggota didalamnya, seperti persepsi
kepuasan kerja, kinerja dan produktifitasnya. Hal ini cendrung
membuat individu untuk mengikuti tingkah 21 laku yang sudah
menjadi kebiasaan dalam kelompok organisasi tersebut.
Pengaruh karakteristik kelompok kerja terhadap munculnya
perilaku kerja kontraproduktif dapat dijelaskan dari contoh
situasi berikut; Jika seorang karyawan dating terlambat dan
pulang lebih awal namun tidak mendapat respon apa pun dari
organisasi, atasan atau rekan kerja maka seseorang itu cendrung
akan mengulangi perilaku tersebut (Robbins & Langton, 2003).
Dari hal tersebut dapat diketahui karyawan akan menyesuaikan
tingkah laku mereka sesuai dengan konsekuensi yang dialami.
d. Budaya organisasi (organizational culture)
Budaya organisasi dan karateristik kelompok kerja memiliki
kesamaankarena keduanya merupakan pengaruh sosial yang
mampu mempengaruhiindividu di tempat kerja. Namun, budaya
organisasi mencakup lebih luas yang dipengaruhi oleh faktor
diluar kelompok kerja. Perilaku kerja kontrproduktif biasa
terjadi pada perusahaan dimana kode etik yang berlaku tidak
didefinisikan dengan baik. Salah satu bidang yang menjadi fokus
budaya organisasi adalah mengenai konsep iklim kejujuran yang
ada di organisasi.
e. Sistem pengendalian organisasi (control system of organization)
Hal ini merupakan sistem atau prosedural pada tempat kerja
yangbertujuan untuk mengurangi tingkat perilaku
kontraproduktif melalui pengawasan (monitoring) atau dengan
meningkatkan pemberian sanksi (punishment). Pengawasan
dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu konvensional dan
menggunakan bantuan teknologi. Pengawasan konvensional
dapat dilakukan oleh atasan, rekan kerja, dan sementara
pengawasan menggunakan bantuan teknologi dapat dilakukan
dengan memasang cctv, menggunakan sistem aplikasi komputer
dan lain sebagainya. Fungsi pengawasan suatu oragniasi
akanmempengaruhi munculnya perilaku kontraproduktif.
f. Ketidakadilan organisasi (injustice organization)
Hal tersebut dapat mempengaruhi karena ketidakadilan
organisasidapat menimbulkan perilaku kerja kontraproduktif.
Karyawan merasa tidak ada keadilan di lingkungan organisasi
apabila kinerja atau imbalan yang diterima karyawan tidak sesuai
dengan usaha yang telah diberikan. Kemudian, karyawan akan
membanding-bandingkan imbalan yang mereka terima dengan
imbalan yang diterima oleh karyawan lain berdasarkan usaha
mereka masingmasing. Jika rasio usaha atau imbalan yang didapat
tidak proporsional dantidak adil maka akan sangat berdampak pada
karyawan. Ketidakadilan tidak hanya dilihat berdasarkan alokasi
penghargaan atau hukuman yang tidak setara namun juga dapat
berupa ketidakadilan dalam keputusanatau prosedur yangdibuat oleh
atasan.

2.3. Desa dan Pemerintah Desa Ombolata


2.3.1. Pengertian Desa
Secara etimologi kata desa berasal dari Bahasa Sansekerta,
deca yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari
perspektif geografis, desa atau village yang diartikan sebagai “a
group of houses or shop in a country area, smaller than and town”.
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berada di
Daerah Kabupaten. Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya
yang berjudul “Otonomi Desa” menyatakan bahwa: Desa adalah
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli
berdasarkan hal asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan
pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan
pemberdayaan masyarakat.
Pengertian umum adalah pengertian yang banyak digunakan
oleh masyarakat pada umumnya tentang hakikat atau tentang
definisi dari objek tertentu yang dibahas. Pada umumnya, desa
dimaknai oleh masyarakat sebagai tempat bermukim suatu golongan
penduduk yang ditandai dengan penggunaan tata Bahasa dengan
logat kedaerahan yang kental, tingkat pendidikan relatif rendah, dan
umumnya warga masyarakatnya bermata pencaharian di bidang
agraris atau kelautan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, desa
adalah suatu kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga
yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh
seorang Kepala Desa) atau desa merupakan kelompok rumah di luar
kota yang merupakan kesatuan.

2.3.2 Pemerintah Desa


Sesuai dengan Pasal 25 bahwa Pemerintah Desa adalah
Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu
oleh perangkat desa atau yang disebut dengan nama lain. Dalam
ilmu manajemen pembantu pimpinan disebut staf. Selanjutnya pada
pasal 26 disebutkan, Kepala Desa bertugas menyelenggarakan
Pemerintah Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, Pembinaan
Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perangkat desa adalah
Pembantu Kepala Desa dan pelaksanaan tugas penyelenggaraan
Pemerintah Desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Atas
dasar tersebut, Kepala Desa memiliki kewenangan yang sesuai
dengan tugas-tugasnya itu. Diantaranya adalah, bahwa Kepala Desa
berwenang untuk:
a. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa
b. Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa
c. Memegang kekeuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa
d. Menetapkan Peraturan Desa
e. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
f. Membina kehidupan masyarakat desa
g. Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa
h. Membina dan meningkatkan perekonomian desa serta
mengintegrasi agar mencapai perekonomian skala produktif
untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa
i. Mengembangkan sumber pendapatan desa
j. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan
negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa
k. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa
l. Memanfaatkan teknologi tepat guna
m. Mengordinasikan pembangunan desa secara partisipatif
n. Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan,
o. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan wewenang yang dimiliki kepala desa, maka secara
hukum memiliki tanggung jawab yang besar, oleh karena itu untuk
lebih efektif harus ada pendelegasian kewenangan kepada para
pembantunya atau memberikan mandat. Oleh karena itu dalam
melaksanakan kewenangan Kepala Desa diberikan sebagaimana
ditegaskan pada pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014, yaitu dalam melaksanakan tugas Kepala Desa berhak:
a. Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah
Desa
b. Mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa
c. Menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan
penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan
kesehatan
d. Mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang
dilaksanakan dan,
e. Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya
kepada perangkat Desa.
Jika ada wewenang, tentu ada kewajiban, wewenang yang
dimaksud diatas merupakan format yang diakui oleh konstitusi
Negara Republik Indonesia. Sedangkan kewajiban untuk menjadi
Kepala Desa tidaklah mudah, diantaranya adalah:
a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika
b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa
c. Menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan
d. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender
e. Melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel,
transparan, profesional, efektif dan efesien, bersih serta bebas
dari kolusi, korupsi, dan nepotisme
f. Menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku
kepentingan di desa
g. Menyelengarakan administrasi pemerintahan desa yang baik
h. Mengelola keuangan dan Aset Desa
i. Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
desa
j. Menyelesaikan perselisihan masyarakat di desa
k. Mengembangkan perekonomian masyarakat desa
l. Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat desa
m. Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan desa
n. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan
lingkungan hidup
o. Memberikan informasi kepada masyarakat desa. Dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, kepala desa Bersama
dengan Badan Permusyawaratan Desa membuat rencana
strategis desa. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang
Desa yang berbunyi, Badan Permusyawaratan Desa
mempunyai fungsi:
A. Mengawasi dan meminta keterangan tentang
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada pemerintah
desa
B. Menyatakan pendapat atas penyelenggara pemerintahan
desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan
masyarakat desa, dan pemberdayaan masyarakat desa dan,
C. Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan
fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja.
Selain Bersama Badan Permusyawaratan Desa, sesuai dengan
undang-undang bahwa kepala desa dibantu oleh perangkat desa.
Perangkat desa tercantum dalam pasal 48 Perangkat Desa terdiri
atas:
a. Sekretaris Desa
b. Pelaksana Kewilayahan dan,
c. Pelaksana Teknis.
Perangkat desa diangkat oleh Kepala Desa setelah
dikonsultasikan dengan camat atas nama Bupati/Walikota. Dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat desa
bertanggungjawab kepada Kepala Desa. Perangkat desa diangkat
dari warga desa yang meemnuhi persyaratan, karena tugas
pemerintah desa begitu berat maka perangkat desa harus memiliki
kemampuan yang memadai untuk bisa mendukung Kepala Desa
dalam menjalankan pemerintah dan pembangunan. Pemerintah
desa berkewajiban melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sesuai
dengan kewenangannya. Dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun
2014 tentang Desa pasal 18 disebutkan bahwa kewenangan desa
meliputi kewenangan dibidang penyelenggaraan Pemerintah Desa,
pelaksanan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa,
dan pemberdayaan masyarakat desa, berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal-usul dan adat istiadat desa.
Untuk melaksanakan tugas-tugas ini diperlukan susunan
organisasi dan perangkat desa yang memadai agar mampu
menyelenggarakan pemerintahan dengan baik. Dengan demikian
susunan organisasi pemerintah desa yang ada saat ini perlu
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dalam upaya
melaksanakan amanat Undang-Undang Desa.

2.3.3 Pemerintah Desa Ombolata Kecamatan Lahewa


Pemerintahan Desa Ombolata bertugas menyelenggarakan
Pemerintahan Desa, melaksanakan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Untuk
melaksanakan tugas Kepala Desa memiliki fungsi-fungsi sebagai
berikut:
1. Menyelenggarakan Pemerintahan Desa, seperti tata praja
Pemerintahan, penetapan peraturan di desa, pembinaan masalah
pertanahan, pembinaan ketentraman dan ketertiban, melakukan
upaya perlindungan masyarakat, administrasi kependudukan,
dan penataan dan pengelolaan wilayah.
2. Melaksanakan pembangunan, seperti pembangunan sarana
prasarana perdesaan, dan pembangunan bidang pendidikan,
kesehatan.
3. Pembinaan kemasyarakatan, seperti pelaksanaan hak dan
kewajiban masyarakat, partisipasi masyarakat, sosial budaya
masyarakat, keagamaan, dan ketenagakerjaan.
4. Pemberdayaan masyarakat, seperti tugas sosialisasi dan
motivasi masyarakat di bidang budaya, ekonomi, politik,
lingkungan hidup, pemberdayaan keluarga, pemuda, olahraga,
dan karang taruna.
5. Menjaga hubungan kemitraan dengan lembaga masyarakat dan
lembaga lainnya.
Perangkat desa Ombolata bagian dari pemerintahan yang
bertugas pada pelayanan publik yang bertanggung jawab terhadap
pelayanan kepada masyarakat dimana tempat dia bertugas, seorang
perangkat desa juga ikut dalam membantu tugas yang dijalankan
oleh seorang kepala desa dalam memberikan pelayanan yang
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat setempat, oleh
sebab itu seluruh perangkat desa juga diwajibkan mempunyai
sebuah komitmen, keahlian, keterampilan, perasaan dan perhatian
yang tulus serta juga memerlukan sebuah rasa peduli yang tinggi
oleh seorang perangkat desa guna melaksanakan tugasnya yaitu
melayani masyarakat.
bagian dari Perangkat Desa Ombolata yaitu;
1. Sekretaris Desa,
2. Pelaksana Wilayah Desa,
3. Pelaksana Teknis Desa

2,4. Kerangka Berpikir


GAYA KEPEMIMPINAN
KONTRAPRODUKTIF

Kepala desa
Aparat Desa

Produktivitas Kinerja
Pemerintah Desa
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Berdasarkan jenisnya, penelitian ini tergolong pada penelitian yang
bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang memiliki
karakteristik, yang dimana datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya
atau sebagaimana adanya dengan tidak berubah simbol-simbol atau
bilangan. Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan
atau proses menjaring data atau informasi yang bersifat sewajarnya
mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang pada obyeknya.

3.2. Lokasi Penelitian


Lokasi yang digunakan sebagai objek penelitian adalah Desa Ombolata
Kecamatan Lahewa Kabupaten Nias Utara. Adapun alasan peneliti
mengambil lokasi tersebut karena Desa Ombolata adalah tempat tinggal saya
dan memiliki kepadatan penduduk peringkatyang ada di Kecamatan Lahewa
dan bertambah setiap tahunnya.

3.3. Sumber Data


a. Data Primer.
Data primer adalah data yang diperoleh melalui studi lapangan dan
diperoleh melalui narasumber dengan cara melakukan tanya jawab
langsung dan menggunakan alat untuk membantu dalam penelitian
diantaranya adalah alat tulis, alat dokumentasi dan alat perekam.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan
yang berupa buku-buku ilmiah, jurnal, artikel, hasil penelitian, serta
literatur lain yang dapat memberikan informasi terkait Analaisis
kepemimpinan kepala desa dalam meningkatkan produktivitas kinerja
aparatur pemerintah desa.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara :
1. Studi Pustaka/Dokumentasi Studi pustaka adalah suatu cara untuk
memperoleh informasi data penelitian berkaitan dengan Analisis
kepemimpinan kepala desa dalam meningkatkan produktivitas pelayanan
aparat Desa Ombolata. Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan
berbagai literasi baik dari buku tentang beragam teori dan pendapat,
maupun jurnal penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian.
2. Observasi Observasi merupakan Teknik pengumpulan data melalui
pengamatan terhadap subjek penelitian. Dengan menggunakan Teknik
dapat diketahui pola tingkah laku subjek sehingga data dapat diperoleh
secara langsung, tanpa pengajuan pertanyaan.
3. Wawancara Mendalam Wawancara merupakan suatu teknik
pengumpulan data melalui pengajuan sejumlah petanyaan lisan yang
dijawab secara lisan maupun tulisan kepada informan guna untuk
mendapatkan keterangan yang lebih mendalam mengenai sikap,
pengetahuan dan perilaku informan yang berkaitan dengan tujuan
penelitian. Informan atau narasumber merupakan orang yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi yang berhubungan dengan
data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

3.5. Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan salah satu langkah penting dalam rangka
memperoleh temuan-temuan hasil penelitian. Teknik analisis data yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah Teknik deskriptif dengan
membuat gambaran yang dilakukan dengan cara reduksi data atau
penyederhanaan (data reduction), paparan/sajian data (data display) dan
penarikan kesimpulan. Teknik analisis data dilakukan dengan cara:
1. Tahap reduksi data, reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengobservasian, dan transformasi data
mentah/data kasar yang muncul dari catatancatatan tertulis di lapangan.
Reduksi data dilakukan dengan membuat ringkasan, pengembangan
sistem pengkodean, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, dan
menuliskan memo.
2. Tahap penyajian data, penyajian data adalah proses penyusunan
informasi yang kompleks dalam bentuk sistematis, sehingga menjadi
bentuk yang sederhana serta dapat dipahami maknanya. Penyajian data
diarahkan agar data hasil reduksi terorganisirkan, tersusun, dalam pola
hubungan, sehingga makin mudah dipahami dan merencanakan kerja
penelitian selanjutnya.
3. Tahap penarikan kesimpulan dan verifikasi, penarikan kesimpulan
adalah langkah terakhir yang dilakukan peneliti dalam menganalisis
data secara terus menerus baik pada saat pengumpulan data atau setelah
pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif penarikan kesimpulan
tersebut dengan cara induktif, yang mana peneliti berangkat dari kasus-
kasus yang bersifat khusus berdasarkan pengalaman nyata kemudian
dirumuskan menjadi model, konsep, teori, prinsip, propinsi, atau
definisi yang bersifat umum. Dengan kata lain, penarikan kesimpulan
secara induktif adalah proses penelitian yang di awali dengan
mengumpulkan data dan kemudian mengembangkan dengan suatu teori
dari data-data tersebut. Penarikan kesimpulan penelitian kualitatif
merupakan temuan baru yang belum pernah ada, temuan tersebut dapat
berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih
gelap menjadi jelas setelah diteliti.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum


4.1.1. Sejarah Singkat
Sejak tahun 1864 Daerah Nias merupakan bagian Wilayah
Residentil Tapanuli yang termasuk dalam lingkungan Government
Sumatera Wesiklet. Sejak tahun 1864 secara efektif Pemerintahan
Hindia Belanda mengatur Pemerintahan di Nias sebagai bagian daerah
Wilayah Hindia Belanda pada waktu itu. Mulai tahun 1919 Residentil
Tapanuli tidak lagi terdiri dari tiga afdeeling, tetapi telah menjadi empat
afdeeling yang masing-masing dipimpin oleh seorang assisten resident,
yaitu :Afdeeling Sibolga dan sekitarnya dengan Ibukota Sibolga,
Afdeeling Padang Sidempuan dengan Ibukota Padang Sidempuan,
Afdeeling Batak Landen dengan Ibukota Tarutung, Afdeeling Nias
termasuk pulau-pulau sekitarnya (kecuali PulauPulau Batu) yang
merupakan Afdeeling yang baru dibentuk pada tahun 1919 dengan
Ibukota Gunungsitoli.
Pembentukan Daerah Nias sebagai satu afdeeling didasarkan pada
pertimbangan antropologis, namun demikian sebelumnya itu tidak ada
pemerintahan yang meliputi keseluruhan daerah Nias yang didiami oleh
Suku Nias.Afdeeling Nias terdiri dari dua Onderafdeeling yaitu
Onderafdeeling Nias Selatan dengan Ibukota Teluk Dalam dan
Onderafdeeling Nias Utara dengan Ibukota Gunungsitoli yang masing-
masing dipimpin oleh seorang Controleur atau Gezeghebber.
Dibawah Onderafdeeling terdapat lagi satu tingkat pemerintahan
yang disebut Distrik dan Onderdistrik yang masing-masing dipimpin
oleh seorang Demang dan Asisten Demang. Batas antara masing-
masing wilayah tersebut tidak ditentukan secara tegas. Onderafdeeling
Nord terbagi atas satu distrik, yaitu Distrik Gunungsitoli dan empat
Onderdistrik, yaitu Onderdistrik Idano Gawo, Onderdistrik Hiliguigui,
Onderdistrik Lahewa, dan Onderdistrik Lahagu. Onderdistrik Zuid Nias
terbagi atas satu distrik, yaitu: Distrik Teluk Dalam dan dua
Onderdistrik, yaitu : Onderdistrik Balaekha dan Onderdistrik Lolowau.
Pulau-Pulau Batu pada bulan Desember 1928 dimasukkan ke dalam
Wilayah Afdeeling Nias yang sebelumnya termasuk dalam wilayah
Residentie Sumatera Barat dengan status sebagai Onderafdeeling,
sehingga sejak saat itu Afdeeling Nias terdiri dari tiga Onderafdeeling
yaitu: Onderafdeeling Nord Nias, Onderafdeeling Zuid Nias dan
Onderafdeeling der Batu Eilanden. Tingkat pemerintahan yang berada
dibawah Distrik dan Onderdistrik ialah Banua (Kampung) yang masing-
masin dipimpin oleh seorang Salawa (Nias Utara) dan si Ulu (Nias
Selatan), yang merupakan pemerintahan asli di Nias, yang
keberadaannya itu dikokohkan oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai
tingkat pemerintahan yang paling bawah. Pada zaman pendudukan
Jepang, sebagaimana halnya di seluruh Indonesia waktu itu berdasarkan
Undang-undang No. 1 tahun 1942 pembagian wilayah pemerintahan di
Daerah Nias tidak mengalami perubahan, sama seperti pada masa
pemerintahan Hindia Belanda, kecuali Onderafdeeling dihilangkan,
yang mengalami perubahan, hanya namanya saja yaitu :Afdeeling
diganti dengan nama Gunsu Sibu yang dipimpin oleh seorang Setyotyo,
Distrik diganti dengan nama Gun yang dipimpin oleh seorang Guntyo,
Onderdistrik diganti dengan nama Fuku Gu yang dipimpin oleh seorang
Fuku Guntyo. Mengenai pengaturan pemerintahan juga didasarkan
undang-undang Nomor 1 tahun 1942 yang mengatakan bahwa semua
badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari
pemerintahan Hindia Belanda untuk sementara diakui sah asal tidak
bertentangan dengan aturan Pemerintahan Militer Jepang. Pada tahun-
tahun pertama zaman kemerdekaan pembagian wilayah pemerintahan di
daerah Nias tidak mengalami perubahan, demikian juga struktur
pemerintahan, yang berubah hanya nama wilayah dan nama pimpinan
sebagai berikut: Nias Gunsu Sibu diganti nama Pemerintahan Nias yang
dipimpin oleh Kepala Luhak. Gun diganti dengan nama Urung yang
dipimpin oleh seorang Asisten Kepala Urung (Demang). Fuku Gun
diganti dengan nama Urung Kecil yang dipimpin oleh Kepala Urung
Kecil (Asisten Demang).
Rancanagan Akhir RPJMD Kab. Nias Utara Tahun 2016-2021
Sesuai dengan jumlah distrik dan onderdistrik pada zaman Belanda,
pembagian nama tetap berlaku pada zaman Jepang, maka pada awal
kemerdekaan terdapat sembilan kecamatan. Hanya saja diantara
kecamatan itu terdapat tiga kecamatan yang mengalami perubahan
nama dan lokasi Ibukota yaitu:Onderdistrik Hiliguigui menjadi
Kecamatan Tuhemberua dengan Ibukota Tuhemberua. Onderdistrik
Lahagu menjadi Kecamatan Mandrehe dengan Ibukota Mandrehe.
Onderdistrik Balaekha menjadi kecamatan Lahusa dengan Ibukota
Lahusa. Pada tahun 1946 Daerah Nias berubah dari Pemerintahan Nias
menjadi Kabupaten Nias dengan dipimpin oleh seorang Bupati. Pada
tahun 1953 dibentuk tiga kecamatan yaitu :Kecamatan Gido yang
wilayahnya sebagian diambil dari wilayah Kecamatan Gunungsitoli dan
sebagian diambil dari kecamatan Idano Gawo, dengan Ibu Kota
Lahemo, Kecamatan Gomo yang wilayahnya sebagian diambil dari
wilayah Kecamatan Idano Gawo dan sebagian dari wilayah Kecamatan
Lahusa, dengan Ibu Kota Gomo. Kecamatan Alasa yang wilayahnya
sebagian diambil dari wilayah Kecamatan Lahewa, sebagian dari
wilayah Kecamatan Tuhemberua dan sebagian dari wilayah Kecamatan
Mandrehe dengan Ibu Kota Ombolata. Pada tahun 1956 dibentuk satu
kecamatan baru yaitu kecamatan Sirombu yang wilayahnya sebagian
dari wilayah Kecamatan Mandrehe dan sebagian dari wilayah
Kecamatan Lolowau.Kemudian berdasarkan PP. No.35 tahun 1992
tanggal 13 Juli 1992 terbentuk dua Kecamatan baru yaitu Kecamatan
Lolofitu Moi yang wilayahnya sebagian dari Kecamatan Gido dan
Kecamatan Mandrehe, dan Kecamatan Hiliduho yang wilayahnya
sebagian dari Kecamatan Gunungsitoli.Berdasarkan PP.No.1 tahun
1996 tanggal 3 Januari 1996 terbentuk dua kecamatan baru yaitu:
Kecamatan Amandraya yang wilayahnya sebagian dari kecamatan
Teluk Dalam, kecamatan Gomo, dan kecamatan Lahusa, Kecamatan
Lolomatua yang wilayahnya sebagian dari kecamatan Lolowa’u.
Terakhir dengan berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, dengan mempedomani Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan
Kecamatan maka melalui Perda Kabupaten Nias No.6 tahun 2000
tanggal 24 November 2000 tentang Pembentukan 5 (lima) Kecamatan
di Kabupaten Nias. Lima Kecamatan Pembantu yang masih tersisa
selama ini akhirnya ditetapkan sebagai Kecamatan yang defenitif,
masing-masing :Kecamatan Hibala yang wilayahnya berasal dari
Kecamatan Pulau-Pulau Batu, Kecamatan Bawolato yang wilayahnya
berasal dari Kecamatan Idanogawo, Kecamatan Namohalu Esiwa,
wilayahnya sebagian dari Kecamatan Alasa dan Kecamatan
Tuhemberua, Kecamatan Lotu yang wilayahnya sebagian dari
Kecamatan Tuhemberua dan Kecamatan Lahewa, Kecamatan Afulu
yang wilayahnya sebagian dari Kecamatan Lahewa dan Kecamatan
Alasa.
Pada tahun 1956 dengan Undang-Undang No.7 tahun 1956
Kabupaten Nias ditetapkan sebagai daerah otonom yang disebut Daerah
Swatantra Kabupaten Daerah Tingkat II Nias, yang dipimpin oleh
Bupati Kepala Daerah. Disamping Bupati Kepala Daerah dibentuk
Dewan Pemerintahan Daerah yang dipilih dari anggota DPRD.
Kemudian Pada tahun 1961 sampai dengan tahun 1969 Ketua DPRD
langsung dirangkap oleh Bupati Kepala Daerah. Untuk membantu
Bupati Kepala Daerah dalam menjalankan roda pemerintahan sehari-
sehari dibentuk Badan Pemerintahan Harian yang dikatakan sebagai
ganti DPD yang telah dihapuskan. Akan tetapi kemudian sejak tahun
1969 sampai dengan saat berlakunya Undang-undang No.5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah, lembaga BPH sebagai
Pembantu Kepala Daerah dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari
tidak pernah diadakan lagi.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan
pemerintahan diKabupaten Nias, mengikuti perubahan-perubahan
tentang Pemerintahan di daerah yang berlaku secara
nasional.Desa/Kelurahan sebagai tingkat pemerintahan yang paling
bawah, di Kabupaten Nias terdapat sebanyak 657 buah. Desa/Kelurahan
tersebut karena persekutuan masyarakat menurut hukum setempat, yang
dahulunya masing- masing berdiri sendiri-sendiri tanpa ada tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi yang mencakup beberapa atau
keseluruhan desa/kelurahan itu. Sejak awal kemerdekaan sampai tahun
1967 terdapat satu tingkat pemerintahan lagi diantara Kecamatan
dengan Desa/kelurahan yang disebut ” Ö R I ” yang meliputi beberapa
desa.Memang ÖRI ini sejak dahulu telah ada yang dibentuk karena
perserikatan beberapa desa yang menyangkut Pesta, sedang masalah-
masalah pemerintahan desa langsung diatur oleh masing-masing desa.
ÖRI sebagai salah satu tingkat pemerintahan di Daerah Tingkat II Nias
dihapuskan pada tahun 1965 dengan surat Keputusan Gubernur pada
tanggal 26 Juli 1965 Nomor : 222/V/GSU dengan tidak menyebutkan
alasan-alasan yang jelas.
Selanjutnya berdasarkan keputusan DPRD Kabupaten Nias Nomor:
02/KPTS/2000 tanggal 1 Mei 2000 tentang persetujuan pemekaran
Kabupaten Nias menjadi dua kabupaten, Keputusan DPRD Propinsi
Sumatera Utara Nomor : 19/K/2002 tanggal 25 Agustus 2002, Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2002 tanggal 25 Februari
2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak
Barat, dan Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2002 dan tanggal 28 Juli 2003,
maka Kabupaten Nias resmi dimekarkan menjadi dua Kabupaten yaitu
Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan. Kemudian berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2008 tentang
pembentukan Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias adalah kabupaten
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Drt Tahun
1956 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Kabupaten-kabupaten di
Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1092), yang merupakan kabupaten
asal Kabupaten Nias Utara. Dengan terbentuknya Kabupaten Nias Utara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 45 Tahun 2008, wilayah Kabupaten Nias dikurangi
dengan wilayah Kabupaten Nias Utara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2008.
Kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Nias Utara,
sebagai berikut: Kecamatan Lotu, Kecamatan Sawo, Kecamatan
Tuhemberua, Kecamatan Sitolu Ori, Kecamatan Namohalu Esiwa,
Kecamatan Alasa Talu Muzoi, Kecamatan Alasa, Kecamatan Tugala
Oyo, Kecamatan Afulu, Kecamatan Lahewa, Kecamatan Lahewa
Timur.

4.1.2. Dasar Hukum


Undang-Undang Nomor 45 tahun 2008 tentang pembentukan
Kabupaten Nias Utara Provinsi Sumatera Utara

4.1.3. Letak Geografis


Kabupaten Nias Utara merupakan pemekaran dari Kabupaten Nias
berdasarkan UU No. 45 Tahun 2008, yang terletak di sebelah utara
Kabupaten Nias. Adapun letak geografis berada pada 1003’00’’ –
1033’00’’ LU dan 97000’ 00’’ – 99000’00’’ LS.
Wilayah Pemerintahan Kecamatan Lahewa memiliki Luas 228,7
Km2 dengan jarak tempuh dari Kecamatan Lahewa menuju Ibukota
Kabupaten Nias Utara (Kota Lotu) sejauh 22 Km, dengan batas-batas
sebagai berikut :
 Sebelah Utara berbatas dengan Laut Indonesia
 Sebelah Barat berbatas dengan Samudra Indonesia
 Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Lahewa Timur
 Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Sawo
4.1.4. Kependudukan
Berdasarkan Profil kecematan Lahewa Tahun 2021, jumlah
penduduk Kecamatan Lahewa adalah sebagai berikut:
 Laki-laki : 11.526 jiwa
 Perempuan : 11.594 jiwa
 Jumlah : 23.120 Jiwa
 Jumlah Kepala Keluarga sebanyak 5.604 KK

4.1.5. Wilayah Desa


Pemerintah Kecamatan Lahewa membawahi 20 wilayah
Pemerintahan Desa dan 1 Keluruhan, yaitu:
 Kelurahan Pasar Lahewa
 Desa Sihene’asi
 Desa Moawo
 Desa Fadoro Hilimbowo
 Desa Fadoro Hilihambawa
 Desa Sifaoro’asi
 Desa Onozalukhu
 Desa Hilizukhu
 Desa Afia
 Desa Hilina’a
 Desaa Hiligoduhoya
 Desa Iraonolase
 Desa Holi
 Desa Sitolubanua
 Desa Hilihati
 Desa Fadoro Sitoluhili
 Desa Hiligawolo
 Desa Marafala
 Desaa Ombolata
 Desaa Balefadorotuho
 Desa Lasara

4.1.6. Struktur Organisasi

4.1.7. Visi dan Misi


Visi:“Terwujudnya Nias Utara Yang Maju, Sejahtera Dan Berkeadilan”
Misi :
1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman, sehat
dan produktif;
2. Memperkuat kompetensi dan etos kerja Aparatur Sipil Negara dan
aparatur pemerintahan desa;
3. Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana prioritas yang
berkualitas;
4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berbasis keunggulan
sumber daya lokal;
5. Menciptakan kondisi kehidupan sosial masyarakat yang harmoni
dan berbudaya.
4.1.8. Tujuan Dan Program:
1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman, sehat dan
produktif.
- Tujuan : Terwujunya kehidupan masyarakat yang berkualitas
meliputi, spiritual/keimanan, pendidikan dan kesehatan.
- Program :
1. Meningkatkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. Melakukan pemerataan, peningkatan aksesbilitas dan kualitas
penyelenggaraan pendidikan;
3. Melakukan pemerataan, peningkatan aksesbilitas dan kualitas
penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
2. Memperkuat kompetensi dan etos kerja Aparatur Sipil Negara dan
aparatur pemerintahan desa.
- Tujuan : Terwujudnya ASN dan aparatur pemerintahan desa yang
kompeten dan memiliki etos kerja yang tinggi dengan berorientasi
pada pelayanan masyarakat.
- Program :
1. Meningkatan pendidikan dan pelatihan ASN dan aparatur
pemerintahan desa secara terstruktur dan terencana;
2. Menempatkan Aparatur Sipil Negara dengan
prinsip “menempatkan orang yang tepat pada posisi yang
tepat”;
3. Meningkatkan disiplin Aparatur Sipil Negara;
4. Meningkatkan kesejahteraan aparatur pemerintahan desa.
3. Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana prioritas yang
berkualitas.
- Tujuan : Terwujudnya pembangunan sarana dan prasarana prioritas
yang berkualitas dan menyentuh kebutuhan seluruh lapisan
masyarakat.
- Program :
1. Melakukan penuntasan pembangunan rumah tidak layak huni;
2. Melakukan pembangunan dan peningkatan kualitas infrastruktur
penghubung antar wilayah;
3. Melaksanakan pembangunan ibu kota yang tertata fungsi dan
peruntukannya;
4. Melakukan pembangunan dan Peningkatan kualitas sarana dan
prasarana pendukung sektor ekonomi;
5. Meningkatkan sinergitas pembangunan antar desa dan
kabupaten;
6. Melakukan penataan dan perlindungan kualitas lingkungan
hidup.
4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berbasis keunggulan sumber
daya lokal.
- Tujuan : Terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang merata berbasis
sumber daya lokal dibidang pertanian, perikanan dan pariwisata
serta meningkatkan nilai produk daerah.
- Program :
1. Meningkatkan produktifitas pertanian dan perikanan yang
inovatif;
2. Meningkatkan pertumbuhan koperasi dan UMKM berbasis
sumber daya pertanian, pariwisata dan perikanan;
3. Melakukan penanggulangan dampak covid -19 di sektor
ekonomi;
4. Menciptakan lingkungan usaha yang kondusif untuk investasi;
5. Meningkatkan inovasi desa.
5. Menciptakan kondisi kehidupan sosial masyarakat yang harmoni dan
berbudaya
- Tujuan : Terciptanya/Terwujudnya masyarakat yang harmoni dan
berbudaya.
- Program :
1. Meningkatkan peran serta masyarakat dan lembaga agama, adat,
pemuda dan perempuan serta lembaga sosial kemasyarakatan
lainnya dalam penyelenggaraan pemerintah daerah;
2. Melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan bidang
politik, hukum dan HAM, keamanan serta ketertiban masyarakat
dan organisasi vertikal lainnya.

4.2. Hasil Penelitian


Pemimpin adalah seseorang yang mampu mempengaruhi orang lain
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang diinginkan sesuai
yang diinginkan. Dan kepemimpinan adalah suatu proses dalam
mempengaruhi orang lain agar mau atau tidak melakukan sesuatu yang
diinginkan.
Seorang pemimpin harus mampu mempengaruhi anggota kelompok
menuju pencapaian tujuan kelompok atau organisasi. Seorang pemimpin
dituntut untuk memiliki pengetahuan lebih baik dibandingkan
bawahannya, berdedikasi baik, serta pengalaman yang luas, supaya dapat
memotivasi orang-orang yang dipimpin agar melakukan kegiatan atau
pekerjaan sesuai dengan program yang telah ditetapkannya. Desa sebagai
unit pemerintahan terendah di bawah kecamatan dalam prakteknya
berhubungan langsung dengan masyarakat. Kepala desa mempunyai peran
penting secara aktif membina dan menempatkan para aparatur desa untuk
meningkatkan produktivitas. Kepala desa merupakan komponen yang
berpengaruh dalam meningkatkan produktivitas kinerja. Serta bertanggung
jawab atas penyelenggaraan kegiatan kantor desa, administrasi, pembinaan
aparatur desa dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana
desa. Dalam meningkatkan produktivitas, pemimpin harus melakukan
banyak pendekatan dengan anggota atau organisasi untuk mencapai
program yang telah ditetapkan.
1. Gaya kepemimpinan dalam menggunakan Pendekatan Karismatik
Pendekatan ini dilakukan untuk memelihara hubungan dengan masyarakat
agar pelaksanaan tugas dapat terselenggara dengan baik sekaligus memberi
kesan bahwa hubungan tersebut berbasis pada rasionalitas bukan
kekuasaan.
- Berdasarkan wawancara dengan Kepala Desa (ISI NAMANYA):
“Dalam menjaga hubungan dengan masyarakat yaitu di forum
musyawarah saya mendengar saran dan masukan dari masyarakat,
lebih sering mendengar saja dan memberi arahan sesuai pekerjaan
masing-masing aparat”
- Wawancara dengan masyarakat (ISI NAMA):
“Masalaha kedekatan, beliau dekat dengan kami, beliau juga terbuka,
tidak ada yang ditutup-tutupi selama itu berdasarkan aturan. Izin
diperbolehkan asalkan jelas kemana.”
- Selanjutnya dengan dengan masyarakat lain (ISI NAMA) mengatakan
bahwa:
“Beliau sangat terbuka dengan karena kami sebelum memutuskan
sesuatu selalu meminta saran bapak, contohnya saya ingin konsul
beliau menanggapinya dengan sangat baik, dan juga misalnya ada
usulan dari masyarakat lain pasti ditanggapi dengan baik oleh beliau”
Kepemimpinan karismatik merupakan kemampuan mempengaruhi
pengikut bukan berdasarkan pada tradisi atau otoritas formal tetapi lebih
pada persepsi pengikut bahwa pemimpin diberkati dengan bakat
supernatural dan kekuatan yang luar biasa. Pemimpin karismatik
mempunyai pengaruh terhadap pengikut pada tingkat yang tinggi secara
luar biasa, bukan karena tradisi atau otoritas tapi karena persepsi pengikut.
Pemimpin dipandang tidak hanya sekedar bos, tetapi sebagai model peran
dan panutan hidup. Dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan
pendekatan karismatik yaitu memelihara hubungan baik dengan pegawai
maka memudahkan pemimpin dalam mengarahkan setiap pegawai dalam
melakukan pelaksanaan pekerjaan dikantor keuchik lamgugob dapat
terselenggara dengan baik, dan dengan adanya pendekatan secara
karismatik dapat membangkitkan semangat pegawai untuk memudahkan
pemimpin dalam berinteraksi dengan masyarakat dalam hal pelaksanaan
tugas sekaligus memberi kesan bahwa hubungan tersebut berbasis
rasionalitas bukan kekuasaan. Kemudian dengan mendengar saran dan
masukan dari masyarakat melalui forum musyawarah memudahkan
pemimpin dalam menganbil kebijakan
2. Gaya kepemimpinan dalam menggunakan Pendekatan Laisses Faire (Free
Reign) Pendekatan yang diterapkan selanjutanya yaitu tipe Laisses Faire
(Free Reign) yaitu menghindari penumpukan kekuasaan dengan jalan
mendelegasikan kepada bawahan atau kelompok dalam menentukan tujuan
dan penyelesaian masalah.
- Berdasarkan wawancara dengan Kepala Desa (ISI NAMANYA):
“Kami disini sering kerja sama dalam memutuskan kebijakan dan
nantinya pasti ada masukan, pendapat dan usulan kalau misalnya saya
ingin menyelesaikan masalah saya pasti membahasnya dan saya pasti
menanyakan saran.”
- Kemudian wawancara dengan masyarakat (ISI NAMA):
“Beliau mempercayai semua, semua dimusyawarahkan, tidak ada
delegasi tertentu masing-masing anggota itu ada tugasnya
masingmasing, beliau biasanya mengawasi dan mengevaluasi apakah
sudah sesuai atau belum. Pendekatan beliau adalah pendekatan
kekeluargaan dan musyawarah tentumya.
- Hal tersebut juga dapat dari wawancara dengan dengan masyarakat
yang lain (ISI NAMA):
“Kalau kami semuanya musyawarah, baik dalam pembangunan fisik,
Sumber Daya Manusia tentu musyawarah dulu dengan aparat desa
sebelum mengambil keputusan. Ada juga keputusan yang memang
harus diputuskan langsung oleh beliau karena hak pirogratif, dan
semua dijalankan sesuai aturan.”
Dengan penjelasan dari wawancara tersebut dapat disimpulkan tipe
pendekatan yang diambil adalah Laisses Faire (Free Reign) yaitu dengan
mendelegasikan kekuasaan atau pemimpin dalam pengambilan keputusan
melibatkan masyarakat. Masyarakat diberikan kelonggaran atau fleksibel
dalam melaksanakan tugas-tugas, tetapi dengan hati-hati diberi batasan
serta sesuai prosedur atau pendapat dalam pengambilan kebijakan.
Dengan adanya pendekatan tersebut diharapkan membuat
masyarakat bisa bersikap mandiri dan memiliki inisiatif sendiri dalam
menjalankan pekejaan. Dan hubungan antara pemimpin dan masyarakat
dalam suasana yang baik secara umum bertindak cukup baik, pemimpin
menyampaikan berbagai hal yang berkaitan dengan tugas-tugas atau
perintah, dan sebaliknya para masyarakat diberikan kebebasan untuk
memberikan pendapatannya melalui musyawarah.

3. Gaya kepemimpinan dalam menggunakan Pendekatan Demokratis


(Partisipatif)
Tipe pendekatan lain yaitu Demokratis (Partisipatif) dimana dengan
mengembangkan tanggung jawab kepada kelompok dalam menyelesaikan
urusan.
- Dilihat dari hasil wawancara dengan Kepala Desa (ISI NAMANYA):
“Terkait tentang keputusan dan kebijakan semua dilibatkan dalam
proses musyawarah diminta usulan, ada tahapan-tahapan yang harus
dilakukan kalau misalkan permasalahan yang rutin terjadi, ada yang
berat ataupun sedang, ada persoalan yang memang langsung bisa
ditangani untuk beberapa hal tertentu saya libatkan.”
- Kemudian wawancara dengan masyarakat (ISI NAMA):
“Beliau dalam mengambil keputusan atau kebijakan selalu
mengimpulkan semua masyarakatnya dulu (musyawarah) dan
kemudian meminta saran, pendapat, dan baru beliau mengambil
keputusan atau kebijakan yang telah dimusyawarahkan, walaupun
tidak semua saran pendapat diikuti tetapi beliau bahas lagi.”
Dari wawancara tersebut bisa kita lihat bahwa keuchik melakukan
pendekatan Demokratis (partisipatif) dalam mengambil keputusan banyak
meminta kesempatan bagi masyarakat untuk menyampaikan saran,
pertimbangan atau pendapat dari pegawai atau kelompok untuk
menyelesaikan tugas. Semuanya dikumpulkan atau dimusyawarahkan,
meskipun pengambilan keputusan dilimpahkan, namun tanggung jawab
tetap pada pemimpin. Komunikasi berlangsung secara timbal balik, baik
yang terjadi antara pimpinan dan masyarakat maupun sesama masyarakat
dengan keputusan dan kebijaksanaan diambil melalui diskusi sehingga
masyarakat akan merasa dihargai dan dibutuhkan peranannya. Kemudian
dengan pendekatan demokratis hal tersebut membuat pimpinan dapat
memperhatikan masyarakat dalam bersikap dan bertindak, adanya saling
percaya, saling menghormati pegawai akan merasa percaya diri dan
nyaman sehingga bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya dalam
menyelesaikan tugas. Dengan pendekatan demokratis juga hubungan
antara pemimpin dan bawahan harmonis dan tidak kaku dan masyarakat
akan merasa bersemangat karena merasa diperhatikan. Menurut
wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan Demokratis
(Partisipatif) adalah pendekatan paling dominan yang sering dilakukan
oleh pemimpin dalam pemerintahan, dengan adanya pendekatan tersebut
memudahkan pemimpin itu sendiri dalam mengembangkan tanggung
jawab contohnya dalam pengambilan kebijakan bisa dimusyawarahkan
dan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan.

4.3. Pembahasan
Salah satu ukuran keberhasilan kinerja terletak pada
produktivitasnya. Apabila produktivitasnya tinggi atau bertambah,
dinyatakan berhasil. Apabila lebih rendah dari standar atau menurun,
dikatakan tidak atau kurang sukses. Pentingnya produktivitas kerja
karyawan ini ditunjukkan oleh perusahaan-perusahaan maupun unit usaha
masyarakat untuk menjalankan dan pengembangan usahanya. Mengingat
pentingnya kepemimpinan sebagai faktor penentu dalam sukses atau
gagalnya suatu organisasi dan usaha. Pemerintahan desa seperti halnya
pemerintah pusat dan daerah, dituntut untuk memberikan pelayanan
maksimal bagi warga dan mampu menjawab tuntutan yang makin tinggi
dari masyarakat, baik dari kualitas maupun dari segi kuantitasnya.
Pemerintahan desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa, tetapi
penelitian ini akan lebih fokus pada kepemimpinan kepala desa dalam
meningkatkan motivasi masyarakat dalam melaksanakan tugas
pemerintahan maupun dalam pelayanan. Dalam hal pendekatan Kepala
Desa Ombolata sangat baik dengan masyarakati bahkan ada nama
panggilan sendiri untuk berkomunikasi sehari-hari semakin menambah
kedekatan antara pemimpin dan masyarakat Ombolata. Hal tersebut sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Djatmiko dalam buku Komang Ardana
tentang tipe pendekatan yang digunakan oleh pemimpin yaitu tipe
Karismatik, Laisses Faire (Free Reign) dan Demokratis (Partisipatif)
dimana memelihara hubungan dengan bawahan agar pelaksanaan tugas
dapat terselenggara dengan baik sekaligus memberi kesan bahwa
hubungan tersebut berbasis pada rasionalitas bukan kekuasaan.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada sejumlah pihak terkait dengan
Kepemimpinan Kepala Desa dalam meningkatkan produktivitas kinerja
aparatur pemerintah desa, dapat ditarik kesimpulan gaya kepemimpinan
kepala desa dalam meningkat produktivitas aparatur pemerintah desa yaitu
dengan menerapkan beberapa pendekatan dan tipe pendekatan paling
dominan diterapkan yaitu pendekatan Demokratis, namun tidak hanya itu
beliau juga menerapkan pendekatan kepemimpinan yang lain seperti
kepemimpinan Laisses faire (free reign) dan Karismatik. Dengan
diterapkannya pendekatan tadi menjadikan kepemimpinan Kepala Desa
Ombolata berjalan dengan baik.

5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan kesimpulan yang telah
diuraikan sebelumnya, maka ada beberapa saran yang diajukan yaitu
dalam upaya meningkatkan produktivitas pemerintah diharapkan Kepala
Desa mampu mempertahankan supervisi, tanggung jawab dan inisiatif
dimasa mendatang selain peningkatan dalam pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA

Amirullah. Pengantar Manajemen. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004). Hal 245.

Anonim. 2014. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. PerPu


RI, Jakarta. Siswanto, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Bumi Aksara,
2011), Hal. 165

Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah, Manajemen Sumber Daya Manusia


Konsep, Teori dan Pengembangan dalam konteks Organisasi Publik
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009),
Bandung Rejo Kecamatan Boliyouto, Jurnal Ilmu Administrasi, Volume 6, Nomor
1, Hal 69. Di akses pada tanggal 22 Juni 2018.
Fremont E. Kast dan James E. Rozenswig, Organisasi dan Manajemen 2, Edisi Ke
Empat, Tri. Hasyim Ali (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Hal. 926.
Hasibuan. Organisasi dan Motivasi. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010).
Kusman, Yuskal dan Rifma, Kepemimpinan Pendidikan, (Padang: UNP,2002),
Hal. 5-Trisusanti Lamangida, Kepemimpinan Kepala Desa Dalam
Membangun Desa
Lexy J. Moleong, Metedologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), Hal. 34.
Muhammad Mu’iz, Manajemen Sumber Daya Manusia yang Unggul, Cerdas &
Berkarakter Islami, (Yogyakarta: Gava Media, 2011), Hal. 45.
Nawawi, Hadari, Mimi, dan Martini. Penelitian Terapan. (Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 1994). Hal 104-106.
Widjaja, HAW.Pemerintah Desa, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Hal.
3.
Wibowo, Manajemen Kinerja, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Hal. 100. 33

Wibowo, Manajemen Kinerja (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Hal. 132-133.

Anda mungkin juga menyukai